TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Nama : Choirul Sholeh NIM : JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA J A K A R T A

2 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Choirul Sholeh NIM : Jurusan : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan hasil kerja saya sendiri dan bukan merupakan duplikasi dari hasil karya orang lain. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini saya menggunakan acuan dari hasil penelitian, materi kuliah dan buku-buku kepustakaan yang saya cantumkan seluruhnya dalam daftar pustaka pada halaman akhir Tugas Akhir saya ini. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya ataupun sanksi lain yang ditetapkan oleh Universitas Mercu Buana. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipertanggungjawabkan secara penuh. Jakarta, Agustus 2009 Yang memberikan pernyataan, (Choirul Sholeh) i

3 DAFTAR ISI HAL SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR ABSTRAKSI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii iv v BAB I PENDAHULUAN... I Latar Belakang... I Tujuan... I Ruang Lingkup dan Batasan Masalah... I Metode Penulisan... I Sistematika Penulisan... I-3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... II Umum... II Jenis Perkerasan... II Perkerasan Lentur... II Perkerasan Kaku... II Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan... II-18 BAB III DATA PERENCANAAN... III Data Tanah... III Data Lalu lintas... III Metode Perencanaan... III-9 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN... IV Perkerasan Jalan Lentur... IV Perencanaan... IV Metode Pelaksanaan... IV Analisa Biaya Konstruksi... IV Pemeliharaan... IV Perkerasan Jalan Kaku... IV Perencanaan... IV Metode Pelaksanaan... IV Analisa Biaya Konstruksi... IV Pemeliharaan... IV-28

4 4.3 Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan... IV Perencanaan... IV Metode Pelaksanaan... IV Analisa Biaya Konstruksi... IV Pemeliharaan... IV Perbandingan Teknis... IV Perbandingan Biaya Konstruksi... IV-44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... V Kesimpulan... V Saran... V-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh Subhanahuwata ala atas limpahan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Alizar, MT, Dosen Pembimbing dalam penyusunan tugas akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana. 2. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT, Kepala Program Studi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana. 3. Bapak Ir. Brawijaya, SE, ME.IE, MSCE, Ph.D, yang telah memberikan dorongan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Orang tua dan adik yang memberikan dukungan moral dalam menyusun tugas akhir ini. 5. Istri dan anak tercinta yang memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan tugas akhir ini. 6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati, kami mohon maaf jika terdapat kekurangan ataupun kekeliruan dalam tugas akhir ini, dan kami mengharapkan saran untuk penyempurnaannya. Semoga Alloh meridhoi sehingga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat. Jakarta, 2009 Penulis, Choirul Sholeh ii

6 ABSTRAKSI Judul : Perencanaan Perkerasan Jalan Kaku Dengan Beton Pracetak-Pratekan Sebagai Alternatif Percepatan Konstruksi Perkerasan Jalan, Nama : Choirul Sholeh, NIM : , Pembimbing : Ir. Alizar, MT, Tahun Meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan wilayah permukimam dan industri di daerah perkotaan menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang mencukupi. Pertumbuhan kebutuhan akan prasarana transportasi perkotaan menyebabkan perlu dilakukannya program penanganan jaringan jalan perkotaan yang terencana secara efektif dan efisien serta berkesinambungan. Masalah jalan perkotaan umumnya adalah volume lalu-lintas yang padat dan kesulitan pemilihan jalur alih (detour). Dengan demikian perlu dicari alternatif baru untuk mempercepat proses pelaksanaan di lapangan. Biasanya sistem perkerasan dibagi menjadi dua yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan pratekan-pracetak dapat digolongkan sebagai salah satu jenis perkerasan kaku. Dengan menerapkan sistem pratekan (prestressing), kita dapat memperoleh perkerasan yang tidak rentan terhadap retak yang diakibatkan oleh tegangan tarik akibat beban lalu-lintas. Selain itu, penggunaan sistem pratekan dapat mengurangi ketebalan beton yang diperlukan, sebagai hasil dari peningkatan kemampuan tarik beton. Dengan menambah fitur sistem pracetak, maka pelaksanaan pekerjaan perkerasan kaku dapat dikurangi secara signifikan. Dengan kombinasi sistem pratekan dan pracetak, jalan dapat langsung dibuka setelah 5-8 jam. Sebagai perbandingan, perkerasan beton konvensional baru dapat dibuka setelah hari. Selain itu, kualitas beton dapat lebih terjaga dengan mengerjakannya di tempat fabrikasi khusus. Kata kunci : perkerasan lentur, perkerasan kaku, perkerasan pratekan-pracetak iii

7 DAFTAR GAMBAR HAL BAB II Gambar 2.1. Distribusi beban lalu-lintas pada perkerasan... II-2 Gambar 2.2. Tipikal struktur perkerasan lentur... II-3 Gambar 2.3. Tipikal struktur perkerasan kaku... II-10 Gambar 2.4. Tipikal perkerasan kaku dengan lantai sambungan... II-11 Gambar 2.5. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan sambungan... II-11 Gambar 2.6. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan menerus... II-12 Gambar 2.7. Tipikal struktur perkerasan kaku pracetak-pratekan... II-19 Gambar 2.8. Tipikal komponen perkerasan kaku pracetak-pratekan... II-20 Gambar 2.9. Posisi kabel sebelum distressing pada duct panel.... II-24 Gambar Detil expansion joint... II-24 Gambar Kabel standar post-tension yang terpasang pada joint panel... II-25 Gambar Perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum stressing... II-25 Gambar Perkerasan kaku pracetak-pratekan setelah stressing... II-25 BAB III Gambar 3.1. Peta fisiografi daerah Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)... III-2 Gambar 3.2. Peta geologi lembar Jakarta... III-3 Gambar 3.3. Plasticity chart (sistem USCS) ruas Cakung-Cilincing... III-7 BAB IV Gambar 4.1. Truk makro teksturing... IV-14 Gambar 4.2. Penghamparan makrosurfacing... IV-14 Gambar 4.3. Microsurface dilihat dari dekat... IV-14 Gambar 4.4. Microsurface telah selesai... IV-15 Gambar 4.5. Pelaksanaan Macro Seal di Istana Bogor... IV-15 Gambar 4.6. Penyemprotan aspal... IV-16 Gambar 4.7. Penghamparan Agregat... IV-17 Gambar 4.8. Penggilasan Agregat... IV-17 Gambar 4.9. Lapisan Burtu... IV-17 Gambar Permukaan Lapisan Burda... IV-17 Gambar Lapisan Burda setelah dilalui lalu-lintas... IV-18 Gambar Fabrikasi perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti... IV-39 Gambar Mengangkat perkerasan yang rusak dengan crane... IV-40 Gambar Menyiapkan lapis pondasi... IV-40 Gambar Pemotongan dan pembersihan pasir pada dowel... IV-40 Gambar Menyiapkan lapis perata... IV-41 Gambar Pemasangan perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti... IV-41 iv

8 DAFTAR TABEL BAB II HAL Tabel 2.1. Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan... II-4 Tabel 2.2. Koefisien distribusi kendaraan (C)... II-4 Tabel 2.3. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan... II-5 Tabel 2.4. Faktor Regional (FR)... II-6 Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP)... II-7 Tabel 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)... II-7 Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)... II-8 Tabel 2.8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan... II-9 Tabel 2.9. Koefisien distribusi kendaraan niaga(cd)... II-14 Tabel Faktor Keamanan... II-14 Tabel Perbandingan tegangan dan jumlah pengulangan beban yang diijinkan... II-15 Tabel Koefisien gesekan antara pelat beton dengan Lapisan pondasi dibawahnya... II-16 Tabel Hubungan antara kuat tekan beton dan angka ekivalen baja dan beton (n) serta (fr)... II-17 BAB III Tabel 3.1. Stratigrafi daerah kajian... III-3 Tabel 3.2. Klasifikasi Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai Tahanan Konus... III-4 Tabel 3.3. Lokasi DCP... III-5 Tabel 3.4. Sifat-sifat fisik tanah... III-6 Tabel 3.5. Sifat-sifat mekanik tanah... III-7 BAB IV Tabel 4.1. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Lentur... IV-9 Tabel 4.2. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku... IV-28 Tabel 4.3. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan... IV-39 Tabel 4.4. Perbandingan Teknis... IV-42 Tabel 4.5. Perbandingan Biaya... IV-44 v

9 BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan wilayah permukiman dan industri di daerah perkotaan menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang mencukupi. Pertumbuhan kebutuhan akan prasarana transportasi perkotaan menyebabkan perlu dilakukannya program penanganan jaringan jalan perkotaan yang terencana secara efektif dan efisien serta berkesinambungan. Program penanganan jaringan jalan pada kota-kota metropolitan di seluruh wilayah Indonesia baik itu berupa pemeliharaan, peningkatan, maupun pembangunan membutuhkan suatu perencanaan yang terukur dan sesuai dengan standar-standar teknis perencanaan agar nantinya dapat dilaksanakan konstruksi yang tepat mutu dan tepat waktu, dengan arti kata menghasilkan pekerjaan berkualitas yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas. Perkembangan kegiatan perkotaan yang sangat cepat mengakibatkan volume lalu lintas semakin tinggi. Sehingga kemacetan lalu lintas merupakan fenomena yang terjadi setiap hari dan lebih banyak ditimbulkan akibat ketidaksinambungan perkembangan antara panjang ruas jalan dan jumlah kendaraan. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat pelayanan dari sistem jaringan jalan. Untuk memecahkan masalah jalan perkotaan dan menjawab tantangan oleh volume lalu lintas yang padat dan kesulitan pemilihan jalur alih (detour) maka diperlukan alternatif sistem perkerasan sehingga I - 1

10 BAB I - PENDAHULUAN mempercepat proses pelaksanaan di lapangan. Berdasarkan hal tersebut penulis berkeinginan untuk membahas perkerasaan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan sebagai fitur yang belum banyak dikenal orang Tujuan Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa perencanaan perkerasan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan sebagai alternatif percepatan konstruksi perkerasan jalan, studi kasus ruas Jalan Cakung- Cilincing Jakarta Utara pada Sta s.d. Sta Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Dalam penulisan tugas akhir ini penulis membatasi pembahasan pada desain perencanaan tebal perkerasan, metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan, analisa harga untuk perkerasan jalan dan pemeliharaan perkerasan jalan. Disamping itu, pembahasan tidak melakukan analisa laboratorium terhadap material dan bahan perkerasan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan. Standar desain perencanaan yang digunakan mengacu pada Bina Marga dan AASTHO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Sumber data perencanaan diperoleh dari Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Jalan dan Jembatan Kota Metropolitan Jakarta Wilayah II, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu : I - 2

11 BAB I - PENDAHULUAN Studi pustaka. Diperoleh dari modul perkuliahan, literatur lain serta situs-situs elektronik yang mendukung dalam penyusunan tugas akhir. Data lapangan. Berupa data lalu lintas dan data daya dukung tanah. Analisa perencanaan, metode pelaksanaan, analisa biaya dan perbandingan dengan metode lain berpedoman pada teori-teori yang telah didapat selama perkuliahan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan serta petunjuk dan bimbingan dari dosen pembimbing Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir ini, secara garis besar adalah Bab I Pendahuluan, bab ini menguraikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Agar pembaca dapat mengetahui garis besar pokok bahasan. Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan/penelitian dalam menganalisa perencanaan. Bab III Data Perencanaan, bab ini menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan alat analisis yang ada untuk selanjutnya di analisa pada Bab IV. Bab IV Analisa Perencanaan dan Metode Pelaksanaan, bab ini membahas tentang analisa konstruksi, metode kerja, anggaran biaya dan perbandingan teknis terhadap jenis perkerasan lainnya berdasarkan data yang terkumpul. Disamping itu pemeliharan untuk masing-masing perkerasan jalan. Bab V Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian dan saran sehubungan dengan hasil penelitian. I - 3

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya, sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang diterimanya. Konstruksi ini dikenal sebagai perkerasan jalan, yang dapat didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil dan dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Tujuan perencanaan struktur perkerasan adalah menentukan jumlah, komposisi material dan tebal berbagai macam lapisan dalam perkerasan yg diperlukan untuk menanggung beban lalu lintas. Secara umum konstruksi jalan terdiri dari : a. Tanah dasar, berupa tanah yang dipadatkan, baik dari hasil galian maupun hasil timbunan. Tanah dasar ini merupakan badan jalan yang disiapkan sedemikian rupa sehingga cukup padat, kedap air, stabil, tidak retak pada saat musim panas dan tidak licin pada saat hujan. Tanah dasar ini memberi bentuk jalan dan biasanya untuk mempertahankan bentuk tersebut permukaan tanah yang telah stabil disiram dengan aspal. b. Lapis pondasi, terdiri dari lapis pondasi bawah dan lapis pondasi. Lapisan ini merupakan pondasi dari struktur perkerasan. Distribusi beban dan kekuatan struktur ditentukan pada lapisan ini. c. Lapis permukaan, merupakan lapisan yang kontak langsung dengan beban (roda kendaraan). Lapis permukaan ini sudah termasuk lapis aus, tetapi tidak jarang ada beberapa lapisan permukaan ditambah II - 1

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA dengan lapisan aus khusus. Karena kontak langsung dengan beban kendaraan maka lapisan ini akan mengalami tekanan, geser, dan bahkan torsi sekaligus sehingga lapisan ini selain harus kuat, juga harus stabil dan memiliki daya tahan yang cukup baik Jenis Perkerasan Pada saat tanah dibebani, maka beban akan menyebar ke dalam tanah dalam bentuk tegangan tanah. Tegangan ini menyebar sedemikian rupa sehingga dapat menyebabkan lendutan dan akhirnya keruntuhan. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Sedangkan perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari satu lapis dan menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Gambar Distribusi beban lalu lintas pada perkerasan Metode yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan jalan antara lain : 1. Metode Empiris, yaitu salah satu pendekatan berdasarkan hasil percobaan atau pengalaman. Umumnya diperlukan sejumlah pengamatan yang harus dibuat agar hubungan antara variabel masukan dan hasil keluaran dapat dipastikan. Banyak prosedur perencanaan menggunakan pendekatan empiris, artinya hubungan antara input disain (beban, material, susunan lapisan dan lingkungan) serta II - 2

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA keruntuhan perkerasan diturunkan melalui pengalaman, percobaan atau lingkungan atau gabungan keduanya. 2. Metode Mekanistik, yaitu model matematis yang menyatakan hubungan antara penyebab fisik (beban dan sifat material) dengan pergerakan dan aksi beban pada suatu bahan (tegangan, regangan dan lendutan) Perkerasan Lentur Perkerasan Lentur adalah perkerasan aspal. Secara umum perkerasan ini terdiri dari pemakaian lapisan permukaan aspal yang dibuat di atas suatu base course dan subbase course. Base dan subbase course pada umumnya kerikil atau batu. Lapisan ini berada di atas subgrade yang padat (tanah padat). Perkerasan lentur, didalamnya dibentuk dengan material yang lebih sedikit dan lebih lemah, tidak meratakan beban sebaik beton. Oleh karena itu perkerasan lentur biasanya memerlukan lapisan yang lebih tebal agar optimal dalam menyalurkan beban ke subgrade. Gambar Tipikal struktur perkerasan lentur Tahap perencanaan perkerasan lentur dengan Metode Analisa Komponen Bina Marga antara lain : 1. Perhitungan lalu lintas rencana untuk perkerasan, yaitu : a. Persentase kendaraan pada lajur rencana. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistim jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. II - 3

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.1 di bawah ini : Tabel Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan. Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n) L < 5,50 m 1 Jalur 5,50 m < L < 8,25 m 2 Jalur 8,25 m < L < 11,25 m 3 Jalur 11,25 m < L < 15,00 m 4 Jalur 15,00 m < L < 18,75 m 5 Jalur 18,75 m < L < 22,00 m 6 Jalur Sumber : SKBI / SNI Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.2 di bawah ini : Tabel Koefisien distribusi kendaraan (C). Jumlah Jalur Kendaraan Ringan (Berat total < 5 ton) Kendaraan Berat (Berat Total > 5 ton) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 Jalur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 Jalur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 Jalur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 Jalur - 0,30-0,45 5 Jalur - 0,25-0,425 6 Jalur - 0,20-0,40 Sumber : SKBI / SNI b. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan. Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus di bawah ini : E (Sumbu Tunggal) = E (Sumbu Ganda) = 0,086 x ( BebansatusumbutunggaldalamKg ) ( BebansatusumbugandadalamKg ) II - 4

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tabel Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan. Beban Sumbu Angka Ekivalen Kg Lbs Sumbu tunggal Sumbu ganda , ,0036 0, ,0183 0, ,0577 0, ,1410 0, ,2923 0, ,5415 0, ,9238 0, ,0000 0, ,4798 0, ,2555 0, ,3022 0, ,6770 0, ,4419 0, ,6647 0, ,4184 0, ,7815 1,2712 Sumber : SKBI / SNI c. Perhitungan lalu lintas. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) = LHR j xc n j= 1 Lintas Ekivalen Akhir (LEA) = LHR n j= 1 j ( 1+ i) ( LEP + LEA) Lintas Ekivalen Tengah (LET) = 2 Lintas Ekivalen Rencana (LER) = LET x FP UR j xe xc j j xe j dimana : UR = Umur Rencana j = Jenis Kendaraan FP = UR Faktor Penyesuaian, ditentukan dengan 10 II - 5

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi pada Lampiran 1. Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan dengan cara : a. Tentukan harga CBR terendah. b. Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR. c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan yang lainnya merupakan persentase dari harga tersebut. d. Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut. e. Nilai CBR rata-rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%. 3. Menentukan Faktor Regional (FR). Faktor Regional adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Faktor Regional ini dipengaruhi oleh bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim. Tabel Faktor Regional (FR). Kelandaian I ( < 6% ) Kelandaian II ( 6-10% ) Kelandaian III ( > 10% ) % Kendaraan Berat < 30% > 30% < 30% > 30% < 30% > 30% Iklim I 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5 < 900 mm/th Iklim II 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5 > 900 mm/th Sumber : SKBI / SNI Menentukan Indeks Permukaan (IP). Indeks permukaan adalah nilai kerataan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. II - 6

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tabel Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP). LER = Lintas Klasifikasi Jalan Ekivalen Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2, ,5 1,5-2,0 2, ,5-2,0 2,0 2,0-2,5 - > ,0-2,5 2,5 2,5 Sumber : SKBI / SNI *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. IP = 1,0 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5 menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus). IP = 2,0 menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap. IP = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. Tabel Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo). Jenis Lapis Perkerasan Ipo Roughness (mm/km) LASTON > 4 < ,9 3,5 > 1000 LASBUTAG 3,9 3,5 < ,4 3,0 > 2000 HRA 3,9 3,5 < ,4 3,0 > 2000 BURDA 3,9 3,5 < 2000 BURTU 3,4 3,0 < 2000 LAPEN 3,4 3,0 < ,9 2,5 > 3000 LATASBUM 2,9 2,5 BURAS 2,9 2,5 LATASIR 2,9 2,5 JALAN TANAH < 2,4 JALAN KERIKIL < 2,4 Sumber : SKBI / SNI II - 7

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5. Indeks Tebal Perkerasan (ITP). dimana : ITP a D ITP = a 1 D 1 + a 2 D 2 + a 3 D 3 = Indeks Tebal Perkerasan = Koefisien lapisan = Tebal lapisan (cm) Tabel Koefisien Kekuatan Relatif (a). Koefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Relatif Jenis Bahan a1 a2 a3 MS Kt CBR (kg) (Kg/cm) (%) 0, Laston 0, , , , Lasbutag 0, , , , HRA 0, Aspal Macadam 0, Lapen (mekanis) 0, Lapen (manual) - 0, Laston atas - 0, , , Lapen (mekanis) - 0, Lapen (manual) - 0, Stabilitas tanah - 0, dengan semen - 0, Stabilitas tanah - 0, dengan kapur - 0, Batu pecah (kelas A) - 0, Batu pecah (kelas B) - 0, Batu pecah (kelas C) - - 0, Sirtu/pitrun (kelas A) - - 0, Sirtu/pitrun (kelas B) - - 0, Sirtu/pitrun (kelas C) - - 0, Tanah/Lempung Kepasiran Sumber : SKBI / SNI Keterangan : MS = (Marshall Test); Kt (Kuat tekan) II - 8

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tabel Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan. ITP Tebal Minimum (cm) Bahan 1. Lapis Permukaan : < 3,00 5 Lapis pelindung (Buras/Burtu/Burda) 3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutag,Laston 6,71-7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutag,Laston 7,50 9,99 7,5 Lasbutag,Laston > 10,00 10 Laston 2. Lapis Pondasi Atas : < 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. 3,00 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. 7,50-9,99 10 Laston atas 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam ,14 15 Laston atas 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas. > 12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas. 3. Lapis Pondasi Bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm Sumber : SKBI / SNI Perkerasan Kaku Perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen portland dan lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Perkerasan kaku memiliki modulus elastisitas yang tinggi, dan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku adalah kekuatan beton itu sendiri, adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh II - 9

21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tebal pelat betonnya), tetapi untuk desain badan jalan (tanah dasar) perlu kajian geoteknik tersendiri jika ditemukan klasifikasi tanah yang masuk kategori tidak baik sebagai tanah dasar. Gambar 2.3. Tipikal struktur perkerasan kaku Perkerasan beton yang pertama dibangun pada tahun 1893 di Bellefontaine, OH dan masih berfungsi sampai sekarang. Sejak proyek perintis tersebut, perkerasan beton secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) tipe yang dibedakan berdasarkan sistem penyambungan untuk mengontrol timbulnya retakan : 1. Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP), Perkerasan beton dengan lantai sambungan (JPCP) mengandung sambungan yang cukup untuk mengontrol semua lokasi dari retakan alami yang diperkirakan. Retakan beton pada sambungan dan bukan pada bagian lain pada lantai. Perkerasan dengan lantai sambungan tidak menggunakan baja penguat apapun. Bagaimanapun juga, kemungkinan terdapat baja halus pada sambungan melintang dan batang baja yang diubah bentuk pada sambungan memanjang. Pengaturan jarak antara sambungan melintang biasanya sekitar 15 kaki untuk lantai dengan ketebalan 7-12 inchi. II - 10

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar Tipikal perkerasan kaku dengan lantai sambungan 2. Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP), Perkerasan beton dengan perkuatan sambungan terdiri dari baja penguat acak (biasanya disebut baja terdistribusi). Pada perkerasan beton dengan perkuatan sambungan, perencana dengan sengaja meningkatkan jarak sambungan, termasuk baja penguat (untuk menahan retakan diantara masing-masing lantai). Jarak antara sambungan melintang biasanya sebesar 30 kaki atau lebih. Gambar Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan sambungan 3. Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP). Tipe ketiga dari perkerasan beton, adalah perkuatan menerus (CRCP), tidak memerlukan sambungan kontraksi melintang apapun. Retakan II - 11

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA secara melintang diketahui pada daerah lantai, biasanya pada interval 3-5 kaki. Perkerasan CRCP direncana/didisain dengan kandungan baja yang cukup, % dengan cross-sectional area, sehingga retakan dapat disatukan / ditahan dengan kuat. Menentukan jarak yang sesuai antar retakan adalah bagian dari proses desain untuk tipe perkerasan ini. Gambar Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan menerus Desain dari perkuatan menerus umumnya membutuhkan biaya lebih banyak dari pada desain dengan perkuatan sambungan atau lantai sambungan dikarenakan harus melakukan penambahan jumlah baja. Namun, perkerasan ini dapat menghasilkan kinerja dalam waktu yang lama dan efektifitas biaya. Beberapa pihak swasta memilih untuk menggunakan desain CPRP untuk jalur lalu lintas kota yang padat. Tahap perencanaan perkerasan kaku untuk menentukan tebal lapisan perkerasan antara lain : 1. Kekuatan lapisan tanah dasar yang dinamakan nilai CBR atau modulus reaksi tanah dasar (k). Untuk menentukan modulus reaksi tanah dasar (k) rencana yang mewakili suatu seksi jalan, dipergunakan rumus sebagai berikut : k o = k 2 S untuk jalan tol k o = k 1,64 S untuk jalan arteri k o = k 1,28 S untuk jalan kolektor/lokal II - 12

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA S Faktor keseragaman (Fk) = x 100% x 25% k dimana : k o = Modulus reaksi tanah dasar yang mewakili suatu seksi. k k = Modulus reaksi tanah dasar rata-rata dalam n suatu seksi jalan. k = Modulus reaksi tanah dasar tiap titik di dalam seksi jalan. n = Jumlah data k. S = standar deviasi, S = n 2 ( k ) ( k ) n ( n 1) 2 2. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan. f ct = 0,556 f ' c (MPa) f r = 0,62 f ' c (MPa) f r = 1,115 f ct (MPa) dimana : f r = Modulus keruntuhan lentur beton f ct = Kuat tarik belah rata-rata beton ringan (MPa). f c = Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari (MPa) 3. Prediksi volume dan komposisi lalu lintas selama usia rencana. Jenis kendaraan yan diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu yang diperhitungkan adalah sumbu tunggal roda tunggal (STRT), sumbu tunggal roda ganda (STRG), dan sumbu tandem/ganda roda ganda (SGRG). Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana : JSKN = 365 x JSKNH x R dimana : JSKN = Jumlah sumbu kendaraan maksimum. II - 13

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA JSKNH = Jumlah sumbu kendaraan maksimum harian, pada saat tahun ke-0. R = Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya berdasarkan faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan usia rencana (n). 1+ i Untuk (i 0) maka R = ( ) e log( 1+ i) n 1 Jika setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi, m 1+ i 1 m + R = ( ) e log( 1+ i) 1 ( n m)( 1+ i) Untuk (i 0) jika setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya (i / tahun). 1+ i' m 1 + R = ( ) e log( 1+ i) m n ( 1+ i) ( 1+ i' ) e log( 1+ i' ) m 1 Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi pada lajur rencana : JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd Tabel Koefisien distribusi kendaraan niaga(cd). Kendaraan Niaga Jumlah Jalur 1 arah 2 arah 1 Jalur 1,00 1,00 2 Jalur 0,70 0,50 3 Jalur 0,50 0,475 4 Jalur - 0,45 5 Jalur - 0,425 6 Jalur - 0,4 Sumber : SKBI Tabel Faktor Keamanan. Peranan Jalan Faktor Keamanan Jalan tol 1,2 Jalan Arteri 1,1 Jalan Kolektor/lokal 1,0 Sumber : SKBI II - 14

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4. Ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah yang diperlukan untuk menopang konstruksi, lalu lintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar beton. Ketebalan minimum perkerasan kaku yang akan dilalui kendaraan niaga tidak boleh kurang dari 150 mm. Persentase fatigue untuk tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin. Dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi/beban sumbu didapat total fatigue. Langkah tersebut diulangi hingga didapatkan tebal pelat terkecil dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100%. Tabel Perbandingan tegangan dan jumlah pengulangan beban yang diijinkan. Perbandingan tegangan Jumlah pengulangan beban ijin Perbandingan tegangan Jumlah pengulangan beban ijin 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , II - 15

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menentukan kebutuhan penulangan pada perkerasan kaku bersambung dengan tulangan digunakan : 11,76( F. L. h) As = f s dimana : As = F = L = h = fs = Luas tulangan yang diperlukan (mm 2 /m lebar). Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya. Jarak antara sambungan (m) Tebal pelat (mm) Tegangan tarik baja ijin (MPa) Tabel Koefisien gesekan antara pelat beton dengan Lapisan pondasi dibawahnya. Jenis Pondasi Faktor Gesekan (F) Burtu, Lapen dan konstruksi sejenis 2,2 Aspla beton, Lataston 1,8 Stabilisasi kapur 1,8 Stabilisasi aspal 1,8 Stabilisasi semen 1,8 Koral sungai 1,5 Batu pecah 1,5 Sirtu 1,2 Tanah 0,9 Sumber : SKBI Untuk menentukan kebutuhan penulangan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan digunakan : 100 f t Ps = ( ) ( 1,3 0,2 F ) f y nf t dimana : Ps = fs = fy = persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton (%). kuat tarik lentur beton yang digunakan (0,4-0,5fr) MPa. tegangan leleh rencana baja (fy < 400 MPa). II - 16

28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA n = F = Es = Ec = Es angka ekivalen antara baja dan beton = Ec koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya. modulus elastisitas baja. modulus elastisitas beton. Tabel Hubungan antara kuat tekan beton dan angka ekivalen baja dan beton (n) serta (fr) f c (kg/cm 2 ) f c (MPa) N Fr (MPa) ,3 13 2, ,8-13,2 12 2, ,7-16,2 11 2, ,7-19,6 10 2, ,1-24,5 9 2, ,5-31,4 8 3, ,4-41,7 7 3, ,1 6 4,1 Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasan kaku menerus adalah 0,6% dari luas penampang beton. Jarak antara retakan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan dapat dihitung dengan persamaan: Lcr = np 2 uf b f 2 t ( SE f ) dimana : Lcr = jarak teoritis antara retakan (m) p = luas tulangan memanjang per satuan luas beban fb = tegangan lekat antara tulangan dengan beton (MPa) S = koefisien susut beton ft = kuat tarik lentur beton n = angka ekivalen antara baja dan beton u = keliling penampang tulangan per satuan luas 4 tulangan = d II - 17 c t

29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ec = modulus elastisitas beton 2.3. Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan Penggunaan beton prategang modern dikemukakan pertama kali oleh Freyssinet seorang Perancis. Pada tahun 1928, Ia mengaplikasikan kawatkawat baja berkualitas tinggi (high-strength steel wires) pada balok beton prategang dengan sistem penegangan prapenegangan (pretensioning) dan pasca penegangan (post tensioning). Tahun 1940, Magnel mengembangkan sistem pasca penegangan yang lebih dikenal dengan Magnel System of Belgium. Di Amerika Serikat, negara bagian Indiana sudah menerapkan kabel prategang di dalam desain perkerasan mereka, yang antara lain dimaksudkan untuk mengurangi retak dan menambah umur rencana perkerasan tersebut. Untuk sistem pracetak yang dikombinasikan dengan sistem prategang, penerapannya sudah dimulai sejak awal 1980-an. Negara bagian Dakota Selatan sudah menggunakan sistem ini di salah satu jalan lintas antar negara bagian (Interstate Highway). Namun perkembangan atau kinerja perkerasan tersebut sulit dimonitor karena sudah dilakukan pelapisan ulang. Perkembangan sistem pracetak pratekan mulai mendapat perhatian khusus setelah FHWA (Federal Highway Administration) memulai program untuk mengembangkan sistem ini pada tahun 1998, yang dinamakan Concrete Pavement Technology Program Task 58. Sebuah riset kemudian disponsori oleh FHWA bersama dengan Texas Departement of Transportation, yang kemudian dilakukan oleh Center for Transportation Institue di The University of Texas at Austin. II - 18

30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perusahaan bernama Uretek USA menggunakan metode pracetak di Colorado pada Desember 2000, tepatnya di Highway 287 di sebelah Utara Fort Collins, CO. Dengan mempelajari sistem yang telah digunakan ini, maka pada tahun 2004 diterapkan sistem sejenis di lintas I-25, masih di dekat wilayah Fort Collins, Co. Pada tahun 2002, sistem pracetak pratekan diterapkan di Texas dan California dengan sistem yang dikembangkan oleh FHWA. Negara bagian New York memulai proyek penggantian perkerasan jalan kaku dengan menggunakan sistem yang dikembangkan oleh perusahaan bernama Fort Miller, Inc. di jalan lintas nasional I-90 di dekat Albany pada tahun Kinerja perkerasan ini bagus dan tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan. Ketiga buah sistem tersebut dikembangkan dengan didasari kebutuhan yang sama yaitu, pengerjaan yang cepat karena sulit untuk menutup lalu lintas dan untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik. Di Indonesia terutama wilayah perkotaan, pada jalan lintas arteri nasional terjadi volume lalu lintas demikian tinggi, dengan tipe kendaraan truk kontainer menempati porsi yang besar. Sementara itu, kemungkinan untuk menutup jalan terlalu lama pada saat pelaksanaan pekerjaan akan menimbulkan dampak besar pada perekonomian. Selain itu banjir yang hampir terjadi setiap tahun juga menambah masalah pada kondisi jalan arteri primer perkotaan. Gambar Tipikal struktur perkerasan kaku pracetak-pratekan. II - 19

31 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep dari perkerasan kaku pracetak-pratekan adalah sebagai berikut : Penggunaan Beton K-500 atau lebih tinggi. Penggunaan kabel - kabel Pretensioning untuk kemudahan pengangkutan dari fabrikasi menuju penempatan di lokasi proyek. Penggunaan kabel - kabel Post-tensioning untuk menyatukan beberapa panel menjadi satu kesatuan struktur. Perataan elevasi jalan dengan ATBL dan Sandsheet. Penggunaan crane dan manajemen pelaksanaan yang harus prima. Untuk konsep desain perkerasan kaku pracetak-pratekan yaitu segmen perkerasan kaku yang dipasang melintang jalan dan kemudian stressing arah memanjang. Segmen perkerasan kaku tersebut dibentuk menjadi 3 (tiga) tipe komponen utama, antara lain : Joint panel, adalah panel ujung tempat dilatasi untuk tiap section pavement. Base panel, adalah panel tipikal berfungsi sebagai panel antara. Duct panel, adalah panel perangkai tiap section pavement dan stressing dilaksanakan pada panel ini. Gambar Tipikal komponen perkerasan kaku pracetak-pratekan. II - 20

32 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Variabel disain yang harus dipertimbangkan antara lain : 1. Kekuatan pondasi, Hubungan antara kekuatan pondasi dan kinerja perkerasan kaku konvensional adalah cukup baik dipahami. Bagaimanapun, hubungan ini tidaklah dikenal pada perkerasan kaku pracetak-pratekan dikarenakan masih terbatasnya pemakaian jenis perkerasan ini. Oleh karena itu, perencanaan perkerasan kaku pracetak-pratekan akan mengasumsikan hubungan dengan perkerasan kaku konvensional. Hubungan tersebut adalah sebagai berikut : Tekanan pada suatu perkerasan untuk beban yang ditentukan adalah berbanding terbalik dengan kekuatan mendukung pondasi. Kemampuan dari suatu perkerasan untuk melawan beban yang berulang adalah sebanding dengan kekuatan mendukung pondasi. Hubungan yang pertama menyiratkan bahwa pondasi pendukung menjadi lebih lemah dan tegangan yang dihasilkan dari perkerasan akibat beban roda akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan retakan dan kegagalan dari suatu perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih lemah. Hubungan yang kedua menyiratkan bahwa suatu perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih lemah akan menyebabkan kerusakan dan lebih cepat mengalami kegagalan daripada perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih kuat. Metode-metode seperti stabilisasi semen telah dikembangkan dan digunakan secara ekstensif untuk meningkatkan kekuatan pondasi perkerasan. Bagaimanapun, tujuan utama dari penggunaan panel-panel beton adalah untuk mempercepat konstruksi dari perkerasan jalan, mungkin tidak praktis untuk memperkuat pondasi yang ada selama konstruksi. Namun demikian tingkatan prategang dapat disesuaikan untuk mendapatkan keuntungan berupa kekuatan pondasi yang lebih rendah. II - 21

33 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tebal perkerasan, Tebal perkerasan kaku konvensional secara umum ditentukan oleh kekuatan pondasi, kekuatan beton, dan volume lalu lintas. Untuk suatu perkerasan kaku pracetak-pratekan, tebal perkerasan adalah hal yang lebih fleksibel. Dalam banyak kasus, penentuan tebal perkerasan dilakukan dengan asumsi awal dan kemudian melakukan penyesuaian jumlah prategang pada perkerasan sebagai kriteria desain. Walaupun hubungan antara kekuatan pondasi dan kinerja perkerasan tidaklah baik sekali dipahami untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan, ukuran-ukuran disain diasumsikan sama halnya pada perencanaan perkerasan kaku konvensional. Suatu batas yang layak untuk tebal perkerasan kaku pracetak-pratekan digunakan tidak kurang dari 50% - 60% dari ketebalan pada perkerasan kaku konvensional. Disamping itu tebal perkerasan yang dipilih tersebut cukup untuk menutupi perangkat keras (anchorage) dan sistem perkuatan yang terpasang pada perkerasan. Karena tebal perkerasan dikurangi maka tegangan-tegangan harus dievaluasi pada lapisan bawah perkerasan untuk memastikan bahwa tebal perkerasan terpilih telah pada tingkatan yang bisa diterima. 3. Panjang masing-masing segmen perkerasan, Ada beberapa faktor untuk mempertimbangkan mengenai panjang perkerasan pada masing-masing bagiannya. Faktor yang pertama adalah bahwa biaya untuk penyambungan perluasan adalah berbanding terbalik dengan panjangnya perbagian. Karena banyaknya Expansion joints sangat signifikan terhadap biaya konstruksi. Faktor yang lain adalah bahwa besarnya biaya untuk prategang. Pertimbangan tersebut adalah fakta bahwa apabila panjang masing-masing bagian ditingkatkan, Expansion joints juga meningkat, dengan demikian mempengaruhi mutu layanan dari perkerasan. Oleh karena itu, harus II - 22

34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA dihasilkan suatu kompromi antara ekonomi dan mutu perkerasan didalam penentuan panjang masing-masing bagian yang optimal. 4. Lebar masing-masing segmen perkerasan, Lebar masing-masing bagian mengacu pada jarak antara tepi bagian luar dari perkerasan (arah melintang). Setiap bagian diatur oleh beberapa faktor mencakup: aplikasi perkerasan, baik satu lajur maupun lebih. peralatan, kemampuan peralatan yang dimiliki untuk mengakomodasikan perkerasan kaku pracetak-pratekan dari fabrikasi menuju lokasi penempatan. lalu lintas, penempatan sementara panel perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum pemasangan mempengaruhi kapasitas jalan yang ada. Hal ini dapat diatasi dengan pengalihan arus lalu lintas. 5. Besarnya prategang. Besarnya prategang mengacu pada kekuatan prategang yang diberlakukan pada perkerasan baik pretensioning atau post-tensioning. Besarnya prategang bervariasi sepanjang perkerasan yang berhubungan dengan kehilangan prategang. Tekanan kompresi pada titik sepanjang perkerasan dapat dinyatakan sebagai kombinasi tekanan yang kritis, tekanan yang dihasilkan oleh beban roda, tekanan akibat perbedaan temperatur dibawah perkerasan, dan tekanan friksi disebabkan oleh tekanan subbase. Kombinasi tekanan kritis ini di bawah: α CR = α P + α W + α C + α F dimana: α CR = kombinasi tekanan kritis, (+) = Tegangan, (-) = Tekanan. α P = efektif prestress pada tempat kritis. α W = tekanan yang dihasilkan oleh roda. II - 23

35 BAB II TINJAUAN PUSTAKA α C = tekanan melingkar disebabkan oleh perbedaan temperatur pada perkerasan α F = tekanan friksi Besarnya tegangan pada bagian atas dan bawah slab adalah berbeda sehingga diperlukan analisa. Selain itu kontrol terhadap tegangan harus dievaluasi terutama pada bagian tengah dan akhir dari suatu sistem slab. Gambar Posisi kabel sebelum distressing pada duct panel. Gambar Detil expansion joint. II - 24

36 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada perkerasan kaku pracetak-pratekan apabila segmen telah terpasang melintang jalan langkah selanjutnya adalah stressing menggunakan kabel post-tension arah memanjang. Gambar Kabel standar post-tension yang terpasang pada joint panel. Berikut ini adalah tipikal perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum dan setelah dilakukan stressing menggunakan kabel post-tension arah memanjang. Gambar Perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum stressing. Gambar Perkerasan kaku pracetak-pratekan setelah stressing. II - 25

37 BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1. Data Tanah Ruas jalan Cakung Cilincing terletak di perbatasan antara DKI Jakarta dengan Kabupaten Bekasi yang menghubungkan wilayah Cakung di sebelah Selatan dan Cilincing di sebelah Utara. Jalan ini terdiri dari dua jalur lalu lintas yaitu sisi Barat dan sisi Timur Cakung Cilincing, di antara dua jalur ini adalah rencana Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta bagian Timur. Pada Sta Jalan Cakung Cilincing sisi barat, merupakan pintu keluar kendaraan yang datang dari jalan Tol yang akan menuju ke Cikampek atau Jakarta (gerbang Cakung Utara). Kondisi ruas jalan antara Cakung sampai Cilincing, sepanjang lebih kurang 9,06 km, dengan lalu lintas yang padat. Di beberapa tempat terutama jalan bagian timur yaitu dari Cilincing ke arah Cakung, sering mengalami kerusakan, seiring dengan pertambahan waktu dan lalu lintas kendaraan yang cukup besar dan berat. Penurunan kondisi atau laju kerusakan jalan ini, sangat tergantung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor internal (geologi dan lingkungannya), faktor eksternal (beban lalu lintas dan beban tambahan), tipe pondasi dan perkerasan jalan, jenis dan mutu material, jenis penanganan dan pemeliharaan yang dilakukan dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kondisi jalan. Faktor geologi dan lingkungan, berdasarkan Peta Geologi Jakarta, ruas jalan ini terletak pada dataran Pantai Utara Jakarta, dengan lingkungan daerah pasang surut dan rawa-rawa, kemudian daerah ini dikembangkan menjadi daerah penunjang aktivitas Pelabuhan Tanjung Priuk, industri dan III - 1

38 BAB III DATA PERENCANAAN salah satu tempat Pembuangan Akhir Sampah kota Jakarta. Pada awalnya rawa-rawa di daerah ini ditimbun dengan sampah dan material lainnya. Berdasarkan peta geologi, batuan tanah dasar yang menyusun tanah ini adalah endapan tanah lunak yang cukup tebal, sehingga sering mengalami penurunan tanah dasar. Berkurangnya kekuatan daya dukung tanah dasar ini akan mengakibatkan ketidakstabilan perkerasan jalan yang memperlihatkan terjadinya retakan-retakan di permukaan perkerasan bahkan muka jalan pun mengalami penurunan. Berikut ini adalah pembagian Zona Fisiografi Jawa Barat yang dikemukakan oleh Van Bemmelen (1949) Lokasi Gambar 3.1. Peta fisiografi daerah Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) Hal ini dapat disimpulkan bahwa daerah penyelidikan termasuk kedalam zona dataran alluvium Jawa Utara dan terletak pada geomorfologi dataran rendah dengan relief Berdasarkan pada Peta Geologi Lembar Jakarta maka daerah penyelidikan dibagi menjadi 2 (dua) satuan batuan, yaitu : (1) Satuan endapan sungai dan pantai yang terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu dan tersebar luas. III - 2

39 BAB III DATA PERENCANAAN (2) Satuan batuan Sedimen Plistosen yang terdiri dari batu pasir tufaan dan konglomeratan, tuf dan tuf konglomeratan. Satuan ini berupa endapan kipas aluvium dan endapan pematang pantai terhampar luas di bagian Utara. Endapan sungai dan pantai : Kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu, tersebar luas di pantai utara dan sedikit di pantai selatan. Di beberapa tempat, di pantai selatan, mengandung pasirbesi (titanomagnetit) Batuan Sedimen Plistosen : Batupasir tufan dan konglomeratan, tuf dan tuf konglomeratan. Satuan ini berupa endapan kipas aluvium dan endapan pematang pantai, terlampar luas di bagian utara, mulai dari Kaliangke sampai Kali Cimanuk Gambar 3.2 Peta geologi lembar Jakarta Dari hasil pengamatan di lapangan satuan batuan yang menyusun lokasi penyelidikan adalah satuan endapan sungai dan pantai yang terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu dan tersebar luas. Tabel 3.1 Stratigrafi daerah kajian Waktu geologi Formasi keterangan Tanah bagian atas sampah tanah organik Holocene Endapan lumpur Tanah kohesif Periode Jaman Sangat lembut Keempat Tanah berpasir Pasir medium Tanah kohesif Endapan lumpur Pleistocene Tanah berpasir Pasir medium Tanah berkerikil Kerikil, berpasir Periode Jaman Ketiga Pliocene Batu pasir Lumpur berbatu Endapan batu pasir Endapan lumpur berbatu III - 3

40 BAB III DATA PERENCANAAN Kondisi ruas jalan antara Cakung-Cilincing sepanjang lebih kurang 9,06 km terletak pada dataran pantai utara Jakarta dengan lingkungan daerah pasang surut dan rawa-rawa. Berdasarkan penyelidikan tanah yang telah dilakukan, batuan tanah dasar yang menyusun daerah ini adalah endapan tanah lunak yang cukup tebal. Dari evaluasi data-data pengujian sondir, tebal tanah lunak berkisar antara 6-7 m. Deposit tanah lunak tersebut memiliki kompresibilitas yang sangat besar dan permeabilitas yang sangat kecil sehingga sering mengalami penurunan tanah dasar yang besar dan berlangsung sangat lama sebagai akibat beban lalu lintas yang besar. Kriteria yang dipakai untuk menentukan suatu deposit tanah tergolong tanah lunak adalah apabila memiliki kuat geser undrained (s u ) dari 0 sampai dengan 40 kpa (British Standard 5930:1981) atau nilai konus sondir (q c ) kurang dari 6 kg/cm 2. Tabel 3-2 di bawah ini membagi-bagi konsistensi tanah berdasarkan tahanan konus sondir. Tabel 3.2 Klasifikasi Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai Tahanan Konus Konsistensi Tahanan Konus, q c (kg/cm 2 ) Sangat lunak (very soft) 0-3 Lunak (soft) 3-6 Teguh (firm) 6-12 Kenyal (stiff) Sangat kenyal (very stiff) > 24 Deposit sampah yang dijumpai pada bagian bawah timbunan bertindak sebagai material yang memiliki friksi (sudut geser dalam) yang besar. Hal ini dipandang dari sudut geoteknik sebagai menguntungkan karena dengan demikian deposit sampah dapat bertindak sebagai lapisan perkuatan yang dapat meningkatkan stabilitas timbunan. Kompresibilitas pada deposit III - 4

41 BAB III DATA PERENCANAAN sampah relatif besar (nilai Cc kurang lebih 0,4) namun tidak sebesar pada deposit tanah lunak. Dynamic Cone Penetrometer Pengujian DCP dilakukan di lokasi jalan yang banyak terjadi kerusakan. Pengujian DCP pada kedalaman lebih kurang 2 meter dibawah muka tanah setempat. Lokasi titik DCP dilakukan bersamaan dengan titik sumur uji. DCP dilakukan sebanyak 6 titik. Dynamic Cone Penetrometer Test (DCP) menggunakan peralatan : 1. Penumbuk 1 buah 2. Stang peluncur penumbuk 1 buah 3. Stang φ 10 mm 2 buah 4. Konus 3 buah Tabel 3.3. Lokasi DCP NO NAMA STA LOKASI KETERANGAN 1 I A dan I B 3+158,823 TD 2 II A dan II B 3+091,970 TD 3 III A dan III B 2+962,812 TD 4 IV A dan IV B 1+750,190 TD 5 V A dan V B 1+327,156 TD 6 VI A dan VI B 1+021,144 TD DCP (Dynamic Cone Penetrometer) adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kekuatan (daya dukung) tanah dan lapisan granular perkerasan jalan dengan cepat. Hasil pengujian ini dikorelasikan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), jadi kekuatan struktural / daya dukung tanah ini dinyatakan dalam bentuk nilai CBR (%). Nilai CBR (California Bearing Ratio) merupakan perbandingan daya dukung suatu material terhadap daya dukung pasir di California. Dengan menggunakan persamaan korelasi, dari nilai CBR ini bisa diperoleh besaran Modulus III - 5

42 BAB III DATA PERENCANAAN Elastisitas (E) tanah yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan jalan. Selain itu, dari pengujian DCP juga dapat diperoleh tebal masingmasing lapisan pondasi granular (lepas) yang menyusun struktur perkerasan tersebut. Pengujian dilakukan pada badan jalan yang sudah rusak parah atau pada perkerasan beraspal yang sudah terkelupas. Pengujian dilakukan dengan interval 500 meter pada lokasi/segmen yang sudah ditentukan berdasarkan hasil survey kondisi visual. Selain itu, pada tiap-tiap titik pengujian dilakukan sampai kedalaman 75 cm dan dilakukan 3 kali (triple) untuk tiap titiknya. Tabel 3.4 Sifat-sifat fisik tanah Parameter Sampah + timbunan Lempung lanauan Lempung Tufa pasiran Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Berat isi, γ (kn/m 3 ) 14,9-16,9 16,2 15,7-17,5 16,5 15,7-17,9 16,5 16,2 16,2 Berat jenis, Gs 2,56-2,83 2,63 2,62-2,71 2,67 2,56-2,71 2,64 2,61 2,61 Kadar air, w (%) 37,1-67,3 47,6 31,9-57,4 43,2 33,4-109,4 56,2 54,4 54,4 Batas cair, LL (%) Batas plastis, PL (%) Indeks plastisitas, PI (%) Angka pori, e 0 1,15-1,88 1,38 1,01-1,58 1,25 0,99-1,62 1,35 1,45 1,45 Derajat kejenuhan, Sr (%) 93, ,1 92, ,1 95, Lolos saringan #200, FC (%) Kadar lempung, CF (%) Kadar organik, Oc (%) 4,4 4,4 3,5 3,5 2,6 2,6 III - 6

43 BAB III DATA PERENCANAAN Parameter Tabel 3.5. Sifat-sifat mekanik tanah Sampah + timbunan Lempung lanauan Lempung Tufa pasiran Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kohesi undrained, su (kpa) 22,3-57,3 39,8 9-33,8 19,3 Kohesi efektif, c (kpa) 5-6,4 5,7 2,2-12,9 6,8 1,5-19 7,3 22,5 22,5 Sudut geser efektif, φ ( ) 15,7-19,6 17,7 7-24,4 13,1 5-24,4 17, Indeks kompresibilitas, Cc 0,34-0,42 0,38 0,33-0,60 0,42 0,23-0,92 0,52 Koefisien konsolidasi, cv (cm 2 /s) 2, , , , , , , , , Permeabilitas, k (cm/s) 1, , , , , , , , , Pada lokasi di kedalaman 3 m sampai dengan 9 m, lapisan tanah terdiri dari lempung holocene dengan konsistensi dari very soft sampai dengan soft, sedangkan pada kedalaman 9 m sampai dengan 16 m lapisan tanah terdiri dari lempung pleistosen dengan konsistensi dari sandy fine sampai dengan dense dan gravelly. Plasticity chart: Ruas Cakung-Cilincing CH Plasticity index (%) CL ML MH Zone 1 Zone 2 Zone Liquid limit (%) Gambar 3.3 Plasticity chart (sistem USCS) ruas Cakung-Cilincing III - 7

44 BAB III DATA PERENCANAAN 3.2. Data Lalu lintas Lalu lintas dibagi kedalam 12 (dua belas) kelompok yang dihubungkan dengan faktor kerusakan oleh kendaraan. Jenis kendaraan pada setiap kelompok diuraikan di bawah ini : 1. Bajaj, Bemo-kendaraan bermotor roda Sedan, Station Wagon, Jip-kendaraan beroda-4 untuk pemakaian pribadi dengan kapasitas tidak melebihi 10 (sepuluh) penumpang termasuk pengemudi. 3. Mikrobus, Angkot, Mikrolet-kendaraan bermotor roda-4 untuk transpor umum dengan kapasitas tidak melebihi 10 (sepuluh) penumpang termasuk pengemudi. 4. Bus kecil - kendaraan bermotor transpor umum dengan kapasitas 20 (dua puluh) sampai 40 (empat puluh) penumpang termasuk pengemudi. 5. Bus besar - kendaraan bermotor transpor umum dengan kapasitas lebih dari 40 (empat puluh) penumpang termasuk pengemudi. 6. Pickup dan mobil hantaran-kendaraan roda-4, bukan truk, dengan berat kendaraan bruto (BKB) tidak lebih dari 2,5 ton. 7. Truk Ringan-kendaraan bermotor untuk transpor barang (muatan) dengan 2 (dua) gandar, dan BKB tidak lebih dari 2,5 ton. 8. Truk Sedang, Truk Tangki-kendaraan bermotor untuk transpor barang (muatan) dengan 2 (dua) gandar dan BKB lebih besar dari 2,5 ton. Secara tipikal mempunyai 4 (empat) roda pada as belakang. 9. Truk Berat-kendaraan bermotor yang besar untuk transpor barang (muatan) dengan 3 (tiga) as atau lebih. 10. Truk Trailer dan Semi-Trailer-kendaraan dan Trailer bermotor yang besar untuk transpor barang (muatan) dengan 3(tiga) as atau lebih. 11. Sepeda motor-kendaraan bermotor roda Sepeda,Becak, Gerobak yang ditarik hewan-kendaraan tidak bermotor. III - 8

45 BAB III DATA PERENCANAAN Dari hasil survei lalu lintas tahun 2007 pada pelaksanaan penyusunan data URMS (Urban Roads Management System) Wilayah Kota Metropolitan Jakarta pada Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum untuk ruas Jalan Cakung-Cilincing didapat : No. Jenis Kendaraan Kendaraan/hari 1. Bajaj 0 2. Sedan/Jip/Station wagon Mikro Bus Bus Kecil Bus Besar Pickup Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat Truk Trailer Sepeda motor Sepeda/Becak/Gerobak Metode Perencanaan Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah melakukan perbandingan perencanaan tebal perkerasan antara perkerasan lentur, perkerasan kaku dan perkerasan kaku pracetak-pratekan berdasarkan analisa biaya, dan metode pelaksanaan pekerjaan di lapangan, dengan tahap-tahap sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data-data lapangan, baik data tanah maupun data lalu lintas. 2. Mengumpulkan standar rujukan perkerasan kaku pracetak-pratekan. 3. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan kaku pracetakpratekan. III - 9

46 BAB III DATA PERENCANAAN 4. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan. 5. Menganalisa biaya untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan. 6. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan lentur. 7. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan lentur. 8. Menganalisa biaya untuk perkerasan lentur. 9. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan kaku. 10. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan kaku. 11. Menganalisa biaya untuk perkerasan kaku. 12. Membuat perbandingan teknis dari masing-masing perkerasan pada lokasi yang sama. 13. Membuat perbandingan biaya dari masing-masing perkerasan pada lokasi yang sama. 14. Menganalisis dan membahas hasil perbandingan teknis dan biaya dari masing-masing perkerasan. 15. Kesimpulan dan saran. III - 10

47 BAB III DATA PERENCANAAN DIAGRAM ALIR METODE PERENCANAAN Pengumpulan Data dan Standar Rujukan Data Jalan Cakung-Cilincing Analisa Data Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku Pracetak-Pratekan Perbandingan Teknis Perbandingan Biaya Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran III - 11

48 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN 4.1. Perkerasan Jalan Lentur Perencanaan Tahap perencanaan perkerasan jalan lentur untuk pembangunan jalan baru mengacu pada Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen Bina Marga. Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Lalu lintas rencana a. Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan : 1. Mobil Penumpang = 0, ,0002 = 0, Bus = 0, ,1410 = 0, Truk 10 Ton = 0, ,2923 = 0, Truk 20 Ton = 0, ,7452 = 1, Truk 30 Ton = 0, ,4022 = 0,6945 b. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP): LHR j xc 1. Mobil Penumpang = 0,0004 x 0,6 x = 4, Bus = 0,1593 x 0,7 x 166 = 18, Truk 10 Ton = 0,3500 x 0,7 x 1855 = 454, Truk 20 Ton = 1,0375 x 0,7 x 5448 = 3956,61 5. Truk 30 Ton = 0,6945 x 0,7 x 6150 = 2989,82 LEP = 7423,98 c. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA): n j= 1 UR LHR ( 1+ i) xc xe = LEP (1+i) UR j = 7423,98 (1+0,05) 10 = 7425,609 j d. Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET): j n j= 1 ( LEP + LEA) 2 j xe j IV - 1

49 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN ( 7423, ,609) = = 7424, e. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER): LET x FP = 7424,7945 x (10/10) = 7424, Daya Dukung Tanah Dasar a. Mencari harga CBR yang mewakili : CBR Jumlah yang sama atau lebih besar Persen(%) yang sama atau lebih besar 2,9 6 6/6 x 100% = 100 4,9 5 5/6 x 100% = 83,33 5,7 4 4/6 x 100% = 66, /6 x 100% = 50, /6 x 100% = 33, /6 x 100% = 16,67 4,9 x 90 83,33 = 4,9 2, ,33 4,9 x 6,67 = 2 16,67 6,67 4,9 x =.2 16,67 X = 4,10, sehingga CBR yang mewakili = 4,10 % b. Mencari nilai Daya Dukung Tanah Dasar: DDT = 4,3 log (4,10) + 1,7 = 4,33 3. Tebal Lapisan Perkerasan a. Faktor Regional : untuk jalan arteri kelandaian I < 6% % kendaraan berat = x100% = x100% = 41,73% maka FR = 2,0 b. Indeks Permukaan: Indeks Permukaan Awal Direncanakan lapisan permukaan laston dengan roughness < 1000 mm/km maka nilai Ipo > 4. IV - 2

50 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Indeks Permukaan Akhir Untuk jalan arteri, LER = 7424,7945 nilai Ipt = 2,5 c. Mencari harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) : Untuk Ipo > 4 dan Ipt = 2,5 digunakan Nomogram 1. Dengan DDT = 4,33 ; LER = 7424,7945 ; FR = 2,0 maka ITP = 15 d. Direncanakan susunan lapisan perkerasan sebagai berikut: Lapisan permukaan : Laston (a1) = 0,40 Lapisan pondasi atas : Agregat kelas A (a2) = 0,14 Lapisan pondasi bawah : Agregat kelas B (a3) = 0,12 ITP = a 1.D 1 + a 2.D 2 + a 3.D 3 15 = 0,4 (12) + 0,14 (25) + 0,12 (D 3 ) 15 = 0,12 (D 3 ) + 8,3 D3 = 55,83 cm ~ 56 cm Laston (4 cm) Aspahlt Treated Base (ATB) (8 cm) Agregat Kelas A (25 cm) Agregat Kelas B (56 cm) Tanah dasar Metode Pelaksanaan Pekerjaan perkerasan jalan lentur dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain : a. Penyiapan tanah dasar (Subgrade Preparataion). Tanah dasar adalah permukaan badan jalan yang telah disiapkan untuk menerima perletakan lapis pondasi diatasnya. Pekerjaan penyiapan tanah dasar bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan : Penggaruan atau pengurugan. IV - 3

51 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Pembentukan. Perataan. Pemadatan. Pengujian. Pemeliharaan permukaan yang telah selesai. Disiapkan sampai material lapis pondasi diletakkan diatasnya. Untuk toleransi dimensi ketinggian akhir setelah pemadatan harus tidak boleh lebih dari 1 cm lebih tinggi atau lebih rendah dari yang ditentukan di dalam gambar rencana. Pekerjaan timbunan tanah biasa sebaiknya dihentikan pada ketinggian 15 cm dibawah ketinggian rencana. Pekerjaan timbunan dilanjutkan dengan menggunakan material pilihan diikuti dengan pekerjaan perataan, pengukuran ketinggian dan pemadatan sampai ketinggian rencana tercapai. Bila dijumpai material padas atau lapisan keras atau material yang sukar dibongkar pada garis ketinggian tanah dasar pada pekerjaan galian, harus digali 15 cm lebih dalam. Tidak diperbolehkan adanya tonjolan-tonjolan padas dari permukaan tersebut. Seluruh pecahan padas yang memiliki diameter > 15 cm dibuang. Profil galian dan ketinggian akhir yang dikehendaki harus dicapai dengan mengurug kembali dengan material pilihan sekaligus diikuti dengan pekerjaan perataan, pengukuran ketinggian dan pemadatan sampai ketinggian rencana dicapai. Disarankan agar tenggang waktu antara penyiapan tanah dasar dan peletakan lapis pondasi diatasnya tidak terlalu lama, hal ini untuk menghindari timbulnya kerusakan pada tanah dasar karena lalu lintas disamping itu akan memerlukan biaya besar untuk memperbaikinya. IV - 4

52 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Pemadatan tanah dasar dilaksanakan dengan cara yang sama dengan pemadatan pada pekerjaan urugan. Persyaratan kepadatan tanah dasar sama dengan persyaratan pemadatan pada pekerjaan urugan. Pemadatan dilaksanakan hanya bila kadar dari material berada dalam rentang kurang dari 3 % dari kadar air optimum, yaitu kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bila material di padatkan sesuai dengan AASHTO T99. Segera setelah pekerjaan diselesaikan pemadatan dapat dimulai dengan menggunakan peralatan pemadat yang sesuai, yang disetujui oleh Direksi Teknik, hingga mencapai kepadatan paling sedikit 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditetapkan sesuai AASHTO T99. Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit kearah sumbu jalan, kecuali pada bagian yang bersuperelevasi penggilasan dimulai dari bagian yang rendah bergerak ke arah yang tinggi. Pengujian kepadatan dilakukan pada lokasi yang disetujui oleh Direksi Teknik, tetapi harus tidak berselang lebih dari 200 meter. b. Pemasangan lapis pondasi bawah (Sub base), agregat B. Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi bawah (agregat B) dan lapis pondasi atas (agregat A). Cara pengerjaan lapis pondasi agregat ini adalah sama yaitu dihampar lapis demi ± 10 cm, kemudian dipadatkan. Perbedaan lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas terletak pada besar dan susunan butir. Lapis pondasi bawah bisa terdiri dari sirtu (borrow pits) dan CBR harus mencapai 45 %. Lapis pondasi atas terdiri dari batu pecah hasil stone crusher dan CBR 80 %. Sebagian dari struktur perkerasan jalan yang terletak diantara Badan Jalan dan Lapis Permukaan terbuat dari material agregat bergradasi baik serta memiliki sifat-sifat yang memenuhi persyaratan spesifikasi. Penyumbang kekuatan terbesar dalam memikul beban lalu lintas, lapis IV - 5

53 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN pondasi agregat harus benar-benar kokoh dan memiliki stabilitas yang tinggi. Pekerjaan lapis pondasi agregat bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan penambangan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan diatas permukaan yang telah disiapkan dan pemadatan. Permukaan yang telah disiapkan dapat berupa : tanah dasar, lapis agregat atau lapis aspal (yaitu dalam hal, lapis aspal sudah rusak atau diperlukan peninggian). Ketinggian akhir setelah pemadatan harus sesuai dengan gambar rencana, dengan toleransi sebagai berikut : Permukaan atas dari lapis pondasi bawah dari agregat kelas B : + 0 cm - 2 cm. Permukaan atas dari lapis pondasi atas dari agregat kelas A : + 0 cm - 1 cm. c. Pemasangan lapis pondasi atas (base), agregat A. Material untuk Lapis Pondasi Agregat harus dibawa ke lokasi penghamparan dalam bentuk campuran yang merata pada rentang kadar air yang diisyaratkan dalam spesifikasi. Deviasi maksimum yang diijinkan untuk kerataan permukaan Lapis Pondasi Atas dari Agregat Kelas A, setelah semua bahan yang terlepas dibuang dengan penyikat keras, adalah 1 cm diukur dengan mistar penyipat ukuran 3 m yang diletakkan paralel atau melintang as jalan. Kelembaban dari material harus tersebar secara merata. Tebal minimum lapisan gembur adalah dua kali lipat ukuran terbesar agregat, sedangkan tebal maksimum lapisan gembur tidak boleh melebihi 15 cm. Terjadinya segregasi pada saat penghamparan harus dicegah dengan cara berulang kali membalik material yang dihampar dengan motor grader. IV - 6

54 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Pemadatan hanya boleh dilakukan bila kadar air dari material beroda dalam rentang antara 3% kurang atau lebih dari kadar air optimum seperti yang ditentukan oleh AASHTO T180 metode D. Bila mesin gilas statis beroda baja dianggap mengakibatkan kerusakan atau degradasi berlebihan pada pondasi agregat, Direksi Teknik dapat memerintahkan penggunaan mesin gilas beroda karet untuk pemadatan lapisan akhir. Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, kecuali pada bagian yang bersuperelevasi penggilasan dimulai dari bagian yang rendah bergerak kearah bagian yang tinggi. d. Pemasangan lapis permukaan atau lapis aus (wearing coarse). Lapis permukaan harus dari bahan yang kuat yaitu untuk bisa menahan tekanan dan gesekan dari roda kendaraan dengan tekanan gandar yang berat. Permukaannya harus kesat yaitu tidak licin agar kendaraan tidak tergelincir pada saat pengereman.menjaga lapis pondasi tidak kemasukan air pada saat hujan, sehingga permukaan harus rapat/kedap air. Bahan material yang bisa memenuhi tuntutan di atas adalah campuran aspal dengan batu pecah. Aspal panas disiram diatas batu pecah, sehingga aspal mengisi celah-celah antara butiran batu pecah dan menutup permukaannya, kemudian dihampar chip diatasnya dan digilas dengan mesin gilas (Road Roller). Pengaspalan dengan cara ini disebut aspal penetrasi. Aspal panas dicampur dengan agregat halus disuatu tempat pencampuran (AMP = Asphalt Mixing Plant), kemudian diangkut ketempat pekerjaan, dihampar dan digilas dengan mesin gilas (Phneumatic Roller). Aspal dengan cara ini disebut aspal beton. Pelaburan aspal yaitu di atas permukaan aspal yang masih baik disiram aspal dan ditutup dengan pasir. IV - 7

55 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Penggunaan lapis aspal penutup digunakan di atas pondasi yang baru, maupun diatas permukaan jalan lama yang sudah ada pondasi sebelumnya. Pada pekerjaan lapis pondasi baru, sebelum lapis penutup dihampar, terlebih dahulu disiram aspal panas yang disebut lapis resap pengikat (prime coat). Jenis pekerjaan ini adalah penyemprotan aspal pada permukaan yang sebelumnya telah disiapkan untuk Pelaburan Aspal atau Lapisan Permukaan Campuran Aspal. Lapis Resap Pengikat digunakan pada permukaan yang tidak beraspal. Lapis Perekat digunakan pada permukaan yang beraspal. Fungsi keduanya adalah sebagai pengikat antara lapis permukaan dibawahnya dan lapisan aspal yang akan diletakkan diatasnya. Kegiatan ini bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan penyiapan permukaan yang akan disemprot, penyediaan material aspal dan penyemprotan. Penyemprotan Lapis Perekat maupun Lapis Resap Pengikat setelah dilaksanakan harus menutup keseluruhan permukaan yang dilapis dan tampak merata, tanpa ada bagian, sekecil apapun, yang tidak tertutup atau beralur atau berlebihan aspalnya. Lapis Resap Pengikat, setelah pengeringan selama 4 sampai 6 jam, bahan pengikat harus telah meresap kedalam lapis pondasi, meninggalkan sebagian bahan pengikat dengan warna hitam atau abu-abu tua yang merata pada permukaan dan menampakkan tekstur permukaan yang rapi serta tidak tampak adanya genangan atau bahan pengikat yang bercampur dengan agregat halus yang cukup tebal, serta tidak ada bagian-bagian yang lembek dan lepas. Lapis Perekat, permukaan harus mempunyai daya lekat yang cukup pada waktu pengerjaan pelapisan ulang (overlay). Penampilan yang memperlihatkan bintik-bintik, yang timbul dari bahan pengikat yang di distribusi sebagai butir-butir tersendiri boleh diterima untuk Lapis Perekat yang lebih ringan asalkan penampilannya kelihatan rata dan keseluruhan takarannya benar. IV - 8

56 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN e. Tebal masing-masing lapisan sesuai gambar dan spesifikasi Analisa Biaya Konstruksi Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan lentur mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dengan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta edisi Januari Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan lentur yang dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi yang berhubungan, antara lain : 1. LASTON. 2. ATB. 3. Lapis resap pengikat. 4. Lapis perekat. 5. Aggregat Kelas A. 6. Aggregat Kelas B. Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan lentur adalah sebagai berikut : Tabel 4.1. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Lentur NOMOR HARGA JUMLAH MATA URAIAN PEKERJAAN SATUAN KUANTITAS SATUAN HARGA PEMBAYARAN (Rp.) (Rp.) a b c d e f = ( d x e ) BAB V PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN 5.1(1) Lapis Pondasi Agregat Kelas A M 3 500, , ,00 5.1(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M , , ,00 Jumlah Harga Pekerjaan Bab V ,00 BAB VI PERKERASAN ASPAL 6.1 (1) Lapis Resap Pengikat Liter 2.666, , , (2) Lapis Perekat Liter , , , (5a) Laston Lapis Aus (AC-WC), t = 4 cm M , , , (8) Asphalt Treated Base (ATB), t = 8 cm M 3 720, , ,00 Jumlah Harga Pekerjaan Bab VI ,33 TOTAL ,33 IV - 9

57 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan merupakan metoda-metoda atau teknik yang digunakan untuk menjaga kondisi perkerasan, keselamatan dan kualitas kenyamanan, serta membantu perkerasan untuk mencapai umur rencananya. Kinerja perkerasan secara langsung tergantung waktu, jenis dan kualitas pemeliharaan yang dilakukan pada perkerasan tersebut. Secara umum pemeliharaan perkerasan jalan lentur, antara lain : - Penutupan Retak (Crack Seals) Penggunaan penutupan retak adalah untuk mengisi retak perkerasan secara individu untuk mencegah masuknya air atau subtansi yang noncompresibel seperti pasir, kotoran, batuan atau debu. Penutupan retak khususnya digunakan pada retak awal memanjang, retak melintang, retak refleksi dan retak blok. Sedangkan retak buaya yang sering terlalu banyak untuk diisi dengan penutupan retak, biasanya memerlukan perlakuan khusus seperti penambalan atau rekonstruksi. Material crack filler biasanya dibuat dari aspal karet atau slurry pasir. Fungsi penutupan retak adalah pemeliharaan preventif. Untuk mencegah masuknya air atau subtansi non-compresibel masuk pada perkerasan. Pada pelaksanaan penutupan daerah yang retak harus dibersihkan dan disiar terlebih dahulu sebelum pemakaian penutupan retak. Pekerjaan penutupan retak paling baik dikerjakan pada temperatur moderat dan paling efektif dikerjakan pada awal terbentuknya retak. Dari pengalaman rata-rata kinerja umur penutupan retak ini berkisar antara 3-8 tahun. IV - 10

58 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN - Fog Seal Fog Seal adalah penghamparan tipis aspal emulsi slow setting yang diencerkan pada permukan aspal yang telah tua atau teroksidasi. Fog Seal berharga murah dan digunakan untuk memperbaiki kelenturan pada permukaan perkerasan hot mix. Hal ini memungkinkan menunda perlunya surface treatment atau pelapisan ulang non struktural. Fungsi Fog seal adalah Pemeliharaan preventif. Fog Seal digunakan untuk memperbaiki atau peremajaan permukaan hot mix. Hal ini dapat menunda perlunya penggunaan Burtu atau Burda untuk 1-2 tahun. Fog seal direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas rendah, yang dapat ditutup selama 4-6 jam, hal ini untuk memungkinkan aspal emulsi slow setting menjadi break dan setting. Kelebihan penyemprotan aspal menghasilkan lapisan tipis pada permukaan perkerasan hot mix. Lapisan ini dapat menyebabkan sangat licin dan dapat hilangnya kekesatan/skid resistance. Penaburan pasir dapat mengurangi kelebihan penyemprotan aspal. - Bahan peremajaan Bahan peremajaan perkerasan diharapkan untuk memperbaiki sifat asal aspal yang telah tua dengan cara meningkatkan rasio awal antara asphaltenes terhadap maltene. Banyak produk bahan peremaja sifatnya milik produsen, sehingga menyulitkan untuk mengetahui gambaran generik bahan tersebut. Namun kebanyakan bahan peremaja mengandung maltene karena kuantitasnya menurun pada aspal disebabkan proses oksidasi. Bahan peremaja menengah hilangnya bagian halus material pada permukaan perkerasan dan mengurangi terbentuknya retak tambahan, namun juga berdampak mengurangi kekesatan sampai satu tahun lamanya. Oleh sebab itu bahan peremaja IV - 11

59 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN hanya direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas rendah dan kecepatan rendah atau pada area parkir. Fungsi bahan peremajaan adalah pemeliharaan preventif. Mengembalikan sifat awal aspal yang telah tua. Bahan peremaja dapat menunda untuk pelapisan dengan Burtu atau burda selama 1-2 tahun. Material yang digunakan berupa senyawa beberapa kimia. Kebanyakan bahan peremaja sifatnya milik produsen sehingga sulit secara umum mengetahui material pendukung yang dipakai. Perencanaan Campuran tidak diperlukan. Percobaan lapangan diperlukan untuk menentukan keefektifan dan kesesuaian takaran penyemprotannya. Bahan peremaja tidak digunakan pada perkerasan yang bleeding pada permukaannya, seperti sering terjadi pada slurry seal atau burtu burda. Bila kelebihan aspal pada permukaan perkerasan, bahan peremaja akan melunakkan aspal dan menyebabkan permukaan menjadi lengket dan licin. Volume air void perkerasan hotmix yang akan diremajakan harus tidak kurang dari 5 % untuk menjamin peresapan bahan peremaja ke dalam perkerasan. Bila void kurang dari 5 %, maka bahan peremaja akan mengisi rongga dan menyebabkan campuran menjadi tidak stabil. Bahan peremaja dipakai pada temperatur udara di atas 20 C untuk memungkinkan bahan peremaja akan meresap lebih dalam ke perkerasan aspal dan cepat mengering. - Slurry Seals. Slurry seal merupakan campuran berbentuk bubur dari aspal emulsi, air, agregat halus bergradasi baik dan mineral pengisi yang dihamparkan seperti cat kental pada permukaan jalan. Slurry seal IV - 12

60 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN digunakan untuk mengisi kerusakan permukaan perkerasan sebagai salah satu persiapan untuk pemeliharaan lain atau sebagai lapisan aus. Ada 3 (tiga) dasar gradasi agregat yang digunakan untuk slurry seal antara lain : 1. Tipe I ( halus). Jenis ini bergradasi agregat halus (kebanyakan lebih kecil dari ukuran 2,36 mm (No.8) dan digunakan untuk mengisi retak kecil permukaan dan menyediakan pelindung tipis pada permukaan perkerasan. Tipe I ini kadang-kadang digunakan sebagai persiapan untuk pelapisan hotmix selanjutnya. Slurry Tipe I ini umumnya digunakan terbatas untuk lalu lintas rendah. 2. Tipe II (umum). Jenis ini lebih kasar dari tipe I dengan ukuran agregat maksimum 6,4 mm (0,25 inci) dan digunakan untuk memperbaiki permukaan eksisting perkerasan yang menunjukkan kerusakan raveling moderat sampai berat akibat pelapukan atau memperbaiki kekesatan. Tipe II slurry ini sering digunakan. 3. Tipe III (kasar). Jenis ini yang bergradasi paling kasar dan digunakan untuk mengatasi kerusakan permukaan parah. Karena ukuran agregatnya besar, campuran ini dapat digunakan untuk mengisi cekungan yang rendah untuk mencegah menggenangnya air dan mengurangi terjadinya kemungkinan kendaraan hydroplaning. - Makrosurfacing Makrosurfacing adalah peningkatan bentuk dari slurry seal yang menggunakan komponen bahan berbasis sama yaitu aspal emulsi, air, agregat halus dan mineral pengisi dan dikombinasi dengan bahan tambah polymer. IV - 13

61 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Fungsi dari Makrosurfing adalah pemeliharaan preventif. Memperbaiki kerusakan permukaan perkerasan yang ringan sampai moderat, untuk memperbaiki kekesatan. Sebagai kebalikan dari fog seal, slurry seal mengandung agregat dan dapat memperbaiki kerusakan kecil permukaan yang mengalami tekstur yang tidak rata, mengisi retak dan void, menutup permukaan yang tahan air dan menyediakan tekstur dalam satu lintasan. Gambar 4.1. Truk makro teksturing Gambar 4.2. Penghamparan makrosurfacing Gambar 4.3. Microsurface dilihat dari dekat IV - 14

62 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Gambar 4.4. Microsurface telah selesai Gambar 4.5. Pelaksanaan Macro Seal di Istana Bogor - Bituminous Surface Treatment (BST)/Burtu-Burda Bituminous surface teatment, juga dikenal dengan nama seal coat atau chip seal, adalah suatu lapisan tipis yang melindungi permukaan yang dipasang pada perkerasan atau base course. Burtu burda dapat berfungsi sebagai : Suatu lapisan tahan air untuk menjaga lapisan perkerasan dibawahnya. Meningkatkan kekesatan. Mengisi retakan atau permukaan yang reveling. Merupakan permukaan anti silau saat cuaca basah dan meningkatkan permukaan yang memantul saat berkendaraan di malam hari. Burtu dengan satu lapisan dibuat dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penyiapan permukaan. IV - 15

63 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Kerusakan permukaan, seperti lubang, diperbaiki dan dibersihkan. 2. Penyemprotan material aspal. Umumnya menggunakan aspal emulsi atau aspal cutback yang disemprotkan dengan alat aspal distributor pada permukaan eksisting perkerasan. 3. Penaburan agregat. Suatu lapisan tipis satu lapis batuan dihamparkan di atas aspal yang baru disemprotkan. 4. Pemadatan agregat. Alat pemadat roda karet digunakan untuk menekan agregat masuk ke material aspal dan mengering sehingga merekat dengan lapisan di bawahnya. Biasanya 50 persen butiran agregat akan masuk pada aspal setelah dipadatkan. Selanjutnya kira-kira 70 persen butiran agregat akan masuk setelah beberapa minggu digunakan oleh lalu lintas. Biasanya untuk lapisan dikunci dengan agregat ukuran yang lebih kecil 12,5 mm untuk menjadikan susunan lebih rapat dan dikenal dengan Burda. Lapisan ini lebih rapat sehingga menbantu mencegah kehilangan agregat berlebihan akibat lalu lintas. Gambar 4.6. Penyemprotan aspal IV - 16

64 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Gambar 4.7. Penghamparan Agregat Gambar 4.8. Penggilasan Agregat Gambar 4.9. Lapisan Burtu Gambar Permukaan lapisan Burda IV - 17

65 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Gambar Lapisan Burda setelah dilalui lalu lintas Kegunaan dari Burtu adalah Pemeliharaan preventif. Sebagai Lapisan Aus, melindungi tahan air eksisting perkerasan. Material yang digunakan Aspal (sebagai perekat, cutback aspal atau aspal emulsi) dan agregat ukuran tunggal. Umumnya secara tradisional Burtu digunakan untuk volume lalu lintas rendah, dengan kecepatan rendah karena biasanya akan menyebabkan terjadinya beberapa agregat lepas. Pada lalu lintas tinggi atau kecepatan tinggi, lepasnya agregat dapat tercungkil dan terlempar oleh ban kendaraan. Namum demikian, pengembangan dalam modifikasi aspal semen dan prosedur pelaksanaan burtu/burda dapat menghasilkan produk yang tahan pada lalu lintas berat dan kecepatan tinggi. - Pelapisan non struktural Pelapisan non struktural tidak memerlukan disain struktural yang ekstensif, dan umumnya tidak menambah kapasitas struktur perkerasan. Pelapisan non struktural umumnya merupakan pelapisan tipis dengan tebal 12,5 mm (0,5 inci) sampai 37,5 mm (1,5 inci) diharapkan dapat : Memperbaiki kenyamanan pengendaraan Memperbaiki kerusakan permukaan minor. IV - 18

66 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Meningkatkan karakteristik keamanan, seperti kekesatan permukaan dan drainase. Memperbaiki penampilan. Mengurangi kebisingan roda kendaraan Perkerasan Jalan Kaku Perencanaan Perencanaan tebal perkerasan jalan kaku untuk pembangunan jalan baru dalam tugas akhir ini menggunakan Pedoman Perencanaan Kaku Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum. Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Mutu beton rencana : Asumsi menggunakan beton dengan kuat tekan 28 hari sebesar 350 kg/cm 2. f c = 350/10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa (minimum yang disarankan). f r = 0,62 f c = 36 Mpa > 3,5 Mpa (minimum yang disarankan). 2. Beban lalu lintas rencana : a. Jumlah sumbu kendaraan niaga : No Jenis Kendaraan Jumlah Beban sumbu (ton) Konfigurasi Sumbu Kendaraan Sumbu depan belakang depan belakang 1. Bus STRT STRG 2. Truk 10 Ton STRT STRG 3. Truk 20 Ton STRT SGRG 4. Truk 30 Ton STRT SGRG 12 - SGRG Jumlah Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) = 365 x JSKNH x R 1+ i R = ( ) e log( 1+ i) n 1 = 10 ( 1+ 0,05) 1 log( 1+ 0,05) e = 12, 889 JSKN = 365 x x 12,889 = ,4 Jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi/beban sumbu pada lajur rencana = JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd IV - 19

67 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Dari koefisien distribusi kendaraan niaga pada lajur rencana 2 lajur 1 arah didapat Cd = 0,70. b. Jumlah repetisi beban : Konfigurasi Sumbu Beban Sumbu Persentasi konfigurasi sumbu (%) Jumlah repetisi selama (ton) 100 usia rencana STRT : = 0, ,69 STRT : = 6, ,11 STRG : = 0, ,69 STRG : = 6, ,11 STRT : = 20, ,18 STRT : = 22, ,03 SGRG : = 22, ,03 SGRG : = 22, ,03 SGRG : = 20, ,18 3. Kekuatan tanah dasar : Data lapangan dan perhitungan nilai CBR yang mewakili = 4,1 %. Grafik korelasi hubungan antara nilai k dan CBR diperoleh k = 35 kpa/mm untuk CBR = 4,1%. Konfigurasi Sumbu 4. Kekuatan Plat Beton : Asumsi tebal plat beton (rencana dengan dowel) = 200 mm > 150 mm (minimum yang disyaratkan). Beban Sumbu Beban Rencana Jumlah repetisi selama usia rencana Tegangan yang terjadi Perbandingan Tegangan Jumlah Repetisi Beban yang diijinkan Persentase Fatigue (%) (ton) FK=1,1 (Mpa) STRT 3 3, , STRT 4 4, , STRG 5 5, , STRG 6 6, , STRT 6 6, ,18 1,69 0, ,6 STRT 6 6, ,03 1,69 0, ,2 SGRG 12 13, , SGRG 12 13, , SGRG 14 15, , Jumlah ,8 Dengan tebal pelat = 20 cm, ternyata Jumlah Fatigue ,8 > 100 %, maka tebal pelat beton yang digunakan adalah = 30 cm. IV - 20

68 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Susunan perkerasan jalan kaku adalah : Beton (30 cm) Wet Lean Concrete (WLC) =10 cm Agregat Kelas B (20 cm) Tanah dasar Metode Pelaksanaan Pekerjaan perkerasan jalan kaku dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain : a. Penyiapan tanah dasar (sub grade). Tanah dasar selebar yang diperlukan oleh konstruksi perkerasan dibersihkan dari tanaman, humus dan material lain yang tidak diperlukan. Kemudian tanah dasar yang telah bersih dipadatkan untuk memperoleh keseragaman density. Pada umumnya persyaratan CBR yang diminta berkisar antara 2 % - 20%. Bila elevasi tanah dasar lebih rendah dari elevasi rencana, dilakukan penimbunan dengan tanah yang bagus dan dipadatkan lapis demi lapis dan kepadatannya dikontrol. Tebal tiap lapisan disesuaikan dengan kapasitas alat yang ada dan disarankan tidak lebih dari 30 cm. Bila tebal timbunan lebih dari 2 meter atau terletak di atas tanah dasar yang jelek, untuk mengatasi penurunan disarankan menggunakan geotextile atau stabilisasi tanah. Penyiapan tanah dasar ini selalu dikontrol terhadap as dan elevasi rencana perkerasan dengan memasang patok-patok pedoman. Sub grade yang telah selesai harus dilindungi secara baik terhadap air hujan sebelum ditutup oleh lapisan sub base. Untuk melindungi pengaruh air hujan, pembuatan saluran tepi sangat dianjurkan. IV - 21

69 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Toleransi elevasi dari sub grade biasanya sebesar maksimum 1,50 cm atau yang disyaratkan dalam spesifikasi. Bila sub grade selesai, sebelum tahap berikutnya dilaksanakan test kepadatan setiap jarak 50 meter. b. Pelaksanaan lapisan sub base. Karena fungsi utama dari sub base bukan sebagai struktural tetapi sebagai lantai kerja dan pencegah pumping, maka material yang digunakan biasanya adalah lean concrete dengan kekuatan tekan tidak kurang dari 50 kg/cm 2 pada umur 28 hari. Pada umumnya CBR yang diminta berkisar antara 30 % - 95%. Berdasarkan pedoman patok as perkerasan, dipasang cetakan samping dengan menggunakan balok kayu sebesar kurang lebih 15 cm sesuai dengan lebar perkerasan kaku ditambah 30 cm. Tinggi cetakan disesuaikan dengan ketebalan lean concrete seperti yang disyaratkan dalam spesifikasi. Pengecoran lean concrete dapat dilayani dengan peralatan yang sederhana (beton molen). Slump beton disarankan agak tinggi/encer antara 5 cm 7 cm. Lean concrete akan difungsikan sebagai jalan akses maka mutu dan ketebalannya perlu ditingkatkan. Pengecoran lean concrete selalau diikuti dengan penggetaran agar memperoleh beton yang padat. Untuk finishing permukannya dilayani oleh pekerja dengan menggunakan batang perata (jidar) yang digesergeserkan di atas balok kayu cetakan dan dibantu dengan centong semen. Selama masa curing minimum 7 hari, lean concrete tidak boleh dilewati kendaraan atau peralatan lain. Untuk mencegah keretakan, selama curing lean concrete ditutup dengan karung basah. Permukaan lean concrete tidak boleh terlalu kasar karena kekasarannya akan mengadakan ikatan sehingga menahan proses shrinkage dari plat beton dan akan mengakibatkan crack. Untuk lebih IV - 22

70 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN aman, lean concrete dilapis plastik sebelum plat beton dicor. Dalam hal sub base berupa unbound material misalnya sirtu/agregat, maka untuk menghindari meresapnya sebagian air semen dari beton ke dalam lapisan sub base maka permukaan sub base (setelah dipadatkan) perlu prime coat dengan aspal atau dilapis plastik sebelum plat beton dihampar. Fungsi plastik atau prime coat bukan sebagai pelicin sambungan, melainkan sebagai penghalang meresapnya air semen dari beton ke dalam sub base. c. Acuan samping (side form) dan acuan akhir (stopper). Sebelum acuan dipasang, di atas lean concrete (sub base) diberi tandatanda jalur jalan. Bahan acuan samping dapat dibuat dari kayu atau plat baja. Bila alat penghantar beton bergerak di atas acuan, maka acuan tersebut perlu diperhitungkan agar kuat menerima beban alat paver yang bergerak di atasnya. Dengan pedoman tanda-tanda as jalan maka ditetapkan letak acuan samping. Permukaan sub base yang akan menjadi acuan harus diperiksa dulu kerataannya untuk menjamin ketepatan elevasi sepanjang acuan. Bila lebar pengecoran dapat dijangkau oleh alat penghampar (fixed form paver) maka acuan samping dapat langsung dipasang pada tepi-tepi plat beton. Bentuk dari acuan samping dibuat sedemikian agar mudah dibongkar pasang. Sebaiknya dilumasi dengan minyak bekisting. Pemasangan acuan samping adalah ke arah memanjang (sejajar dengan as jalan). Bila menggunakan plat slip form paver maka acuan menjadi satu dengan relnya. Pada acuan akhir (stopper) harus dibuat sedemikian rupa agar kuat menahan beban, karena hal ini dapat menyebabkan penurunan elevasi permukaan beton sehingga permukaan perkerasan bergelombang. IV - 23

71 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN d. Sambungan dan penulangan. Setelah acuan selesai dipasang baik arah memanjang maupun arah melintang, dilanjutkan pemasangan tulangan dan konstruksi sambungan sesuai spesifikasi. Setiap beton mesti mengalami perubahan volume yang disebabkan oleh penyusutan atauperubahan temperatur. Perubahan volume ini dapat menyebabkan keretakan beton. Keretakan ini perlu dikontrol untuk menghindari efek negatif yang diakibatkan oleh keretakan tersebut. Untuk mengontrol keretakan tersebut perlu dipasang penulangan dengan besi beton/wire mesh dan konstruksi sambungan sesuai desain yang ada. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa bagian yang telah dipasang acuannya dipasang sesuai desain, dengan kedudukan seperempat ketebalan beton dari permukaan. Tulangan diusahakan dalam keadaan rata (tidak melengkung) untuk dapat berfungsi secara baik dalam menahan keretakan. Untuk menjaga kedudukannya tulangan, perlu ditumpu oleh spacer yang berfungsi sebagai kaki. Sambungan yang diperlukan ada 3 (tiga) macam yaitu sambungan perlemahan, sambungan konstruksi, dan sambungan pengembangan. Sambungan perlemahan dapat dilakukan dengan menggergaji beton pada umur 8 10 jam dengan kedalaman minimumseperempat ketebalan beton, atau dapat juga dibuat dengan cara memasang sekat yang nantinya diambil lagi. Bagian yang digergaji atau bekas sekat yang diambil kemudian diisi dengan joint sealant. Dibawah sambungan perlemahan ini harus dipasang DOWEL yaitu dengan menggunakan besi beton polos ukuran mm. Sambungan pengembangan untuk melayani kembang susutnya plat beton ke arah memanjang jalan. Dipasang dengan jarak sesuai desain dengan menggunakan besi beton polos ukuran mm, untuk melayani kembang susut separuh besi terikat sempurna, separuh yang lain terikat tidak sempurna. Arah besi sejajar as jalan. IV - 24

72 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Sambungan konstruksi adalah sambungan antar lane atau tepi perkerasan dengan shoulder, menggunakan besi beton deformed bar ukuran yang lebih kecil (ukuran 16 mm) sepanjang besi terikat sempurna dengan beton. Letak besi sambungan tersebut ditengah ketebalan plat. Untuk menghindari agar besi sambungan tidak karat maka bagian besi yang tidak dibungkus beton dicat dengan cat anti karat. e. Base (concrete base). Beton base ini merupakan bagian utama perkerasan jalan kaku. Oleh karena itu biasanya tidak diperlukan lapisan permukaan (surface course). Dengan demikian mutu dari beton base ini sangat penting. Kalau ada penggunaan lapisan permukaan pada jalan beton, pada jalan beton, maksudnya semata hanya untuk kenyamanan pemakai saja. Dibandingkan dengan perkerasan jalan lentur, perkerasan jalan kaku terasa sekali mempunyai permukaan yang kasar dan keras. Untuk mempermudah pengerjaan concrete base diperlukan slump yang tinggi yaitu 3,5 6. Yang dimaksud nilai slump disini adalah slump ditempat hamparan, sehingga slump di batching plant tentunya harus lebih tinggi sesuai dengan jarak angkutnya. Pekerjaan base beton diawali dengan acuan samping (side form) diperiksa letak dan elevasinya, terutama bila berfungsi sebagai rel vibrating screed. Diperiksa semua tulangan termasuk tulangan sambungan melintang (dowel) dan tulangan sambungan memanjang (tie bar). Diperiksa bila ada pekerjaan instalasi yang tertanam dalam beton (misal pipa, kabel dan instalasi lainnya). Permukaan sub base dibasahi secukupnya agar tidak menyerap air dari beton yang dapat mempengaruhi menurunnya slump. Setiap kali beton akan dihamparkan selalu diperiksa dulu slump dan temperaturnya. IV - 25

73 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Diperiksa berapa perbedaan slump dan suhu dari batching plant ke tempat penghamparan. Hal ini diperlukan untuk menetapkan slump beton di batching plant. Penghamparan beton dapat dilayani dengan berbagai alat, antara lain vibrating screed, fix form paver, dan slip form paver. Untuk lebih menjamin mutu beton base hasil penghamparan dengan alat-alat dia atas, disarankan dibantu lagi dengan menggunakan concrete vibrator. Kecuali vibrating screed harus dilayani oleh 3 (tiga) buah concrete vibrator tersebar di kedua ujungnya dan bagian tengah. Penggetaran beton harus secukupnya saja, sebab kelebihan/kekurangan akan menyebabkan beton segregasi/kropos. Kelebihan penggetaran dapat dilihat bila air semen telah timbul/mengumpul di atas, sedangkan kekurangan penggetaran dapat dilihat bila permukaan beton masih dapat memadat. f. Finishing. Finishing yang dimaksud disini adalah pekerjaan penyelesaian permukaan beton base sehingga memperoleh hasil yang memuaskan sebagai lapisan permukaan (surface course). Segera setelah penghamparan dan pemadatan beton base selesai, dilakukan penghalusan permukaan beton secukupnya saja. Penghalusan yang berlebihan akan mengurangi keawetan anti skid texture (grooving), alat yang digunakan adalah papan dengan batang pemegang yang panjang (long handle floater). Setelah perataan/penghalusan selesai, lalu dilakukan texturing untuk keperluan anti skid. Pekerjaan texturing harus selesai dalam 3 jam sejak betn dihampar (texturing harus selesai sebelum beton mengeras). Apabila terdapat genangan air (bleeding) dipermukaan beton basah IV - 26

74 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN dapat dilap dengan menggunakan karung goni kering. Ada beberapa tipe alat yang dapat dipakai yaitu wire broom, plastic brush, dan grooving tool. Semuanya disambung dengan batang pemegang panjang, sedang lebarnya tidak kurang dari 45 cm. Pekerjaan texture dinyatakan baik apabila menghasilkan nilai skid resistance 70 dengan kedalaman texture 0,75 mm. Menurut pengalaman texture yang lebih baik dapat dicapai dengan menggunakan grooving tool dibanding dengan brushing tool. Ada 2 (dua) tipe texture yaitu arah melintang dan arah memanjang jalan. Texture arah melintang penampilannya lebih bagus dan mudah dilaksanakan. Untuk kepentingan pemakai jalan, texture arah memanjang lebih baik karena akan mengurangi suara gesekan antara ban dan permukaan jalan disamping mengurangi tingkat kerusakan ban. Untuk memperoleh tepi beton yang bagus dan menghindari serpih, bagian tepi tersebut dibuat tumpul dengan alat edging tool. Sambungan perlemahan yang dilaksanakan menggunakan gergaji harus dilakukan pada saat beton berumur 8 18 jam sesudah penghamparan. Sambungan beton, baik yang melintang atau yang memanjang dibersihkan untuk diisi dengan joint sealant Analisa Biaya Konstruksi Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan kaku mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dengan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta edisi Januari IV - 27

75 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan kaku yang dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi yang berhubungan, antara lain : 1. Perkerasan beton. 2. Wet Lean Concrete (WLC). 3. Agregat Kelas B. Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan kaku adalah sebagai berikut : Tabel 4.2. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku NOMOR HARGA JUMLAH MATA URAIAN PEKERJAAN SATUAN KUANTITAS SATUAN HARGA PEMBAYARAN (Rp.) (Rp.) a b c d e f = ( d x e ) BAB V PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN 5.1(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M 3 600, , ,00 Jumlah Harga Pekerjaan Bab V ,00 BAB VII STRUKTUR 7.16 (1) Perkerasan Jalan Beton t = 30 cm m , , , (1) Wet Lean Concrete m , , ,00 Jumlah Harga Pekerjaan Bab VII ,00 TOTAL , Pemeliharaan Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan mempertahankan, memperbaiki, menambah ataupun mengganti bangunan fisik yang telah ada agar fungsinya tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan untuk masa yang lebih lama, sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan kepada para pemakai jalan. Kerusakan yang memerlukan pekerjaan pemeliharaan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut : 1. Kerusakan akibat pekerjaan awal. IV - 28

76 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh kelemahan pengawasan, kelemahan desain, dan mutu material yang kurang baik. 2. Kerusakan akibat pemakaian dan waktu. Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh keausan permukaan, cuaca (retak-retak) dan abrasi. Selain itu karena kerapuhan joint, pemasangan utilitas pada perkerasan jalan. 3. Kerusakan akibat penyebab khusus. Permasalahan ini disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, lubanglubang, dan longsoran. Jenis penanganan kerusakan perkerasan jalan kaku dikelompokkan dalam beberapa Pemeliharaan Perkerasan Kaku (PPK), antara lain : 1. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 1 (PPK1), pengisian celah retak. Kriteria retak yang disarankan untuk dapat diisi dengan bahan pengisi adalah retak < 5 mm. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Lebarkan celah retakan dengan crack cutter hingga lebar celah retakan + 13 mm dan dalamnya + 18 mm. b. Bersihkan celahan tersebut dengan sapu/sikat kawat dan selanjutnya dihembus dengan semprotan angin untuk membersihkan debu. c. Pada celah retakan yang sudah diperlebar tersebut, berilah lapis perekat (tack coat) yang cepat mantap sebanyak + 0,3 kg/m 2 s.d. 0,5 kg/m 2 d. Masukkan bahan pengisi (rubber-ashpalt) yang sesuai dengan spesifikasi. 2. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 2 (PPK2), penutupan celah sambungan (joint sealing). Penggantian bahan pengisi sambungan dilakukan bila 25% bahan pengisi sambungan telah mengalami kerusakan, dimana air dan material lainnya dapat masuk melalui celah-celah sambungan ke bagian bawah slab. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : IV - 29

77 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN a. Bersihkan bahan pengisi yang lama dan sambungan dengan joint saw. b. Potong dan bersihkan dinding slab pada sambungan agar mendapatkan bidang yang rata dengan concrete saw/cutter. c. Bersihkan celah-celah sambungan dengan sapu kawat dan debu dibersihkan dengan alat kompresor udara. d. Masukkan bahan pengisi baru ke sambungan slab secara merata. e. Bersihkan sisa campuran bahan pengisi pada lapis permukaan slab. 3. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 3 (PPK3), tambalan (patching). Penanganan kerusakan dengan penambalan dilakukan untuk faulting dan amblas dengan kedalaman > 25mm, gompal, dan lubang. Bahan tambalan dapat berupa campuran beton semen atau campuran beraspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami kerusakan dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Kupas/potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Gali daerah yang sudah dipotong hingga mencapai lapisan yang padat/utuh dan dasar galian harus rata/datar. c. Bersihkan material lepas pada daerah galian dan bersihkan bahan yang halus/debu dengan kompresor udara. d. Semprotkan bahan lapis perekat (tack coat) yang dibuat dari semen ditambah air dengan perbandingan 1:1. e. Hamparkan dan padatkan bahan tambalan dengan alat pemadat getar (vibrator). f. Setelah selesai pelaksanaan, pada waktu pengeringan permukaan tambalan harus diperhatikan (tidak boleh terganggu) supaya tidak terjadi penguapan yang berlebih untuk menghindari terjadinya retak akibat penyusutan. IV - 30

78 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN 4. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 4 (PPK4), lapis perata (levelling). Penanganan kerusakan dengan pemberian lapis perata dilakukan untuk permukaan perkerasan yang mengalami faulting dan amblas dengan kedalaman < 25 mm. Bahan yang digunakan untuk lapis perata dianjurkan campuran beraspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Bersihkan bagian yang akan ditangani, sehingga bersih dan kering. b. Beri tanda daerah yang akan ditangani, dengan cat semprot atau kapur. c. Siapkan campuran beraspal. d. Semprotkan lapis perekat (tack coat) dengan takaran 0,3 0,5 Kg/m 2. e. Hamparkan campuran beraspal pada daerah yang sudah ditandai. Ratakan dan lebihkan ketebalan hamparan kira-kira 1/3 kedalam cekungan. f. Padatkan dengan mesin penggilas hingga rata. 5. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 5 (PPK5), penyuntikan (grouting). Umumnya jenis kerusakan yang memerlukan penanganan dengan penyuntikan adalah rocking dan pumping. Penyuntikan dimaksudkan agar slab beton yang mengalami penurunan, dapat kembali pada elevasi semula atau sama dengan elevasi slab sekitarnya. Bahan yang dapat digunakan untuk penyuntikan adalah semen atau aspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Buatlah lubang-lubang pada slab yang akan disuntik dengan mesin bor beton. Diameter lubang berkisar antara mm. b. Bersihkan lubang-lubang tersebut dengan penyemprot udara. c. Siapkan mesin penyuntik dan siapkan semen pengisi (dengan ditambah air dengan faktor air semen < 0,45). d. Pompakan semen pengisi dari mesin penyuntik ke dalam lubanglubang dengan tekanan 3-5 kg/m 2. IV - 31

79 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN 6. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 6 (PPK6), pengaluran (grooving). Tekstur permukaan sangat mempengaruhi kekesatan permukaan, kekesatan permukaan sangat kritis terutama pada jalan lalu lintas berkecepatan tinggi. Pada perkerasan baru, kekesatan diperoleh dengan membuat alur yang menggunakan mesin dengan sikat kaku dari baja dengan arah melintang slab (dapat juga arah memanjang). Jika tekstur telah aus perbaikan dapat dilakukan dengan pengaluran. Pelaksanaan pengaluran dapat dilakukan secara melintang atau memanjang, tapi umumnya arah melintang, karena sangat baik untuk keperluan drainase permukaan. Pola bentuk alur dipilih dengan menambah atau mengurangi jumlah atau lebar dari pisaunya. 7. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 7 (PPK7), pelapisan ulang tipis (surfacing). Metode ini dimaksudkan mengatasi atau memperbaiki kekesatan permukaan sebagai akibat keausan mortar (scaling), pelicinan (polishing). Bahan yang digunakan dapat berupa campuran beraspal (black topping) atau campuran beton semen (white topping). Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami kerusakan dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Kupas/potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Gali daerah yang sudah dipotong hingga mencapai lapisan yang padat/utuh dan dasar galian harus rata/datar. c. Bersihkan material lepas pada daerah galian dan bersihkan bahan yang halus/debu dengan kompresor udara. d. Semprotkan lapis perekat yang dibuat dari semen ditambah air, perbandingan 1:1. e. Hamparkan dan padatkan bahan tambalan dengan alat pemadat getar (vibrator). IV - 32

80 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN f. Setelah selesai pemadatan permukaan tambalan harus dirawat supaya tidak terjadi penguapan yang berlebih untuk menghindari terjadinya retak akibat penyusutan. 8. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 8 (PPK8), rekonstruksi setempat (parsial). Rekonstruksi parsial dilakukan dengan mengganti secara parsial slab dan lapisan pondasi apabila retak sudut, memanjang, melintang dan diagonal sudah mencapai bagian bawah dari slab serta sistem penyaluran beban sudah tidak dapat diharapkan lagi. Cara pelaksanaan perbaikan retak sudut adalah berbeda dengan perbaikan jenis retak memanjang dan retak melintang. Adapun untuk retak diagonal, penanganannya dianggap sama dengan retak sudut apabila jarak retaknya < 2 meter dari sudut sambungan, baik arah sambungan melintang maupun sambungan memanjang. Tahap pelaksanaan rekonstruksi parsial daerah retak sudut adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter sedalam 2-3 cm dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Pada sudut pemotongan, garis pemotongan dibuat lengkung untuk mengurangi konsentrasi tegangan. c. Bongkar daerah yang sudah dipotong tanpa merusak dowel atau tie bar. d. Bongkar dan ganti tanah dasar (subgrade) dan lapisan pondasi jika kurang baik kondisinya. Perbaikan agar menggunakan soil cement sebab daerah pekerjaan sempit dan pemadatan sulit. e. Periksa batang dowel yang ada, potong dan buang batang-batang yang rusak, kemudian pasang baru. f. Potonglah alur sambungan dengan alat potong sesudah beton mengeras dan masukkan campuran perekat sambungan. IV - 33

81 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Untuk tahapan pelaksanaan rekonstruksi parsial daerah retak memanjang dan melintang adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter sedalam 2-3 cm dan lainnya sedalam slab. c. Keluarkan bagian-bagian beton yang ada diantara garis potong. Untuk sambungan, pelaksanaannya sama dengan rekonstruksi parsial sudut slab. d. Buatlah lubang pada beton yang ada, masukkan mortar semen dan batang dowel berukuran diameter 25x700 mm, sedalam setengah dari panjangnya. e. Bungkus bagian dowel yang sedang dikerjakan, dengan bahanbahan aspal kemudian dicor betonnya. f. Buat alur sambungan dengan memotong pemotong setelah beton mengeras kemudian masukkan campuran bahan pengisi. g. Jika slab beton tanpa tulangan susut, gantilah beton dengan satu slab yang utuh sebab kerusakan sering terjadi pada saat perbaikan. 9. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 9 (PPK9), rekonstruksi. Rekonstruksi dilakukan apabila cara pemeliharaan atau pelapisan tidak dapat dilaksanakan karena kerusakannya cukup berat. Tahap pelaksanaan rekonstruksi adalah sebagai berikut : a. Bongkar slab beton, ambil minimum satu unit slab. b. Gali lapis pondasi, dengan tidak merusak perkerasan disebelahnya yang masih utuh atau baik. c. Padatkan lapis pondasi, jika memungkinkan, dengan mesin gilas. Jika tidak mungkin, pemadatan dikerjakan dengan alat pemadat kecil (vibro hammer) terutama pada tempat-tempat yang biasanya pemadatannya kurang sempurna. IV - 34

82 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN d. Hamparkan campuran beton semen, lakukan pemadatan dengan alat pemadat getar (vibrator). e. Jarak antara sambungan melintang ditentukan sama seperti perkerasan kaku yang lama. Apabila penggantian hanya dilakukan pada salah satu lajur, posisi dan konstruksi 4.3. Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan Perencanaan Tahap perencanaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan untuk pembangunan jalan baru mengacu pada AASTHO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Langkah langkah perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Desain kondisi 1 nilai CBR = 4,10 %, umur rencana = 10 tahun. 2. Parameter Equivalent Single Axle Load (ESAL). a. Single = 1855 x 0,4 x 0,8 x 365 = b. Doubles = 5448 x 1 x 0,8 x 365 = c. Train = 6150 x 1,75 x 0,8 x 365 = total = Untuk ESAL/tahun ~ digunakan Parameter Terminal Serviceability Index(pt). Pt diambil dari ASHTO 1993 halama II-10`= 2,5 untuk jalan raya utama. 4. Parameter Initial Serviceability(p0) perkerasan jalan kaku dengan Terminal Serviceability Index (Pt) = 2,5 nilai p0 = 4,5. 5. Parameter Serviceability loss( PSI). Psi = P0 Pt = 4,5 2,5 = 2 6. Parameter Reliability (R). Reliability dapat digunakan = 90% untuk semua kondisi klasifikasi jalan, baik jalan tol, arteri, kolektor juga untuk urban maupun rural kecuali jalan lokal. IV - 35

83 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN 7. Parameter Standar deviasi (S0) untuk perkerasan kaku digunakan untuk R = 90 %, S0 = 0, Parameter Modulus reaksi tanah dasar (k). MR 1500xCBR 1500x4 k = = = = 309 pci 19,4 19,4 19,4 Koreksi effective modulus of subgrade reaction didapat k = 130 pci 9. Parameter Kuat tekan (fc ) = 350 kg/m Parameter Modulus elastis beton (Ec). Fr = 7,5 fc Jika fc = 350 kg/cm 2, maka fc = 350 x 14,22 = psi, Ec = fc = = psi 11. Parameter Flexural strength (Sc ). Hampir semua spesifikasi perkerasan jalan kaku di Indonesia mensyaratkan Sc = 45 kg/cm 2 = 640 psi. 12. Parameter Drainage coefficient (Cd). Prosen struktur perkerasan dalam 1 tahun terkena air sampai tingkat saturated < 1 %. Mutu drainase fair good, nilai Cd mewakili = 1, Parameter Load transfer coefficient (J). Penetapan parameter load transfer diambil dari AASHTO 1993 halaman II-26, dengan nilai J = 2,55. Dari parameter di atas di dapat ESAL = , tebal pelat = 20 cm dengan lapisan perata ATBL = 4 cm Metode Pelaksanaan Pekerjaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain : a. Tahap fabrikasi panel perkerasan jalan. Penyiapan segmen-segmen yang dibutuhkan di lokasi pekerjaan dengan spesifikasi sesuai dengan ketentuan yang telah diperhitungkan. Segmen yang disiapkan antara lain joint panel, base panel dan duct panel. Segmen yang telah dibuat kemudian didistribusi ke lokasi pekerjaan. IV - 36

84 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN b. Tahap persiapan. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pembersihan, penyiapan dan pemadatan tanah pada rencana badan jalan. Setelah selesai, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan lapis perata yaitu ATBL dan sandsheet. Kualitas pelaksanaan lapis perata sangat menentukan keberhasilan kinerja perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan sehingga diperlukan perhatian khusus. Akhir dari tahap persiapan ini adalah memasang polyethylene sheet (plastik membran) di atas sandsheet yang berfungsi untuk menetralkan friction dengan lapisan. c. Tahap pengaturan komponen perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Pemasangan joint panel di atas polyethylene sheet merupakan awal dari kinerja satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan 7 (tujuh) buah base panel. d. Tahap stressing komponen perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Setelah joint panel dan base panel terpasang, langkah selanjutnya adalah pemasangan kabel yang dimasukkan dari joint panel menuju 7 (tujuh) base panel. Sebelum di stressing awal, sambungan antara joint panel dan base panel direkatkan dengan epoxy (sika), kemudian di stressing awal agar tiap segmen menjadi satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Setelah joint panel dan 7 (tujuh) base panel dirapatkan pemasangan duct panel dapat segera dilaksanakan dengan diawali perekatan epoxy disambungannya. Penarikan kabel arah memanjang (stressing) yaitu arah kanan dan kiri dari perkerasan jalan sehingga seluruh segmen yang telah dirapatkan pada awal tadi dapat bekerja sebagai satu sistem perkerasan jalan. Apabila penarikan telah dilaksanakan kegiatan berikutnya pemotongan kabel pada duct panel dan joint panel. e. Tahap grouting dan finishing. Tahap selanjutnya menutup seluruh lubang pada duct panel dan joint panel (grouting) angkur pada satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang telah dilaksanakan dan memotong sisa kabel IV - 37

85 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN yang masih ada. Tahap ini berfungsi agar pengguna jalan tidak mengalami kecelakaan pada saat melintas di permukaan jalan. f. Tahap pemasangan joint dan memulai segmen berikutnya. Satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan telah selesai, banyaknya sistem yang dibuat tergantung panjang pelaksanaan penanganan jalan. Apabila penanganan jalan melebihi dari satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan, maka pemasangan dilatasi pada segmen joint panel terakhir perlu dilakukan, kemudian dapat dilaksanakan pemasangan base panel dan duct panel selanjutnya. Setelah segmen-segmen telah terpasang, kendaraan dapat segera melintasi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan dengan lancar Analisa Biaya Konstruksi Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dengan penyesuaian pada perhitungan biaya beton pracetak-pratekan dan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta edisi Januari Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi yang berhubungan beton pracetak-pratekan. Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan adalah sebagai berikut : IV - 38

86 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Tabel 4.3. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan No. Mata Perkiraan Harga Jumlah Pembayaran Uraian Satuan Kuantitas Satuan Harga (Rp.) (Rp.) = 5 x 4 DIVISI 7. STRUKTUR 7.1 (7) Beton Mutu Sedang Dengan fc' = 20 Mpa (K-250) M3 116, , , (9) Pengadaan dan Pemasangan Unit Pracetak Panel Deck (2,4 x 8)m M , , , (1) Baja Tulangan BJ 24 Kg , , ,00 Jumlah Harga Pekerjaan Divisi : ,00 la bla Pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang digunakan adalah metode FDR (Full Depth Repairs) yaitu mengganti kehilangan tegangan pada perkerasan dan menempatkan perkerasan pengganti pada bagian yang rusak. Tahapan pemeliharaan metode FDR adalah sebagai berikut : Melaksanakan fabrikasi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan sebagai pengganti perkerasan lama yang mengalami kerusakan. Gambar Fabrikasi perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti IV - 39

87 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Gambar Mengangkat perkerasan yang rusak dengan crane Gambar Menyiapkan lapis pondasi Gambar Pemotongan dan pembersihan pasir pada dowel IV - 40

88 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN Gambar Menyiapkan lapis perata Gambar Pemasangan perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti IV - 41

89 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN 4.4. Perbandingan Teknis Perbandingan teknis dari ketiga jenis konstruksi di atas adalah sebagai berikut : Tabel 4.4. Perbandingan Teknis No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku Pracetak- Pratekan 1. Dapat digunakan Digunakan hanya Digunakan pada jalan kelas untuk semua tingkat pada jalan kelas tinggi tinggi dan kesulitan volume lalu lintas pemilihan jalur alih 2. Sulit untuk bertahan Dapat lebih bertahan Dapat lebih bertahan pada terhadap kondisi drainase yang buruk 3. Umur rencana relatif pendek 5-10 tahun 4. Kerusakan tidak merambat kebagian konstruksi yang lain, kecuali perkerasan terendam air 5. Indeks pelayanan yang terbaik hanya pada saat selesai pelaksanaan konstruksi, setelah itu berkurang seiring dengan waktu dan frekuensi lalu lintasnya terhadap kondisi drainase buruk drainase yang lebih buruk Umur rencana dapat Umur rencana dapat mencapai 20 tahun mencapai tahun Jika terjadi kerusakan Kerusakan terutama maka kerusakan umumnya terjadi pada tersebut cepat dan hubungan antar panel. dalam waktu singkat Indeks pelayanan Indeks pelayanan tetap tetap baik hampir hampir selama umur rencana selama umur rencana IV - 42

90 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku Pracetak- Pratekan 6. Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan relatif yang dikeluarkan relatif tidak ada tidak ada mencapai lebih kurang dua kali lebih besar daripada perkerasan kaku 7. Mutu produk tidak Mutu produk tidak Mutu produk terjamin dan terjamin karena lebih terjamin karena percepatan waktu banyak lapisan dan pelaksanaannya pelaksanaan karena masing-masing penentuan kualitasnya berbeda. langsung di lapangan dilaksanakan di pabrik dan di lapangan hanya pemasangan panel. 8. Pelapisan ulang Agak sulit untuk Tidak perlu pelapisan dapat dilaksanakan menetapkan saat yang kembali dalam jangka waktu pada semua tingkat ketebalan perkerasan yang diperlukan, dan lebih mudah menentukan perkiraan pelapisan ulang. 9. Tebal perkerasan: Laston = 4 cm Asphalt Treated Base (ATB) = 8 cm Agregat Kelas A = 25 cm Agregat Kelas B tepat untuk > 20 tahun melakukan pelapisan ulang Tebal Perkerasan: Tebal Perkerasan: Perkerasan Kaku ~ Perkerasan kaku = 20 cm 30 cm ATBL/sandsheet = 4 cm Agregat Kelas B = (variasi) 20 cm Wet Lean Concrete (WLC) = 10 cm = 56 cm IV - 43

91 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN 4.5. Perbandingan Biaya Konstruksi Perbandingan biaya konstruksi dari ketiga jenis konstruksi di atas adalah sebagai berikut : No Pekerjaan Tabel 4.5. Perbandingan Biaya Biaya (Rp) Perbandingan terhadap biaya termahal (%) 1 Perkerasan Lentur ,33 80,73 2 Perkerasan Kaku ,00 3 Perkerasan Kaku Pracetak Pratekan ,00 86,4 IV - 44

92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Analisa perkerasan jalan lentur didapat tebal perkerasan untuk lapis permukaan (surface course) = 12 cm, menggunakan Laston (lapis aspal beton) AC tebal 4 cm dan ATB (Asphalt Treated Base) tebal 8 cm. Untuk tebal lapis pondasi (Base course) = 25 cm menggunakan Agregat Kelas A. Dan tebal lapis pondasi bawah (Sub base course) = 56 cm menggunakan Agregat Kelas B. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan lentur membutuhkan anggaran sebesar Rp ,33. Analisa perkerasan jalan kaku didapat tebal perkerasan untuk plat beton = 30 cm, lapis WLC (Wet Lean Concrete) tebal = 10 cm, dan lapis pondasi bawah (Sub base course) tebal = 20 cm. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan kaku membutuhkan anggaran sebesar Rp ,00. Analisa perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan didapat tebal plat deck beton = 20 cm dan lapis perata permukaan ATBL/Sand sheet tebal = 4 cm. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan membutuhkan anggaran sebesar Rp ,00. Perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan bukan sesuatu yang baru, hanya inovasi sederhana dengan memanfaatkan teknologi yang sudah lama dipakai pada struktur jembatan dan gedung. Perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan cocok digunakan pada ruas jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan/atau tidak ada jalur alih (rute detour). Disamping itu V - 1

93 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kualitas perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan lebih tinggi daripada tipe lainnya, sehingga memperpanjang interval pemeliharaan, mengurangi life cycle cost, dan mengurangi user cost Saran Dari hasil pembahasan tugas akhir di atas, penulis menyimpulkan beberapa saran sebagai berikut : 1. Pada pelaksanaan di lapangan perlu koordinasi yang baik antara instansi terkait untuk penutupan lalu lintas terutama pada jalur lalu lintas padat sehingga pekerjaan tidak mengalami hambatan. 2. Perlunya peningkatan kualitas pelaksanaan lapis perata (ATBL dan Sandsheet) karena hal tersebut sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan. 3. Pada saat fabrikasi beton pracetak menggunakan cara steam curing untuk mempercepat produksi. 4. Metode pelaksanaan konstruksi harus dipersiapkan lebih baik untuk mempercepat pelaksanaan pekerjaan. 5. Harga bahan konstruksi selalu berubah-ubah terutama dampak krisis global yang melanda dunia saat ini, oleh sebab itu perlu dipertimbangkan dalam perencanaan anggaran biaya pembuatan jalan. V - 2

94 DAFTAR PUSTAKA 1. Ari Suryawan, Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement), Beta Offset, Dewan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Luh M.Chang, Yu-Tzu Chen, Sangwook Lee, 2004, Using Precast Concrete Panels For Pavement Construction In Indiana, Joint Transportation Research Program No.C-36-46X,Perdue University. 5. Merrit, David K., B.F. Mc Cullough, N.H. Burns, A.K. Schindler. 2000, The Feasibility of Using Precast Concrete Panels to Expendite Highway Pavement Construction. Research Project Conducted for Texas Department of Transportation & U.S. Department of Transportation, Federal Highway Administration by Center for Transportation Research, Bureau of Engineering Research, The University of Texas at Austin. 6. Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya,Bandung: Jurusan Teknik Sipil POLBAN, 2000.

95 Lampiran 1. Lokasi Proyek

96 Lokasi Proyek Sta Sta U

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Bina Marga Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur,

Lebih terperinci

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan METODE PERHITUNGAN BIAYA KONSTRUKSI JALAN Metode yang digunakan dalam menghitung tebal lapis perkerasan adalah Metode Analisa Komponen, dengan menggunakan parameter sesuai dengan buku Petunjuk Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI 2.1 PERKERASAN LENTUR BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI Secara umum konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS BAB IV STUDI KASUS BAB STUDI KASUS Untuk menguji ketepatan program FPP dalam melakukan proses perhitungan, maka perlu dilakukan suatu pengujian. Pengujian ini adalah dengan membandingkan hasil dari perhitungan

Lebih terperinci

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis BAB II1 METODOLOGI 3.1 Kriteria dan Tujuan Perencanaan Dalam dunia civil, salah satu tugas dari seorang civil engineer adalah melakukan perencanaan lapis perkerasan jalan yang baik, benar dan dituntut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN START Jalan Lama ( Over Lay) Data data sekunder : - Jalur rencana - Angka ekivalen - Perhitungan lalu lintas - DDT dan CBR - Faktor Regional - Indeks Permukaan - Indeks Tebal

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) Jenis Perkerasan Kaku Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa tulangan Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan tulangan Perkerasan Beton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional.

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 Jalan Raya Flexible Pergerakan bebas Jarak Dekat Penelitian Metode Lokasi Kerusakan = Kerugian Materi Korban Batasan Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB V VERIFIKASI PROGRAM 49 BAB V VERIFIKASI PROGRAM 5.1 Pembahasan Jenis perkerasan jalan yang dikenal ada 2 (dua), yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sesuai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan. Jalan raya sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Perhitungan validasi program bertujuan untuk meninjau layak atau tidaknya suatu program untuk digunakan. Peninjauan validasi program dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F DAN METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA SIDIKALANG BATAS PROVINSI

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut

Lebih terperinci

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Citra Andansari NRP : 0221077 Pembimbing Utama : Ir. Silvia Sukirman Pembimbing Pendamping : Ir. Samun Haris, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA 3.1. Data Proyek 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul Bogor. 2. Lokasi Proyek : Bukit Sentul Bogor ` 3.

Lebih terperinci

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur RIGID PAVEMENT Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu jenis perkerasan jalan yang digunakn

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Jenis jalan yang direncanakan Arteri) Tebal perkerasan = Jalan kelas IIIA (jalan = 2 lajur dan 2 arah Jalan dibuka pada

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya

Lebih terperinci

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004 9 Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan Sri Wiwoho M, ST, MT ABSTRAK Campuran hot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung JURNAL TEKNIK ITS Vol 1 Sept 2012 ISSN 2301-9271 E-63 Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung Oktodelina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur 4.1.1. Data Parameter Perencanaan : Jenis Perkerasan Tebal perkerasan Masa Konstruksi (n1) Umur rencana (n2) Lebar jalan : Perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefinisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2)

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2) ANALISA PERKERASAN LENTUR (Lapen s/d Laston) PADA KEGIATAN PENINGKATAN JALAN RUAS JALAN NYAMPIR DONOMULYO (R.063) KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2) Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan dan Klasifikasi Jalan Raya 2.1.1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI 03-1732-1989 Irwan Setiawan NRP : 0021067 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115. ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM. 114.70 KM. 115.80) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002 ERA APRILLA P NRP : 0121080 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON 4.1 Menentukan Kuat Dukung Perkerasan Lama Seperti yang telah disebutkan pada bab 1, di Jalan RE Martadinata sering terjadi genangan air laut karena pasang

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Andini Fauwziah Arifin Dosen Pembimbing : Sapto Budi

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG.

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG. TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON 25 PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON Gud Purmala Putra 1), Eko Darma 2), Soedarmin 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU PETUNJUK PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA Vinda Widyanti Hatmosarojo 0021070 Pembimbing : Wimpy Santosa, ST., M.Eng., MSCE., Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DAN PERKERASAN JALAN CAUSEWAY PENGHUBUNG DERMAGA TELUK LAMONG

PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DAN PERKERASAN JALAN CAUSEWAY PENGHUBUNG DERMAGA TELUK LAMONG TUGAS AKHIR PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DAN PERKERASAN JALAN CAUSEWAY PENGHUBUNG DERMAGA TELUK LAMONG Alfred Fransiscus Yoku 3105 100 070 Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Indrasurya B M., Msc., PhD. Trihanyndio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data 30 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Di dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Oleh : Imam Hagni Puspito Ir. MT DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2008 PENGERTIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

Abstrak BAB I PENDAHULUAN Abstrak Jalan Raya MERR II merupakan alternatif pilihan yang menghubungkan akses Ruas Tol Waru Bandara Juanda menuju ke utara melalui jalan MERR II ke Kenjeran menuju akses Suramadu. Untuk menunjang hal

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS JALAN KALIANAK STA 0+000 5+350 SURABAYA TUGAS AKHIR Diajukan oleh : M.SULTHONUL

Lebih terperinci

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER (DCP) UNTUK DAYA DUKUNG TANAH PADA PERKERASAN JALAN OVERLAY (Studi Kasus: Ruas Jalan Metro Tanjungkari STA 7+000 s/d STA 8+000) Masykur 1, Septyanto Kurniawan

Lebih terperinci

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan DOSEN PEMBIMBING Donny DJ Leihitu ST. MT. DISUSUN OLEH NAMA : KHAIRUL PUADI NPM : 11.22201.000014 PROGRAM

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: EVALUASI PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DAN ANALISA KOMPONEN SNI 1732-1989 F PADA RUAS JALAN RUNDING ( SIDIKALANG ) SECTION 1 LAPORAN TUGAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODE PERENCANAAN START BAB III METODE PERENCANAAN START Jl RE Martadinata Permasalahan: - Klasifikasi jalan Arteri, kelas 1 - Identifikasi kondisi jalan - Identifikasi beban lalu-lintas - Genangan air pada badan jalan Standar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian umum Salah satu bagian program pemerintah adalah pembangunan jalan raya, sehingga jalan yang dibangun dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pemakai jalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA Patrisius Tinton Kefie 1, Arthur Suryadharma 2, Indriani Santoso 3 dan Budiman Proboyo 4 ABSTRAK : Concrete Block merupakan salah satu alternatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Raya Jalan raya merupakan jalan utama yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1 TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA 0 +000 6 +017, PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Almuslim 2 Alumni Fakultas

Lebih terperinci

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dapadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI-1732-1989-F PADA PAKET RUAS JALAN BATAS DOLOK SANGGUL SIBORONG BORONG LAPORAN TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA 3+500 6+450 Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Oleh : SHEILA MARTIKA N. (NRP 3109030070) VERONIKA NURKAHFY (NRP 3109030094) Pembimbing

Lebih terperinci

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON Pavement and Widening Roads on Hepang Nita Package With System Lataston Ferdinandus Ludgerus Lana ), Esti Widodo 2), Andy

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beban Lalu Lintas Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan gaya tekan pada sumbu kendaraan. Gaya tekan sumbu selanjutnya disalurkan ke permukaan perkerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM 121+200 KM 124+200 JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR DIDI SUPRYADI NRP. 3108038710 SYAMSUL KURNAIN NRP. 3108038710 KERANGKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN BAB

Lebih terperinci

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128 ABSTRAKSI GaneÇ Swara Vol. 7 No.1 Maret 2013 PERBANDINGAN PERKERASAN KAKU DAN PERKERASAN LENTUR I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fak. Teknik Univ. Islam Al-Azhar Mataram Perkerasan jalan merupakan suatu

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK-POOL BUS WISATA

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK-POOL BUS WISATA PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK-POOL BUS WISATA BARANANGSIANG Rifan Abdi Hutomo 18304001 ABSTRAKSI Lajur khusus

Lebih terperinci

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (Studi Kasus Proyek Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan Simpang Peut Batas Aceh Selatan Km 337) Tugas Akhir

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1. mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang digunakan BAB I PENDAHULUAN Tujuan Pembelajaran Umum 1. mahasiswa dapat melakukan identifikasi (identify) metoda-metoda yang digunakan dalam perencanaan tebal lapis perkerasan lentur; 2. mahasiswa dapat membandingan

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III NIM NIM

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III NIM NIM ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN AKSES KUALA NAMU DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SNI 1732 1989 F LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata

Lebih terperinci

PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP. PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi

PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP. PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi SpRigWP SISTEM PERKERASAN KAKU BETON BERTULANG MENERUS PRACETAK

Lebih terperinci

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM. EVALUASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DENGAN METODE SNI 1732-1989-F PADA PAKET RUAS JALAN BATAS KOTA TARUTUNG BATAS KAB. TAPANULI SELATAN (SECTION

Lebih terperinci

Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisa Ekonominya pada Proyek Jalan Sindang Barang Cidaun, Cianjur.

Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisa Ekonominya pada Proyek Jalan Sindang Barang Cidaun, Cianjur. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisa Ekonominya pada Proyek Jalan Sindang Barang Cidaun, Cianjur. Muhamad Yodi Aryangga, Anak

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci