BAB I PENDAHULUAN. ruang terbuka hijau (RTH) oleh Pemerintah Kota merupakan salah satu bagian
|
|
- Indra Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002, penyelenggaraan hutan kota sebagai bentuk penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) oleh Pemerintah Kota merupakan salah satu bagian penting dari upaya melestarikan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Dalam rangka menciptakan kota yang lestari, kebutuhan-kebutuhan dan potensi-potensi penduduknya dalam skala terkecil harus dipahami. Dalam kaitannya dengan kota metropolitan seperti DKI Jakarta, terdapat kebutuhan yang cukup mendesak akan adanya ruang dimana para penduduknya bisa saling bertemu dan berinteraksi serta melakukan aktivitasaktivitas yang dapat menurunkan tingkat stres emosional yang umumnya tinggi di kalangan penduduk kota-kota besar. Hutan kota sebagai salah satu bentuk ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan telah terbukti dapat memberikan manfaat terhadap perbaikan kualitas lingkungan perkotaan (Dwyer et al., 2003). Ruangruang di perkotaan yang memiliki ruang terbuka hijau termasuk didalamnya struktur hutan kota saat ini juga dianggap memiliki nilai-nilai strategis dalam meningkatkan kualitas hidup individu yang tinggal di perkotaan, termasuk didalamnya kesejahteraan subyektif individu yang sering disebut dengan kebahagiaan. Hampir tidak ada manusia yang meragukan bahwa konsep kebahagiaan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup seseorang, dimana banyak orang 1
2 yang berusaha melakukan kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat kebahagiaannya. Peningkatan kebahagiaan kini bukan lagi merupakan obyek perhatian individu, tetapi telah menjadi perhatian di berbagai negara. Selama dua dekade terakhir, terdapat bukti-bukti yang semakin meningkat bahwa kesejahteraan subyektif maupun kebahagiaan dapat diukur, hasil pengukurannya bersifat valid dan dapat dipercaya, serta dapat digunakan sebagai masukan informasi dapat penyusunan kebijakan (OECD, 2013). Meningkatnya perhatian terhadap konsep kesejahteraan subyektif dan kebahagiaan didasari oleh fakta bahwa indikator-indikator obyektif berupa indikator-indikator sosial dan ekonomi yang selama ini digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan gagal menggambarkan kondisi kualitas hidup manusia yang sesungguhnya. Sebagai contoh, GDP riil perkapita penduduk Tunisia naik dari USD pada tahun 2008 menjadi USD pada tahun 2010, namun proporsi populasi yang memiliki tingkat kepuasan tinggi terhadap keseluruhan hidupnya justru turun dari 24% menjadi 14% pada periode yang sama (Gallup, 2011). Pengukuran kesejahteraan subyektif seringkali disamakan dengan pengukuran kebahagiaan, padahal secara teknis kedua hal tersebut berbeda. Konsep kebahagiaan merupakan sinonim dari konsep kepuasan hidup (life satisfaction), yaitu seberapa baik seseorang menyukai kehidupan yang dijalaninya (Veenhoven, 1984), sementara kesejahteraan subyektif merupakan konsep yang lebih luas yang menyertakan adanya pengalaman emosi yang menyenangkan (pleasant emotion), rendahnya tingkat suasana hati yang negatif (negative moods) dan tingginya tingkat kepuasan hidup (life satisfaction) (Diener et al, 2009). 2
3 Definisi lain dari kesejahteraan subyektif adalah kondisi mental yang baik, termasuk didalamnya berbagai penilaian, baik positif maupun negatif, yang dibuat orang terhadap kehidupannya, dan reaksi afektif orang terhadap berbagai pengalaman yang dialami (OECD, 2013). Dengan demikian, kebahagiaan tidak sama dengan kesejahteraan subjektif, tetapi merupakan salah satu aspek penyusun kesejahteraan subyektif. Adanya faktor subyektifitas menyebabkan studi-studi kesejahteraan subyektif maupun kebahagiaan dipusatkan pada analisa perilaku dan sikap yang sebagian besar melalui pendekatan ilmu psikologi dan ilmu sosial. Padahal perlu disadari bahwa dalam kehidupannya manusia tidak terlepas dari konteks spasial. Manusia menjalani hidupnya di dalam konteks spasial yang berbeda-beda, dan telah dipahami bahwa karakteristik dari tempat tinggal dapat membentuk dan mengkondisikan cara bagaimana manusia menjalani hidupnya dan merasakan kehidupannya. Kenyataannya, hubungan antara konteks spasial tersebut dengan tingkat kebahagiaan atau kesejahteraan subyektif jarang dianalisa dan belum dipahami dengan baik. Adanya variasi dalam besarnya nilai kesejahteraan subyektif antara satu individu dengan individu lainnya yang hidup di kawasan perkotaan yang dipengaruhi adanya perbedaan konteks spasial merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik untuk dicermati dalam upaya memastikan bahwa tempat tinggal yang kita huni dapat berkontribusi secara positif terhadap kesejahteraan subyektif dan kebahagiaan. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 28 juta jiwa, dan merupakan metropolitan terbesar di Asia 3
4 Tenggara atau menempati urutan kedua di dunia (Wikipedia, 2013). Namun demikian, DKI Jakarta juga merupakan salah satu kawasan perkotaan di Indonesia yang penduduknya memiliki kompleksitas permasalahan yang cukup tinggi. Berbagai macam permasalahan yang dihadapi penduduk DKI Jakarta sehari-hari turut berkontribusi terhadap tingginya tingkat gangguan mental emosional atau stress yang dialami penduduk DKI Jakarta. Berdasarkan hasil survey Frontier Consulting Group pada tahun 2007 dalam rangka mengetahui indeks kebahagiaan penduduk Indonesia (Indonesia Happiness Index) yang dilakukan di kota Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Makassar dan Surabaya, diketahui bahwa penduduk DKI Jakarta merupakan penduduk dengan tingkat kebahagiaan terendah kedua di Indonesia dengan skor sebesar Penduduk kota Semarang merupakan penduduk di Indonesia yang paling berbahagia berdasarkan survey tersebut (dengan skor sebesar 48.75) dan menurut survey tersebut, hal tersebut disebabkan oleh situasi yang rileks dan relatif sepi dari pengaruh stres (The Jakarta Post, 2007). Selain itu, menurut data Riset Kesehatan Dasar Provinsi DKI Jakarta tahun 2007, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk DKI Jakarta sebesar 14.1%. Menurunnya persediaan ruang terbuka hijau seperti hutan kota dan taman kota, kemacetan lalu lintas yang harus dihadapi setiap hari dan menurunnya interaksi sosial karena tuntutan gaya hidup individualistik menjadi penyebab meningkatnya level stres yang dialami penduduk DKI Jakarta (Wikipedia, 2013). Menurunnya luas ruang terbuka menyebabkan semakin rendahnya tingkat interaksi antara penduduk dengan kawasan hijau kota, disebabkan semakin minimnya RTH yang berada di sekitar tempat tinggal penduduk dan semakin 4
5 tingginya tingkat kemacetan yang membuat orang mengurungkan niat bepergian jauh untuk menikmati kawasan hijau yang letaknya jauh dari tempat dimana orang tersebut tinggal. Padahal, terputusnya hubungan antara manusia dengan alam dapat memberikan efek yang merugikan terhadap kebahagiaan manusia, selain turut berdampak buruk terhadap lingkungan (Nisbet et al, 2011). Luas RTH Jakarta pada tahun 1985 masih seluas 661,52 km2 atau sebesar 28,76% dari total luas DKI Jakarta, namun pada tahun 1995 luas RTH Jakarta turun menjadi 24,88%. Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1998 setelah terjadi pengalihan fungsi RTH Senayan secara besar-besaran untuk pembangunan Hotel Atlet Century Park, Plaza Senayan dan Hotel Mulia, praktis menjadikan luas RTH DKI Jakarta hanya tinggal 9,6%. Tahun 2003 luas RTH Jakarta tersisa 9,12% dan pada tahun 2007 luas RTH di Jakarta semakin berkurang menjadi hanya tersisa 6,2% ( 2013, Indopos, 2009). Data tersebut memperlihatkan bahwa kawasan RTH di DKI Jakarta terus menurun dalam hal kuantitas dan juga kualitas. Menyikapi terus menurunnya luasan RTH DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta di dalam RPJMD tahun menyoroti beberapa isu strategis dalam perencanaan pembangunan daerah salah satunya adalah peningkatan kuantitas dan kualitas RTH, yang meliputi aspek peningkatan luasan serta penataan RTH yang diprioritaskan pada pembangunan taman kota, taman interaktif dan hutan kota serta peningkatan kualitas RTH. Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan salah satu hutan kota di DKI Jakarta yang telah berdiri sejak tahun HKS seluas 15.3 ha ini tepatnya berada di wilayah kota administrasi Jakarta Barat. Pembangunan HKS pada 5
6 awalnya difungsikan sebagai wilayah resapan air dan plasma nutfah, lokasi wisata serta sebagai pusat aktivitas masyarakat. HKS memiliki keunikan dibandingkan umumnya hutan kota lainnya yang berada di DKI Jakarta, yaitu lokasinya yang berada di tengah kawasan pemukiman penduduk dan memiliki tingkat kunjungan yang cukup tinggi. Pada tahun 2007, tingkat kunjungan ke HKS pada hari biasa sebanyak /tahun, sedangkan pada hari libur (sabtu dan minggu) jumlah kunjungan mencapai /tahun. Pengunjung yang datang ke HKS bukan hanya penduduk yang tinggal di sekitar HKS tetapi juga penduduk yang berasal dari wilayah kota administrasi lain maupun dari provinsi lainnya seperti Banten dan Jawa Barat (Yulief, E.M., 2007). Pengunjung yang datang umumnya melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya menghabiskan waktu luang atau berolahraga. Kawasan ini juga kerap dijadikan lokasi perhelatan acara-acara yang bertema kebudayaan. Salah satunya adalah perayaan hari ulang tahun Jakarta bertajuk Festival Budaya Betawi (Betawi Days) yang hampir tiap tahun dilaksanakan di HKS. Menurut Richard Florida (2008), dalam pencarian kebahagiaan, manusia akan membuat 3 (tiga) keputusan penting yang selalu beriringan sepanjang hidupnya, yaitu : apa yang akan dilakukan, dengan siapa melakukannya, dan dimana melakukannya. Kaitannya dengan konteks spasial, pembahasan kebahagiaan saat ini hanya terbatas pada 2 (dua) keputusan yang pertama yang berhubungan erat dengan perilaku, sikap dan keyakinan. Sedangkan faktor lokasi dimana seseorang tinggal jarang diperhitungkan dalam pembahasan kebahagiaan. 6
7 Dalam konteks Provinsi DKI Jakarta, keberadaan HKS sebagai RTH yang terletak di dekat pemukiman penduduk dan telah cukup lama menjadi salah satu pusat aktivitas masyarakat tentunya telah ikut membentuk karakter kota atau bagian kota dan telah ikut mempengaruhi persepsi masyarakat sekitar ataupun para pengunjung terhadap kehidupan yang dijalaninya Perumusan Masalah Dari berbagai uraian di atas dapat dipahami bahwa minimnya informasi mengenai bagaimana pengaruh keberadaan hutan kota yang terletak dekat dengan pemukiman penduduk kota terhadap tingkat kesejahteraan subyektif penduduk perkotaan turut memiliki andil terhadap minimnya pengetahuan mengenai karakteristik-karakteristik dimensi spasial yang dapat memaksimalkan kebahagiaan maupun kesejahteraan subyektif seseorang. Keberadaan Hutan Kota Srengseng sebagai ruang terbuka hijau kawasan perkotaan yang telah cukup lama dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di Jakarta maupun di sekitarnya dan berada di tengah-tengah pemukiman penduduk dapat dijadikan bahan kajian untuk mengetahui apakah kedekatan ruang terbuka hijau perkotaan terhadap tempat dimana seseorang tinggal dapat berkontribusi secara positif terhadap tingkat kebahagiaan maupun kesejahteraan subyektif seseorang. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya pada konteks kota DKI Jakarta, maka pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 7
8 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola-pola perilaku penduduk perkotaan di Kota DKI Jakarta dan sekitarnya dalam memanfaatkan Hutan Kota Srengseng yaitu dalam bentuk kunjungan ke Hutan Kota Srengseng? 2. Apakah kemudahan akses (ease of access) menuju Hutan Kota Srengseng, berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif masyarakat yang tinggal disekitar Hutan Kota Srengseng maupun terhadap masyarakat yang mengunjungi Hutan Kota Srengseng? 3. Seperti apakah perbedaan tingkat kesejahteraan subyektif antar kelompok penduduk perkotaan? 1.3. Tujuan, Lingkup Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah : 1. Memahami pengaruh faktor demografis terhadap pola-pola perilaku pemanfaatan Hutan Kota Srengseng dalam bentuk perilaku mengunjungi Hutan Kota Srengseng 2. Memahami pengaruh kemudahan akses (ease of access) menuju Hutan Kota Srengseng berupa kedekatan lokasi tempat tinggal penduduk (proximity) dengan Hutan Kota Srengseng terhadap pola-pola perilaku pemanfaatan Hutan Kota Srengseng dalam bentuk perilaku mengunjungi Hutan Kota Srengseng 3. Mengetahui tingkat kesejahteraan subyektif individu penduduk yang tinggal di sekitar Hutan Kota Srengseng maupun individu penduduk yang aktif 8
9 mengunjungi Hutan Kota Srengseng pada domain kesehatan fisik yang dirasakan (self-perceived physical health), hubungan sosial yang dirasakan (self-perceived social relationship), hubungan keterkaitan dengan alam (nature connectedness) dan domain kebahagiaan (happiness) 4. Membandingkan tingkat kesejahteraan subyektif antar berbagai pola perilaku yang berbeda dalam mengunjungi Hutan Kota Srengseng 5. Membandingkan tingkat kesejahteraan subyektif antara radius lokasi tempat tinggal penduduk yang berbeda terhadap Hutan Kota Srengseng Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan membatasi lokasi penelitian pada kawasan Hutan Kota Srengseng untuk memperoleh data primer yang berasal dari para responden pengunjung Hutan Kota Srengseng, dan membatasi lokasi penelitian pada Kota DKI Jakarta dan kota-kota yang berbatasan dengannya yaitu Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok untuk memperoleh data primer yang berasal dari responden non pengunjung Hutan Kota Srengseng. Data primer yang digunakan adalah data pada periode Oktober 2011-Oktober 2012 atau dalam kurun waktu setahun terakhir sebelum dilaksanakannya pengisian kuesioner. 9
10 Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini, tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 1. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa dimensi spasial juga turut berperan dalam dalam menentukan tingkat kesejahteraan subyektif individu yang tinggal di perkotaan, selain aspek sosial ekonomi maupun sosial demografi. Informasi ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program terutama yang terkait dengan penataan ruang kawasan perkotaan, sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dan program menjadi lebih tepat sasaran. 2. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa tingkat kesejahteraan subyektif individu di kawasan perkotaan, termasuk didalamnya kebahagiaan, dapat ditingkatkan melalui peningkatan pemanfaatan hutan kota. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program yang bersifat sektoral misalnya yang terkait dengan kesehatan maupun lingkungan perkotaan. 3. Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan atau referensi bagi penelitian lainnya yang terkait Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas hutan kota atau fitur-fitur kawasan hijau perkotaan dalam hubungannya dengan kesejahteraan subyektif maupun kebahagiaan mulai banyak dilakukan di luar negeri, tetapi di dalam negeri penulis 10
11 belum menemukan adanya penelitian yang membahas kesejahteraan subyektif penduduk Jakarta dalam konteks spasial yang dipengaruhi oleh keberadaan Hutan Kota Srengseng. Tabel 1. Rangkuman Tesis Terkait No. Peneliti dan Judul Kesimpulan Perbedaan 1. Bagus Takwin dkk Manajemen diri memiliki korelasi positif (2012) The Role of dengan kepuasan hidup dan affek positif Self-Management in penduduk Jakarta. Semakin banyak Increasing Subjective Wellbeing of DKI Jakarta s citizens aktivitas yang didasari manajemen diri, maka semakin puas orang tersebut dengan hidupnya dan semakin banyak afek positif yang dirasakannya. 2. Elfin Rusliansyah Secara umum, masyarakat di sekitar Hutan (2005) Kota Srengseng bersedia berpartisipasi Kajian Peluang dalam pengembangan HKS, namun masih Pelibatan Masyarakat dalam bentuk sumbangsaran, berbeda Dalam Pengembangan dengan partisipasi masyarakat di sekitar Hutan Kota Srengseng Situ Babakan yang berupa kegiatankegiatan Jakarta Barat rutin di Situ Babakan. Obyek penelitian berbeda, dengan memusatkan penelitian pada faktor internal individu Obyek penelitian berbeda 3. S.K. Panggabean Penduduk DKI Jakarta cenderung merasa Obyek penelitian (2008) tidak berbahagia, dan tingkat kesejahteraan berbeda Subjective Well-Being subyektif penduduk Jakarta lebih rendah Penduduk Jakarta dari rata-rata kesejahteraan subyektif populasi dunia. 11
PENDAHULUAN. Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring berjalannya waktu baik dari segi pembangunan fisik maupun non fisik. Secara fisik kota sedikit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan periode perkembangan yang dimulai pada usia 65 sampai kematian. Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011) membagi lansia ke dalam 3 tahapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bandung merupakan salah satu kota besar dengan kemajuan dibidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung merupakan salah satu kota besar dengan kemajuan dibidang pembangunan dan tata kota yang menjunjung estetika seni tinggi yang sedang banyak digalakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan
Lebih terperinciKAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR
KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pusat perbelanjaan yang tumbuh semakin pesat di Jakarta setelah berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun 1998 merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dunia global yaitu meliputi semua negara-negara yang ada di dunia.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, persaingan di dalam dunia bisnis semakin pesat. Persaingan bisnis tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga terjadi di dunia global
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia dalam hidupnya. Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Terpenuhinya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada. bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. a. Subjective well-being guru honorer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kabupaten Semarang sebagai salah satu Kabupaten di Indonesia yang sedang berkembang, mempunyai berbagai macam dan banyak sekali aktivitas masyarakat didalamnya, ditinjau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang
BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam
Lebih terperinciStudi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan
Lebih terperinciProsiding Psikologi ISSN:
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Warga Usia Dewasa Madya di Kawasan Padat Penduduk RT 09/ 09 Cicadas Sukamulya Kelurahan Cibeunying Kidul Kota Bandung
Lebih terperinciSUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau untuk mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual
Lebih terperinci, 2015 EFEKTIVITAS GRATITUDE TRAINING TERHADAP PENINGKATAN SUBJECTIVE WELL BEINGPADA BURUH PABRIK SARUNG ALIMIN MAJALAYA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang Industri. Perkembangan dalam bidang Industri ini adalah salah satu yang
Lebih terperinciRISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.
RISET TAHUN 2010 Judul Penelitian Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia Topik Penelitian Perilaku Ekonomi Hubungan antara kebutuhan menurut
Lebih terperinciPOLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR
POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR Oleh: NOVI SATRIADI L2D 098 454 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berorganisasi dengan variabel pemoderasi generasi X dan Y. Dari hasil analisis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan melayani dan dukungan organisasi terhadap komitmen afektif berorganisasi dengan variabel
Lebih terperinciBAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi
BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
34 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, dengan luas 5400 m 2. Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699 jiwa (BPS, 2010). Badan Pusat Statistik memprediksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan darah tinggi > 140/90 mmhg selama beberapa minggu dan dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia adalah pusat bisnis dan pusat pemerintahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 10,08 juta orang dan kepadatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung kota adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk masih membawa sifat dan prilaku kehidupan pedesaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas X. Hal ini terlihat dari jumlah pendaftar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Lebih terperinciKONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU
KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU Disusun Oleh: Nama : Suci Melati Puspitasari NPM : 16510707 Pembimbing : Henny Regina Salve M.Psi, Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELITIAN
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena dalam pengambilan data peneliti menggunakan instrumen penelitian yaitu skala psikologi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota merupakan pusat dari segala kegiatan seperti pusat industri, pusat pendidikan, pusat perdagangan, pusat hiburan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial, keamanan ekonomi dan keselamatan personal dan harapan hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan indikator untuk mengukur kesejahteraan secara umum. Namun, pada Konferensi Bretton Woods tahun 1944, Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang menjadi faktor penting dalam peningkatan ekonomi Indonesia
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA Ayu Redhyta Permata Sari 18511127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Latar belakang masalah -Keterbatasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton
Lebih terperinciRELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY
1 RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY Brian Shendy Haryanto, Sri Hartati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro brianlagiapa@gmail.com
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu pembentuk modal manusia yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Dalam ruang lingkup mikro, kesehatan berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
I.PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kota pada masa sekarang ini semakin tidak memperhatikan sisi-sisi kemanusiaan dan hubungan sosial dengan masyarakat sekitar,dengan semakin terbukanya lahan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dan memperoleh data dengan cara sistematis. Data yang dikumpulkan berupa
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi dan Tipe Riset Metode penelitian kuantitatif adalah suatu cara untuk memecahkan masalah dan memperoleh data dengan cara sistematis. Data yang dikumpulkan berupa
Lebih terperinciMost Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni
Most Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni Dani Muttaqin, ST* Kota, kota, kota. Pada umumnya orang akan setuju kota merupakan tempat dimana mereka dapat merealisasikan setiap mimpi. Kota
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di Desa Rawa Bangun
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang bertujuan untuk membandingkan Subjective Well-being ditinjau dari faktor demografi pada petani sawit di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu.
Lebih terperinciBAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada perkembangan sebuah kota. Perkembangan kota menunjukkan daerah terbangun makin bertambah luas sebagai
Lebih terperinciKAJIAN KESESUAIAN KAWASAN SITU BABAKAN DAN SITU MANGGABOLONG SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TUGAS AKHIR
KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN SITU BABAKAN DAN SITU MANGGABOLONG SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TUGAS AKHIR Oleh : DANIEL AZKA ALFAROBI L2D 097 435 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja. Pernyataan Freud ini menggambarkan dua ranah utama dari kehidupan orang dewasa, dimana pekerjaan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana Finance adalah sejenis perusahaan leasing yang memberikan pinjaman dana dengan jaminan Bukti
Lebih terperinciKANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA Diajukan oleh
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101
Lebih terperinciIV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN
92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta, adalah ibu kota Negara Republik Indonesia, dengan Betawi sebagai suku aslinya. Seperti suku lain di Indonesia, suku Betawi juga mempunyai banyak keunikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sering mengalami permasalahan kependudukan terutama kawasan perkotaan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup
59 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup 2. Variabel Tergantung : Kesejahteraan subjektif B.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan
Lebih terperinciMenakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia
Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu industri yang saat ini sedang berkembang didunia, hal ini dirasakan pula di Indonesia. Dibuktikan dengan pariwisata menjadi urutan ketiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Anak adalah sumber daya bagi bangsa juga sebagai penentu masa depan dan penerus bangsa, sehingga dianggap penting bagi suatu negara untuk mengatur hak-hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, terlebih mapan secara finansial. Hal itu seolah-olah sudah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan
236 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif dan verikatif atribut produk pariwisata galeri pengaruhnya terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kependudukan Kota di Jawa Barat Tahun Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Per Km 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sukabumi merupakan salah satu kota yang terletak di provinsi Jawa Barat, daerah kota Sukabumi meliputi wilayah seluas 48 km2. Kota Sukabumi terbagi atas tujuh
Lebih terperinciPERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi
PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya tergantung dari permodalan secara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya tergantung dari permodalan secara riil yaitu berbentuk uang, namun salah satu hal yang juga berpengaruh adalah sumber
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya, bukan semata-mata keseniaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya, bukan semata-mata keseniaan dan kekayaan. Kesenian dan kebudayaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode adalah tata cara atau prosedur yang mempunyai langkahlangkah sistematis digunakan untuk mengetahui sesuatu (Setyorini & Wibhowo, 2008,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa sejak tahun 1978, pemerintah terus berusaha untuk memajukan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk lebih meningkatkan pendapatan negara ini, tidak hanya dalam bidang perdagangan, bidang lain yang juga kerap di jadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan (World Health Organization, 1943).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah gangguan secara psikologis atau perilaku yang terjadi pada seseorang, umumnya terkait dengan gangguan afektif, perilaku, kognitif dan perseptual.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari : pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, alat ukur penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan istilah bagi orang-orang yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, baik itu pada jenjang diploma, sarjana, magister, maupun doktor.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Pembuatan buku ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini karena data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data
Lebih terperinciHOTEL RESORT DI PARANGTRITIS
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( L P 3 A ) HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh: Nama : Lina
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah combined
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah combined qualitative and quantitative research, yaitu kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan
BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 2007 sebesar 18,96 juta dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aging process (proses penuaan) merupakan hal yang wajar dalam perjalanan hidup manusia, dan semua orang yang berumur panjang akan mengalaminya, masing-masing individu
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah
Lebih terperinci2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota (angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam kehidupan sehari-hari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Waktu Penelitian Jenis penelitian ini adalah korelasional yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua variabel. Besarnya hubungan antara variabel dinyatakan
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri
Lebih terperinci