PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRACT RUDIANSYAH Development of Fishing Technology In Apar Bay, Pasir Regency, Province of East Kalimantan. Under supervision of MULYONO S. BASKORO and WAWAN OKTARIZA. Located in Pasir regency, Apar Bay has fisheries resources which have not fully utilized. The situation gives opportunity to develop fishing with regard to the Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) as suggested by the FAO. Objective of the research are: (1) To analysis status of fish resource utilization in Apar Bay, Pasir Regency, East Kalimantan and (2) analysis fishing technology that is good to be developed in Apar bay Pasir Regency (biology, social, and techco-economic). Primary data collection on biological, social and techno-economic aspects was carried out by interviewing fishermen in the study site. Secondary data on fish abundances were taken from fisheries statistical data, issued by fisherman and maritime resources services of Pasir Regency This research was focused on fishing gears i.e. purse seine, bottom gill net, drift gill net, trammel net, tidal traps (jermal), drift long line, lift net. Data analysis method of fish resource, market analysis, financial analysis and scoring method. Result of research indicates that exploiting of fish resources pelagis and demersal in Apar Bay over Total Allowable Catches (TAC) 80% from MSY. Bottom gill net, Trammel net and purse seine is fishing gear of main priority of development. Keywords: Apar Bay, Fishing Technology, Development, TAC

3 RINGKASAN RUDIANSYAH Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan di Perairan Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur. Dibimbing oleh MULYONO S BASKORO dan WAWAN OKTARIZA. Sebagai salah satu wilayah di Kabupaten Pasir, Teluk Apar mempunyai potensi sumberdaya ikan yang saat ini belum dieksploitasi secara optimal. Kondisi ini memberikan peluang pengembangan usaha perikanan tangkap dengan memperhatikan ketentuan Perilaku Perikanan yang bertanggungjawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries). Penelitian dilakukan dengan tujuan (1) Menganalisis status pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur dan (2) menganalisis teknologi penangkapan ikan yang tepat guna dikembangkan di Teluk Apar Kabupaten Pasir (biologi, sosial, teknik dan ekonomi). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terhadap nelayan untuk menganalisis aspek biologi, sosial, teknik dan ekonomi. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pencatatan statistik perikanan Kabupaten Pasir tahun untuk menganalisis kelimpahan sumberdaya. Alat tangkap yang diamati adalah pukat cincin (purse seine), jaring insang dasar (bottom gill net), jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring tiga lapis (trammel net), jermal (Tidal traps), rawai hanyut (drift long line), bagan tancap (lift net). Metode analisis data yaitu kelimpahan sumberdaya, analisis pasar, analisis finansial dan metode skoring. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan demersal di Teluk Apar melebihi jumlah tangkap yang diperbolehkan (total allowable catch) 80% dari MSY. Jaring insang dasar, jaring tiga lapis dan purse seine merupakan unit penangkapan prioritas utama pengembangan. Kata Kunci : Teluk Apar, teknologi penangkapan ikan, pengembangan, JTB

4 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

5 HALAMAN PENGESAHAN Judul : Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Di Perairan Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur. Nama : Rudiansyah N R P : C Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Ketua Ir. Wawan Oktariza, M.Si Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 4 Juli 2008 Tanggal Lulus :

6 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Jhon Haluan, M.Sc

7 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan di Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2008 Rudiansyah NRP. C

8 @ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang keras mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang penulis lakukan ialah pengembangan teknologi penangkapan ikan di Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga November Terimakasih yang tak terhingga kepada ibu, ayah dan ibu mertua tanpa lelah senantiasa memberikan dukungan moril serta seluruh keluarga. Khusus kepada istriku tercinta Dede Eli Amalia, S.Pd atas perhatian, pengertian, pengorbanan dan kesabarannya serta putra-putriku tersayang M. Shofil Fuady, Alwan Nabil Maududy dan Naila Keisha Azkia yang menjadi spirit dan kekuatan bagi ayah untuk segera menyelesaikan studi. Semoga perjuangan ayah menjadi semangatmu di kemudian hari. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc dan Bapak Ir. Wawan Oktariza, M.Si sebagai komisi pembimbing serta Prof. Dr. Ir. Jhon Haluan, M.Sc yang telah banyak memberikan saran, semoga Allat SWT menjadikannya sebagai amal zariyah. Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Bupati Paser H. Ridwan Suidi beserta jajaran Pemerintah Kabupaten Pasir atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB, Rekan-rekan staf Dinas Perikanan Bapak Budy Hartika Eka Putra, S.Pi M.Pi dan Ibu Nina, S.Pi, atas dukungan dan bantuannya dalam memfasilitasi penulis dalam penyelesaian studi dan membantu kelengkapan administrasi kedinasan. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Bapak Khoiron, S.Pd (PPL Ma. Pasir), Bapak Gomed (Ma. Pasir), Bapak Zaini dan Bapak Bahdar (Lori) yang telah membantu memfasilitasi penulis pada saat penelitian di lapangan Keluarga besar mahasiswa Teknologi Kelautan angkatan 2006: Hufiadi, Amirul K. Adnan, M. Tahsim H, Benidiktus Jeujanan, Arif Febrianto, Takril, Mukhlis, Yeyen, Riyanto, Stany R.S, Isnaniah, Dwi Rosalina, Isnaini, Finriani Arifin, Dina Maya Sari dan Ririn Irnawati terimakasih atas kebersamaannya sebagai sahabat sekaligus sebagai saudara, semoga kekompakan yang telah terjalin dan terbina menjadi benang penghubung semangat silaturahim diantara kita. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2008 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuaro, Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 11 Maret 1971 dari pasangan H. Abd. Latif dan Hj. Hafsah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, lulus pada tahun Pada tahun 1997 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasir dan ditempatkan pada unit kerja Dinas Perikanan Cabang Dinas Pasir. Tahun penulis menjadi kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Benih Udang (BBU). Selanjutnya tahun 2002 penulis diangkat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pemanfaatan Lingkungan pada Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir hingga Agustus Pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan mengikuti program magister pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa tugas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pasir.

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikian TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Kelimpahan Sumberdaya Perikanan Tangkap Permintaan Pasar Pengembangan Perikanan Tangkap Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna Tepat Guna berdasarkan Aspek Biologi Tepat Guna berdasarkan Aspek Teknis Tepat Guna berdasarkan Aspek Sosial Tepat Guna berdasarkan Aspek Ekonomi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penenlitian Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Pengambilan Sampel Metode Analisa Data Standarisasi unit penangkapan Analisis kelimpahan sumberdaya ikan Analisis trend Analisis aspek pasar Analisis usaha Analisis kriteria investasi Metode skoring DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Kabupaten Pasir Administrasi wilayah dan letak geografis Keadaan topografi Perikanan tangkap... 28

12 ii 4.2 Kondisi Umum Teluk Apar Gambaran desa-desa pesisir Karakteristik oseanografi Daerah dan musim penangkapan Unit penangkapan ikan Nelayan Perahu/ Kapal Alat tangkap Sumberdaya ikan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Karakteristik nelayan responden Kelimpahan sumberdaya ikan Ikan pelagis Demersal Produktivitas unit penangkapan Analisis pasar Pola pemasaran Permintaan pasar Penawaran pasar Peramalan permintaan dan penawaran Analisis finansial Keuntungan usaha Imbangan penerimaan dan biaya (R-C Ratio) Waktu pengembalian modal (Payback period) Net Present Value (NPV) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Internal Rate of Return (IRR) Urutan keunggulan unit penangkapan Aspek biologi Aspek teknis Aspek sosial Aspek ekonomi Determinasi keunggulan unit penanagkapan Pembahasan Status produksi ikan di Teluk Apar Pola pemasaran Kelayakan usaha penangkapan ikan Kriteria keunggulan unit penangkapan Determinasi pengembangan teknologi penangkapan Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap di Teluk Apar Kendala Pengembangan Perikanan Tangkap di Teluk Apar SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

14 iv DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Tahun Produktivitas berdasarkan Klasifikasi Jenis Alat Tangkap di Teluk Apar Tahun Penentuan Jumlah Sampel Posisi Beberapa Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Pasir Jumlah Nelayan Perikanan Laut Berdasarkan Kategori Usaha di Kabupaten Pasir Tahun Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut menurut Jenis/Ukuran Perahu/Kapal Kabupaten Pasir... 7 Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Perikanan Laut (unit) menurut Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Pasir. 8 Produksi Perikanan Tangkap menurut Klasifikasi Alat Tangkap di Kabupaten Pasir Tahun Musim Penangkapan Ikan berdasarkan Jenis Alat Tangkap Bulan Musim Ikan berdasarkan Jenis Ikan di Perairan Teluk Apar Perkembangan Jumlah Nelayan di Perairan Teluk Apar Tahun Perkembangan Jumlah Perahu/Kapal Penangkap Ikan di Teluk Apar Tahun Perkembangan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di Teluk Apar Periode Tahun Jumlah Nelayan Responden berdasarkan Umur Jumlah Nelayan Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Nelayan Responden berdasarkan Pengalaman sebagai Nelayan Jumlah Nelayan Responden berdasarkan Jenis Alat yang Digunakan dan Kapasitas Kapal

15 v 18 Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Purse seine Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Jaring Insang Hanyut 20 Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Jaring Insang Dasar Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Jaring Tiga Lapis Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Bagan Tancap Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Rawai Hanyut Produksi, Upaya Penangkapan dan Produktifitas Jermal 25 Jenis Ikan dan Harga Rata-rata Minimal Per Kilogram di Teluk Apar Permintaan Komoditi Ikan Penduduk Balikpapan Tahun Pemintaan Potensial Kalimantan Timur Pada Komoditi Ikan Tahun Jumlah Produksi Ikan Teluk Apar dan Balikpapan Tahun Jumlah Produksi Ikan Teluk Apar dan Kalimantan Timur Tahun Proyeksi Permintaan Potensial Ikan di Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Proyeksi Penawaran Ikan dari Teluk Apar, Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Perbandingan Proyeksi Permintaan, Penawaran dan Peluang Pengembangan Produksi Ikan di Balikpapan Tahun Perbandingan Proyeksi Permintaan, Penawaran dan Peluang Pengembangan Produksi Ikan Kalimantan Timur tahun Modal Investasi Usaha Penangkapan Ikan di Teluk Apar Analisa Usaha Unit Penangkapan yang Eksisting di Teluk Apar Nilai Kriteria Investasi Unit Penangkapan Eksisting di Teluk Apar. 85

16 vi 37 Kriteria Penilaian Selektifitas Alat Tangkap berdasarkan Mesh Size Alat Tangkap di Teluk Apar Penilaian Aspek Biologi Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Standarisasi Aspek Biologi Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Penilaian Aspek Tenis Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Standarisasi Aspek Tenis Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Penilaian Aspek Sosial Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Standarisasi Aspek Sosial Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Penilaian Aspek Ekonomi berdasarkan Kelayakan Usaha Standarisasi Penilaian dari Aspek Ekonomi berdasarkan Kriteria Usaha Penilaian Aspek Ekonomi pada Kriteria Kelayakan Investasi Standarisasi Aspek Ekonomi pada Kriteria Kelayakan Investasi Rangkuman Penilaian Aspek Biologi, Teknik, Sosial dan Ekonomi Unit Penangkapan Ikan Standarisasi Penilaian Aspek Biologi, Teknis, Sosial dan Ekonomi Unit Penangkapan Ikan di Teluk Apar Perbandingan Pemanfaatan dan Pengupayaan pada Kondisi Aktual, Estimasi MSY dan f opt dan CCRF 80%

17 vii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kawasan Cagar Alam Teluk Apar Alat Tangkap Purse Seine Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut (drift gill net) Alat Tangkap Jaring Insang Dasar (bottom gill net) Alat Tangkap Jaring Tiga Lapis (trammel net) Alat Tangkap Jermal/ Julu (tidal traps) Alat Tangkap Bagan Tancap (stationary lift net) Alat Tangkap Rawai Hanyut Ikan Tongkol (Auxis sp) Ikan Kakap (Lates calcarifer) Ikan Tembang (Sardinella sp) Ikan Layang ( Decapterus) Ikan Kembung (Rastrelliger spp) Ikan Selar (Selaroides spp) Ikan Teri (Stolephorus spp) Perkembangan Produksi Ikan Pelagis di Teluk Apar Tahun Perkembangan Upaya Penangkapan Ikan Pelagis di Teluk Apar Tahun Hubungan Effort terhadap Produksi dengan Pendekatan Schaefer Hubungan Effort terhadap CPUE dengan Pendekatan Schaefer Status Produksi dan Upaya Penangkapan Ikan Pelagis di Teluk Apar 60

18 viii 22 Perkembangan Produksi Ikan Demersal di Teluk Apar Tahun Perkembangan Upaya Penangkapan Ikan Demersal di Teluk Apar Tahun Hubungan Upaya Penangkapan, Produksi Pendekatan Schaefer Hubungan Upaya dan CPUE dengan Pendekatan Schaefer Status produksi dan upaya penangkapan ikan demeral di Teluk Apar Perkembangan Produksi Purse Seine Perkembangan Upaya Penangkapan Purse Seine Perkembangan Produksi Jaring Insang Hanyut Perkembangn Upaya Penangkapan Jaring Insang Hanyut Perkembangan Produksi Jaring Insang Tetap Perkembangan Upaya Penangkapan Jaring Insang Tetap Perkembangan Produksi Jaring Tiga Lapis Perkembangan Upaya Penangkapan Jaring Tiga Lapis Perkembangan Produksi Bagan Tancap Perkembangan Upaya Penangkapan Bagan Tancap Perkembangan Produksi Rawai Hanyut Perkembangan Upaya Penangkapan Rawai Hanyut Perkembangan Produksi Jermal Perkembangan Upaya Penangkapan Jermal Alur Pemasaran Komoditi Ikan di Teluk Apar Perbandingan permintaan dan penawaran ikan di Balikpapan Perbandingan permintaan dan penawaran ikan di Kalimantan Timur.. 82

19 DAFTAR ISTILAH Alat tangkap ikan : Penggabungan seluruh output (x) sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Analisis Finansial : Analisis terhadap kegiatan usaha dengan memperhitungkan biaya dan manfaat dalam suatu usaha dengan menggunakan alat ukur NPV, Net B/C dan IRR Analisis Usaha : Evaluasi keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang dicapai Benefit Cost Ratio (Net B/C) : Perbandingan antara total penerimaan bersih dan total biaya produksi Berkelanjutan : Pemanfaatan sumber daya secara lestari yaitu dimana laju pemanfaatan harus lebih kecil atau sama dengan pemulihan sumber daya tersebut Biaya Investasi : Biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum mendapatkan hasil Biaya Tetap : Biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan dalam satu tahun, dinyatakan dalam satuan rupiah. Biaya Total : Semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk, dinyatakan dalam satuan rupiah Biaya Variabel : Biaya yang besarnya tergantung dari output yang akan dihasilkan dalam satu tahun yang dinyatakan dalam rupiah. Biodiversity : Keanekaragam hayati yang ada di dalam suatu habitat yang menunjukkan produktivitas suatu perairan. By catch : Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian dari hasil tangkapan yang didapatkan pada saat operasi penangkapan sebagai tambahan dari tujuan utama penangkapan (target spesies). Catch Catch per unit effort (CPUE) : : Hasil tangkapan adalah komponen dari ikan yang bertemu dengan alat penangkap ikan dan tidak dapat melepaskan diridari padanya. Jumlah hasil tangkapan yang diambil per unit alat tangkap.

20 Code of Conduct for Respon- : sible Fisheries (CCRF) Perikanan bertanggung jawab adalah konsep yang meliputi penggunaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan dalam keseimbangannya dengan lingkungan; Degradasi : Penurunan kualitas maupun kuantitas dari suatu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Fishing Power Index (FPI) : Perbandingan kemampuan tangkap antar alat tangkap selanjutnya dinyatakan dalam bentuk indeks Gross Tonnage (GT) : Ukuran besarnya kapal secara keseluruhan yang merupakan jumlah isi semua ruang-ruang tertutup (volume) IRR : Suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value=0 Kapal perikanan : Kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Keuntungan : Selisih antara penerimaan total dengan biaya total selama periode tertentu yang dinyatakan dalam nilai rupiah Masyarakat nelayan : Orang yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumber daya ikan. Maximum Sustainable Yield : Suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas biomassa secara jangka panjang Nelayan : Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya/ tanaman air. Net B/C : Perbandingan antara total nilai sekarang dari manfaat bersih yang bersifat positif dengan nilai sekarang dari manfaat bersih yang negatif Net Present Value (NPV) : Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Nilai Penyusutan : Nilai yang dihasilkan dari pengurangan harga pembelian dengan harga terpakai yang dibagi

21 dengan lamanya pemakaian dalam tahun (umur teknis) Open acces : Suatu kondisi dimana siapa saja dapat berpartisipasi dalam melakukan penangkapan ikan tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut Overfishing : Suatu resiko yang dapat ditimbulkan oleh penangkapan yang berlebihan Payback Period (PP) : Suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Pelabuhan perikanan : Suatu tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan atau pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Pembangunan berkelanjutan : Pembangunan yang mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi dan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Penerimaan : Hasil perkalian jumlah produksi total dengan harga satuan yang dinyatakan dalam satuan rupiah Pengelolaan perikanan : Semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya alam, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengeluaran : Nilai penggunaan sarana produksi yang diperlukan atau dibebankan pada proses produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah

22 Pengembangan : Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan. Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan tangkap : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya. Produktivitas : Suatu alat untuk melihat efisiensi teknik dan suatu proses produksi yang merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input sumberdaya yang dipergunakan Resources : Sumberdaya biologi mencakup sumberdaya genetik, organisme atau berbagai bagiannya, populasi atau setiap komponen biotik dari ekosistem dengan potensi atau penggunaan aktual bagi kemanusiaan. Sistem : Elemen-elemen yang bersifat kompleks dan saling berhubungan, saling bekerja sama membentuk satu kesatuan dalam rangka pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan Unit penangkapan ikan : Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan. Usaha perikanan tangkap : Kegiatan yang bertujuan memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan maupun tanpa alat tangkap, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan mengawetkan.

23 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Pasir merupakan salah satu dari kabupaten/kota di wilayah Propinsi Kalimantan Timur yang letaknya paling selatan dari Propinsi Kalimantan Timur atau tepatnya berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah Kabupaten Pasir ,94 km 2 atau 4,73 % dari luas Kalimantan Timur dan luas perairan mencapai 752,76 km 2. Panjang garis pantai mencapai 202 km yang membentang dari arah utara ke selatan yaitu wilayah Kecamatan Longkali sampai wilayah Kecamatan Tanjung Harapan. Salah satu teluk di wilayah pesisir Kabupaten Pasir yaitu Teluk Apar yang merupakan salah satu wilayah perairan laut yang memiliki sumberdaya perikanan yang cukup potensial. Wilayah perairan Teluk Apar meliputi 2 kecamatan dan terdiri dari 6 desa yaitu Desa Muara Pasir dan Desa Pasir Baru berada di Kecamatan Tanah Grogot dan Desa Lori, Desa Labuangkallo, Desa Selengot dan Desa Tanjung Aru berada di wilayah Kecamatan Tanjung Harapan. Pada tahun 2005 produksi perikanan tangkap perairan Teluk Apar memberikan kontribusi sebesar 58% atau 6.662,5 ton dari total volume produksi perikanan tangkap Kabupaten Pasir sebesar ,9 ton. Produksi tersebut dihasilkan dari rumah tangga perikanan sebanyak dengan jumlah nelayan orang. Produksi perikanan tangkap perairan laut menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Tahun 2005 No Kecamatan Produksi RTP Nelayan (ton) (unit) (orang) 1 Batu Engau Tanjung Harapan *) 4.882, Tanah Grogot *) 1.779, Kuaro 1.681, Long Ikis 1.495, Long Kali 1.404, Jumlah , Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir, 2006 Berbagai program pembangunan perikanan telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pasir melalui Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten

24 2 Pasir dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup pembudidaya ikan dan nelayan. Salah satu program tersebut yaitu pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perikanan dan pesisir. Apresiasi dari program tersebut berupa kegiatan pengadaan dan pengembangan kapal dan alat tangkap yaitu antara lain : jaring insang (gill net), jaring tiga lapis (trammel net) dan bagan tancap (lift net) yang dibiayai melalui berbagai sumber dana antara lain : APBN, APBD Propinsi maupun APBD Kabupaten. Secara umum alat tangkap yang digunakan oleh masyarakat nelayan di wilayah perairan Teluk Apar menurut jenisnya antara lain : yaitu jaring insang hanyut (drift gill net), jaring insang dasar (bottom gill net), jaring tiga lapis (trammel net), jermal (stow nets), sero (stake traps), bagan tancap (lift net), dan pukat cincin (purse seine). Dari berbagai jenis alat tangkap yang digunakan tersebut baik yang berasal dari bantuan pemerintah maupun alat tangkap yang bersifat turun temurun, hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu kajian atau penelitian jenis teknologi alat tangkap yang paling tepat untuk dikembangkan. Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dapat dilakukan dengan mengusahakan unit penangkapan ikan yang tepat guna. Penggunaan alat tangkap tersebut tentu harus ditunjang oleh sarana dan prasarana penangkapan serta teknologi alat penangkap ikan yang digunakan. Berkaitan dengan program pengembangan perikanan tangkap di Teluk Apar, maka perlu dipilih jenis teknologi penangkapan ikan yang tepat guna agar tujuan program pengembangan yang dilakukan nantinya tepat sesuai dengan yang di harapkan. Pemilihan tersebut harus memenuhi kriteria dari beberapa aspek penilaian yaitu aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Dari segi biologi alat tangkap yang di gunakan tidak merusak sumberdaya ikan, dari segi teknis alat tangkap itu harus efektif dalam penggunannya, dari segi sosial harus dapat diterima oleh nelayan, dan dari segi ekonomi alat tangkap itu harus bersifat menguntungkan (Haluan dan Nurani, 1988). Oleh karena itu untuk mewujudkan hal tersebut serta dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan pendapatan nelayan di perairan Teluk Apar diperlukan suatu kajian mendalam terhadap jenis teknologi alat tangkap yang digunakan, agar jenis teknologi penangkapan ikan yang dikembangkan kemudian

25 3 tepat guna sesuai dengan kondisi sumberdaya hayati laut setempat dan tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. 1.2 Rumusan Masalah Sumberdaya perikanan tangkap di perairan Teluk Apar memiliki potensi yang cukup besar namun pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Hal ini berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah, kemampuan manajerial yang masih lemah, keterbatasan modal sehingga menyebabkan produktivitas nelayan dan produktivitas alat tangkap rendah. Produktivitas alat tangkap tertinggi di Teluk Apar pada tahun 2005 yaitu pukat cincin sebesar 13,6 ton/tahun sedang produktivitas terendah yaitu alat tangkap pancing sebesar 0,4 ton/tahun/nelayan. Produktivitas nelayan pada tahun yang sama sebesar 3,2 ton/tahun dari total produksi sebesar 6.662,1 ton dan jumlah nelayan orang. Gambaran produktivitas jenis alat tangkap yang dioperasikan di perairan Teluk Apar secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produktivitas Berdasarkan Klasifikasi Jenis Alat Tangkap di Teluk Apar Tahun 2005 No Jenis alat tangkap Produksi Jumlah Produktivitas (ton) (unit) (ton/unit/tahun) 1 Pukat Kantong 227,7 79 2,9 2 Pukat Cincin 764, ,6 3 Jaring Insang 3.826, ,9 4 Jaring Angkat 390, ,2 5 Pancing 293, ,4 6 Perangkap ,1 7 Pengumpul Kerang 91, Penangkap Kepiting 455, Lain-lain 183, Jumlah 6.662, Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan 2006, (Diolah) Dari tabel 2 terlihat jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan di Teluk Apar cukup banyak. Agar pelaksanaan pengembangan perikanan tangkap di perairan ini dapat berjalan efektif, efisien dan berkelanjutan, maka perlu dilakukan kajian tentang keadaan stok sumberdaya yang ada diperairan tersebut kemudian pengembangan teknologi penangkapan yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan agar pemanfaatan dapat dilakukan secara berkelanjutan

26 4 Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang bersifat open access, dimana setiap orang dapat melakukan usaha penangkapan dan tidak ada batasan besarnya upaya yang dikeluarkan atau sumberdaya ikan yang boleh ditangkap. Meskipun sumberdaya ikan dapat pulih (renewable resources), akan tetapi penangkapan yang terus meningkat tanpa ada batasan akan berdampak terhadap berkurangnya sumberdaya tersebut atau penurunan stok. Bila pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Apar yang ada saat ini terus berjalan seperti demikian maka diduga dalam jangka panjang akan menyebabkan perairan teluk tersebut mengalami over capacity. Berdasarkan fenomena yang ada maka perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lebih baik, agar recovery stok sumberdaya dapat terjaga. Berkaitan dengan program pemerintah dalam pengembangan perikanan tangkap di perairan Teluk Apar, secara spesifik permasalahan utama yang perlu di analisis dan di jawab adalah : (1) Bagaimana status pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Teluk Apar. (2) Apa teknologi penangkapan yang tepat untuk dikembangkan berdasarkan kriteria penilaian aspek biologi, sosial, teknik dan ekonomi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi penangkapan ikan di perairan Teluk Apar di perlukan suatu acuan yang komprehensif dan jelas. Oleh karena itu penulis merasa sangat penting untuk meneliti carrying capacity sumberdaya ikan diperairan tersebut serta jenis teknologi penangkapan ikan yang dapat dikembangkan secara layak dan tepat guna dari berbagai alat tangkap yang digunakan, sehingga sumberdaya perikanan laut tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : (1) Menganalisis status pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur. (2) Menganalisis teknologi penangkapan ikan yang layak dikembangkan di perairan Teluk Apar berdasarkan pada aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi.

27 5 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa : (1) Informasi dan gambaran pada pengusaha dan masyarakat nelayan untuk pengembangan usaha. (2) Bahan masukan bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), serta Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir dalam pengambilan keputusan untuk penyusunan perencanaan dan pengembangan kegiatan perikanan tangkap di perairan Teluk Apar. 1.5 Kerangka Pemikiran Teluk Apar merupakan salah satu teluk utama yang menyusun bentangan geografis wilayah pesisir Kabupaten Pasir. Perencanaan pengembangan Kabupaten Pasir dilandasi pendekatan kawasan yaitu : pedalaman, tengah dan pesisir. Kawasan tengah umumnya lebih maju dibandingkan dengan kawasan pedalaman dan pesisir. Kebijakan pembangunan berkelanjutan merupakan keharusan yang mesti di lakukan di wilayah manapun termasuk pembangunan di wilayah pesisir. Dengan diterapkannya kebijakan otonomi daerah dan adanya peluang melakukan desentralisasi pengelolaan sumberdaya, telah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah dan segenap pihak di daerah untuk ikut memanfaatkan dan mengelola kawasan perairan termasuk perairan Teluk Apar yang memiliki luas ha. Teluk Apar dengan posisinya yang strategis di daerah pesisir Kabupaten Pasir yang berbatasan langsung dengan akses menuju propinsi lain, yaitu Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan perairan Selat Makasar menjadikan perairan Teluk Apar potensial sebagai daerah perdagangan. Melihat posisi ini ada kemungkinan Teluk Apar dapat berperan sebagai pintu gerbang aliran orang, barang dan jasa sehingga menjadi aset strategis bagi Kabupaten Pasir. Berkaitan dengan potensi sumberdaya perikanan serta didukung oleh posisi perairan Teluk Apar yang strategis, usaha perikanan tangkap di perairan laut Teluk Apar masih menghadapi berbagai kendala dan permasalahan, di bidang sarana dan prasarana, SDM, kemampuan modal nelayan serta armada penangkapan ikan.

28 6 Langkah pemikiran untuk mengembangkan teknologi perikanan tangkap di Teluk Apart, perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan beberapa analisis yaitu analisis pasar, biologi, sosial, teknik dan ekonomi. Hasil ini diharapkan dapat memberikan gambaran teknologi penangkapan pilihan yang tepat dan layak dikembangan, sehingga potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. Secara skematis kerangka pemikiran pengembangan teknologi penangkapan ikan di perairan Teluk Apar Kabupaten Pasir Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi Perikanan Tangkap Teluk Apar Permasalahan - Pendidikan - SDM - Manajerial - Produktifitas - Sarana dan Prasarana - Pendapatan Potensi Perikanan Teluk Apar Perikanan Tangkap Multi Gear dan Multi Species Kondisi Nelayan & Alat tangkap Seleksi Kondisi Sumberdaya Ikan Aspek Biologi Aspek Teknis Aspek Sosial Aspek Ekonomi - Model Schaefer - Analisis Trend - Kuantitatif - Kualitatif - Standarisasi alat tangkap - Kualitatif - Analisis usaha - Analisis kriteria investasi - Analisis pasar Metode Skoring dengan Fungsi Nilai Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Di Teluk Apar Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian.

29 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terkandung didalamnya merupakan sumber penghidupan dan sumber pembangunan yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan, guna meningkatkan kemakmuran rakyat menuju terwujudnya bangsa Indonesia yang sejahtera, maju, dan mandiri. Salah satu strategi untuk mewujudkan visi tersebut adalah pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan kelautan harus dilakukan secara optimal, efisien dan berkelanjutan. Dengan perkataan lain bahwa tingkat (laju) pembangunan harus disesuaikan dengan daya dukung lingkungan dan secara ekonomis menguntungkan, kemudian dilakukan rehabilitasi dan penataan ruang wilayah pesisir sesuai karakteristik biofisik dan pertimbangan sosial, ekonomi dan budaya (Dahuri, 2000). Pengelolaan sumberdaya perikanan menurut Nikijuluw (2002), adalah pengelolaan terhadap manusia yang memanfaatkan sumberdaya perikanan tersebut. Pengelolaan terhadap manusia adalah pengaturan tingkah laku mereka dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya perikanan perlu dilakukan karena : (1) Perikanan merupakan sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui (renewable), namun dapat mengalami kepunahan; (2) Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama yang rawan terhadap overfishing; (3) Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat merupakan sumberdaya konflik; (4) Usaha penangkapan harus menguntungkan dan mampu memberi kehidupan yang layak bagi para nelayan dan pengusahaannya. (5) Kemampuan modal, teknologi dan akses informasi yang berbeda antar nelayan menimbulkan kesenjangan dan konflik; dan (6) Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan subsektor lainnya, khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut. Pengelolaan perikanan, bila ditinjau dari aspek tingkat efisiensi yang paling tinggi baik tingkat satuan unit alat maupun satuan usaha, maka pengendalian usaha penangkapan merupakan kebijakan yang penting. Pengendalian ini didasarkan atas pertimbangan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan

30 8 kelangkaan sumberdaya. Dalam pengendalian ini pemerintah sangat berkompeten melalui pembatasan izin jumlah alat yang beroperasi (Hartwick dan Olewiller 1986). Sejalan dengan berbagai pendapat di atas maka pengembangan usaha perikanan harus ditinjau dari pendekatan Bio-Technico-Socio-Economic. Oleh karena itu ada 4 aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang dapat dikembangkan, yaitu dari segi biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya; dari segi teknis efektif untuk digunakan; dari segi sosial diterima oleh masyarakat nelayan; dan dari segi ekonomi bersifat menguntungkan (Purbayanto 1991). 2.2 Kelimpahan Sumberdaya Ikan sebagai sumberdaya hayati mempunyai sifat yang dapat dilihat dari aspek biologi yang menekankan pada jumlah stok atau biomassa ikan yang meliputi berat dan jumlah ikan pada waktu tertentu (Hartwick dan Olewiller 1986). Sementara itu ekosistem lingkungan laut dapat berubah dan berfluktuasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal (perubahan temperatur dan penangkapan) dan faktor internal (predasi, kompetisi dan migrasi) yang dapat menyebabkan berkurangnya rekruitmen (Laevastu and Favorite 1988). Gejala over-eksploitasi dapat ditandai dengan menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya, semakin kecil ukuran ikan yang ditangkap dan bergesernya daerah penangkapan ke daerah yang lebih jauh dari pantai (Gulland 1988). Dalam menganalisis sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan dan perumusan strategi pengelolaan. Ukuran dari suatu stok ikan dalam perairan dapat dinyatakan dalam jumlah atau berat total individu yang dinyatakan sebagai kelimpahan, sedangkan satuan yang sering digunakan adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) dari suatu alat tangkap. Perubahan ukuran stok dapat disebabkan oleh adanya berbagai perubahan lingkungan, proses rekruitmen, pertumbuhan, kegiatan penangkapan, populasi organisme mangsa, pemangsa atau pesaing. Perubahan ukuran stok atau beberapa bagian dari stok dalam waktu tertentu dapat digunakan untuk

31 9 mengestimasi laju kematian atau kelangsungan hidup dari stok yang bersangkutan (Widodo dkk 1998). Untuk mengestimasi besarnya kelimpahan (biomassa) dan estimasi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis sumberdaya ikan dapat digunakan metode Surplus Produksi. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa CPUE (C/f) merupakan fungsi dari effort (f) baik bersifat linear (model Schaefer) maupun eksponensial (model Fox) (Widodo dkk 1998). Model surplus produksi banyak digunakan dalam pengelolaan perikanan dalam lingkup yang besar karena model ini didasarkan pada data tangkapan dan data upaya penangkapan yang relatif mudah diperoleh. Model surplus produksi berdasarkan pada asumsi bahwa tingkat pertumbuhan netto dari stok berhubungan dengan biomassanya (King 1995). Pada analisis CPUE Maunder (2001) menyatakan bahwa yang terpenting adalah CPUE dari semua tipe alat tangkap yang dioperasikan pada areal yang sama harus dibandingkan terhadap tipe alat tangkap standar. 2.3 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 pasal 10 ayat 2 bahwa kewenangan daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pasal 3, meliputi : (1) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; (2) pengaturan kepentingan administrasi; (3) pengaturan tata ruang; (4) penegakan hukum terhadap peraturan yan dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan (5) bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Pada pasal 10 ayat 3 dijelaskan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah sejauh sepertiga dari batas laut dari daerah propinsi. Pembangunan perikanan berkaitan erat dengan proses pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya dana yang tersedia. Berdasarkan sifat sumberdaya alamnya, pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan. Fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar tersebut (Syafrin 1993).

32 Permintaan Pasar Permintaan (demand) didefinisikan Hanafiah dan Saefudin (1983) sebagai jumlah suatu barang yang akan dibeli oleh konsumen pada kondisi, waktu dan harga tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, permintaan (demand) menunjukkan berapa banyak suatu barang akan dibeli oleh suatu individu atau sejumlah individu pada berbagai tingkat harga. Permintaan terhadap jenis dan jumlah produk perikanan oleh konsumen pada harga tertentu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Jumlah permintaan akan menunjukkan kenaikan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Perubahan permintaan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada nilai penjualan total dan pendapatan bersih. Oleh karena itu dari perubahanperubahan yang terjadi tersebut diperlukan suatu metode tertentu yang dapat digunakan untuk membandingkan antara permintaan dan penawaran sehingga dapat dijadikan sebagai indikator suatu kelayakan usaha Metode yang dapat digunakan menurut (Umar 2005) adalah metode peramalan (forecasting) yaitu suatu metode untuk mengetahui keadaan sesuatu di masa akan datang. Teknik peramalan dapat menggunakan model klasik deskriptif dan model probabilistik dengan menggunakan teori ekonometrika. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, konsumsi ikan nasional melonjak hingga lebih dari 1,2 juta ton dengan nilai konsumsi ikan nasional mencapai kisaran 26 kg/kapita/tahun (2005) seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 1,34% per tahun. Konsumsi ikan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Kamboja yang konsumsi per kapita per tahunnya mencapai 39 kg, Vietnam (38), Laos (30,5) Thailand (28) dan Malaysia 45 kg/kapita/tahun (Anonim, 2007). Meningkatnya konsumsi ikan pada masyarakat berarti meningkatkan permintaan ikan secara nasional. Produk ikan secara nasional pada tahun 2005 baru mencapai ton, target produksi tahun 2006 mencapai 7,7 juta ton diharapkan tingkat konsumsi ikan per kapita menjadi 28 kg/kapita/tahun (Anonim, 2006).

33 Pengembangan Perikanan Tangkap Perikanan tangkap sebagai salah satu sub sektor dari usaha perikanan terbagi dalam 2 aspek satu diantaranya adalah penangkapan di laut, yaitu semua kegiatan penangkapan yang dilakukan di laut dan muara-muara sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi pasang surut, semua kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dari perikanan laut dinyatakan sebagai penangkapan di laut. Penangkapan ikan, menurut Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan alat tangkap atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya. Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan, syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut Monintja (2003) yaitu : (1) menyediakan kesempatan kerja yang banyak ; (2) menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan; (3) menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein; (4) mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang bisa di ekspor; (5) tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik yang di pakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang di sesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan bersih (net income) nelayan. Oleh karena itu introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus di dahului dengan penelitian dan percobaan yang intensif dengan hasil yang meyakinkan (Wisudo et al 1994). Pembangunan perikanan tidak dapat dipacu terus tanpa melihat batas kemampuan sumberdaya yang ada ataupun daya dukungnya. Pada perikanan yang telah berkembang pesat upaya pengendalian sangat diperlukan sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan perikanan dapat dijamin keberadaannya.

34 12 Upaya pengelolaan dan pengembangan perikanan laut di masa mendatang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Tetapi dengan pemanfaatan iptek itu pula diharapkan akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial, budaya dan ekonomi (Barus et al 1991). 2.6 Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna Manusia sebagai pengguna teknologi tentunya membutuhkan satu kriteria teknologi yang terbaik untuk diterapkan dalam kehidupannya. Selama ini manusia terus mencari konsep teknologi yang benar-benar mampu dijadikan pegangan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satu konsep teknologi yang ditawarkan adalah konsep teknologi tepat guna. Definisi teknologi tepat guna (TTG) berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah. Hal ini berarti bahwa teknologi yang diciptakan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, menjaga kelangsungan serta dapat meningkatkan tarap hidup manusia sebagai pengguna teknologi. Penerapan teknologi tepat guna disuatu wilayah harus benar-benar memperhatikan kondisi lingkungan setempat dan penerapannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan dimana teknologi tepat guna tersebut diterapkan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan adalah aspek lingkungan yang terkait dengan aspek biologi, aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Seleksi teknologi penangkapan ikan menurut Haluan dan Nurani (1988), dapat dilakukan melalui pengkajian-pengkajian aspek bio-technico-socioeconomic- approach, yaitu : 1) Dari segi biologi teknologi penangkapan yang akan dikembangkan tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya. 2) Secara teknis teknologi yang digunakan efektif 3) Dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan dan

35 13 4) Secara ekonomi bersifat menguntungkan Pemilihan suatu jenis teknologi penangkapan ikan di suatu wilayah perairan sangat tergantung pada faktor alam yang merupakan faktor penentu utama yaitu (1) jenis, kelimpahan dan penyebaran sumberdaya ikan, dan (2) luas areal, lokasi dan keadaan fisik lingkungan daerah penangkapan ikan Tepat Guna Berdasarkan Aspek Biologi Seleksi teknologi berdasarkan aspek biologi, memberikan penekanan bahwa pengoperasian suatu jenis teknologi penangkapan ikan tidak mengganggu atau merusak kelestarian sumberdaya perikanan. Kelestarian sumberdaya perikanan akan senantiasa terjaga, seandainya penggunaan suatu teknologi penangkapan ikan memperhatikan kondisi biologi dari suatu sumberdaya perikanan. Teknologi penangkapan erat hubungannya dengan berbagai aspek atau faktor-faktor yang bersifat biologi yang berkaitan dengan hasil tangkapan ikan dan peluang pengembangan penangkapan secara keseluruhan (Baskoro, 2006). Pemanfaatan potensi sumberdaya yang berkelanjutan secara seimbang dilakukan melalui usaha konservasi sehingga kelestarian sumberdaya tersebut dapat terjaga. Sejalan dengan prinsip-prinsip yang termuat dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang menekankan pentingnya konservasi sumberdaya hayati laut (FAO, 1995). Penekanan yang dilakukan melalui selektivitas alat tangkap Tepat Guna Berdasarkan Aspek Teknis Aspek teknis suatu usaha penangkapan ikan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan rancang bangun alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan, kesesuaian alat tangkap dengan daerah penangkapan dan jenis ikan yang menjadi target penangkapan, penggunaan peralatan pendukung dan sebagainya. Indikator dari efisiensi secara teknis adalah jumlah hasil tangkapan per satuan waktu atau tenaga. Pada sisi lain Nurani (1987) mengatakan aspek teknis merupakan aspek yang berhubungan dengan pengoperasian penangkapan ikan meliputi proses produksi, karakteristik produksi, sistem usaha dan lokasi dari unit produksi. Penggunaan teknologi penangkapan ikan dari segi teknis harus menggambarkan

36 14 sebuah teknologi penangkapan ikan yang efektif. Efektifitas suatu unit penangkapan ikan dapat dikaitkan dengan tingginya produktifitas dari suatu unit penangkapan ikan Tepat Guna Berdasarkan Aspek Sosial Berdasarkan aspek sosial penggunaan suatu jenis teknologi penangkapan ikan harus menimbulkan dampak positif terhadap kehidupan warga setempat. Penggunaan teknologi penangkapan ikan seharusnya tidak menimbulkan konflik sosial dan mampu meningkatkan taraf kesejahteraan baik bagi pengguna teknologi tersebut maupun bagi warga sekitarnya. Analisis aspek sosial perikanan tangkap menurut Nurani (1987) meliputi penyerapan tenaga kerja per unit penangkapan atau jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan per unit penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil per unit yaitu hasil bagi antara sistem bagi hasil dengan jumlah nelayan personil penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit tangkap ikan untuk nelayan yang diperoleh dari penerimaan nelayan per tahun dibagi investasi dari setiap unit penangkapan. Aspek sosial lainnya yang juga penting diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan yaitu alat tangkap ikan tersebut diterima oleh masyarakat dan pengoperasiannya tidak menimbulkan friksi sosial atau keresahan terhadap nelayan yang telah ada. Selain itu juga pendidikan, pengalaman serta memberikan pendapatan yang sesuai Tepat Guna Berdasarkan Aspek Ekonomi Aspek ekonomi merupakan aspek yang menjadi indikator kesejahteraan nelayan, oleh karenanya seleksi teknologi penangkapan ikan harus memperhatikan aspek ekonomi sebagai bagian dalam kategori teknologi perikanan tangkap tepat guna. Pertimbangan ekonomis menurut Sainsbury (1996) merupakan faktor utama dalam pemilihan metode dan alat tangkap ikan. Suatu metode harus mampu menangkap dan memberikan jumlah ikan yang cukup bagi pasar untuk memberikan keberlanjutan usaha. Aspek ekonomi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah besarnya modal investasi; besarnya modal kerja; proyeksi hasil tangkapan/pengembalian modal

37 15 Dalam analisis ekonomi, secara mikro usaha untuk meningkatkan efisiensi selalu dikaitkan dengan memperkecil atau meminimalkan biaya untuk memperoleh hasil tertentu. Pada tingkat pengoperasian unit penangkapan ikan maka identifikasi biaya diklasifikasikan menurut variabilitas hingga dikenal biaya variabel dan biaya tetap. Dalam hubungan dengan pernyataan tersebut maka biaya tetap meliputi pembayaran pinjaman, penyusutan dan asuransi atau biaya yang dikeluarkan meskipun usaha penangkapan tidak beroperasi. Sedangkan biaya variabel berhubungan dengan operasi penangkapan, termasuk upah, biaya perbaikan alat tangkap, bahan bakar, perbekalan, umpan dan es (King 1995). Pendapatan menurut Soekartawi (1995) adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan usahanya. Untuk mencapai tingkat pendapatan nelayan yang tinggi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor, akan tetapi pada umumnya kemampuan nelayan sangat terbatas dalam mengkombinasikan berbagai faktor tersebut hal ini disebabkan : (1) Penguasaan sumberdaya (2) Kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja manusia dan tenaga kerja mekanik (3) Kemampuan memperoleh modal usaha (4) Kemudahan memasarkan hasil produksi dengan harga yang wajar Kriteria yang sering digunakan dalam analisis ekonomi yaitu perbandingan manfaat dan biaya (benefit cost ratio), nilai netto sekarang (net present value) dan tingkat pengembalian internal (internal rate of return). Riyanto (1991) menyatakan bahwa metode yang paling rasional yaitu metode Net Present Value. Metode ini memperhatikan aliran kas bersih (pendapatan) sesudah payback period tercapai dan memperhitungkan nilai waktu uang yaitu dengan mendiskontokan terlebih dahulu pendapatan atas dasar biaya modal atau tingkat bunga yang diinginkan. Kalkulasinya adalah pengurangan nilai pendapatan sekarang dengan nilai pengeluaran sekarang. Menurut Kadariah dkk (1999), jika NPV 0 investasi diterima, jika NPV = 0 berarti investasi hanya menghasilkan sebesar investasi yang dikeluarkan, sedangkan bila NPV < 0 investasi ditolak karena merugikan.

38 16 Net Benefit Cost Ratio dihitung dengan terlebih dahulu mendiskonto benefit setelah dikurangi dengan cost untuk setiap tahun t. Kemudian diadakan perbandingan yang pembilangnya present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih bernilai positif, dan penyebutnya present value total dikurangi cost bernilai negatif. Bila Net B/C 1 maka suatu usaha bisa dilanjutkan/dilaksanakan (Kadariah dkk 1999). Pengertian IRR menurut Riyanto (1991) adalah tingkat bunga yang menjadikan nilai sekarang pendapatan sama dengan jumlah nilai sekarang pengeluaran. IRR adalah rate of return yang sebenarnya, nilainya harus dicari dengan coba-coba. Bila nilainya lebih tinggi dari rate of return yang berlaku atau yang diinginkan maka usul investasi diterima. Penentuan umur usaha menurut Kadariah dkk (1999) antara lain diambil dari suatu periode yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari usaha yaitu jumlah tahun selama pemakaian asset dapat meminimumkan biaya tahunan. Sedangkan biaya penyusutan adalah bentuk pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur ekonomis, demi menjamin agar angka biaya yang dimasukkan dalam neraca rugi laba tahunan benar-benar mencerminkan adanya biaya modal tersebut. Penyusutan beserta laba termasuk cash flow atau benefit tahunan bersih dari proyek.

39 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu mulai dari bulan Juni hingga Nopember Tempat penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Apar Kecamatan Tanah Grogot dan Kecamatan Tanjung Harapan Kabupaten Pasir Propinsi Kalimantan Timur (Lampiran 1). 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi dan perbandingan dari berbagai aspek terhadap unit-unit penangkapan yang mayoritas digunakan oleh masyarakat di sekitar perairan Teluk Apar sehingga diketahui teknologi penangkapan ikan yang tepat dan layak yang hasilnya digunakan dalam pengambilan keputusan. 3.3 Metode Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan dan wawancara. Data yang dikumpukan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung terhadap unit penangkapan ikan serta wawancara dengan menggunakan kuisioner yang telah disusun sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian Data sekunder berupa data produksi ikan tahunan (time series data), gambaran umum perikanan di Kabupaten Pasir dan data penduduk nelayan yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir, Kantor Statistik Kabupaten Pasir serta instansi lain selain itu juga dari berbagai tulisan melalui penelusuran pustaka (studi pustaka) yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data yang dikumpulkan untuk masing-masing aspek kajian (aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi) adalah sebagai berikut :

40 18 (1) Aspek biologi Beberapa parameter pada aspek biologi yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup: selektifitas alat tangkap, komposisi jenis hasil tangkapan, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang diperoleh yaitu dengan membandingkan potensi lestari dan produksi lestari, lama waktu musim penangkapan ikan dan lama waktu musim ikan berdasarkan jumlah bulan musim ikan. (2) Aspek teknis Mencakup parameter : ukuran kapal/perahu, ukuran alat tangkap, ukuran mata jaring, kapasitas mesin penggerak, harga dan daya tahan (kapal, mesin dan alat tangkap), kebutuhan BBM/trip, kebutuhan es/trip, produksi/trip, jumlah tenaga kerja/unit penangkapan (3) Aspek sosial Beberapa parameter sosial yang dikumpulkan meliputi : jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan ikan, respon penerimaan nelayan terhadap unit penangkapan, kemampuan berinvestasi, kemudahan pengoperasian dan kemudahan pengadaan unit penangkapan. (4) Aspek ekonomi Pada penelitian ini pengukuran parameter ekonomi dilakukan dengan analisis finansial meliputi dua aspek yaitu aspek usaha dan aspek investasi. Secara umum data yang dikumpulkan pada aspek ekonomi antara lain: biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan, penerimaan kotor/trip, penerimaan kotor/tenaga kerja. Selanjutnya penilaian efisiensi usaha dilakukan dengan kelayakan investasi dan kelayakan usaha dari setiap unit penangkapan. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak berstrata/bertingkat (Stratified Random Sampling) berdasarkan jenis dan ukuran alat tangkap. Menurut Gay dalam Hasan (2002) ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada metode yang digunakan, untuk metode deskriptif minimal 10% populasi. Selanjutnya Umar (2005) menambahkan bahwa agar pengambilan sampel sebanding atau berimbang dengan jumlah sub populasinya perlu dicari faktor pembanding yang disebut simple franction (f) dari tiap sub populasi

41 19 caranya dengan membandingkan jumlah elemen tiap subpopulasi dengan jumlah seluruh elemen populasi digunakan persamaan : Ni fi N persamaan :, dan untuk menentukan besarnya subsampel perstrata digunakan ni = fi. n Terdapat sembilan jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh masyarakat nelayan di perairan Teluk Apar, namun pada penelitian ini hanya tujuah jenis alat tangkap yang diteliti. Pemilihan alat tangkap berdasarkan pada pertimbangan : (1) alat tangkap yang dominan, efektif dan efisien (2) aktif digunakan serta (3) memberikan hasil tangkapan yang signifikan. Adapun jenis alat tangkap yang dipilih serta hasil perhitungan untuk mendapatkan sampel dari masing-masing subpopulasi alat tangkap seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 3 Penentuan Jumlah Sampel No Jenis Alat Tangkap Populasi (Ni) Sample fraction (fi) Sampel (n) Jumlah T.Grogot Tj.Harapan T.Grogot Tj.Harapan T.Grogot Tj.Harapan Sampel 1 Pukat cincin , Jaring insang hanyut Jaring insang dasar Jaring tiga lapis Bagan tancap Rawai hanyut Jermal Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan 2005, (Diolah) 3.5 Metode Analisis Data Standarisasi Unit Penangkapan Unit penangkapan yang dijadikan sebagai standar adalah unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah (mempunyai laju tangkapan rata-rata per CPUE terbesar pada periode waktu tertentu) dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power indeks) sama dengan satu. FPI dari masing-masing unit penangkapan lainnya dapat diketahui dengan cara membagi laju tangkapan rata-rata masing-masing unit penangkapan dengan laju tangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar. Berdasarkan rumus Gulland (1983), proses standarisasi adalah sebagai berikut : HTs CPUEs = FEs HTi CPUEi = FEi CPUEs FPIs = CPUEs CPUEi FPIi = CPUEi

42 20 Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Gulland, 1983) yaitu : SE =FPI i xfe i Dimana : CPUE s : catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit penangkapan standar pada tahun ke-i; CPUEi : catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan di standarisasi HTs : Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan standar pada tahun ke-i HTi : Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i FEs : Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang dijadikan standar pada tahun ke-i FEi : Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i FPIs : fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan standar pada bulan ke-i FPIi : fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada bulan ke-i SE : Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i Analisis Kelimpahan Sumberdaya Ikan Analisis kelimpahan sumberdaya ikan dilakukan dengan pengolahan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan selama 10 tahun terakhir dengan menggunakan analisis Catch Per Unit Effort (CPUE), yakni untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan yang didasari atas pembagian antara total hasil tangkapan (Cathch) dengan upaya penangkapan (Effort). Menurut Sparre dan Venema, 1992), rumus yang digunakan adalah : CPUE = Catch Effort Dimana : Catch (C) = Total hasil tangkapan (kg) Effort (F) = Total upaya penangkapan (trip)

43 21 Nilai CPUE dari total hasil tangkapan (C) dapat digunakan untuk pendugaan stok secara sederhana. Model yang digunakan untuk data yang cenderung linier yaitu model Schaefer. 1) Hubungan antara upaya penangkapan (f) dengan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) = a-bf Dimana : a = Intersep b = Slop c = Hasil Tangkapan f = Upaya penangkapan 2) Hubungan antara upaya penangkapan (f) dengan hasil tangkapan (c) C = af-bf 2 3) Upaya optimum diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama upaya penangkapan dengan nol (C=0), sehingga diperoleh rumus : F opt = a 2b 4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusi nilai upaya optimum, sehingga diperoleh : C maks = MSY = a 2 /4b Analisis Trend Analisis trend (kecenderungan) terhadap hasil tangkapan perupaya penangkapan (CPUE) dilakukan untuk seleksi data yang akan dilakukan dalam pendugaan parameter biologi Schaefer. Trend merupakan adanya tertentu dalam jangka waktu yang lama. Trend digambarkan dalam garis lurus dari persamaan regresi. Menurut Umar (2005) bentuk regresi dapat dilakukan beberapa cara yaitu yang sederhana dengan cara pemakaian grafik dalam suatu scatter diagram atau dengan cara matematis. Lebih lanjut Umar (2005) menyatakan metode yang paling umum dan paling terkenal adalah metode kuadrat terkecil (least square). Metode surplus produksi Scaefer digunakan untuk melihat hubungan hasil tangkapan dengan upaya. Hubungan fungsi tersebut menggunakan persamaannya dari Sparre and Venema (1999) yaitu. Y = βo +β 1 Xi + ε

44 22 Keterangan : Y = CPUEi Xi = kode tahun ke-i i = n ε = galat Analisis Aspek Pasar Kelayakan suatu investasi sangat ditentukan oleh kelayakan aspek pasar. Kelayakan pasar dilakukan dengan membandingkan jumlah permintaan dan penawaran. Investasi dikatakan layak bila jumlah permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penawaran. Metode yang digunakan untuk membandingkan kedua hal tersebut adalah metode peramalan (forecasting) yang didasarkan pada data berkala pada masa lalu (time series). Tujuan digunakannya metode peramalan (forecasting) ini yaitu untuk mengetahui suatu keadaan masa akan datang, dalam hal ini yaitu besarnya permintaan/ kebutuhan akan ikan di masa akan datang menurut waktu yang ditentukan. Peramalan time series dianalisis dengan menggunakan persamaan matematis, metode yang umum digunakan yaitu metode kuadrat terkecil (Least Square Method) (Umar 2005). Metode kuadrat terkecil (least square method) pada penelitian ini digunakan untuk menghitung jumlah permintaan dan penawaran, persamaannya adalah : Y = a + bx Keterangan : Y = data konsumsi dan data produksi x = waktu (tahun) a = intercep b = slope nilai a dan b dari suatu persamaan garis linier ditentukan dengan humus : a = Y bx b n n X Y X X 1 ( X 1 ) Y 1 1 i = 2 2 i Apabila a dan b telah diketahui, maka garis lurus tersebut dapat digunakan untuk meramalkan Y.

45 23 Perhitung (X) pada persamaan tersebut di atas digunakan sistem kode atau cara koding yaitu data deret waktu. Apabila data deret waktu dalam jumlah ganjil data waktu diubah menjadi bilangan-bilangan...,-3,-2,-1,0,1,2,3,... jika dijumlahkan tetap bernilai nol, sedang untuk jumlah data deret waktu yang berjumlah genap data waktu diubah menjadi bilangan-bilangan sebagai contoh..., -5,-3,-1,1,3,5,... jika dijumlahkan juga bernilai nol. Adapun untuk garis trend linier rumusnya menjadi sederhana, karena Σxi = 0 dan X = l/n Σxi = 0. sehingga dengan demikian untuk garis trend yang linier, rumusnya menjadi : a = Y b = X Y X i i 2 i Keterangan : Y Xi Yi = data konsumsi / produksi rata-rata = waktu ke-i = data konsumsi / produksi ke-i Analisis Usaha (1) Analisis Pendapatan Usaha Analisa pendapatan usaha menurut Sugiarto et al (2005) bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha dan besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : π = TR TC Keterangan : π = Keuntungan TR = Total Revenue TC = Total Cost Dengan kriteria usaha sebagai berikut : TR > TC usaha menguntungkan TR < TC usaha rugi TR = TC usaha alam keadaan impas

46 24 (2) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Revenue-Cost Ratio) Tujuan dilakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan (Sugiarto et al 2005). Imbangan penerimaan dan biaya secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Total Revenue( TR) R / C = TotalCost( TC) Dengan kriteria : R/C > 1 usaha menguntungkan R/C < 1 usaha rugi R/C = 1 usaha dalam keadaan impas (3) Analisis Waktu Pengembalian Modal (Payback Period) Payback Period menurut Umar (2001) adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui periode waktu yang diperlukan untuk menutup kembali investasi. Payback Period adalah rasio antara initial cash invesment dengan cash flow dalam satuan waktu. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Investasi PP = x1tahun Keuntungan Analisis Kriteria Investasi Evaluasi kelayakan finansial menurut Kadariah (1999) dapat menggunakan 3 (tiga) kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio dan Internal Rate of Return (IRR). (1) Net Present Value (NPV) Kriteria ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus persamaan tersebut menggunakan analisis NPV (Kadariah dkk 1999) yaitu sebagai berikut : NPV = n ( Bt Ct) t ( i) t 1 1+

47 25 Keterangan : 1 = discount factor (1 + i) t i = tingkat bunga bt = benefit pada tahun ke - t (Rp) ct = cost pada tahun ke - t (Rp) n = umur ekonomis usaha (tahun) t = tahun ke 1, 2, 3,., n Bila NPV>0 investasi suatu proyek tersebut layak, apabila NPV<0 maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan NPV=0, maka investai pada proyek tersebut hanya mengembalikan manfaat yang posisi sama dengan tingkat social opportunity cost of capital. (2) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan perbandingan antara NPV dari total benefit bersih terhadap total biaya bersih. Menurut Kadariah dkk (1999), Net B/C digunakan untuk ukuran efisiensi dalam penggunaan modal. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Net B/C = n t = 0 n t = 1 ( Bt Ct) ( Bt Ct) t ( 1 = i) ( Ct Bt) ( Bt Ct) t ( 1 i) 0 0 Dari persamaan tersebut tampak bahwa nilai B/C paling sedikit ada satu nilai Bt-Ct yang bernilai positif. Jika Net B/C memberikan nilai >1 maka keadaan tersebut menunjukkan bahwa NPV > 0. Apabila Net B/C > 1 merupakan tanda layak untuk sutau proyek, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layak untuk sesuatu proyek. (3) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan seluruh ongkos proyek atau NPV sama dengan nol. Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan bunga yang berlaku menunjukkan bahwa usaha layak untuk dilaksanakan (Kadariah dkk; 1999). IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :

48 26 NPV1 IRR = i 1 + NPV1 NPV 2 ( i 2 -i 1 ) Keterangan: i 1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i 2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV pada discount rate i 1 NPV2 = NPV pada discount rate i 2 Kriteria kelayakan pada metode IRR adalah : IRR > i usaha layak untuk dikembangkan IRR < i maka usaha tidak layak untuk dijalankan Metode Skoring Metode skoring digunakan untuk menentukan jenis teknologi penangkapan ikan yang layak. Setelah diperoleh nilai dengan menggunakan metode skoring terhadap semua kriteria (Biologi, Teknik, Sosial dan Ekonomi), maka dilakukan standarisasi nilai dengan metode fungsi nilai (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985) dengan rumus sebagai berikut : Xi - Xo Vi (Xi) = X1 - Xo V (A) = Vi (Xi) Keterangan : i : 1,2,3,..,n Xo : nilai terburuk pada kriteria X X1 : nilai terbaik pada kriteria X V(A) : fungsi nilai dari alternatif A V(Xi): fungsi nilai dari alternatif i pada kriteria ke i Urutan alat tangkap yang sesuai untuk digunakan ditetapkan dari alternatif yang mempunyai fungsi nilai tertinggi ke alternatif dengan fungsi nilai terendah.

49 4 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi umum Kabupaten Pasir Administrasi wilayah dan letak geografis Kabupaten Pasir salah satu kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terletak di bagian paling Selatan. Secara geografis Kabupaten Pasir terletak pada posisi antara 00 o 58 10,54-02 o 24 29,19 Lintang Selatan dan 115º36 14,59 166º57 35,03 Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya meliputi : (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kota Balikpapan (2) Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar (3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan (4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah administrasi Kabupaten Pasir ,94 km 2 dengan luas perairan mencapai 752,76 km 2. Terdapat 10 kecamatan yaitu Long Kali, Long Ikis, Kuaro, Tanah Grogot, Muara Komam, Batu Sopang, Pasir Belengkong, Batu Engau, Tanjung Harapan dan Muara Samu. 5 kecamatan diantaranya berada diwilayah pesisir yaitu Kuaro, Tanah Grogot, Long Ikis, Long Kali dan Tanjung Harapan. Posisi koordinat masing-masing kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Pasir dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Posisi Beberapa Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Pasir No Kecamatan Koordinat Geografi Bujur Timur Lintang Utara 1 Long Kali 116 o 17 48,65 01 o 31 40,54 2 Long Ikis 116 o 11 58,38 01 o 34 56,76 3 Kuaro 116 o 04 56,76 01 o 49 09,73 4 Tanah Grogot 116 o 11 53,51 01 o 54 45,41 5 Tanjung Harapan 116 o 04 24,32 02 o 13 38,92 Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pasir Sebagian besar wilayah pesisir Kabupaten Pasir merupakan kawasan konservasi yaitu Cagar Alam Teluk Adang dan Cagar Alam Teluk Apar. Cagar

50 28 Alam Teluk Adang dikelilingi oleh empat kecamatan yaitu Long Kali, Long Ikis, Kuaro dan Tanah Grogot. Cagar Alam Teluk Apar terletak diantara dua kecamatan yaitu Kecamatan Pasir Belengkong dan Kecamatan Tanjung Harapan Keadaan topografi Secara umum Kabupaten Pasir memiliki tiga tipe topografi yaitu dataran rendah, landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara meter diatas permukaan laut. Topografi wilayah Kabupaten Pasir terbagi dalam dua bagian yaitu : 1. Bagian Barat, merupakan daerah yang bergelombang, berbukit dan bergunung sampai di perbatasan daerah Propinsi Kalimantan Selatan hingga mencapai ketinggian m dari permukan laut. Pada daerah ini terdapat beberapa gunung antara lain : Gunung Serumpaka (1.300 m), Gunung Lumut (1.233 m), Gunung Rambutan dan Gunung Halat. 2. Bagian Timur, merupakan dataran rendah, landai hingga bergelombang. Banyak terdapat rawa dan daerah aliran sungai (DAS) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai jalur transportasi, lahan pertanian dan budidaya perikanan air tawar. Sepanjang pantai dari utara hingga keselatan merupakan hutan mangrove Perikanan tangkap Era otonomi daerah secara tidak langsung telah membawa perubahan di sektor perikanan, salah satunya adalah pemekaran wilayah kabupaten. Dampak kongkritnya terhadap perubahan struktur pada sektor perikanan khususnya sub sektor perikanan tangkap. Secara spesifik perubahan pada sub sektor perikanan tangkap yaitu pada unit penangkapan meliputi nelayan, kapal dan alat tangkap. Hal ini karena sebagaian wilayah kecamatan yang masuk dalam kabupaten pemekaran memiliki potensi perikanan laut yang cukup potensial. (1) Nelayan Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Pasir pada tahun relatif stabil. Pada perkembangan selanjutnya terjadi penurunan jumlah nelayan yaitu mulai tahun (Tabel 5). Perubahan terjadi seiring dengan pemekaran Kabupaten Pasir menjadi dua, Kabupaten Pasir dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Pemekaran juga terjadi pada tingkat kecamatan bahkan

51 29 sampai ketingkat desa. Beberapa kecamatan yang memberikan kontribusi terhadap perikanan tangkap Kabupaten Pasir sebelum terjadinya pemekaran yaitu Kecamatan Babulu, Kecamatan Waru dan Kecamatan Penajam. Tabel 5 Jumlah Nelayan Perikanan Laut berdasarkan Kategori Usaha di Kabupaten Pasir Tahun Tahun Kategori Usaha Penuh Utama Sambilan Tambahan Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan, 2006 (2) Kapal Penangkapan Aktivitas penangkapan ikan di perairan laut Kabupaten Pasir umumnya terfokus pada daerah pantai. Hal ini terlihat dari jenis/ukuran armada yang digunakan dominan kapal motor yang berukuran 0 5 GT. Ukuran perahu/kapal sangat berpengaruh terhadap jangkauan daerah pengoperasian alat tangkap. Secara lengkap ukuran kapal/perahu yang digunakan masyarakat nelayan di Kabupaten Pasir dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut menurut Jenis/Ukuran Perahu/Kapal Kabupaten Pasir. Kategori TAHUN perahu/kapal Tidak Kecil Bermotor Sedang Tempel Kapal 0 5 GT Motor 5 10 GT Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan, 2006 Perkembangan jumlah armada terlihat terjadi penurunan pada tahun Hal ini tidak terlepas dari dampak pemekaran wilayah kabupaten. Akan tetapi pada periode perkembangan jumlah armada meningkat meskipun masih berada dibawah jumlah armada pada periode tahun Peningkatan jumlah armada karena adanya dukungan kebijakan Pemerintah Kabupaten Pasir dalam rangka mengembangkan perikanan tangkap pasca pemekaran kabupaten. Apresiasi kebijakan di sub sektor perikanan tangkap berupa bantuan armada penangkapan yang bersumber dari dana APBN, APBD I dan APBD II.

52 30 (3) Alat Tangkap Sebagaimana dikatakan sebelumnya pemekaran wilayah Kabupaten Pasir menyebabkan perubahan di sub sektor perikanan tangkap, terutama pada jumlah unit penangkapan. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah alat tangkap yang menurun pada periode tahun Namun pada perkembangan selanjutnya menunjukkan jumlah alat tangkap semakin meningkat, selain karena peningkatan jumlah penduduk (nelayan), juga karena adanya paket bantuan berupa alat tangkap, mesin, kapal dan rumpon yang diluncurkan oleh pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat Secara lengkap perkembangan alat tangkap di Kabupaten Pasir periode tahun disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Perikanan Laut (unit) Menurut Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Pasir Kategori Alat Tangkap TAHUN Pukat Kantong (Seine net) Pukat Cincin (Purse seine ) Jaring Insang(Gill net) Jaring Angkat (Lift nets) Pancing (Hook and) Perangkap (Traps) Alat pengumpul Lain-lain (Other) Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Tahun, 2006 (4) Produksi Perikanan Tangkap Data pada Tabel 8 memberikan gambaran kontribusi produksi perikanan laut menurut alat tangkap dan kecamatan di Kabupaten Pasir. Jaring insang merupakan alat tangkap yang memberikan kontribusi produksi terbesar yaitu 2.779,0 ton. Produksi tertinggi menurut kecamatan di Kabupaten Pasir yaitu Tanjung Harapan sebesar 4.882,7 ton. Tingginya produksi alat tangkap jaring insang karena memiliki jumlah terbesar. Tahun 2005 jumlah jaring insang sebanyak unit lebih besar dibanding jumlah alat tangkap lain (Tabel 7). Produktifitas perikanan tangkap Kecamatan Tanjung Harapan tertinggi, hal ini didukung oleh faktor geografis dan faktor demografi. Wilayah administrasi Kecamatan Tanjung Harapan memiliki lima desa, semuanya berada di daerah pesisir, menjadikan sub sektor perikanan tangkap sebagai prime mover bagi masyarakat setempat. Demikian pula dari aspek demografi, seluruh desanya berada di daerah pesisir sehingga pekerjan utama penduduk sebagai nelayan. Berbeda dengan kecamatan lain struktur mata

53 31 pencaharian penduduknya terdiri dari berbagai bidang pekerjaan. Secara lengkap produktifitas perikanan tangkap menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Produksi Perikanan Tangkap Menurut Klasifikasi Alat Tangkap di Kabupaten Pasir Tahun 2005 No Jenis Alat Tangkap Produksi Perikanan Kecamatan (ton) Batu Engau Tj. Harapan Tnh. Grogot Kuaro Long Ikis Long Kali 1 Pukat Kantong - 206,8 20,9 130,4 56,2 131,3 2 Pukat cincin - 518,5 246,0 236, Jaring Insang 46, , ,4 874,7 924,8 831,0 4 Jaring Angkat - 315,0 75,4 110,5 151,5 85,6 5 Pancing 11,5 230,5 63,3 50,4 12,0 96,8 6 Perangkap 2,7 295,7 134,8 121,6 25,1 14,5 7 Pengumpul Kerang 3,2 65,3 25,7 11,1 34,1 23,8 8 Perangkap kepiting 8,2 341,1 114,1 112,8 126,6 55,1 9 Lain-lain 4,8 130,8 52,2 32,9 55,1 46,4 Total 76,8 4882,7 1779,8 1681,2 1385,4 1284,5 Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Tahun, Kondisi umum Teluk Apar Gambaran desa-desa pesisir Ciri pokok desa pesisir yaitu sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor perikanan, dan desanya berada di tepi pantai (AMN-Kaltim, AMN-Pasir, 2005). Sektor perikanan merupakan prime mover bagi desa pesisir. Desa-desa pesisir di sekitar perairan Teluk Apar antara lain Desa Muara Pasir, Desa Pasir Baru, Desa Lori, Desa Labuangkallo, Desa Selengot dan Desa Tanjung Aru. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.86/Kpts.II/1983 kawasan sekitar Teluk Apar ditetapkan sebagai kawasan cagar alam dengan luas hektar. Lima desa pesisir yang berada di sekitar Teluk Apar yang termasuk dalam kawasan cagar alam yaitu Desa Pasir Baru, Lori, Selengot, Labuangkallo dan Tanjung Aru (Gambar 2) Gambar 2 Kawasan cagar alam Teluk Apar

54 32 Kawasan Teluk Apar terdapat beberapa sungai antara lain Sungai Kandilo, Sungai Seratai, Sungai Apar Besar, Sungai Kerang, Sungai Segendang, dan Sungai Jengeru semuanya bermuara ke Teluk Apar. Sungai-Sungai tersebut memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian masyarakat desa sekitar Teluk Apar. Selain digunakan sebagai sumber pengairan untuk kegiatan pertanian, budidaya perikanan, sungai juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai alur transportasi untuk mengangkut hasil panen dari desa-desa lain. Hal lain yang juga memegang peran penting kaitannya sungai dengan keberadaan perikanan tangkap adanya arus pasang dan surut yang mengalir secara kontinue dari hulu sungai kemuara hingga ke perairan teluk dan demikian pula sebaliknya. Arus merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ikan melakukan migrasi. Selain migrasi untuk mencari makan juga bertujuan untuk melakukan pemijahan dengan mengikuti arah arus pasang. Arus tidak hanya membawa makanan tetapi juga membawa binatang laut itu sendiri Karakteristik oseanografi a) Suhu Kisaran suhu diperairan laut antara 27,5 o C hingga 29,5 o C. Suhu rata-rata bulanan maksimum terjadi pada bulan Mei dan Desember dengan kisaran antara 29,14 o C- dan 29,21 o C. Suhu rata-rata bulanan yang rendah terjadi pada bulan Pebruari dan Agustus (AMN-Kaltim, AMN-Pasir, 2005). Variasi rata-rata bulanan pertahunnya tidak lebih dari 2 o C. Rendahnya suhu permukaan laut pada bulan Februari diperkirakan karena pengaruh musim hujan, adapun pada bulan Agustus diduga karena tingginya penguapan akibat penyinaran matahari dan hembusan angin. Suhu maksimum terjadi pada bulan Mei diperkirakan karena kuatnya penyinaran dan angin yang berhembus lemah. Sedangkan yang terjadi pada bulan Desember diduga karena perbedaan suhu air dan suhu udara yang cukup tinggi sedangkan angin yang berhembus cukup kuat. b) Pasang Surut Tipe pasang surut perairan Kabupaten Pasir secara umum menurut data DISHIDROS-TNI AL (2003), termasuk dalam tipe pasang surut campuran dengan dominasi pasang surut ganda yaitu dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu

55 33 hari. Pasang surut yang terjadi diperairan Teluk Apar sangat dipengaruhi oleh rambatan pasang surut yang berasal dari Laut Sulawesi bagian Utara yang berasal dari Samudera Pasifik. Perubahan tinggi muka laut (pasut) perairan Teluk Apar berkisar antara 140 cm hingga 277 cm. Kisaran pasut yang besar terjadi saat bulan purnama yang dikenal dengan pasang surut purnama, sedangkan kisaran pasang surut yang paling kecil terjadi pada saat bulan sabit yang dikenal dengan pasang surut perbani. c) Arus Pergerakan arus suatu perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor angin, pasang surut, perbedaan tekanan, perbedaan suhu, salinitas dan adanya gaya coriolis. Arus yang terjadi di perairan Kabupaten pasir secara umum dipengaruhi oleh adanya angin muson, pasang surut dan perbedaan tekanan yang terjadi antara laut Sulawesi dan Samudera Hindia. Perbedaan yang terjadi menyebabkan arus di Selat Makassar mengalir dari Utara ke Selatan. Arah arus yang mengalir di perairan Kabupaten Pasir pada bulan Maret hingga Desember tidak jelas terlihat, kondisi ini disebabkan karena gerakan arus di Laut Jawa didominasi oleh arus yang mengalir dari Barat dan sebagian massa air memasuki bagian Selatan dari Selat Makassar. Arus pada bulan Mei hingga Juli umumnya mengalir kearah utara, pada bulan Agustus terdapat dua pusaran arus yang berputar yaitu disebelah Utara dan sebelah Selatan. Adapun pada bulan September arus mengalir kearah Selatan dan pada bulan Oktober hingga Desember arus di dekat pantai yang mengalir dari arah Selatan kearah Utara (AMN-Kaltim, AMN-Pasir, 2005). d) Salinitas Perairan Teluk Apar berhubungan langsung dengan Selat Makassar sehingga kisaran salinitasnya cenderung sama, yaitu antara 31,50 o / oo - 34,50 o / oo. Salinitas tertinggi terjadi pada bulan September yaitu sekitar 34,50 o / oo biasanya terjadi setelah berlangsungnya Musim Timur yang bertiup antara bulan Juni hingga Agustus. Salinitas terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret disebabkan karena tingginya curah hujan selain itu juga karena limpasan air tawar yang berasal dari daratan yang dibawa melalui sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Apar (Bappeda Kabupaten Pasir dan PKSPL IPB, 2003).

56 Daerah dan Musim Penangkapan Daerah penangkapan dari berbagai jenis alat tangkap meliputi seluruh perairan teluk. Nelayan Teluk Apar melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun meskipun terdapat musim tertentu yang dikenal dengan musim puncak. Menurut nelayan pada musim puncak hasil tangkapan lebih banyak dibanding pada musim lainnya, sehingga waktu operasi penangkapan per trip lebih pendek. Hasil wawancara dengan nelayan responden diperoleh data dan informasi mengenai musim puncak ikan berdasarkan jenis alat tangkap di Teluk Apar seperti pada Tabel 9. Tabel 9 Musim Penangkapan Ikan berdasarkan Jenis Alat Tangkap Jenis alat tangkap Bulan Puncak (Barat) Biasa (Utara) Paceklik (Selatan) Purse seine Jan Jul Okt Des Agt Sep Jaring insang dasar Jan Apr Sep Des Mei Agt Jaring insang hanyut Jan Apr Sep Des Mei Agt Jaring tiga lapis Jan Apr Sep Des Mei Agt Rawai hanyut Jan Apr Sep Des Mei Agt Jermal Jan Apr Sep Des Mei Agt Bagan tancap Jan Jul Okt Des Agt Sep Sumber : Data primer, 2007 Berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan responden dan para punggawa (juragan) diperoleh informasi musim ikan. Rincian waktu musim ikan berdasarkan jenis yang dominan tertangkap di Teluk Apar disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Bulan Musim Ikan berdasarkan Jenis Ikan di Perairan Teluk Apar Musim Ikan (bulan) Jenis Ikan Tongkol Layang Tenggiri Kembung Selar Teri Tembang Kakap Sumbal Bawal Udang Windu Sumber : Data primer, 2007

57 Unit Penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan, terdiri dari nelayan, perahu/kapal penangkap ikan dan alat penangkap ikan. Ketiga elemen tersebut sangat penting dalam melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan Nelayan Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan usaha penangkapan ikan. Nurani (1987) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, dalam hal ini termasuk juru masak dan ahli mesin yang bekerja di atas kapal. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir tahun 2005, nelayan di sekitar perairan Teluk Apar berjumlah 2088 orang. Jumlah nelayan setiap tahun cenderung mengalami peningkatan (Tabel 11). Kondisi diatas secara tidak langsung memberikan gambaran terhadap pemanfaatan sumberdaya di perairan Teluk Apar. Semakin bertambah jumlah nelayan tekanan pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Apar juga akan semakin meningkat. Tabel 11 Perkembangan Jumlah Nelayan di Teluk Apar tahun Tahun Penuh Sambilan Utama Tambahan Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir, Perahu/ kapal Kapal perikanan menurut UU No 31 Tahun 2004 (pasal 1 ayat 9) adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan

58 36 penelitian/eksplorasi perikanan (UU No 31 Tahun 2004). Secara Umum jumlah perahu dan kapal meningkat setiap tahun. Peningkatan secara signifikan pada motor ukuran 0-5 GT. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu peningkatan jumlah nelayan, kultur masyarakat di pesisir pantai kawasan Teluk Apar, kemampuan modal dan daerah operasi penangkapan. Selengkapnya perkembangan jumlah perahu/kapal di Teluk Apar periode disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Perkembangan Jumlah Perahu/Kapal Penangkap Ikan di Teluk Apar Tahun Tahun Tidak bermotor Kapal motor Kecil Sedang Tempel 0-5 GT 5-15 GT Jumlah Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Kabupaten Pasir, Alat tangkap Beragam jenis alat tangkap dioperasikan di perairan Teluk Apar, diantara berbagai alat tangkap tersebut yang dominan digunakan antara lain : purse seine, jaring insang hanyut, jaring insang dasar, jarring insang tiga lapis, bagan tancap, rawai hanyut dan jermal. Produksi perikanana laut Kabupaten Pasir secara umum ditopang oleh dua perairan laut yaitu Teluk Adang dan Teluk Apar. Terdapat perbedaan keragaman alat tangkap yang dioperasikan pada masing-masing perairan teluk. Di perairan Teluk Adang masih ditemukan atau masih beroperasi alat tangkap baby trawl (dogol) dan tidak terdapat alat tangkap purse seine. Sebaliknya di perairan Teluk Apar masyarakat nelayan Desa Tanjung Aru dan Desa Muara Pasir mengoperasikan alat tangkap purse seine dan tidak terdapat trawl. Tidak beroperasinya trawl di Teluk Apar lebih disebabkan oleh adanya kepatuhan terhadap kesepakatan antar nelayan, tokoh masyarakat, aparat desa

59 37 yang berada di sekitar kawasan Teluk Apar untuk melarang beroperasinya trawl di perairan Teluk Apart, mengingat alat yang dioperasikan sebagian besar merupakan alat tangkap pasif khususnya jaring tiga lapis (penambe), selain itu armada yang digunakan dominan berkapasitas kecil sehingga operasi semua unit penangkapan terfokus pada satu kawasan yang sama. Berdasarkan hal tersebut maka disepakati untuk alat tangkap trawl dilarang dioperasikan di Teluk Apar. Perkembangan jenis alat tangkap pada periode disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Perkembangan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di Teluk Apar Periode Tahun Jenis Alat Tangkap Tahun Pukat Jaring insang Bagan Rawai Jumlah Jermal Cincin Hanyut Dasar Tiga Tancap Hanyut Sumber : Dinas Perikanan dan Sumberdaya Kelautan, Pasir 2006 Pasca pelarangan pengoperasian trawl telah berdampak terhadap menurunnya jumlah alat tangkap trawl (dogol) di Kabupaten Pasir, kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi udang. Dampak lain dari pelarangan pengoperasian trawl adalah semakin meningkatnya luasan bukaan hutan mangrove di Kabupaten Pasir untuk usaha budidaya udang. Ditinjau dari aspek pencapaian produksi khususnya udang, hal ini memberikan nilai tambah bagi Kabupaten Pasir karena produksi udang yang sebelumnya dihasilkan melalui penangkapan (trawl) kini tersubstitusi melalui usaha budidaya, dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dari hasil penangkapan. Oleh karena itu kontribusi udang terhadap produksi perikanan di Kabupaten Pasir (Teluk Apar) dominan dihasilkan oleh aktifitas budidaya. Pembukaan lahan tambak secara besar-besaran di Kabupaten Pasir khususnya di Teluk Apar telah menciptakan permasalahan baru. Pada beberapa desa pesisir disekitar kawasan Teluk Apar telah mengalami abrasi sehingga

60 38 mengakibatkan rusaknya bangunan-bangunan rumah, selain itu juga karena kerasnya terpaan angin laut yang langsung mengarah kerumah-rumah diperkampungan nelayan akibat tidak adanya penghalang/ terbukanya hutan mangrove untuk usaha tambak. Hal ini semakin diperparah oleh minimnya pengetahuan masyarakat bagaimana usaha budidaya tambak yang berwawasan lingkungan, sehingga dalam melakukan usahanya mereka tidak memperhatikan kaidah-kaidak keseimbangan. Dari aspek usaha penangkapan karakteristik unit penangkapan yang dioperasikan di Teluk Apar antara lain yaitu. a) Pukat Cincin / gae Pukat Cincin menurut Baskoro (2002) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah). Dengan menarik tali kerut pada bagian bawah jaring menguncup dan akan membentuk seperti mangkok. Dikatakan pukat cincin karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin (Gambar 3). Awal diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin yaitu pada tahun 1970 di pantai Utara Jawa oleh BPPL. Baru pada tahun 1973/1974 alat tersebut mulai diaplikasikan di daerah Muncar dan hingga sekarang alat tangkap tersebut berkembang pesat (Subani dan Barus 1989). Di beberapa daerah pukat cincin memiliki nama serta konstruksi yang agak berbeda. Gambar 3 Alat Tangkap Purse seine (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002) Pukat Cincin (purse seine) menurut Von Brant (1984) dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau

61 39 lebih panjang daripada tali ris atas (floatline). Float line memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga posisi jaring agar tetap berada di permukaan air. Leadline adalah tali ris bawah yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Mata jaring pada pukat cincin hanya berfungsi untuk penghadang gerak ikan, bukan penjerat sebagaimana pada gillnet. Metode pengoperasian pukat cincin menurut Baskoro (2002) yaitu dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan satu kapal maupun dengan menggunakan dua kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, pada bagian bawah jaring kemudian dikerutkan dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin hingga tertutup. Purse Seine dibedakan dalam empat kelompok besar. Menurut Sadhori (1985) kelompok tersebut adalah : (1) Berdasarkan bentuk jaring utama : persegi panjang atau segi empat, trapesium atau potongan dan lekuk (2) Berdasarkn jumlah kapal yang digunakan pada waktu operasi: tipe satu kapal (one boat system) dan tipe dua kapal (two boat system). (3) Berdasarkan waktu operasi yang dilakukan : purse seine siang dan purse seine malam; (4) Berdasarkan species ikan yang tertangkap : purse seine lemuru, layang, kembung dan cakalang. Pukat cincin (purse seine) di perairan Teluk Apar disebut dengan Gae, dalam istilah lain juga dikenal dengan nama jaring kolor. Disebut demikian menurut Sadhori (1985) karena pada bagian bawah jaring dilengkapi dengan tali kolor yang berguna untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu dioperasikan, dengan cara menarik tali kolor. Pengoperasian Gae di perairan Teluk Apar umumnya dilakukan dengan menggunakan satu buah kapal motor bermesin. Sebelum operasi penangkapan dilakukan terlebih dahulu melihat densitas kelompok ikan yang terdapat di rumpon, bila terlihat jumlah ikan cukup banyak di lakukan penangkapan ikan. Bila jumlah ikan pada rumpon tersebut diperkirakan sedikit maka penangkapan ditunda dan armada berpindah pada rumpon yang lain. Biasanya nelayan melakukan penangkapan ikan pada rumpon secara bergiliran hal

62 40 ini dimaksudkan agar ikan tetap berada disekitar rumpon sehingga ikan dapat ditangkap secara kontinyu. Jenis ikan yang umum tertangkap oleh alat tangkap purse seine di Teluk Apar terdiri dari Selar (Selaroides spp), Tembang (Clupeoides sp), Kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus) dan tongkol (Auxis thazard). Pengoperasian purse seine umumnya dilakukan one day fishing yaitu sejak pukul sampai Jumlah setting rata-rata 3-4 kali permalam, waktu antara setting sampai dengan hauling 3-4 jam. b) Jaring Insang (gill net ) Gill Net merupakan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama pada seluruh mata jaring, yang dilengkapi dengan pelampung dan pemberat sehingga menyebabkan jaring terbuka dengan sempurna di dalam air. Gill Net diartikan juga sebagai jaring insang karena ikan-ikan yang tertangkap pada umumnya tersangkut pada tutup insangnya. Prinsip pengoperasiannya yaitu menghadang gerak gerombolan ikan, diharapkan ikan menabrak jaring dan terjerat disekitar insang baik pada mata jaring maupun terpuntal pada tubuh jaring. Untuk mendukung keberhasilan operasi penangkapan dengan gillnet menurut Sadhori (1984) warna jaring disesuaikan dengan warna perairan tempat gillnet dioperasikan. Gill Net di sekitar Teluk Apar dikenal dengan rengge. Jenis rengge pada umumnya disesuaikan berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Berdasarkan klasifikasi alat tangkap, gillnet (rengge) yang umum digunakan di Teluk Apar terdiri dari jaring insang hanyut (drift gill net) dan jaring insang dasar (bottom gill net). (1) Jaring Insang Hanyut (drift gill net) Martasuganda (2002) memberikan definisi jaring insang hanyut sebagai jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring utama sama, jumlah mata jaring arah horizontal (mesh lengh) lebih banyak dari jumlah arah vertikal (fesh depth). Pada bagian atas dilengkapi dengan beberapa pelampung (float) dan dibagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers), dengan adanya dua gaya berlawanan menyebabkan jaring insang dapat dioperasikan dalam keadaan tegak (Gambar 4).

63 41 Gambar 4 Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut (drift gill net) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002) Posisi jaring pada jaring insang hanyut ketika dioperasikan tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada salah satu ujung jaring di letakkan tali dan tali tersebut dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal mempengaruhi posisi jaring. Selain arus, gelombang dan kekuatan angin juga mempengaruhi keadaan hanyut dari jaring tersebut. Nelayan Teluk Apar umumnya mengoperasikan jaring insang hanyut pada siang hari antara pukul sedang pada malam hari pada pukul Operasi penangkapan dalam sebulan rata-rata sebanyak 15 trip. Setting rata-rata dilakukan 3-4 kali dengan waktu 2-3 jam per setting. Jenis-jenis ikan yang umum tertangkap terdiri dari Tenggiri (Scomberomus commersoni), Menangin (Eleutheronema tetradactylum ), dan Bawal (Stromateus sp). (2) Jaring Insang Dasar (bottom gill net) Jaring insang dasar di sekitar Teluk Apar disebut dengan rengge dasar hal ini karena jaring tersebut direntangkan dekat dengan dasar laut (Gambar 5). Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan terdiri dari ikan-ikan demersal. Prinsip pengoperasian sama dengan surface gill net bedanya hanya pada posisi jaring dalam air. Fishing ground alat tangkap ini di daerah muara dan teluk sehingga ikan yang tertangkap dapat berbagai jenis.

64 42 Gambar 5 Alat Tangkap Jaring Insang Dasar (bottom gill net) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002) Pengoperasikan alat tangkap rata-rata sebanyak 20 trip perbulan, dan dilakukan antara pukul Malam hari dilakukan antara pukul Jenis ikan yang biasa tertangkap antara lain ikan Kakap (Lates calcarifer), Beronang (Siganus sp), Pari (Dasyatis sp), Bawal (Stromateus sp), Trakulu (Caranx sp), dan Sumbal/Kuro (Eleutheronema sp). c) Jaring Tiga Lapis (trammel net) Jaring tiga lapis terdiri dari tiga lapis jaring, lapisan jaring bagian dalam (inner net) ukuran mata jaringnya lebih kecil dibanding dengan kedua lapisan yang di luar (outer net). Alat ini dioperasikan pada bagian dasar perairan (Gambar 6). Pada umumnya hasil tangkapan berupa Udang Windu (Penaeus monodon), Udang Putih (Penaeus merguensis), dan Udang Bintik (Metapenaeus sp.). Pengoperasian jaring tiga lapis rata-rata sebanyak 20 trip perbulan. Waktu pengoperasian biasanya mulai pukul Gambar 6 Alat Tangkap Jaring Tiga Lapis (trammel net) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002

65 43 d) Jermal/ Togo (tidal traps) Jermal dalam klasifikasi alat tangkap masuk dalam kategori alat tangkap perangkap, yang biasa dikenal dengan jermal (Gambar 7). Prinsip penangkapan ikan dengan alat ini yaitu menghadang arah ruaya ikan pantai dengan memanfaatkan arus pasang surut, sehingga ikan masuk ke bagian jebakan yang dipasang jaring. Untuk mengarahkan ruaya ikan ke arah kamar jebakan nelayan memasang pagar kayu. Gambar 7 Alat Tangkap Jermal/Julu (tidal traps) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 2002) Pengoperasian jermal rata-rata perbulan sebanyak 12 trip dan perhari ratarata dioperasikan antara 5 6 jam mengikuti pergerakan arus surut. Walaupun pergantian pasang dan surut terjadi 2 kali setiap hari akan tetapi nelayan mengoperasikan hanya satu kali pada saat air surut. Komoditi ikan yang umum tertangkap terdiri dari Udang Windu (Penaeus monodon), Udang Putih (Penaeus merguensis), Udang Jari (Penaeus indicus longirostris), Udang Belang (Parapenaeopsis sculptisis), Bawal (Stromateus sp), Bulu Ayam (Thryssa setirostris), dan Kakap (Lates calcarifer). e) Bagan Tancap (Stationary lift net) Bagan merupakan alat tangkap yang dioperasikan dengan cara dinaikkan atau ditarik keatas dari posisi horizontal yang ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang ada diatasnya dengan menyaring air. Menurut Subani dan Barus (1988) bagan berdasarkan bentuk dan metode pengoperasian terbagi menjadi 3 macam yaitu bagan tancap, rakit dan perahu.

66 44 Metode penangkapan ikan dengan bagan dengan memanfaatkan naluri ikan, yaitu ketertarikan terhadap cahaya. Menurut Subani dan Barus (1988) penangkapan dengan bagan dilakukan pada malam hari, terutama pada saat bulan gelap dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu (Gambar 8). Gambar 8 Alat Tangkap Bagan Tancap(stationary lift net) Pengoperasian bagan tancap rata-rata perbulan sebanyak 16 trip, dioperasikan mulai pukul Hasil tangkapan berupa ikan Teri (Stolephorus comersonii), Tembang (Sardinella sp), Kembung (Rastrelliger spp ) dan Cumi-cumi (Loligo sp). Komponen material bagan tancap terdiri dari jaring, rumah bagan yang terbuat dari batang kayu nibung, serok dan lampu petromax, pada bagian pelataran terdapat alat penggulung yang digunakan untuk menurunkan dan menaikkan jaring bagan pada saat dioperasikan. Berdasarkan posisi penempatan bagan tancap di perairan Teluk Apar, terlihat bahwa jarak antar bagan saling berdekatan. Keadaan ini tentu mempengaruhi kuantitas hasil tangkapan karena distribusi ikan lebih menyebar. g) Rawai Hanyut (lift net) Rawai merupakan alat penangkap ikan yang terdiri atas rangkaian tali temali yang bercabang-cabang dan pada setiap ujung cabangnya diikatkan dengan sebuah pancing dan diberi umpan. Pancing rawai terdiri atas tali utama, tali cabang, bendera, pelampung, pemberat, mata pancing dan umpan. Pancing rawai diklasifikasikan kedalam tiga bagian, yaitu berdasarkan letak pemasangan diperairan, susunan mata pancing pada tali utama, dan jenis

67 45 ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Berdasarkan letak pemasangan di perairan, terdiri atas rawai permukaan (surface longline) dan rawai pertengahan (midwater longling). Berdasarkan susunan mata pancing yaitu rawai mendatar (horizontal longline) dan berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan yaitu rawai tuna (tuna long line). Rawai yang dominan digunakan di Teluk Apar adalah rawai hanyut (Gambar 9). Operasi penangkapan per bulan rata-rata sebanyak 14 trip. Umumnya nelayan mengopertasikan rawai mulai pukul Hasil tangkapan yaitu ikan Kakap (Lates calcarifer), Trakulu (Caranx sp), Pari (Dasyatis sp), dan Menangin (Eleutheronema tetradactylum ). Gambar 9 Alat Tangkap Rawai Hanyut Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan yang dihasilkan oleh nelayan diperairan Teluk Apar sangat beragam, baik pada ikan pelagis maupun ikan demersal. Dari berbagai jenis ikan yang dihasilkan, terdapat beberapa jenis ikan yang dominan antara lain : Tongkol, Kakap, Tembang, Layang, Kembung, Selar dan Teri. 1) Tongkol (Auxis sp) Ikan tongkol (Auxis thazard) tergolong ikan efipelagik dan termasuk dalam jenis tuna kecil (Gambar 10). Tongkol tergolong ikan buas dan sebagai predator. Kondisi yang disenangi adalah perairan laut dengan kisaran temperatur antara o C (Saanin, 1984). Menurut Nontji (1993) Ciri-ciri morfologinya yaitu badan memanjang, kaku, bulat seperti cerutu, badan tanpa sisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil kebagian belakang, warnanya kebiru-biruan serta putih dan perak dibagian perut. Ciri-ciri lain, dibagian perut

68 46 terdapat ban-ban serong berwarna hitam diatas garis rusuk serta noktah-noktah hitam terdapat diantara sirip dada dan perut. Ukuran panjang ikan rata-rata yang tertangkap berkisar antara cm. Terdapat dua sirip di bagian punggung, sirip punggung yang pertama berjari-jari keras 10 sedangkan yang kedua berjari-jari keras 11 dan terdapat 6-9 jari-jari tambahan yang letaknya dibelakang sirip punggung yang kedua. Sirip dubur berjari-jari lemah 44, diikuti jari-jari sirip tambahan. Badannya tampak diselumuti sisik, kecuali pada bagian belakangnya. Ikan ini mempunyai daging yang kenyal dan gurih serta merupakan perikanan ekonomis penting (Kiswantoro dan Sunyoto, 1986). Gambar 10 Ikan Tongkol (Auxis thazard) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Distribusi tongkol sangat luas meliputi perairan tropis dan sub tropis, termasuk Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Atlantik. Penyebarannya cenderung membentuk kumpulan multispecies menurut ukurannya (FAO, 1986). Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1984) sebagai berikut. Kelas : Pisces Sub kelas : Telestoi Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidae Famili : Scombidae Divisi : Scombridae Genus : Auxis Species : Auxis thazard 2) Kakap (Lates calcarifer), Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga suku yaitu Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae biasanya

69 47 disebut kakap merah. Dua jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan Labotus surinamensis yang termasuk suku Labotidae disebut kakap batu (Djamali, Burhanuddin dan Martosewojo, 1986). Saanin (1984) mengklasifikasikan ikan kakap sebagai berikut. Phylum : Chordata Sub Phylum: Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas :Teleostei Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidae Famili : Lutjanidae Genus : Latidae Species : Lates calcarifer Kakap yang tertangkap nelayan umumnya berukuran panjang berkisar cm. Secara morfologi ikan kakap mempunyai ciri bentuk kepala tirus kedepan, punggung tinggi dan tebal dan banyak berisi daging. Ujung sirip ekornya bentuknya bundar (Saanin, 1984). Seluruh badan kepalanya tertututp oleh sisiksisik yang kasar, berwarna perak keabuabuan yang lebih gelap pada pada bagian punggung dan memutih pada bagian perutnya (Gambar 11). Rahang bawah maupun atas bergigi kecil-kecil dan tajam. Ikan ini termasuk ikan yang buas yang memangsa ikan-ikan lain yang lebih kecil. Kakap pada umumnya hidup di perairan sekitar muara sungai. Gambar 11 Ikan Kakap (Lates calcarifer) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992)

70 48 3) Tembang (Sardinella sp) Ikan tembang termasuk kelompok jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan berbagai macam alat tangkap seperti: pukat cincin, payang dan jaring insang hanyut. Daerah penyebaran meliputi seluruh perairan pantai Indonesia, ke Utara sampai ke Taiwan, ke Selatan sampai ke ujung Utara Australia dan ke Barat sampai Laut Merah (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979 yang diacu Wiyono, 2001). Saanin (1984) memberikan ciri-ciri ikan Tembang sebagai berikut. Bentuk tubuh fusiform, pipih dengan sisik berduri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan, berjari-jari lemah 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh dibelakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah Lapisan insang halus berjumlah pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang pemakan plankton dan membentuk gerombolan besar. Panjang berkisar antara cm, warna bagian atas kehijauan, dan bagian bawah putih perak, sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya (Gambar 12). Gambar 12 Tembang (Sardinella fimbriata) Gambar 12 Ikan Tembang (Sardinella sp) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Fischer dan Whitehead (1974) mengklasifikasi tembang sebagai berikut. Phylum: Chordata Sub Phylum: Vertebrata Kelas: Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo :Malacopterygii Famili : Clupeinae Sub famili : Clupeinae Genus : Sardinella Species : Sardinilla sp.

71 49 Fischer dan Whitehead (1974) mengemukakan bahwa Sardinilla fimbriatai merupakan ikan permukaan dan hidup perairan pantai serta suka bergerombol pada areal yang luas sehingga sering tertangkap bersama-sama ikan lemuru. Ikan Tembang juga terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 100 meter. Pergerakan vertikal terjadi karena perubahan siang dan malam, pada malam hari ikan tembang cenderung berenang ke permukaan dan berada di permukaan sampai matahari terbit. Waktu malam terang, gerombolan ikan tembang akan berpencar atau tetap berada di bawah permukaan. 4) Layang ( Decapterus) Ikan layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia ada 5 jenis yakni Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima species ikan layang hanya Decapteus russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang hidup diperairan yang dangkal seperti dilaut Jawa (termasuk Selat Sunda, Selat Madura dan Selat Bali), Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapteus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhanratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 meter atau lebih (Nontji 1993). Ikan ini hidup di perairan yang berjarak km dari pantai dengan kadar garam relatif tinggi (32-34 o / oo ) dan menyenangi perairan jernih serta membentuk gerombolan besar. Ikan ini termasuk perenang cepat. Panjang tubuhnya mencapai panjang 30 cm, bentuk badan agak memanjang dan agak gepeng. Dalam statistik perikanan, kedua jenis ikan layang ini dimasukkan dalam satu kategori (Decapterus spp) (Widodo, 1988). Ikan layang biasanya memijah pada suhu minimum perairan 17 o C. Umumnya pemijahan terjadi dua kali pertahun, puncak pemijahan pada bulan Maret/April (musim barat) dan Agustus/September (musim timur). Asikin (1971) mengemukakan bahwa ikan layang muncul kepermukaan karena dipengaruhi oleh ruaya harian dari plankton hewani (zooplankton) yang terdapat disuatu perairan. Secara spesifik, makanan ikan layang terdiri dari cepepoda 39%, crustacea 31% dan organisme lainnya 30%.

72 50 Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) sebagai berikut. Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Pisces Sub Clas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Percoidea Divisi : Perciformes Sub Ordo : Carangi Genus : Decapterus Species : Decapterus russelli, (Rupped) Decapterus macrosoma, (Sleeker) Decapterus maruadsi (Tamminck dan Schlgel) Makanan utama zooplankton, terkadang juga ikan kecil seperti ikan teri (Stolephorus spp) dan japuh (Dussumteria acuta) (Nontji 1993). Ikan ini ditangkap dengan menggunakan jaring insang, mini purse seine, dan bagan tancap. Gambar 13 Ikan Layang ( Decapterus) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) 5) Kembung (Rastrelliger spp) Ciri ikan kembung (Rastrelliger spp) secara umum yaitu badan berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian lain (Gambar 14). Mata mempunyai kelopak yang berlemak. Gigi yang kecil terletak ditulang rahang. Tulang insang dan banyak sekali terlihat seperti bulu jika mulut terbuka. Mempunyai dua buah sirip punggung (dorsal), sirip punggung pertama terdiri dari jari-jari lemah dan sama dengan sirip dubur (anal) tidak mempunyai jari-jari keras. Lima sampai enam sirip tambahan (finlet) terdapat di belakang sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal) kedua.

73 51 Bentuk sirip ekor (caudal) bercagak dalam. Sirip dada (pectoral) dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari-jari keras dan jari-jari lemah (Saanin 1984). Klasifikasikan ikan kembung sebagai berikut. Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Pisces Sub Clas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Scombridae Famili : Schombridae Genus : Rastrelligerecapterus Species : Rastrelliger brachysoma, (Bleeker) Rastrelliger kanakurta, (Cuvier) Decapterus maruadsi (Tamminck dan Schlgel) Gambar 14 Ikan Kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) memiliki satu noda hitam di belakang sirip dada sedangkan ikan kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) tidak ada noda hitam. Perbedaan lain yaitu pada kembung lelaki terdapat 2 baris bulatan hitam di bawah sirip punggung dan garis hitam membujur sepanjang badan sedangkan pada kembung perempuan hanya terdapat baris bulatan-bulatan hitam dan tidak ada garis hitam. Panjang tubuh mencapai 35 cm (Saanin, 1984). Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32 o / oo sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai didekat perairan pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji, 1993). Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger spp) perairan Barat, Timur dan Selatan Kalimantan serta Malaka (Direktorat Jenderal Perikanan, 1997).

74 52 6) Selar (Selaroides spp) Jenis-jenis ikan selar (Selaroides spp) yang tertangkap di perairan Indonesia dan tercatat di dalam data statistik perikanan Indonesia, yaitu selar bentong (Selar crumenopthalmus) dan selar kuning (Selaroides leptolepsis) (Nontji 1993). Klasifikasi selar menurut Saanin (1984) sebagai berikut. Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Pisces Sub Clas : Teleostei Ordo : Percomorphi Famili : Carangidae Sub Famili : Caranginae Divisi : Perciformes Genus : Caranx Sub Genus : Selar Species : Selar crumenophthlmus Selarouides leptolepsis Gambar 15 Ikan Selar (Selaroides spp) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Selar kuning (Selaroides leptolepsis) memiliki bentuk badan lonjong, pipih dengan sirip punggung (dorsal) pertama berjari-jari keras delapan buah, sedangkan yang keduanya berjari-jari keras satu buah dengan jari-jari lemah 15 buah (Gambar 15). Sirip duburnya (anal) terdiri atas dua jari-jari lemah. Tapis insang pada busur insang pertama bagian bawah berjumlah 26 buah. Garis rusuk membusur, memiliki sisik (scute). Selar bentong (Selar erumenophthalmus) memiliki bentuk yang hampir sama tetapi dapat dibedakan dari matanya yang berukuran lebih besar (Ditjen Perikanan 1997 diacu dalam Wiyono 2001)

75 53 Perbedaan mendasar lainnya terletak pada jumlah jari-jari pada sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal), jumlah tapis insang, jumlah sisik duri. Jarijari keras sirip punggung (dorsal) pertama ada sembilan buah (satu yang terdepan mengarah kebagian muka), sedangkan yang kedua berjari-jari keras satu dan jarijari lemah buah. Sirip dubur (anal) terdiri atas dua jari-jari keras yang terpisah dan satu jari-jari keras yang tersambungdengan buah jari-jari lemah. Garis rusuk bagian depan sedikit membusur kemudian lurus pada bagian belakangnya dengan sisik dun (scule) berjumlah buah. Kedua jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol disekitar pantai dangkal, sedangkan Selar crumnophthalmus hidup sampai kedalaman 80 meter. Penangkapan ikan selar menggunakan alat tangkap pancing, pukat selar, purse seine, sero, jaring insang dan bagan tancap. 7) Teri (Stelephorus spp) Stelophorus spp termasuk ikan pelagis kecil yang menghuni pesisir. Pada umumnya hidup bergerombol sampai ratusan atau ribuan individu, terutama untuk jenis-jenis ukuran kecil. Sebaliknya yang berukuran besar cenderung untuk hidup soliter, hanya pada bulan-bulan tertentu dapat tertangkap dalam gerombolan kecil sekitar ekor. Teri banyak memakan berbagai jenis plankton, meskipun komposisinya tidak selalu sama untuk setiap species (Nontji, 1993). Pada ukuran 40 mm, ikan ini umumnya memanfaatkan fitoplankton dan zooplankton berukuran kecil. Teri yang berukuran lebih dari 40 mm, banyak memanfaatkan zooplankton ukuran besar (Gambar 16) Secara morfologi Teri memiliki ciri-ciri badan memanjang, mulut tumpul, rahang bawah lebih pendek dari rahang atas, antara sirip dada dan sirip perut terdapat scute yang disebut ventral scute, warna punggung agak gelap sedang badan tidak berwarna. Panjang badan umumnya antara 9-12 cm. Daerah penyebaran di perairan dekat pantai, dimana terjadi proses penaikan air (upwelling). Ikan teri dapat membentuk biomassa yang sangat besar dan merupakan sumberdaya yang poorly behaved, karena makanan utamanya adalah plankton, sehingga kelimpahan sangat tergantung kepada faktor-faktor lingkungan (Saanin. 1984).

76 54 Teri (Stolephorus spp) terdapat diseluruh perairan pantai Indonesia dengan nama yang berbeda-beda seperti : teri (Jawa), bilis (Sumatera dan Kalimantan), dan puri (Ambon). Sedikitnya ada sembilan jenis teri (Stolephorus spp) yang terdapat diperairan Indonesia yaitu: Stelephorus heterolobus, Stelephorus devisi, Stelephorus baganensis, Stelephorus dubiousus, Stelephorus indicus, Stelephorus commersonii, Stelephorus insularis dan Stelephorus buccaneezi. Ada pula yang berukuran besar seperti Stolephorus commersonii dan Stolephorus indicus yang dikenal sebagai teri kasar dengan ukuran tubuh dapat mencapai 17,5 cm (Nontji 1993). Klasifikasi teri menurut Saanin (1984) sebagai berikut. Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Pisces Sub Clas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Clupeidae Sub Famili : Engraulinae Genus : Stelophorus Species : Stelophorus spp Gambar 16 Ikan Teri (Stolephorus commersonii) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MUHAMMAD SYAHRIR R

MANAJEMEN PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MUHAMMAD SYAHRIR R MANAJEMEN PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MUHAMMAD SYAHRIR R SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan ikan yang meningkat memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensi perairan yang

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal 9 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya stok sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa sebagai kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Feasibility effort of Fisheries, in North Halmahera Regency J Deni Tonoro 1, Mulyono S. Baskoro 2, Budhi H. Iskandar 2 Abstract The

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) Irianis Lucky Latupeirissa 1) ABSTRACT Sardinella fimbriata stock assessment purposes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO 1 ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO SUDARMIN PARENRENGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA (Analysis of Small Pelagic Fish Development in North Halmahera Waters) Fredo Uktolseja 1, Ari Purbayanto 2, Sugeng Hari

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci