KINERJA INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 DAN PROGRAM KERJA TAHUN ANGGARAN 2011 TERKAIT DENGAN PROGRAM PENGEMBANGAN ENAM KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 DAN PROGRAM KERJA TAHUN ANGGARAN 2011 TERKAIT DENGAN PROGRAM PENGEMBANGAN ENAM KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS"

Transkripsi

1 KINERJA INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 DAN PROGRAM KERJA TAHUN ANGGARAN 2011 TERKAIT DENGAN PROGRAM PENGEMBANGAN ENAM KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS Disampaikan Pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian RI Di Hotel Bidakara, 28 Februari 1 Maret 2011

2 I. PENDAHULUAN 1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, produksi CPO pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 20 juta ton, kakao 0,65 juta ton dan karet 2,5 juta ton. 2. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah. 3. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro belum maksimal, dan sebagian besar bahan baku diekspor dalam bentuk primer (bahan mentah). 2

3 II. KINERJA INDUSTRI AGRO TAHUN Realisasi Pertumbuhan Industri Pengolahan Periode No LAPANGAN USAHA Realisasi Pertumbuhan (%) INDUSTRI PENGOLAHAN Makanan, Minuman dan Tembakau Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. (0.92) (0.66) (1.74) 3.45 (1.46) (3.50) 3 Kertas dan Barang cetakan (1.48) Pupuk, Kimia & Barang dari karet Semen & Brg. Galian bukan logam (1.49) (0.63) Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki (3.68) (3.64) Logam Dasar Besi & Baja (3.70) (2.05) (4.53) Alat Angk., Mesin & Peralatannya (2.94) Barang lainnya (2.82) (0.96) Sumber : BPS di olah 3

4 Tahun 2010 merupakan tahun yang berat bagi industri agro. Hal ini disebabkan : karena meningkatnya harga beberapa bahan baku industri agro seperti minyak nabati, gandum, gula dan kacang-kacangan akibat adanya perubahan iklim yang ekstrem dan akibat kenaikan harga minyak dunia; Kenaikan harga bahan baku tersebut, tidak mudah untuk diteruskan ke konsumen, mengingat daya beli konsumen belum mendukung, sehingga pertumbuhan industri makanan minuman da tembakau pada tahun 2010 hanya mencapai 2,73% dibawah pertumbuhan industri non migas yang mencapai 4,5%: 4

5 Naiknya nilai tukar rupiah yang berakibat menurunnya daya saing ekspor produk agro. Di samping itu, ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor produk sektor industri agro belum sepenuhnya pulih seperti Amerika Serikat dan Eropa, sehingga ekspor beberapa produk agro mengalami penurunan. Hal ini juga berdampak pada pertumbuhan industri yang berorientasi ekspor seperti furniture, bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif. Disamping permasalahan klasik yang masih dihadapi, beberapa permasalahan tersebut di atas menyebabkan peran industri agro pada PDB industri non migas juga mengalami penurunan. Hal ini dapat terlihat pada grafik dan tabel di bawah ini. 5

6 2. Peranan Industri Agro Terhadap PDB Non Migas Industri alat angkut, mesin dan peralatan; 27,3% Kontribusi Industri Agro Pada PDB Sektor Industri Non Migas Tahun 2009 Industri barang lainnya; 0,8% Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya, 28.14, (28%) Kontribusi Industri Agro Pada PDB Industri Non Migas Tahun 2010 Industri Barang Lainnya, 0.76, (1%) Industri Agro, 44.17, (44%) Industri tekstil, barang kulit & alas kaki; 9,2% Industri logam dasar, besi dan baja; 2,1% Industri semen & bahan galian non logam; 3,4% Industri pupuk, kimia & barang dari karet; 12,9% Industri Agro; 44,3% Industri Logam Dasar Besi dan Baja, 1.94, (2%) Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam, 3.29,( 3%) Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet, 12.73, (13%) Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki, 8.97, (9%) 6

7 3. Kinerja Ekspor Industri Agro dan Penyerapan Tenaga Kerja Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro NO. KELOMPOK KOMODITI Nilai : US$ Juta TAHUN % Industri Hasil Hutan dan Perkebunan , ,66 (1,2) 2 Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan 5.147, ,50 (1,8) 3 Industri Minuman dan Tembakau 1.262,80 745,19 (41,0) TOTAL IND. AGRO , ,35 (3,7) Sumber : BPS diolah Perkembangan Tenaga Kerja Industri Agro NO. KELOMPOK KOMODITI (Orang) TAHUN % Industri Hasil Hutan dan Perkebunan (0,7) 2 Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan ,2 3 Industri Minuman dan Tembakau (1,4) TOTAL IND. AGRO (0,4) Sumber : BPS diolah 7

8 III. PERMASALAHAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN 1. Permasalahan Belum memadainya infrastruktur untuk mendukung pengembangan klaster industri agro; Masih adanya beberapa Perda yang memberatkan bagi pertumbuhan industri; SDM di bidang pengembangan industri agro masih kurang; Masih rendahnya minat investor di bidang industri agro selain belum memadai infrastruktur dan bahan baku diekspor dalam bentuk mentah, juka karena masih kurang menariknya insentif investasi dibandingkan dengan negara lain; Kecenderungan ekspor bahan mentah yang tidak mendorong pengembangan industri hilir pertanian Prosedur perpajakan yang dirasakan masih kurang lancar R & D yang masih lemah; Suku bunga bank yang relatif tinggi 8

9 2. Sasaran Pengembangan Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro; Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan, jalan dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Reset dan sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti terminal kayu dan tangki timbun) Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan gas bumi untuk industri agro; Pengembangan investasi baru, melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang industri agro tertentu maupun di daerah terntentu; 9

10 Sasaran Pengembangan (lanjutan...) 5. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor, melalui pameran/promosi; 6. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi produk bahan baku pangan untuk substitusi gandum (Mocal/mocaf); 7. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik, HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan lomba desain untuk produk furniture; 8. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses, teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik. 10

11 IV. PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI AGRO TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN INDUSTRI AGRO INDUSTRI KAKAO INDUSTRI BUAH KLASTER INDUSTRI KELAPA SAWIT INDUSTRI FURNITURE MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA FOKUS 12 KLASTER AGRO INDUSTRI KELAPA INDUSTRI TEMBAKAU INDUSTRI KOPI INDUSTRI KARET INDUSTRI PULP KERTAS INDUSTRI HASIL LAUT RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GULA INDUSTRI OLAHAN SUSU 11

12 PROGRAM POKOK TAHUN 2011 NO PROGRAM KEGIATAN OUTPUT LOKASI 1 Pengembangan Fasilitasi pengembangan klaster 11 klaster industri agro Jabar, Jateng, klaster Industri Agro industri agro melalui dana (CPO, kakao, kopi, Jatim, Sumut, dekonsentrasi di 11 lokus gula, buah, susu, Riau, Kaltim, pengembangan kelapa, hasil laut, Lampung, furniture, kertas, dan tembakau Sulsel, Sulut, NTB & Maluku 2 Peningkatan Standar Menyusun dan merevisi SNI Penyusunan dan revisi Jakarta Industri produk industri agro khususnya 28 SNI komoditi IA dan yg lebih dari 5 thn. 4 SNI Wajib 3 Pembinaan dan Pemanfaatan Teknologi Industri Fasilitasi Pengembangan Industri Karet Hulu creppe, pengolahan kopi, pengepres kertas bekas, Pengolahan Buah dan Proses air minum, dan rumput laut. Peningkatan Mutu Susu Olahan Berbasis Susu Segar Dalam Negeri 6 unit mesin Kalbar, Jabar, Sulteng, Sumsel dan Jateng 7 cooling unit Jabar, Jateng dan Jatim 12

13 PROGRAM POKOK TAHUN 2011 (Lanjutan) NO PROGRAM KEGIATAN OUTPUT LOKASI Peningkatan efisiensi 50 buah tungku NTB pengolahan tembakau pengering tembakau virginia flue cured dengan bahan bakar selain minyak tanah 4 Peningkatan iklim usaha industri Kajian Bantuan Mesin dan Peralatan Minyak Goreng 1 laporan studi kelayakan NAD 5 Peningkatan penggunaan produksi DN Sosialisasi P3DN produk IA Diketahuinya %-tase penggunaan produk DN pada perusahaan IA Jakarta 6 Pengembangan kawasan industri Feasibility study pusat pengembangan klaster industri rumput laut, buah, kopi dan kelapa 4 buah FS Sulteng, Maluku, Jatim, Sulsel, Sumsel, NAD, Sulut dan Kep. Riau 13

14 V. ENAM FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI No Kelompok Industri Jenis Industri 1 Industri Padat Karya Tekstil, Alas Kaki, Kulit, Furniture 2 IKM Fesyen, Kerajinan, batu mulia, keramik, minyak atsiri, dll 3 Industri Barang Modal Permesinan, Galangan Kapal 4 Industri berbasis SDA Makanan dan minuman, CPO, Kakao, Karet, Baja & Alumunium Hulu, Rumput Laut 5 Industri Pertumbuhan tinggi Otomotif, elektronika dan Telematika 6 Industri Prioritas Khusus Industri Gula, Industri Pupuk, Industri Petrokimia Dari 6 Fokus Kelompok Industri, Pada Industri Agro terdapat 3 Fokus, antara lain : 1. Pengembangan Industri Padat Karya : Industri Furniture 2. Pengembangan Industri Berbasis SDA : CPO, Makanan dan Minuman, Kakao dan Rumput Laut 3. Pengembangan Industri Prioritas Khusus : Industri Gula 14

15 VI. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO A. Industri Berbasis Padat Karya 1. FURNITURE Industri furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki nilai tambah paling tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup penting terhadap perekonomian, baik dalam bentuk kontribusi pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor). Walaupun daya saing industri ini pada tahun-tahun terakhir mengalami penurunan, namun industri ini cukup strategis untuk dikembangkan. Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentrasentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain. Perlu dilakukan upaya-upaya strategis dalam rangka meningkatkan kembali kinerja industri furniture, agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu memberikan peningkatan kontribusi dalam perolehan devisa (ekspor) secara lebih signifikan. 15

16 a. Permasalahan Utama Terbatasnya pasokan bahan baku kayu/rotan dengan harga yang relatif mahal, yang disebabkan oleh : semakin menurunnya kemampuan pasok bahan baku kayu/rotan dari hutan alam, masih terbatasnya pasokan bahan baku dari hutan tanaman, pengaturan birokrasi peredaran dan tataniaga kayu/rotan yang belum optimal, masih maraknya praktek illegal logging dan illegal trade, dll. Masih lemahnya kemampuan SDM dibandingkan dengan negara pesaing terutama di bidang desain dan teknik produksi (termasuk finishing). Masih lemahnya daya saing produk furniture Indonesia yang disebabkan antara lain oleh tingginya bunga bank, infrastruktur kurang memadai dan masalah permodalan. Makin membanjirnya furniture impor di pasar dalam negeri, sebagai akibat berlakunya pasar bebas AFTA dan CAFTA. Tuntutan masalah lingkungan yang makin ketat di negara-negara tujuan ekspor, seperti : sertifikasi bahan baku, The USA Lacey Act di USA, REACH di negara-negara Uni Eropa, dan lain-lain. 16

17 b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun ) Pelatihan SDM bidang furniture, meliputi desain, finishing dan Teknik produksi; 2) Pembangunan terminal bahan baku kayu di Kendal - Jawa Tengah dan Bitung Sulawesi Utara; 3) Revisi dan penyusunan SNI produk furniture; 4) Fasilitasi pusat desain furniture di Jepara; Tahun ) Bersama dengan Ditjen IKM dan instansi terkait lainnya, melakukan promosi pasar produk furniture di luar negeri 2) Fasilitas pusat desain furniture kayu di Jepara dan furniture rotan di Cirebon 3) Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) ind. Furniture (6 judul) 4) Peningkatan kompetensi SDM furniture bidang disain. 5) Peningkatan kompetensi SDM furniture bidang teknologi proses (Finishing) 6) Kajian FS Pembangunan Terminal Kayu Terpadu di Jawa Timur 17

18 B. Industri Berbasis SDA 1. KELAPA SAWIT Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO pada tahun 2010 mencapai 22,5 juta ton (CPO dan CPKO) dan pada tahun 2020 ditargetkan akan mencapai 40 juta ton; Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical. Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku industri turunan CPO yang hanya 18 jenis produk yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan biodiesel. 18

19 a. Permasalahan Utama 1. Belum memadainya infrastruktur secara umum seperti pelabuhan, jalan dan transportasi, termasuk energi (gas bumi dan listrik) 2. SDM di bidang pengembangan industri hilir CPO masih kurang 3. Masih belum memadainya Litbang untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit 4. Masih rendahnya minat investor di bidang industri hilir kelapa sawit 19

20 b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun ) Pencanangan pembangunan klaster industri berbasis pertanian, oleochemical di 3 (tiga) lokasi yaitu : Maloy (Kalimantan Timur), Dumai dan Kuala Enok (Riau), dan Sei Mangkei (Sumatera Utara); 2) Sudah ada kajian pembangunan infrastruktur (rel kereta api, jalan dan pelabuhan) untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit di Sei Mangke; 3) Sudah dilakukan kajian FS, DED, Business Plan dan AMDAL untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit di Sei Mangke, Dumai, Kuala Enok dan Maloy Tahun ) Finalisasi revisi PP No. 62 tahun 2008 Fasilitas insentif untuk industri hilir kelapa sawit dalam bentuk tax allowance. Industri hilir kelapa sawit tertentu yang diusulkan untuk mendapatkan insentif (terlampir), 2) Promosi Investasi Industri Hilir Kelapa Sawit Sei Mangke dan Dumai di dalam negeri dan luar negeri, 3) Koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka pembangunan infrastruktur di 3 lokasi (Sei Mangke, Dumai, dan Maloy) 4) Mengusulkan untuk Penetapan Sei Mangke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus; 5) Usulan restrukturisasi BK CPO dan turunannya, sehingga perbedaan BK CPO dengan produk hilirnya menjadi signifikan. 20

21 2. KAKAO Indonesia merupakan produsen nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun 2009 mencapai 0,6 juta ton atau + 15% dari produksi kakao dunia (4 jt ton). Ekspor kakao setiap tahunnya mencapai 80% dari total produksi nasional. Pada tahun 2020 jumlah produksi industri kakao diprediksi akan mencapai 2 juta ton. Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan olahan dan minuman cokelat. 21

22 a. Permasalahan Utama 1. Utilisasi kapasitas produksi industri olahan kakao masih rendah (40%) 2. Belum berkembangnya industri hilir yang mengolah biji kakao khususnya non pangan 3. Terbatasnya R&D untuk diversifikasi produk olahan kakao dan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas R & D, 4. Rendahnya konsumsi coklat di dalam negeri 60 gram/kapita/tahun sedangkan negara lain seperti Malaysia dan Singapura sudah mencapai diatas 500 gram/kapita/tahun. 5. Kurangnya pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi biji kakao (akses jalan dan pelabuhan) seperti : Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo. 6. Produktivitas on farm masih rendah (rata-rata 600 kg/ha) 7. Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai eksportir asing 8. Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur, serangga) dan tidak difermentasi 22

23 b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun Pemberlakuan Bea Keluar atas Ekspor Biji Kakao 2. Penerapan secara wajib SNI biji kakao fermentasi 3. Bantuan mesin peralatan pengolahan kakao di Sulteng dan Sulsel 4. Fasilitasi dan koordinasi pengembangan klaster industri kakao. Tahun Revisi PP 62 tahun 2008 terkait dengan pemberian insentif investasi di bidang industri pengolahan kakao (pasta, butter, cake dan powder) 2. Fasilitasi dan koordinasi pengembangan klaster industri kakao 23

24 3. RUMPUT LAUT Indonesia merupakan salah satu penghasil potensial rumput laut di dunia dengan produksi rumput laut basah sebesar ton pada tahun Potensi lahan yang tersedia di Indonesia cukup besar yaitu lebih dari 1,38 Juta hektar dan baru termanfaatkan sekitar hektar. Saat ini Indonesia merupakan eksportir rumput laut terpenting di Asia, namun masih dalam bentuk rumput laut kering, dan baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi atau bahan jadi. Rumput laut memiliki aplikasi untuk lebih dari 500 jenis end products, Serta relatif lebih ekonomis dibandingkan zat additive sejenis lainnya antara lain gelatin dan gums. Produk rumput laut yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dan potensial untuk dikembangkan seperti : Alkali Treated Carragenen, Semi Refined Carragenan agar-agar dan alginat. 24

25 a. Permasalahan Utama 1. Kondisi infrastruktur yang belum memadai seperti jalan, jembatan, alat angkut, sistem dan telekomunikasi, pelabuhan; 2. Masih kurang berkembangnya lembaga-lembaga penelitian 3. Keterbatasan suplai bahan baku dan penolong untuk industri pengolahan rumput laut 4. Umumnya teknologi industri pengolahan rumput laut masih sederhana dan industrinya skala kecil menengah 5. Suku bunga perbankan relatif masih tinggi dibandingkan di negara lain; 25

26 b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun ) Melakukan kajian kebijakan pengembangan industri pengolahan hasil laut. 2) Pemberian bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan rumput laut untuk Kabupaten Rote Ndao dan Waingapu, NTT serta Kabupaten Palopo Sulawesi Selatan. 3) Melakukan kajian Grand Strategy Industri Pengolahan Rumput Laut dengan BPPT, Komisi Rumput Laut dan beberapa dunia usaha dibidang rumput laut olahan. 4) Melakukan kerjasama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dalam rangka Percepatan Pembangunan Ekonomi Masyarakat pada daerah tertinggal di 7 propinsi. Tahun ) Kajian FS pengembangan klaster industri rumput Laut di Maluku dan Sulteng 2) Bantuan mesin/peralatan pengolahan rumput laut di Sulawesi Tengah 3) Telah dilakukan kesepakatan 5 Menteri dan Kepala BKPM untuk pengembangan industri pengolahan rumput laut. 26

27 C. Industri Prioritas Khusus 1. G U L A Gula merupakan salah satu komoditi penting dalam perekonomian nasional karena dibutuhkan oleh masyarakat sebagai konsumsi langsung (GKP) dan sebagai bahan baku industri Industri makanan dan minuman (GKR).Industri gula Indonesia pernah mencapai puncak produksi pada tahun 1929 sebesar 3 juta ton yang dihasilkan oleh 179 PG yang didukung dengan areal 200 ribu ha atau tingkat produktivitas gula 15 ton/ha dan menempatkan Indonesia menjadi negara pengekspor ke 2 di dunia setelah Kuba. Namun sejak 1930 dengan adanya resesi dunia (Malaise) dan disusul dengan perang dunia II dan perang kemerdekaan, sebagian besar pabrik gula mengalami kehancuran yang kemudian pada saat kemerdekaan tersisa pabrik gula sebanyak 55 unit yang beroperasi dan kemudian di nasionalisasi Setelah nasionalisasi pemerintah mulai membenahi pabrik gula disamping merehabilitasi pabrik yang ada juga mendirikan pabrik-pabrik yang baru baik di Jawa maupun di luar jawa. Saat ini terdapat 61 PG, 48 PG berada di Jawa dan 13 PG di luar Jawa yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Dari jumlah PG tersebut di atas, 51 (lima puluh satu) PG milik pemerintah dan 10 (sepuluh) PG milik swasta. 27

28 a. Permasalahan Utama 1. Rendahnya tingkat produktivitas gula yang saat ini hanya mencapai kisaran 6 ton/ha. 2. Pengembangan pabrik-pabrik baru di luar Jawa dengan adanya otonomi daerah ketersediaan areal terkendala oleh sulitnya proses penguasaan lahan. 3. Di sisi off-farm dengan bertambahnya umur pabrik terjadi penurunan efisiensi pabrik yang memerlukan penggantian peralatan yang terkendala oleh terbatasnya ketersediaan dana investasi. 28

29 b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun ) Menyusun Rencana Aksi Revitalisasi Industri Gula Nasional, 2) Menyusun Business Plan Pendirian Industri Gula Baru 3) Pelaksanaan audit kapasitas industri gula rafinasi 4) Pemberian bantuan peralatan/mesin dan keringanan pembiayaan. Tahun ) Pemberian keringanan pembiayaan pembelian mesin/ peralatan pabrik gula, 2) Pelaksanaan auditing teknologi industri gula eksisting 3) Koordinasi dalam rangka pelaksanaan rencana aksi 4) Fasilitasi dan koordinasi dalam rangka pengembangan lahan baru untuk perkebunan tebu dan pabrik gula. 29

30 VII. PENUTUP 1. Pengembangan industri agro memerlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha. 2. Pengembangan industri hilir agro akan meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. 3. Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus : Peningkatan infrastruktur Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin peralatan pabrik Peningkatan SDM 30

31 31 31

32 Lampiran

33 RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS 1. Rencana Aksi Furniture No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 1. Pengamanan pasokan bahan baku kayu/rotan Tersedianya bahan baku kayu dan rotan secara kontinyu (5 juta m3) Peningkatan mutu bahan baku Melakukan pembinaan teknis terhadap kegiatan produksi bahan baku rotan setengah jadi di PPRT ( Palu, Katingan dan Pidie Aceh) Melakukan peningkatan SDM bidang teknologi produksi di daerah Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah dan Aceh Melakukan pembinaan teknis terhadap kegiatan penyediaan bahan baku kayu di Terminal Kayu Kendal dan Bitung Melakukan study terhadap pembangunan terminal bahan baku kayu di Jawa Timur Membangun terminal bahan baku kayu di Jawa Timur Kajian FS pembangunan industri Pengolahan kayu yang menggunakan bahan baku kayu alternatif dari kelapa sawit Sosialisasi dan penerapan teknologi pemanfaatan bahan baku alternative dari kayu sawit Usulan larangan ekspor bahan baku. Riset dan uji coba penggunaan bahan baku kayu dan rotan dari jenis yang belum banyak dipakai Peningkatan Kompetensi SDM Meningkatnya kemampuan SDM dibidang teknologi dan desain (100 org/thn) Diklat SDM bidang teknik produksi pengolahan rotan dan furniture kayu. Diklat peningkatan kompetensi SDM furniture bidang desain Diklat peningkatan SDM Furniture bidang teknis finishing furniture Diklat bidang manajemen peningkatan pasar

34 No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 3. Pengembangan Pusat Desain Furniture Kayu dan Rotan Berkembangnya kegiatan Pusat Desain Furniture Kayu di Jepara dan Pusat Desain Furniture Rotan di Cirebon (2 pusat di 2 daerah) Menyelenggarakan lomba desain furniture Pembuatan Desain-desain baru furniture dan prototip Pembuatan Direktori/buku hasil karya desain Penyelenggaraan pendampingan terhadap pengembangan desain di perusahaan berskala kecil menengah Menyelenggarakan workshop terhadap pengembangan desain yang ada Pengembangan Pasar Meningkatkan pangsa pasar produk furniture di dalam dan luar negeri Mengikuti pameran-pameran di dalam negeri Mengikuti event event pameran internasional di Eropa, Amerika dan China Kampanye/promosi produk furniture sebagai green product Pembangunan showroom permanen di beberapa negara konsumen terbesar produk furniture. Melaksanakan seminar dan konferensi pers tentang produk furniture Indonesia. Sosialisasi P3DN terkait pengadaan penggunaan furniture dikantor pemerintah/ BUMN/ BUMD. Sosialisasi penggunaan furniture produk dalam negeri ,2013,

35 No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 5. Koordinasi pengembangan klaster furniture Mensinergikan langkah dan kebijakan diantara pemangku kepentingan (12 kali koordinasi/thn) Fasilitasi pengembangan terminal bahan baku kayu di Kendal melalui dekonsentrasi ke daerah Melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan tentang pengembangan iklim usaha industri furniture Melakukan rapat pertemuan dengan Kementerian Kehutanan tentang Sertifikasi Legalitas Bahan Bahan Baku Kayu bagi industri furniture. Melakukan rapat dengan Kementerian Perdagangan dan Asosiasi tentang tata niaga ekspor bahan baku kayu dan rotan Melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait tentang pengembangan standar

36 2. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT A. KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKE Industri Hilir Kelapa Sawit di Sei Mangkei Target Invest asi Luas Area Rp 15 Triliun (PMDN & PMA) Ha No Kegiatan Volum e 1. Pembangunan Jalan Kereta Api Lintas Bandar Tinggi ke Kuala Tanjung 2. Pembangunan jalan Kereta Api dari Kawasan Sei Mangkei ke Stasiun Perlanaan 3. Pelebaran jalan dari Kawasan Sei Mangkei ke Kota Lima Puluh 4. Pembangunan Fly Over dan jembatan 5. Insentif untuk pengembangan SDM dan kegiatan riset industri (R&D) 6. Menyusun Payung Hukum pemberian fasilitas Tax Holiday RENCANA AKSI Jadwal Instansi 18,5 Km Kemenhub, PT KAI (6 Km) Kemenhub, PT. KAI (17 Km) 2011 Kemenhub, PT. KAI 2 buah PU, Kemenhub 1 Peratura n 1 Peratura n 2010 Kemenko Perekonomian, BKPM, Kemenperin 2011 BKPM, Kemenkeu, 36

37 B. KAWASAN INDUSTRI DUMAI RENCANA AKSI Pengembangan Industri Kelapa Sawit - RIAU Target Investa si Luas Area Rp 30 Triliun (PMDN & PMA) 1000 Ha (Existing) Ha (2020) No Kegiatan Volu me 1. Pembangunan infrastruktur jalan: jalan tol Pekanbaru - Dumai; jalan lingkar propinsi Riau; jalan negara lintas timur; jalan negara lintas timur - barat 2. Pembangunan dan peningkatan pelabuhan laut utama di Pelintung, Dumai 3. Pembangunan jaringan KA meliputi jalur : ruas Dumai - Pekanbaru - Muaro; ruas Rantau Prapat - Duri - Dumai; ruas Pekanbaru - Rengat - Kuala Enok; ruas Pekanbaru - Siak - Tanjung Buton; Ruas Pekanbaru - Bangkinang - Ujung Batu - Duri; Ruas Siak - Sungai Pakning 4. Pembangunan instalasi pengolahan air bersih 5. Pembangunan pembangkit listrik meliputi : PLTA Lubuk Ambacang, PLTU Peranap/Cerenti, PLTG Jadw al Instansi 354 km Kemenhub, Pemda, Kemen PU 1 pelabuhan Kemenhub, Pelindo 3 pembangkit listrik Kemenhub, PT. KAI PU, Pemda 2014 Kemen ESDM, Pemda, PLN

38 C. KAWASAN INDUSTRI MALOY N o RENCANA AKSI Kegiatan Volume Jadwa l Instansi 1. Pembangunan dan Peningkatan Pelabuhan di Maloy 1 paket pelabuhan Maloy KemenPU, Kemenhub, Pemda 2. Pembangunan jalan untuk mendukung infrastruktur klaster industri hilir sawit 1 paket pengemban gan jalan akses Kemenhub, KemenPU, Pemda, Pengembangan Industri Kelapa Sawit, Maloy - Kaltim Target Investa si Rp 35 triliun (PMDN 3. Pembangunan pembangkit listrik dan alternatifnya (tenaga biomassa sawit atau PLTBS ) 4. Pembangunan instalasi pengolahan limbah, pengolahan air bersih beserta jaringannya dan sarana jalan, parit serta penghijauan 1 pembangkit Paket KemenESDM Pemda, PLN KemenPU, Pemda Luas Area Ha s.d tahun Penguatan dan peningkatan kapasitas Research Lembaga penelitian Daerah di bidang kelapa sawit 1 Paket Kemenperin, Kemenristek BPPT 6. Penyiapan SDM di bidang 1 Paket Kemendiknas

39 Daftar cakupan produk Hilir Kelapa Sawit yang Diusulkan untuk mendapatkan insentif penanaman Modal NO KBLI CAKUPAN PRODUK DAERAH/ PROVINSI PERSYARATAN Industri margarine Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa Industri Minyak goreng sawit curah dan/atau kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana NAD dan Seluruh Propinsi di luar Pulau Jawa dan Sumatera Shortening (vanaspati) dan Speciality fats Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa Industri oleokimia (fatty acids, fatty esters, fatty alcohol, fatty nitrogen compound, glycerine, methyl ester dan/atau turunannya) - Industri Bioenergi (Industri Biodiesel, Biooil, dan Bioetanol Anhidrat - Industri Biolube Pengelolaan limbah organik (sludge) pabrik kelapa sawit (PKS) yan menghasilkan biogas bahan baku produksi listrik dan/atau gas hidrogen Sumut, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu,, Kalbar, Kaltim, Kalteng, Kalsel, NAD, Papua dan Papua Barat, Sumatera Barat, Sumatera Selatan Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah, berbahan baku CPO, dan minyak nabati lainnya menjadi produk padatan (KBLI 10490) Permodalan Rp. 50 M dan/atau Tenaga Kerja Minimal 100 orang Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah mulai dari proses pemurnian CPO, pemisahan, dan packing minyak goreng sawit (curah, kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana) (KBLI 10490) Permodalan Rp. 50 M dan/atau Tenaga Kerja Minimal 100 org Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah, berbahan baku CPO, CPKO dan minyak nabati lainnya menjadi produk padatan(kbli 10490). Permodalan Rp. 50 M dan/atau Tenaga Kerja Minimal 100 org Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah dengan industri yang berbahan baku CPO, CPKO, dan minyak nabati lainnya (KBLI 10490) Tenaga Kerja : >100 org dan/atau Investasi: Rp. 300 M Mandiri atau Terintegrasi dengan Industri PKS (KBLI yang terintegrasi dengan industri hilir KBLI 10432, 10490, 10412, dan/atau 20115)

40 3. Rencana Aksi Kakao No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 1. Bahan Baku Optimalisasi pemanfaatan bahan baku Mengintegrasikan hasil produksi kebun kakao rakyat untuk menjadi bahan baku industri kakao yang dapat diandalkan. Meningkatkan mutu biji kakao fermentasi Peningkatan Litbang Industri Kakao Meningkatkan diversifikasi industri hilir kakao Sosialisasi diversifikasi produk hilir kakao untuk pangan dan non pangan Meningkatkan peran litbang di bidang pengolahan dan pengemasan. Penyediaan Balai-Balai atau Unit Pelayanan Teknis untuk pelatihan Sumber daya Manusia Bidang pengolahan kakao. Kerjasama dengan Philipina untuk riset, SDM dan teknologi Pengembangan Pasar Meningkatkan pangsa pasar industri hilir kakao di dalam dan luar negeri Sosialisasi peningkatan konsumsi coklat di dalam negeri Membangun produk yang memiliki daya saing tinggi. Membangun Merk Produk Industri Pengolahan Kakao Nasional di pasar internasional. Membangun produk dapat diminati oleh pasar dalam negeri. Diversifikasi pasar ekspor produk kakao olahan

41 No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 4. Bidang Infrastruktur Meningkatkan Infrastruktur Untuk Pengembangan Industri Hilir Kakao Pembangunan sarana pelabuhan Pembangunan transportasi darat Penyediaan tenaga listrik dan gas bagi industri kakao dan coklat olahan Promosi Investasi Meningkatkan investasi industri hilir kakao Pameran Dalam dan Luar Negeri Meningkatkan kerjasama multilateral melalui forum Asean Cocoa Club, ICCO dalam pengembangan industri kakao

42 4. Rencana Aksi Rumput Laut No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 1. Pengembangan Kawasan Industri Terfasilitasinya pembangunan infrastruktur kawasan industri rumput laut di Kawasan Timur Indonesia Bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut (SC dan RC) di Sulteng. Penyusunan FS KI rumput laut di NTT, Bali, Sulteng, Sultra dan Maluku Penyusunan DED KI rumput laut di NTT, Bali, Sulteng, Sultra, dan Maluku Fasilitasi bantuan alat pengolahan rumput laut di NTT, Bali, Maluku dan Sultra Pengembangan pasar dan promosi investasi Meningkatnya pangsa pasar industri rumput laut di dalam negeri dan luar negeri Pameran di dalam dan luar negeri Workshop/seminar dan sosialisasi industri pengolahan rumput laut Penyusunan profil investasi Pengembangan Litbang Meningkatnya nilai tambah rumput laut dan diversifikasi produk turunan rumput laut Penyusunan master plan Centre of Excellent pengembangan industri rumput laut olahan Penelitian pengembangan dibidang diversifikasi industri olahan rumput laut Peningkatan Investasi Iklim Usaha dan Penataan Regulasi Bertambahnya investasi baru dan perluasan usaha Kajian pengenaan Bea Keluar ekspor rumput laut Review peraturan yang menghambat pengembangan industri olahan rumput laut Penyusunan regulasi fiskal/tarif

43 No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 5. Pembinaan dan pengembangan Grand Strategi Pengembangan budidaya dan industri pengolahan rumput laut Terpetakannya lokasi pengembangan industri pengolahan rumput laut Pengembangan industri pengolahan rumput laut menjadi industri ATC Mendorong kerjasama kemitraan antara kelompok nelayan dengan industri pengolahan rumput laut Standarisasi dan Peningkatan Mutu Meningkatnya penerapan standar mutu sesuai persyaratan internasional Meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk industri pengolahan rumput laut (GMP, HACCP, ISO dan sertifikasi halal) Penerapan standar mutu produk olahan rumput laut sesuai persyaratan internasional Infrastruktur Koordinasikan perencanaan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dalam mendukung pengembangan industri rumput laut

44 5. Rencana Aksi Industri Gula No Program Target Rencana Aksi Waktu Pelaksanaan 1. Restrukturisasi Permesinan PG Existing Pemantapan kapasitas produksi Peningkatan kapasitas terpasang Peningkatan efisiensi produksi Pemberian keringanan pembiayaan pembelian mesin/peralatan gula Penyusunan Revisi Peraturan Menteri Perindustrian Tentang Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Pabrik Gula dan Petunjuk Teknis Direktur Jenderal. Kegiatan pendukung (Konsultan Managemen & Monitoring dan Lembaga Penilai Independen) Fasilitasi Pembangunan Pabrik Gula Baru Peningkatan kapasitas produksi industri gula nasional Meningkatkan daya saing Pengkajian, pembahasan, koordinasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana aksi revitalisasi industri gula oleh Tim Revitalisasi Industri Gula Audit Teknologi PG Alokasi impor raw sugar Debottlenecking dan peningkatan efisiensi PG Existing. Pelaksanaan Audit Teknologi Industri Gula Rafinasi Pelaksanaan Audit Teknologi Pabrik Gula Existing Pengembangan dan Pengawasan Pasar Pemenuhan kebutuhan gula rafinasi untuk IKM dan industri rumah tangga serta pengendalian pendistribusiannya Survey dan Verifikasi Kebutuhan Gula Rafinasi Untuk Industri Kecil dan Menengah

DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012

DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012 DISAMPAIKAN PADA : RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. III. IV. KINERJA

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO JAKARTA, 7 FEBRUARI 2013 DAFTAR

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pangan KADIN Jakarta, 26 Juli 2011 DAFTAR ISI A KINERJA SEKTOR INDUSTRI 3 B KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI DAFTAR ISI I. LATAR BELAKANG.. 3 II. DASAR PENGEMBANGAN. 4 III. VISI DAN MISI 5 IV. SASARAN PENGEMBANGAN 6 V. KINERJA INDUSTRI AGRO.. 11 VI.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL DAN PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) Disampaikan Pada Acara Forum Komunikasi

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DITJEN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA Disampaikan oleh : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA pada Rapat Kerja Departemen Perindustrian dengan Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA 2009 DAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PROGRAM KERJA 2009 DAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA PROGRAM KERJA 2009 DAN RENCANA KERJA 2010 DITJEN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA Disampaikan oleh : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA pada Rapat Kerja Departemen Perindustrian dengan Dinas Propinsi Jakarta,

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO BOGOR, 7 9 FEBRUARI 2013 PENDAHULUAN Pengembangan

Lebih terperinci

Kegiatan Prioritas Tahun 2011

Kegiatan Prioritas Tahun 2011 Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran 2011 berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan No. SE-676/MK.02/2010 tentang Pagu Definitif Kementerian/Lembaga T.A. 2011 adalah sebesar Rp. 2.240.113.190.000.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DITJEN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA Disampaikan oleh : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA pada Rapat Kerja Departemen Perindustrian dengan Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN, PROGRAM KERJA 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DITJEN INDUSTRI AGRO

PENINGKATAN MUTU PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN, PROGRAM KERJA 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DITJEN INDUSTRI AGRO PENINGKATAN MUTU PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN, PROGRAM KERJA 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DITJEN INDUSTRI AGRO Disampaikan Pada : Rapat Kerja Kementerian Perindustrian dengan Pemerintah Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

Pengembangan Pusat Pertumbuhan Industri 1. Sumatera 2. Kalimantan 3. Jawa

Pengembangan Pusat Pertumbuhan Industri 1. Sumatera 2. Kalimantan 3. Jawa Pertumbuhan. Sumatera Sei Mangke, Sumatera Utara (Kelapa Sawit) Dumai, Riau (Kelapa Sawit) Muara Enim, Sumatera Selatan (Batubara) Sei Bamban, Sumatera Utara (Karet) Karimun, Kepulauan Riau (Perkapalan).

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 Kementerian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BIRO PERENCANAAN 2017 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS Disampaikan pada Rapat Kerja Akselerasi Industrialisasi dalam Rangka Mendukung Percepatan dan Pembangunan Ekonomi, Hotel Grand Sahid, 1 Pebruari 2012

Lebih terperinci

I. LATAR BELAKANG. Perkembangan industri agro dan kimia selama ini telah menunjukkan

I. LATAR BELAKANG. Perkembangan industri agro dan kimia selama ini telah menunjukkan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL MELALUI KONSOLIDASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KLASTER DAN KOMPETENSI INTI INDUSTRI DAERAH Disampaikan Pada

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA ARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Yth. : Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENJELASAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG INDUSTRI GULA TEBU, KEK, MEA, INVESTASI DAN STANDARISASI DALAM RAPAT KERJA DENGAN KOMISI VI DPR-RI TANGGAL 6 APRIL

Lebih terperinci

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development Jakarta, 19 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Oleh: DR. Dedi Mulyadi, M.Si Jakarta, 1 Februari 2012 Rapat Kerja Kementerian Perindustrian OUTLINE I. PENDAHULUAN II.

Lebih terperinci

Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas. Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas. Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014 RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN JAKARTA, APRIL DAFTAR ISI I. Laporan Rekapitulasi Rencana Kerja Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran II. Rekapitulasi Per Program Rincian kegiatan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH Oleh: EUIS SAEDAH Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian B A H A N

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya,

I. PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya, seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia. Industri tidak dapat dilepaskan dari penggunaan air, baik

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan

Lebih terperinci

Industri padat karya merupakan salah satu prioritas karena menyediakan lapangan usaha dan menyerap tenaga kerja secara signifikan.

Industri padat karya merupakan salah satu prioritas karena menyediakan lapangan usaha dan menyerap tenaga kerja secara signifikan. Jakarta, 28 Februari 1 Maret 2011 Rapat Kerja dengan tema Reindustrialisasi Dalam Rangka Mendukung Transformasi Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Kepala Balai Besar,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 menegaskan bahwa daya saing industri manufaktur perlu

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012 NO KODE UNIT KERJA/PROGRAM PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 212 BARANG MODAL (Dalam ribuan rupiah) 1 SEKRETARIAT JENDERAL 12,47,993 53,265,361 283,213,727

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2016

ALOKASI ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2016 KODE PROGRAM RUPIAH MURNI 19.1.2 19.2.7 19.3.6 19.4.8 19.5.9 19.6.3 19.7.12 19.8.1 19.9.11 Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian Program Peningkatan Sarana

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

!!!#$%! & ' ((( ( ( ) !"!"!#$%"! & ' ((( ( ( ) *(+(, ( -./ *0$" I. Pendahuluan A. Ciri Umum ILMTA B. Lingkup Industri Binaan Ditjen ILMTA C. Gambaran Umum Perkembangan Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Tahun 2005 s/d 2009

Lebih terperinci

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 215 BERDASARKAN JENIS NO SUMBER ANGGARAN RINCIAN ANGGARAN TA 215 (dalam ribuan rupiah) BARANG MODAL JUMLAH 1 RUPIAH MURNI 629459711 1.468.836.8 42882193 2.527.117.694

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

Kegiatan Prioritas Tahun 2010 Kementerian Perindustrian pada Tahun Anggaran 2010 mendapat alokasi pagu definitif sebesar Rp.1.665.116.721.000. Kegiatan Prioritas Tahun 2010 Pembangunan sektor industri tahun 2010 akan difokuskan pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 97/M-IND/PER/8/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 97/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 97/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA 2010) Oleh : Dirjen Industri Kecil dan Menengah Disampaikan ik pada acara : Rapat Kerja Departemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014 DR. Ir. Budi Darmadi, M.Sc DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN I. VISI No 01 II. MISI No 01 02 03 04 05 06 07 Uraian Visi Visi Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara POKOK-POKOK PIKIRAN MEN E PE INDUS IAN PA A "SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD" DENGAN TEMA : "MENUJU SWASEMBADA YANG KOMPETITIF DAN BERKELANJUTAN SERTA MENDORONG PRODUK-PRODUK UNGGULAN MENlADI PRIMADONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF RIYALDI, 1997, Analisis Peluang Pasar Serta Implikasinya Pada Strategi Pemasaran Dan Pengembangan Industri Pengolahan Kakao Indonesia, dibawah bimbingan Ujang Sumarwan dan Yayah K.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018

PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018 PROGRAM KERJA DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN 2018 oleh : Muhammad Khayam Direktur Industri Kimia HUlu. Hotel Rancamaya Bogor, 10-11 Januari 2018 INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035 Industri

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA TAHUN 2014, ISU STRATEGIS DAN PROGRAM PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO

PROGRAM KERJA TAHUN 2014, ISU STRATEGIS DAN PROGRAM PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO PROGRAM KERJA TAHUN 2014, ISU STRATEGIS DAN PROGRAM PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO Disampaikan pada: Rapat Kerja Kemenperin ~ Jakarta, 5-7 Februari 2014 I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

NOTULENSI SIDANG KELOMPOK MUSRENBANGNAS TAHUN 2010 DALAM RANGKA PENYUSUNAN RKP 2011

NOTULENSI SIDANG KELOMPOK MUSRENBANGNAS TAHUN 2010 DALAM RANGKA PENYUSUNAN RKP 2011 NOTULENSI SIDANG KELOMPOK MUSRENBANGNAS TAHUN 2010 DALAM RANGKA PENYUSUNAN RKP 2011 Kelompok Prioritas : Ketahanan Pangan (Prioritas 5), Iklim Investasi dan Iklim Usaha(Prioritas 7), Lingkungan Hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH DAN TUGAS

BAHAN KULIAH DAN TUGAS BAHAN KULIAH DAN TUGAS SISTEM INDUSTRI KECIL MENENGAH MAGISTER TEKNIK SISTEM FAKULTAS TEKNIK UGM Ir. SUPRANTO, MSc., PhD. 3/13/2012 supranto@chemeng.ugm.ac.id. 1 PERANAN IKM DALAM MENOPANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, 13 FEBRUARI 2013 PEMBAHASAN I. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI II. KINERJA

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Perkebunan pada Acara Semiloka Gula Nasional 2013 Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Mewujudkan Ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 96/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT

Lebih terperinci

REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR

REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM / KEGIATAN PERINDUSTRIAN 1 Meningkatnya perkembangan

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN)

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) Pokok Bahasan I II III IV V PENDAHULUAN PERANAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PROGRAM KERJA DITJEN BIM 2012 PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI (P3DN) ISU STRATEGIS DITJEN BIM 2012 2 I PENDAHULUAN PERMENPERIN

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

II Tahun Anggaran 2013

II Tahun Anggaran 2013 Tahun Anggaran 2013 II Laporan Konsolidasi Program Dirinci Menurut Kegiatan Laporan Konsolidasi Program Dirinci Menurut Fungsi dan Subfungsi Kendala Yang Dihadapi dan Tindak Lanjut Tahun Anggaran 2013

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Industri manufaktur merupakan sektor strategis di dalam perekonomian nasional. Hal itu ditegaskan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 dinyatakan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci