BAB 1. sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare state). Baik fungsi pengaturan. kedua fungsi tersebut ( Siagian dalam Hardiyansyah,
|
|
- Sugiarto Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Teori ilmu administrasi negara mengajarkan bahwa pemerintahan negara pada hakikatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama. Kedua fungsi utama tersebut yaitu fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakikat negara modern sebagai suatu negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan dengan hakikat negara sebagai sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare state). Baik fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan menyangkut semua segi kehidupan dan penghidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerintahan tertentu yang secara fungsional bertanggungjawab atas bidang-bidang tertentu kedua fungsi tersebut ( Siagian dalam Hardiyansyah, 2011:10) Bagi warga reformasi, pelayanan publik tentu sangat penting untuk menjadi prioritas mengingat mereka selama ini telah menjadi korban dari praktek pelayanan publik yang buruk. Hampir pada setiap aspek kehidupan sejak dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, warga harus menghadapi pelayanan pemerintah yang buruk (Agus Dwiyanto, 2006:25). Citra buruk pelayanan publik telah melekat pada pelayanan yang ada di Indonesia. Birokrasi atau aparatur pemerintah yang berperan sebagai pihak yang memberikan pelayanan atau penyedia jasa kepada publik atau masyarakat seringkali dihadapkan dengan masalah-masalah atau penyakit yang timbul dalam pemberian pelayanan, 1
2 2 masalah-masalah atau penyakit yang timbul tersebut di antaranya pelayanan yang berbelit-belit, rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi, lambannya respon dalam pemberian pelayanan, terjadinya diskriminasi dalam memberikan pelayanan baik diskrimasi yang menyangkut tentang hubungan kekerabatan, pertemanan, keluarga, status sosial ataupun etnis dll, tidak adanya transparansi dalam hal biaya ataupun waktu dan adanya pungutan-pungutan liar. Tidak adanya tranparansi atau kejelasan dalam hal biaya atau waktu tersebut bisa menyebabkan adanya praktek KKN. Pihak pemberi pelayanan bisa melakukan praktek KKN karena tidak adanya kepastian waktu dan biaya, sehingga mereka bisa mendapatkan pendapatan dengan cara yang tidak benar. pengguna jasa bisa saja menyogok atau menyuap dengan biaya yang lebih besar kepada pihak pemberi pelayanan supaya mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Keinginan para pengguna layanan untuk memperoleh pelayanan yang mudah tersebut bertemu dengan keinginan para pejabat birokrasi pelayanan yang ingin memperoleh keuntungan pribadi dari penggunaan kekuasaan atau jabatan yang mereka miliki sehingga timbulah praktek-praktek pungutan liar. Orientasi pelayanan yang dilakukan oleh sebagian besar aparat pemerintah atau birokrasi yang masih cenderung melayani diri sendiri atau untuk kepentingan aparat birokrasi sendiri daripada melayani masyarakat selaku pihak yang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan publik. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan masyarakat enggan mengurus perijinan ataupun mengurus dalam memperoleh pelayanan publik dan dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah. Rendahnya nilai investasi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh rendahnya
3 3 kualitas atau mutu pelayanan publik yang diberikan aparat pemerintah kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan perizinan. Hal ini tentu saja berdampak kurang menguntungkan bagi perkembangan perekonomian Indonesia sehingga dapat menghambat proses terbentuknya masyarakat yang sejahtera. Masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan publik menuntut adanya perbaikan kualitas pelayanan publik kepada pemerintah dikarenakan masalahmasalah yang sering terjadi dalam pelayanan publik. Pemerintah selaku penyedia jasa pelayanan publik dituntut dan diharapkan mampu memperbaiki mutu atau kualitas yang lebih baik dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga masalah-masalah yang biasanya terjadi dalam pelayanan publik bisa teratasi. Sesuai dengan amanat UU No. 22 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah daerah mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Menurut Hardiyansyah (2011:85), Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan adanya otonomi daerah berarti sebagian besar kewenangan yang sebelum otonomi daerah tadinya berada di pemerintah pusat kemudian dipindahkan kepada daerah
4 4 otonom. Hal ini tentu saja menyebabkan pemerintah daerah lebih cepat untuk merespon segala yang dikeluhkan atau yang diharapkan masyarakat. Paradigma kebijakan publik di era otonomi daerah yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, memberikan arah untuk dilakukannya perubahan pola pikir aparatur pemerintah daerah didalam menyikapi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih berorientasi kepada pelayanan. Kebijakan yang awalnya berdasar pada rule government yang lebih mengedepankan prosedur dalam penyelenggaran pelayanan daerah berubah menjadi paradigma good governance dimana paradigma tersebut lebih mengedepankan kebersamaan, transparansi, akuntabilitas, keadilan, kesetaraan dan kepastian hukum. Dengan pemberian pelayanan publik yang baik dari aparat pemerintah kepada masyarakat maka pemerintah akan mampu mewujudkan tujuan dari negara yaitu masyarakat yang sejahtera. Sesuai dengan Europan Scientific Journal Vol. 9, No. 32, menurut Ifeoma Dunu (2013:194) menjelaskan bahwa mencapai good governance membutuhkan pemahaman dan partisipasi setiap anggota masyarakat. Namun telah diamati bahwa untuk pemerintahan yang adil dan demokratis, para pemimpin harus menggunakan kekuasaan mereka dengan bertanggung jawab demi kebaikan yang lebih besar. Dengan lebih lengkap dijelaskan seperti berikut : Achieving Good Governance requires the understanding and participation of every member of the society. However, it has been observed that for governance to be just and democratic, leaders more than any other sector of the society need to use their power responsibly and for the greater good. Systems and procedures need to be in place that impose restraints on power and encourage government officials to act in the public s best interests.
5 5 Pemerintah daerah selaku penyedia layanan publik senantiasa dituntut mampu dalam meningkatkatkan mutu dan kualitas pelayanan publik, menetapkan standar layanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Sedarmayanti dalam Hardiyansyah (2011:87), Pelayanan prima merupakan strategi mewujudkan budaya kualitas dalam pelayanan publik. Orientasi dan pelayanan prima adalah kepuasan masyarakat pengguna layanan. Salah satu pola pelayanan prima yang telah diterapkan oleh pemerintah daerah adalah pelayanan satu pintu (one stop service). Kemudian menurut Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2010:25), Pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dalam Hardiyansyah (2011:97) memperjelas dan mempertegas bahwa : Kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus dilaksanakan secara terpadu atau one stop service. Pola pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan pelayanan perizinan maupun non perijinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu tempat. Jenis pelayanan ini terdiri dari berbagai jenis perijinan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani dalam satu pintu. Jenis pelayan ini dapat dilakukan lebih cepat dan efisien dikarenakan diselenggarakan dalam satu tempat. Akan tetapi masih banyak pemerintahan daerah yang belum berhasil mengimpelementasikan pelayanan one stop service (OSS). Kegagalan tersebut sebagian besar menyangkut kesiapan SDM aparatur, orientasi pelayanan yang sangat kental nuansa peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan dukungan komitmen pihak eksekutif dan legislatif yang relatif masih rendah untuk mengimplementasikan kebijakan pelayanan one stop service (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006).
6 6 Meskipun masih banyak daerah yang belum berhasil mengimplementasikan kebijakan one stop service, di beberapa daerah sudah dinyatakan berhasil mengimplementasikan kebijakan pelayanan tersebut. Salah satu kabupaten yang telah berhasil melaksanakan atau mengimplementasikan kebijakan OSS yaitu kabupaten Sragen. Pihak atau instansi yang berperan memberikan perizinan publik di kabupaten Sragen yaitu Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM). Tuntutan dari masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik serta peningkatan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat menjadi latar belakang dibentuknya BPTPM Kabupaten Sragen. Kualitas pelayanan sangat menentukan tingkat kepuasan masyarakat selaku pengguna jasa layanan. Maksud didirikannya BPTPM Kabupaten Sragen adalah untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non perizinan yang prima dan satu pintu. Pelayanan perizinan BPTPM Sragen dengan penyederhanaan prosedural prinsip dapat dipercaya, mudah, murah, cepat dan transparan melalui pelayanan satu pintu (one stop service). Dengan adanya sistem pelayanan terpadu satu pintu berarti memudahkan masyarakat dalam mengurus perizinan karena di dalam mengurus perizinan, masyarakat hanya mengurus pada satu tempat saja. Pada awalnya sebelum bernama BPTPM, pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan keputusan Bupati Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen. Keputusan Bupati tersebut dikuatkan dengan Perda Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pembentukan
7 7 dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen dalam bentuk kantor pelayanan terpadu (KPT) Kabupaten Sragen. Tanggal 20 Juli 2006 status KPT ditingkatkan menjadi Badan Pelayanan Terpadu dengan terbitnya Perda Nomor 4 Tahun 2006 tentang perubahan atas Perda Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen. Tanggal 15 Desember 2008 ditetapkan Perda Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen, yang didalamnya dijelaskan tentang pembentukan Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Sragen. Nomenklatur tetap disingkat BPT, akan tetapi ada perubahan dari pelayanan menjadi perizinan. Guna efisiensi dan efektifitas, Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 disesuaikan lagi dengan Perda Nomor 5 Tahun 2011, nomenklatur BPT berubah menjadi Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen. ( Sejak adanya Keputusan Bupati Sragen Nomor 22a Tahun 2002 tentang Pelimpahan Kewenangan Sebagian Perijinan Kepada Kantor Pelayanan Terpadu dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khusunya di bidang perijinan. Perizinan yang dilimpahkan kepada kantor pelayanan terpadu antara lain izin mendirikan bangunan (IMB), izin usaha industri (IUI), tanda daftar industri (TDI), surat izin usaha perdagangan (SIUP), izin usaha rekreasi dan hiburan umum, izin usaha rumah makan, izin usaha salon kecantikan, izin usaha hotel tanda bunga melati, biro perjalanan wisata (APW), izin usaha pondok wisata, izin penutupan jalan, pajak reklame, izin gangguan (HO), izin lokasi. Pelimpahan kewenangan kepada badan perijinan tersebut diwujudkan untuk
8 8 menyelenggarakan pelayanan one stop service. Kondisi pelayanan perijinan di Sragen sebelum OSS belum tergabung menjadi satu, waktu dan biaya tidak bisa dipastikan, proses pelayanannya harus melewati beberapa instansi terkait dan cenderung berbelit-belit, respon lamban. Setelah adanya pelayanan OSS sekarang, pelayanan publik diharapkan jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen melayani beberapa pelayanan perizinan maupun non perizinan. BPTPM Sragen melayani 74 jenis pelayanan perizinan dan 2 jenis layanan non perizinan. Berikut pelayanan yang diberikan BPTPM Kabupaten Sragen: Tabel 1.1 PELAYANAN YANG DIBERIKAN BPTPM KABUPATEN SRAGEN Pelayanan Perizinan Izin prinsip penanaman modal Izin usaha untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip perluasan penanaman modal Izin usaha perluasan untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip perubahan penanaman modal Izin usaha perubahan untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip penggabungan perusahaan penanaman modal Izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal untuk berbagai sektor usaha Izin prinsip Izin perubahan penggunaaan tanah (IPPT) Izin lokasi Izin lingkungan Izin mendirikan bangunan (IMB) Izin gangguan & izin tempat usaha (HO/ITU) Surat izin usaha perdagangan (SIUP) Pelayanan Non Perizinan Pambatalan/pencabutan perizinan penanaman modal Layanan informasi dan penanganan pengaduan
9 Izin usaha industri (IUI) Tanda daftar perusahaan (TDP) Tanda daftar industri (TDI) Tanda daftar gudang (TDG) Pajak reklame Izin usaha pusat perbelanjaan Izin usaha toko modern Izin usaha pengelolaan pasar tradisional Izin usaha rekreasi dan hiburan umum Izin usaha rumah makan Izin usaha salon kecantikan Izin usaha hotel Izin biro/agen perjalanan wisata Izin pondok wisata Izin penggunaan ketel uap minyak untuk setiap ketel Izin penggunaan bejana uap/pemanas air atau ekonomiser yang berdiri sendiri/penguapan Izin penggunaan bejana tekan Izin botol baja Izin penggunaan pesawat angkat dan angkut Izin penggunaan pesawat tenaga dan produksi Izin penggunaan instalasi kebakaran Izin penggunaan instalasi listrik Izin penggunaan instalasi penyalur petir Izin praktek dokter umum Izin praktk dokter spesialis Izin praktek dokter gigi Izin praktek bidan Izin praktek perawat Izin praktek perawat gigi Izin praktek apoteker Izin praktek asisten apoteker Izin praktek fisioterapis Izin praktek refraksionis optision Izin praktek bersama dokter umum Izin praktek bersama dokter spesialis Izin praktek bersama dokter gigi Izin operasional rumah sakit (RS) Izin operasional klinik bersalin Izin operasional klinik umum Izin pendirian laboratorium kesehatan Izin operasional transfusi darah Izin pendirian apotek Izin operasional optik Izin toko obat Izin pengobatan tradisional Izin pendirian klinik kecantikan Izin pendirian depot air minum isi ulangi Izin produksi makanan & minuman Izin laik hygiene restoran/rumah makan 9
10 10 Izin laik hygiene jasa boga/katering Izin trayek tetap Izin usaha angkutan Izin usaha huller Izin usaha peternakan Izin pemotongan hewan Izin pendirian keramba apung Izin usaha jasa konstruksi Izin lembaga pelatihan dan ketrampilan swasta Izin kursus Sumber : Dampak positif dengan adanya keberadaan BPTPM Sragen ternyata menimbulkan efek yang signifikan diantaranya nilai investasi meningkat, penyerapan tenaga kerja disektor industri meningkat, perkembangan jumlah perizinan meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat. Berikut peningkatanpeningkatan karena dampak positif dengan adanya BPTPM Kabupaten Sragen : Tabel 1.2 JUMLAH NILAI INVESTASI KABUPATEN SRAGEN TAHUN NILAI INVESTASI (Dalam Rupiah) ,2 Triliun ,35 Trilun ,56 Triliun Milyar ,07 Triliun Sumber : BPTPM Sragen Tahun 2012 Dengan adanya dampak positif yang diberikan BPTPM Kabupaten Sragen dalam pelayanan misalnya kemudahan dalam permohonan perizinan, waktu dan biaya yang transparan dapat menarik masyarakat dalam melakukan perizinan sehingga jumlah nilai investasipun akan meningkat.
11 11 Tabel 1.3 JUMLAH PERIZINAN KABUPATEN SRAGEN TAHUN JUMLAH PERIZINAN Sumber : BPTPM Sragen Tahun 2014 Dari data di atas dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa jumlah perizinan di Kabupaten Sragen meningkat sejak tahun 2010 sampai Hal ini merupakan salah satu dampak posisitif dari keberadaan BPTPM Kabupaten Sragen. Dampak langsung yang didapat masyarakat dengan adanya BPTPM yaitu semakin cepat dan sederhana dalam proses periziman, serta kejelasan dalam mekanisme, persyaratan, biaya dan jelasnya waktu penyelesaian akan mendorong masyarakat untuk mengajukan permohonan perizinan. Tabel 1.4 TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SRAGEN TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI (Dalam Persen) ,09% ,53% ,50% ,64% ,7% Sumber : PDRB Kab. Sragen Tahun 2014 Dengan pemberian pelayanan baik yang dilakukan BPTPM tentu saja mendorong masyarakat melakukan atau mengajukan permohonan perizinan,
12 12 sehingga jumlah investasipun naik dan penyerapan tenaga kerja disektor industri pun juga naik dengan adanya jumlah investasi yang naik. Dengan demikian dengan adanya kenaikan-kenaikan tersebut akan berdampak pada kenaikan pertumbuhan ekonomi. Tabel 1.5 JUMLAH PENYERAPAN TENAGA KERJA DISEKTOR INDUSTRI TAHUN PENYERAPAN TENAGA KERJA DISEKTOR INDUSTRI jiwa jiwa jiwa jiwa jiwa Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Sragen Tahun 2011 Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor industri mengalami peningkatan sejak adanya BPTPM sejak tahun 2007 sampai dengan tahun Dengan adanya sistem pelayanan terpadu satu pintu yang berupa pelayanan mudah, prosedur yang mudah, kejelasan waktu dan biaya yang dapat mengakibatkan naiknya jumlah investasi. Investasi yang masuk tentu berdampak pada penyerapan tenaga kerja atas penambahan jumlah industri. Dari data di atas menunjukkan bahwa dengan adanya BPTPM Sragen menimbulkan dampak positif dalam berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Meskipun dari data di atas ada beberapa penurunan pada tahun tertentu, misalnya penurunan nilai investasi yang menurun pada tahun 2008 dan Akan tetapi secara keseluruhan dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun baik dari segi investasi, jumlah perizinan yang
13 13 meningkat, pertumbuhan ekonomi serta jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Selain dampak-dampak positif yang disebutkan di atas, Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen juga mendapatkan banyak penghargaan atas kinerja yang telah dilakukan. Penghargaan yang diberikan kepada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen beberapa diantaranya yaitu terpilih sebagai kabupaten terbaik penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal (PTSP-PM) tingkat Kabupaten se Indonesia pada tahun 2012 (bpt.sragenkab.go.id). Kemudian penghargaan selanjutnya yaitu BPTPM Kabupaten Sragen dinobatkan sebagai badan pelayanan publik terbaik untuk kategori layanan perizinan terpadu satu pintu skala regional tahun 2013 di Solo, penghargaan ini diperoleh berkat hasil survei kepuasan publik terhadap pelayanan terpadu satu pintu pada pengurusan perizinan yang diterapkan oleh BPTPM Kabupaten Sragen. ( Kemudian penghargaan selanjutnya yang diperoleh yaitu BPTPM Kabupaten Sragen yaitu mendapatkan predikat terbaik nasional dibidang pelayanan dan investasi tahun Kabupaten Sragen berhasil berhasil menyisihkan 552 Kabupaten / Kota lain se-indonesia lewat serangkaian tahapan penilaian ketat yang dilakukan oleh lembaga independen dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI. ( Dari semua pelayanan perizinan yang dilayani oleh Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen, penulis tertarik untuk meneliti tentang pelayanan pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Alasan
14 14 peneliti memilih untuk meneliti pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) antara lain karena Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sangat penting dalam pengembangan pembangunan terutama dalam penataan bangunan dan lingkungan. Selain itu Izin Mendirikan Bangunan (IMB) akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Setiap bangunan baik itu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal, tempat ibadah ataupun tempat usaha harus mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dikarenakan bangunan tersebut harus legal dan mempunyai kekuatan hukum. Dari paparan yang telah dijelaskan diatas dan juga dengan adanya penghargaan yang diperoleh BPTPM Kabupaten Sragen serta dampak positif yang timbul, maka penulis ingin meneliti tentang Kualitas Pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam Memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen B. RUMUSAN MASALAH Dari paparan pokok latar belakang diatas maka dapat ditarik pokok permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah Kualitas Pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) dalam Memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen?
15 15 C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui kualitas pelayanan dari Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu administrasi negara. 2. Dapat mengetahui gambaran tentang kualitas pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen. 3. Bagi peneliti, digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana (S1)
PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENDELEGASIAN SEBAGIAN KEWENANGAN DI BIDANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA BADAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SRAGEN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN UMUM DI BADAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBIAYA / RETRIBUSI PELAYANAN UMUM DI BADAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SRAGEN
LAMPIRAN II : PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN UMUM DI BADAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SRAGEN BIAYA / RETRIBUSI PELAYANAN
Lebih terperinciBUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN DI BIDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Satu hal yang hingga saat ini seringkali
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN PERBUB NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BIDANG PERIJINAN KEPADA KEPALA KANTOR PELAYANAN PERIJINAN
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU
WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN
BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERIZINAN PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KOTA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG
1 PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU
Lebih terperinci7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/20M.PAN/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik;
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciGrafik Realisasi Investasi Kota Cilegon Tahun 2017
(Dalam trilyun Rp) DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA CILEGON DALAM KEBERHASILAN PERTUMBUHAN INVESTASI Dewasa ini pertumbuhan investasi merupakan tolak ukur keberhasilan suatu
Lebih terperinciWALIKOTA BANDA ACEH PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 27 TAHUN 2014
WALIKOTA BANDA ACEH PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA
Lebih terperinciWALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG MEMBUAT, MENGELUARKAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan tujuan untuk lebih mendekatkan
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENERBITAN DAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DARI BUPATI KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN
Lebih terperinciBOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN
BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kepastian
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG WEWENANG PENANDATANGANAN PERIJINAN PADA DINAS PERIJINAN PADA MASA TRANSISI
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG WEWENANG PENANDATANGANAN PERIJINAN PADA DINAS PERIJINAN PADA MASA TRANSISI WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya Pemerintah Daerah dalam rangka mengendalikan
Lebih terperinciDINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU 1 PENDAHULUAN 1a VISI DAN MISI VISI MISI KOTA PADANG 2014-2018 "Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi berbagai aspek kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup pelayanan publik meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas dan kompleks. Kinerja organisasi yang baik sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG
PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DI BIDANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN DAN PELAYANAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DARI BUPATI KEPADA KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN KABUPATEN SUMEDANG
Lebih terperinciBUPATI SINJAI BUPATI SINJAI,
BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN DAN PENANDATANGANAN PERIJINAN DAN NON PERIJINAN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIJINAN KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG
PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR BUPATI
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIJINAN PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIJINAN PADA PEMERINTAH KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut dari ketentuan
Lebih terperinciWALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciWALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2009 T E N T A N G
WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2009 T E N T A N G POLA DAN MEKANISME PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG
WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN DAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rancangan Rencana Kerja (Renja) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Rencana Kerja (Renja) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kota Banda Aceh merupakan dokumen perencanaan yang berisi tujuan, sasaran, Rancangan
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU
BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KULON PROGO,
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : Mengingat a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciWALIKOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA BINJAI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG
WALIKOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA BINJAI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN BIDANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN KEPADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciBUPATI ROTE NDAO PERATURAN BUPATI ROTE NDAO NOMOR TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI ROTE NDAO PERATURAN BUPATI ROTE NDAO NOMOR TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERIZINAN PADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN ROTE NDAO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara ( boundary-less world) memberikan peluang sekaligus tantangan bagi seluruh negara.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk melayani masyarakat. Hal tersebut senada dengan Surjadi (2012:7), bahwa pelayanan publik merupakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIJINAN DARI KEPALA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KEPADA KEPALA KANTOR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaran dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang damai, adil dan bermakna. Oleh karena itu
Lebih terperinciWALIKOTA LUBUKLINGGAU, PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 4 TAHUN2015 TENTANG
WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 4 TAHUN2015 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENYELENGGARAAN DAN PENANDATANGANAN PELAYANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA
Lebih terperinciWALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI KOTA BOGOR DENGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 503 / 88 / 22 / 2007 TENTANG PEMBENTUKAN TIM TEKNIS PELAYANAN PERIJINAN KABUPATEN SRAGEN BUPATI SRAGEN
B U P A T I S R A G E N KEPUTUSAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 503 / 88 / 22 / 2007 TENTANG PEMBENTUKAN TIM TEKNIS PELAYANAN PERIJINAN KABUPATEN SRAGEN BUPATI SRAGEN Membaca : Peraturan Bupati Nomor Tahun 2007
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG
WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NON
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciWALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH. PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 10 "A TAI-lUri c2.017 TENTANG
WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 10 "A TAI-lUri c2.017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NONPERIZINAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DINAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman
Lebih terperinciWALI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AN PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG
WALI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AN PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G
SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G POLA DAN MEKANISME PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PELAYANAN TERPADU DINAS
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU KEPADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan
Lebih terperinci17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi; 18.
WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 44 TAHUN : 2007 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PADA KANTOR PELAYANAN TERPADU KABUPATEN KULON PROGO DENGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,
BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENDELEGASIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita Bangsa Bernegara.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 1 Tahun 2017 Seri E Nomor 1 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 1 Tahun 2017 Seri E Nomor 1 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN PELAYANAN DAN NON DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada perkembangannya pelayanan publik menjadi bagian dari administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan kepuasan masyarakat dalam hal
Lebih terperinciBUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN KEPADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN
Lebih terperinciDATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016
DATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016 A. INFORMASI TENTANG PROFIL PEJABAT STRUKTURAL DI BPMP KAB. SUBANG Terlampir B. INFORMASI TERKAIT TRANSPARANSI
Lebih terperinciBUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI,TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN P ELAYANAN TERPADU SATU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk
Lebih terperinciLKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2015
16. URUSAN WAJIB PENANAMAN MODAL Salah satu sumber dana utama guna memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 44 Tahun 2017 Seri E Nomor 35 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 44 Tahun 2017 Seri E Nomor 35 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN PELAYANAN
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL
Lebih terperinciBUPATI KARIMUN PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG
DRAFT. BUPATI KARIMUN PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO BUPATI WONOSOBO,
PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PENGAWASAN DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan otonomi daerah akan terus digalakkan hingga terwujudnya otonomi daerah yang diharapkan yakni otonomi daerah yang mandiri, sehingga
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov.
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov. NTT a. Visi Visi merupakan cara pandang jauh kedepan, gambaran yang menantang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 54 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 54 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 348 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN PARALEL BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 34
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 34 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DATA UMUM ORGANISASI
BAB I PENDAHULUAN A. DATA UMUM ORGANISASI 1. Kedudukan Organisasi Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 5 tahun 2011
Lebih terperinciREVISI RENCANA STRATEGIS
REVISI RENCANA STRATEGIS TAHUN 2013 S/D 2018 DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GIANYAR 1 KATA PENGANTAR Revisi III Renstra Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sudah melaksanakan pelayanan secara efektif, yaitu kualitas pelayanan yang
110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan umum yaitu secara garis besar, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Demikian salah satu kesimpulan Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development Report 2004 dan hasil
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) IZIN USAHA HOTEL PADA
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU TAHUN 2012 BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) Nomor : 4/SOP/429.207/2012 Tanggal : 11 Agustus
Lebih terperinciWALIKOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR TENTANG
WALIKOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR TAHUN TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLakip BPT Kab. Sragen Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. DATA UMUM ORGANISASI 1. Kedudukan Organisasi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAH KABUPATEN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2007 SERI : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA Nomor 3 Tahun 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SATUAN KERJA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 94 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN PENANDATANGANAN NASKAH PERIZINAN PELAYANAN TERPADU OLEH WALIKOTA KEPADA KEPALA
Lebih terperinciBUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG
BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 20 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN DARI BUPATI TANGGAMUS KEPADA KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Lebih terperinci