POSISI PERDAGANGAN DAN DAYA SAING GULA INDONESIA DI PASAR ASEAN. Trade Position and Competitiveness of Indonesia Sugar in ASEAN Market

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POSISI PERDAGANGAN DAN DAYA SAING GULA INDONESIA DI PASAR ASEAN. Trade Position and Competitiveness of Indonesia Sugar in ASEAN Market"

Transkripsi

1 POSISI PERDAGANGAN DAN DAYA SAING GULA INDONESIA DI PASAR ASEAN Trade Position and Competitiveness of Indonesia Sugar in ASEAN Market Sri Hery Susilowati 1 dan Rena Yunita Rachman 2 1 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor srihery@yahoo.com ABSTRACT Sugar is one of basic food needs to be targeted on food self-sufficiency program. Related with ASEAN Aconomic Community 2015, Indonesia will have a big contribution on sugar trade in ASEAN market since up to now Indonesia is a big importer country for sugar on ASEAN market. This paper aims: (1) to study sugar industry performance in Indonesia, (2) to study position and trade competitiveness of Indonesian s sugar Industry in ASEAN market, and (3) to give policy recommendations on sugar industry development to achieve sugar self sufficiency and to prepare for ASEAN Economic Community 2015 implementation. The data used in this paper is secondary data source from BPS, FAO, UN Comtrade and othe sources. The results indicated that Indonesia trade position on ASEAN market is left behind from Thailand and Philippine which as big sugar exporter countries of the world and ASEAN market and the biggest Indonesia import sugar came from Thailand. The big dependence on sugar import has resulted low sugar trade competitiveness in ASEAN market. To accelerate Indonesia sugar production to achieve sugar self-suffiency heading ASEAN Economic Community 2015, need comprehensive policies on increasing production capacity, land extensification, and revitalization program on sugar industry. Strengthening the role of Bulog in maintaining sugar price stabilitasion is also considered to be an alternative policy and strategy to anticipate the implementation of the ASEAN Economic Community Keywords: sugar industry, trade competitiveness, RCA, TRS ABSTRAK Gula merupakan salah satu dari kebutuhan pangan utama yang menjadi salah satu target program swasembada pangan. Dalam konteks pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Indonesia akan memiliki kontribusi besar dalam perdagangan gula di pasar ASEAN mengingat masih cukup tingginya impor gula Indonesia, khususnya dari pasar ASEAN. Makalah ini ini bertujuan untuk: (1) mengkaji kinerja industri gula Indonesia, (2) mengkaji posisi perdagangan dan daya saing gula Indonesia di Pasar ASEAN, dan (3) merumuskan rekomendasi kebijakan pengembangan industri gula untuk mencapai swasembada gula dan menyongsong pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari BPS, FAO, UN Comtrade dan sumber lainnya. Hasil kajian menunjukkan posisi Indonesia di pasar ASEAN jauh ketinggalan dari Thailand dan Filipina yang berposisi sebagai pengekspor besar gula dunia. 342

2 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Bahkan impor gula Indonesia paling besar berasal dari Thailand. Ketergantungan impor gula yang tinggi berimbas pada daya saing gula Indonesia yang rendah di pasar ASEAN. Untuk mendorong peningkatan produksi gula agar mampu berswasembada gula menuju era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, diperlukan kebijakan yang komprehensif, terutama pada peningkatan kapasitas produksi, kebijakan ekstensifikasi lahan, dan revitalisasi pabrik gula. Penguatan kembali peran BULOG dalam menjaga stabilitas harga dipandang juga menjadi alternatif kebijakan dan strategi pengembangan industri gula dalam menyongsong pemberlakuan pasar tunggal ASEAN. Kata kunci : industri gula, daya saing ekspor, RCA, TRS PENDAHULUAN Latar Belakang Target pertama dari empat target sukses yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian adalah pencapaian swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan (Kementerian Pertanian, 2012). Swasembada pangan khususnya untuk gula, daging sapi dan kedele sementara swasembada berkelanjutan untuk beras dan jagung. Dalam konteks swasembada gula, pengembangan industri gula nasional adalah untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus pencapaian target swasembada gula. Namun sampai saat ini target swasembada gula masih belum dapat tercapai. Konsep swasembada dan kemandirian pangan untuk gula masih menjadi tantangan yang cukup berat bagi industri gula nasional dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, khususnya karena ketergantungan impor yang saat ini masih cukup tinggi. Kementerian Pertanian (2012) menyatakan bahwa untuk mencapai target swasembada gula tahun 2015, target produksi 5,7 juta ton gula yang terdiri dari 2,9 juta ton gula kristal putih dan 2,7 juta ton gula kristal rafinasi akan terpenuhi apabila penyediaan lahan minimal seluas 350 ribu hektar, investasi pembangunan pabrik gula baru, dan revitalisasi pabrik gula berjalan sesuai dengan rencana. Necessary condition yang harus dipenuhi untuk pencapaian target swasembada gula dalam rangka kemandirian pangan bukan hal yang mudah untuk dipenuhi. Konsekuensi dari implementasi MEA 2015, dimana tidak akan ada hambatan tarrif dan non tarif, maka bisa Indonesia akan menjadi sasaran serbuan impor gula produk negara lain yang lebih murah dan memiliki daya saing (Khudori, 2005) yang lebih lanjut akan menekan produksi tebu petani. Ketidakmampuan produksi dalam negeri memenuhi kebutuhan gula nasional disebabkan oleh inefisiensi pengolahan baik kapasitas maupun teknis pabrik gula yang sangat rendah.pada tataran pasar ASEAN, data menunjukkan Indonesia jauh ketinggalan dari Thailand dan Filipina yang berposisi sebagai pengekspor gula dunia (FAO, 2011).Ketergantungan impor gula yang tinggi berimbas pada daya saing gula Indonesia yang rendah di pasar ASEAN. Dalam rangka implementasi MEA tahun 2015, diperlukan kesiapan industri gula nasional untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri dan bersaing dengan produsen gula dari negara ASEAN lainnya, jika tidak ingin Indonesia dijadikan 343

3 sebagai sasaran pasar ekspor gula produsen ASEAN lainnya. Hal ini merupakan tantangan yang cukup berat mengingat pemberlakuan MEA tinggal dua tahun lagi.untuk itu sangat diperlukan informasi posisi Indonesia dalam pasar ASEAN dalam perdagangan gula sehingga dapat dilakukan berbagai kebijakan dan strategi dalam menghadapi MEA Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk: (1) mengkaji kinerja industri gula Indonesia dalam kerangka mencapai swasembada gula nasional, (2) mengkaji posisi perdagangan dan daya saing gula Indonesia di Pasar ASEAN, dan (3) merumuskan rekomendasi kebijakan pengembangan industri gula untuk mencapai swasembada gula dan menyongsong pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN METODOLOGI PENELITIAN Data dan Analisis Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari BPS, FAO, UN Comtrade dan sumber lainnya.untuk mengetahui kondisi relatif daya saing ekspor gula masing-masing Negara ASEAN pada pasar ASEAN digunakan Trade Spesialization Ratio (TSR). Nilai TSR untuk komoditi gula kristal putih dan gula kristal rafinasi diperoleh dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut: Dimana : E (i) : nilai ekspor untuk komoditi i (gula kristal putih atau gula kristal rafinasi) M (i) : nilai impor untuk komoditi I (gula kristal putih atau gula kristal rafinasi) Nilai TSR berkisar -1 hingga +1. Apabila nilai TSR (i) positif sampai 1 maka angka ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut mempunyai daya saing yang cukup kuat. Sebaliknya, apabila nilai TSR (i) dari -1 sampai 0 maka angka ini menunjukkan bahwa komoditi tersebut mempunyai daya saing yang lemah. Untuk mengetahui daya saing gula kristal putih dan gula kristal rafinasi digunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk atau komoditi terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan. Adapun rumus RCA yang digunakan yaitu : 344

4 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Dimana : RCA ij = Keunggulan komparatif (daya saing) negara ASEAN ke i tahun t X ij X is W s = Nilai ekspor gula (kristal putih atau rafinasi) negara ASEAN ke i tahun t = Nilai total ekspor (kristal putih atau rafinasi) di ASEAN tahun ke t = Nilai total ekspor produk ASEAN tahun ke t t = 1998,.., 2012 Daya saing komoditi ditunjukkan melalui nilai RCA, yaitu: 1. Jika nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata ASEAN sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing kuat. 2. Jika nilai RCA <1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata ASEAN sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing lemah. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Industri Gula Indonesia Perkembangan Luas Areal dan Produksi Gula Indonesia Perkebunan tebu di Indonesia diusahakan oleh petani rakyat, BUMN (perusahaan negara) dan perusahaan swasta. Saat ini perkebunan rakyat mendominasi luas areal perkebunan tebu di Indonesia diikuti oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Target perluasan areal tebu dalam rangka program Revitalisasi Industri Gula seluas 600 ribu hektar belum tercapai karena masih kurangnya areal perkebunan dalam rangka mendukung program tersebut.tahun 2011 luas areal perkebunan tebu Indonesia hanya mencapai hektar atau meningkat sebesar 0,772 persen dari tahun sebelumnya. Perkembangan luas areal perkebunan tebu di Indonesia dari tahun dapat dilihat pada Gambar

5 Sumber : Ditjenbun (2011) Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Tebu Perkembangan produksi gula hablur di Indonesia cukup berfluktuasi (Gambar 2). Pada tahun 2000 produksi gula hablur sebesar 1,69 juta ton, meningkat menjadi 2,23 juta ton pada tahun Selama periode tersebut ratarata pertumbuhan produksi gula hablur sebesar 3,82 persen. Produksi gula tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 2,69 juta ton. Namun, sejak tahun 2008 hingga 2011 produksi gula hablur mengalami penurunan rata-rata ton atau 5,8 persen per tahun. Sumber : Ditjenbun (2011) Gambar 2. Perkembangan Produksi Gula Hablur

6 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Rata-rata tingkat produktivitas gula hablur selama kurun waktu pada perkebunan besar swasta (PBS) jauh lebih tinggi dibandingkan perkebunan rakyat (PR) dan perkebunan besar negara (PBN). Produktivitas perkebunan rakyat dan negara cenderung mengalami penurunan, sedangkan swasta mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2010 seluruh perkebunan mengalami penurunan produktivitas sebelum akhirnya kembali meningkat pada tahun Produktivitas perkebunan rakyat meningkat sebesar 6.24 ton per hektar, perkebunan besar negara meningkat 5.89 ton per hektar, sedangkan perkebunan besar swasta meningkat 8.25 ton per hektar. Produktivitas perkebunan besar swasta lebih baik karena lahan perkebunan tebunya berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang didukung dengan pola manajemen budidaya tebu yang integratif dan dikelola dengan baik. Sumber : Ditjenbun (2011) Gambar 3. Perkembangan Produktivitas Gula Hablur Perkembangan Produksi Gula Kristal Putih dan Gula Rafinasi Indonesia Pabrik gula di Indonesia tidak hanya memproduksi gula kristal putih, tetapi sejak tahun 2003 juga memproduksi gula kristal rafinasi. Gula kristal putih ditujukan untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan gula kristal rafinasi untuk konsumsi industri. Berikut ini adalah perkembangan produksi gula kristal putih dan rafinasi di Indonesia tahun

7 Ribu GKP GKR Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2012 Gambar 4. Perkembangan Produksi Gula Kristal Putih dan Gula Kristal Rafinasi di Indonesia Tahun Produksi gula kristal putih yang berbahan baku tebu diproduksi lebih banyak dibandingkan produksi gula kristal rafinasi yang sebagian besar bahan bakunya masih berasal dari impor. Produksi gula kristal putih Indonesia dari tahun 2003 hingga 2010 mengalami pertumbuhan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi gula kristal rafinasi yang baru berdiri sejak tahun 2003, yaitu tumbuh kurang dari 10 persen dalam setiap tahunnya. Sejak awal berdirinya, hanya terdapat tiga pelaku usaha gula kristal rafinasi. Selama periode , ketiga pelaku usaha tersebut mampu memasok kebutuhan gula kristal rafinasi untuk industri hingga 759,71 ribu ton per tahun. Kemudian pada , pelaku usaha di industri gula kristal rafinasi ini bertambah menjadi tujuh pelaku usaha dan pada 2009 hingga sekarang, total pelaku usaha dalam industri gula kristal rafinasi menjadi delapan, dengan kemampuan pasokan industri rafinasi mencapai lebih dari 2 juta ton per tahun. Sementara gula kristal putih mayoritas diproduksi oleh pabrik gula BUMN Tingkat Ketersediaan Gula Indonesia Kebutuhan gula di Indonesia baik gula kristal putih maupun rafinasi seringkali lebih tinggi daripada produksi gula di Indonesia. Adanya gap atau selisih antara produksi dan konsumsi menyebabkan Indonesia selalu melakukan impor untuk memenuhi kekurangan konsumsi gula dalam negeri. Stok gula yang tercatat kini merupakan data stok gula yang terdapat pada perusahaan-perusahaan gula.perkembangan konsumsi, stok, impor dan ekspor gula kristal putih ditunjukkan oleh Tabel

8 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Tabel 1. Konsumsi, Stok, Impor dan Ekspor Gula Kristal Putih Indonesia (Ton) Tahun Produksi Konsumsi Stok Impor Ekspor , , , , , , , , ,848 Sumber : Data Konsumsi, Stok: Neraca Dewan Gula, 2012 Data Impor, Ekspor: BPS, 2013 Konsumsi gula kristal putih di Indonesia berfluktuasi dalam setiap tahunnya. Rata-rata pertumbuhan konsumsi gula Indonesia adalah 3,10 persen setiap tahunnya. Stok gula yang tidak tersalurkan setiap tahunnya berfluktuasi. Adanya impor gula kristal putih yang cukup besar dan berlangsung secara terus menerus dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa tingkat kemandirian pangan Indonesia masih rendah. Laju pertumbuhan impor gula kristal putih relatif berfluktuasi dipengaruhi oleh kebijakan impor yang diterapkan oleh pemerintah. Rata-rata impor gula meningkat 58,19 persen setiap tahunnya. Pemerintah juga melakukan ekspor, namun jumlah gula kristal putih yang diekspor jauh lebih kecil dibandingkan impor gula yang dilakukan. Demikian juga perkembangan konsumsi, stok, impor dan ekspor gula kristal rafinasi di Indonesia. Seiring dengan perkembangan industri makanan dan minuman di Indonesia maka konsumsi gula kristal rafinasi juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan konsumsi gula kristal rafinasi lebih tinggi dibandingkan gula kristal putih. Rata-rata gula kristal rafinasi meningkat 15,44 persen setiap tahunnya. Konsumsi gula kristal rafinasi tertinggi pada tahun 2010 sebesar 2,519 juta ton (Tabel 2). 349

9 Tabel 2. Konsumsi, Stok, Impor dan Ekspor Gula Kristal Rafinasi Indonesia (Ton) Tahun Produksi Konsumsi Stok Impor Ekspor ,3 197, , , ,7 275, ,6 822, , ,2 14, , ,5 277, ,4 507,94 Sumber : Data Konsumsi, Stok : Neraca Dewan Gula, 2012 Data Impor, Ekspor : BPS, 2013 Stok gula kristal rafinasi cenderung lebih rendah dibandingkan cadangan gula kristal putih. Hal ini menunjukkan distribusi dan impor gula kristal rafinasi lebih efektif dibandingkan impor gula kristal putih. Gula kristal rafinasi diimpor oleh beberapa produsen gula kristal rafinasi yang jumlahnya lebih sedikit dari produsen gula kristal putih. Untuk memenuhi kebutuhan gula kristal rafinasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun pemerintah juga melakukan impor langsung gula kristal rafinasi. Pertumbuhan impor gula kristal rafinasi lebih rendah dibandingkan impor gula kristal putih yang hanya sebesar 4,26 persen. Hal ini seiring dengan peningkatan kapasitas pabrik gula kristal rafinasi di Indonesia. Demikian pula dengan tingkat ekspor gula kristal rafinasi juga mengalami peningkatan sejak tahun Posisi Perdagangan Gula Indonesia di Pasar Dunia dan ASEAN Pangsa Pasar Gula Indonesia di Pasar Dunia dan Pasar ASEAN Pangsa Indonesia di pasar gula dunia baik untuk gula kristal putih maupun gula kristal rafinasi relatif rendah. Selama periode , rata-rata pangsa pasar gula Indonesia hanya sebesar 0,011 persen untuk gula kristal putih dan 0,005 persen untuk gula kristal rafinasi. Demikian juga pada pasar ASEAN, ratarata pangsa pasar gula kristal putih hanya sebesar 0,102 persen sedangkan gula kristal rafinasi sebesar 0,005 persen (Tabel 3). Ekspor gula Indonesia baik di pasar dunia maupun di pasar ASEAN cukup kecil, mengingat Indonesia lebih banyak melakukan importasi gula karena menurunnya kapasitas produksi gula dalam negeri. 350

10 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Tabel 3. Pangsa Ekspor Gula Indonesia di Pasar Dunia dan ASEAN Tahun Pasar Dunia Pasar ASEAN GKP (%) GKR (%) GKP (%) GKR (%) ,010 0,004 0,080 0, ,045 0,004 0,417 0, ,019 0,003 0,159 0, ,025 0,004 0,220 0, ,009 0,003 0,089 0, ,006 0,005 0,051 0, ,007 0,025 0,070 0, ,007 0,002 0,096 0, ,005 0,006 0,073 0, ,006 0,002 0,066 0, ,008 0,003 0,070 0, ,005 0,003 0,059 0, ,005 0,002 0,066 0, ,002 0,005 0,011 0, ,005 0,008 0,003 0,081 Rata-rata 0,011 0,005 0,102 0,066 Sumber : UN Comtrade, 2013 (diolah) Rendahnya pangsa ekspor Indonesia di pasar dunia maupun di pasar ASEAN didukung oleh tingginya pangsa impor Indonesia di pasar tersebut. Pangsa impor gula Indonesia pada pasar ASEAN selama kurun waktu mencapai 41,72 persen untuk gula kristal putih dan 46,63 persen untuk gula kristal rafinasi (Tabel 4). Indonesia termasuk importir besar dalam perdagangan gula di Pasar ASEAN. Sedangkan pada pasar dunia pangsa impor gula Indonesia juga cukup tinggi, dengan rata-rata 6,34 persen untuk gula kristal putih dan 2,28 persen untuk gula kristal rafinasi. 351

11 Tabel 4. Pangsa Impor Gula Indonesia di Pasar Dunia dan ASEAN Tahun Pasar Dunia Pasar ASEAN GKP (%) GKR (%) GKP (%) GKR (%) ,84 0,94 44,94 34, ,83 6,16 46,69 72, ,37 3,61 37,59 53, ,96 1,57 32,67 36, ,28 1,98 28,48 39, ,81 2,99 28,58 51, ,76 3,46 27,07 60, ,60 4,78 45,82 70, ,37 3,32 40,90 54, ,98 5,27 58,12 70, ,32 2,85 22,23 55, ,02 0,63 45,68 19, ,44 3,79 44,22 41, ,34 1,16 61,28 23, ,96 0,63 61,62 14,42 Rata-rata 4,32 2,28 41,72 46,63 Sumber : UN Comtrade, 2013 (diolah) Berdasarkan perkembangannya bahkan di Pasar ASEAN untuk gula kristal putih sejak dua tahun terakhir Indonesia menguasai lebih dari 50 persen pangsa impor gula ASEAN. Pangsa impor gula kristal putih yang lebih besar dari gula kristal rafinasi menunjukkan rendahnya kemampuan industri gula kristal putih dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri dibandingkan industri gula kristal rafinasi. Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Analisis Trade Specialization Ratio Selama periode nilai TSR gulakristal putih Indonesia di pasar ASEAN berkisar antara -1,000 hingga -0,996 (Tabel 5). Karena nilai TSR yang diperoleh bergerak dari -1 sampai nol maka komoditi gula baik kristal putih Indonesia mempunyai daya saing yang lemah.hal ini menunjukkan Indonesia memiliki nilai impor gula kristal putih yang jauh melebihi nilai ekspornya. Malaysia dan Filipina juga mempunyai rata-rata nilai TSR negatif selama periode Sepanjang periode tersebut, nilai TSR Malaysia selalu negatif yang menunjukkan bahwa Malaysia memiliki nilai impor gula kristal putih yang melebihi ekspornya. Berbeda dengan Malaysia, nilai TSR Filipina relatif berfluktuasi. Namun sejak dua tahun terakhir nilai TSR Filipina mengalami peningkatan dikarenakan Filipina mulai mengekspor gula kristal putih lebih banyak dan mengurangi impornya. Filipina tengah mengoptimalkan ekspor beberapa 352

12 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN komoditi pertaniannya di pasar ASEAN. Hal ini ditunjukkan dengan dukungan pemerintah Filipina melalui penyediaan anggaran yang tak terbatas untuk riset bioteknologi pertanian untuk mampu menangkal ledakan konsumsi pangan di masa mendatang dengan memanfaatkan teknologi tersebut. Tabel 5. Trade Specialization Ratio (TSR) Gula Kristal Putih di Pasar ASEAN Tahun Tahun Indonesia Thailand Filipina Singapura Malaysia Rata-rata Sumber : UN Comtrade 2013 (diolah) Berdasarkan perkembangan data nilai ekspor impor gula kristal putih Singapura pada periode nilai TSR Singapura adalah negatif. Namun setelah tahun 2000 hingga saat ini, Singapura memiliki daya saing yang cukup kuat untuk ekspor gula kristal putih karena nilai TSRnya selalu positif dan mendekati angka satu. Singapura memang tidak mempunyai lahan perkebunan tebu, namun negara ini dapat memproduksi gula kristal putih melalui impor tebu dari negara ASEAN lainnya. Tebu yang diimpor tersebut diolah oleh pabrik gula Singapura yang mempunyai kapasitas produksi yang cukup besar sehingga menjadikan Singapura mempunyai daya saing untuk mengekspor gula di Pasar ASEAN. Negara di ASEAN yang mempunyai nilai TSR mendekati 1 dan konsisten sepanjang tahun adalah Thailand. Rata-rata nilai TSR Thailand adalah 0,999. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing gula kristal putih Thailand di Pasar ASEAN cukup kuat. Walaupun nilai TSR Thailand selalu positif dan mendekati angka satu namun pada tahun 2008 hingga 2011 Thailand mengalami penurunan nilai TSR. Nilai ekspor gula kristal putih Thailand meningkat pada tahun tersebut, namun nilai impor gula kristal putihnya juga mengalami peningkatan. Kemajuan industri gula di Thailand tidak terlepas dari dukungan pemerintah Thailand dan 353

13 kerja keras rakyatnya sehingga menjadikan Thailand negara tersukses dibidang agribisnis di ASEAN. Negara-negara ASEAN lainnya seperti Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar dan Timor Leste tidak memiliki data ekspor maupun impor yang lengkap sehingga tidak dapat diketahui nilai TSRnya. Namun berdasarkan data yang tersedia negara tersebut memiliki pangsa yang relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Perkembangan nilai TSR untuk gula kristal rafinasi negara-negara ASEAN juga tidak berbeda jauh dengan gula kristal putih.selama periode nilai TSR gula kristal rafinasi Indonesia di pasar ASEAN berkisar antara -1,000 hingga - 0,972 (Tabel 6). Komoditi gula kristal rafinasi memiliki daya saing yang lemah di pasar ASEAN, karena nilai impor gula kristal rafinasi jauh melebihi nilai ekspornya. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah industri makanan dan minuman di Indonesia sehingga kebutuhan akan gula kristal rafinasi meningkat. Tabel 6. Trade Specialization Ratio (TSR) Gula Kristal Rafinasi di Pasar ASEAN Tahun Tahun Indonesia Thailand Filipina Singapura Malaysia Rata-rata Sumber : UN Comtrade 2013 (diolah) Lain halnya dengan perdagangan gula kristal putih, rata-rata nilai TSR Singapura pada perdagangan gula kristal rafinasi adalah -0,356. Singapura mempunyai daya saing yang rendah untuk komoditi gula kristal rafinasi. Negara ini lebih banyak melakukan impor daripada mengekspor untuk memenuhi kebutuhan gula kristal rafinasi. Demikian juga dengan Filipina yang lebih banyak melakukan impor dibandingkan ekspor untuk kebutuhan gula kristal rafinasi. Nilai rata-rata TSR Filipina selama periode adalah -0,971. Ekspor gula Singapura 354

14 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN lebih rendah daripada ekspor gula Filipina.Namun, apabila dibandingkan impor kedua negara yang relatif besar menyebabkan nilai rata-rata TSR Filipina lebih rendah daripada nilai rata-rata TSR Singapura. Pada perdagangan gula kristal rafinasi, nilai TSR Malaysia positif dan mendekati satu. Nilai rata-rata TSR gula kristal rafinasi Malaysia adalah 0,894. Namun walaupun nilai TSR Malaysia positif dan mendekati angka satu namun mulai tahun 2003 hingga saat ini nilai TSR Malaysia cenderung berfluktuasi dan mengalami penurunan dibanding pada tahun Thailand masih menjadi primadona dalam perdagangan gula kristal rafinasi di Pasar ASEAN. Bahkan nilai rata-rata TSR Thailand untuk gula kristal rafinasi sebesar 1,000 yang lebih besar daripada nilai TSR gula kristal putih. Namun demikian, nilai TSR gula kristal rafinasi Thailand juga pernah mengalami penurunan pada tahun Penurunan ini disebabkan peningkatan impor gula kristal rafinasi Thailand akibat cuaca buruk dan gagal panen pada tahun tersebut. Analisis Keunggulan Komparatif (Revealed Comparatived Advantage) Berdasarkan nilai RCA dapat dijelaskan bahwa gula kristal putih Indonesia dari tahun memiliki daya saing yang lemah karena nilai RCA kurang dari satu di pasar ASEAN (Tabel 7).Lemahnya daya saing komoditi gula disebabkan ketidakmampuan industri gula nasional dalam memenuhi kebutuhan gula dalam negeri sehingga impor gula putih relatif tinggi Tabel 7.Nilai RCA Gula Kristal Putih Negara ASEAN Tahun Tahun Indonesia Thailand Filipina Singapura Malaysia ,000 4,909 0,000 0,006 0, ,018 8,250 0,002 0,000 0, ,005 8,250 0,000 0,001 0, ,016 8,450 0,000 0,319 0, ,007 8,469 0,000 0,346 0, ,003 5,580 0,001 0,214 0, ,005 6,404 0,009 0,267 0, ,006 7,874 1,891 0,051 0, ,006 5,702 0,010 0,011 0, ,000 10,440 1,282 0,014 0, ,008 9,320 0,014 0,009 0, ,002 8,387 0,955 0,008 0, ,001 10,349 0,008 0,055 0, ,001 7,686 2,230 0,005 0, ,000 9,000 0,283 0,006 0,002 Rata-rata 0,005 7,936 0,446 0,087 0,009 Sumber : UN Comtrade, 2013 (diolah) 355

15 Apabila dibandingkan dengan Thailand, Filipina, Singapura dan Malaysia nilai rata-rata RCA gula kristal putih Indonesia adalah yang paling rendah. Malaysia mempunyai nilai RCA yang kurang dari satu, namun berdasarkan perkembangannya nilai RCA Malaysia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Daya saing Malaysia terhadap gula kristal putih juga lemah dikarenakan kekurangan kebutuhan gula Malaysia mayoritas juga dipenuhi melalui impor, sehingga jumlah gula yang diekspor relatif kecil. Demikian pula dengan Singapura, nilai rata-rata RCA Singapura masih kurang dari satu namun masih lebih tinggi daripada Indonesia dan Malaysia. Singapura mampu mengekspor gula kristal putih lebih banyak daripada Indonesia dan Malaysia sekalipun sebagai negara yang minim ketersediaan lahan pertanian. Rata-rata nilai RCA gula kristal putih Filipina kurang dari satu atau keunggulan komparatif gula kristal putih Filipina berdaya saing lemah. Namun, pada tahun 2005, 2007 dan 2011 nilai RCA gula kristal putih Filipina lebih dari satu atau memiliki daya saing yang kuat pada tahun tersebut. Hal ini disebabkan peningkatan produksi gula di Filipina sehingga meningkatkan ekspor gula kristal putih di Pasar ASEAN. Pangsa pasar gula kristal putih Filipina pada tahun tersebut lebih tinggi dari pada pangsa pasar pesaingnya di pasar ASEAN. Negara yang memiliki nilai RCA paling besar adalah Thailand. Gula kristal putih Thailand memiliki keunggulan komparatif karena memiliki daya saing yang kuat selama periode 1998 hingga Pangsa pasar gula kristal putih Thailand di pasar ASEAN dapat dikatakan yang paling tinggi dari pada pangsa pasar pesaingnya di pasar ASEAN. Walaupun luas Negara Thailand lebih kecil dari Indonesia, namun Thailand mampu menyiapkan lahan tebu seluas satu juta hektar yang membuat negara ini dikenal sebagai eksportir gula nomor dua di dunia. Negara-negara lain seperti Brunei Darussalam, Myanmar, Filipina, Vietnam, Laos dan Timor Leste tidak dapat dihitung nilai RCAnya dikarenakan ketidaktersediaan data ekspor pada negara-negara tersebut. Namun berdasarkan perkembangan produksi yang relatif rendah dan impor yang cukup tinggi diduga negara-negara tersebut memiliki daya saing yang rendah sehingga memiliki keunggulan komparatif yang rendah untuk komoditi gula kristal putih. Perkembangan nilai RCA gula kristal rafinasi antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dapat dilihat pada Tabel 8. Beberapa negara ASEAN seperti Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar dan Timor Leste tidak dapat dihitung nilai RCAnya dikarenakan ketidaktersediaan data ekspor untuk komoditi gula kristal rafinasi. Sama halnya dengan gula kristal putih, berdasarkan nilai RCA gula kristal rafinasi juga memiliki daya saing yang lemah karena nilai RCA kurang dari satu. Tidak hanya gula kristal putih, tetapi Indonesia mempunyai keunggulan komparatif untuk gula kristal rafinasi yang juga rendah. Bisa diartikan bahwa pangsa pasar gula kristal rafinasi Indonesia lebih rendah dari pada pangsa pasar pesaingnya di Pasar ASEAN. Lemahnya daya saing komoditi gula kristal rafinasi di Indonesia disebabkan masih rendahnya jumlah industri gula kristal rafinasi di Indonesia sehingga pemenuhan gula kristal rafinasi untuk kebutuhan industri harus didukung dengan pasokan impor. 356

16 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN Tabel 8. RCA Gula Kristal Rafinasi Negara ASEAN Tahun Tahun Indonesia Thailand Filipina Singapura Malaysia ,018 14,441 0,000 0,218 1, ,012 7,561 0,000 0,121 1, ,003 9,864 0,000 0,367 1, ,009 12,216 0,000 0,574 2, ,004 17,336 0,000 1,141 4, ,008 15,986 0,000 0,845 3, ,111 32,181 0,124 1,474 5, ,008 24,373 0,131 0,952 4, ,037 11,316 0,041 0,756 2, ,002 9,457 0,059 0,797 2, ,007 10,886 0,002 0,997 1, ,002 7,886 0,002 0,731 1, ,002 12,255 0,000 0,655 1, ,001 8,358 0,106 0,669 1, ,002 6,971 0,009 0,730 1,148 Rata-rata 0,015 13,406 0,032 0,350 2,241 Sumber : UN Comtrade 2013 (diolah) Filipina juga mempunyai nilai RCA kurang dari satu. Ini menunjukkan bahwa daya saing gula kristal rafinasi Filipina lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata ASEAN. Pangsa pasar gula kristal rafinasi Filipina lebih rendah dari pada pangsa pasar pesaingnya di pasar ASEAN. Demikian juga dengan Singapura, rata-rata nilai RCA gula kristal rafinasi sebesar 0,350 selama periode Lain halnya dengan nilai RCA gula kristal putih, nilai RCA gula kristal rafinasi Malaysia setiap tahunnya pada periode lebih dari satu. Ini menunjukkan bahwa daya saing gula kristal rafinasi Malaysia lebih kuat dibandingkan dengan rata-rata ASEAN. Malaysia mempunyai keunggulan komparatif pada gula kristal rafinasi yang tinggi (diatas rata-rata ASEAN), bisa diartikan pula bahwa pangsa pasar gula kristal rafinasi Malaysia lebih tinggi daripada pangsa pasar pesaingnya di pasar ASEAN. Nilai RCA gula kristal rafinasi yang tertinggi dan selalu diatas satu setiap tahunnya pada periode adalah Thailand. Nilai RCA Thailand bahkan jauh melampaui nilai RCA gula kristal rafinasi negara-negara ASEAN lainnya. 357

17 Daya saing gula kristal rafinasi Thailand yang kuat menunjukkan bahwa negara ini mempunyai keunggulan komparatif yang lebih tinggi atau diatas rata-rata ASEAN. Apabila dibandingkan dengan produksi gula kristal putihnya, poduksi gula kristal rafinasi Thailand lebih tinggi. Industri gula Thailand didukung dengan pabrik pengolahan gula kristal rafinasi yang mendukung Thailand menjadi pengekspor gula rafinasi nomor satu di Pasar ASEAN. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Gula Indonesia Rendahnya daya saing gula Indonesia di pasar ASEAN tidak terlepas dari ketidakmampuan produksi dalam negeri memenuhi kebutuhan gula nasional disebabkan inefisiensi pengolahan yaitu kapasitas dan efisiensi teknis pabrik gula yang sangat rendah. Rendahnya tingkat efisiensi pabrik gula disebabkan oleh tingginya biaya produksi dan umur mesin pabrik gula yang sudah tua.hal ini menyebabkan rendemen tebu yang diterima petani rendah dan kualitas gula yang diproduksi juga menjadi kurang baik. Selain karena faktor inefisiensi, rendahnya rendemen tebu juga karena tidak diterapkannya teknologi penggunaan varietas bibit unggul pada budidaya tebu sehingga kualitas tebu giling yang dihasilkan petani juga rendah. Seiring dengan perkembangan ekonomi negara-negara ASEAN dan dalam rangka menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015 maka pemerintah perlu menyiapkan beberapa strategi untuk membangkitkan kembali industri gula nasional agar mampu bersaing di pasar ASEAN. Adapun beberapa strategi dan kebijakan yang dapat diterapkan oleh pemerintah antara lain: Perbaikan teknologi budidaya Perbaikan teknologi budidaya tebu melalui percepatan bongkar/rawat ratoon, penyediaan bibit unggul serta pengawalan GAP (good agriculture practices) serta penerapan dan pengawalan pemupukan berimbang Perluasan areal penanaman tebu Adanya konversi lahan membuat luas lahan pertanian di Indonesia menyusut bahkan kalah dari luar Thailand yang penduduknya lebih sedikit. Untuk meningkatkan produksi gula nasional diperlukan tambahan luas areal perkebunan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman tebu. Perbaikan kualitas sumberdaya manusia dan revitalisasi pabrik gula Kualitas sumberdaya manusiabaikdari segi penguasaan teknologi maupun profesionalitas dan integritas kerja harus menjadi prioritas utama sebelum pabrik gula direvitalisasi perlu menjadi kunci revitalisasi pabrik gula di Indonesia. Dengan sumberdaya manusia yang sudah siap, maka output yang dihasilkan dari revitalisasi pabrik gula akan berjalan dengan optimal dan target produksi akan tercapai. Pengembangan pabrik gula baru di daerah Rendahnya kapasitas produksi yang dihasilkan oleh pabrik gula tua menyebabkan inefisiensi dalam proses produksi. Oleh karena itu, dukungan pembangunan pabrik gula baru selain dalam rangka meningkatkan produksi 358

18 Posisi Perdagangan dan Daya Saing Gula Indonesia di Pasar ASEAN juga akan meningkatkan kualitas gula nasional agar mampu bersaing di pasar ASEAN. Penguatan kembali peran BULOG Wacana penguatan kembali peran BULOG sebagai lembaga buffer stock dapat menjadi salah satu alternatif bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga gula dalam negeri dan mengurangi impor. Kebijakan pendukung Tanpa political will yang berupa dukungan kebijakan dari pemerintah, pengembangan industri gula nasional sulit diwujudkan. Berbagai kebijakan pergulaan seperti kebijakan produksi, perdagangan, dan investasi harus dijalankan secara konsisten. Seperti diketahui bahwa industri gula memerlukan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu dukungan modal atau investasi baik dari pemerintah maupun investor sangat diperlukan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Daya saing gula Indonesia baik untuk gula kristal putih maupun gula rafinasi di pasar ASEAN relatif lemah. Indonesia mempunyai keunggulan komparatif yang lemah dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain. Pangsa pasar gula kristal putih maupun gula kristal rafinasi Thailand merupakan yang paling tinggi dari pada pangsa pasar negara lain di ASEAN. Implikasi Kebijakan Strategi dan kebijakan yang dapat diterapkan dalam rangka membangkitkan kembali industri gula nasional antara lain (1) perbaikan teknologi budidaya, (2) perluasan areal penanaman tebu, (2) perbaikan kualitas SDM dan revitalisasi pabrik gula, (3) pembangunan pabrik gula baru di daerah, (4) penguatan kembali peran BULOG, dan (5) kebijakan pendukung seperti kebijakan produksi, perdagangan, dan investasi. Indonesia perlu meningkatkan produksi gula guna membangkitkan lagi industri gula nasional di pasar internasional utamanya ASEAN. Peluang ekspor gula di ASEAN terbuka cukup besar bagi Indonesia, karena mayoritas negara di ASEAN adalah pengimpor gula.indonesia sebagai negara terluas dengan potensi sumberdaya alam dan manusia yang melimpah dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor di ASEAN. Pemerintah dan swasta hendaknya proaktif dalam memantau perkembangan industri gula ASEAN, agar industri gula nasional siap mengantisipasi dan menghadapi tantangan pasar tunggal ASEAN. 359

19 DAFTAR PUSTAKA BPS Data Ekspor Impor Indonesia. Diakses tanggal 3 Oktober Dewan Gula Indonesia Neraca Gula Indonesia. Dewan Gula Indonesia, Jakarta. Ditjenbun Statistik Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Kementerian Pertanian Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun Kementerian Pertanian, Jakarta. Khudori Gula Rasa Neoliberalisme : Pergumulan Empat Abad Industri Gula.Penerbit Pustakan LP3ES Indonesia, Jakarta. UN Comtrade United Nations Commodity Trade Statistics Database.: Diakses tanggal 3 Oktober. 360

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Analisis Keunggulan Kompetitif Lada Indonesia di Pasar Internasional ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Agung Hardiansyah, Djaimi Bakce & Ermi Tety Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 28 Oktober 2013 1. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2 Ketersediaan

Lebih terperinci

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini Tema: Menjamin Masa Depan Swasembada Pangan dan Energi Melalui Revitalisasi Industri Gula Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini Indonesia pernah mengalami era kejayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET Desi Ratna Sari 1, Ermi Tety 2, Eliza 2 Department of Agribussiness, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia Ilmu Pertanian Vol. 18 No.1, 2015 : 24-30 Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia The Demand for Raw Sugar in Indonesia Rutte Indah Kurniasari 1, Dwidjono Hadi Darwanto 2, dan Sri Widodo 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), dapat dilihat bahwa kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh: Supriyati Sri Hery Susilowati Ashari Mohamad Maulana Yonas Hangga Saputra Sri Hastuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup

Lebih terperinci

Mengurai Kartel Pangan Indonesia. Oleh Mohammad Reza Hafiz A. Peneliti INDEF

Mengurai Kartel Pangan Indonesia. Oleh Mohammad Reza Hafiz A. Peneliti INDEF Mengurai Kartel Pangan Indonesia Oleh Mohammad Reza Hafiz A. Peneliti INDEF Pasar Produk Pangan Meningkat Sumber: Harmadi, 2013 Populasi Penduduk Dunia dan Indonesia: http://www.worldometers.info/world-population/

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Inti dari adanya MEA adalah untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Inti dari adanya MEA adalah untuk 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia akan memasuki era baru perdagangan bebas Asia Tenggara yang telah disepakati sejak satu dekade lalu atau saat ini dikenal dengan nama Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Perkebunan pada Acara Semiloka Gula Nasional 2013 Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Mewujudkan Ketahanan

Lebih terperinci

DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KELAPA INDONESIA TERHADAP TIGA NEGARA DI ASIA. Ineke Nursih Widyantari

DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KELAPA INDONESIA TERHADAP TIGA NEGARA DI ASIA. Ineke Nursih Widyantari DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KELAPA INDONESIA TERHADAP TIGA NEGARA DI ASIA Ineke Nursih Widyantari ABSTRACT Indonesia has an area of widest coconut and its products is high ranking in the world. However,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEBU

OUTLOOK KOMODITI TEBU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEBU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci