BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Hutan di Kabupaten Ciamis Wilayah Kabupaten Ciamis memiliki potensi alam yang cukup besar. Disamping sektor pertanian dan pariwisata, juga memiliki sumber daya hutan yang sangat potencial untuk kesejahteraan masyarakat. Potensi ini perlu dikelola dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan prinsip-prinsip kelestariannya, sehingga dapat diperoleh manfaat yang berkelanjutan. Potensi hutan dan lahan dengan karakteristik geografisnya yang ada di wilayah Kabupaten Ciamis juga sangat memungkinkan menjadi andalan dan penopang tumbuhnya perekonomian masyarakat, dan bahkan tidak mustahil primadona pembangunan dapat dimunculkan melalui keberhasilan pembangunan kehutanan. Hutan di wilayah Kabupaten Ciamis berdasarkan status kepemilikannya terdiri dari hutan negara dan hutan rakyat. Sedangkan menurut fungsinya terdiri dari hutan lindung, hutan produksi, cagar alam, suaka margasatwa dan kawasan wisata alam. Kawasan hutan negara di Kabupaten Ciamis 14,32 % dari luas wilayah Ha sedangkan hutan rakyat 9,74 % dengan perincian sebagai berikut : No Status Hutan Luas hutan (ha) Luas hutan terhadap luas wilayah kabupaten (%) 1 Hutan negara ,08 14,32 a. Perum Perhutani ,13 11,82 - Hutan produksi ,83 4,21 - Hutan produksi terbatas ,30 7,61 b. BKSDA 6.114,75 2,50 2 Hutan rakyat ,44 9,74 JUMLAH ,52 24,06 Keterangan : Luas wilayah Kabupaten Ciamis = Ha

2 26 Perkembangan produksi kayu di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 5 : Tabel 5. Produksi kayu Kabupaten Ciamis ( M 3 ) Produksi kayu A. Hutan negara 1 Albazia - 2 Mahoni 3 Jati 4 Pinus 5 Rimba Campur Tahun ( M3) , , , , , , , , , , , , , , , , ,670 96, ,150 6 Damar Rasamala Jumlah A B. Hutan rakyat 1 Albazia 2 Mahoni 3 Jati 4 Pinus - 5 Rimba Campur , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,481 99, , , , , , , , ,412 44, , ,326 Jumlah B , , , , ,496 Sumber : KPH dan Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis Selain potensi diatas, Kabupaten Ciamis juga memiliki potensi lain untuk pengembangan aneka usaha kehutanan yang dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti persuteraan alam, lebah madu, pengembangan komoditas bambu dan jasa lingkungan.

3 27 Dalam pelaksanaan pembangunan hutan dan kehutanan di Kabupaten Ciamis, terdapat beberapa pihak (stakeholders) yang keberadaannya sangat penting untuk turut berperan aktif dalam upaya mensukseskan pembangunan hutan dan kehutanan di Kabupaten Ciamis : 1. Dinas Kehutanan sebagai pelaksana kewenangan bidang kehutanan. 2. Perum Perhutani Ciamis yang mengelola Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam. 3. BKSDA Jabar II yang merupakan unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam bertanggung jawab atas Kawasan Konservasi (Cagar Alam Darat dan Laut, Suaka Marga Satwa Gunung Sawal). 4. Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan untuk wilayah Jawa dan Madura. 5. Stasiun Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Lapangan dari Balai Pengelolaan DAS Cimanuk- Citanduy, yang mengelola lahan-lahan kritis menjadi lahan produktif baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. 6. Diluar instansi resmi terdapat Asosiasi Pengusaha Kayu Rakyat, para pemilik hutan rakyat (Kelompok Tani Hutan Rakyat) berjumlah 983 kelompok, Kelompok Tani Hutan PHBM berjumlah 85 kelompok, Paguyuban Rimbawan Ciamis dan LSM yang peduli Lingkungan sebanyak 2 kelompok 5.2 Kontribusi Sektor Kehutanan Kabupaten Ciamis Kontribusi sektor kehutanan di Kabupaten Ciamis secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 5 sub sektor yaitu : a) Hasil hutan kayu yang terdiri dari retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik dan leges ijin pelayanan tata usaha hasil hutan milik, b) Hasil hutan non kayu yang terdiri dari Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet,

4 28 c) Jasa Rekreasi yang terdiri dari Usaha yang memperlihatkan/ menikmati keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA, d) Ijin gangguan yang terdiri dari Retribusi ijin gangguan Industri hasil hutan dan retribusi ijin gangguan sarang burung walet, dan e) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan. Sedangkan kontribusi sektor kehutanan di tingkat regional dan nasional di Kabupaten Ciamis dikelompokkan menjadi 2 sub sektor yaitu : a) Regional terdiri dari Bagi Hasil Pajak / Bukan Hasil Pajak serta bagi hasil retribusi peredaran hasil hutan, dan b) Nasional terdiri dari Bagi Hasil Provisi Sumber Daya Hutan.

5 Tabel 6 Kontribusi sektor kehutanan kabupaten Ciamis Jenis/macam kontribusi Tahun X Rp Jumlah Rata-rata I. Kehutanan Kabupaten 1 Retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik , , , ,48 2 Leges ijin pelayanan tata usaha hasil hutan milik , , , , ,50 3 Pajak pengusahaan sarang burung walet , , , , , , ,78 4 Usaha yang memperlihatkan /menikmati keindahan alam ( Perhutani) , , , , , , ,57 5 Usaha yang memperlihatkan /menikmati keindahan alam ( BKSDA) 1.680, , , , , ,52 6 Retribusi ijin gangguan indusri hasil hutan , , , , , Retribusi ijin gangguan sarang burung walet Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan II. Kehutanan regional dan nasional ,00 69,20-153,20 30, , , ,08 Jumlah I , , , , , , ,94 1 Bagi hasil retribusi peredaran hasil hutan , , , , , ,71 2 Bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam provisi sumber daya hutan ( PSDH) , , , , , , ,60 Jumlah II , , , , , , ,31 Jumlah I dan II , , , , , , ,25 Sumber: Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis 2007 (diolah)

6 30 Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 10 tahun Adapun struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : 1. Penebangan pohon : a. Jati milik rakyat sebesar Rp /M 3 b. Jati milik Perhutani sebesar Rp /M 3 c. Mahoni dan kayu rimba lainnya milik rakyat sebesar Rp /M 3 d. Mahoni, Pinus dan kayu rimba lainnya milik Perhutani sebesar Rp /M 3 e. Albizia/sengon, dan sebagainya sebesar Rp. 1000/ M 3 f. Karet, kopi, kakao, kina, kayu manis pala, kemiri dan sejenisnya sebesar Rp /pohon g. Aren dan Kelapa sebesar Rp. 250/M h. Bambu kecil sebesar Rp. 50/batang i. Bambu besar sebesar Rp. 150/batang 2. Pengangkutan Kayu : a. Kayu jati sebesar Rp /M 3 b. Kayu mahoni dan kayu rimba lainnya sebesar Rp /M 3 c. Kayu albizia dan sejenisnya sebesar Rp /M 3 d. Kayu aren dan kelapa sebesar Rp /M e. Bambu besar sebesar Rp. 50/batang f. Bambu kecil sebesar Rp. 25/batang g. kayu bakar sebesar Rp. 150/sm 3. Pengergajian : a. gergaji rantai (chainsaw) sebesar Rp /tahun b. gergaji materal statis circle/pita besar 42 dan 44 sebesar Rp /tahun c. gergaji materal statis circle/pita kecil sebesar Rp /tahun

7 31 d. gergaji material bergerak pita besar sebesar e. gergaji material bergerak pita kecil sebesar Rp /tahun Rp /tahun Berikut realisasi Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 7 : Tabel.7 Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis : Komponen Pendapatan Retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik Tahun(Rp) X , ,11 - Sumber : Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis diolah (2007) Pada tahun 2005 terdapat perubahan peraturan daerah mengenai Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik di Kabupaten Ciamis, dimana untuk setiap pengusaha yang mengelola kayu milik hasil hutan tidak dikenakan biaya retribusi perijinan pengelolaan kayu milik, sehingga tidak memberikan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Ciamis. Di Kabupaten Ciamis kebijakan daerah yang mengatur sistem penyelenggaraan kehutanan khususnya pengembangan hutan rakyat, saat ini hanya ada satu yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 19 Tahun 2004 tentang produksi dan peredaran kayu rakyat. Sejak adanya perubahan peraturan daerah tersebut, Dinas Kehutanan kabupaten Ciamis hanya memberikan Leges Ijin Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik yang diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 18 tahun 2005 tentang retribusi cetak tulis (leges) dan perporasi. Burung Walet (Collocalia) merupakan salah satu satwa liar yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap menjamin keberadaan populasinya di alam. Oleh karena itu, agar dapat dimanfaatkan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat tetapi keberadaannya tetap terjamin, maka setiap daerah harus memiliki peraturan mengenai besarnya tarif dari pemanfaatannya sendiri. - -

8 32 Adapun Pajak Pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Ciamis diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 23 tahun 2005 tentang perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 27 tahun 2001 tentang pajak pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet dan sejenisnya. Dinas yang mengelola adalah Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis. Adapun yang menjadi obyek dari pajak ini adalah semua pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet dan sejenisnya. Tarif pajak ditetapkan berdasarkan luas bangunan dikali index gangguan dikali tarif (Index gangguan untuk burung wallet ditetapkan bernilai 2) dimana besar tarif pajak yaitu burung walet Rp 5.000,00 dan burung kapinis Rp 500,00 Berikut perkembangan realisasi pajak pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Ciamis lima tahun terahir dapat dilihat pada Tabel 8 : Tabel. 8 Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet Komponen Pendapatan Pajak pengusahaan sarang burung walet Tahun(Rp) X , , , , ,50 Sumber : Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis diolah (2007) Usaha yang memperlihatkan keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA di Kabupaten Ciamis masuk ke dalam pajak daerah yaitu pajak hiburan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis No 19 Tahun 2005 tentang perubahan kedua atas peraturan daerah No 12 Tahun 1998 tentang pajak hiburan. Objek pajak hiburan adalah semua penyelenggara hiburan, dimana subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan sementara wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak dimana tarif pajak hiburan untuk usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam adalah 30% dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan selama satu tahun. Berikut perkembangan realisasi pajak hiburan Kabupaten Ciamis yang berasal dari usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam lima tahun terahir dapat dilihat pada Tabel 9 :

9 33 Tabel.9 Usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA : Komponen Pendapatan Usaha yang memperlihatkan /menikmati keindahan alam ( Perhutani) Usaha yang memperlihatkan /menikmati keindahan alam ( BKSDA) Tahun (Rp) X , , , , , , , , ,20 - Sumber : Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis diolah (2007) Undang-undang No 33 tahun 2004 pasal 7 menyebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi maka berdasarkan surat edaran Menteri Kehutanan No 2 tahun 2006 bahwa Usaha yang Memperlihatkan/Menikmati Keindahan Alam dari BKSDA tidak memberikan sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ciamis pada tahun Retribusi ijin gangguan di Kabupaten Ciamis diatur oleh Peraturan daerah Kabupaten Ciamis No. 20 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Gangguan. Materi kewenangan yang dilimpahkan adalah untuk usaha penggilingan padi dan penggergajian kayu yang berpindah-pindah. Peredaran hasil hutan masuk ke dalam bagi hasil pajak dari provinsi berdasarkan peraturan daerah Provinsi Jawa Barat no 20 tahun Adapun yang menjadi objek adalah hasil hutan yang masuk, beredar dan keluar dari daerah. Adapun struktur dan besarnya tarif retribusi dapat dilihat pada lampiran. Provisi Sumber Daya Hutan masuk ke dalam penerimaan negara bukan pajak sedangkan peredaran hasil hutan masuk ke dalam bagi hasil pajak dari provinsi yang berpengaruh terhadap pendapatan daerah. Besar PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis dan yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada tabel 10:

10 34 Tabel 10. Perbandingan PSDH yang diterima Pemda dan PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis( X Rp 1000) PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis Persentasi PSDH yang diterima Pemda dan PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis PSDH yang diterima Tahun Pemda (Rp) ,08 35, ,91 24, ,81 50, ,55 7, ,63 15,44 Sumber : PSDH yang diterima Pemda dari Data Pendapatan Kabupaten Ciamis dan PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis dari Data kewajiban KPH terhadap Negara Dari data di atas terdapat perbedaan yang cukup besar antara PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis dengan PSDH yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis. Provisi Sumber Daya Hutan yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis hanya sebagian kecil saja dari PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis, yaitu dalam 5 tahun rata-rata sebesar 26,68 saja total PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis, yang masingmasing pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007 hanya sebesar 35,60%, 24,02%, 50,68%, 7,67% dan 15,44%. Khusus penerimaan negara dari Sumber Daya Alam diatur dalam UU No 33 tahun 2004 pasal 14 dan 15, yaitu bahwa penerimaan negara dari SDA sektor kehutanan, sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah. Penerimaan negara dari SDA sektor kehutanan terdiri dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Bagian Daerah dari penerimaan negara PSDH dibagi dengan perincian 16% untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, 32% untuk Daerah Kabupaten/Kota Penghasil, dan 32% dibagi dengan porsi yang sama besar untuk semua Daerah Kabupaten/Kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan. Lebih lanjut lagi dalam Peraturan Pemerintah RI No 104 tahun 2000 pasal 9 ayat 1 dan 2. Berdasarkan perhitungan menurut Undang-undang 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No 104 tahun 2000, PSDH yang seharusnya diterima oleh Pemerintah Daerah dapat dilihat dalam tabel 10 dan 11

11 35 Tabel.11 Perhitungan Berdasarkan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah tahun 2000 ( X Rp 1000) PSDH yang dikeluarkan KPH Ciamis(Rp) Pusat (20%) (Rp) Propinsi (16%) (Rp) Kabupaten penghasil (32%) (Rp) Kab.lain dalam Propinsi (32%) (Rp) Tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,76 Sumber : KPH Ciamis Tabel 12 Perbandingan PSDH yang diterima oleh Pemda dengan PSDH yang seharusnya diterima Pemda ( X RP 1000) Tahun PSDH yang diterima Pemda (Rp) PSDH yang seharusnya diterima Pemda (Rp) Persentase PSDH yang diterima dan PSDH yang seharusnya diterima Pemda (Rp) , ,58 111, , ,40 75, , ,59 158, , ,10 23, , ,76 48,24 Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa PSDH yang seharusnya diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2003 dan 2005 lebih besar daripada yang seharusnya sedangkan pada Tahun 2004, 2006 dan 2007 jauh lebih kecil daripada yang seharusnya, hal ini menunjukan bahwa Undang-Undang No 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No 104 tahun 2000 belum sepenuhnya dilaksanakan. Terlihat bahwa Otonomi Daerah dilakukan tidak sepenuh hati, terkesan setengahsetengah sehingga terjadi tarik menarik kewenangan antara pusat dan daerah sehingga untuk terjadinya konflik antar pelaku kewenangan cukup besar, salah satunya seperti yang terjadi di atas dalam pembagian dana perimbangan yang masih tidak sesuai dengan Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah serta Peraturan Pemerintah RI No 104 tahun 2000.

12 36 5.3Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis Struktur dan Komposisi Pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah akan sangat bergantung bagaimana daerah mendayagunakan sumber daya dan dana yang menjadi potensi daerah itu sendiri. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. Pada pasal 15 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.105 tahun 2000, dikatakan bahwa struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari : 1. Pendapatan Daerah, yang dirinci menurut kelompok dan jenis pendapatan. Kelompok pendapatan meliputi PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Jenis pendapatan misalnya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokais Khusus. 2. Belanja Daerah, yang dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Belanja menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, serta Dinas Daerah dan lembaga, misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lain. Jenis belanja, yaitu seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan belanja model/pembangunan. 3. Pembiayaan, yang dirinci menurut sumber pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan Penerimaan Daerah antara lain seperti sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, serta penerimaan dari penjualan aset Daerah yang dipisahkan. Sumber pembiayaan yang merupakan pengeluaran antara lain seperti pembayaran hutang pokok. Sumber-sumber pendapatan daerah sebagai mesin utama dalam upaya penghimpunan dana yang berguna baik untuk membiayai pelaksanaan pemerintah, kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan pembangunan di daerah. Agar sumber-sumber pendapatan daerah dapat digali secara optimal maka perlu dilakukan upaya yang sungguh-sungguh dan dipersiapkan dengan baik

13 37 Pemerintah Kabupaten Ciamis mempunyai perhatian yang cukup besar dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Hal ini tertuang dalam kebijaksanaan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan penggalian sumber-sumber pendapatan daerah dalam mencapai visi Kabupaten Ciamis yaitu Dengan Iman dan Taqwa Ciamis Terdepan dalam Agribisnis dan Pariwisata di Priangan Timur Tahun 2009 Undang-undang No.32 tahun 2004 pasal 157 menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu : a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Pos-pos yang ada di Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis pada tahun anggaran 2003 sampai dengan 2007 dapat dilihat di bawah ini : 1. Pendapatan Asli Daerah 1.1 Pajak Daerah Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Parkir Pajak Sarang Burung Walet Pajak Televisi 1.2 Retribusi Daerah Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP

14 38 Retribusi Penggantian Cetak Catatan Sipil Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Jasa Usaha Terminal Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olah Raga Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Ijin Gangguan Retribusi Ijin dan Bongkar Reklame Retribusi Ijin Usaha Industri Perdagangan, Gudang dan WDP Retribusi Leges dan Perporasi Retribusi Pelayanan Tata Usaha Hasil Hutan Milik 1.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Lembaga Keuangan Daerah yang Dipisahkan Bagian Laba Dari Perusahaan Milik Daerah Bagian Laba Dari Lembaga Keuangan Daerah Bagian Laba Atas Penyertaan Modal Investasi Kepada Pihak Ketiga 1.4 Lain-lain PAD yang Sah Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan Penerimaan Jasa Giro Sumbangan Pihak ketiga Penerimaan Iuran Pertambangan Pendapatan Bunga Deposito Komisi, Potongan dan Selisih Nilai Tukar Rupiah Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan Pendapatan Denda Retribusi Pendapatan dari Pengembalian Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum Pendapatan Dari penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Pendapatan dari Angsuran / Cicilan Rumah Pendapatan Lain-Lain

15 39 2. Dana Perimbangan 2.1 Bagi Hasil Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) BPHTB Kabupaten Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Termasuk PPh Pasal 21) Bagian PBB Dari Pemerintah Pusat (65%) Insentif PBB Bagian Pusat (35%) BPHTB Pusat 2.2 Bagi Hasil Bukan Pajak Bagi Hasil dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Bagi Hasil Dari Iuran Eksploitasi/Royalti Pungutan Pengusaha Perikanan Bagi Hasil dari Pungutan Hasil Perikanan Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas Alam 2.3 Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) 2.4 Dana Alokasi Khusus DAK Bidang Transformasi/Prasarana Jalan DAK Bidang Perairan/Irigasi DAK Bidang Kesehatan DAK Bidang Pendidikan DAK Bidang Lingkungan Hidup DAK Bidang Air Bersih Pendidikan dan Binamarga DAK Bidang Perikanan DAK Bidang Pertanian 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Hibah Dana Darurat Bagi Hasil Pajak dan Retribusi dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah.

16 Adapun struktur dan komposisi pendapatan dari daerah Ciamis dapat dilihat pada tabel 13 : Tabel 13 Struktur dan Komposisi Pendapatan dari Daerah Kabupaten Ciamis Komponen Pendapatan Pendapatan (Rp) X Pajak Daerah , , , , ,88 Retribusi Daerah , , , , ,04 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan , , , , ,14 Lain-lain PAD yang Sah , , , , ,21 Pendapatan Asli Daerah , , , , ,27 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak , , , , ,46 Dana Alokasi Umum , , , , ,00 Dana Alokasi Khusus , , , ,00 Dana Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Dari Propinsi , , , ,34 - Bagian Dana Perimbangan , , , , ,46 Bantuan Dana Kontinjensi/Penyeimbang dari Pemerintah , , , , ,13 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah , , , , ,13 Total Pendapatan Daerah , , , , ,86 Sumber: Dinas Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis 2007 (diolah)

17 41 Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendapatan daerah Kabupaten Ciamis meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena setiap komponen pendapatan mengalami kenaikan, kenaikan terbesar diperoleh dari dana alokasi umum mengalami kenaikan 177,03 %, dana alokasi khusus mengalami kenaikan 805,98 % dan bantuan dana kontinjensi/penyeimbang dari pemerintah mengalami kenaikan 236,63 % untuk periode Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis Pada tahun anggaran 2003 sampai dengan 2007, pendapatan yang diperoleh dari sektor kehutanan berasal dari Usaha yang memperlihatkan/ menikmati keindahan alam dari Perhutani dan BKSDA serta Pajak Sarang Burung Walet yang termasuk ke dalam Pajak Daerah, Retribusi ijin gangguan Industri hasil hutan (tahun ), retribusi ijin gangguan sarang burung walet (tahun ), leges ijin pelayanan tata usaha hasil hutan milik (tahun ) dan pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan (tahun 2007) yang termasuk ke dalam Retribusi Daerah, dan Bagi Hasil Provisi Sumber Daya Hutan yang termasuk Bagi Hasil Pajak / Bukan Hasil Pajak serta bagi hasil retribusi peredaran hasil hutan yang termasuk dana bagi hasil retribusi dari propinsi : Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada tabel 14 :

18 50

19 Tabel.14 Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis Tahun ( X Rp 1000) Kontribusi Jumlah Rata-rata per tahun Kehutanan Kabupaten , , , , , , ,94 Kehutanan regional dan nasional , , , , , , ,31 Sektor Kehutanan , , , , , , ,25 Pendapatan Asli Daerah , , , , , , ,57 Dana Perimbangan , , , , , , ,93 Pendapatan Daerah , , , , , , ,54

20 43 Tabel.15 Persentasi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah Kontribusi Tahun / (%) Jumlah Rata-rata per tahun Persentase kehutanan kabupaten terhadap 1,91 1,21 0,65 0,41 0,13 4,31 0,86 PAD Persentase kehutanan regional dan nasional 0,13 0,12 0,16 0,08 0,14 0,62 0,12 terhadap Dana Perimbangan Persentase sektor kehutanan terhadap Pendapatan Daerah 0,20 0,18 0,17 0,08 0,13 0,75 0,15 Kontribusi sektor kehutanan terhadap PAD Kabupaten Ciamis mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Kontribusi yang masih tergolong kecil tersebut disebabkan karena berbagai faktor terkait, antara lain terjadinya perubahan peraturan daerah yang mengatur tentang tata usaha hutan milik, dimana setelah Tahun 2005 tidak memungut retribusi pelayanan tata usaha hasil hutan milik, kontribusinya menurun drastis (0.65%) dan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (1.21%). Begitu pun pada tahun 2007 kontribusinya kembali mengalami penurunan karena Pemerintah Daerah hanya menerima penerimaan dari usaha yang memperlihatkan/menikmati keindahan alam (Perhutani), pajak pengusahaan sarang burung wallet dan pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan bidang kehutanan saja. Kontribusi sektor kehutanan terhadap dana perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten Ciamis dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 mengalami penurunan 2 kali lipat dari sebelumnya ( 0.16 menjadi 0.08 ), hal ini disebabkan karena pada tahun 2006 Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis mendapat Dana Bagi Hasil dari PSDH yang sangat sedikit hanya 23,97 dari yang seharusnya ( lihat tabel 12 Perbandingan PSDH yang diterima oleh Pemda dengan PSDH yang seharusnya diterima Pemda ). Sektor kehutanan memberikan kontribusi yang masih tergolong kecil terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Ciamis, yaitu hanya berkisar 0,08-0,20 % saja. Masih kecilnya angka kontribusi ini disebabkan karena nilai hutan yang belum diperhitungkan

21 Pendapatan (Rp) 44 sepenuhnya. Nilai hutan yang sudah diperhitungkan di Kabupaten Ciamis hanyalah dari hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu (dalam hal ini sarang burung walet), dan jasa rekreasi (nilai ekonomis), sedangkan nilai non ekonomis seperti nilai ekologis dan sosialnya masih belum dimasukkan. Untuk melihat perkembangan pendapatan daerah Kabupaten Ciamis dan Pendapatan sektor kehutanan tiap tahunnya dibandingkan dengan kontribusi sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah dapat dilihat pada Gambar 2 dan gambar 3 : 1200, ,00 800,00 600,00 400,00 Total Pendapatan Daerah (x Rp ) Sektor kehutanan (x Rp ) 200,00 0, Tahun Gambar 1 Pendapatan daerah dan pendapatan sektor kehutanan

22 45 2,50 2,00 Persentase pendapatan sektor kehutanan kabupaten terhadap PAD 1,50 1,00 0,50 c Persentase pendapatan sektor kehutanan regional dan nasional terhadap Dana Perimbangan Persentase pendapatan sektor kehutanan terhadap Pendapatan Daerah Tahun Gambar 2 Kontribusi sektor kehutanan Pendapatan dari sektor kehutanan tiap tahunnya mengalami peningkatan tetapi dari segi kontribusinya relatif menurun. Hal ini disebabkan karena pendapatan daerah dari sektor lain meningkat.

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2005 A. PENDAPATAN 1. dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2005 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1 Pajak Daerah 5.998.105.680,00 6.354.552.060,00

Lebih terperinci

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 LAMPIRAN XIV PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 KODE 4 1 PENDAPATAN ASLI

Lebih terperinci

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Realisasi Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

T A R G E T % LEBIH ( KURANG ) BULAN INI S.D BULAN LALU S.D BULAN INI

T A R G E T % LEBIH ( KURANG ) BULAN INI S.D BULAN LALU S.D BULAN INI 1 PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAFTAR : TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TAHUN ANGGARAN 2016 SAMPAI DENGAN JULI 2016 KODE 1 1 PENDAPATAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 08 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Tahun

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 )

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 ) K 2 Keuangan Pemerintah Kab/Kota REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 ) 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Realisasi Pendapatan Dan Belanja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 27 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 27 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 27 Tahun 2011 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN TARIF DAN PELAKSANAAN PUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 2.1. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1.PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 1. UMUM Bertitik tolak pada arti dan ruang lingkup keuangan Daerah, maka dikemukakan bahwa keuangan Daerah adalah semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 47 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN PENGELOLAAN KAYU MILIK DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri.

Lebih terperinci

Keuangan Kabupaten Karanganyar

Keuangan Kabupaten Karanganyar Keuangan Kabupaten Karanganyar Realisasi Pendapatan 300,000 250,000 255,446 200,000 150,000 119,002 100,000 50,000 22,136 7,817 106,490 0 2009 2010 2011 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2012 2013 2014 2,015 Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016 SEBELUM PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TA 2016 SESUDAH PERUBAHAN BERTAMBAH (BERKURANG) A. Dinas Kesehatan 51.190.390.000,00 51.690.390.000,00 500.000.000,00 1 - Persalinan umum 710.000.000,00 520.000.000,00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI SUMBER PENDAPATAN DAERAH 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Lebih terperinci

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN 2007 Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury 1. Kebijakan Ekonomi Makro Berdasarkan SAP No.4, CaLK harus

Lebih terperinci

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 ) APBD 2 Keuangan Pemerintah Kab/Kota REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 ) 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat berasal dari pungutan pajak maupun bukan pajak, serta sumbangan ataupun bantuan dan pinjaman.

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2015 )

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2015 ) APBD 1 Keuangan Pemerintah Provinsi REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2015 ) 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN 44 BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN Adanya UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari pelaksanaan desentralisasi setelah sebelumnya berdasarkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001 PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 21 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 21 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun A. Struktur APBD Kota Surakarta 2009 2013 APBD Kota Surakarta Tahun 2009-2013 Uraian 2009 2010 2011 1 PENDAPATAN 799,442,931,600 728,938,187,952 Pendapatan Asli Daerah 110,842,157,600 101,972,318,682 Dana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI JOMBANG NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU Nomor 33 Tahun 2004 Draf RUU Keterangan 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Kondisi Pendapatan Saat Ini a. Pendapatan Asli Daerah Secara akumulatif, Pendapatan Asli Daerah kurun waktu 2006-2010 mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 2 (dalam rupiah) Pemerintah Kabupaten Gresik Laporan Realisasi Anggaran (APBD) Tahun Anggaran 2011 Uraian Anggaran 2011 Realisasi 2011 Pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pemerintahan sendiri sedangkan daerah adalah suatu wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah"

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA PETUGAS PEMUNGUT PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan sebuah negara memerlukan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua potensi

Lebih terperinci

Warung Makan , , , ,00 33,17 ( ,00)

Warung Makan , , , ,00 33,17 ( ,00) 1 PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TAHUN ANGGARAN 2017 SAMPAI DENGAN APRIL 2017 KODE JENIS PENERIMAAN T A R G

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan PP No. 62 Tahun 1998,

Lebih terperinci

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TATA NIAGA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Untuk bisa mencapai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional yang adil, makmur, dan merata maka penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata, sangat diperlukan sumber dana dan sumber daya yang berasal dari luar

Lebih terperinci

MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH 1. Kebutuhan anggaran (fiscal need) dan kapasitas anggaran (fiscal capacity) tidak seimbang 2. Tanggapan negatif atas layanan publik. Rendahnya ketaatan membayar

Lebih terperinci

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014 USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014 NEGARA BERKEMBANG KAYA SUMBER DAYA ALAM MELIMPAH v.s. KEMISKINAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Oleh : Kabid Pengawasan Distamben Banjar Banjarmasin, 15 September 2015 EITI INTERNATIONAL

Lebih terperinci