BAB II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 5 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Umum Menurunnya kinerja struktural didefinisikan sebagai kondisi yang menyebabkan menurun atau berkurangnya kapasitas struktur perkerasan dalam menanggung beban lalu lintas dari waktu ke waktu. Ilustrasi penuruna pelayanan dan kapasitas struktural terhadap kumulatif beban lalu lintas selama masa layan dapat dilihat pada Gambar II.1. berikut. Gambar II.1. Penurunan tingkat pelayanan dan kapasitas struktural terhadap kumulatif beban kendaraan (sumber AASHTO, 1993) Dalam melakukan evaluasi kinerja dari pada struktural perkerasan eksisting dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas struktur akibat repetisi beban kendaraan pada masa sekarang dan pada masa umur rencana. Metoda evaluasi kapasitas struktural kapasitas perkerasan eksisting, diantaranya dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut: 1. Survai visual dan pengujian material Survai yang dilakukan untuk mengetahui semua informasi yang tersedia mengenai desain, pelaksanaan konstruksi, dan pemeliharaan yang telah dilakukan dan

2 6 juga survai terinci untuk mengidentifikasi tipe, jumlah, kerusakan perkerasan atau kemerosotan struktur perkerasan, dan lokasi-lokasi yang berbahaya serta kondisi drainage. 2. Pengujian Lendutan Pengujian lendutan perkerasan dilakukan diantaranya dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) untuk mengetahui kekuatan struktur perkerasan dan mengetahui Modulus Resilien tanah dasar. 3. Kelelahan akibat beban lalu 1intas Kelelahan material lapis perkerasan yang secara berangsur-angsur diakibatkan, oleh repetisi beban kendaraan yang telah terjadi dan selama umur rencana sehingga dapat dihitung nilai umur sisa rencana. Pemeriksaan struktur perkerasan dengan percobaan di lapangan yang tidak merusak (non destructive) semakin populer dan mulai banyak digunakan di berbagai negara, seperti alat FWD. Peralatan dengan pembebanan dinamis telah menjadi metoda yang dipilih karena operasional di lapangan relatif sederhana, cepat dan ekonomis. Analisis data hasil percobaan dengan alat FWD merupakan hal yang terpisah diantaranya dengan menggunakan program komputer ELCON. Program ini mampu menganalisis cekung lendutan dari titik-titik pengamatan. Hasil analisis data berupa nilai modulus lapis perkerasan sehingga dapat dihitung tebal overlay dan umur sisa. Prinsip yang ada dalam prosedur perencanaan menggunakan data lendutan dari alat FWD adalah metoda analitis-empiris. Analitis berhubungan dengan besarnya angka yang didapat untuk menghitung tegangan, regangan atau. lendutan dalam sistem multilayer yang menjadi subjeknya dalam beban luar, dan pengaruh temperatur atau kadar air. Sedangkan empiris berkaitan dengan permodelan struktur perkerasan. Metoda mekanistik berhubungan dengan kemudahan untuk menterjemahkan perhitungan analitis dari respon perkerasan kepada kinerja struktur perkerasan, yang berhubungan dengan kerusakan fisik seperti retak atau keriting (DANIDA, 1990).

3 7 Evaluasi kondisi dilakukan untuk mengetahui kemerosotan fungsional mengenai mutu pelayanan dan skid resistance-nya yaitu suatu kondisi yang berpengaruh kepada kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan, juga untuk perencanaan tebal leveling. II.2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) II.2.1. Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan (Jointed Plain Concrete Pavement) Perkerasan beton tanpa tulangan, dibuat dengan sambungan kontruksi tertutup. Dowel atau ikatan agregat mungkin digunakan untuk penyaluran beban melintang sambungan. Fungsi penggunaan dowel dapat berbeda-beda di berbagai negara, tergantung pada jenis agregat, iklim, pengalaman sebelumnya, jarak sambungan antara 4,5 m dan 9,0 m telah digunakan. Tetapi jika Jarak sambungan tambah besar maka ikatan agregat akan menurun sehingga mengakibatkan resiko retak yang semakin besar. Hasil survey, Nussbaum and Lokken (1970) merekomendasikan jarak sambungan maksimum 6,0 m untuk sambungan dengan dowel dan 4,5 m untuk sambungan tanpa dowel (Huang, 1993). Beberapa kasus, dilakukan sambungan melintang yang diserongkan sekitar 1,2 m sampai 1,5 m, sehingga roda kendaraan tidak melintas pada sambungan secara bersamaan. Sambungan melintang dimiringkan akan mernperbaiki penampilan dan memperpanjang umur perkerasan tanpa tulangan. Sambungan yang diserongkan mempunyai beberapa keuntungan (Sormin, 1996): Mengurangi besarnya lendutan dan tegangan pada sambungan, dengan demikian menambah kapasitas beban yang dapat dipikul oleh perrkerasan dan menambah umur perkerasan Memberi pengaruh yang sedikit pada kendaraan saat melintasi sambungan. Oleh karenanya perjalanan yang lebih lancar akan didapatkan jika sambungan mempunyai kekasaran. Sambungan yang dimiringkan digunakan pada perkerasan tanpa tulangan maupun pada perkerasan dengan perkuatan (reinforced pavement)

4 8 Gambar II.2. Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan (JPCP) II.2.2. Sambungan pada Perkerasan Kaku Ada beberapa jenis sambungan (Gambar II.3) yang digunakan pada Perkerasan kaku yang berguna untuk membatasi tegangan-tegangan yang disebabkan oleh perubahan suhu dan untuk memberikan sambungan yang baik antara dua bagian perkerasan yang berdekatan bila dikerjakan pada waktu yang berbeda. Gambar II.3. Jenis sambungan pada perkerasan kaku II Sambungan Muai (Expansion Joints) Sambungan muai dibuat untuk memberikan kesempatan pada pelat jika memuai. Apabila Perkerasan beton dikerjakan pada suhu yang meningkat, perkerasan akan mengembang, menyebabkan bertambahnya panjang pelat. Kalau suhu cukup tinggi memungkinkan pelat mengembang cukup panjang, sehingga jika tidak tersedia tempat untuk menyalurkan pertambahan panjang tersebut maka pelat akan menekuk atau patah. II Sambungan Susut (Contraction Joints) Sambungan susut dimaksudkan untuk menanggulangi tegangan tarik akibat penyusutan. Jika perkerasan beton dikerjakan pada suhu yang menurun, pelat akan berkontraksi jika pelat cukup bebas untuk bergerak dan diharapkan penyusutan awal akan terjadi pada tempat dibuatnya sambungan tersebut sehingga retakan dapat dikendalikan.

5 9 II Sambungan Engsel (Hinge Joints) Sambungan engsel atau sambungan lenting, (warping joints) digunakan terutama untuk mengurangi retak sepanjang garis tengah perkerasan. sambungan engsel cocok digunakan untuk lajur tunggal pada pelaksanaan sekaligus. II Sambungan Pelaksanaan (Construction Joints) Sambungan pelaksanaan dibuat untuk menghubungkan dua pelat yang dicor pada waktu yang berbeda sehingga memberikan peralihan yang sesuai di antara beton lama dan beton baru. Sambungan pelaksanaan diletakkan melintang sepanjang lebar perkerasan. II.2.3. Pondasi Bawah (Sub base) LPB (Lapis pondasi bawah) yang digunakan pada perkerasan kaku bukan untuk memberikan kapasitas struktur yang kecil. Bila tanah dasar sangat jelek, maka perlu diperbaiki atau diberi lapis pondasi bawah sehingga diperoleh peningkatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k). Lapis pondasi bawah mempunyai fungsi sebagai berikut: Berfungsi sebagai lantai kerja selama pelaksanaan Mengendalikan kembang susut tanah dasar Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan (pumping) Memberikan daya dukung yang mantap dan seragam pada pelat Melindungi tanah dasar terhadap air II.2.4 Tanah Dasar (Subgrade) Kehandalan dan kemampuan kinerja dari perkerasan kaku berhubungan erat dengan kondisi daya dukung tanah dasar. Parameter yang digunakan untuk mengukur daya dukung ini adalah modulus reaksi tanah dasar (k). Nilai "k" tidak hanya tergantung, pada karakter fisik tanah, tetapi juga pada kandungan air dan kepadatannya. Sehingga sekalipun kondisi fisik tanah dan daya dukung tanah dasar memiliki hubungan erat dengan pelayanan perkerasan jalan beton, namun elemen keseragaman daya dukung tanah dasar akan menjadi faktor pertama dalam perencanaan dan persiapan 1apisan tanah dasar (Sormin, 1996) II.2.5. Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) Nilai "k" ditentukan dari beban yang terjadi dan lendutan pada pelat. Pendekatan ini diasumsikan pelat adalah tidak dapat dipadatkan (incompressible) dan sebagai

6 10 konsekuensinya volume tanah atau material lain, atau keduanya, beban yang dipindahkan sama dengan lengkung lendutan.jadi nilai k dihitung sebagai berikut : P k =.. (II.1) δ Dimana : k = Modulus reaksi tanah dasar (psi/inch) P = Beban yang terjadi (psi) δ = Lendutan pada pelat (inch) Gambar II.4. Asumsi dasar perilaku modulus reaksi tanah dasar. Sehingga Nilai "k" dapat diperoleh di lapangan dari hasil pengujian plate bearing. Nilai pengujian tergantung pada kondisi pengujian, umumnya menggunakan pelat diameter 30 inch. Nilai reaksi tanah dasar dihitung untuk beban satuan standar pada pelat 10 psi. Penyederhanaan untuk menentukan nilai "k" telah dikembangkan dengan menghubungkan nilai modulus reaksi tanah dasar dengan percobaan CBR. CBR atau modifikasinya, adalah yang biasa digunakan dan cara yang dapat diterima untuk mengestimasi tegangan tanah dasar sekalipun nilai CBR sendiri dapat cukup variabel untuk tanah tertentu. Oleh sebab perkerasan kaku mendistribusikan beban ke area yang luas, sehingga memberikan tekanan yang rendah pada lapisan dibawahnya. Kesalahan kecil dalam penentuan dan pemilihan nilai "k", tidak akan mempengaruhi desain tebal perkerasan. Sebagaimana hasil

7 11 dari kekurangpekaan ketebalan perkerasan terhadap modulus reaksi tanah dasar, kesalahan dalam mengkolerasikan nilai "k" ke CBR. dan asumsi garis lurus dari hubungan antara beban dan lendutan dalam persamaan nilai "k" dapat ditoleransi. Hubungan secara grafis antara nilai "k" dan CBR dipakai oleh NAASRA ini ditunjukkan pada gambar berikut: Gambar II.5. Hubungan antara Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) dan nilai California Bearing Ratio (Sumber : NAASRA) II.2.6. Modulus Resilien (MR) Modulus Resillien adalah suatu respon tes dinamik ditetapkan sebagai perbandingan repetisi aksial tegangan deviator (σd) dengan regangan aksial pemulihan (εr). Modulus Resillien (MR) merupakan modulus elastis dengan menggunakan teori elastis. Deformasi permanen terjadi setelah setiap beban bekerja tetapi, jika beban lebih kecil dibandingkan kekuatan material dan berulang untuk waktu yang lama, deformasi akibat setiap repetisi beban mendekati pemulihan kembali dan sebanding dengan beban dan dapat dianggap sebagai elastis M R = σ d εr.. (II.2) Dimana : σd = εr = Tegangan deviator Regangan aksial pemulihan

8 12 Gambar II.6 menunjukan peregangan spesimen akibat beban test. Pada tahap awal beban bekerja dapat dianggap terjadinya deformasi permanen yang ditunjukan oleh regangan plastis. Selama penambahan jumlah repetisi, regangan plastis akibat setiap repetisi beban menurun. Setelah 100 sampai 200 repetisi regangan secara praktis pulih kembali yang ditunjukkan oleh εr (Huang, 1993) Gambar II.6. Regangan akibat repetisi beban Selain itu, Asphalt Institute memberikan hubungan Modulus Resilien (MR) dan California Bearing Ratio (CBR) yang merupakan hasil test pendekatan adalah sebagai berikut : M R = 10,3 x CBR. (II.3) II.2.7. Hubungan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) dan Modulus Resilien Terdapat beberapa hubungan antara k dan M R yang dapat berubah-ubah dan tergantung pada apakah tegangan atau lendutan dibandingkan atau apakah beban bekerja pada interior, tepi atau sudut pelat. Jika sub-base berada diantara pelat dan tanah dasar, modulus reaksi tanah dasar komposit. dapat ditentukan dengan Gambar II.7. Modulus adalah berdasarkan pada tanah dasar dengan kedalaman tidak terbatas (infinite depth) dan ditunjukkan oleh "k tak terhingga", grafik dihasilkan menggunakan metoda yang sama bahwa pelat 30 in. yang bekerja pada sistem dua lapis. Oleh karena itu, nilai "k" diperoleh dari grafik terlalu besar dan tidak menunjukkan yang terjadi sebenarnya di lapangan

9 13 Gambar II.7. Grafik untuk menentukan modulus reaksi tanah dasar komposit (Sumber AASHTO, 1993) II.3. Analisis Tegangan Pada Perkerasan Kaku Tegangan yang terjadi pada pelat beton disebabkan oleh perubahan temperatur, beban as kendaraan, keadaan cuaca dan kondisi tanah dasar. Tegangan akibat perubahan temperatur dan beban as hampir sama besar dan lebih penting bila dibandingkan terhadap, tegangan akibat keadaan cuaca. Sedangkan tegangan akibat kondisi tanah dasar (expansion & contraction), adalah kecil untuk short slab dan menjadi penting untuk long slab. II.3.1. Tegangan akibat Perubahan Temperatur Tegangan lenting dalam perkerasan kaku berubah-ubah dengan perbedaan temperatur antara bagian atas dan bagian bawah beton. Perubahan temperatur udara adalah sebaaai berikut: Perubahan tinggi rendahnya temperatur yang lama pada, pelat, akan menyebabkan pelat melenting. Begitu melenting seluruhnya atau sebagian ditahan oleh berat pelat dan oleh reaksi batang dowel atau alat penyaluran beban lain pada, sambungan. Perubahan temperatur rata-rata menyebabkan pelat memuai atau menyusut. Pergerakan ini mungkin seluruhnya atau sebagian ditahan oleh daya tahan sebagian tanah dasar atau kekuatan sambungan.

10 14 II.3.2. Tegangan dan Lendutan akibat Beban Roda Teori yang digunakan untuk menghitung tegangan pada pelat beton, yang paling sering digunakan adalah teori Westergaard. Teori ini diterapkan pada pelat dengan dimensi terbatas, dan tegangan dihitung pada tiga macam kondisi: sudut (corner), interior dan tepi (edge). Asumsinya pelat beton bersifat homogen, mempunyai sifat elastis yang seragam dan reaksi tanah dasar berarah vertikal dan sebanding dengan besarnya lendutan pelat yang teijadi. Teori ini sejak diperkenalkan 1927 dan telah mengalami beberapa kali modifikasi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sehingga pada akhimya memberikan hasil yang sesuai dengan berbagai eksperimen. Teori Westergaard dapat diterapkan baik untuk single static wheel load maupun multiple static wheel load dan moving loads II.4. Modulus of Rupture Beton semen dan material yang distabilisasi sering dievaluasi dengan menggunakan conventional beam-breaking tests. Kekuatan lentur atau tegangan maksimum serat beton di bawah beban yang menyebabkan keruntuhan disebut modulus keruntuhan (MR). Balok beton (6 in. x 6 in. x 18 in.) dari mix design dites kekuatannya pada umur 7 hari, 28 hari dan 90 hari. Dari hasil tes tersebut akap mendapatkan hubungan kekuatan normal dan waktu sama baiknya dengan nilai desain. Pada umumnya digunakan modulus lentur pada umur 90 hari atau sekitar 110% dari modulus keruntuhan pada umur 28 hari. Besarnya nilai modulus keruntuhan (MR) dapat diperoleh dari persamaan berikut: PL M R = 2... (II.4) bd Dimana : M R = Modulus keruntuhan (psi) P = Beban maksimum (lb) L = Panjang (inch) b = lebar rata rata sample (in) d = Tinggi sample (in)

11 15 Pendekatan hubungan antara modulus lentur dan kekuatan tekan beton seperti pada persamaan berikut: M R = K fc'...(ii.5) Dimana : M R = Modulus lentur (psi) K = Konstan 8 sampai 10 Fc = Kuat tekan beton (psi) Perdasarkan persamaan-persamaan di atas, untuk hubungan umur beton dan variasi modulus dapat dilihat pada pada gambar berikut: Gambar II.8 Hubungan umur beton dengan kekuatan lentur.

12 16 II.5. Alat Falling Weight Deflectometer (FWD) II.5.1. Umum Falling Weight Deflectometer (FWD) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja perkerasan yang bersifat tidak merusak (non destructive) dan dinamis dengan mengukur lendutan permukaan perkerasan akibat suatu beban tertentu yang diberikan kepada perkerasan tersebut. Pembebanan pada. FWD berupa beban impuls yang dijatuhkan pada pegas yang dibebani oleh pelat tunggal dengan tinggi jatuh dan beban dapat diatur. Beberapa keuntungan dari FWD adalah, sebagai berikut (Nefiadi, 1990) : Beban pelat dan tinggi jatuh beban dapat diatur sehingga menyamai intensitas beban yang diinginkan, balk beban kendaraan ataupun beban roda pesawat. Dapat memberikan ide menyeluruh mengenal Pavement performance, melalui pengukuran lendutan, dan memberikan nilai layer modulus struktur perkerasan. Dapat melakukan pengukuran secara tepat, dengan ketelitian yang cukup tinggi, dan alat dapat dioperasikan secara relatif mudah. Ada 3 (tiga) komponen utama dalam sistem pengujian FWD, yaitu: Alat (trailer) FWD, merupakan suatu unit pengukur lendutan yang pengoperasiannya dilakukan dengan komputer. Processor, merupakan suatu unit kontrol yang menghubungkan trailer FWD dengan komputer, berfungsi sebagai kontrol operasi trailer FWD dan mengubah hasil lendutan dalam analog menjadi digital. Komputer dan printer, untuk mengoperasikan alat FWD dengan memasukkan suatu program komputer lapangan (program FWD). Beban pelat yang dilepaskan pada ketinggian tertentu dalam waktu singkat, maka dikategorikan sebagai beban bergerak (dinamis). Sehingga hal ini diasumsikan serupa dengan pengaruh beban roda yang sebenarnya.

13 17 Gambar II.9 Sistem alat Dynatest 8000 FWD (DYNATEST,1989) Penelitian menunjukkan bahwa lendutan yang diukur dengan FWD kurang lebih sama dengan yang disebabkan oleh beban roda yang bergerak dengan kecepatan km/jam. Lendutan, tegangan dan regangan yang ditimbulkan beban roda bergerak seperti pada Gambar II.9. Pengukuran lendutan di lapangan disediakan fasilitas komputer untuk menghitung modulus pada setiap titik deflector. Persamaan modulus permukaan adalah : E 0 = 2(1-v 2 ) x σ xa 0 d 0...(II.6) E r = (1-v 2 σ 0 xa ) x rxd r 2...(II.7) Dimana : E 0 = Modulus permukaan pada pusat pelat pembebanan E r = Modulus permukaan pada jarak r dari pusat pelat, pembebanan σ 0 = Tegangan normal pada permukaan perkerasan d o = Lendutan pada pusat pelat pembebanan d r = Lendutan pada jarak r dari pusat pelat pembebanan a = Jari jari pelat pembebanan

14 18 FWD sistem kerja Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah beban perkerasan pada alat kontrol, beban bergetar serupa dengan pergerakan beban roda. Lendutan permukaan perkerasan pada jarak radial meningkat dari beban dicatat secara otomatis. Lendutan d1 merupakan lendutan pada pusat beban dan d7 lendutan terjauh dari beban II.5.2. Pembebanan Berat beban yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu kepada pelat berdiameter 300 mm sebenarnya memrepresentasikan tekanan roda pada permukaan perkerasan yang menyebabkan lendutan pada perkerasan. Sistem pegas atau penyangga karet biasanya dibebani dalam batas elastis, sehingga gaya maksimum (P) yang diterima perkerasan (Claessen et al., 1976, Koole, 1979, Sebaaly et al., 1986) adalah: P = (2 x M x g x h x c) 0,5...(II.8) Dimana : M = Massa FWD (kg) g = Percepatan gravitasi (m/detik 2 ) h = Tinggi jatuh (m) c = Konstanta pegas (N/m) Metoda penentuan besaran gaya maksimum terdiri dari (Koole, 1979): Masa beban jatuh diubah hal ini tidak praktis untuk pemeriksaan perkerasan yang rutin. Tinggi jatuh diubah hal ini sesuai untuk pemeriksaan perkerasan yang rutin jika pengaturan tinggi jatuh pada alat yang digunakan memungkinkan Konstanta pegas diubah hal ini tidak sesuai untuk pemeriksaan perkerasan yang rutin. Perubahan masa dan pegas juga mempengaruhi panjang pulsa dari gaya, sehingga pengaturan besaran gaya yang paling praktis adalah dengan mengatur tinggi. (Nefiadi, 1990).

15 19 Gambar II.10. Komponen Falling Weight Deflectometer (FWD) II.5.3. Deflector Jarak antara dua deflector dapat diukur paling sedikit lebih besar dari jarak titik jatuh sama dengan tebal perkerasan. Mula-mula percobaan ini hanya dapat diperkirakan, tapi mengikuti prosedur akan memastikan layak mendekati keadaan. (Sormin, 1996) Pengujian FWD pada pelat yang dievaluasi dapat dilakukan pusat pelat dan satu atau lebih pada sambungan dan sudut. Pada pengujian di sambungan dan sudut, posisi sensor seperti gambar di bawah ini: Gambar II.11. posisi sensor deflector pada sambungan dan sudut dengan FWD

16 20 Dengan menghitung tebal perkerasan ekivalen menggunakan metoda Equivalent menggunakan semua lapisan berubah bentuk menjadi satu lapisan ekivalen yang mempunyai kekakuan yang serupa sebagai pondasi atas. Dengan demikian tebal pelat sebagai perkerasan permukaan seakan-akan lebih besar daripada tebal perkerasan sebenarnya. Sebagian besar perkerasan. di Indonesia mempunyai tebal perkerasan antara 700 mm sampai mm, jarak deflector disarankan sebagai berikut : d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 0 mm 300 mm 600 mm 750 mm 900 mm 1200 mm 1500 mm Untuk tebal perkerasan lebih besar dari mm, jarak deflector dapat dipakai sebagai berikut : d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 0 mm 300 mm 600 mm 900 mm 1200 mm 1500 mm 1800 mm Untuk tebal perkerasan kurang dari 500 mm, jarak deflector dapat dipakai sebagai berikut : d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 0 mm 200 mm 300 mm 450 mm 600 mm 900 mm 1200 mm II.6. Cekung Lendutan (Deflection Bowl) Cekung lendutan yang terjadi basil pengukuran merupakan lendutan pada struktur perkerasan akibat beban yang efeknya ditangkap oleh 7 buah deflector. Bentuk cekung lendutan menyatakan integritas struktur perkerasan dan kapasitasnya menahan beban. Bentuk cekung lendutan juga menyatakan karakteristik kekakuan perkerasan dan dapat digunakan untuk mengevaluasi beberapa masalah atau untuk menilai kinerja struktural perkerasan untuk merencanakan overlay

17 21 Gambar II.12. Cekung Lendutan (Deflection Bowl) Kondisi subgrade mempunyai pengaruh yang sangat besar pada cekung lendutan. Lapisan perkerasan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda dari cekung lendutan. Pengaruh subgrade terhadap lendutan dijelaskan dengan variasi subgrade vertikal melalui suatu perkerasan khusus.,.~ -1 II.7. Evaluasi Struktural Evaluasi struktural dimaksudkan untuk mengetahui umur sisa dan perencanaan tebal overlay untuk maksud mengetahui umur sisa dan perencanaan tebal overlay, dengan demikian dapat memperbaiki kemerosotan struktural dan fungsionalnya. Secara struktural untuk meningkatkan umur sisa dan kapasitas struktural, sedangkan secara, fungsional untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan jalan (serviceability) bagi pengguna jalan baik pada masa sekarang dan yang akan datang. I II.7.1. Metoda Program ELCON ELCON adalah akronim untuk Evaluation of Layer Moduli and Overlay Design for Concrete. Merupakan komputer program yang dapat digunakan pada semua komputer IBM compatible, dan digunakan untuk menganalisa hasil lapangan dari pengujian Dynatest Falling Weight Defiectometer (FWD) (Dynatest, 1989). Program ELCON akan mengerjakan analisa struktur secara otomatis dan merencanakan lapis perkerasan tambahan berdasarkan pengukuran cekung lendutan yang diukur dengan FWD.

18 22 Perhitungan yang dilakukan mencakup penentuan modulus elastis dari material yang membentuk sistem perkerasan, dan berdasarkan modulus yang diperoleh dapat dihitung tegangan dan regangan pada perkerasan di bawah beban yang bekeja. Dengan mengetahui parameter-parameter ini, program tersebut dapat menghitung, umur sisa perkerasan dan overlay yang dibutuhkan untuk kondisi-kondisi tertentu yang dijadikan masukan pada program tersebut. Metoda ini bekerja berdasarkan pendekatan analitis (mekanik) dan empirik. Dua dan tiga lapis sistem dibolehkan oleh program, tapi pada umumnya perkerasan kaku harus diperlakukan sebagai dua lapis sistem, sebab lapisan pondasi atas dan bawah sangat kecil pengaruh dari bentuk cekung lendutan yang dibandingkan pengaruhnya dengan pelat PCC dan tanah dasar. ELCON sama penggunaannya dengan prosedur ELMOD31 untuk menentukan. modulus PCC dan pendukung modulus tanah dasar. Penggunaan modulus PCC, modulus dari reaksi tanah dasar (nilai "k") kemudian dihitung dari persamaan Westergaard s. Pada sambungan dan pojok, persamaan Westergaard's juga dipakai untuk mudah digambarkan. Untuk memperoleh hasil yang cukup teliti, maka ada beberapa persyaratan dalam, program ELCON untuk menganalisis struktur perkerasan tersebut, yaitu: Struktur perkerasan harus mempunyai satu lapisan kaku, dengan E1/Es > 5, di mana Es adalah modulus elastis subgrade. Modulus elastis lapisan makin ke bawah semakin kecil, yaitu Ei/Ei+1 > 2 Tebal dari lapisan kaku tersebut H1 > r/2, di mana r adalah radius pelat alas beban. Untuk sistem 3 (tiga) lapis, tebal lapis atas (H1) harus lebih kecil dari diameter pelat alas beban dan lebih kecil dari tebal lapis dibawahnya (H1< H2 ). Jika penngukuran dilakukan dekat sambungan (joint) atau retak besar atau jalan kerikil, maka struktur perkerasan harus dianggap sebagai sistem dua lapis.

19 23 Proses perhitungan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Perhitungan modulus elastisitas untuk setiap lapisan perkerasan dibawah kondisi sebenarnya dari beban, temperatur, dan kondisi tanah dasar dengan membandingkan lengkung lendutan yang diukur di lapangan dengan teoritis dari sistem perkerasan yang diketabui tebal tiap lapisannya. lendutan teoritis dihitung berdasarkan Metoda Thicknes dan hubungan, tegangan regangan Boussinesq. Pengalaman menunjukkan bahwa beberapa material tanah dasar bersifat elastis non linier sebagai akibatnya untuk tanah dasar, dua konstanta CO dan N juga dihitung dan untuk., digunakan dalam persamaan yang memperhitungkan kondisi non linier. S1 E m = CO x ( 0,1 N...(II.9) Dimana : E m = Modulus tanah dasar komposit S 1 = Tegangan vertikal pada bagian atas tanah dasar CO = Konstanta N = Konstanta Merubah modulus tiap material menjadi nilai yang, sesuai untuk tiap musim dalam satu tahun. Hal ini dilakukan dengan koreksi kekakuan dari aspal terhadap, temperatur dan menetapkan faktor-faktor reduksi yang dimasukkan sebelumnya untuk kekuatan struktur dari material pondasi atas dan tanah dasar yang disebabkan perubahan kadar air akibat perubahan iklim. Penggunaan metoda equivalent thickness dan hubungan Boussinesq untuk menghitung tegangan dan regangan yang berkaitan dengan masukkan rencana sebelumnya seperti beban rencana dan tekanan roda untuk sistem perkerasan yanng sebenarnya, dengan menggunakan. modulus yang diperoleh pada point b. Penghitungan jumlah repetisi beban as yang kritis sesuai dengan tegangan dan regangan maksimun, dari beban rencana, Jumlah repetisi beban as yang kritis adalah angka yang mengakibatkan keruntuhan struktur (retak) pada lapisan permukaan atau keruntuhan fungsional dari pondasi atas dan tanah dasar yang diakibatkan beban lalu lintas. Nilai kritis ini kemudian dibandingkan dengan tingkat kehancuran tahunan yang sebenarnya yang disebabkan bekerjanya sejumlah beban as pada tiap musim yang dijumlahkan

20 24 dengan persamaan Miner yang memungkinkan dari penjumlahan ini dari kriteria keruntuhan yang dimasukkan, umur sisa dari perkerasan dalam tahun dapat dihitung dan memberikan indikasi masa keruntuhan telah terjadi pada lapisan. Perhitungan tebal lapis tambahan untuk suatu masukkan umur sisa tertentu, dapat dilakukan dengan menambah tebal lapis tambahan yang telah diketahui nilai perhitungan seperti modulusnya secara bertahap. kemudian dilakukan perhitungan seperti pada tahap c dan d. Proses ini dilakukan secara iterasi sedemikian hingga tebal lapis tambahan yang diperoleh dapat memberikan keamanan dalam memikul beban as standar kumulatif yang direncanakan. Sub-program ELCON Program ELCON merupakan bagian dari ELMOD31 Packet (Dynatest, 1989) terdiri dari subprogram utama seperti di bawah ini: NEW PARAMETERS Untuk merubah parameter yang ada, di mana memungkinkan pemakai memilih parameter-parameter (seperti beban rencana, tekanan roda, jumlah beban as standar ekivalen, umur rencana, variasi musim dari temperatur, kekuatan struktur dari lapisan perkerasan, kriteria struktural dari lapisan permukaan, pondasi bawah dan tanah dasar). FORMAT Untuk memformat file data lapangan, karena file data hasil format inilah yang akan dianalisis/dihitung oleh sub program ELMOD / ELCON. EDIT Untuk menyunting file data yang telah diformat ada yang ingin diperbaiki FILE PRINT Untuk mencetak file data yang telah difromat maupun di edit ingin dicetak ELMOD / ELCON Untuk menghitung modulus lapisan dan rencana lapis tambahan ELMOD digunakan untuk jenis perkerasan lentur, sedangkan ELCON digunakan untuk jenis perkerasan kaku. ELDUS (Evaluation of Layer Moduli and Division Into Uniform Sub Section) Untuk membagi panjang jalan/seksi ke dalam subseksi yang seragam berdasarkan strukturnya PLOTS Untuk mencetak grafik dari lapis tambahan yang dibutuhkan

21 25 Gambar II.13. Diagram alir Sub program ELMOD31 Packet (Dynatest,1989) Berdasarkan diagram alir subprogram ELMOD3 Packet diatas, maka prinsip kerja dari program ELCON adalah sebagai berikut :

22 26 INPUT - Data lendutan dari FWD ditengah pelat) - Data volume lalu lintas (dalam ESAL) - Data struktur perkerasan kaku - Data temperatur udara dan perkerasan - Parameter-parameter lainnya PROSES PERHITUNGAN OUTPUT Akibat lendutan di tengah pelat - Stiffness Modulus (E) - Umur sisa perkerasan - Tebal lapisan tambahan OUTPUT Akibat lendutan di sambungan pelat - Modulus reaksi tanah dasar (k) - k/kc dan perbedaan lendutan (dif) - Load transfer (LT) - Umur sisa perkerasan - Tebal lapis tambahan Gambar II.14. Prinsip kerja Program ELCON31 II.8. Lapis Tambahan (Overlay) II.8.1. Overlay Aspal Hot Mix (HMA) pada Perkerasan Beton Walaupun overlay HMA telah digunakan secara luas pada perkerasan beton. Jenis overlay ini sangat sulit untuk dianalisis secara mekanistik sebab terdiri dari dua jenis material yang berbeda. Secara teoritis program pelat finite element dapat digunakan dengan HMA sebagai lapisan atas dan beton sebagai lapisan bawah. Sehingga dengan retak pada pelat beton yang ada, sulit untuk memodelkan pelat bawah. Tipe overlay ini dapat dianalisis dengan program lapisan elastis jika faktor perkiraan tegangan untuk beban tepi dan sudut diketahui (Treybig et al., 1977). Masalah utama dalam, perencanaan overlay HMA pada perkerasan beton adalah merefleksikan retak, didefinisikan sebagai patah pada suatu overlay atau permukaan tersebut menggambarkan bentuk retak atau sambungan pada lapisan utama. Hal itu, retak dicegah atau dikontrol untuk menetapkan permukaan berlubang halus, memelihara keutuhan struktur overlay dan mencegah intrusi air ke dalam sistem perkerasan. Secara umum bahwa

23 27 mekanisme utama perkembangan retak refleksi pada overlay HMA pada perkerasan kaku adalah pergerakan horizontal akibat perubahan temperatur dan kelembaban, dan pergerakan vertikal yang berbeda akibat beban lain limas. Keduanya terjadi pada sambungan atau retak pada perkerasan beton, di mana pergerakan horizontal lebih kritis. Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk meminimalkan retak refleksi pada overlay HMA pada perkerasan beton, antara lain: Merencanakan overlay HMA lebih tebal Metoda ini dapat digunakan jika ketebalan overlay untuk mengurangi retak refleksi kurang dari 229 mm. Sebenarnya, ketika overlay mendekati kisaran 203 sampai 229 mm, menggunakan metoda lain. Dipotong dan dipadatkan pelat beton eksisting menjadi bagian yang lebih kecil retak pada pelat beton dibagi ke dalam bagian yang kecil, penyusunan segmen dengan menggunakan heavy roller untuk mengurangi rongga pada bagian bawah lapisan, dan melapis pelat beton dengan HMA. Kegunaan dibuat beberapa bagian (segmen) kecil adalah untuk meminimalkan pergerakan pelat, akibat termal atau penyebab lainnya. Hal ini mengurangi retak refleksi pada overlay HMA. Ukuran segmen biasanya 4 sampai 6 ft, adalah masih cukup besar mempunyai beberapa keutuhan struktural akibat aggregate interlock. Menggunakan lapisan relief retak dengan sistem drainase Lapisan relief retak direncanakan khususnya untuk meminimalisasi retak refleksi dari perkerasan beton lama pada overlay aspal baru. Lapisan relief ditempatkan sebagai bagian utama sistem overlay. Secara tipikal, lapisan retak relief adalah lapisan 3.5 in (90 mm) HMA gradasi kasar terbuka, berisi 25 sampai 35% interconnecting rongga dan merupakan 100% material hancur. Konsep retak relief diperlukan tiga lapis, yaitu: lapisan retak relief mix 90 mm (3.5 in.), aspal beton gradasi padat untuk meratakan jalan 50 mm (2 in.), permukaan aspal beton gradasi padat 40 mm (1,5 in.). Gambar II.15. Potongan lapisan retak relief pada sistem overlay

24 28 Menggunakan stress-absorbing membrane interlayer dengan overlay Menggabungkan membrane interlayer pabrikan dengan overlay point d dan e sering digunakan dalam beberapa area dan kelihatan efektif dalam mengurangi retak refleksi. Sehingga dokumentasi yang ada pada kinerja interlayer tidak cukup untuk menunjukkan ketebalan overlay yang tepat. Oleh karena itu, jika metoda d atau e dipertimbangkan, pembuat material interlayer harus berkonsultasi untuk mencegah menentukan ketebalan overlay yang diinginkan. II.8.2. Overlay Beton Semen (PCC) pada perkerasan beton Terdapat tiga tipe overlay PCC pada perkerasan baton, yaitu: a. Unbonded atau Separated Overlay Unbonded overlay adalah dibuat sama pada perkerasan yang mengalami retak cukup parah. Sebelum di overlay, permukaan perkerasan yang ada harus bersih dari debu dan material sealing yang berlebihan. Lapisan pemisah, biasanya terdiri dari HMA atau pasir dengan tebal kurang dari 2 in, kemudian ditempatkan antara overlay baru dan perkerasan eksisting untuk mencegah terjadinya retak. Lapisan pemisah dapat juga untuk meratakan jalan dan supaya dapat menghasilkan ketebalan beton lebih seragam. Dalam penggunaan program Finite element, pelat dianggap sebagai dua lapisan yang tidak terikat dan pengaruh pemisah diabaikan. unbonded overlay bisa digunakan untuk JPCP, tidak perlu disesuaikan dengan lokasi atau jenis sambungan overlay dengan perkerasan eksisting. Tebal minimum unbonded overlay adalah 6 in. (152 mm). b. Bonded atau Monolithic Overlay Bonded overlay biasanya digunakan hanya ketika perkerasan eksisting yang ada dalam kondisi balk atau ketika kerusakan berat telah dilakukan perbaikan. Untuk mendapatkan fully bonded overlay, yang penting mempersiapkan permukaan sebelum di overlay. Minyak, pelumas, cat dan bahan kontaminasi permukaan harus dibersihkan. Kemudian lapisan semen tipis ditempatkan pada permukaan beton perkerasan yang kering dan bersih. Tipe perkerasan JPCP biasanya digunakan bonded overlay, walaupun besi tulangan mungkin digunakan dalam overlay untuk menambah tulangan pada perkerasan eksisting. Lokasi sambungan pada overlay harus disesuaikan dengan perkerasan eksisting. Penggunaan dowel pada bonded dan partially, bonded overlay tidak direkomendasikan

25 29 sebab ini akan menimbulkan kerusakan yang terlokalisir pada overlay, langsung diatas dowel dan mungkin juga menyebabkan overlay tidak menyatu. c. Partially Bonded atau Direct Overlay Partially bonded overlay diperoleh ketika beton baru ditempatkan langsung pada pelat eksisting secara relatif dan bersih. Kecuali kalau melakukan langkah-langkah untuk mencegah ikatan, beberapa tingkat ikatan dapat diasumsikan, sehingga overlay dapat didesain pengencer (thinner) yang lebih rendah dari unbonded overlay, untuk mendapatkan pengurangan tegangan yang diperoleh. Jika perkerasan eksisting disambung, sambungan harus ditempatkan di atas sambungan eksisting untuk mencegah retak refleksi. Jarak sambungan partially bonded overlay dibuat sependek mungkin dengan memberikan sambungan tambahan yang dibuat pada overlay akibat untuk meminimalkan tegangan akibat temperatur diakibatkan oleh pelat utama yang kaku.

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur RIGID PAVEMENT Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu jenis perkerasan jalan yang digunakn

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR 1.1 Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefinisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 30 Bab III Metodologi Penelitian III.1. Tahapan Penelitian Tahapan penilitian dalam penyusunan Proposal tesis ini, kami tampilkan dalam bentuk bagan alir seperti Gambar III.1 dibawah ini. Gambar III.1.

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERKERASAN Struktur yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan 2 yang diproses Perkerasan dibedakan menjadi : Perkerasan lentur Campuran beraspal

Lebih terperinci

yaitu sekitar 50 ton. Oleh karenanya struktur perkerasan kaku bandara yang di overlay secara langsung, rentan mengalami retak refleksi.

yaitu sekitar 50 ton. Oleh karenanya struktur perkerasan kaku bandara yang di overlay secara langsung, rentan mengalami retak refleksi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkerasan kaku umumnya menjadi pilihan untuk perkerasan yang menahan beban berat seperti perkerasan bandara. Salah satu isu penting pada perkerasan bandara saat ini

Lebih terperinci

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian BAB III PROGRAM DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Program Penelitian Program penelitian diawali dengan studi pustaka tentang teori dasar struktur perkerasan kaku berdasarkan metoda ICAO. Sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah BAB I. PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah Pendekatan empiris dalam desain perkerasan masih memainkan peranan yang penting pada masa sekarang, walaupun desain perkerasan telah berangsur berubah dari seni

Lebih terperinci

Hendra Wahyu, Suherman Sulaiman, Mujiman Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

Hendra Wahyu, Suherman Sulaiman, Mujiman Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung ANALISIS LENDUTAN STRUKTUR PERKERASAN KAKU AKIBAT PENGARUH KADAR AIR TANAH DASAR (Analysis of Deflection on Rigid Pavement as a Result of Subgrade Water Content) Hendra Wahyu, Suherman Sulaiman, Mujiman

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan pengukuran lendutan permukaan sebagai input. Apabila kondisi suatu struktur perkerasan lentur semakin

Lebih terperinci

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar (subgrade) yang telah dipadatkan dan berfungsi untuk memikul beban dan meneruskannya

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang

Lebih terperinci

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 + Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Data - Data yang diperlukan : Umur rencana = 20 tahun CBR tanah dasar = 6 % Kuat tarik lentur (fcf) = 4.0

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum Jalan memiliki umur layan atau umur rencana. Jika umur layan telah terlampaui, maka perlu adanya suatu lapisan tambahan (overlay) untuk meremajakan struktur perkerasan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON BAB IV BALOK BETON 4.1. TEORI DASAR Balok beton adalah bagian dari struktur rumah yang berfungsi untuk menompang lantai diatasnya balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom-kolom. Balok dikenal

Lebih terperinci

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi Kasus Obyek studi kasus untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah Perencanaan Jalan Tol Kertosono Mojokerto, Surabaya yang berada pada provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM Perkerasan dibagi menjadi dua kategori yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement), gambar 2.1. Perkerasan lentur terdiri dari permukaan

Lebih terperinci

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan DOSEN PEMBIMBING Donny DJ Leihitu ST. MT. DISUSUN OLEH NAMA : KHAIRUL PUADI NPM : 11.22201.000014 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON II.1. UMUM Tanah saja biasanya tidak cukup untuk kuat dan tahan, tanpa adanya deformasi yang berarti terhadap beban roda berulang. Untuk

Lebih terperinci

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek Ferdian, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini terbukti dari semakin meningkatnya jumlah individu di Indonesia serta semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS ABSTRAK Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, MSc. Ir. Gregorius Sanjaya S, MT Dosen Departemen Teknik Sipil Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Umum Program EVERSERIES merupakan program komputer yang diperuntukkan dalam perencanaan overlay ataupun analisis perkerasan lentur. Program ini dikeluarkan Agustus 2005

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T-01-2002-B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing Irawan, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Abstrak Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Lebih terperinci

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128 ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 7 No.1 Maret 2013 PERBANDINGAN PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fak. Teknik Univ. Islam Al-Azhar Mataram Perkerasan jalan merupakan suatu

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M) Hazairin 1, Bernardinus Herbudiman 2 dan Mukhammad Abduh Arrasyid 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas), Jl. PHH. Mustofa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) Jenis Perkerasan Kaku Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa tulangan Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan tulangan Perkerasan Beton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLITEKNOLOGI VOL. 16 No. 1 JANUARI 2017 PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE Pd-T-14-2003 DAN AASHTO 93 PADA JALAN KARTINI DEPOK Achmad Nadjam 1), Vindi Prana Prasetya 2)

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pelat Pelat beton (concrete slabs) merupakan elemen struktural yang menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke balok dan kolom sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1) Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Metoda ACN dan PCN yang diusulkan oleh ICAO (1983) merupakan metoda evaluasi untuk

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi VII.1 Kesimpulan Penelitian ini mencakup penyelidikan kondisi bonding antar lapis perkerasan beraspal dengan menggunakan pendekatan teoritis maupun

Lebih terperinci

Institut Teknologi Nasional

Institut Teknologi Nasional Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2015 Desain Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Dasar yang dengan RESKY OKTAFIANTO 1, SILVIA SUKIRMAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM DENGAN PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP TANPA STYROFOAM Lutfi Pakusadewo, Wisnumurti, Ari Wibowo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dapadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

Lebih terperinci

Parameter perhitungan

Parameter perhitungan Parameter perhitungan Lapisan konstruksi jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,

Lebih terperinci

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3. SIMBOL DAN SINGKATAN 3.1 AC Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3.2 ACN Singkatan dari Aircraft Classification

Lebih terperinci

BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur

BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR II.1. UMUM Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 9 KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK Oscar Fithrah Nur 1 ABSTRAK Keruntuhan yang terjadi pada balok tulangan tunggal dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

Jumadi 1) M. Yusuf 2 : Hj. Vivi Bachtiar, ST. MT 2

Jumadi 1) M. Yusuf 2 : Hj. Vivi Bachtiar, ST. MT 2 UJI KEKUATAN JALAN BETON BERSIRIP YANG DIPERKAKU DENGAN CARA PENEBALAN PADA BAGIAN SIRIP Jumadi 1) M. Yusuf 2 : Hj. Vivi Bachtiar, ST. MT 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan pengujian secara eksperimental.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perkerasan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapisan tambahan yang terletak antara tanah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI TARIK LANGSUNG DAN UJI TARIK BELAH BETON

PERBANDINGAN UJI TARIK LANGSUNG DAN UJI TARIK BELAH BETON PERBANDINGAN UJI TARIK LANGSUNG DAN UJI TARIK BELAH BETON Ronny E. Pandaleke, Reky S.Windah Fakultas T eknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ronny_pandaleke@yahoo.com ABSTRAK Meskipun

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR. PENDAHULUAN Pada struktur pelat satu-arah beban disalurkan ke balok kemudian beban disalurkan ke kolom. Jika balok menyatu dengan ketebalan pelat itu sendiri, menghasilkan sistem

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL SOAL UNTUK UJIAN KOMPETENSI

KUMPULAN SOAL SOAL UNTUK UJIAN KOMPETENSI KEMENTERIAN RISET, KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL KUMPULAN SOAL SOAL UNTUK UJIAN KOMPETENSI 2016 Materi I GEOMETRIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Bandar udara adalah area yang dipergunakan untuk kegiatan take-off dan landing pesawat udara dengan bangunan tempat penumpang menunggu (Horonjeff R, 1975). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan infrastrukur semakit pesat. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya inovasi baru baik metoda pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Paramater Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Menurut Alamsyah (2001), lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 Studi Eksperimental 4.1.1 Pendahuluan Model dari eksperimen ini diasumsikan sesuai dengan kondisi di lapangan, yaitu berupa balok beton bertulang untuk balkon yang

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP. PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi

PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP. PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi SpRigWP SISTEM PERKERASAN KAKU BETON BERTULANG MENERUS PRACETAK

Lebih terperinci