PRIMER SPESIFIK GEN HEAT SHOCK PROTEIN 70 SEBAGAI ALAT DETEKSI BAKTERI S. TYPHI DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRIMER SPESIFIK GEN HEAT SHOCK PROTEIN 70 SEBAGAI ALAT DETEKSI BAKTERI S. TYPHI DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION"

Transkripsi

1 PRIMER SPESIFIK GEN HEAT SHOCK PROTEIN 70 SEBAGAI ALAT DETEKSI BAKTERI S. TYPHI DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION Muktiningsih Nurjayadi, Irma Ratna Kartika dan Nilam Pratiwi Department of Chemistry, Faculty of Mathematis and Science,Universitas Negeri Jakarta. Jalan Pemuda No. 10, Rawamangun 13220, Jakarta, Indonesia Corresponding author: ABSTRAK Salmonella typhi merupakan bakteri patogen penyebab demam tifoid pada manusia. Mekanisme patogenesitas Salmonella typhi merupakan sistem yang kompleks dan diatur oleh sejumlah gen dan faktorfaktor virulen. Salah satu gen-nya adalah dnak yang mengatur sintesis Heat Shock Protein 70 (HSP70). Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan menguji primer HSP70 Salmonella typhi dalam mendeteksi bakteri Salmonella typhi dari biakan murni. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian ini telah berhasil merancang dan mensintesis tiga pasang primer yaitu primer HSP70-1, primer HSP70-2, dan primer HSP70-3, hal ini ditunjukan dengan hasil elektroforesis, bahwa ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi daerah gen HSP70 Salmonella typhi berukuran 302 bp, 273 bp, dan 213 bp. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk studi pengembangan metode deteksi bakteri S. typhi berbasis HSP sebagai bakteri penyebab demam tifoid dan metode deteksi bakteri Salmonella typhi sebagai bakteri penyebab keracunan makan yang spesifik dengan metode PCR. ABSTRACT Salmonella typhi is a pathogen causing typhoid fever in humans. Pathogenicity mechanism of Salmonella typhi is complex and regulated by a number of genes and virulence factors. DnaK is the one that regulated the synthesis of Heat Shock Protein 70 (HSP 70). This research purpose to designing and testing the primer pairs in the detection of Salmonella typhi bacteria from pure cultures. The method used was experimental by Polymerase Chain Reaction (PCR). This research has successfully designed three primaries namely HSP70-1, HSP70-2, and HSP70-3 were in electrophoresis results showed that the three primary can amplify HS 70 of Salmonella typhi with sized 302 base pairs, 273 base pairs and 213 base pairs. The results could be used to study the development of Salmonella typhi bacteria detection method based HSP as the bacteria which cause typhoid fever and Salmonella bacteria detection method as the bacteria that cause food poisoning by specific PCR method. Keywords: Salmonella typhi, HSP70, detection methods, PCR. 1. Introduction/Pendahuluan Demam tifoid merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi. Terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia. Kasus ini terjadi di seluruh provinsi Indonesia dengan insidensi kematian mencapai 180/ penduduk/tahun [13]. Diagnosis klinis demam tifoid menjadi tantangan medis karena kemiripannya dengan penyakit demam lainnya [4]. Oleh sebab itu, metode laboratorium yang cepat dan sensitif untuk diagnosis demam tifoid sangat penting. Meskipun telah diterapkan beberapa tes serologi, namun tes yang terbukti sangat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi demam tifoid masih terus dikembangkan. Salah satu metode alternatif untuk mendeteksi demam tifoid adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode genetik yang didasarkan pada PCR cukup sensitif untuk mendeteksi 100 CFU/ml bakteri, bahkan pada saat yang sama dapat mendeteksi sel-sel mati setelah pengolahan karena sensitivitasnya yang tinggi [5]. Penelitian sebelumnya juga telah membuktikan bahwa dengan metode PCR menggunakan pasangan primer Fim-C-S. typhi mampu mendeteksi x μg/ml DNA kromosom dan memiliki spesifisitas yang tinggi [8, 10]. Penelitian sebelumnya telah berhasil mengamplifikasi daerah variabel gen HSP 70 S. typhi berukuran 1,9 kb [11]. Namun sebagai alat deteksi molekuler daerah variabel gen HSP70 S. typhi tersebut masih memiliki tingkat 418 ISSN: Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan

2 JRSKT Vol. 4 No. 2 Desember 2014 homologi yang tinggi bila dibandingkan dengan bakteri lain. Oleh sebab itu, dilakukan pencarian daerah variabel gen HSP70 S. typhi yang memiliki tingkat homologi rendah terhadap bakteri lain serta dilakukan perancangan dan pengujian primer spesifiknya dengan metode PCR sehingga metode deteksi yang dikembangkan ini diharapkan dapat mendeteksi keberadaan bakteri S. typhi baik dari biakan murni maupun dari sampel pasien atau sampel pangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengertahuan dan pengembangan metode deteksi penyebab penyakit typhus yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. 2. Experimental/Metodologi Penelitian 2.1. Isolasi DNA dan Karakterisasinya Bakteri S. typhi, S. typhimurium, V. cholerae, E. coli, dan S. dysentriae dalam medium padat miring diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi FK-UI di kultur dalam media LB Broth suhu 37 C [1]. Media selektif SSA digunakan untuk memeriksa hasil kultur S. typhi dan S. typhimurium [2]. DNA bakteri diisolasi menggunakan kit wizard purifikasi DNA (Promega). Konsentrasi DNA hasil isolasi diukur pada nilai rasio A260/A280 dengan nanodrop (Maestro Gen) [9]. Gambar 1. Hasil Elektroforesis DNA (1) Marker 1 kb (2) DNA Genom S. typhi, (3) S. typhimurim, (4) E. coli, (5) Vibrio cholerae, dan (6) Shigella dysentriae. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 volt, selama 30 menit, dan pewarnaan dengan ethidium bromide 2.2. Perancangan dan Sintesis Primer Gen HSP 70 S. typhi Sekuen data gen HSP 70 S. typhi diperoleh dari GenBank NCBI [10]. Daerah yang menunjukkan persentase Query Cover 0% bila dibandingkan dengan bakteri S. typhimurium, V. cholerae, E. coli, dan S. dysentriae adalah parameter yang dipilih untuk menjadi DNA template yang kemudian akan dirancang primernya. Parameter perancangan primer dipilih karena daerah tersebut tidak memiliki kesamaan dengan gen HSP 70 S. typhi sehingga pada saat hasil akhir proses PCR hanya gen HSP 70 S. typhi 70 yang dapat teramplifikasi dan akan menghasilkan pita saat pengecekan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa [3]. Primer hasil rancangan selanjutnya di sintesis di Laboratorium komersial Macrogen, Inc Korea [8]. Selanjutnya primer hasil sintesis akan diuji spesifisitasnya. Gambar 2. Optimasi Suhu Annealing Primer HSP70-1 pada Template DNA S. typhi. Optimasi pada suhu annealing (1) Marker DNA (2) 48 C, (3) 50 C, (4) 52 C, (5) 54 C, (6) 56 C, (7) 58 C, (8) 60 C, (9) 62 C (10) 64 C, (11) 66 C, (12) 68 C, (13) 70 C, (14) 72 C, (15) Kontrol (-). Elektroforesis dilakukan pada Primer Hasil Rancangan Primer hasil rancangan yaitu primer HSP70-1 dengan urutan (5 -GGA TCC GAC GCA TGG CTT GAT GTG AA-3 ) (forward) dan 5 AAG CTT AAA GTA CCA CCA CC GAG GTC-3 (reverse) dengan lokasi penempelan lokus STY , dan menghasilkan amplikon berukuran 302 pasang basa (pb); Primer Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan ISSN:

3 HSP70-2 dengan urutan 5 -GGA TCC AAG ACT TCG ATA CCC GCC TG -3 (forward) dan 5 AAG CTT TCA GCG GCT CGA TAG AAC G-3 (reverse) dengan lokasi penempelan lokus STY , dengan menghasilkan amplikon berukuran 273 pasang basa (pb); Primer HSP70-3 dengan urutan 5 -GGA TCC TAC TGC TGC TGG ACG TTA CC-3 (forward) dan 5 AAG CTT CCA GGT TGA ACT GAC CCA GA -3 (reverse) dengan lokasi penempelan lokus STY , dengan menghasilkan amplikon berukuran 213 pasang basa (pb) Optimasi Kondisi Suhu Annealing PCR dengan Template S. typhi dan Karakterisasinya Diuji beberapa kondisi suhu annealing dengan rentang suhu 46 C - 72 C dengan metode. Proses PCR dilakukan selama30 siklus, dengan kondisi: denaturasi pada suhu 95 o C selama 1 menit, anneling pada rentang suhu 46 C - 72 C selama 1 menit, pemanjangan rantai pada suhu 72 C selama 1 menit, serta pemantapan hasil reaksi pada akhir siklus pada suhu 72 C selama 4 menit. Proses pelaksaaan PCR menggunakan mesin PCR gradient (Biometra-T Advanced) [5]. Hasil PCR dikarakterisasi dengan elektroforesis gel agarosa 1.5 % menggunakan pewarna ethidium bromide [11] Uji Spesifikasi Primer dengan Metode PCR dan Karakterisasinya Ketiga primer hasil rancangan diuji spesifikasinya dengan menggunakan PCR dengan sampel hasil isolasi DNA. Hasil PCR dikarakterisasi dengan elektroforesis agarosa 1.5 % dan dibandingkan. Primer dikatakan spesifik jika hanya dapat mengamplifikasi DNA genom S. typhi, tetapi tidak dapat mengamplifikasi bakteri uji lainnya [1]. 3. Results and discussion/hasil Dan Pembahasan 3.1. Isolasi DNA Genom dan Karakterisasinya DNA genom bakteri berasal dari pembiakan bakteri dalam medium padat miring diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI yaitu bakteri S. typhi, S. typhimurium, V. cholerae, E. coli, dan S. dysentriae. Selanjutnya bakteri-bakteri tersebut dibiakkan di Laboratorium Biokimia- Bioteknologi FMIPA UNJ menggunakan media LB Broth. Pellet bakteri yang telah dipisahkan ditambah dengan Nuclei Lysis Solution untuk memecahkan inti sel, lalu ditambahkan dengan RNase Solution untuk menghancurkan RNA. Protein Precipitation Solution ditambahkan setelahnya untuk mengendapkan protein [8]. DNA yang telah terpisah dengan protein lalu diendapkan dan dipekatkan dengan penambahan isopropanol. Pellet DNA yang telah didapat kemudian ditambahkan dengan etanol 70% untuk mencuci benang DNA yang telah didapat. Setelah etanol dibuang, pellet DNA yang didapat dikering anginkan agar benar-benar bebas dari etanol karena dapat mengganggu kerja enzim pada proses amplifikasi. Setelah itu pellet DNA ditambahkan dengan DNA Rehydration Solution sehingga didapat larutan DNA genom. Hasil isolasi kemudian disimpan pada suhu sekitar -4 C yang selanjutnya akan digunakan pada amplifikasi genom bakteri [8]. Kemurnian DNA genom hasil isolasi selanjutnya diukur dengan spektrofotometer Nanodrop. Hasil pengukuran disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengukuran Konsentrasi DNA dengan Nanodrop Pita DNA menyerap spektrum UV pada ʎ= 260nm, sedangkan kontaminan protein dan fenol menyerap UV pada ʎ= 270nm. Oleh 420 ISSN: Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan

4 JRSKT Vol. 4 No. 2 Desember 2014 karena itu kemurnian sampel DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi pada ʎ 260nm dan ʎ 280nm. Nilai kemurnian DNA yang baik adalah yang berada pada rentang nilai 1,80-2,00. Jadi sampel DNA hasil isolasi memiliki kemurnian yang baik [9]. Gambar 3. Optimasi Suhu Annealing Primer HSP70-2 pada template DNA S. typhi. Optimasi pada suhu annealing (1) Marker DNA (2) 48 C, (3) 50 C, (4) 52 C, (5) 54 C, (6) 56 C, (7) 58 C, (8) 60 C, (9) 62 C (10) 64 C, (11) 66 C, (12) 68 C, (13) 70 C, (14) 72 C, (15) Kontrol (-). Elektroforesis dilakukan pada dari beberapa literatur menunjukkan bahwa ukuran DNA genom bakteri S. typhi sebesar 4,81 mega base pairs (mb), S. typhimurium sebesar 4,86 mb, E. coli sebesar 4,8 mb, Vibrio cholerae sebesar 4,03 mb, dan Shigella dysentriae sebesar 4,34 mb [12] Optimasi Kondisi Suhu Annealing PCR Primer Hasil Rancangan Optimasi suhu annealing menunjukkan bahwa semua suhu annealing 46 C-72 C menghasilkan pita spesifik secara jelas pada template DNA genom bakteri S. typhi dari hasil amplifikasi dengan ketiga primer. Foto hasil optimasi suhu anneling menggunakan pasangan primer HSP70-1, HSP70-2, dan HSP70-3 dengan masing-masing amplikon berukuran 302 pasang basa (pb), 273 pb dan 213pb disajikan pada gambar 2, gambar 3 dan gambar 4. Hasil isolasi DNA genom bakteri-bakteri selanjutnya dikarakterisasi untuk memastikan keberhasilan isolasi dengan elektroforesis gel agarosa 1,5% pada arus 100 Volt selama 30 menit dengan menggunakan pewarna etidium bromida[11].. Karakterisasi menggunakan DNA Ladder 1 kb sebagai marker DNA, dan DNA genom bakteri S. typhi, S. typhimurim, E. coli, Vibrio cholerae dan Shigella dysentriae hasil isolasi sebagai sampel. Dokumentasi hasil karakterisasi dengan elektroforesis agarosa disajikan pada gambar 1. Berdasarkan data hasil elektroforesis pada gambar 1 diketahui bahwa DNA genom bakteri-bakteri telah berhasil diisolasi. Hal ini ditandai dengan munculnya pita-pita DNA pada gel. Pita DNA semua bakteri terletak pada posisi yang lebih tinggi dari garis pertama marker DNA atau lebih dari 1,5 kb. Munculnya pita DNA pada ukuran >1,5kb menunjukkan bahwa hasil ini sesuai dengan hasil pencarian informasi tentang ukuran DNA genom bakteri dari beberapa genom database. Hasil analisis data Gambar 4. Optimasi Suhu Annealing Primer HSP70-3 pada template DNA S. typhi. Optimasi pada suhu annealing (1) Marker DNA (2) 48 C, (3) 50 C, (4) 52 C, (5) 54 C, (6) 56 C, (7) 58 C, (8) 60 C, (9) 62 C (10) 64 C, (11) 66 C, (12) 68 C, (13) 70 C, (14) 72 C, (15) Kontrol (-). Elektroforesis dilakukan pada Hasil optimasi suhu annealing menggunakan pasangan primer HSP70-1 menunjukkan adanya pita DNA yang tebal pada rentang suhu o C, berdasarkan hal tersebut maka optimasi pasangan primer lainnya dilakukan dengan rentang suhu annealing 46 C- 72 C. Seperti diketahui bahwa suhu annealing yang ideal berkaitan dengan Tm primer yang Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan ISSN:

5 murni S. Typhi. Uji spesifisitas pada penelitian ini dilakukan pada suhu annealing 72 C. Hal ini didasarkan pada amplikon yang dihasilkan pada suhu tersebut memiliki ketebaln pita yang optimum. Gambar 5. Hasil Amplifikasi dengan Pasangan Primer Gen HSP70-1. (1) Marker DNA, (2) Hasil PCR DNA Genom S. typhi, (3) Hasil PCR DNA genom S. typhimurium, (4) Hasil PCR DNA genom E. Coli, (5) Hasil PCR DNA genom Shigella dysentriae, dan (6) Hasil PCR DNA genom Vibrio cholera, (7) Kontrol (-). Elektroforesis dilakukan digunakan untuk proses PCR. Suhu annealing yang digunakan dapat dihitung berdasarkan (Tm 5) C sampai dengan (Tm + 5) C. Secara teoritis Tm primer dapat dihitung dengan menggunakan rumus [2(A+T)+4(C+G)]. Sehingga rentang suhu 46 C - 72 C merupakan suhu yang ideal untuk proses annealing primer [3], sehingga dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa proses amplifikasi genom S. typhi dari biakan murni telah berhasil dilakukan pada rentang suhu tersebut. Selanjutnya akan dipilih satu suhu yang paling optimum untuk tahap uji selanjutnya sesuai standar pengembangan alat deteksi molekular Uji Spesifikasi Primer HSP70-1, HSP70-2 dan HSP70-3 dengan Metode PCR dan Karakterisasinya Uji spesifisitas bertujuan untuk mengecek pasangan primer berfungsi secara selektif dan dapat membedakan template bakteri S. typhi dengan template bakteri lainnya. Tahap ini merupakan salah satu syarat standar uji untuk alat deteksi molekular yang harus dilakukan. Primer dapat dikatakan spesifik apabila hanya dapat mengamplifikasi DNA genom biakan Gambar 6.Hasil Amplifikasi dengan Pasangan Primer Gen HSP70-2. (1) Marker DNA, (2) Hasil PCR DNA Genom S. typhi, (3) Hasil PCR DNA Genom S. typhimurium, (4) Hasil PCR DNA Genom E. Coli, (5) Hasil PCR DNA Genom Shigella dysentriae, dan (6) Hasil PCR DNA Genom Vibrio cholera, (7) Kontrol (-). Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 volt, selama 30 menit, dan pewarnaan dengan ethidium bromide. Amplikon berukuran ± 302 bp diperoleh dari DNA genom bakteri S typhi dan S typhimurium pada pasangan primer HSP70-1. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pita DNA pada hasil karakterisasi dengan elektroforesis gel agarosa 2%. Pita DNA tunggal (tanpa smear) untuk hasil PCR dengan template DNA genom S. typhi dan S typhimurium hasil isolasi muncul pada daerah ± 0,3 kb atau 302 pb sesuai dengan ukuran pita DNA S. Typhi yang dihitung secara in silico. Untuk template DNA bakteri uji lainnya yaitu E. Coli, Shigella dysentriae dan Vibrio cholera tidak dihasilkan pita pada ukuran tertentu. Hasil uji spesfisitas dengan pasangan primer HSP70-1 menunjukkan bahwa telah berhasil di rancang pasangan primer HSP-70 yang dapat membedakan template bakteri S. Typhi dengan bakteri E. Coli, Shigella dysentriae dan Vibrio cholera sebagi template, 422 ISSN: Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan

6 JRSKT Vol. 4 No. 2 Desember 2014 namun belum dapat membedakan bakteri S. Typhi dengan S. Typhimurium. Hasil analisis literature menunjukkan bahwa urutan genome bakteri S. Typhi dan S. Typhimurium memiliki kesamaan 98% [6,7,8, 10], sehingga pada fragmen gen HSP-70 diperkirakan juga memiliki tingkat homologi atau kesamaan urutan sekuens nukletioda yang tinggi. Foto hasil elektroforesis uji spesifisitas pasangan primer HSP70-1 disajikan pada gambar 5. Amplikon berukuran ± 273 bp diperoleh pada DNA genom bakteri S typhi dan S typhimurium pada pasangan primer HSP70-2. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pita DNA pada hasil karakterisasi dengan elektroforesis gel agarosa 2%. Pita DNA tunggal (tanpa smear) untuk hasil PCR dengan template DNA genom S. typhi dan S typhimurium hasil isolasi muncul pada daerah ± 0,3 kb atau 273 pb. Sama dengan pasangan primer HSP70-1, maka hasil uji spesfisitas dengan pasangan primer HSP70-2 menunjukkan bahwa telah berhasil di rancang pasangan primer HSP-70 yang dapat membedakan template bakteri S. Typhi dengan bakteri E. Coli, Shigella dysentriae dan Vibrio cholera sebagi template, namun belum dapat membedakan bakteri S. Typhi dengan S. Typhimurium. Hasil analisis literature menunjukkan bahwa urutan Genome bakteri S. Typhi dan S. Typhimurium memiliki kesamaan 98% [8, 10], sehingga pada fragmen gen HSP-70 diperkirakan juga memiliki tingkat homologi atau kesamaan urutan sekuens nuknletida yang tinggi. Foto hasil elektroforesis uji spesifisitas pasangan primer HSP70-2 disajikan pada gambar 6. Amplikon berukuran ± 213 bp diperoleh pada DNA genom bakteri S typhi, S typhimurium, E. Coli dan Shigella dysentriae pada hasil apmlifikasi dengan pasangan primer HSP70-3. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pita DNA pada hasil karakterisasi dengan elektroforesis gel agarosa 2%. Pita DNA tunggal (tanpa smear) untuk hasil PCR dengan template DNA genom S typhi, S typhimurium, E. Coli dan Shigella dysentriae hasil isolasi muncul pada daerah ± 0,2 kb atau 213 pb. Berdasarkan hasil amplifikasi dan elektrofeoresis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pasangan primer HSP70-3 tidak bersifat spesifik, karena dapat mengenali template bakteri lainnya. Foto hasil elektroforesis dari amplifikasi pasangan primer HSP70-3 dengan template bakteri S. Typhi, S. Typhimurium dan bakteri lainnya disajikan pada gambar 7. Gambar 7. Hasil Amplifikasi dengan Pasangan Primer Gen HSP70-3. (1) Marker DNA, (2) Hasil PCR DNA Genom S. typhi, (3) Hasil PCR DNA Genom S. typhimurium, (4) Hasil PCR DNA Genom E. Coli, (5) Hasil PCR DNA Genom Shigella dysentriae, dan (6) Hasil PCR DNA Genom Vibrio cholera, (7) Kontrol (-). Elektroforesis dilakukan pada 4. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil menemukan dua pasangan primer spesifik yang dapat mengamplifikasi gen HSP 70 S typhi dan S. typhimurium berukuran 302 bp dan 273 bp dengan sampel DNA genom dari biakan murni, menemukan satu pasangan primer yang dapat mengamplifikasi gen HSP 70 S. typhi, S. typhimurium, E coli, dan Shigella dysentriae berukuran 213 bp dengan sampel DNA genom dari biakan murni.hasil penelitian ini dapat digunakan untuk studi pengembangan metode deteksi bakteri S. typhi berbasis Heat Shock Protein sebagai bakteri penyebab demam tifoid dan metode deteksi bakteri S. typhimurium dan bakteri lainnya sebagai bakteri penyebab keracunan makan (food poisoning) yang spesifik Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan ISSN:

7 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji tahap selanjutnya yang berkaitan dengan sensitivitas dan uji terhadap sampel pasien sedang dalam proses pengembangan. 5. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih kami haturkan kepada DP2M Kemenristek Dikti yang telah mendanai penelitian ini dengan skim Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT 2016), Rektor UNJ, Ketua lembaga Penelitian UNJ, Prodi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, dan PT Sentra Biodinamika Sains atas segala saran dan bantuannya, serta Tim salmonella 2010, 2011, dan 2012 yang dengan semangat tinggi, dan kolaborasinya sehingga penelitian dapatberjalanlancar. Daftar Pustaka [1] Hatta, M., and Smits, L. H. Journal of Tropical Medicine Hygine, Vol. 76, No. 1, (2007) [2] Hardy Diagnostics Instruction for Use SS Agar. hardydiagnostics.com/cp_prod/content/hugo/ssagar.html, Accessed 12 Juli, at GMT+7 (2015). [3] Innis, M. A. and Gelfand, H Optimization of PCR: PCR Protocols. A Guide to Methods and Applications, 30. Academic Press Inc, California. [4] Khan, S., Harish, N. B G., Menezes, A. G., Acharya, S. N., and Parija, C. S. Indian Journal of Medicine Res, Vol. 136, (2012) [5] McPherson, M., and Moller, S. PCR Second Edition. Vol. 2 (2006) [6] Muktiningsih, Dewi, F. K., Sukmawati, D. S., Sandra, R. N., dan Wulansari, F., (2009). Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian UNJ, Jakarta. [7] Muktiningsih Nurjayadi1, Fera Kurniadewi, Irma Ratna Kartika, Suhartono, Restu Nidia Sandra, Fitri Wulandari, Taufan Ardianto, Dalia Sukmawati, and Wibowo Mangunwardoyo, AIP Conf. Proc. 1729, (2015) ; doi: / [8] Muktiningsih, Fera Kurniadewi, Imanuelle Orchidea R.P., Jurnal Kimia Dan Pendidikan Kimia (JKPK), Vol.1, No.1(2016) [9] NanoDrop Technologies Inc /280 and 260/230 Ratios. Wilmington-Delaware, USA. [10] NCBI. Basic Local Alignment Search Tools, Accessed 24 December, at GMT+7 (2011). [11] Pal, G Principles of Electrophoresis. fault/files/tananyagok/practical_biochemistry/ch07.html, Accessed 2 November at GMT+7 (2014). [12] Parkhil,l. J., Dougan, G., James, K. D., Thomson, N. R., Pickard, D., Wain, J., Churcher, C., Mungall, K. L., Bentley, S. D., Holden, M.T., Sebaihia, M., Baker, S., Basham, D., Brooks, K., Chillingworth, T., Connerton, P., Cronin, A., Davis, P., Davies, R. M., Dowd, L., White, N., Farrar, J., Feltwell, T., Hamlin, N., Haque, A., Hien, T. T., Holroyd, S., Jagels, K., Krogh, A., Larsen, T. S., Leather, S., Moule, S., O'Gaora, P., Parry, C., Quail, M., Rutherford, K., Simmonds, M., Skelton, J., Stevens, K., Whitehead, S., and Barrell, B. G Complete genome sequence of a multiple drug resistant Salmonella enterica serovar Typhi CT18. Journal of Nature, Vol. 413, [13] WHO Focus on Typhoid Fever Accessed 11 November, at GMT+7 (2014). 424 ISSN: Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi ABSTRAK ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi Patrisia Puspapriyanti, 2008. Pembimbing I : Ernawati A.Girirachman, Ph.D. Pembimbing II : Johan Lucianus, dr., M.Si. Salmonella

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA T. Robertus, 2007. Pembimbing I : Johan Lucianus, dr., M.Si. Pembimbing II : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan terhadap sampel yang dikoleksi selama tujuh bulan mulai September 2009 hingga Maret 2010 di Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE

OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE Fitri Ramsela 1, Dewi Indriyani Roslim 2, Herman 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen Genetika Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi (I/D) dilakukan pada 100 pasien hipertensi yang berobat di poli jantung rumah sakit dr.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Asmi Citra Malina 1, Andi Aliah Hidayani 1 dan Andi Parenrengi

Lebih terperinci

KLONING GEN FIM-C SALMONELLA TYPHIMURIUM DENGAN VEKTOR pgem-t easy UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN REKOMBINAN PENYAKIT TYPHUS PADA MANUSIA

KLONING GEN FIM-C SALMONELLA TYPHIMURIUM DENGAN VEKTOR pgem-t easy UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN REKOMBINAN PENYAKIT TYPHUS PADA MANUSIA M. Nurjayadi. et. al. JRSKT Vol. 3 No. 2, Desember 2013 KLONING GEN FIM-C SALMONELLA TYPHIMURIUM DENGAN VEKTOR pgem-t easy UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN REKOMBINAN PENYAKIT TYPHUS PADA MANUSIA Muktiningsih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai dengan bulan Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D)

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D) 2 melawan mikroba. Peran flavonol dalam bidang kesehatan sebagai antiinflamatori, antioksidan, antiproliferatif, menekan fotohemolisis eritrosit manusia, dan mengakhiri reaksi rantai radikal bebas (Albert

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi dan Karakteristik Bahan Baku Produk tuna steak dikemas dengan plastik dalam keadaan vakum. Pengemasan dengan bahan pengemas yang cocok sangat bermanfaat untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) Kode/Nama Rumpun Ilmu: 307/Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun) KLONING DAN ANALISIS SEKUEN DBLβC2-VAR

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007 PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007 LATAR BELAKANG p53 wt

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gambaran yang sistematis dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis Nia Oktriviany, 2009 Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri Rachman, Ph.D Pembimbing serta I : Debbie Sofie Retnoningrum,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu: Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada ketinggian 1200-1400

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan identifikasi penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel dilakukan di Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006 Hadi Sumitro Jioe, 2008. Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri Rachman,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ]

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ] 75 Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: 22--25.] Gambar 2. Struktur virus HIV-1 [Sumber: Henriksen 2003: 12.] 76 Keterangan: 5 LTR : daerah 5 Long Terminal Region gag : gen gag

Lebih terperinci

Seminar Nasional Biologi 2010 SB/P/BF/08 GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA UBUR-UBUR LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF MARKA DNA Cahya Kurnia Fusianto 1, Zulfikar Achmad Tanjung 1,Nugroho Aminjoyo 1, dan Endang Semiarti

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI 0304040257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

ISBN

ISBN PROSIDING SEMIRATA BKS-PTN B MIPA 2012-biologi 647 PROSIDING SEMIRATA BKS-PTN B MIPA 2012-biologi 648 PROSIDING SEMIRATA BKS-PTN B MIPA 2012-biologi 649 PROSIDING SEMIRATA BKS-PTN B MIPA 2012-biologi 650

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN MEISA1

OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN MEISA1 OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN MEISA1 Shinta Oktavia 1, Dewi Indriyani Roslim 2, Herman 2 1 Mahasiswa Program S1 Biologi 2 Dosen Bidang Genetika Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian sebelumnya diperoleh kerangka baca terbuka gen IFNα2b yang mengandung tiga mutasi dengan lokasi mutasi yang letaknya berjauhan, sehingga mutagenesis terarah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci