ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja 1,2,3. Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s / d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia tahun 4 dan jarang pada usia diatas 25 tahun 2. Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak 5 dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher 1,2. Dilaporkan insidennya antara 1 : : pada pasien THT 2. Di RSUP. H. Adam Malik dari Januari 2001 Nopember 2002 dijumpai 11 kasus angiofibroma nasofaring. Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan 1. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal 1,2. Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang 1,6. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna 7. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid 6. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak 5,6. Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi 2-6. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif 6. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI 2-6. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila 4. Biopsi tidak dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan yang tinggi 3. Tumor ini dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid hipertrofi, dan lain-lain 6. Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren 2,4. Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna 2. Kami laporkan satu kasus angiofibroma nasofaring belia pada anak usia 12 tahun yang dilakukan pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving. Laporan Kasus ( MR : ) Seorang anak laki-laki, TA, berusia 12 tahun, kiriman seorang dokter spesialis THT di Lubuk Pakam, datang ke Poliklinik THT RSUP.H. Adam Malik pada tanggal 19 Oktober 2002 dengan keluhan utama : sering keluar darah dari hidung. Dari allo 2002 Digitized by USU digital library 1

2 anamnesis diketahui bahwa keadaan ini dialami penderita sejak + 1 tahun yang lalu, hilang timbul disertai hidung tumpat. Sakit kepala (-), pendengaran berkurang (-). SP : Normal SL : Telinga : normal Hidung : RA : mukosa merah muda disertai sekret dan krusta darah (+) RP : massa kemerahan menutupi nasofaring Tenggorokan : normal Hasil CT scan nasofaring / paranasal sinus tanggal 7 Oktober 2002 : Dilakukan regular scan 5 mm melalui daerah sinus / nasofaring. Pada daerah nasofaring tidak tampak soft tissue mass, fossa rosenmuller dan retrofaringeal plane tampak normal. Sinus maksilaris kanan dan kiri jernih dengan dindingnya yang intact. Paranasal sinus kanan / kiri yang lain tampak jernih. Dalam kavum nasi kanan tampak soft tissue mass yang besar dan meluas sampai daerah atas nasofaring menekan septum nasi ke kiri. Kesimpulan : kesan tumor kavum nasi kanan yang luas, kemungkinan suatu Angiofibroma. Diagnosis : Angiofibroma nasofaring Rencana : pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving. Persiapan : 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Foto toraks 3. Konsul ke bagian Ilmu Kesehatan Anak 4. Konsul Anestesi 5. Persiapan darah WB 1000 cc Dilakukan operasi midfacial degloving pada tanggal 29 Oktober Laporan operasi : - Penderita ditidurkan di meja operasi dengan infus dan ETT terpasang. - Daerah operasi disucihamakan dengan povidone iodine dan alkohol 70%. - Dibuat landmark pada daerah frenulum dengan membuat tegel, dilakukan infiltrasi pehacain 2% + NaCl 0,9% 2:3 pada sub labial kiri-kanan sampai tuberositas maksila kiri-kanan. - Dilakukan insisi pada mukosa sub labial mulai dari tuberositas maksila satu sisi sampai periosteum. - Periosteum di luksir sampai fossa kanina kiri-kanan. - Mukosa hidung diinsisi sekeliling pinggir bawah nares anterior dan lateral apertura piriformis, dilakukan pemotongan septum mulai dari spina nasalis anterior sampai sutura nasofrontal. - Dimasukkan 2 buah kateter pada nares kiri-kanan dan dikeluarkan pada sub labial, ditarik ke arah superior sampai glabela. - Dipastikan lokasi dari massa tumor melalui apertura piriformis dan rongga mulut. Ditemukan tumor mengisi nasofaring. - Setelah diidentifikasi, dimasukkan elevatorium melalui apertura piriformis dan massa tumor dilepaskan dari tempat lengketnya dibantu dengan jari tangan yang dimasukkan melalui mulut. - Setelah lepas, massa tumor ditarik keluar dan didapatkan massa lunak dengan ukuran + 6 x 5 x 2 cm! dikirim ke bagian PA RSUP.H. Adam Malik. - Dilakukan palpasi dinding sinus maksila kanan dengan jari tangan! dinding intak. - Kontrol perdarahan. - Daerah operasi dicuci dengan H 2 O 2 3% dan NaCl fisiologis. - Septum dijahit dengan metode angka 8 dan jahitan matras selang-seling. - Insisi sub labial dijahit dengan vicryl 3/ Digitized by USU digital library 2

3 - Dipasang tampon bellocq dan tampon anterior. - Perdarahan cc, transfusi darah WB durante operasi sebanyak 2 pack. - KU post op : baik Terapi : (advis dari bagian Ilmu Kesehatan Anak) : - IVFD cairan 2:1 64 tts / menit mikro - Inj. Ampicillin 500 mg / 6 jam - Inj. Gentamycin 60 mg / 12 jam - Inj. Deksametason 1 / 2 ampul / 12 jam (1hari saja) - Inj. Asam traneksamat 150 mg / 8 jam - Inj. Antalgin 250 mg / 8 jam (k/p) Hb post op : 12,8 gr % Follow up : Tanggal ( hari II post op ) KU : nyeri pada daerah operasi (+), badan terasa lemah. Th/ : diteruskan Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan tumor : Kesimpulan : Angiofibroma Tanggal ( hari III post op ) KU : nyeri pada daerah operasi (+), badan terasa lemah. Tampon dibuka! perdarahan (-) Th/ : diteruskan Tanggal ( hari IV post op ) KU : nyeri pada daerah operasi sudah berkurang, badan masih terasa lemah. SL : RA! krusta (+) Th/ : obat injeksi! stop Co-Amoxiclav syrup Forte 3 x cth I Asam mefenamat syrup 3 x cth I Tanggal ( hari VIII post op ) KU : Baik SL : RA : krusta (+) Th/ : Co-Amoxiclav syrup Forte 3 x cth I! Os PBJ dan dianjurkan cuci hidung di rumah dengan NaCl fisiologis dan kontrol 2 hari kemudian. Tanggal ( hari X post op ) Os kontrol ke Poliklinik THT RSUP.H.Adam Malik KU : Baik SL : RA : krusta sudah berkurang Th/ : Cuci hidung Dianjurkan kontrol 3 hari kemudian. Diskusi Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya pada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja 2,3,5. Perempuan 2002 Digitized by USU digital library 3

4 yang didiagnosis dengan angiofibroma nasofaring belia harus mengikuti tes genetik 2. Etiologinya diduga ada hubungannya dengan hormonal 2. Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial jam preoperatif yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi 2,4,5. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal 2. Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing. Ada beberapa pendekatan teknik operasi yang dikemukakan oleh para ahli seperti lateral rhinotomy, transpalatal, transmaxillary dan midfacial degloving 2,3,6. Pada penderita ini digunakan pendekatan midfacial degloving yang mempunyai beberapa keuntungan, seperti : menghindari timbulnya jaringan parut pada wajah, memberikan penglihatan yang baik pada daerah operasi dan memberikan pembukaan bilateral secara bersamaan 8. Pada penderita ini, berdasarkan gambar CT scan diduga telah terjadi invasi ke sinus maksila kanan, tetapi sewaktu dilakukan palpasi pada dinding sinus maksila kanan durante operasi ternyata dinding sinus maksila kanan intak. Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch 2. Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut : - Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring - Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal. - Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila. - Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita. - Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal. - Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus. Klasifikasi menurut Fisch : - Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang. - Stage II :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang. - Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus. - Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary. Pada penderita ini berdasarkan klasifikasi di atas maka dapat ditentukan staging penyakitnya yaitu stage I / I A. Kesimpulan Telah dilaporkan satu kasus angiofibroma nasofaring belia stage I / I A pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang telah dilakukan pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving dan berhasil baik Digitized by USU digital library 4

5 Kepustakaan 1. Averdi R, Umar SD. Angiofibroma Nasofaring Belia. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5, Jakarta : Balai Penerbit FK UI, Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Available from URL : 3. Shaheen OH. Angiofibroma. In : Hibbert J (ed). Scott-Brown s Otolaryngology. 6 th ed. London : Butterworth-Heinemann, /12/ Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 7 th ed. Connecticut : Appleton & Lange, , Jafek BW, Murrow BW. ENT Secrets. 2 nd ed. Philadelphia : Hanley & Belfus Inc., , 275, 306, Becker W, et al. Ear, Nose and Throat Diseases A Pocket Reference. 2 nd ed. New York : Thieme Med Publisher Inc., Adams GL, et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, Sadeghi N. Sinonasal Papillomas, Treatment. Available from URL : Digitized by USU digital library 5

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) TUMOR NASOFARING TUMOR NASOFARING Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) - Limfoma non Hogdkin - Karsinoma kistik adenoid - Adenocarcinoma & tumor kel. ludah minor

Lebih terperinci

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) Tumor jinak sering ditemukan, sedangkan tumor ganas jarang ± 3% dari tumor kepala leher & 1% dari seluruh keganasan. Gejala klinis tumor

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

TERAPI HORMONAL ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILLE

TERAPI HORMONAL ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILLE Referat TERAPI HORMONAL ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILLE Oleh : FADHLINA MUHARMI HARAHAP 0708112239 Pembimbing : dr. ASMAWATI, Sp. THT-KL KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis merupakan penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban ekonomi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENIL

ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENIL Makalah ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENIL Oleh INDAH PRASETYA PUTRI 0808151325 Penguji Dr.Harianto,Sp.THT-KL KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN TELIGA HIDUNG TENGGOROKKAN KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN (NAMA PENYAKIT) Nama Pasien : BB : No. RM : Jenis Kelamin : TB : Umur/Tanggal Lahir : Tgl. Masuk RS Jam : Diagnosa Masuk RS : Tonsilitis Kronis

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT) LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70 Lampiran 1 Data Sampel Penelitian LAMPIRAN No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEG F 1 7.57.97 HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2 7.72.01 SD Jawa Adeno P 22 IVb 8.4.47 SS Jawa Adenoid P 70 IVb cystic 4 8.46.18

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN NO NAMA MR UMUR SEX SUKU STADIUM PA (TIPE) EKSPRESI LMP1 1 IH 350582 43 LK BATAK IVC 3 0 2 K 405691 59 LK ACEH IVB 3 3 3 DP 351293 37 LK BATAK III 2 3 4 NS 352005 85 LK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis) 2012 adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I Lukluk Purbaningrum 20070310087 FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Umur : 53 tahun Alamat : Jl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis Fraktur Le Fort terjadi pada 10-20% dari fraktur wajah. Fraktur ini terjadi karena terpajan kekuatan yang cukup. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama, penyebab lain yang mungkin yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang 77 Artikel Penelitian Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang Hesty Trihastuti, Bestari Jaka Budiman, Edison 3 Abstrak Rinosinusitis kronik adalah inflamasi kronik

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) merupakan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Sinus paranasalis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PADANG 2016 Konstributor

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Poliklinik THT-KL RSUD Karanganyar, Poliklinik THT-KL RSUD Boyolali.

Lebih terperinci

Kanker Nasofaring. Wulan Melani. Wulan Melani 1, Ferryan Sofyan 2. Mahasiswa F.Kedokteran USU angkatan 2009 /

Kanker Nasofaring. Wulan Melani. Wulan Melani 1, Ferryan Sofyan 2. Mahasiswa F.Kedokteran USU angkatan 2009 / Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2011 Characteristic Of Nasopharyng Carcinoma Patient In Adam Malik Hospital Medan In 2011 1, Ferryan Sofyan 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011 Oleh: WULAN MELANI 090100114 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HALAMAN PERSETUJUAN Proposal

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS)

HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS) HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

Maksilektomi medial endoskopik

Maksilektomi medial endoskopik Laporan Kasus Abdul Qadar Punagi Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar ABSTRAK Latar belakang:

Lebih terperinci

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 1 Taruli Hutauruk 2 Olivia Pelealu 3 Ora I. Palandeng Kandidat Fakultas Kedokteran Unsrat Bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung Hidung dari luar berbentuk seperti piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip),

Lebih terperinci

ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA DENGAN DIAGNOSIS AWAL HEMANGIOMA KAPILARE Nimim Putri Zahara

ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA DENGAN DIAGNOSIS AWAL HEMANGIOMA KAPILARE Nimim Putri Zahara 1 Abstrak ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA DENGAN DIAGNOSIS AWAL HEMANGIOMA KAPILARE Nimim Putri Zahara Angiofibroma nasofaring belia adalah tumor jinak pembuluh darah yang jarang ditemukan, bersifat agresif

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma NEOPLASMA TULANG Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma Ganas : Osteosarkoma, parosteal osteosarkoma Berasal dari Tulang rawan : Jinak : Kondroma, Osteokondroma,

Lebih terperinci

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 BENDA ASING HIDUNG Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 Benda asing pada hidung salah satu kasus yang banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Laporan Kasus Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Martin Leman, Zubaedah Thabrany, Yulino Amrie RS Paru Dr. M. Goenawan

Lebih terperinci

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon : Lampiran 1 LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :. Agama : No. M R : Tanggal : II. Keluhan Utama : III. Keluhan tambahan : - Sakit

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Epistaksis

Penatalaksanaan Epistaksis 1 Penatalaksanaan Epistaksis Dr. HARI PURNAMA, SpTHT-KL RSUD. Kabupaten Bekasi Pendahuluan Epistaksis merupakan salah satu masalah kedaruratanmedik yang paling umum dijumpai, diperkirakan 60 % dari populasi

Lebih terperinci

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL. Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus:

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL. Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus: RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus: No Rincian kewenangan klinis kemampuan klinis 1 2 3 1 Benda asing di telinga 2 Perikondritis

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Akurasi Transbronchial Needle Aspiration dalam tindakan Bronkoskopi dengan dalam membantu menegakkan stadium kanker paru di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RSUD Karanganyar, RSUD Sukoharjo, dan RSUD Boyolali.

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING PENATALAKSANAAN RADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor

Lebih terperinci

IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN

IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN 66 Lampiran 1 STATUS PENELITIAN No. I. IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN Nama :... Tanggal lahir :... Jenis Kelamin :... Alamat :... Telepon :... No. M R :... Anak ke/dari :... Jumlah orang yang tinggal

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Pembimbing: drg. Ernani Indrawati. Sp.Ort Disusun Oleh : Oktiyasari Puji Nurwati 206.12.10005 LABORATORIUM GIGI DAN MULUT RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) (Nasopharyngeal carcinoma = NPC) merupakan penyakit tumor ganas yang mempunyai distribusi endemic diseluruh dunia dengan variasi kejadian

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di FK USU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kraniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J, 2005). Pembedahan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA 2.1 Definisi dan Etiologi Osteosarkoma 2.1.1 Definisi Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk

Lebih terperinci

Biopsi payudara (breast biopsy)

Biopsi payudara (breast biopsy) Biopsi payudara (breast biopsy) Pemeriksaan histopatologi ialah dengan prosedur biopsi yaitu mengambil sampel jaringan payudara untuk menilai jaringan tersebut mengandung sel kanker atau bukan kanker.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan adalah THT-KL khususnya bidang alergi imunologi. 2. Ruang lingkup tempat adalah instalasi rawat jalan THT-KL sub bagian alergi

Lebih terperinci

Bedah sinonasal endoskopik angiofibroma nasofaring belia: laporan seri kasus berbasis bukti (evidence based)

Bedah sinonasal endoskopik angiofibroma nasofaring belia: laporan seri kasus berbasis bukti (evidence based) Laporan Kasus Bedah sinonasal endoskopik angiofibroma nasofaring belia: laporan seri kasus berbasis bukti (evidence based) *Retno Sulistyo Wardani, *Ika Dewi Mayangsari, **Lisnawati, ***Jacub Pandelaki,

Lebih terperinci

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Edi Susanto, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU. RSUP. H. Adam Malik, Medan

LAMPIRAN. : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU. RSUP. H. Adam Malik, Medan LAMPIRAN 1. Personil Penelitian 1. Ketua penelitian Nama Jabatan : dr. Soewira Sastra : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU RSUP. H. Adam Malik, Medan 2. Supervisor penelitian 1. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

Teknik Radiografi Sinus Paranasal

Teknik Radiografi Sinus Paranasal Teknik Radiografi Sinus Paranasal Menurut Biglioli dan Chiapasco (2014) teknik radiografi sinus paranasal yang rutin digunakan untuk kasus sinusitis pada sinus maksilaris ada 2: 1. Proyeksi Parietoacantial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis

Lebih terperinci

: PPDS THT FK-USU (Asisten Ahli) : Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan. A. Nama : dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL NIP :

: PPDS THT FK-USU (Asisten Ahli) : Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan. A. Nama : dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL NIP : PERSONALIA PENELITIAN 1. Peneliti Utama Nama : dr. Agus Multazar NIP : --- Gol/Pangkat : --- Jabatan Fakultas Perguruan Tinggi Bidang Keahlian Waktu Disediakan : PPDS THT FK-USU (Asisten Ahli) : Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAKSILOFASIAL DENGAN MENGGUNAKAN MINI PLAT (Laporan dua kasus) Emmy Pramesthi D.S., Muhtarum Yusuf Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas

Lebih terperinci

JUVENILE ANGIOFIBROMA NASOFARING BAB I PENDAHULUAN. Juvenile angiofibroma merupakan tumor jinak hipervaskuler di nasofaring dengan

JUVENILE ANGIOFIBROMA NASOFARING BAB I PENDAHULUAN. Juvenile angiofibroma merupakan tumor jinak hipervaskuler di nasofaring dengan JUVENILE ANGIOFIBROMA NASOFARING BAB I PENDAHULUAN Juvenile angiofibroma merupakan tumor jinak hipervaskuler di nasofaring dengan gambaran epidemiologi dan pola pertumbuhan yang khas. Tumor secara khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak ditemukan. Pada populasi dewasa sekitar 30% dari tumor sistem saraf pusat, sedangkan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

Pendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi

Pendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi Pendahuluan Kanker mata adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis tumor yang terjadi di berbagai bagian mata. Hal ini terjadi ketika sel-sel dalam atau di sekitar mata berubah

Lebih terperinci