VIII. LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI TANAMAN PANGAN
|
|
- Hamdani Benny Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VIII. LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI TANAMAN PANGAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ekonomi tanaman pangan, dampak berbagai kebijakan pada periode maupun kebijakan perarnalan periode yang telah dikemukakan pada bab terdahulq secara ekonomi mampu menjelaskan struktur ekonomi, evaluasi kebijakan masa lalu dan pilihan kebijakan sebagai bahan perurnusan kebijakan masa yang akan datang. Berdasarkan latar belakang dan kegunaan penelitian yang telah dikemukakan, diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk perurnusan kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan peningkatan ketahanan pangan dan persiapan program jangka panjang, yakni menuju liberalisasi perdagangan. Lebih lanjut pada bab VIII ini akan dibahas makna ekonomi dari hasil penelitian ini berkaitan dengan dua hal pokok, yakni: kesiapan tanaman pangan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan dan prioritas kebijakan dalam rangka pengembangan ekonomi tanaman pangan, khususnya peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan perberasan maupun pergulaan nasional Tanaman Pangan Menghadapi Libel-alisasi Perdagangan Tujuan dilakukannya perdagangan antar negara adalah meningkatkan kesejahteraan masing-masing negara yang melakukan perdagangan. Dengan demikian liberaiisasi perdagangan pada akhirnya bertujuan menciptakan kondisi yang lebih baik bagi negaranegara yang melakukan perdagangan, melalui penghapusan atau memperkecil hambatan perdagangan antar negara di dunia. Komoditi tanaman pangan dianggap sebagai komoditi strategis termasuk kedalam daflar komoditi yang sensitive atau high sensitivity commodity list, (green box), yang dapat ditoleransi untuk diperlakukan berbeda dengan komoditi lainnya sampai dengan tahun Dalarn ha1 ini negara-negara berkembang di dunia
2 188 bersama-sama memperjuangkan perlakuan berbeda dibandingkan dengan negara-negara maju, khususnya komoditi strategis tersebut. Berdasarkan hail simulasi kebijakan periode tahun , terdapat beberapa skenario kebijakan yang berkaitan dengan liberalisasi perdagangan, yakni liberalisasi perdagangan untuk satu atau lebih komoditi, sehingga dapat dievaluasi tingkat kesiapan tanaman pangan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan. Adapun skenario kebijakan yang telah disimulasikan berkaitan dengan liberalisasi perdagangan dalam penelitian ini adalah: 1. SimF 3 (liberalisasi perdagangan hanya untuk beras) 2. SimF 6 (liberalisasi perdagangan hanya untuk pupuk) 3. SimF 10 (liberalisasi perdagangan hanya untuk kedelai) 4. SirnF 11 (liberalisasi perdagangan hanya untuk jagung) 5. SimF 21 (liberalisasi perdagangan input dan output atau keseluruhan) 6. SimF 22 (=SimF 21 kecuali beras) 7. SirnF 23 (=SimF 21 kecuali beras dengan price support). Berdasarkan hasil simulasi skenario-skenario kebijakan tersebut dan telah dikemukakan pada Tabel 42 sampai Tabel 47, maka dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Tujuh skenario kebijakan yang berkaitan dengan liberalisasi perdagangan tersebut seluruhnya termasuk kedalam skenario kebijakan peramalan terpilih, artinya terjadi peningkatan net welfare dengan diberlakukannya liberalisasi perdagangan satu atau lebih komoditi (lihat Tabel 46). Lebih lanjut terlihat bahwa diantara ketujuh skenario tersebut terdapat satu skenario kebijakan yang termasuk kedalam skenario kebijakan peramalan terbaik, yakm SimF 22. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman pangan relatif cukup siap memasuki liberalisasi perdagangan, dan akan lebih baik jika beras
3 189 tetap diperlakukan seperti keadaan berjalan (SimF 22) karena akan leblh banyak pihak domestik yang meningkat kesejahteraannya, yakni disamping net welfare yang positif, juga menguntungkan importir atau eksportir. 2. Dampak skenario kebijakan SimF 22 terhadap kesejahteraan dan produksi maupun pasar komoditi (Mat Tabel dan 47), dapat dijelaskan lebih lanjut: a. Dampak SimF 22 terhadap kesejahteraan produsen atau petani komoditi, akan terjadi transfer ekonomi dari petani padi dan kedelai kepada petani jagung, ublkayu, ubirambat dan tebu. Dalam ha1 ini terjadi penurunan surplus produsen petani padi dan kedelai, sebaliknya te rjadi peningkatan surplus produsen petani jagung, ubikayu, ubirambat, dan tebu (besaran penurunan dan kenaikannya dapat dilihat pada Tabel 42-45). Secara keseldlan kenallcan surplus produsen total komoditi sebesar inilyar rupiah, penurunan surplus konsumen sebesar milyar rupiah, kenaikan penerimaan pemerintah sebesar milyar rupiah, dan kenaikan penerimaan devisa sebesar milyar rupiah. b. Dampak SimF 22 terhadap produksi dan pasar komoditi dapat dijelaskan: (a) total areal panen komoditi di Jawa (TAJ) turun sebesar persen, dalam hal ini karena turunnya areal padi sawah Jawa (APSJ) persen, areal padi tegal Jawa (APTJ) persen, areal kedelai Jawa (AKJ) persen, areal ubikayu Jawa (AUJ) persen, meskipun terjadi kenaikan areal jagung Jawa (AJJ) 0.05 persen, areal ubirambat Jawa (ARJ) 0.90 persen dan areal tebu Jawa (ATBJ) persen, sebaliknya areal panen komoditi di Luar Jawa (TAL) meningkat sebesar persen, dalam hal ini karena kenaikan areal padi sawah Luar Jawa (APSL) persen, areal padi tegal Luar Jawa (APTL) 3.27 persen dan areal tebu Luar Jawa (ATBL) 0.44 persen, sedangkan penurunan terjadi pada areal kedelai Luar Jawa (AKL) persen, areal jagung Luar Jawa (AJL) persen, areal ubikayu Luar Jawa (AUL)
4 190 persen, areal ubirambat Luar Jawa (ARL) persen. (b) Produksi beras Indonesia (QBI) meningkat 3.01 persen, impor beras (MBI) meningkat 0.29 persen, konsumsi beras (DBI) tetap, produksi kedelai Indonesia (QKI) turun persen, impor kedelai (MKI) meningkat 3.90 persen, produksi gula (QGI) meningkat 1.31 persen, impor gula tunln (MGI) persen dan konsumsi gula (DGI) turun persen. c. Demikian pula dengan enam skenario kebijakan lainnya, yakni net welfare secara total komoditi meningkat, namun akan terjadi transfer ekonomi antar komoditi dan berdampak terhadap perubahan kesejahteraan total komoditi, masing-masing komoditi, maupun terhadap produksi dan pasar komoditi. 3. Berdasarkan dampaknya terhadap net welfare bahwa tujuh skenario kebijakan yang terkait dengan liberalisasi perdagangan metnpunyai net welfare positif, lebih lanjut berdasarkan kriteria penerimaan pemerintah, terlihat bahwa tujuh skenario kebijakan tersebut menunjukkan seluruhnya meningkatkan penerhnaan pemerintah (lihat Tabel 42-45). Berturut-turut dari yang terbesar terhadap penerimaan pemerintah: SimF 1 1 (liberalisasi perdagangan hanya umtuk jagung), SimF 23 (=SimnF 21 kecuali beras dengan price support), SimF 21 (liberalisasi perdagangan input dan output atau keseluruhan), SimF 3 (liberalisasi perdagangan hanya untuk beras), SirnF 22 (=SimF 21 kecuali baas), SirnF 10 (liberalisasi perdagangan hanya untuk kedelai), SimF 6 (liberalisasi perdagangan hanya untuk pupuk). Penerimaan pemerintah dianggap penting sebagai dasar pengambilan keputusan karena: (I) pertimbangan keadaan perekonomian Indonesia yang dilanda krisis dan hutang luar negeri Indonesia yang besar. Dengan demikian sektor pertanian hanya dapat diharapkan sebagai penyelamat perekonomian nasional jika mampu ~neningkatkan penerimaan pemerintah, dan (2) sumbangan sub-sektor tanaman pangan terhadap PDB nasional sejak tahun 1999 mampu menunjukkan pertumbuhan yang positif, namun demikian berdasarkan neraca
5 191 perdagangan menunjukkan nilai ekspor dan nilai impor yang menurun, sehingga penerirnaan pemerintah dapat dialokasikan untuk program pembangunan sektor pertanian khususnya dan sektor-sektor lain pada umumnya Prioritas Kebijakan Peningkatan Ketahanan Pangan Sejak tahun 2002 pemerintah telah menetapkan rencana strategs sektor pertanian, yakni peningkatan laju pertumbuhan sektor pertanian melalui dua program utama: Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Agribisnis. Berdasarkan hasil penelitian ini hanya dapat dibahas berbagai skenario kebijakan dalam kaitannya dengan program peningkatan atau pengembangan ketahanan pangan. Dalarn kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan, maka secara total komoditi terdapat enam skenario kebijakan terbaik dan 15 skenario kebijakan terpilih hasil penelitian ini merupakan pilihan skenario kebijakan periode tahun yang dapat dipertimbangkan untuk perumusan kebijakan. Hal ini karena net welfare dari skenarioskenario kebijakan tersebut secara total komoditi bernilai positif, sehingga permasalahan lebih lanjut adalah masalah redistribusi kesejahteraan dari pihak-pihak yang meningkat kesejahteraannya kepada pihak yang menurun kesejahteraannya. Secara komoditi per komoditi dari skenario kebijakan terpilih dan terbaik periode tersebut dapat dievaluasi dalam kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan, sehingga didapatkan komoditi-komoditi mana yang berpotensi untuk dikembangkan dan sebaliknya komoditi mana yang tidak berpotensi untuk dikembangkan, meladan diirnpor dari luar negeri. Evaluasi masing-masing komoditi pada setiap skenario kebijakan terhadap ketahanan pangan dinilai berdasarkan dainpak skenario-skenario kebijakan tersebut terhadap faktorfaktor yang terkait dengan ketahanan pangan, yakni: produksi, konsumsi, ekspor, irnpor dan harga dari komoditi-komoditi yang diteliti. Berdasarkan konsep bahwa ketahanan
6 192 pangan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan Indonesia dalam penyediaan bahan pangan kepada rakyatnya dalam jumlah yang cukup Cjurnlah komoditi, distribusi komoditi, kualitas komoditi, waktu penyediaan dan harga yang tejangkau). Dengan demikian berdasarkan konsep tersebut dan dampak setiap skenario kebijakan terhadap peningkatan atau penurunan produksi, konsumsi, ekspor atau impor dan harga suatu komoditi, maka dapat dipelajari komoditi-komoditi mana yang mempunyai potensi dan komoditi mana yang tidak berpotensi dalam peningkatan ketal~anan pangan. Kriteria penilaian positif atau negatifkya suatu skenario kebijakan terhadap peningkatan atau penurunan ketahanan pangan suatu komoditi perlu ditetapkan terlebih dahulu. Suatu skenario kebijakan akan meningkatkan atau memperkuat ketahanan pangan suatu komoditi jika: (1) dalam ha1 produksi, skenario kebijakan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan produksi komoditi, (2) dalam ha1 konsurnsi, skenatio kebijakan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan konsumsi komoditi, (3) dalam ha1 ekspor atau impor, skenario kebijakan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan ekspor atau terhadap penumnan impor komoditi, sedangkan (4) dalam ha1 harga telah direpresentasikan oleh net welfare yang positif (surplus produsen, surplus konsumen dan penerirnaan pemerintah) sehingga naik atau turunnya harga komoditi bukan merupakan masalah pokok, namun merupakan masalah redistribusi atau kompensasi terhadap pihak yang menurun kesejahteraannya. Kriteria penilaian terhadap setiap skenario kebijakan untuk mengevaluasi komoditi yang berpotensi atau tidak berpotensi terhadap peningkatan ketahanan pangan disajikan pada Tabel 48, dimana kriteria tersebut merupakan syarat pelengkap, karena syarat pokok dari setiap skenario kebijakan terbaik dan terpilih telah terpenuhi, yaitu menyebabkan net welfare meningkat dibandingkan simulasi dasar.
7 Tabel 48 Kriteria Penilaian terhadap Setiap Skenario Kebijakan Terbaik dan Terpilih untuk Mengevaluasi Komoditi Potensial dan Tidak Potensial dalarn Memperkuat Ketahanan Pangan Periode Tahun No Faktor Penentu Produksi Konsumsi Ekspor Impor Harga Kriteria Penilaian untuk Evaluasi Ketahanan Pangan Meningkat (+) Meningkat (+) atau tetap (C) Meningkat (+) atau tetap (C) Berkurang (-) atau tetap (C) - Keterangan Suatu Komoditi Potensial untuk Dikembangkan Produksi komoditi dari suatu skenario kebijakan hams meningkat dibandingkan dengan simulasi dasar Konsumsi hams meningkat atau minimum tetap antara skenario simulasi dengan simulasi dasar Ekspor harus meningkat atau minimum tetap antara skenario simulasi dengan simulasi dasar Impor hams berkurang atau minimum tetap antara skenario simulasi dengan simulasi dasar Telah direpresentasikan oleh net welfare yang positif, sehingga naik atau turunnya harga dapat dikompensasi (redistribusi welfare) Kaidah Keputusan: Jika (I), (2), (3) dan (4) terpenuhi Jika (1) dadatau (2) terpenuhi, tetapi (3) atau (4) tidak terpenuhi Jika (I), (2), (3) atau (4) tidak terpenuhi Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, hasil evaluasi terhadap enam skenario kebijakan peramalan terbaik dan 15 skenario kebijakan peramalan terpilih terhadap ketahanan pangan berturut-turut disajikan pada Tabel 49 dan Tabel 50. Tabel 49 dan Tabel 50 dirangkum dari hasil evaluasi terhadap masing-masing komoditi bertun~t-turut untuk setiap skenario kebijakan peramalan terbaik dan skenario kebijakan terpilih berdasarkan laiteria ~abel 48. Hasil selengkapnya per masing-masing komoditi disajikan pada Lampiran 12 sampai Lampiran 17.
8 Tabel 49. Komoditi yang Berpotensi untuk Dikembangkan dari Enam Skenario Kebijakan Terbaik terhadap Ketahanan Pangan Periode Tahun I No. 1. Nama Skenario SlmF 1 Padi Kedelai Jagung Ubikayu Ubirarnbat Tebu Keputusan Komoditi Potensial Pd-Kd-Tb 2. SimF 4 Jg-Ur-Tb 3. SimF 8 Jg-Ur-Tb 4. SimF 12 Pd-Kd-Uk 5. SirnF 15 Pd-Kd-Tb 6. SimF 22 Pd-Tb Keterangan: Pd=padi, Kd =kedelai, Jg=jagung, Ukbikayu, Umbirambat, Tb=tebu Penilaian kuat, sedang, atau lemah berdasarkan kriteria pada Tabel 48. Berdasarkan Tabel 49, yakni dampak ditetapkannya skenario kebijakan terbaik terhadap ketahanan pangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hasil evaluasi terhadap enam skenario kebijakan terbaik menunjukkan bahwa setiap skenario kebijakan terbaik terseleksi beberapa komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan, dalam ha1 ini dinilai kuat atau minimum sedang dalam kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan, sebaliknya terdapat beberapa komoditi yang relatif lemah atau hang berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini berarti bahwa jika pemerintah ingin mengembangkan suatu komoditi, sebagai contoh padi, maka terdapat empat skenario kebijakan yang dapat dipertimbangkan, yakni: SimF 1 (penghapusan peran Bulog dalam pengendalian harga beras dan gula), SirnF 12 (harga terigu di pasar domestik turun 25 persen), SimF 15 (Indonesia berswasembada gula mutlak) dan SimF 22 (liberalisasi perdagangan input output pertanian, kecuali beras). Jlka pemerintah ingin mengembangkan padi dan gula sekaligus, maka skenario kebijakan yang perlu
9 195 dipertimbangkan adalah: SimF 1, SirnF 15 dan SimF 22. Dernikian pula untuk skenario kebijakan terbaik lainnya. Setiap skenario kebijakan terbaik hanya ada beberapa komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan, sehingga diharapkan tidak perlu diimpor dan jika surplus dapat diekspor, sebaliknya ada beberapa komoditi yang tidak berpotensi untuk dikembangkan sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik hams diimpor. Sebagai contoh skenario kebijakan SimF 1 (Penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula): (1) secara total komoditi terjadi peningkatan net welfare (penjurnlahan surplus produsen, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah dari pajak) dibandingkan simulasi dasar dan terjadi peningkatan penerimaan devisa (penerimaan eksportir atau importir juga meningkat), (2) terdapat komoditi-komoditi yang meningkat produksinya atau berkurang impornya yang disebut sebagai komoditi potensial untuk ditingkatkan yaitu komoditi-komoditi pa& kedelai dan teby sebaliknya terdapat komoditi-komoditi yang impornya semalun meningkat atau eksporya menurun yang disebut tidak potensial untuk ditingkatkan yaitu komoditikomoditi jagung, ubikayu dan ubirambat. Berdasarkan Tabel 50, yakni dampak ditetapkannya 15 skenario kebijakan terpilih periode tahun terhadap ketahanan pangan masing-masing komoditi dapat dijelaskan: 1. Enam skenario kebijakan terbaik merupakan bagian dari 15 skenario kebijakan terpilih yang telah dibahas pada Tabel Lebih lanjut berdasarkan Tabel 50 dapat dievaluasi komoditi-komoditi mana yang potensial dan tidak potensial untuk dikembangkan. Dalam ha1 ini pada kolom keputusan komoditi potensial disebutkan komoditi-komolti potensial dalam
10 Tabel 50. Komoditi yang Berpotensi untuk Dikernbangkan dari 15 Skenario Kebijakan Terpilih terhadap Ketahanan Pangan Periode Tahun I Keputusan 1 I No. I Narna I Padi I Kedelai I Jagung ( Ublkayu ( Ubi- I Tebu ( Komoditi I Skenario SirnF rambat Potensial P~-J~ u~-uf SimF7 SimF 8 Lernah Pd-Jg-Uk-Ur- Tb Jg-Ur-Tb Tmah --- P~ZJFT~ 5. SmF 1 Pd-Kd-Tb I I I I L I I > 6. / SimF 9 Lernah Pd-Kd-Uk 7. SimF 12 I 8. 1 SimF SimF 10 I I I I I I 1 I, SimF 11 I SlmF 3 I Lernah ' Pd-Jg-Uk-Ur I Pd-Kd-Uk ig-ur-tb Pd-Jg-Uk-Ur Pd-Kd-Uk 12. SirnF 5 Kd 13. SimF 15 Pd-Kd-Tb 14. SimF22 Pd-Tb 15. SimF 23 Keterangan: Lihat keterangan Tabel 49. peningkatan ketahanan pangan sedangkan yang tidak disebutkan (sisanya dari enarn komoditi yang diteliti) merupakan komoditi yang tidak potensial. 3. Berdasarkan penggunaan istilah yang pernah dan dapat digunakan pada waktu lalu untuk menjelaskan Tabel 50, sebagai contoh istilall Palagung (gerakan mandiri padi,
11 197 kedelai dan jagung untuk mencapai peningkatan produksi menuju swasembada ketiga komoditi tersebut), maka pilihan komoditi yang potensial dapat dijelaskan: a. kebijakan PAGA (memperkuat ketahanan pangan padi dan gula): SimF 22, b. kebijakan PAGALA (memperkuat ketahanan pangan padi, gula dan kedelai): SimF 1 dan SimF 15, c. kebijakan PAGARA (memperkuat ketahanan pangan padi, gula dan ubirarnbat): SimF d. kebijakan PAGAJAKURA (memperkuat ketahanan pangan padi, gula, jagung, ubikayu dan ubirambat): SimF 7, e. kebijakan PALASA (memperkuat ketahanan pangan padi, kedelai dan selain tebu): SimF 9, SllnF 12 dan SiinF 3, f. kebijakan PAJASA (memperkuat ketahanan pangan padi, jagung dan selain tebu): SimF 10danSimF 11, g. kebijakan PASA (memperkuat ketahanan pangan padi dan selain padi): SimF 6, SimF 7, SimF 20, SunF 1, SimF 9, SunF 12, SimF 10, SiinF 11, SimF 3, SimF 15 dan SimF h. kebijakan SAPA (memperkuat ketahanan pangan selain padi): SimF 8, SimF 4 dan SimF 5. Prioritas kebijakan untuk pengembangan komoditi padi dan gula, terdiri dari PAGA, PAGALA, PAGARA dan PAGAJAKURA, yakni: SimF 7, SimF 20, SimF 1, SirnF 15 dan SimF 22, merupakan prioritas yang lebih utama bagi Indonesia, karena kedua komoditi tersebut inengurangi devisa yang besar jika impornya meningkat dan sebaliknya jika impornya berkurang maka terjadi penghematan devisa. Secara lebih kl~usus jika prioritas koinoditi yang dikembangkan adalah padi, gula, kedelai dan jagung, maka skenario kebijakan yang diprioritaskan adalah: SimF 7, SimF 1 dan SimF 15.
12 198 Jika prioritas pengembangan pada komoditi padi dan selain padi atau kebijakan PASA, maka terdapat 11 dari 15 skenario kebijakan terpilih yang dapat dipertimbangkan untuk perumusan kebijakan akan datang, yakni: SimF 6, SimF 7, SimF 20, SimF 1, SimF 9, SimF 12, SimF 10, SimF 11, SimF 3, SimF 15 dan SimF 22, sebaliknya kebijakan yang memprioritaskan selain padi atau kebijakan SAPA, maka terdapat tiga skenario, yakni: SimF 8, SimF 4 dan SimF 5. Berdasarkan 15 skenario kebijakan terpilih periode tahun tersebut, disamping akan memperkuat ketahanan pangan untuk beberapa komoditi tertentu, ternyata terdapat pihak-pihak yang diuntungkan (produsen, konsumen clanlatau penerimaan devisa), sehingga permasalahan lebih lanjut adalah masalah redistribusi welfare dari pihak-pihak yang diuntungkan kepada pihak-pihak yang dirugkan Sebagai contoh antara lain: 1. SimF 6 (harga pupuk sama dengan harga pupuk dunia) (dalam ketahanan pangan termasuk kebijakan PAGA), akan meningkatkan surplus konsumen: beras, kedelai, jagung, ubirambat, gda dan penerimaan devisa dari gaplek dan tidak terjadi peningkatan surplus produsen enam komoditi yang diteliti. Dengan demikian produsen padi, kedelai, jagung, ubikayu, ubirambat dan tebu menurun kesejahteraannya akibat makin murahnya harga pupuk, dalam ha1 ini berarti bahwa peningkatan produksi akibat peningkatan penggunaan pupuk akan meningkatkan surplus konsumen dan peningkatan penerimaan pemerintah. 2. SimF 8 (harga baas sama dengan harga dasar beras atau harga beras turun) (dalam ketahanan pangan termasuk kebijakan SAPA), menguntungkan produsen tebu danlatau gula, disamping itu kebijakan ini akan mendan impor beras sehingga penerimaan pemerintah dari pajak impor beras menurun. Keadaan sebaliknya untuk gula, yaitu surplus produsen dan penerimaan pemerintah dari pajak yang meningkat. Komoditikomoditi lainnya: (a) kedelai dan jagung terlihat surplus produsennya berkurang,
13 199 sedangkan surplus konsumennya meningkat, dan (2) ubikayu dan ubirambat terlihat surplus produsennya meningkat sedangkan surplus konsumennya berkurang, 3. SimF 1 (penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula) (dalam ketahanan pangan termasuk kebijakan PAGALA), meningkatkan surplus konsumen beras dan penerimaan pemerintah dari pajak impor gula dan menurunkan surplus konsumen komoditi lainnya, sebaliknya surplus produsen beras berkurang dan surplus produsen komoditi lainnya meningkat serta terjadi penurunan penerimaan pemerintah dari pajak impor beras, 4. SimF 12 (harga terigu disubsidi) (dalam ketahanan pangan termasuk kebijakan PALASA dan PASA), meningkatkan surplus produsen komoditi padi, kedelai, jagung dan ubirambat, disamping itu meningkatkan surplus konsumen ubikayu, ubirambat dan gula serta terjadi peningkatan penerimaan pemerintah dari beras dan gaplek. 5. SimF 4 (harga beras domestik lebih rendah dibanding harga beras dunia) (dalam ketahanan pangan termas~lk kebijakan SAPA), meningkatkan surplus konsumen komoditi: beras, kedelai, jagung dan peningkatan penerirnaan pemerintah dari pajak impor gula, sebaliknya terjadi penurunan surplus produsen komoditi. padi, kedelai, jagung dan penurunan penerimaan pemerintah dari pajak impor beras Prioritas Kebijakan Pengembangan Pergulaan dan Perberasan Nasional Pembahasan mengenai prioritas kebijakan pengembangan komoditi tanaman pangan dapat dilakukan berdasarkan hasil sirnulasi dan dampaknya terhadap kmerja ekonomi tanaman pangan yang telah dikemukakan pada Bab VII, dalarn pembahasan tersebut dikemukakan 15 skenario kebijakan terpilih periode tahun , dan dari skenario kebijakan terpilih tersebut terdapat enam skenario kebijakan terbaik Pada dasarnya skenario kebijakan terpilih adalah skenario kebijakan yang berdampak terhadap
14 200 peningkatan net welfare, dimana total welfare hasil simulasi kebijakan lebih tingg dibandingkan total welfare hasil sirnulasi dasar (tanpa skenario kebijakan ekonomi tanaman pangan), sedangkan skenario kebijakan terbaik adalah skenario kebijakan terpilih yang meningkatkan penerimaan devisa. Pembahasan mengenai prioritas pengembangan pergulaan dan perberasan dilakukan berdasarkan hasil simulasi skenario kebijakan terpilih untuk membahas dua hal: (1) prioritas kebijakan pengembangan pergulaan nasional, dan (2) prioritas kebijakan pergulaan dan perberasan nasional menghadapi peningkatan produksi gula dan beras dunia Prioritas Kebijakan Pengembangan Pergulaan Nasional Pada bab VII dimuka telah dilakukan pembahasan dampak kebijakan terpilih dan terbaik periode tahun terhadap kinerja ekonomi tanaman pangan. Dalam ha1 ini pembahasan terhadap 15 skenario kebijakan terpillh yang meningkatkan net welfare telah dilakukan berdasarkan Tabel 42-45, sedangkan pembahasan dampak lima skenario kebijakan terbaik terhadap kinerja produksi dan pasar komoditi telah dibahas berdasarkan Tabel 47. Lebih lanjut pembahasan prioritas kebijakan untuk pengembangan pergulaan nasional dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: (I) memilih skenario kebijakan diantara skenario-skenario kebijakan terpilih yang berdampak terhadap peningkatan surplus produsen tebulgula, dan (2) memilih diantara skenario-skenario kebijakan terpilih yang meningkatkan produksi gula dan menurunkan impor gula dalarn kaitannya dengan peningkatan penyediaan gula domestik dan penghematan devisa. Adapun skenario-skenario kebijakan yang berdampak terhadap peningkatan surplus produsen tebu atau gula diantara skenario-skenario kebijakan terpillh berdasarkan Tabel adalah:
15 SimF 1 (Penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula), 2. SimF 3 (Indonesia melakukan liberalisasi perdagangan hanya komoditi beras), 3. SimF 4 (Harga beras domestik lebih rendah dibanding harga beras dunia), 4. SimF 5 (harga beras domestik lebih rendah 25 persen dari pada harga beras dunia), 5. SimF 8 (harga beras sama dengan harga dasar beras atau harga beras turun), 6. SimF 15 (Indonesia berswasembada gula mutlak), 7. SimF 20 (rendemen gabah ke beras ditingkatkan 0.65), 8. SimF 22 (liberalisasi perdagangan input dan output, kecuali beras), 9. SimF 23 (=SimF22 kecuali beras tiga kali harga dasar gabah). Adapun skenario-skenario kebijakan terpilih yang meningkatkan produksi gula dm menurunkan impor gula, berdasarkan Tabel 47 dm Lampiran 11 adalah: 1. SimF 1 (Penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula), 2. SimF 4 (Harga beras domestik lebih rendah dibanding harga beras dunia), 3. SimF 7 (Upah tenaga kerja pertanian sama dengan UMR), 4. SimF 8 (Harga beras sama dengan harga dasar beras atau harga beras turun), 5. SimF 15 (Indonesia berswasembada gula mutlak), 6. SimF 20 (rendemen gabah ke beras ditingkatkan menjadi 0.65), dan 7. SimF 22 (liberalisasi perdagangan input dan output, kecuali beras). Dengan demikian prioritas kebijakan pengembangan pergulaan nasional yang meningkatkan surplus produsen dan produksi gula serta menurunkan impor gula ddam penelitian ini ada yang berkaitan langsung dengan pergulaan, yakni: SimF 1 (penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula) dan SimF 15 (Indonesia berswasembada gula mutlak), dan ada juga skenario kebijakan yang tidak berkaitan langsung dengan pergulaan yang berdampak terhadap pengembangan pergulaan nasional, yakni: SimF 4 (Harga beras domestik lebih rendah dibanding harga beras dtmia), SimF 8
16 (harga beras sarna dengan harga dasar beras atau harga beras tunm), SimF 12 (harga terigu di pasar domestik turun 25 persen) dan SimF 20 (peningkatan rendemen gabah ke beras) Prioritas Kebijakan Perguiaan dan Perberasan Nasional Menghadapi Peningkatan Produksi Guia dan Beras Dunia Perumusan kebijakan yang perlu diprioritaskan oleh pemerintah dalam menghadapi produksi beras dan gula dunia yang meningkat, dapat dilakukan dengan mernilih diantara Skenario Kebijakan Terpilih Periode tahun (dalam ha1 ini Skenario Kebijakan Terbaik merupakan bagian dari skenario kebijakan terpilih) yang berdampak terhadap peningkatan net welfare dari masing-masing komoditi padi dan tebu maupun peningkatan net welfare dari seluruh komoditi yang diteliti. Pemillhan diantara skenario kebijakan terpilih dapat dilakukan berdasarkan tiga aspek: (1) perkembangan penawaran ekspor beras dan gula dunia (XBW dan XGW) pada periode tahun yang meningkat dan pada periode peramalan (tahun ) masih menunjukkan perkembangan yang meningkat, dalam ha1 ini dapat dipilih diantara skenario terpilih periode tahun dalam pengendalian volume impor komoditi, (2) perkembangan harga riil beras dan gula dunia (PBW dan PGW) pada periode tahun yang menurun dan pada periode tahun perkembangannya masih menwun, dalam ha1 ini dapat dipilih diantara skenario kebijakan terpilih periode tahun dalarn pengendalian harga komoditi domestik, dan (3) diluar volume dan harga, dimana skenario kebijakan terpilih tersebut meningkatkan surplus produsen danlatau surplus konsumen. Berdasarkan ketiga aspek tersebut pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (policy maker) untuk menghadapi boom produksi beras dan gula dunia adalah: 1. Kebijakan i~ntuk mengendalikan volume impor beras dan gula adalah: (1) SimF 1 (Penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula), dan (2) SimF 15 (Indonesia melakukan swasembada gula mutlak).
17 Kebijakan untuk mengendalikan harga beras dan gula adalah: (1) SimF 3 (Indonesia melakukan liberalisasi perdagangan hanya komoditi beras), (2) SimF 4 (Harga beras domestik lebih rendah dibanding harga beras dunia), (3) SimF 5 (harga beras domestik lebih rendah 25 persen dari pada harga beras dunia), (4) SimF 8 (Harga beras sama dengan harga dasar beras atau harga beras turun), (5) SimF 9 (Indonesia memberlakukan harga dasar padi 50 persen lebih tinggi), (6) SimF 10 (liberalisasi perdagangan untuk kedelai), (7) SimF 11 (liberalisasi perdagangan untuk jagung), (8) SimF 12 (penurunan harga terigu), (9) SimF 22 (liberalisasi perdagangan input dan output kecuali beras), dan (10) SimF 23 (=SimF22 kecuali beras dengan price support). 3. Kebijakan lain diluar pengendalian volume clan harga adalah: (1) SimF 6 (liberalisasi perdagangan untuk pupuk), (2) SimF 7 (upah tenaga kerja pertanian sama dengan UMR), dan (3) SimF 20 (rendernen gabah ke beras ditingkatkan menjadi 0.65). Berdasarkan ketiga aspek tersebut diatas, skenario kebijakan terpilih periode tahun yang meningkatkan net welfare dan sekaligus meningkatkan surplus produsen dan surplus konsumen beras dan gula adalah: SimF 1 (Penghapusan peran Bulog dalam pengendalian stok beras dan gula), SimF 4 (Harga baas domestik lebih rendah dibanding harga beras dunia), SimF 5 (harga beras domestik lebih rendah 25 persen dari pada harga beras dunia), SimF 8 (Harga beras sama dengan harga dasar beras atau harga beras turun), SimF 15 (Indonesia melakukan swasembada gula mutlak) dan SimF 20 (rendemen gabah ke beras ditingkatkan menjadi 0.65).
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciPembangunan perekonomian Indonesia mulai Pelita I (April ) sampai
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia mulai Pelita I (April 1968-1974) sampai dengan Pelita I11 (April 1979-1984) memprioritaskan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari
Lebih terperinciPENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya
Lebih terperinci5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciPeranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN FAKTOR EKONOMI TERHADAP KESEJAHTERAAN
VII. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN FAKTOR EKONOMI TERHADAP KESEJAHTERAAN 7.1. Evaluasi Dampak Kebijabn Periode 29981999 Anaiisis perubahan kesejahteraan pada rentang waktu Tahun 1990-1999 (periode
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia Kondisi permintaan dan penawaran beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan yang berkaitan dengan produksi, konsumsi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.
Lebih terperinciAnalisis Penyebab Kenaikan Harga Beras
Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciProduksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada
47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN Jumlah Penduduk di Indonesia 3 Juta/Th PERTANIAN DI INDONESIA Penghasil biji-bijian nomor 6 di dunia Penghasil beras nomor 3 setelahchina dan India Penghasil
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinci3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinci1) Menjaga harga terendah, terutama di daerah-daerah produksi selama musim panen;
I L PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian sampai saat ini masih menjadi prioritas dalam pembangunan nasional, dimana sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara
III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan
Lebih terperinciANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005
ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 A. Statistik Pertumbuhan PDB 1. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dalam arti sempit (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan sektor perdagangan luar negeri dalaln perekonomian Indonesia akan sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada impor selain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciPEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH
PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH TIK ; MAHASISWA DIHARAPKAN DAPAT MENJELASKAN SYARAT - SYARAT POKOK PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEBIJAKAN PENDUKUNGNYA PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset
Lebih terperinciPROSPEK TANAMAN PANGAN
PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
Lebih terperinciharapan akan mutu produk atau jasa yang dihasilkan. kepada pelanggan maupun kebutuhan para pelanggan yang selalu berubahubah.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha saat ini begitu pesat terutama dengan adanya kecenderungan ke arah pasar global. Dampak globalisasi apabila dilihat dari sudut pelanggan (customers),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN DAN SARAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciOPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS
OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS A. Landasan Konseptual 1. Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran
Lebih terperinciRib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167
Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciRib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167
Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang
Lebih terperinci8. KESlMPUlAN DAN SARAN
8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8.f Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesirnpulan sebagai berikut. 1. Secara umum model yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup baik dan mampu
Lebih terperinci4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL
4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L)) merupakan komoditas strategis di Indonesia. Kedelai adalah salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN DAN SARAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan efisiensi produksi. Hal ini berarti pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari 3 kebutuhan pokok yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, kebutuhan pokok tersebut
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... i iv v vi vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciPENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,
Lebih terperinciDAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM
DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM
VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi
Lebih terperinciPerekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan. Sehingga persaingan antar produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciVI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku
VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Bahan baku proses pabrik gula adalah tanaman yang banyak mengandung gula. Kandungan gula dalam tanaman ini berasal dari hasil proses asimilasi yang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan komoditas yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi suatu negara, karena pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Lebih terperinciKEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.
KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman
24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN
VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia
Lebih terperinciDAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP
DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis
Lebih terperinciOUTLOOK KOMODITAS PANGAN STRATEGIS TAHUN
LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN TAHUN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PANGAN STRATEGIS TAHUN 2015-2019 Oleh: Hermanto Delima Hasri Azahari Muchjidin Rachmat Nyak Ilham I Ketut Kariyasa Supriyati Adi Setiyanto Rangga
Lebih terperinciPEMBANGUNAN DI BIDANG PERTANIAN ADALAH SUATU HAL YANG TIDAK BISA DI TAWAR-TAWAR LAGI, KARENA SEBAGIAN BESAR RAKYAT INDONESIA MENGKONSUMSI BERAS DAN
PEMBANGUNAN DI BIDANG PERTANIAN ADALAH SUATU HAL YANG TIDAK BISA DI TAWAR-TAWAR LAGI, KARENA SEBAGIAN BESAR RAKYAT INDONESIA MENGKONSUMSI BERAS DAN BEKERJA DI SEKTOR PERTANIAN. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI
Lebih terperinci