BAB II KAJIAN PUSTAKA Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
|
|
- Benny Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Kebijakan merupakan suatu langkah yang dilakukan untuk memberi arah dalam pelaksanaan pembangunan yang efektif dan efisien serta tepat sasaran, agar pembangunan yang dilaksanakan secara cepat dapat menyelesaikan berbagai permasalahan pembangunan nasional. Selain itu, pembangunan diharapkan dapat berkesinambungan dan menciptakan kemandirian masyarakat dan pemerintah (Gumbira-Sa id, 2011). Sedangkan menurut Sumardjo (2011) menyatakan bahwa mekanisme pelaksanaan pembangunan sedapat mungkin melibatkan peran masyarakat berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Demikian juga peran pemerintah dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam memfasilitasi pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan sumber daya alam dan pengembangan sumber daya manusia yang didukung oleh penyediaan akses modal dan akses pasar. Di Indonesia, pokok-pokok kebijakan pangan saat ini menyangkut pengembangan: (1) produksi pangan, (2) efisiensi perdagangan dan distribusi pangan, (3) industri pangan, (4) kemampuan mengekspor pangan, dan (5) daya beli masyarakat. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan (food security), mendorong diversifikasi konsumsi pangan, meningkatkan keamanan pangan (food safety) dan mengembangkan kelembagaan pangan yang efektif (Darmawan, 2013). Orentasi pangan masayarakat telah berubah sejalan dengan meningkatnya kesadaran berbagai pihak atas semakin terbatasnya pengembangan sumber daya
2 2 pangan beras akibat dari : pergeseran luas sawah, pertumbuhan penduduk, melemahnya sumber daya air dan fungsi prasarana irigasi (Sumardjo,2011). Penganekaragaman Konsumsi Pangan menjadi salah satu alternatif yang sangat penting dalam mewujudkan kedaulatan pangan ke depan. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi asupan gizi seseorang ( Badan Ketahanan Pangan, 2009). Lebih lanjut Badan Ketahanan Pangan menyatakan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi pada dasarnya merupakan pondasi dari ketahanan pangan. Bermula dari pandangan ahli gizi yang menyatakan bahwa pangan yang beragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia, disamping itu penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi juga memiliki dimensi lain bagi ketahanan pangan. Dilihat dari kepentingan kemandirian pangan, penganekaragaman konsumsi pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada satu jenis bahan pangan. Oleh karena itu, kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan adalah : 1. Mendorong penganekaragaman pola konsumsi pangan masyarakat berbasis pangan lokal agar hidup sehat dan produktif. 2. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. 3. Mendorong pengembangan teknologi pengolahan pangan, terutama pangan lokal non beras, guna meningkatkan nilai tambah dan nilai sosialnya. Menurut Sumardjo (2011) dalam implementasinya, PP No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
3 3 Sumberdaya Lokal dan Permentan 43 Tahun 2009 tentang gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal diharapkan dapat mempercepat diversifikasi pangan. Beragam kebijakan dan program produksi serta pengadaan dan distribusi di bidang pertanian maupun bidang-bidang lain yang terkait akan berdampak pada diversifikasi konsumsi baik secara langsung maupun tidak. 2.2 Ketahanan Pangan Suatu kebijakan pangan nasional pada dasarnya meliputi: (1) pertumbuhan yang efisien pada sektor pertanian dan pangan; (2) perbaikan distribusi pendapatan, terutama melalui kesempatan kerja yang efisien; (3) status gizi yang sesuai untuk semua penduduk, melalui pemenuhan kebutuhan dasar minimum; dan (4) ketahanan pangan yang memadai untuk menghadapi fluktuasi produksi, hargaharga, pendapatan serta kemungkinan tidak tersedianya pasokan pangan (Darmawan, 2013). Menurut FAO dalam Darmawan (2013) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga tidak beresiko untuk mengalami kehilangan kedua akses tersebut.hal tersebut berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan pangan yang memadai, stabilitas, dan akses terhadap pangan-pangan utama.ketersediaan pangan yang memadai mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Menurut Sumardjo (2011) UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
4 4 Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Dalam UU telah dirumuskan prinsip-prinsip ketahanan pangan, bahwa negara berkewajiban menjamin hak atas pangan setiap warganya.rumah tangga merupakan unit terpenting pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Lebih lanjut Sumardjo menyatakan bahwa kemerataan pangan sebagai dimensi penting keadilan pangan bagi masyarakat yang ukurannya akan sangat ditentukan oleh derajat kemampuan negara dalam hak pangan warga negara melalui sistem distribusi produksi pangan yang dikembangkannya. Hal itu terkait dengan aspek keterjangkauan pangan, yaitu kesamaan derajat keleluasaan akses dan kontrol yang dimiliki oleh rumah tangga dalam memenuhi hak pangan mereka. Berdasarkan Petunjukan Pelaksanaan Kegiatan P2KP Kabupaten Gianyar (2013) guna mempertahankan dan meningkatkan tingkat ketahanan pangan di Kabupaten Gianyar, diharapkan pemerintah lebih mengarahkan pembangunan sector pertanian dengan berfokus pada : (a) upaya untuk mempertahankan lahan produktif sebagai media utama memproduksi komoditas pangan; (b)meningkatkan produktivitas tanaman pangandengan intensifikasi pertanian; (c) mengembangkan dan mensosialisasikan pangan umbi-umbian sebagai pangan substitusi maupun pengganti pangan padi-padian. Pemerintah Kabupaten Gianyar perlu mengembangkan potensi pangan yang dimiliki masing-masing wilayah kecamatannya sehingga ketersediaan pangan dapat saling melengkapi guna mewujudnya ketahanan pangan.
5 5 2.3 Pekarangan Pekarangan adalah lahan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan yang jelas (lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar). Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Lahan pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman untuk menghasilkanbuahbuahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obat-obatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah dan lain-lain, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan keluarga (Departemen Pertanian, 2010). Menurut Subagyono (2011) fungsi pekarangan dapat digolongkan menjadi dua bagian yakni fungsi ekonomis dan non-ekonomis. Pekarangan berfungsi ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup; sedangkan pekarangan berfungsi non-ekonomis yaitu hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara tidak langsung (jasa lingkungan). Pekarangan menjadi pilihan penting yang semakin diminati oleh masyarakat dalam pengembangan pertanian ke depan, dengan memanfaatkan laha luas maupun lahan sempit namun kualitas dan kuantitas pangan dapat ditingkatkan melalui teknologi yaitu teknologi veltikultur serta pemanfaatan pupuk dari limbah organik lokal. Pengelompokan lahan pekarangan dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi baik untuk menetapkan komoditas yang akan ditanam, besarnya skala usaha pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak dan ikan (Subagyono, 2011)
6 6 Departemen Pertanian (2010) menyatakan bahwa pengelompokan lahan pekarangan dilakukan sebagai berikut : A. Pekarangan Perkotaan yang dikelompokkan menjadi 4 yaitu : 1. Perumahan Tipe 21, dengan total luas lahan sekitar 36 m Perumahan Tipe 36, dengan luas lahan sekitar 72 m Perumahan Tipe 45, dengan luas lahan sekitar 90 m Perumahan Tipe 54 atau 60, dengan luas lahan sekitar 120 m 2 B. Pekarangan Perdesaan dikelompokkan menjadi 4 yaitu : 1. Pekarangan sangat sempit (tanpa halaman) 2. Pekarangan sempit (< 120 m 2 ) 3. Pekarangan sedang ( m 2 ) 4. Pekarangan luas (> 400 m 2 ) 2.4 Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Berdasarkan Pedoman Umum P2KP (2009) menyatakan bahwa KRPL merupakan salah satu budaya bangsa yang berharga, yaitu memanfaatkan pekarangan sebagai sumber bahan pangan keluarga melalui penanaman berbagai tanaman sayuran, buah-buahan, umbi-umbian dan tanaman obat serta pemeliharaan ternak. Demi memberikan dampak yang lebih luas dalam rangka kemandirian pangan, maka konsep Rumah Pangan (RP) tersebut kemudian secara kreatif dan kritis dikembangkan menjadi konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Menurut Subagyono (2011) Penambahan kata kawasan dibagian depan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tujuan dari program ini tidak hanya sekedar rumah per rumah melainkan dikembangkan dalam skala lebih luas.
7 7 Berbeda dengan Rumah Pangan (RP) yang dilaksanakan rumah per rumah secara sendiri-sendiri tanpa ada keterkaitan dengan yang lain, KRPL diharapkan dapat melibatkan banyak rumah tangga dan saling terkait yaitu berbasis Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW), dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan. Dalam hal ini, partisipasi aktif masyarakat adalah suatu keharusan.posisi pemerintah dalam program ini hanyalah sebagai penggerak awal dan pendamping yang ikut membimbing dan mendukung terbentuknya KRPL. Dengan kata lain, KRPL ini harus direncanakan dan dilaksanakan secara partisipatif (dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat) serta kemudian dievaluasi dan disempurnakan secara kreatif dan kritis oleh masyarakat dan pemerintah melalui aparat penggerak/penyuluh di lapangan. Dengan adanya partisipasi aktif masyarakat sejak awal perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi dan penyempurnaan tersebut, diharapkan pula bahwa pembentukan kawasan rumah pangan akan berlanjut secara lestari. Itulah yang diinginkan dan dimaksudkan dengan penambahan kata lestari pada konsep KRPL. Selain itu, untuk mendukung dan menjamin keberlanjutan (kelestarian) Kawasan Rumah Pangan, maka penyediaan dan ketersediaan bibit/benih menjadi salah satu faktor pendukung yang penting. Maka dalam konsep KRPL, kebun bibit menjadi salah satu prinsip yang wajib ada. Kebun bibit tersebut cukup satu untuk satu kawasan dan dikelola oleh masyarakat secara partisipatif (Dinas Pertanian, Perhutanan, dan Perkebunan Kabupaten Gianyar, 2013).
8 8 Tujuan dari KRPL berdasarkan petunjuk pelaksanaan kegiatan P2KP (2013) adalah: 1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari. 2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, serta diversifikasi pangan. 3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan. 4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri Tahapan pelaksanaan program KRPL Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Gerakan P2KP yang dikeluarkan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Bali (2013) tahapan kegiatan program KRPL dengan sebagai berikut : 1. Identifikasi KWT calon penerima program 2. Pendamping dalam hal ini adalah penyuluh pertanian berkerja sama dengan kelompok untuk melaksanakan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan 3. Sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh pendamping kepada KWT penerima program.
9 9 4. Pengembangan Demplot pekarangan sebagai pekarangan percontohan. 5. Pengembangan kebun bibit desa (KBD) 6. Pengembangan pekarangan milik anggota KWT penerima program 7. Pembinaan satu sekolah untuk megembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran dan buah, dan atau unggas/ternak kecil/ikan di setiap desa penerima program KWT pelaksana KRPL tahun 2013 mendapatkan dana bansos (bantuan sosial) sebesar Rp Sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan program KRPL tahun 2013 berasal dari APBN yang dialokasikan di provinsi. Dana tersebut dipergunakan untuk sebagai berikut : 1. Rp untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot. 2. Rp untuk kebun bibit 3. Rp untuk pengembangan kebun sekolah 4. Dan Rp untuk pengembangan menu B2SA( Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman) dari hasil pekarangan dan atau usaha olahan pangan skala UMKM. Perkembangan dari kegiatan dari program KRPL yang sudah berjalan baik seiring dengan berjalannya aktivitas kelompok. Hal ini menjadi penilaian dari instansi terkait dalam memonitor program KRPL. Monitor merupakan pendekatan sistematis untuk mengukur kemajuan program ini. Berdasarkan hasil monitoring dari Dinas Pertanian, Perhutanan, dan Perkebunan Kabupaten Gianyar dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Bali maka pada tahun 2014 kembali diberikan dana sebesar Rp ,00 kepada keempat KWT
10 10 penerima program KRPL. Dana tersebut dipergunakan untuk pengembangan dalam pengelolaan kebun bibit desa. 2.5 Kelompok Wanita Tani (KWT) Pengertian kelompok Menurut Suyatna (1982) menyatakan bahwa kelompok merupakan unit sosial yang terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai hubungan saling tergantung sesuai dengan status dan peranannya. Secara tertulis maupun tidak tertulis ada norma yang mengatur tingkah laku anggota kelompok. Kelompok mempunyai peranan penting sebagai tempat berkomunikasi antar anggota. Dengan bekerjasama dalam kelompok maka pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih ringan. Pertemuan-pertemuan rutin dalam kelompok akan memberikan semangat bagi individu-individu dalam akibat mendapat informasi-informasi dalam pertemuan tersebut. Dengan demikian, kelompok tani mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) Merupakan kumpulan petani yang berorientasi dan berperan sebagai pengelola usaha tani, baik pria/wanita dewasa maupun pria/wanita muda; (2) Kelompok dibentuk oleh, dari dan untuk petani; (3) Bersifat non formal dalam arti tidak berbadan hukum, akan tetapi mempunyai pembagian tugas dan tanggung jawab atas dasar kesepakatan bersama, baik tertulis maupun tidak; (4) Mempunyai pengurus yang dipilih dari anggota secara demokratis, terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan pengurus lainnya sesuai kebutuhan; (5) Mempunyai kepentingan yang sama dalam berusaha tani; (6) Sesama anggota saling akrab dan percaya mempercayai; dan (7) Kelompok tani bergerak dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan.
11 KWT Wanita tani sebagai bagian komponen masyarakat memiliki peran dan fungsi strategis karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembangunan pertanian. Untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan pertanian, maka menurut Saragih (1996) akan lebih efektif apabila dibentuk kelompokkelompok tani. Karena kelompok tani merupakan kumpulan petani yang terbentuk berdasarkan keakraban dan keserasian serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian, untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Kelompok wanita tani merupakan suatu wadah bagi wanita tani dalam arti luas untuk mengembangkan usahataninya sebagai upaya pemberdayaan perempuan yang menekankan pada upaya-upaya peningkatan peranan wanita tani yang bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2004). Karena menurut Sutrisno (1997) ada suatu persyaratan penting yang harus dipenuhi oleh tiap strategi pengembangan kelompok wanita apabila program-program pengembangan kualitas hidup kelompok wanita ingin berhasil, persyaratan tersebut harus didasarkan pada dua hal yakni perbaikan ekonomi dan perbaikan strategi para wanita dalam perbaikan status para perempuan (hak perempuan). 2.6 Persepsi KWT Persepsi adalah pengertian atau pemahaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menimbulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2004). Menurut Setiawan (2012) persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Persepsi merupakan
12 12 suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Proses penginderaan terjadi setiap saat individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan/perasaan). Stimulus tersebut kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya. Stimulus dapat berupa obyek yang bersifat konkrit maupun abstrak. Obyek konkrit berupa benda dapat mengenai semua jenis indera manusia, sedangkan obyek yang abstrak dapat diindera setelah melalui proses audial atau visual. Sedangkan Darmawijaya (2008) mengemukakan persepsi adalah proses memilih, mengorganisasikan dan interpretasi seseorang terhadap masukan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki makna. Jadi persepsi dapat diartikan sebagai penilaian terhadap sesuatu yang diterima atau dialami oleh seseorang. Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuannya (Setiawan, 2012). Manusia mengamati suatu obyek psikologis dengan kacamatanya sendiri diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya. Sedangkan obyek psikologis ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuannya dan cakrawalanya memberikan arti terhadap obyek psikologis tersebut. Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide, kemudian konsep mengenai apa yang dilihat. Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan terhadap obyek tersebut (Setiawan, 2012).
13 13 Komponen afeksi memberikan evaluasi emosional (senang atau tidak senang). Komponen konasi yang menentukan kesediaan kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap obyek. Atas dasar tindakan ini di mana unsur maka situasi yang semula kurang/tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini berarti bahwa antara obyek yang dilihat sesuai dengan penghayatannya di mana unsur nilai dan norma dirinya dapat menerima secara rasional dan emosional. Jika situasi ini tidak tercapai, maka individu menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap apatik, acuh tak acuh atau menentang sampai ekstrim memberontak (Setiawan, 2012). Menurut Siagian (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu sebagai berikut : a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan. b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. c. Faktor situasi dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara kontektual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul. Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode Self Report dan pengukuran Involuntary Behavior (Bachtiar, 2015)
14 14 1. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. 2. Involuntary Behavior dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden. Persepsi wanita tani penerima program KRPL merupakan proses dimana wanita tani memberi interpretasi terhadap pelaksanaan program KRPL dari pengamatan anggota KWT. Berdasarkan teori diatas persepsi wanita tani masuk pada tahap penilaian sebelum wanita tani memutuskan menerima atau menolak. Persepsi dari anggota KWT tentang program KRPL akan menentukan untuk melakukan program KRPL sehingga keberlanjutan dalam mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan atau berhenti mengembangkan program tersebut. 2.7 Pendapatan Rumah Tangga Menurut Suratiyah (2015) tolak ukur yang sangat penting untuk melihat kesejahteraan petani adalah pendapatan rumah tangga, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan tergantung pada tingkat pendapatan petani. Pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan diluar usahatani.
15 15 Pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar usahatani seperti berdagang, beternak, dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga merupakan hal yang sangat penting, besarnya pendapatan petani itu sendiri akan mempengaruhi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu, pangan, sandang, papan, kesehatan dan lapangan kerja.petani di pedesaan khususnya petani kecil sangat tergantung dari pendapatan di sektor non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan non pertanian di pedesaan menjadi sangat kental (Soekartawi, 2005). Keluarga pada umumnya terdiri dari seorang kepala keluarga dan beberapa orang anggotanya. Kepala rumah tangga adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap rumah tangga tersebut, sedangkan anggota keluarga atau rumah tangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi tanggungan kepala rumah tangga yang bersangkutan. Lebih lanjut Soekartawi menyatakan bahwa tingkat pendapatan rumah tangga merupakan indikator yang penting untuk mengetahui tingkat hidup rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga petani.tingkat pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja atau berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki petani. Semakin besar pendapatan keluarga petani cenderung lebih berani menanggung resiko.
16 16 Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan kedalam dua sektor, yaitu sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian dapat dirincikan lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh petani, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor non pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga, perdagangan, pegawai, jasa, buruh non pertanian serta buruh subsektor pertanian lainnya (Sajogyo, 1990). Menurut Sukirno dalam Rahayu (2010), pendapatan dapat dihitung melalui tiga pendekatan, diantaranya adalah : 1) Pendekatan Pengeluaran. Dengan pendekatan ini pendapatan dihitung dengan menjumlahkan nilai pengeluaran/perbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa. 2) Pendekatan Produksi. Pendekatan produksi menghitung pendapatan dihitung dengan menjumlahkan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan. 3) Pendekatan Pendapatan. Dalam penghitungan ini pendapatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima dari faktor-faktor produksi untuk mewujudkan suatu barang dan jasa. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan dengan menjumlah seluruh pendapatan yang diterima dari berbagai sumber maupun transfer Nilai Pola Pangan Harapan (PPH) Suhardjo (2005) menyatakan bahwa kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia dipantau dengan menggunakan ukuran melalui Pola Pangan Harapan. Pola Pangan Harapanadalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Pola Pangan Harapan merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari sembilan kelompok pangan dengan mempertimbangkan
17 17 segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama.tujuan dari Pola Pangan Harapan (PPH) untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar) pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, yang mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutrition balance) berdasarkan cita rasa. Pola Pangan Harapan berguna sebagai instrument sederhana menilaisituasi ketersediaan dan konsumsi pangan berupa jumlah dan komposisi menurutjenis pengelompokan pangan. Dengan pendekatan Pola Pangan Harapan, keadaan perencanaan penyediaan dan konsumsi pangan penduduk diharapkan dapat memenuhi tidak hanya kecukupan gizi, akan tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh citarasa, daya guna, daya terima masyarakat, kuantitas, dan kemampuan daya beli (Darmawan, 2013). Oleh karena itu, dalan penentuan Pola Pangan Harapan (Suhardjo, 2005), bahan pangan dikelompokkan menjadi Sembilan dengan rincian : 1. Padi-padian (beras, jagung, terigu, dan hasil olahannya); 2. Umbi-umbian/Pangan berpati (ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu, dan hasil olahannya); 3. Pangan hewani (ikan, daging, telur, susu, dan hasil olahannya); 4. Minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak goreng/kelapa sawit, margarin); 5. Buah dan biji berminyak (kelapa, kemiri, kenari, mete, dan coklat); 6. Kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang polong, kacang tunggak, dan kacang lainnya); 7. Gula (gula pasir, gula merah/mangkok, dan sirup); 8. Sayuran dan buah (semua jenis sayuran dan buah-buahan), dan 9. Lain-lain ( teh, kopi, terasi, dan bumbu lainnya
18 Kajian Penelitian Sebelumnya Pembahasan hasil penelitian terdahulu dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini. Disamping itu juga merupakan referensi yang akan digunakan dalam melakukan evaluasi terhadap pengaruh masing-masing konsep. Penelitian yang dilakukan oleh Zahro (2012) yang berjudul Kontribusi Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat: Studi Kasus Desa Banjarsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur memiliki persamaan variabel yang dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai persepsi terhadap KRPL serta manfaat dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan pendapatan keluarga. Adapun perbedaannya terletak pada obyekdan lokasi yang dikaji yaitu kegiatan KWT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi rumah tangga Desa Banjarsari menyatakan bahwa sebelum adanya KRPL KEMPLING lahan pemanfaatan pekarangan sudah termanfaatkan namun belum optimal.desa Banjarsari mulai melakukan optimalisasi pekarangan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dengan menambah sayuran. Manfaat yang dirasakan rumah tangga KRPL KEMPLING adalah menghemat pengeluaran rumah tangga dan menambah penghasilan.manfaat fisik dari KRPL mampu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. KRPL memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Keberlanjutan KRPL KEMPLING ditinjau dari aspek lingkungan dan aspek sosial mampu memberikan manfaat untuk individu, rumah tangga, dan desa. Penelitian yang dilakukan oleh Aji (2013) berjudul Dampak Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
19 19 (Studi Kasus Di Desa Pucangsari Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan) juga memiliki persamaan kajian dalam penelitian ini, yaitu dampak program KRPL terhadap pengeluaran rumah tangga. Adapun perbedaannya terletak pada variabel yang mempengaruhi yaitu karakteristik wanita tani dan pelaksanaan program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program KRPL di desa Pucangsari memberikan dampak yang signifikan pada pengeluaran konsumsi rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Udayani (2010) berjudul Dampak BLM- UP3HP Terhadap Peningkatan Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja pada KWT di Kabupaten Klungkung memiliki persamaan kajian dalam penelitian ini, yaitu tujuan penelitian dalam melihat menganalisis keberhasilan suatu program. Adapun perbedaannya terletak pada variabel yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana BLM-UP3HP berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan KWT dan penyerapan tenaga kerja pada KWT di Kabupaten Klungkung. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyowati (2014) berjudul Peranan Wanita Tani dalam Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada usahatani jagung di Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur juga memiliki persamaan obyek dalam penelitian ini, yaitu peran wanita tani. Adapun perbedaannya terletak pada variabel yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita tani cukup berperan dalam penerapan teknologi PTT jagung, terutama dalam hal penerapan komponen varietas unggul, benih bermutu, populasi tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit.
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI
SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN (PPH)
PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang dan papan. Ketersediaan pangan yang cukup menjadi isu nasional untuk mengentaskan kerawanan pangan di berbagai daerah.
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciPROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017
PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH Ungaran, Januari 2017 ASPEK KONSUMSI PANGAN DALAM UU NO 18/2012 Pasal 60 (1) Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan
Lebih terperincipadi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam.berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciMETODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciBADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota
BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota Bukittinggi, Maret 2016 BIDANG PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP)
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.
No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi 2.1.1 Pengertian partisipasi Menurut Rodliyah (2013) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat dimanfaatkan sebagai motivasi
Lebih terperinciBUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciKAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2
KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2 PENDAHULUAN Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan baik pada tingkat rumah tangga, nasional, regional, maupun global merupakan salah satu wacana yang sering muncul dalam pembahasan dan menjadi sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi
Lebih terperinciKetahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55
Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,
2.1 Pola Konsumsi Pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk, 2010). Pola
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Karena itu, sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib menjalankan
Lebih terperinciMODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR
MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR Ir. PETER TANDISAU, MS., dkk. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan
Lebih terperinciLingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal
Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciPerkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan
Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yaitu dibangun dari kumpulan rumah tangga agar mampu mewujudkan kemandirian pangan melalui pemanfaatan pekarangan dengan berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,
Lebih terperinciPERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR
PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR LATAR BELAKANG Lebih dari 50 % dari total penduduk indonesia adalah wanita (BPS,
Lebih terperinciPenganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap bermacam-macam bahan pangan. TUJUAN PEMANFAATAN PEKARANGAN 10.3
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan
Lebih terperincipertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih
1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju
Lebih terperinciPERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
Lebih terperinciPENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai
Lebih terperinciPeran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan
16 INOVASI, Volume XVIII, mor 2, Juli 2016 Peran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan Diah Tri Hermawati dan Dwi Prasetyo Email : diah_triuwks@yahoo.co.id
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian terhadap petumbuhan ekonomi nasional selalu menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciDAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii
Lebih terperinciBUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
Lebih terperinciDiah Rina K. Seminar Dosen Fakultas Pertanian UMY 21 Mei 2016
Diah Rina K Seminar Dosen Fakultas Pertanian UMY 21 Mei 2016 Pasal 41 UU Pangan No 18 tahun 2012 Penganekaragaman pangan merupakan upaya meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam dan yang berbasis
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi BPPKP sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 Tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak
Lebih terperinciSTATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas
Lebih terperinciKETAHANAN PANGAN DAN GIZI
KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan
Lebih terperinciII. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dimulai pada tahun 2010 kementerian
Lebih terperinciPEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN
PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang
Lebih terperinciM-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN
M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN Menghias rumah tinggal dengan tanaman hias? Itu sudah biasa. Lain halnya yang dilakukan para ibu anggota Kelompok Wanita Tani
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Banjarsari terletak di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Menurut Trisno (1994), ada dua pertanian yaitu pertanian
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa
Lebih terperinciKAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah
KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah Pendahuluan Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan hayati yang sangat kaya dengan berbagai jenis tanaman pangan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian
Lebih terperinciKEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU
KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU Ir. Abdul Fattah, MP, dkk I.Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta International Convention Center (JICC) bulan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya
TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap manusia mampu mengkonsumsi pangan dan gizi secara seimbang untuk status gizi baik. Menurut UU Pangan No 7 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kemiskinan dan pengangguran yang meningkat menjadi ketimpangan masyarakat merupakan tantangan dalam pembangunan, Masyarakat miskin umumnya lemah dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA PROBOLINGGO DENGAN
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU. Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1)
Analisis Kebutuhan Pangan Di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru ANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU 1) Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1) Saff Pengajar Fakultas
Lebih terperinciBuletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun
DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang
29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk perubahan dan pertumbuhan ekonomi serta perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam
Lebih terperinciPERTANIAN.
PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan
Lebih terperinci