II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografi Sistem dalam suatu lembaga/ organisasi sangatlah penting, karena sistem sangatlah menunjang terhadap kinerja lembaga atau organisasi, baik yang berskala kecil maupun skala besar, sistem merupakan sekelompok elemen yang saling berhubungan dengan suatu maksud dan tujuan yang telah ditentukan. Adapun model umum suatu sistem adalah terdiri dari masukan (input), proses (process) dan keluaran (output). Informasi merupakan data yang telah diproses sehingga mempunyai arti tertentu bagi penerimanya. Sumber dari informasi adalah data, sedangkan data itu sendiri adalah kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian, sedangkan kejadian itu merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu. Dalam hal ini informasi dan data saling berkaitan. Perkembangan sistem informasi telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik yang tingkat operasional. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh infomrasi yang paling akurat dan terkini.. Pengertian Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografi (SIG) sangatlah beragam. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang beredar di berbagai sumber pustaka. Definisi SIG kemungkinan besar masih berkembang, bertambah dan sedikit bervariasi, karena SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang digunakan oleh berbagai bidang atau 7

2 8 disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat. SIG merupakan sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak keberadaannya di permukaan bumi (Prhasta, 2009). Menurut Prhasta (2009) data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data spasial dan data atribut. Perbedaan antara dua jenis data tersebut adalah sebagai berikut : 1. Data Spasial Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi objek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang berisikan interpretasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi. Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya mempresentasikan objek-objek yang ada di muka bumi, tetapi berkembang menjadi representasi objek di atas muka bumi (di udara) dan di bawah permukaan bumi. Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup: data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan, pengukuran theodolite, pengukuran dengan menggunakan global positioning system (GPS) dan lain-lain. Data spasial memiliki dua macam penyajian, yaitu : a. Model Vektor Menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, dan kurva atau poligon beserta atributatributnya. Bentuk dasar model vektor didefninisikan oleh sistem koordinat kartesius dua dimensi (x,y). dengan menggunakan model vektor, objek-objek

3 9 dan informasi di permukaan bumi dilambangkan sebagai titik, garis, atau poligon. Masing-masing mewakili tipe objek tertentu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: (a) Titik (point), mempresentasikan objek spasial yang tidak memiliki dimensi panjang dan/ atau luas. Fitur spasial dipresentasikan dalam satu pasangan koordinat x,y. contohnya stasiun curah hujan, titik ketinggian, observasi lapangan, titik-titik sampel. (b) Garis (line/segment), mempresentasikan objek yang memiliki dimensi panjang namun tidak mempunyai dimensi area, misalnya jaringan jalan, pola aliran, garis kontur. (c) Poligon, Mempresentasikan fitur yang memiliki area, contohnya adalah unit administrasi, unit tanah, zona penggunaan lahan. b. Model data raster Menampikan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (bidang referensi horizontal dan vertikal yang terbagi menjadi kotak-kotak). Piksel adalah unit dasar yang digunakan untuk menyimpan informasi secara eksplisit. Setiap piksel memiliki atribut sendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung pada resolusi atau ukuran piksel suatu gambar. Model raster memberikan informasi spasial apa saja yang terjadi di mana saja dalam bentuk gambaran yang digeneralisasi. Dengan model raster, data geografi ditandai oleh nilai-nlai elemen matriks dari suatu objek yang berbentuk titik, garis, maupun bidang. 2. Data Atribut Data Atribut adalah data yang mendeskripsikan karakteristik atau fenomena yang dikandung pada suatu objek data dalam peta dan tidak mempunyai hubungan dengan posisi geografi. Data atribut dapat berupa

4 10 numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan, sensus, dan lain-lain. Atribut dapat dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada pendeskripsian secara kualitatif, kita mendeskripsikan tipe, klasfikasi, label suatu objek agar dapat dikenal dan dibedakan dengan objek lain, misalnya sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya. Bila dilakukan secara kuantitatif, data objek dapat diukur atau dinilai berdasarkan skala ordinat atau tingkatan, interbal atau selang, dan rasio atau perbandingan dari suatu titik tertentu, contohnya, populasi atau jumla siswa di suatu sekolah siswa, berprestasi, jurusan, dan sebagainya. SIG merupakan suatu sistem yang cukup kompleks dan terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen yang membangun SIG adalah: 1. Perangkat Lunak (software) OS : DOS, Windows, Linux Software SIG : ArcInfo, ArcView, ArcGis, ENVI, ERDAS, Mapinfo, ILWIS, dan sebagainya. 2. Perangkat Keras (hardware) Komputer (PC : desktop, notebook, desknote), stand alone/lan (procesr, memori/ram, video card, harddisk, display) Peripheral : digitizer, scanner, printer, plotter, CD writer. 3. Data Data : satu set informasi (numerik, alphabet, gambar) tentang sesuatu (barang, kejadian, kegiatan) Metadata : informasi identitas data

5 11 4. Pengguna : operator ataupun pemakai yang sangat berpengaruh pada hasil akhir SIG 5. Aplikasi Penentuan tata guna lahan Mengetahui kawasan yang bernilai konservasi tinggi Hidrologi hutan Mengetahui tingkat bahaya erosi, dan sebagainya 2.2. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya (Lillesand dan kiefer, 1979). Jadi penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat (sensor) dan wahana. Alat yang dimaksud adalah alat perekam yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya yaitu alat tersebut pada waktu perekaman tidak ada di permukaan bumi, tetapi di udara atau di angkasa. Karena itu dalam perekaman tersebut menggunakan wahana (platform) seperti satelit, pesawat udara, balon udara dan sebagainya. Sedangkan data yang merupakan hasil perekaman alat (sensor) masih merupakan data mentah yang perlu dianalisis. Untuk menjadi suatu informasi tentang permukaan bumi yang berguna bagi berbagai kepentingan bidang ilmu yang berkaitan perlu dianalisis dengan cara interpretasi.

6 Citra Worldview-2 Satelit Worldview-2 diluncurkan pada 8 Oktober 2009 dari pangkalan angkatan udara Vandenberg, California, USA. Dengan peningkatan kelincahannya, Worldview-2 dapat bertindak bagai sebuah kuas, menyapu bolakbalik untuk mengambil area yang luas dengan sekali sapuan citra multispektral. Worldview-2 juga menyediakan detail citra dan akurasi geospasial yang belum pernah ada sebelumnya, lebih memperluas aplikasi citra satelit di pasar komersial dan pemerintahan. Dengan penambahan keragaman spektralnya menyediakan kemampuan untuk melakukan deteksi perubahan dan pemetaan yang tepat. Selain berbagai perbaikaan teknis, Worldview-2 juga memiliki kemampuan mengakomodasi permintaan perekaman langsung, yang memungkinkan pelanggan diseluruh dunia memilih serta memuat profil pencitraan langsung pada wahana dan melaksanakan pengiriman data ke stasiun bumi sendiri Tabel 2.1. Karakteristik Citra Worldview-2 Mode Pencitraan Pankromatik Multispektral Resolusi Spasial Pada 0.46 m GSD pada nadir 1.84 m GSD pada nadir Nadir Resolusi Spasial m GSD 2.4 m GSD derajat dari Nadir Jangkauan Spektral nm Coastal ( nm) Biru ( nm) Hijau ( nm) Kuning ( nm)

7 13 Merah ( nm) Red Edge ( nm) IR Dekat 1 ( nm) IR Dekat 2 ( nm) Lebar Sapuan Jangkauan Dinamik Masa Aktif Satelit Waktu Pengulangan 16,4 km pada nadir 11 bit per piksel Perkiraan hingga lebih dari 10 tahun 11 hari pada 1 meter GSD atau kurang 3.7 hari pada 20 derajat off nadir atau kurang (0.52 m GSD) Ketinggian Orbit Waktu Equatorial Orbit Waktu orbit lintasan 770 km 10:30 A.M (descending mode) 95.6 derajat sinkron matahari 95.6 menit Kecepatan pada orbit Level proses Harga 4band 7.5 km per detik Basic, Standar, Orthorectified 5.16per km2 untuk arsip (lebih 90 hari) 5.25 per km2 untuk fres arsip (kurang dari 90 hari) Harga 8 band 5.20 per km2 untuk arsip (lebih 90 hari) per km2 untuk fresh arsip (kurang dari 90 hari) Luas pemesanan Minimum 25 km2 untuk data arsip Minimum 100 km2 untuk data pesan (tasking) (dengan jarak antarvertex minimum 5 km)

8 14 Akurasi metric Mulai dan berhenti pada citra akurasi < 500 meter Mendukung akurasi geolokasi Mentarget ulang objek Akurasi Geolokasi (CE90) Spesifikasi 12,2 m CE90, dengan kinerja diprediksi pada kisaran 4,6 10,7 meter (15-35 kaki) CE90, belum termasuk efek dari kelerengan dan off-nadir. <2 meter akurasi dengan memasukkan GCP pada citra Sumber : Interpretasi Citra Data yang diperoleh melalui perekaman tenaga elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan objek berdasarkan sistem penginderaan jauh, maka hasilnya disebut dengan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh tersebut berupa data visual (citra) dan data citra(numerik). Data tersebut belum memberikan arti dan manfaat, meskipun data yang diperoleh akurat, datanya mutakhir, karena itu agar data tersebut mempunyai arti yang penting dan bermanfaat bagi bidang lain maupun pengguna data perlu adanya teknik analisis data penginderaan jauh. Analisis citra dalam penginderaan jauh merupakan langkah-langkah untuk interpretasi citra merupakan suatu perbuatan untuk mengkaji gambaran objek yang direkam. Sutanto (1992) mengatakan bahwa interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-unsur interpretasi citra diantaranya:

9 15 1. Rona, merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4-0,7) ɥm. berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. 2. Warna, merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan obyek. 3. Bentuk, merupakan atribut yang jelas sehingga obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. 4. Ukuran, merupakan obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume, karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya. 5. Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1990) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang. 6. Pola atau susunan keruangan, merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. 7. Bayangan, bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun

10 16 demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. 8. Situs juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah terhadap sekitarnya. Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu wilayah morfologi 9. Asosiasi, merupak keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Adanya keterkaitan ini maka terlihat suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain ArcView 3.3 ArcView merupakan salah satu perangkat lunak GIS yang populer dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Arcview dibuat oleh ESRI (Environmental System Research Institute). Dengan Arcview dengan mudah dapat mengelolah data, menganalisa dan membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis. ArcView terdiri dari 6 modul utama yang disebut dokumen, yaitu : Project, View, Table, Chart, Layout, dan Script. Masing-masing dokumen tersebut mempunyai GUI (Graphical User Interface) yang spesifik. GUI adalah tempat pengguna berinteraksi dengan dokumen, misalnya melihat, memilih, memperbesar, mengisi table dsb. Untuk melakukan tujuan tersebut tiap GUI dari tiap dokumen mempunyai menu, botton, dan tools tersendiri. Modul utama dijelaskan secara rinci sebagai berikut : 1. Project, Merupakan kumpulan dari dokumen yang berasosiasi selama satu sesi Arcview, setiap project memiliki lima komponen pokok yaitu views, tables, charts, layouts dan scripts. Views digunakan untuk mengelola data grafis, sedangkan tables untuk manajemen data atribut, charts untuk mengelola grafik (bukan data grafis). Layouts untuk membuat komposisi peta

11 17 yang akan dicetak dan scripts dipakai untuk membuat modul yang berisikan kumpulan perintah Arcview yang ditulis menggunakan bahasan pemograman Avenue. 2. Theme, Arcview mengendalikan sekelompok feature serta atribut di dalam sebuah theme dan mengelolanya di dalam sebuah views. Sedangakan theme menyajikan sekumpulan objek nyata sebagai feature peta yang berhubungan dengan atribut. Feature dapat berupa titik (points), garis (lines) maupun poligon, contoh feature yang berupa titik adalah sekolah, pos polisi, rumah sakit, untuk feature garis antara lain adalah jalan raya, jalan tol, sungai. Sedangkan sawah, danau, lahan parkir, wilayah administrasi pemerintahan merupakan sebuah fiture Poligon. 3. View, merupakan sebuah peta interaktif yang dapat digunakan untuk menampilkan, memeriksa, memilih dan menganalisa data grafis. View tidak menyimpan data grafis yang sebenarnya, tetapi hanya membuat referensi tentang data grafis mana saja yang terlibat. Ini mengakibatkan view bersifat dinamis. View merupakan kumpulan dari theme 4. Tabel, digunakan untuk menampilkan informasi tentang feature yang ada di dalam suatu view. Sebagai contoh menjelaskan tentang provinsi Bali disiapkan tabel yang berisi data-data item nama kabupaten, jumlah penduduk laki-laki, perempuan, total dan sebagainya. 5. Chart, merupakan sebuah grafik yang menyajikan data tabular. Di dalam Arcview chart terintegrasi penuh dengan tabel dan view sehingga dapat dilakukan pemilihan record-record mana yang akan ditampilkan ke dalam

12 18 sebuah chart. Terdapat enam jenis chary yaitu area, bar, column, pie dan scatter. 6. Layout, digunakan untuk mengintegrasikan dokumen (View, Table, Chart) dengan elemen-elemen grafik yang lain di dalam suatu window tunggal guna membuat peta yang akan dicetak. Dengan layout dapat dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak property peta seperti : judul, legends, orientasi, label dan sebagainya (Budiyanto, 2002) 2.6. Subak Defenisi Subak Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972, Arif (1999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian dan teknis irigasi. Sutawan dkk (1986) melakukan kajian lebih lanjut tentang gatra religius dalam sistem irigasi subak. Kajian gatra religius tersebut ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan), disamping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan sekitar bangunan sadap (intake) pada setiap blok/ komplek persawahan milik petani anggota subak. Gatra religius pada sistem irigasi subak

13 19 merupakan cerminan konsep THK yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan pawongan. Gatra parhyangan oleh Sutawan dkk (1986) ditunjukkan dengan adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/ blok pemilikan sawa petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota yang memiliki kemampuan spiritual. Ketiga gatra dalam THK memiliki hubungan timbal balik. Pusposutardjo (1997) dan Arif (1999) yang meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat, menyimpulkan bahwa sistem irigasi (termasuk subak) merupakan suatu proses transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem yakni : (i) subsistem budaya (pola pikir, norma, dan nilai), (ii) Subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan (iii) subsistem kebendaan (termasuk teknologi). Semua subsistem itu memiliki hubungan timbal balik, dan juga memiliki hubungan keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan menyatunya antar ketiga subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar anggota dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah kordinasi akan dapat dihindari. Keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem perlampias, dan sistem saling pinjam air irigasi).

14 Alih Fungsi Lahan Sawah Subak di Denpasar Wicaksono (2007) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tersebut ada tiga yaitu: 1. Faktor Eksternal, merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan, merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi. Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Berikut merupakan gambar dan tabel perubahan alih fungsi lahan dari tahun 1942-tahun 2013 dalam penelitian Lanya (2012).

15 21 Tabel 2.2. Luas Lahan Subak Tahun Tahun 2012 di Kota Denpasar No ID Subak Nama Subak Desa ) ) ) Luas Subak Denpasar Selatan Renon Renon Sesetan Sesetan Panjer Panjer Sidakarya Sidakarya Intaran Barat Sanur Kauh Intaran Timur Sanur Kauh Sanur Sanur Kaja Cuculan Pemogan Kepaon Pemogan Kerdung Pedungan Denpasar Timur Anggabaya Penatih Umelayu Penatih Paang Penatih Poh Manis Penatih Dangri Taman Penatih Dangri Saba Penatih Temaga Penatih Padang Kertalangu Galak Biaung Kertalangu Yangbatu Dauh Puri Kedaton Sumerta Delod Sema Kesiman Buaji Kesiman Denpasar Barat Serogsogan Padangsambian Pagutan Padangsambian ) ) ) ) )

16 22 Tabel 2.2 lanjutan Tegallantang Padangsambian Tegalbuah Padangsambian Lange Tegal Harum Banyukuning Tegal Harum Semila II Pemecutan Kelod Margaya Pemecutan Kelod Semila II Pemecutan Kelod Palemahan dan pawongan habis Sanglah Dauihpuri Palemahan dan pawongan habis Tegal Injung Pemecutan Palemahan dan pawongan habis Buluh Pemecutan Palemahan dan pawongan habis Tunggulaji Pemecutan kaja Palemahan dan pawongan habis Denpasar Utara Peraupan Barat Dangri Kaja Peraupan Sumerta Timur Kedua Paguyangan Kangin Lungatad Paguyangan Kangin Petangan Ubung Kaja Pakel I Peguyangan Pakel II Ubung Kaja Sembung Paguyangan Kaja Dalem Paguyangan Kaja Ubung Ubung Total Denpasar Keterangan: 1) data hasil pengukuran peta Topografi Tahun ) data dari Dinas Kebudayaan Provinasi Bali. Lokakarya Subak ) data BPS Kota Denpasar

17 23 Gambar 2.1. Grafik Luas Subak di Masing-masing Kecamatan Kota Denpasar Pada Tahun Selanjutnya disampaikan oleh Lanya (2012) berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa pola penurunan luas sawah (alih fungsi lahan) di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi berada pada tahun tahun Pada tahun tersebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar dan sebelum RTRW Denpasar Denpasar tidak mempunyai RTRW dari tahun awal. Pola penurunan lahan sawah di masing-masing kecamatan mendatar setelah tahun Ini menunjukkan bahwa sebelum reformasi sampai dengan tahun 2000 terjadi alih fungsi lahan yang tinggi. Adanya RTRW Kota Denpasar tahun dapat mengendalikan alih fungsi lahan yang ditunjukkan oleh pola grafik mendatar sampai dengan Bom Bali sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan; Pola penurunan terjadi lagi setelah tahun ini menunjukkan bahwa pariwisata pulih kembali setelah tahun Penurunan luas sawah tertinggi dialami oleh wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Barat sebelum adanya Denpasar Utara. Kedua wilayah ini

18 24 merupakan daerah yang berbatasan dengan pusat pariwisata Kuta (Denpasar Barat) dan Sanur (Denpasar Selatan). Adanya RTRW Kota Denpasar diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan. (Lanya,2012) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar Pembangunan Kota Denpasar dilaksanakan secara nyata dan berencana. Untuk mendukung hal tersebut terutama dalam menciptakan dan kelancaran pelaksanaannya, maka pemerintah Kota Denpasar mengusahakan agar pembangunan yang dilaksanakan dapat mewujudkan Kota Denpasar yang berwawasan budaya. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah melakukan kegiatan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, serta pelayanan perijinan tata ruang dan bangunan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah kebijaksanaan pemerintah Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun , menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan utilitas Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah bertujuan untuk : a. Mewujudkan pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak mengorbankan aspek kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup b. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi sektoral maupun dinas di lingkungan pemerintah Kota Denpasar yang terkait dalam pengembangan potensi Kota Denpasar, pengembangan kegiatan sosial ekonomi serta pengaturan sistem

19 25 pergerakan dan koordinasi pengembangannya baik penentuan program, pendanaan maupun dalam penyiapan peraturannya c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah Kota Denpasar dan masyarakat d. Mencegah terjadinya benturan kepentingan antar sektor dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang e. Menyusun rencana rinci tata ruang di Kota Denpasar serta pelaksanaan pembangunan dalam pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan pembangunan. Wilayah perencanaan mencakup keseluruhan wilayah di Kota Denpasar yang meliputi : Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, dan Kecamatan Denpasar Selatan, dengan luas wilayah ha Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) Kota Denpasar Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian kawasan dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air yang dapat menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. Ruang terbuka hijau kota (RTHK) adalah area memanjang atau jalur dana tau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Fungsi kawasan ruang terbuka hijau kota yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah), serta manfaat tidak langsung yaitu pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala

20 26 isi flora dan fauna yang ada (Permen PU No.05/PRT/M/2008). RTHK Kota Denpasar diatur dalam Perda Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun Pasal 42. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk: 1. Mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. 2. Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat 3. Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 26 Tahun 2007) Kesesuaian Lahan Menurut Djaenudin, dkk. (2003), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk sawah irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Macam klasifikasi kesesuaian lahan yaitu: 1. Kesesuaian lahan kualitatif: kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dinyatakan dalam istilah kualitatif tanpa perhitungan biaya dan pendapatan, terutama untuk studi tingkat tinjau 2. Kesesuaian lahan kuantitatif : kesesuaian untuk penggunaan tertentu yang dinyatakan dalam istilah kuantitatif perhitungan ekonomi ratio biaya keuntungan dimungkinkan, utuk studi detil. 3. Kesesuaian lahan aktual : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada kondisi saat ini sebelum dilakukan usaha perbaikan.

21 27 4. Kesesuaian potensial : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu setelah dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatasnya. Menururt FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu: Order Kesesuaian, Kelas Kesesuaian, Subkelas Kesesuaian, dan Unit Kesesuaian. Order Kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu : Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) dapat dibagi menjadi kelas-kelas. Jumlah kelas pada order sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sedikit mungkin untuk memudahkan interpretasi. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefenisikan secra kuantitatif adalah sebagai berikut (1). S1 (sangat sesuai) yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang tidak berarti yang secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebih yang biasa diberikan. (2). S2 (cukup sesuai) yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Dan (3). S3 (sesuai marginal) yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan. Order N (tidak sesuai ) biasanya ada dua kelas yaitu : (1) kelas N1 (tidak sesuai saat ini) yaitu lahan yang mempunyai pembatas berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. (2) kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya) yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehinga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

22 28 Subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Untuk kelas S1 tidak ada faktor pembatas. Sebagai contoh kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman efektif (r) akan menurunkan sub kelas menjadi S2r.

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3 ARCVIEW GIS 3.3 1. Pengantar GIS GIS (Geographic Information System) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial atau data yang bereferensi

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan maksud dan tujuan yang telah ditentukan. Sistem terdiri dari masukan (input), proses

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan maksud dan tujuan yang telah ditentukan. Sistem terdiri dari masukan (input), proses II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi atau yang disingkat dengan SIG berasal dari 3 kata yaitu Sistem, Informasi dan Geografi. Sistem merupakan sekelompok elemen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Abstrak

I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar   Abstrak PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGHITUNG PERSENTASE RUANG TERBUKA HIJAU DI DAERAH PERMUKIMAN KOTA DENPASAR I Wayan Nuarsa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial Sistem Informasi Geografis Model Data Spasial Representasi Grafis Untuk Objek Secara umum dikenal tiga jenis data. Ketiganya merupakan abstraksi sederhana dari objek-objek nyata yang lebih rumit. Titik:

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, perkembangan suatu daerah semakin pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan sarana prasarana. Akibatnya, pembangunan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG Disusun Oleh : ADI MAHENDRA (201031118) AGUSTINUS SUAGO (200931057) HENDRA TANGDILINTIN (200831113) MUHAMMAD ISHAK (201231014) ZUHRUF F.H (200631021) SUTRISNO (200931046)

Lebih terperinci

DATA BASE TANAMAN PADI. No Komodity Realisasi Tahun Jumlah Keterangan. 1 Padi Tanam ,673 ( Ha ) ,

DATA BASE TANAMAN PADI. No Komodity Realisasi Tahun Jumlah Keterangan. 1 Padi Tanam ,673 ( Ha ) , DATA BASE TANAMAN PADI No Komodity Realisasi Tahun Jumlah Keterangan 1 Padi Tanam 2009 5,673 ( Ha ) 2010 5,100 2011 4.505 2012 4.528 2013 3.817 Panen 2009 5.085 ( Ha ) 2010 4.952 2011 4.336 2012 4.865

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

Sistem Informasi Lahan Subak Berbasis Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Di Kota Denpasar

Sistem Informasi Lahan Subak Berbasis Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Di Kota Denpasar Sistem Informasi Lahan Subak Berbasis Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Di Kota Denpasar JEREMIA KEVIN RONIO HUTAURUK INDAYATI LANYA*) I WAYAN NUARSA Jurusan/Prodi Agroekoteknologi Fakultas

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW

PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW Tujuan: - Mahasiswa dapat mengenal software Arcview beserta menu-menu yang terdapat di dalamnya - Mahasiswa dapat mengoperasikan software Arcview Pendahuluan Software ArcView

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

REKAPITULASI PSKS TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2015

REKAPITULASI PSKS TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2015 REKAPITULASI PSKS TINGKAT KABUPATEN/KOTA Kesejahtera an (WPKS) Berbasis Dunia Yang Melakukan 1 DENPASAR BARAT 2 31 20 38 0 3 212 28 11 39 0 12 2 DENPASAR TIMUR 0 2 10 11 0 1 138 26 7 6 1 0 3 DENPASAR SELATAN

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG Dinar DA Putranto dwianugerah@yahoo.co.id PENGERTIAN RUANG Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem informasi adalah suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1940-an analisis geografis dilakukan dengan melakukan tumpung tindih (overlay) beberapa jenis peta pada area tertentu. Namun sejak tahun 1950- an dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] SEJARAH ESRI Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa, dan menghasilkan data yang mempunyai referensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

KEGIATAN FISIK DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA DENPASAR TAHUN 2016

KEGIATAN FISIK DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA DENPASAR TAHUN 2016 KEGIATAN FISIK DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA DENPASAR TAHUN 2016 BIDANG PENGAIRAN A PROGRAM PEMBANGUNAN SALURAN DRAINASE / GORONG- GORONG A.1 Kegiatan Pembangunan Saluran Drainase / Gorong - Gorong 1.1 Penataan

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Windhu Purnomo FKM UA 2013 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 2015 dan Perda No 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi di muka bumi yang timbul dari aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya,

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

Lebih terperinci

Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas

Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas I Wayan S. Wicaksana, Anastasia, Eko Sri, Indah Kusuma Wardani, Nicky Suryo, Prima Gusti Hanum Program Studi Teknik Informatika Universitas Gunadarma iwayan@staff.gunadarma.ac.id,

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

Session_02 February. - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG. Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG)

Session_02 February. - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG. Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Oleh: Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University, Banda Aceh Session_02 February - Komponen SIG - Unsur-unsur Essensial SIG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sistem Informasi Geografis (GIS) Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandung merupakan kota kecil yang terletak di sebelah selatan Ibu Kota Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai citarum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan Pengumpulan dan Integrasi Data Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengetahui sumber data dari GIS dan non GIS data Mengetahui bagaimana memperoleh data raster dan vektor Mengetahui

Lebih terperinci

LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS

LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS 1 Anastasia, Eko Sri, Indah Kusuma Wardani, Nicky Suryo, Prima Gusti Hanum 2 I Wayan S. Wicaksana 1 Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Model Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Peta Tematik Data dalam SIG disimpan dalam bentuk peta Tematik Peta Tematik: peta yang menampilkan informasi sesuai dengan tema. Satu peta berisi informasi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Mata Kuliah : Sistem Informasi Spasial

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Mata Kuliah : Sistem Informasi Spasial RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Mata Kuliah : Sistem Informasi Spasial Kehutanan Kode MK/SKS : 201M110317 /3 Semester : 3 (tiga) Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem manajemen berupa informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN DENPASAR UTARA DI KOTA DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN DENPASAR UTARA DI KOTA DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN DENPASAR UTARA DI KOTA DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. Bahwa berhubung dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ditinjau dari sumber alam, setiap tanah mempunyai daya guna yang berbeda sesuai dengan keadaannya. Jadi langkah pertama dari pengawetan tanah dan air adalah menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Reformasi tahun 1998 membuka kesempatan seluas-luasnya bagi daerah dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berbagai peraturan perundangundangan diterbitkan

Lebih terperinci

MENGETAHUI HUBUNGAN LAHAN VEGETASI DAN LAHAN TERBANGUN (PEMUKIMAN) TERHADAP PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MEMANFAATKAN CITRA SATELIT

MENGETAHUI HUBUNGAN LAHAN VEGETASI DAN LAHAN TERBANGUN (PEMUKIMAN) TERHADAP PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MEMANFAATKAN CITRA SATELIT MENGETAHUI HUBUNGAN LAHAN VEGETASI DAN LAHAN TERBANGUN (PEMUKIMAN) TERHADAP PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MEMANFAATKAN CITRA SATELIT Dedy Kurnia Sunaryo Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS APLIKASI SIG OBJEK PARIWISATA DI YOGYAKARTA OLEH : Zahrotul Husna 04018033 Eka Prasetyowati 04018048 Anggi Ningtyas 04018069 Definisi SIG : SIG merupakan sistem informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci