RINGKASAN DAN SUMMARY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN DAN SUMMARY"

Transkripsi

1 RINGKASAN DAN SUMMARY Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengungkap fakta-fakta ilmiah (scientific finding) berkaitan dengan peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama, melalui studi Komunikasi Budaya terhadap peran perempuan Nahdlatul Ulama dalam Gerakan Perempuan Indonesia saat ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni penelitian yang mengungkap fakta dalam satu rentang waktu tertentu, berdasarkan sekelompok orang atau seseorang yang dianggap representatif. Penulisan dilakukan dengan deskriptif eksploratif, dan analisis dilakukan secara kualitatif. Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : Bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga kategori utama: Pertama, kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama, bentukbentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan adalah tertutup, ekslusive, dan fanatis. Kedua, bentuk Komunikasi Perempuan Modern Nahdlatul Ulama diindikasikan dalam bentuk-bentuk: terbuka, kritis, inklusive dan radikal. Sementara, bentuk Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama terindikasi dalam bentuk-bentuk: Inklusive, taqiyah dan memilah-milah masyarakat. Bentukbentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga bentuk: Pertama, bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah sebagai pendamping suami, sebagai Nyai dan sebagai penyangga ekonomi keluarga; kedua, peran sosio-kultural Perempuan Modern Nahdlatul Ulama adalah peran-peran publik: sebagai dosen, sebagai aktivis organisasi dan LSM, dan juga sebagai politisi. Sementara, peran-peran sosio-kultural Perempuan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, selain sebagai Nyai dan dosen, juga peran-peran baru sebagai aktivis walaupun dilakukan dalam konteks terbatas.model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibedakan dalam tiga model: Pertama, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah proses komunikasi budaya dilakukan secara timbal balik dalam konteks budaya, tafsir agama, dan nilai-nilai kultur dalam lingkup Nahdlatul Ulama; kedua, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama berlangsung secara interaktif antara realitas sosio-kultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama interaksi dengan nilainilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru, serta gerakan Internasional. 1

2 Ketiga, model Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama merupakan proses interaksi antara realitas masyarakat Indonesia, realitas perempuan trandisional Nahdlatul Ulama, proses dan interaksi dengan nilai-nilai sosial, nilai budaya dan tafsir agama baru, selain harus tetap berpegang pada nilai-nilai tradisional Nahdlatul Ulama. Kata Kunci: Peran, sosio-kultural, Perempuan Nahdlatul Ulama, Komunikasi Budaya, Gerakan Perempuan 2

3 I. PENDAHULUAN Penelitian dilakukan terhadap peran sosio-kultural Perempuan Nahdlatul Ulama dalam gerakan perempuan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui paradigma Komunikasi Budaya terhadap peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama di antara posisi dan peran perempuan Indonesia secara umum. Perempuan Nahdltul Ulama, secara keseluruhan pada dasarnya memiliki basis sosial-kultural yang hampir sama. Kalangan Nahdlatul Ulama yang dikenal sebagai masyarakat tradisional, dengan tradisi relasi-kuasa antara laki-laki dan perempuan dengan budaya patriarkhal yang sangat kuat. Hal ini juga ditunjang dengan nilai-nilai budaya lokal yang memosisikan perempuan sebagai pendamping suami dalam kehidupan sosial. Pada posisi ini, peran perempuan dilokalisir pada domain domestik dan privat. Posisi perempuan Nahdlatul Ulama mulai bergeser, sejak Nahdlatul Ulama memutuskan untuk Kembali Ke Khittah pada Muktamar Nahdlatul Ulama XXVII pada 1984; pemikiran Abdurrahman Wahid, adaptasi pemikiran Timur maupun Barat, fenomena perubahan sosial-kultural masyarakat Indonesia, dan juga gerakan Kalangan Muda Nahdlatul Ulama, merupakan faktor penyebab terjadinya transformasi dalam konteks peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama. 3

4 II. HASIL PENELITIAN Penelitian terhadap kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama, dikategorikan dalam tiga model gerakan, dengan spesifikasi masing-masing gerakan. Adapun modelmodel gerakan perempuan Nahdlatul Ulama masing-masing adalah: Pertama, Model Gerakan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama; Kedua, Model Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama; Ketiga, Model Gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama. 2.1 Model Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama Model Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama dapat dibagi dalam tiga komponen utama, yakni Model Gerakan Perempuan Tradisional-Konservatif; Model Gerakan Perempuan Modern, Model Gerakan Perempuan Transisional Model Gerakan Perempuan Tradisional-Konservatif Model gerakan perempuan Tradisional Konservatif, direpresentasikan sebagai berikut: 4

5 Proses Komunikasi Budaya Nilai-nilai Agama Konteks Sosial Budaya Perempuan Nahdlatul Ulama Nilai-nilai Kultural Perspektif Perempuan Tradisional Nahdlatul Utama - Pembatasan Peran Perempuan - Domestifikasi Peran Sosio Kultural Perempuan Nahdlatul Ulama - Budaya Patriarkal - Fatalisme Gerakan Sosiokultural Perempuan Tradisional NU Exclusive Tertutup Intoleran terhadap paham lain 5

6 Gambar 1. Model Gerakan Perempuan Tradisional Konservatif Nahdlatul Ulama Gambar di atas menunjukkan, proses komunikasi budaya masuk dalam konteks sosial budaya, ketika nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya tradisional mengungkung dan membatasi ruang Perempuan Nahdlatul Ulama. Kondisi yang demikian menjadikan perempuan Nahdlatul Ulama tidak mampu mengembangkan perspektifnya dalam menjawab realitas sosial yang lebih luas. Nilai-nilai agama, di satu sisi, selain membatasi gerak perempuan Nahdlatul Ulama, tafsir agama juga memperkuat domestifikasi perempuan Nahdlatul Ulama. Selain ini, kondisi ini diperkuat dengan nilai-nilai kultural dengan budaya patriarkhal dan juga budaya fatalisme. Kondisi ini membatasi peran sosio-kultural Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama. Pemahaman dan kondisi yang dihadapi kalangan Perempuan Tradisional ini, kemudian membatasi gerak sosial dan kultural mereka. Kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama yang sebagian besar adalah tokoh-tokoh di pondok-pondok pesantren Nahdlatul Ulama, cenderung bergerak secara ekslusive, yakni gerakannya terbatas di kalangan mereka sendiri: kalangan santri yang mereka bina, kalangan masyarakat yang juga mereka bina dan menjadi pengikutnya, dan kelompok-kelompok tertentu yang menjadi pengikut setia mereka. Kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama ini juga cenderung intoleran dengan paham-paham baru di luar mereka. Ideologi Aswaja merupakan satu-satunya ideologi yang dianut, dan sama sekali tidak menerima pandangan dari luar yang mereka anut, sekalipun dari kalangan Nahdlatul Ulama sendiri. 6

7 2.1.2 Model Gerakan Perempuan Modern Model gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama, direpresentasikan sebagai berikut: Proses Komunikasi Budaya Realitas Sosio Kultural Perempuan Indonesia Proses Interaksi Sosial, Budaya, dan Agama Perempuan Nahdlatul Ulama Realitas Perempuan Nahdlatul Ulama Proses Internalisasi - Gerakan Pengarus Utamaan Gender - Gerakan Baru NU - Gerakan Sosial Kultural Kalangan Muda NU - Interaksi Internasional Transformasi Sosial dan Kultural - Peningkatan Pendidikan - Tafsir Baru Agama Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama Terbuka Kritis Inklusive Radikal 7

8 Gambar 2. Model Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama Model gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama seperti yang direpresentasikan pada Gambar 4 menunjukkan, bahwa proses komunikasi budaya terjadi dalam konteks realitas sosiokultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama, yang secara intens juga dikomunikasikan dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru. Di sisi lain, terjadi internalisasi nilai-nilai baru yang diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan dan tafsir baru Agama. Prosesproses dari nilai-nilai sosial, budaya dan agama, yang terdiri dari gerakan pengarusutamaan gender, gerakan baru Nahdlatul Ulama yang dimulai sejak Abdurrahman Wahid menjadi Ketua Tanfiziyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1984, gerakan sosiokultural kalangan Muda Nahdlatul Ulama dan interaksi dengan kalangan masyarakat Internasional, terutama dalam perspektif HAM dan pengarusutamaan gender, menjadikan kalangan perempuan modern Nahdlatul Ulama bergerak lebih terbuka, kritis baik secara internal maupun eksternal, inklusive dan radikal dalam arti memberikan tafsir baru terhadap Kitab Kuning, terutama tentang penguatan terhadap peran perempuan dalam ranah yang lebih luas Model Gerakan Perempuan Transisional 8

9 Model gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama, direpresentasikan sebagai berikut: Proses Komunikasi Budaya Proses Interaksi Sosiokultural dan Agama Realitas Sosiokultural Perempuan Indonesia Perempuan Nahdlatul Ulama Realitas Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama Nilai-nilai Budaya Tradisional Nahdlatul Ulama - Gerakan Baru NU - Gerakan Keluarga Modern NU - Gerakan Pengarus Utamaan Gender Proses Internalisasi dan Transformasi Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama - Pembatasan peran Perempuan - Tafsir Ortodox - Domestifikasi Perempuan Inklusive 9 Taqiyah Pemilahan Masyarakat

10 Gambar 3. Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama Gambar 5 menunjukkan, bahwa peran-peran transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, dipengaruhi oleh realitas sosio-kultural perempuan Indonesia dan di sisi lain realitas perempuan tradisional Nahdlatul Ulama. Terdapat gap antara kedua realitas itu. Proses interaksi antara nilai-nilai sosio-kultural dan penafsiran nilai-nilai agama baru dalam lingkung Nahdlatul Ulama, menyebabkan terciptanya perspektif baru di kalangan perempuan transisional Nahdlatul Ulama ini. Gerakan yang dapat diamati pada Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama, adalah inklusive, dalam arti gerakan dan pemikiran baru biasanya tidak dilakukan berdiri sendiri, tetapi dengan cara menyelipkan dalam bahasan-bahasan tradisional, misalnya memasukkan nilai-nilai kesetaraan gender ketika membahas Kitab Kuning. Gerakan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama juga terindikasi taqiyah, yakni menyembunyikan gerakan dari kalangan yang dianggap kontroversi. Pada akhirnya, gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama memilah masyarakat. Pada masyarakat yang cenderung tradisional konservatif, Perempuan Transisional ini tidak akan mendiskusikan atau mengemukakan pandangan-pandangan baru, misalnya tentang HAM dan kesetaraan gender. Sementara, pada masyarakat yang sudah lebih 10

11 terbuka, kalangan Perempuan Transisional ini akan mendiskusikan dan mengemukakan pandangan mereka dalam konteks yang disesuaikan dengan masyarakat yang dihadapi. Dan, jika pendapatnya dibantah atau disudutkan, kalangan perempuan transisional ini memilih diam dan tidak memberikan komentar. III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Berdasarkan telaah terhadap fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga kategori utama: Pertama, kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama, bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan adalah tertutup, ekslusive, dan fanatis. Kedua, bentuk Komunikasi Perempuan Modern Nahdlatul Ulama diindikasikan dalam bentuk-bentuk: terbuka, kritis, inklusive dan radikal. Sementara, bentuk Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama terindikasi dalam bentukbentuk: Inklusive, taqiyah dan memilah-milah masyarakat yang dihadapi. Masyarakat tertentu kalangan perempuan ini berkomunikasi secara terbuka, namun kalangan masyarakat lainnya kalangan perempuan transisional ini cenderung tertutup. 11

12 2. Bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga bentuk: Pertama, bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah sebagai pendamping suami, sebagai Nyai dan sebagai penyangga ekonomi keluarga; kedua, peran sosio-kultural Perempuan Modern Nahdlatul Ulama adalah peran-peran publik: sebagai dosen di Perguruan Tinggi, sebagai aktivis organisasi dan LSM, dan juga sebagai politisi. Sementara, peran-peran sosiokultural Perempuan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, selain sebagai Nyai dan dosen, juga peran-peran baru sebagai aktivis walaupun dilakukan dalam konteks terbatas. 3. Model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibedakan dalam tiga model: Pertama, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah proses komunikasi budaya dilakukan secara timbal balik dalam konteks budaya, tafsir agama, dan nilai-nilai kultur dalam lingkup Nahdlatul Ulama, dengan tidak melihat unsur-unsur dari luar Nahdlatul Ulama; kedua, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama berlangsung secara interaktif antara realitas sosio-kultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama interaksi dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru, serta interaksi dengan gerakan Internasional. Sementara, proses internalisasi dilakukan melalui proses peningkatan pendidikan dan tafsir baru agama. Ketiga, model Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama merupakan proses 12

13 interaksi antara realitas masyarakat Indonesia, realitas perempuan trandisional Nahdlatul Ulama, proses dan interaksi dengan nilai-nilai sosial, nilai budaya dan tafsir agama baru, selain harus tetap berpegang pada nilai-nilai tradisional Nahdlatul Ulama. 3.2 Saran-Saran Perlu ada penelitian lanjutan untuk dapat memotret secara utuh tentang peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama. Pemilahan-pemilahan antara kalangan struktur perempuan Nahdlatul Ulama dan kalangan kultur perempuan Nahdlatul Ulama akan mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat 13

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Analisis Penelitian ini dilakukan pada beberapa wilayah kajian analisis. Kajian utama yang dilakukan adalah mencoba melihat bagaimana respon pesantren terhadap berbagai

Lebih terperinci

Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan. Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli :12 -

Kiprah Edisi 17: Menggalang Solidaritas Melalui Forum Selapanan. Ditulis oleh Titik Rahmawati & Ulfah Mutia Hizma Jumat, 03 Juli :12 - Awalnya, ketika penulis atas nama lembaga Fatayat Kabupaten Magelang mengajukan kerjasama program berupa Seminar Perempuan dan Politik: Membangun Kualitas Politisi yang Adil gender. Jaringan itu semakin

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah,

BAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah, 277 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah, NU dan HTI tentang hadis-hadis misoginis dapat diklasifikasikan menjadi empat model pemahaman, yaitu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU. DINA MARTIANY, S.H., M.Si.

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU. DINA MARTIANY, S.H., M.Si. LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU DINA MARTIANY, S.H., M.Si. PERSEPSI KALANGAN PESANTREN TERHADAP RELASI PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI (STUDI DI JAWA TIMUR DAN JAWA TENGAH) PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR-RI TAHUN

Lebih terperinci

KONTEKSTUALISASI KITAB KUNING: UPAYA MEMBANGUN INDONESIA YANG MULTIKULTUR

KONTEKSTUALISASI KITAB KUNING: UPAYA MEMBANGUN INDONESIA YANG MULTIKULTUR ProceedingPESAT (Psikologi,Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) KONTEKSTUALISASI KITAB KUNING: UPAYA MEMBANGUN INDONESIA YANG MULTIKULTUR Dr. Nuriyati Samata" nuriyatisamatan@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

Proses Komunikasi dalam Masyarakat

Proses Komunikasi dalam Masyarakat Proses Komunikasi dalam Masyarakat Lapisan masyarakat sangat beragam dan kompleks Semakin kompleks, semakin rumit, karena bermacam budaya dan proses sosial Bentuk komunikasi ditentukan oleh: 1. Pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD A. Persamaan dan Perbedaan Pandangan Masdar Farid Mas udi dan Kiai Husen Muhammad Tentang Kepemimpinan Perempuan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB III Metodologi Penelitian. waktu, merupakan suatu upaya untuk menemukan

BAB III Metodologi Penelitian. waktu, merupakan suatu upaya untuk menemukan BAB III Metodologi Penelitian 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma Penelitian pada hakikatnya ada konteks khusus atau dimensi waktu, merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk membenarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang penulis berikan kepada beberapa pihak

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa 282 BAB VI PENUTUP Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa kesimpulan dan saran yang diperlukan. A. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sistem pendidikan modern tak mungkin berjalan baik tanpa melibatkan

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih cenderung melakukan ijtihad politik praktis ketimbang menjalankan perjuangan triologi khtitah Tarbiyah

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan lagi, dimana arus modernisasi tidak mengenal batasan antar kebudayaan baik regional, nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. * KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN Oleh, Novita Siswayanti, MA. * Abstrak: Pemikiran pembaharuan Kiai Wahid Hasyim telah memberikan pencerahan bagi eksistensi pesantren dalam menentukan arah serta

Lebih terperinci

yang mungkin selama ini belum banyak yang membaca pertarungan wacana semacam ini sebagai sebuah fenomena politis. Kontribusi Teoritik

yang mungkin selama ini belum banyak yang membaca pertarungan wacana semacam ini sebagai sebuah fenomena politis. Kontribusi Teoritik 119 BAB 5 Kesimpulan Nahdlatul Ulama sebuah organisasi keagamaan yang selama ini kental dengan kesan tradisional dan konservatif dengan atsmosfer keagamaan yang cenderung tenang dan statis ternyata memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

PEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY

PEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY DAFTAR ISI Halaman Lembar Persetujuan... ii Lembar Pernyataan.... iii Abstrak... iv Abstract... v Kata Pengantar... vi UcapanTerima Kasih... viii Daftar Isi... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 63 BAB III METODE PENELITIAN A. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah penerimaan diri pada ibu yang memiliki anak retardasi mental dengan level retardasi mental sedang. Guna mendalami fokus

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana Lembaga Bakti Indonesia sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

Kredo Tentang Perbedaan: Perempuan di Parlemen di Norwegia

Kredo Tentang Perbedaan: Perempuan di Parlemen di Norwegia S T U D I K A S U S Kredo Tentang Perbedaan: H E G E S K J E I E KETIKA STASIUN TELEVISI NORWEGIA MENAYANGKAN ACARA DEBAT PARLEMENTER atau laporan tentang rapat krisis kabinet, potongan tradisional berambut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.8. Pendekatan Penelitian Menurut Deddy Mulyana, paradigma/pendekatan merupakan suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata karena menunjukkan apa yang penting,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

Dengan menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif ini, peneliti akan menghimpun data berkenaan dengan peran orang-orang yang

Dengan menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif ini, peneliti akan menghimpun data berkenaan dengan peran orang-orang yang 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus (case study atau field study) dengan metode deskriptif

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Realitas Patriarkhi dalam Pesantren di Kabupaten Kediri

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Realitas Patriarkhi dalam Pesantren di Kabupaten Kediri 198 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dipaparkan pada bab terdahulu dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Realitas Patriarkhi dalam Pesantren di Kabupaten Kediri Pondok

Lebih terperinci

Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi!

Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi! Ery Seda Mainstream Gender ke Dalam Gerakan Filantropi! Sumber: Judul buku Ditulis ulang dari : Kaum Perempuan dan Filantropi: Stereotip Lama, Tantangan- Tantangan Baru : Jurnal Galang, Vol.2 No.2 April

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

Analisis Sosio-Ekologi dan Sosio-Budaya Burung Berkicau di Dua Kota di Indonesia: Teladan dari Surabaya dan Yogyakarta 1

Analisis Sosio-Ekologi dan Sosio-Budaya Burung Berkicau di Dua Kota di Indonesia: Teladan dari Surabaya dan Yogyakarta 1 ISSN : 1978-4333, Vol. 02, No. 01 6 Analisis Sosio-Ekologi dan Sosio-Budaya Burung Berkicau di Dua Kota di Indonesia: Teladan dari Surabaya dan Yogyakarta 1 Anton Supriyadi 2, Endriatmo Soetarto 3, Arya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR Bab 9 Kesimpulan Kehidupan rumah tangga nelayan tradisional di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Penyebab kemiskinan berasal dari dalam diri nelayan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang awalnya sangat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep

Lebih terperinci

Penyusunan Kebijakan Responsif Gender. Bivitri Susanti Lembaga Administrasi Negara, 15 Maret 2017

Penyusunan Kebijakan Responsif Gender. Bivitri Susanti Lembaga Administrasi Negara, 15 Maret 2017 Penyusunan Kebijakan Responsif Gender Bivitri Susanti (bivitri.susanti@jentera.ac.id) Lembaga Administrasi Negara, 15 Maret 2017 Kebijakan Responsif Gender Kebijakan yang mempertimbangkan dengan cermat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:21) adalah seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakantindakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Pribumi sangat tergantung pada politik yang dijalankan oleh pemerintah kolonial. Sebagai negara jajahan yang berfungsi sebagai daerah eksploitasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah (cara)

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah (cara) BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan seorang peneliti harus memahami metodologi penelitian yang merupakan seperangkat

Lebih terperinci

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin dalam berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan Dan MetodePenelitian Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu memperoleh data empiris saat penelitian dilakukan. Ada dua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY A. Pengertian tentang konsep civil society Konsep civil society memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing tokoh yang memberikan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

~Tangg31 : - - MAR 2ooq _ -J YOGYAKARTA. oleh: Marhumah NIM: Promotor: : Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A.

~Tangg31 : - - MAR 2ooq _ -J YOGYAKARTA. oleh: Marhumah NIM: Promotor: : Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A. RINGKASAN DISERT ASI GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi teotang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Muoawwir dan Pesaotren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta) oleh: Marhumah

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. digolongkan dalam beberapa bagian: Pertama, perempuan mempunyai. Ketiga, teks keagamaan sangat menghargai perempuan, sehingga

BAB V PENUTUP. digolongkan dalam beberapa bagian: Pertama, perempuan mempunyai. Ketiga, teks keagamaan sangat menghargai perempuan, sehingga BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep keadilan gender perspekitf Mansour Fakih sebenarnya memiliki cakupan luas, akan tetapi pemikiran Mansour Fakih tersebut dapat di ringkas, yaitu bahwa keadilan gender,

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat

BAB VI PENUTUP. terutama pada posisi jabatan struktural. Hal ini dapat diindikasikan bahwa terdapat BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta merupakan dinas yang memiliki jumlah pegawai perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pegawai laki-laki, terutama pada posisi jabatan

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

GENDER DAN KELUARGA MIGRAN DI INDONESIA 1

GENDER DAN KELUARGA MIGRAN DI INDONESIA 1 GENDER DAN KELUARGA MIGRAN DI INDONESIA 1 Drs. Togiaratua Nainggolan, M.Si 2 ABSTRAK Penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa para TKW melakukan migrasi ke luar negeri dengan meninggalkan keluarganya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pengantar

BAB V PENUTUP Pengantar BAB V PENUTUP 5.1. Pengantar Bab ini berisi simpulan dan saran. Selain itu, dimunculkan pula refleksi terhadap Mocopat Syafaat, dan implikasi atas teori yang digunakan. Pemahaman teori dipandang perlu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil riset dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang penting

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Metode pehamanan hadis Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam memahami hadis ada beberapa sisi persamaan dan perbedaan. Secara garis besar antara Muhammadiyah dan NU menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Ruang Lingkup Penelitian Dalam setiap penelitian sangat perlu sekali untuk membatasi ruang lingkup penelitian berupa batasan terhadap obyek masalah penelitian agar sebuah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Ada terdapat banyak bentuk pola asuh orang tua dan dalam praktiknya orang tua tidak hanya memberlakukan satu jenis pola asuh secara konsisten sejak anak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga ratus lima puluh tahun, Indonesia dijajah oleh Belanda. Selama itu pula masyarakat Indonesia mengalami perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

pelajar non-muslim yang berkunjung ke pesantren Tebuireng

pelajar non-muslim yang berkunjung ke pesantren Tebuireng Kisah para pelajar non-muslim yang berkunjung ke pesantren Tebuireng Ayomi AmindoniBBC Indonesia 02 November 2017 http://www.bbc.com/indonesia/majalah-41827650 Hak atas fotogetty IMAGESImage captionpesantren

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaksang Masalah Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab sebelumnya legitimasi legal formal peran serta masyarakat dalam

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERBEDAAN PERAN, FUNGSI, DAN TANGGUNG JAWAB ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG MERUPAKAN HASIL KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERBEDAAN PERAN, FUNGSI, DAN TANGGUNG JAWAB ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG MERUPAKAN HASIL KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERBEDAAN PERAN, FUNGSI, DAN TANGGUNG JAWAB ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG MERUPAKAN HASIL KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA Pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN BEDAH BUKU PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN Setyoningsih *) Judul buku : Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi Perjuangan Penulis : Anang Santoso Penerbit : PT Bumi Aksara Jakarta, Maret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian merupakan sebuah kewajiban dalam suatu penelitian, karena hal ini akan berpengaruh pada pengumpulan data maupun metode

Lebih terperinci