GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG"

Transkripsi

1 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 14, Pasal 21, Pasal 26, Pasal 40 dan Pasal 42, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan, Pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan, Pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

2 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 12. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);

3 13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Republik Indonesia Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3540); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3591); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3743); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3740); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republlik Indonesia Nomor 3549); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 21. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Penanaman Modal; 22. Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian;

4 23. Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia; 24. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Per/M.KUKMK/IX/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah; 25. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Persyaratan dan Tata cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi; 26. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 19/Per/M.KUKMK/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi; 27. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 21/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi; 28. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menegah Nomor 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi; 29. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan, Pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2012 Nomor 3 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

5 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali. 2. Gubernur adalah Gubernur Bali. 3. Dinas adalah Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Provinsi/Kabupaten/Kota. 4. Dinas/Badan/Kantor adalah Dinas/Badan/Kantor di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali. 5. Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 6. Dekopinwil adalah organisasi tunggal gerakan koperasi yang bersifat tunggal, idiil dan otonom yang mewilayahi Tingkat Provinsi. 7. Dekopinda adalah organisasi tunggal gerakan koperasi yang bersifat tunggal, idiil dan otonom yang mewilayahi Tingkat Kabupaten/Kota. 8. Lapenkopwil adalah Lembaga Pendidikan Koperasi Wilayah yang dibentuk oleh Dekopinwil dalam rangka peningkatan seluruh SDM Koperasi. 9. Lapinkopda adalah Lembaga Pendidikan Koperasi Wilayah yang dibentuk oleh Dekopinda dalam rangka peningkatan SDM Koperasi. 10. Dunia Usaha adalah usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar yang melakukan kegiatan ekonomi Indonesia dan berdomisili di Indonesia. 11. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah koperasi yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam. 12. Unit Simpan Pinjam (USP) adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan 13. Koperasi Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (Syariah). 14. Unit Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut UJKS adalah unit koperasi yang bergerak dibidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (Syariah) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan. 15. Kadinda adalah Kamar Dagang Industri Daerah. 16. Pelaksana Pemberdayaan adalah pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat dunia usaha, Lembaga Pendidikan maupun Dewan Koperasi Indonesia Wilayah.

6 17. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perseorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara individu atau bergabung dalam koperasi yang memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp ,- (Tiga ratus juta rupiah) per tahun. 18. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung maupun dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriterian usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang memiliki kekayaan paling banyak Rp ,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan, yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,- (dua miliar lima ratus juta rupiah), berbentuk usaha orang perseorangan Badan Usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. 19. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar, dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp ,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan, hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,- (Lima puluh miliar rupiah) per tahun. 20. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan, dan pengembangan usaha, sehingga Koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah mampu memperkuat dirinya menjadi usaha yang kuat, tangguh, dan mandiri serta mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya. 21. Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi berupa penetapan berbagai peraturan dan kebijakan diberbagai aspek agar Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan yang sama dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya sehingga berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

7 22. Perlindungan usaha adalah upaya menjaga dan melindungi koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah dari hal-hal yang berpotensi yang menghambat dan merugikan pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro kecil dan menengah. 23. Pendidikan dan pelatihan yang selanjutnya disebut Diklat adalah upaya yang dilakukan secara terarah dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas dalam rangka meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. 24. Pemantauan adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan terhadap pelaksanaan pemberdayaan yang sedang berjalan. 25. Evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap pelaksanaan pemberdayaan setelah seluruh kegiatan selesai dilaksanakan. 26. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Koperasi dan UMKM dengan usaha besar. Pasal 2 (1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan, Pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan pedoman dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan perekonomian Daerah, serta kesejahteraan masyarakat melalui peran Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) secara berkelanjutan. (2) Tujuan Perlindungan, pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi dan UMKM: a. menumbuhkan dan mengembangkan Koperasi dan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; b. menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Koperasi dan UMKM; c. memberi kepastian dan keadilan berusaha bagi Koperasi dan UMKM; dan d. meningkatkan penciptaan lapangan usaha dan menumbuhkan wirausaha baru. Pasal 3 Ruang Lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi: a. hak distribusi koperasi; b. tata cara pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah; c. persyaratan dan tata cara permohonan ijin usaha

8 koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah; d. fasilitasi pengesahan dan pengumuman akta pendirian, perubahan anggaran dasar, pembubaran, penggabungan dan peleburan koperasi; e. pelaksanaan pembinaan dan pengawasan koperasi; dan f. tata cara penerapan sanksi administratif. BAB II HAK DISTRIBUSI KOPERASI Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah dan dunia usaha memberikan perlindungan usaha dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM di Daerah. (2) Perlindungan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam bentuk: a. pendistribusian pupuk bersubsidi diberikan kepada Koperasi dan Koperasi Unit Desa (KUD) sebesar minimal 60% (enam puluh per seratus persen) dari alokasi kebutuhan Provinsi; b. penetapan pendistribusian kebutuhan masyarakat seperti beras, gula, kopi, semen dan kebutuhan pokok lainnya dapat diberikan kepada Koperasi/KUD; c. Perlindungan HAKI. Mendorong usaha mikro kecil dan menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual; d. Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang bertindak sebagai pemasok barang dan jasa untuk kebutuhan Hotel, Restauran, Swalayan, dan kebutuhan Usaha Besar wajib menerima pembayaran paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal penyerahan barang dan jasa; dan e. penggunaan produk Koperasi dan UMKM Provinsi Bali yang meliputi produk pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, makanan dan minuman, kerajinan (misalnya; kain tenun ikat, kain endek, songket cinderamata), harus diprioritaskan pada hotel, rumah makan, instansi pemerintah dan swasta. (3) Selain bentuk perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur dapat menetapkan: a. bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi dan UMKM; b. bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi dan UMKM untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. c. mengusulkan kepada Pemerintah untuk memberlakukan larangan impor barang dan jasa yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi dan UMKM di Provinsi Bali; dan d. Pengaturan penguatan, kerjasama dan jarak pasar

9 tradisional dengan pasar modern untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional. (4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. BAB III TATA CARA PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Bagian Kesatu Penataan Kebijakan Yang Berpihak Kepada Koperasi dan UMKM Pasal 5 (1) Gubernur menetapkan peraturan dan kebijakan yang berpihak kepada koperasi dan UMKM dalam aspek: a. pendanaan; b. sarana dan prasarana; c. informasi usaha; d. kemitraan; e. perizinan usaha; f. kesempatan berusaha; g. promosi dagang; dan h. dukungan kelembagaan. (2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan kebijakan yang berpihak kepada koperasi dan UMKM. Pasal 6 Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a ditujukan untuk: a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank; b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;. c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; dan d. membantu para pelaku Koperasi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.

10 Pasal 7 Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b ditujukan untuk: a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil; dan b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 8 Gubernur, Dekopinwil, Dekopinda, dan dunia usaha melakukan: a. fasilitasi pemanfaatan fasilitas tempat Sentral Bisnis bagi Koperasi dan UMKM sebagai sarana peningkatan kapasitas usaha melalui informasi bisnis dan pengembangan jaringan usaha; b. fasilitasi penyajian database Koperasi yang terintegrasi melalui sistim informasi berbasis teknologi; c. fasilitasi dan dorongan agar Koperasi dan UMKM mampu melaksanakan penerapan tertib administrasi dan dokumentasi; dan d. fasilitas klinik untuk konsultasi, pendampingan, advokasi dan pelatihan praktis bagi KUMKM. Pasal 9 Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c ditujukan untuk: a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis; b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan c. memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku UMKM atas segala informasi usaha. Pasal 10 Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d ditujukan untuk: a. mewujudkan kemitraan antar Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b. mewujudkan kemitraan antara Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar; c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;

11 e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pasal 11 (1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e ditujukan untuk: a. menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan b. membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha Kecil. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 12 (1) Aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f ditujukan untuk: a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya; b. menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan retail; c. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun; d. menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; e. melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; f. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung; g. memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan h. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan (pendampingan).

12 (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Pasal 13 (1) Aspek promosi dagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk: a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di dalam dan di luar negeri; b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri; c. memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan d. memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Pasal 14 Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Koperasi, Usaha Mikro Kecil, dan Menengah. Bagian Kedua Pengembangan Usaha Koperasi dan UMKM Pasal 15 (1) Gubernur memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang: a. produksi dan pengolahan; b. pemasaran; c. sumber daya manusia; dan d. desain dan teknologi. (2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

13 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 16 Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan sertakemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan; dan d. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah. Pasal 17 Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara: a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; b. menyebarluaskan informasi pasar; c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran; d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil; e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi; dan f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. Pasal 18 Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara: a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan; b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru.

14 Pasal 19 Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d dilakukan dengan: a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu; b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi; c. meningkatkan kemampuan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru; d. memberikan insentif kepada Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan e. mendorong Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual. Bagian Ketiga Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil Pasal 20 (1) Gubernur dapat menyediakan pembiayaan bagi Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil (2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Koperasi Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya (3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Koperasi Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. (4) Gubernur dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Koperasi Usaha Mikro dan Kecil. (5) Gubernur dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan,keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Koperasi Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 21 Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Koperasi Usaha Mikro dan Kecil, Gubernur melakukan upaya: a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;

15 b. pengembangan lembaga modal ventura; c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang; d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 (1) Untuk meningkatkan akses Koperasi Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Gubernur dapat : a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank; b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan. (2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Koperasi Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara: a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha; b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; dan c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha. Pasal 23 (1) Dalam rangka meningkatkan permodalan Koperasi, Gubernur, Bupati/Walikota, Dekopinwil, Dekopinda, melaksanakan pemberdayaan melalui : a. Penguatan dan pemupukan modal sendiri pada semua jenis koperasi; b. Gubernur/Bupati/Walikota dapat memberikan dukungan modal / pendanaan untuk pengembangan koperasi c. Peningkatan akses pembiayaan/pendanaan dan melakukan mediasi antar koperasi dengan lembaga keuangan non koperasi; d. Fasilitasi dan revitalisasi manajemen, akuntansi dan aspek legalitas agar koperasi dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bank dan non bank (bankable); e. Peningkatan kesetaraan Koperasi dengan badan usaha lainnya dalam mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

16 f. Dukungan kepada Koperasi agar memanfaatkan permodalan untuk memperkuat usaha inti yang terkait dengan usaha dan peningkatan kesejahteraan anggota. (2) Pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM, bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan c. Sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat. Bagian Keempat Koordinasi Pemberdayaan Paragraf 1 Umum Pasal 24 Gubernur, Bupati/Walikota, Dekopinwil, Dekopinda dan pihak terkait lainnya melaksanakan koordinasi dalam usaha meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan terhadap koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. Pasal 25 Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan termasuk pendanaan. Pasal 26 Bupati/Walikota, Dekopinwil, Dekopinda dan pihak terkait lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 harus memberitahukan secara tertulis kepada Gubernur melalui Kepala Dinas selaku koordinator. Pasal 27 (1) Untuk memudahkan koordinasi, dapat dibentuk tim koordinasi pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 28 (1) Gubernur dan Bupati/Walikota mengintegrasikan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM ke dalam perencanaan pembangunan Daerah.

17 (2) Pengintegrasian kebijakan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKASKPD). Paragraf 2 Tingkat Provinsi Pasal 29 (1) Gubernur melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM, melalui: a. koordinasi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM antar kabupaten/kota; b. kerjasama dengan Provinsi lain, kabupaten/kota di provinsi lain serta fasilitasi kerjasama antar kabupaten dan kota di wilayahnya dan kerjasama internasional dalam pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. penguatan kapasitas pembina pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM yang dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, magang, pendampingan, pengembangan wawasan, temu usaha serta dalam bentuk lainnya. (2) Fasilitasi pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan koperasi meliputi: a. pemberdayaan koperasi meliputi bidang produksi, pembiayaan, pemasaran teknologi dan informasi, jaringan usaha, pengembangan SDM serta pengembangan dan restrukturisasi usaha koperasi primer dan sekunder pada semua jenis koperasi; b. pengembangan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi melalui pengembangan bidang produksi, pembiayaan, pemasaran, teknologi dan informasi, jaringan usaha, pengembangan SDM serta pengembanagan dan restrukturisasi usaha, koperasi primer dan sekunder pada semua jenis Koperasi di Kabupaten/Kota; c. pemberian bimbingan, kemudahan serta perlindungan kepada koperasi primer dan sekunder Kab/Kota dan Lintas Provinsi; d. pelaksanaan aksi afirmasi program dan kegiatan pemberdayaan koperasi Kabupaten/Kota dan Koperasi lintas Provinsi;

18 e. koordinasi pelaksanaan kegiatan kelembagaan dan usaha koperasi lintas Provinsi/Koperasi skala nasional dalam hal pembukaan kantor cabang, cabang pembantu dan kantor kas KSP/USP Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi; dan f. koordinasi penyusunan sistem pendataan kelembagaan koperasi di tingkat Provinsi. (3) Fasilitasi pemberdayaan dan pengembangan UMKM meliputi: a. pemberdayaan UMKM dalam penumbuhan iklim usaha bagi UMKM tingkat provinsi meliputi pendanaan/penyediaan sumber dana, tata cara dan syarat pemenuhan kebutuhan dana, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan; b. pembinaan dan pengembangan UMKM di tingkat provinsi meliputi produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia serta desain dan teknologi; c. fasilitasi akses penjaminan dalam penyediaan pembiayaan bagi UMKM di tingkat Provinsi, meliputi kredit perbankan, penjaminan lembaga bukan bank, modal ventura, transaksi anjak hutang, peningkatan kerjasama UMKM dengan KSP dan KJKS, pinjaman dari dana penghasilan sebagaimana laba BUMN, hibah dan jenis pembiayaan lain; d. Koordinansi penyusunan sistem pendataan UMKM di tingkat Provinsi. Paragraf 3 Tingkat Kabupaten/Kota Pasal 30 (1) Bupati/Walikota dalam melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM, melakukan: a. koordinasi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembanagan Koperasi dan UMKM antar SKPD di wilayahnya; b. kerjasama dengan Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi serta fasilitasi kerjasama antara Kabupaten/Kota di provinsi lain dan kerjasama internasional dalam pelaksanaan kebijaksanaan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. penguatan kapasitas pembinaan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM yang dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, magang, pendampingan, pengembangan wawasan, temu usaha serta bentuk lainnya.

19 (2) Fasilitasi pelayanan pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan Koperasi yang mel;iputi : a. pemberdayaan koperasi meliputi bidang produksi, pembiayaan, pemasaran, teknologi dan informasi, jaringan usaha, pengembangan sumber daya manusia serta pengembangan dan restrukturisasi usaha koperasi primer dan skunder pada semua jenis koperasi; b. pengembangan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi melalui pengembanagan bidang produksi, pembiayaan, pemasaran, teknologi dan informasi, jaringan usaha, pengembanagan sumberdaya manusia serta pengembangan dan restrukturisasi usaha koperasi primer dan sekunder pada semua jenis koperasi; c. pemberian bimbingan, kemudahan serta perlindungan kepada koperasi primer dan sekunder pada semua jenis koperasi di Kabupaten/Kota; d. penyediaan pelayanan fasilitasi dan advokasi pemberdayaan dan pengembangan koperasi di tingkat Kabupaten/Kota; e. pengkoordinasian dan pemberian dukungan pelaksanaan kegiatan kelembagaan dan usaha koperasi lintas Kabupaten/Kota dan Koperasi lintas Provinsi/Koperasi skala nasional, dalam hal pembukaan kantor cabang, cabang pembantu dan kantor kas KSP/USP Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi di Kabupaten/Kota; dan f. pengkoordinasian penyusunan sistem pendataan kelembagaan koperasi di tingkat Provinsi. (3) Fasilitasi pelayanan pemberdayaan dan pengembangan UMKM meliputi : a. penetapan kebijakan pemberdayaan UMKM dalam penumbuhan iklim usaha bagi UMKM tingkat Kabupaten/Kota, meliputi pendanaan/ penyediaan sumber dana, tata cara dan syarat pemenuhan kebutuhan dana, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan; b. pengembangan UMKM di tingkat Kabupaten/Kota meliputi produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia serta desain dan teknologi; c. akses penjaminan dalam penyediaan pembiayaan bagi UMKM di tingkat Kabupaten/Kota, meliputi kredit perbankan, penjaminan lembaga bukan bank, modal ventura, transaksi anjak piutang, peningkatan kerjasama usaha mikro dan kecil dengan KSP/USP Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi, pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba BUMN, hibah dan jenis pembiayaan lain; d. penyediaan pelayanan fasilitasi dan advokasi pemberdayaan UMKM di tingkat Kabupaten/Kota; e. pelaksanaan aksi afirmasi program dan kegiatan pemberdayaan UMKM lintas Kabupaten/Kota dan

20 lintas Provinsi; dan f. mengkoordinasikan penyusunan sistem pendataan UMKM di Kabupaten/Kota. Bagian Kelima Pelaksanaan Pasal 31 (1) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM di Daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dinas melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan SKPD terkait dan pemangku kepentingan lainnya. (4) Pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan Koperasi dan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi analisis kebijakan, koordinasi, advokasi, sosialisasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), pelatihan dan penyediaan pelayanan, replikasi dan pengembangan Koperasi dan UMKM serta bentuk lainnya. (5) Dinas dapat membentuk, mengembangkan, memperkuat atau memanfaatkan gugus tugas, forum, tim, kelompok kerja atau kelembagaan lainnya di Daerah dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM. (6) Keanggotaan gugus tugas, forum, tim, kelompok kerja atau kelembagaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri dari unsur instansi/skpd terkait, lembaga masyarakat, perguruan tinggi dan gerakan koperasi serta dunia usaha. (7) Pembentukan gugus tugas, forum, tim, kelompok kerja atau kelembagaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di tingkat Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (8) Gubernur dan Bupati/Walikota dalam melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM, dapat melakukan kerjasama dengan lembaga internasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

21 BAB IV PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN IJIN USAHA KOPERASI DAN UMKM Bagian Kesatu Ijin Usaha Koperasi Pasal 32 (1) Koperasi yang mempunyai Usaha Simpan Pinjam, wajib mengajukan surat permohonan ijin simpan pinjam koperasi kepada Gubernur/Bupati/Walikota. (2) Persyaratan permohonan ijin usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas diatur dalam petunjuk pelaksanaan teknis (juknis) Kepala Dinas yang membidangi Koperasi dan UMKM. (3) Koperasi yang mempunyai usaha lain, selain usaha simpan pinjam, harus mengajukan permohonan ijin kepada instansi yang membidangi usaha yang bersangkutan. Bagian Kedua Ijin Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pasal 33 (1) Penyelenggaraan Ijin usaha untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang menjadi kewenangan Provinsi diselenggarakan dengan sistim pelayanan terpadu satu pintu sesuai ijin usaha yang dilakukan. (2) Penyelenggaraan Ijin usaha untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota diselenggarakan oleh Bupati/Walikota. (3) Jenis ijin usaha yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan ditangani oleh Instansi yang terkait dengan bidang usaha tersebut. BAB V FASILITASI Bagian Kesatu Sumber Daya Manusia Pasal 34 Gubernur dan Bupati/Walikota memfasilitasi dan mendorong peningkatan kewirausahaan dan kewirakoperasian dalam bentuk: a. pendidikan dan pelatihan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun yang diselenggarakan

22 secara swadaya oleh Dekopinwil, Dekopinda, Lapenkopwil, Lapenkopda dan dunia usaha; b. pembinaan kepada pengurus, pengawas manajemen dan anggota koperasi mengenai prinsip dan nilai-nilai koperasi; c. penyuluhan dan pelatihan dalam rangka peningkatan partisipasi anggota terhadap koperasi, yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, swadaya atau melalui Dekopinwil, Lapenkopwil, Lapenkopda, Kadin dan Kadinda; d. peningkatan kuantitas dan kualitas pelatih/pemandu perkoperasian yang bersifat konvensional atau syariah; e. mengoptimalkan peran dan fungsi Lapenkopwil dan Lapenkopda; dan f. pertumbuhan lembaga pendampingan bagi Koperasi baik yang diselenggarakan secara swadaya atau oleh lembaga pendampingan yang prospektif dan kredibel dalam mengembangkan kualitas kehidupan berkoperasi. Bagian Kedua Kelembagaan Pasal 35 Gubernur, Bupati / Walikota, Dekopinwil dan Dekopinda, mendorong peningkatan kemandirian Koperasi meliputi: a. pengembangan koperasi berbasis kebutuhan dan kekuatan Anggota; b. peningkatan keterlibatan koperasi di dalam kegiatan usaha yang sesuai dengan jati diri Koperasi; c. penguatan dan penataan fungsi dan peran kelembagaan Koperasi primer dan sekunder; d. penumbuhan kehidupan berkoperasi pada sentra-sentra komoditas unggulan dan pada kawasan ekonomi khusus; e. penumbuhan kehidupan berkoperasi dikalangan UMKM; f. pembentukan Koperasi di kalangan siswa, mahasiswa dan pemuda; g. peningkatan fungsi dan peran Koperasi di pasar-pasar tradisional; h. pembentukan dan peningkatan fungsi dan peran Koperasi di tingkat Desa/Kelurahan; dan i. peningkatan penciptaan kehidupan berkoperasi di masyarakat dan kelompok-kelompok strategis sebagai basis pengembangan ekonomi kerakyatan. Bagian Ketiga Pembentukan Koperasi Pasal 36 (1) Sekelompok orang yang akan membentuk koperasi harus memahami pengertian, nilai dan prinsip-prinsip koperasi. (2) Pembentukan koperasi harus memenuhi syarat sebagai

23 berikut: a. koperasi primer dibentuk dan didirikan oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang untuk koperasi primer skala Kabupaten Kota, dan 60(enam puluh) orang untuk koperasi Primer skala Provinsi yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama; b. koperasi sekunder dibentuk dan didirikan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi yang berbadan hukum; c. pendiri koperasi primer sebagaimana tersebut pada huruf a adalah warga Negara Indonesia, cakap secara hukum dan mampu melakukan perbuatan hukum; d. pendiri koperasi sekunder adalah pengurus koperasi primer yang diberi kuasa dari masing-masing koperasi primer untuk menghadiri rapat pembentukan koperasi sekunder; e. usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota; f. modal sendiri harus cukup tersedia untuk koperasi primer atau sekunder minimal sebesar Rp ,- (seratus juta rupiah) sedangkan untuk koperasi primer dan sekunder Kabupaten/Kota ditentukan lebih lanjut dengan peraturan Bupati/Walikota dengan pertimbangan kelayakan mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi; g. memiliki tenaga terampil dan mampu untuk mengelola koperasi; dan h. salah satu pengurus telah diikut sertakan Diklat Perkoperasian yang diselenggarakan oleh Dinas yang membidangi koperasi UMKM pada Pemerintah Provinsi. Pasal 37 (1) Para pendiri wajib mengadakan rapat persiapan pembentukan koperasi yang membahas semua hal yang berkaitan dengan rencana pembentukan koperasi meliputi antara lain penyusunan rancangan anggaran dasar/materi muatan anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan hal-hal lain yang diperlukan untuk pembentukan koperasi. (2) Dalam rapat persiapan pembentukan koperasi wajib dilakukan penyuluhan koperasi/sosialisasi perkoperasian terlebih dahulu oleh pejabat dari instansi yang membidangi koperasi, dan UMKM kepada para pendiri. Pasal 38 (1) Rapat pembentukan koperasi primer Kabupaten/Kota

24 dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 orang pendiri dan minimal 60 (enam puluh) orang untuk koperasi primer Provinsi, sedangkan rapat pembentukan koperasi sekunder dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi yang diwakili orang yang telah diberikan kuasa berdasarkan keputusan rapat anggota koperasi yang bersangkutan. (2) Rapat pembentukan koperasi dipimpin oleh seorang atau beberapa orang dari pendiri atau kuasa pendiri. (3) Rapat pembentukan dihadiri oleh pejabat yang membidangi koperasi dan UMKM dengan ketentuan sebagai berikut: a. pembentukan koperasi sekunder dan primer tingkat Nasional dihadiri oleh Pejabat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; b. pembentukan koperasi sekunder dan primer tingkat Provinsi dihadiri oleh pejabat Dinas atau Instansi yang membidangi koperasi dan UMKM tingkat Provinsi; dan c. pembentukan koperasi sekunder dan primer tingkat Kabupaten/Kota dihadiri oleh Pejabat Dinas/Instansi yang membidangi koperasi dan UMKM tingkat Kabupaten/Kota. (4) Dalam rapat pembentukan sebagaimana dimaksud ayat (3) dibahas antara lain mengenai pokok-pokok materi muatan anggaran dasar koperasi dan susunan nama pengurus dan pengawas yang pertama. (5) Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya daftar nama pendiri, nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan, jenis koperasi, bidang usaha, ketentuan mengenai keanggotaan, rapat anggota, pengurus, pengawas, pengelola, permodalan, jangka waktu berdirinya, pembagian Sisa Hasil Usaha, pembubaran dan ketentuan mengenai sanksi. (6) Pelaksanaan rapat anggota pembentukan koperasi wajib dituangkan dalam: a. Berita acara rapat pendirian koperasi atau; b. Notulen rapat pendirian koperasi. Bagian keempat Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Pengumuman Pasal 39 (1) Para pendiri koperasi atau kuasanya dapat mempersiapkan sendiri akta pendirian koperasi, atau melalui bantuan notaris pembuat akta koperasi. (2) Dalam penyusunan akta pendirian koperasi para pendiri atau kuasanya dan notaris pembuat akta

25 koperasi dapat berkonsultasi dengan pejabat Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi/Kabupaten/Kota. (3) Para pendiri koperasi atau kuasanya mengajukan permintaan pengesahan akta pendirian koperasi secara tertulis kepada pejabat yang berwenang mengesahkan akta pendirian koperasi. Pasal 40 (1) Akta pendirian koperasi dibuat oleh notaris, maka permintaan pengesahan akta pendirian koperasi diajukan dengan lampiran: a. 2 (dua) rangkap akta pendirian koperasi 1 (satu) diantaranya bermaterai cukup; b. data akta pendirian koperasi yang dibuat dan ditanda tangani oleh notaris; c. surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi oleh para pendiri; d. rencana kegiatan usaha koperasi minimal 3 tahun kedepan dan rencana anggaran belanja dan pendapatan koperasi; e. susunan pengurus, pengawas dan pengelola; f. Neraca Awal dan neraca dan perhitungan usaha bulan terakhir. g. notulen rapat pembentukan koperasi dan copy daftar hadir; h. surat kuasa; i. untuk koperasi primer melampirkan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari para pendiri; j. untuk koperasi sekunder melampirkan keputusan rapat anggota masing-masing koperasi tentang persetujuan pembentukan koperasi sekunder dan foto copy akta pendirian serta anggaran dasar masing-masing koperasi pendiri. k. Daftar Riwayat Hidup Pengurus, Pengawas dan Pengelola. l. Dokumen lain yang diperlukan sesuai ketentuan. (2) Pejabat Dinas memberikan surat tanda terima kepada pendiri atau kuasanya apabila surat permintaan pengesahan akta pendirian dan lampirannya sebagaimana dimaksud ayat (1) telah lengkap dipenuhi. Pasal 41 (1) Pejabat Dinas wajib melakukan penelitian terhadap materi anggaran dasar yang akan disahkan. (2) Pejabat Dinas melakukan pengecekan/verifikasi terhadap koperasi yang akan didirikan terutama yang berkaitan dengan domisili/alamat, kepengurusan, adminitrasi organisasi, Usaha yang dijalankan dan keanggotaannya.

26 (3) Pelaksanaan verifikasi dilakukan setelah pengurus/ anggota pendiri mengirimkan surat permintaan pengesahan akta pendirian. Pasal 42 (1) Dalam hal hasil penelitian dan pengecekan/verifikasi lapangan oleh pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 41 menilai koperasi tersebut layak untuk disahkan, maka pejabat membuat laporan kegiatan untuk mengesahkan akta pendirian koperasi tersebut. (2) Pengesahan, akta pendirian koperasi ditetapkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. Pasal 43 (1) Koperasi memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan oleh Gubernur/Bupati/Walikota Atas Nama Menteri. (2) Nomor dan tanggal surat keputusan pengesahan akta pendirian koperasi merupakan nomor dan tanggal perolehan status badan hukum koperasi. (3) Nomor status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencantumkan kode dengan huruf BH dan kode daerah yang bersangkutan. Pasal 44 (1) Keputusan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dihimpun oleh pejabat Dinas Koperasi dan UMKM dan dicatat dalam buku daftar umum koperasi. (2) Dalam hal akta pendirian koperasi dibuat oleh notaris, Keputusan pengesahan akta pendirian koperasi disampaikan secara langsung kepada pendiri atau kuasa pendiri. (3) Dalam hal akta pendirian koperasi dibuat oleh pada pendiri, Keputusan pengesahan akta pendirian koperasi beserta satu akta pendirian koperasi yang telah diberi nomor, tanggal badan hukum dan ditandatangani oleh pejabat yang mengesahkan disampaikan langsung kepada kuasa pendiri. (4) Keputusan pengesahan akta pendirian koperasi yang diterbitkan Atas Nama Menteri oleh Gubernur di tingkat Provinsi dan Bupati/Walikota di Kabupaten/Kota ditembuskan dan dikirim kepada Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

27 (5) Keputusan pengesahan tersebut diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, kecuali ada ketentuan yang mengatur lain. Pasal 45 (1) Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian koperasi ditolak, keputusan penolakan serta alasannya berikut berkas permintaannya disampaikan kembali secara tertulis kepada kuasa pendiri dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. (2) Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian koperasi, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan dengan melampirkan berkas-berkas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 yang telah diperbaiki sesuai dengan yang disarankan dalam surat penolakan. (3) Kepala Dinas memberikan tanda terima kepada kuasa pendiri yang mengajukan permintaan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Kepala Dinas, memberikan keputusan terhadap permintaan ulang tersebut dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara lengkap. (5) Apabila permintaan ulang pengesahan tersebut disetujui, maka surat keputusan pengesahan akta pendirian disampaikan langsung kepada kuasa pendiri dengan cara sebagaimana di maksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan ayat (3). (6) Apabila permintaan ulang pengesahan ditolak maka keputusan penolakan beserta alasannya disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan penolakan ditetapkan. (7) Keputusan terhadap permintaan ulang tersebut merupakan keputusan akhir. Pasal 46 (1) Apabila pejabat Dinas tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) atau 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4), maka akta pendirian koperasi diberikan pengesahan oleh pejabat yang berwenang mengesahkan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 53 TAHUN 2011 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 53 TAHUN 2011 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 53 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI,

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa masyarakat adil

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1998, PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL *35684 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH LAMPIRAN: RANCANAN ER SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015 A. DASAR PELAKSANAAN 1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KOPERASI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa Koperasi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN KENDAL Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 4 Oktober 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C 3/C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 01/Per/M.KUKM/I/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 01/Per/M.KUKM/I/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Per/M.KUKM/I/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN, PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa usaha mikro, kecil,

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAH MAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Men im bang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA BATU

SALINAN WALIKOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Koperasi dan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOM0R 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOM0R 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOM0R 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH POLEWALI MANDAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

CHECKLIST PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI

CHECKLIST PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI 1 Dua rangkap salinan Akta Pendirian Koperasi bermaterai cukup 2 Data Akta Pendirian Koperasi yang dibuat dan ditandatangani oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan

Lebih terperinci

PROSEDUR/TATA CARA MENDIRIKAN KOPERASI Di KALANGAN MASYARAKAT

PROSEDUR/TATA CARA MENDIRIKAN KOPERASI Di KALANGAN MASYARAKAT PROSEDUR/TATA CARA MENDIRIKAN KOPERASI Di KALANGAN MASYARAKAT A. Landasan Hukum Koperasi Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PEMBUBARAN KOPERASI

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PEMBUBARAN KOPERASI DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2016

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 35 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

GUBERNUR SULAWESI SELATAN, 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR: 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Menimbang : a. Mengingat : 1.

Menimbang : a. Mengingat : 1. 1958 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TIMOR TENGAH UTARA, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1. 2. 3.

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KOPERASI, USAHA KECIL MENENGAH DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBERDAYAAN SENTRA USAHA KECIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGIROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang

Lebih terperinci

, No Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sudah ti

, No Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sudah ti BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1494, 2015 KEMENKOP-UKM. Koperasi. Usaha. Simpan Pinjam. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH SALINAN PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa peran Koperasi dalam menumbuhkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REBUPLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REBUPLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REBUPLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

- 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO. dan BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN :

- 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO. dan BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN : PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN 2013 BUPATI TANAH BUMBU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN, KOPERASI, USAHA

Lebih terperinci