STUDI DAMPAK REKLAMASI DI KAWASAN KENJERAN DENGAN PENEKANAN PADA POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI DAMPAK REKLAMASI DI KAWASAN KENJERAN DENGAN PENEKANAN PADA POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN"

Transkripsi

1 STUDI DAMPAK REKLAMASI DI KAWASAN KENJERAN DENGAN PENEKANAN PADA POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN Achmadi BAMBANG *1, Kriyo SAMBODHO 2,SUNTOYO 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS 2 Dosen Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS * bambang_achmadi@yahoo.com ABSTRAK Kawasan reklamasi pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru. Di Surabaya akan direncanakan reklamasi pantai yang lokasinya terletak pada zona III Wilayah Laut Surabaya dari ujung timur laut sampai timur yang berada pada wilayah Kecamatan Bulak sampai Kecamatan Kenjeran dengan luas ± 320 ha. Tugas akhir ini meneliti tentang perubahan pola arus yang terjadi di kawasan Kenjeran akibat adanya reklamasi dengan parameter kecepatan arus yang terjadi pada tiap titik tinjauan dan tiap alternatif desain reklamasi yang dimodelkan dengan Mike 21. Pola arus dan transpor sedimen yang terjadi di kawasan Kenjeran mengalami perubahan. Besarnya sedimen pada kondisi eksisting yaitu m 3. Selisih volume sedimentasi sebelum dan sesudah dilakukannya reklamasi di Kenjeran dibagi dalam beberapa alternatif desain, untuk alternatif desain 1 didapatkan selisih m 3, untuk alternatif 2 didapatkan m 3, untuk alternatif 3 didapatkan m 3. Walaupun sedimentasi bernilai negatif atau dengan kata lain terjadi erosi, namun angka yang terjadi tidak signifikan. Kata Kunci : reklamasi, pola arus, sedimentasi 1. Pendahuluan Wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industry, pelabuhan, pertambakan, pertanian/perikanan,pariwisata dan sebagainya. Adanya berbagai kegiatan tersebut dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan akan lahan, prasarana dan sebagainya, yang selanjutnya akan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru seperti erosi dan sedimentasi Kota Surabaya merupakan kota yang sangat potensial dengan segala kelebihannya, baik secara ekonomi maupun kepariwisataan. Tingkat pertumbuhan penduduk Surabaya sebesar 1,2 % setahun, sehingga dibutuhkanlah lahan baru yang digunakan untuk hunian dan pengembangan pariwisata jangka panjang. Oleh sebab itu direncanakanlah reklamasi di wilayah Kecamatan Bulak dan Tambak Wedi seluah kira-kira 320 hektar. Selat Madura Gambar 1. Lokasi rrencana reklamasi. Dengan munculnya rencana reklamasi ini maka terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu: -Bagaimanakah pola arus dan transpor sedimen yang terjadi di kawasan Kenjeran setelah adanya reklamasi? -Berapakah selisih volume sedimentasi sebelum dan sesudah dilakukannya reklamasi di Kenjeran? Tulisan ini membahas tentang pola arus dan penjalaran material sedimen setelah direklamasi yang berpotensi mengakibatkan erosi di luar kawasan reklamasi pantai dengan bantuan software Mike

2 21 untuk pemodelan numerisnya. Untuk memfokuskan penelitian, maka perlu adanya batasan masalah, yaitu kawasan yang diteliti hanya di kawasan Kenjeran, data sekunder tahun 2010, peta bathimetri tahun 2010, reklamasi disimulasikan dengan MIKE 21 dan Surfer 9 dengan tigs desain alternatif yang masing-masing seluas kira-kira 320 hektar. 2. Tinjauan Pusataka dan Dasar Teori 2.1. Tinjauan Pustaka Dampak lingkungan dari proyek reklamasi pantai adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Reklamasi pantai yang dilaksanakan pada awal tahun 1980-an dan berlangsung sampai sekarang di Teluk Lampung telah berdampak negatif langsung terhadap nelayan yang wilayah usahanya pada laut dangkal (Sukaraja) maupun nelayan di Dusun Cangkeng Kotakarang. Dampak yang dirasakan oleh nelayan laut dangkal hilangnya beberapa jenis ikan tangkapan seperti rebun, teri, dan kerapan, semakin jauhnya wilayah tangkapan, terumbu karang tersedimentasi oleh lumpur, dan usaha menangkap ikan dengan bubu tidak dapat dilakukan lagi. Akibat dari hal tersebut menurunkan hasil tangkap nelayan yang akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan nelayan. (Hamisi, 2010) 2.2. Dasar Teori Reklamasi Pantai Definisi reklamasi pantai menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.40/PRT/M/2007 adalah kegiatan di tepi pantai yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan (polder), atau drainase. Metode urukan dilakukan dengan cara menguruk tanah timbunan berupa pasir yang diperoleh dari dasar laut dan darat atau berupa tanah lempung, material sisa pembakaran batu bara, limbah padat, dan lainnya Transpor Sedimen Sedimen, yang tersusun dari batuan, mineral, dan material organik, secara alamiah selalu ada dalam sungai, danau, estuary, dan air laut. Sedimen ini terbawa oleh aliran air dari satu tempat ke tempat yang lain sampai mengendap pada lokasi tertentu. Sedimen yang bercampur air dalam jumlah sedikit tidak membuat warna air berubah, sedangkan pada air yang mengandung banyak sedimen dapat berwarna coklat keruh. Sedimen yang terendap pada suatu daerah mempunyai beberapa manfaat bagi kehidupan, antara lain dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, bahan coastal restoration dan sebagai tempat berkembang biak beberapa spesies air. Sedimen yang terlalu sedikit dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, hal ini terjadi di pantai Lousiana yang setiap tahun tergerus karena transpor sedimen yang berasal dari sungai Missisipi terlalu sedikit. Terlalu banyaknya sedimen juga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomis, hal ini dapat dicontohkan pada pelabuhan yang mengalami sedimentasi dapat mengakibatkan pendangkalan, kapal kesulitan keluar masuk kolam labuh, dan kapal harus mengurangi muatan agar tidak kandas (Mc.Anally, 2004) Sedimentasi dapat diartikan sebagai proses terangkutnya/terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989).

3 Ada tiga faktor utama yang mengontrol sebaran sedimen di daerah pantai, yaitu sumber sedimen, tingkat energi gelombang dan kemiringan pantai. Sebaran sedimen sepanjang profil pantai dihasilkan oleh variasi tegak lurus pantai terhadap ukuran sedimen. Selain itu semuanya tergantung pada gerakan air dan karakteristik material pantai yang terangkut. Pada daerah pesisir pantai gerakan dari air dapat terjadi karena adanya kombinasi dari gelombang dan arus. Gelombang dan arus memiliki peranan yang sama besarnya dalam mengaduk dan memindahkan material ke tempat lain. Fenomena diatas juga bergantung pada karakteristik dari material dasar pantai dan pengaruh gelombang dan arus. Material dasar laut yang terangkut dapat berupa bed load seperti misalnya pasir serta melayang untuk jenis material pantai yang dapat tersuspensi berupa lumpur dan lempung. 3. Pemodelan Reklamasi Kenjeran 3.1 Simulasi Model Hidrodinamis dan Validasi Data data yang digunakan adalah data pasut pada wilayah Surabaya dan Karangkleta Bulan Januari 2010 untuk keperluan validasi model selama 24 jam dan simulasi model selama 15 hari. Data pasang surut Karangkleta digunakan sebagai input boundary condition yang ditunjukkan oleh warna merah pada gambar dibawah dan data pasang surut wilayah Surabaya digunakan untuk input boundary condition yang ditunjukkan oleh warna hijau. Sedangkan warna biru adalah garis pantai yang digunakan sebagai garis pantai dari model variasi Gambar 2 Boundary condition Kenjeran Berikut adalah grafik pasang surut Karangkleta dan Surabaya yang digunakan sebagai input boundary condition. Gambar 3 Pasang surut Karangkleta dan Surabaya Januari 2010 Setelah data sekunder didapat maka tahap selanjutnya yaitu pemodelan hidrodinamis. Sebelum data sekunder dimasukkan sebagai input MIKE 21 HD perlu dilakukannya koreksi elevasi karena setiap peramalan baik data pasang surut maupun bathimetri berada pada posisi di bawah MSL (Mean Sea Level). Sehingga untuk meminimalisir kesalahan harus dilakukannya koreksi elevasi tersebut. Untuk validasi pemodelan digunakan output MIKE 21 HD berupa kecepatan arus yang dibandingkan dengan data kecepatan arus dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) di Kenjeran. Tabel 4.1 berikut adalah perbandingan kecepatan arus output MIKE 21 HD dengan kecepatan arus BMKG: Tabel 1 Perbandingan kecepatan arus MIKE 21 dan BMKG Kecepatan Arus Kecepatan Arus Jam Faktor Jam Faktor MIKE 21 BMKG MIKE 21 BMKG E

4 Grafik perbandingan dari tabel perbandingan hasil simulasi dengan data BMKG diatas adalah seperti grafik 4.3 dibawah ini : 0.3 Validasi Data 0.25 Kecepatan Arus (m/s) Jam MIKE 21 BMKG Gambar 4 Perbandingan kecepatan arus MIKE 21 dan BMKG Dari tabel dan grafik di atas bisa kita ketahui bahwa kecepatan arus output MIKE 21 bernilai 100 kali lebih besar dari pengukuran BMKG, maka perlu dilakukan pemfaktoran agar mendapatkan hasil yang valid. Arus pengukuran BMKG bernilai 1/100 dari output MIKE 21, sehingga hasil sedimentasi yang terjadi di lapangan adalah nilai output MIKE 21 dikalikan dengan 1/100. Output MIKE 21 ini didapat dari input angka Manning sebesar 20 m 1/3 /s dan konstanta Smagorinsky sebesar 0.28 Selain cara diatas, validasi juga dapat dilakukan dengan menyesuaikan hasil perbandingan besar pasang surut yang terjadi antara Karangkleta dan Surabaya Pelabuhan, dimana dari perbedaan besar pasang surut akan menentukan arah arus yang terjadi. Arus akan mengalir dari pasang surut tinggi menuju pasang surut rendah. Data pasang surut yang digunakan yaitu pada tanggal 15 Januari 2010 dimana terjadi 3 kali pasang dan 2 kali surut. Berikut grafik perbandingan tersebut: Perbandingan Pasut Karangkleta Surabaya 15 Januari 2010 pasut (m) Gambar 5 Perbandingan Pasang Surut Karangkleta dan Surabaya Model numeris yang dilakukan dengan bantuan MIKE 21 dapat dikatakan valid jika arah aliran menunjukkan seperti keadaan sesungguhnya. Untuk membuktikannya, dilakukan validasi pada beberapa waktu yang ditunjukkan pada gambar 6 berikut: jam karangkleta Surabaya Gambar 6 Waktu Pengamatan untuk Validasi Model Tanggal 15 Januari 2010 Waktu-waktu yang diamati untuk validasi antara lain: 1. Pukul (Garis kuning menunjukkan pada saat terjadi surut maksimum) 2. Pukul (Garis hijau menunjukkan keadaan menuju pasang) 3. Pukul (Garis ungu menandakan pasang) 4. Pukul (Garis merah menandakan keadaan menuju surut)

5 5. Pukul (Garis hitam menandakan keadaan akan pasang) Pada garis kuning terjadi saat pukul atau pada time step ke 29, sedangkan garis hijau pukul atau pada time step Gambar 7 Cuplikan Simulasi pada time step 29 Gambar 8 Cuplikan Simulasi pada time step 31 Garis ungu atau keadaan pasang terjadi pada pukul atau time step ke 35, dan pada pukul atau time step Gambar 9 Cuplikan Simulasi pada time step 35 Gambar 10 Cuplikan Simulasi pada time step Gambar 11 Cuplikan Simulasi pada time step 45 Dari kelima hasil pemodelan, dapat dilihat dari gambar dan grafik perbandingan pasut bahwa arus bergerak dari nilai yang tinggi ke nilai yang rendah, dengan demikian bisa dikatakan bahwa pemodelan dengan MIKE 21 HD ini valid dan bisa dilanjutkan untuk pemodelan sedimentasi Kenjeran. 4. Simulasi Model Reklamasi Kenjeran 4.1 Analisa Pola Arus Setelah melakukan validasi dengan menggunakan kondisi eksisting kenjeran, maka dilakukan running lagi dengan menggunakan input besaran yang digunakan dalam validasi yang akan dijadikan juga input untuk rancangan alternatif model reklamasi. Alternatif model reklamasi tersebut antara lain:

6 Alternatif 1, area reklamasi dengan luas ±320 ha yang terpisah dari kenjeran dan dihubungkan dengan jembatan yang tidak dimodelkan dalam MIKE21 Alternatif 2, area reklamasi dengan luas ±320 ha yang menyatu dengan pantai kenjeran Alternatif 3, hampir sama dengan alternatif 1 akan tetapi penghubung antara area reklamasi dan kenjeran dimodelkan dalam MIKE 21 Alternatif model ini digunakan untuk mencari model manakah yang memiliki pola arus yang tidak terlalu berbeda dengan keadaan sesungguhnya di kenjeran dan memiliki sedimentasi terendah, sehingga dapat diaplikasikan kedepannya. Waktu simulasi untuk masing masing model adalah selama 15 hari untuk mendapatkan data kecepatan arus pada titik yang ditinjau dan mendapatkan besar volume sedimen untuk masing masing model. Asumsi data pasang surut yang digunakan sebagai tinjauan pasang dan surut dalam pemodelan Mike adalah pasang surut Karangkleta. Titik yang ditinjau untuk semua model seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2 Koordinat titik tinjauan Titik Easting Northing Gambar 12 Lokasi Titik Tinjauan Asumsi pola arus pada tiap-tiap titik dan model ini tidak divalidasi karena ketiadaan data pengamatan, sehingga keluaran pola arus ini beracuan pada perhitungan dalam MIKE 21 Hydrodinamic Module. Time step yang ditinjau pada kondisi 2 pasang tertinggi dan 2 surut terendah pada saat dilakukan simulasi model pada Mike 21 dengan berpedoman pada grafik perbandingan pasut antara Karangkleta dan Surabaya, didapatkanlah time step ke 29, 46, 340, dan Perbandingan Pasut Karangkleta dan Surabaya pasang surut (m) Gambar 13 Perbandingan Pasang Surut saat Pemodelan Tanggal karangkleta Surabaya Setelah ditetapkan titik pengamatan dan time step untuk ditinjau dalam pemodelan, maka didapatkan hasil simulasi MIKE 21 untuk kecepatan arus di tiap titik pengamatan dan time step tinjauan. Berikut adalah hasil running pemodelan pada kondisi eksisting atau belum ada reklamasi pada time step 29, dan alternatif 1 pada time step 46:

7 Gambar 14 Hasil running pemodelan kondisi eksisiting time step 29 dan hasil running pemodelan alternatif 1 time step 46 Pada alternatif 1 ini bisa dilihat arus di sekitar area reklamasi mengalami perubahan karena adanya area reklamasi itu sendiri. Pada alternatif 2, titik tinjauan hanya 3 karena titik 1 merupakan bagian reklamasi, berikut gambarnya: Gambar 15 Hasil running pemodelan alternatif 2 time step 340 dan hasil running pemodelan alternatif 3 time step 357 Arus yang terjadi pada alternatif 2 seperti arus pada kondisi eksisting, akan tetapi arus berbelok melewati area reklamasi, pada time step ini arus sedang berbaur karena merupakan surut maksimum. Untuk alternatif 3, bisa dilihat bahwa arus yang berada di antara pantai dan area reklamasi sangatlah kecil, karena terhubungnya area reklamasi dengan pantai, sehingga arus sebagian besar melewati daerah terluar dari area reklamasi. Berikut adalah tabel kecepatan arus tiap time step yang ditinjau dari 4 titik pengamatan dalam kondisi eksisting dan alternatif pemodelan: Tabel 3 Kecepatan Arus Tiap Kondisi Kondisi Titik Kecepatan arus pada tiap time step (m/s) Eksisting Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif

8 Apabila data dalam tabel tersebut disajikan dalam bentuk grafik, maka akan terlihat perbedaan kecepatan arus yang memperlihatkan terjadi perubahan pola arus dari sebelum ada reklamasi dan ada reklamasi. Berikut adalah grafik-grafiknya: Kecepatan Arus (m/s) Titik 1 29 Eksisting Alternatif 46 Time 1 Step Alternatif Alternatif Gambar 16 Kecepatan arus pada titik tinjauan 1 Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa kecepatan arus bervariasi sesuai dengan keadaannya, patokan yang digunakan yaitu garis eksisting yang merupakan keadaan sebelum ada reklamasi. Sebelum ada reklamasi kecepatan arus di step 29 sebesar m/s, meningkat menjadi m/s setelah adanya reklamasi dengan desain reklamasi alternatif 1. Pada alternatif 2 bernilai 0 karena titik tersebut merupakan bagian reklamasi alternatif 2, sedangkan yang menarik yaitu pada alternative 3, arus disana sangat rendah karena desainnya yang terdapat penghubung atau jembatan kecil antara area reklamasi dengan Kenjeran yang ikut dimodelkan sebagai area reklamasi. Kecepatan Arus (m/s) Titik 2 29 Eksisting Alternatif 46 Time 1 Step Alternatif Alternatif Gambar 17 Kecepatan arus pada titik tinjauan 2 Dari grafik titik tinjau 2 ini dapat diamati bahwa kecepatan arus di kondisi eksisiting lebih besar karena tidak ada penghalang atau dalam keadaan normal. Sedangkan untuk alternatif 1 sampai 3 lebih rendah karena di titik ini terpengaruh oleh adanya reklamasi. Kecepatan Arus (m/s) Titik 3 29 Eksisting Alternatif 46 Time 1 Step Alternatif Alternatif Gambar 18 Kecepatan arus pada titik tinjauan 3 Kecepatan Arus (m/s) Titik Time Step Eksisting Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Gambar 19 Kecepatan arus pada titik tinjauan 4 Pada titik tinjau 3 dan 4 juga terjadi dinamika kecepatan arus apabila dibandingkan dengan kecepatan arus sebelum adanya reklamasi di tiap time step, ada yang bertambah besar ada pula yang bertambah kecil, sesuai dengan titik tinjauannya, hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan pola arus sebelum dan sesudah dilakukannya reklamasi. 4.2 Analisa Transpor Sedimen Dengan terjadinya dinamika kecepatan arus maka terjadi pula dinamika transpor sedimen, dibuktikan dengan berubahnya volum sedimen dari kondisi sebelum ada reklamasi sampai adanya

9 reklamasi dengan berbagai alternatif desain. Berikut adalah hasil-hasil tinjauan perhitungan sedimentasi pada tiap time step: Gambar 20 Hasil running pemodelan kondisi eksisting time step 29 dan alternatif 1 time step 46 Perhitungan volum sedimen ini dibantu dengan bantuan software Surfer 9. Perhitungan volum sedimen ini diambil sesuai dengan time step-nya dengan skala warna yang sama, sehingga bisa terlihat perbedaan nilainya tiap time step, pada alternatif 1 dan 2 saja kita bias melihat bahwa terjadi perbedaan sedimentasi yang jelas tiap desain dan tiap time step. Gambar 21 Hasil running pemodelan alternatif 2 time step 340 dan alternatif 3 time step 357 Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan pola arus yang terjadi di suatu kawasan akan mengakibatkan pula perubahan transpor sedimen. Tabel 4 berikut adalah nilai perubahan permukaan dasar tiap time step yang ditinjau dari 4 titik pengamatan dalam kondisi eksisting dan alternatif pemodelan Kondisi Eksisting Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Tabel 4 Perubahan permukaan dasar tiap kondisi Titik Perubahan Permukaan Dasar (m) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-13

10 4 9.73E E E E-18 Apabila data dalam tabel tersebut disajikan dalam bentuk grafik, maka akan terlihat perbedaan permukaan dasar yang memperlihatkan terjadi perubahan transpor sedimen dari sebelum ada reklamasi dan setelah ada reklamasi. Berikut adalah grafik-grafiknya: Perubahan Permukaan Dasar (m) Perubahan Permukaan Dasar (m) Perubahan Permukaan Dasar (m) E E E E E E E+00 Titik 1 Eksisting 29 Alternatif 46 1 Time Step Alternatif Alternatif Gambar 22 Perubahan permukaan dasar pada titik tinjau 1 Titik 2 Alternatif 29 1 Alternatif 46 Time 2 StepEksisting 340 Alternatif Gambar 23 Perubahan permukaan dasar pada titik tinjau 2 Titik 3 Alternatif 29 1 Alternatif 46 Time 2 StepEksisting 340 Alternatif Gambar 24 Perubahan permukaan dasar pada titik tinjau 3 Perubahan Permukaan Dasar (m) 0.00E+00 Titik Time Step Alternatif 1 Alternatif 2 Eksisting Alternatif 3 Gambar 24 Perubahan permukaan dasar pada titik tinjau 4 Dari keempat grafik diatas dapat dilihat bahwa sedimentasi yang terjadi berbeda di setiap titik tinjaunya pada tiap time step-nya. 4.3 Perbandingan Sedimentasi Berbagai Alternatif desain Data besarnya sedimen didapatkan dari hasil running Mike 21 Sand Transport module pada time step terakhir atau pada hari ke 15, karena di hari tersebut kita bisa mengetahui transpor sedimen dari awal kita pemodelan sampai akhir. Besarnya sedimen pada kondisi eksisting yaitu m 3. Untuk alternatif 1 yaitu sebesar m3, pada alternatif 2 sebesar m 3, dan pada alternatif 3 yaitu sebesar m 3. Kemudian untuk mengetahui perbandingan volume sedimen dari masing masing desain akan digunakan Surfer 9 untuk dapat meng-overlay masing masing kontur. Asumsi yang digunakan untuk melakukan overlay adalah time step terakhir, kemudian akan di-overlay antara desain yang satu dengan lainnya untuk mencari selisih sedimentasi sebelum dan sesudah adanya reklamasi di Kenjeran. 4.4 Kondisi Eksisiting

11 Gambar 25 Hasil Simulasi Sand Transport pada time step 360 Hasil perhitungan volum sedimen kondisi eksisiting pada Surfer 9 yaitu sebesar m 3. Kondisi eksisting inilah yang nantinya akan menjadi penyelisih dari alternatif desain reklamasinya, sehingga akan terlihat selisih volum sebelum dan sesudah adanya reklamasi. 4.5 Selisih Alternatif 1 dengan Eksisiting Untuk mendapatkan selisih volum yang tepat, maka dikurangkan volum hasil output alternatif 1 dengan hasil output eksisiting dengan menggunakan boundary line alternatif 1 agar didapatkan hasil yang setara. Hasil selisih volume ini yaitu m 3, tanda negatif (-) disini menunjukkan bahwa di daerah pemodelan yang didalamnya terdapat desain reklamasi alternatif 1 mengalami erosi. Lokasi erosi bisa dilihat pada gambar 25 berikut ini: 4.6 Selisih Alternatif 2 dengan Eksisiting Gambar 26 Overlay Alternatif 1 dengan Eksisiting Gambar 27 Overlay Alternatif 2 dengan Eksisting Dengan metode overlay yang sama dengan alternatif 1, didapatkan selisih volum pada alternatif 2 sebesar m Selisih Alternatif 3 dengan Eksisiting

12 Gambar 28 Overlay Alternatif 3 dengan Eksisting Seperti halnya selisih volum pada alternatif 2 dengan eksisting didapatkan nilai selisih sebesar m 3 untuk selisih alternatif 3 dengan eksisting. Setelah nilai sedimentasi ditemukan maka difaktorkan dengan 1/100 seperti pada saat validasi data di atas, maka selisih volum yang terjadi yaitu: - Volum Eksisting = m 3 - Selisih volum alternatif 1 dengan eksisting = m 3 - Selisih volum alternatif 2 dengan eksisting = m 3 - Selisih volum alternatif 3 dengan eksisting = m 3 5.Kesimpulan Dari pemodelan reklamasi Kenjeran dapat ditarik kesimpulan: 1. Pola arus dan transpor sedimen yang terjadi di kawasan Kenjeran setelah adanya reklamasi mengalami perubahan,. 2. Selisih volume sedimentasi sebelum dan sesudah dilakukannya reklamasi di Kenjeran dibagi dalam beberapa alternatif desain, untuk alternatif desain 1 didapatkan selisih m 3, untuk alternatif 2 didapatkan m 3, untuk alternatif 3 didapatkan m 3. Nilai selisih tersebut bernilai negatif (-) berarti keadaan sedimentasi yang terjadi yaitu erosi, dan nilai selisih sangatlah kecil sehingga erosi yang terjadi setelah adanya reklamasi tidak terlalu signifikan. Daftar Pustaka Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Kondisi Ekonomi-Sosial Nelayan Di Teluk Lampung, (diunggah Januari 2010) DHI MIKE 21 and MIKE 3 FM Scientific Document. Denmark: DHI Software Gustave. (diunggah Februari 2010) Hamisi, Darius A. Reklamasi Pantai dan Dampaknya Terhadap Wilayah Pesisir. (diunggah April 2010) (diakses jam tgl 31 des 201) McAnally,William H., Julia F. Haydel, Gaurav Savant.2004.Port Sedimentation Solutions for the Tennessee-Tombigbee Waterway in Mississippi.Missisipi Peraturan Daerah Kota Surabaya No.3 Tahun 2007 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.40/PRT/M/2007 Poerbandono, N Survey Hidrografi. Bandung : Refika Aditama Pratikto, W.A. Haryo D.A, Suntoyo Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut. Yogyakarta :BPFE Salim, Hang Tuah. Konsep Reklamasi Pantai Berwawasan Lingkungan. Indo Pos 7 Desember Susanti, Triana Tugas Akhir : Pemodelan Kualitas Air Laut pada Saat Konstruksi Jembatan Suramadu.Surabaya Triatmodjo, B Teknik Pantai. Yogyakarta : Beta Offset. U.S.Army Corp Engineering Shore Protection Manual.Missisipi, 4 th ed.vol I

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik Fiqyh Trisnawan W 1), Widi A. Pratikto 2), dan Suntoyo

Lebih terperinci

PRESENTASI SEMINAR TUGAS AKHIR

PRESENTASI SEMINAR TUGAS AKHIR PRESENTASI SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : FIQYH TRISNAWAN WICAKSONO 4309 100 073 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Widi Agus Pratikto, M.Sc, Ph.D NIP. 195308161980031004 Dan Suntoyo, ST., M.Eng, Ph.D. NIP. 197107231995121001

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

STUDI PENANGGULANGAN SEDIMENTASI DI PELABUHAN DOMESTIK PT. TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA

STUDI PENANGGULANGAN SEDIMENTASI DI PELABUHAN DOMESTIK PT. TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA STUDI PENANGGULANGAN SEDIMENTASI DI PELABUHAN DOMESTIK PT. TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA M. Habib M. Al Hakim 1, Haryo D. Armono 2, Suntoyo 3 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan

Lebih terperinci

Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang

Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang JURNAL POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang Azhar Ghipari, Suntoyo, Haryo Dwito Armono Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban Liyani, Kriyo Sambodho, dan Suntoyo Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

Jurusan Teknik Kelautan - FTK Oleh : Gita Angraeni (4310100048) Pembimbing : Suntoyo, ST., M.Eng., Ph.D Dr. Eng. Muhammad Zikra, ST., M.Sc 6 Juli 2014 Jurusan Teknik Kelautan - FTK Latar Belakang Pembuangan lumpur Perubahan kualitas

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong Gita Angraeni (1), Suntoyo (2), dan

Lebih terperinci

Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak.

Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak. PERBANDINGAN TINGKAT SEDIMENTASI ANTARA KONDISI EKSISTING DENGAN ALTERNATIF KONDISI LAINNYA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEMANGKAT KALIMANTAN BARAT Sadri 1 1 Dosen Politeknik Negeri Pontianak cadrie_kobar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011 PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 0 BAB

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana banjir seakan telah dan akan tetap menjadi persoalan yang tidak memiliki akhir bagi umat manusia di seluruh dunia sejak dulu, saat ini dan bahkan sampai di masa

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo Nurin Hidayati 1, Hery Setiawan Purnawali 2 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Email: nurin_hiday@ub.ac.id

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

STUDI PEMILIHAN LOKASI ALTERNATIF PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

STUDI PEMILIHAN LOKASI ALTERNATIF PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.3 Hal. 113-122 Jakarta, Desember 2008 ISSN 1907-1043 STUDI PEMILIHAN LOKASI ALTERNATIF PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Syaefudin Peneliti Bidang

Lebih terperinci

Ujian P3 Tugas Akhir. Oleh : RACHMAT HIDAYAH

Ujian P3 Tugas Akhir. Oleh : RACHMAT HIDAYAH Ujian P3 Tugas Akhir ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI JASRI DI KABUPATEN KARANG ASEM, BALI MENGGUNAKAN SOFTWARE GENERALIZED MODEL for SIMULATING SHORELINE CHANGE (GENESIS) Oleh : RACHMAT HIDAYAH 4308100014

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir berikut: 74 dengan SMS Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta

Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta A543 Pemodelan Hidrodinamika 3-Dimensi Pola Persebaran Sedimentasi Pra dan Pasca Reklamasi Teluk Jakarta Evasari Aprilia dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG

POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG POLA ARUS DAN TRANSPOR SEDIMEN PADA KASUS PEMBENTUKAN TANAH TIMBUL PULAU PUTERI KABUPATEN KARAWANG Andi W. Dwinanto, Noir P. Purba, Syawaludin A. Harahap, dan Mega L. Syamsudin Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit

Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Studi Perubahan Fisik Kawasan Pesisir Surabaya dan Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu Menggunakan Citra Satelit Mifta Nur Rohmah 1), Dr. Ir. Muhammad Taufik 2) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi DIY mempunyai pantai sepanjang kurang lebih 110 km yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan sangat besar. Potensi lestari sumberdaya ikan di Samudra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Software aplikasi hitungan pasut ini dibuat menggunakan bahasa program Borland

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang sangat intensif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA

PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA Veri Yulianto*, Wahyu Aditya Nugraha, Petrus Subardjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Oseanografi,

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 20-27 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Sebaran Sedimen Dasar Di Muara Sungai Silugonggo Kecamatan Batangan, Kabupaten

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan TUGAS AKHIR Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan Batimetri di Perairan Teluk Tomini Zuriati achmad 4307100048 LATAR BELAKANG Teluk Tomini merupakan salah satu teluk terbesar

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI 6.1. Pemilihan Jenis Pelindung Pantai Perlindungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan KAJIAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DALAM UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN PESISIR DI KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto dan Wahyu Andy Nugraha Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL Erni Kusumawati *), Ibnu Pratikto, Petrus Subardjo Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong Bandoeng, Belitung Timur

Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong Bandoeng, Belitung Timur Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 3 No. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2017 Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

PENGENDALIAN AIR DALAM REKLAMASI DI DKI JAKARTA

PENGENDALIAN AIR DALAM REKLAMASI DI DKI JAKARTA Diskusi Reklamasi Jakarta Utara Forum Guru Besar ITB Tanggal 28 Mei 2016 Di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, Bandung PENGENDALIAN AIR DALAM REKLAMASI DI DKI JAKARTA Indratmo Soekarno KK- Teknik Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang efektif dalam

Lebih terperinci

MODUL 2 PELATIHAN PROGRAM DHI MIKE MODUL HYDRODYNAMIC FLOW MODEL (HD) PROGRAM MAGISTER TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

MODUL 2 PELATIHAN PROGRAM DHI MIKE MODUL HYDRODYNAMIC FLOW MODEL (HD) PROGRAM MAGISTER TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN MODUL 2 PELATIHAN PROGRAM DHI MIKE MODUL HYDRODYNAMIC FLOW MODEL (HD) PROGRAM MAGISTER TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013 1. PENDAHULUAN DHI Mike merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Garis Pantai Jasri, Kabupaten Karangasem Bali

Analisa Perubahan Garis Pantai Jasri, Kabupaten Karangasem Bali JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-259 Analisa Perubahan Garis Pantai Jasri, Kabupaten Karangasem Bali Rachmat Hidayah, Suntoyo, dan Haryo Dwito Armono Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh :

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Vivieta Rima Radhista 1, Aries Dwi Siswanto 1, Eva Ari Wahyuni 2 1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Garis Pantai Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah (Bambang Triatmojo, Teknik Pantai ). Garis

Lebih terperinci

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung DAERAH PESISIR Perubahan Iklim dan Sistem Pesisir Menunjukkan Faktor Utama Perubahan Iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai adalah suatu wilayah yang mengalami kontak langsung dengan aktivitas manusia dan kontak dengan fenomena alam terutama yang berasal dari laut. Fenomena

Lebih terperinci

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 96 BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK 6.1 Perlindungan Muara Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI e FIAT JUSTITIA MS & PARTNERS LAW OFFICE NEWSLETTER 10 September 2016 www.msp-lawoffice.com MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI Kajian terhadap Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/

Lebih terperinci

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa Reklamasi Rawa Manajemen Rawa Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL DAMPAK PENGEMBANGAN REKLAMASI TERHADAP LAJU SEDIMENTASI DAN POLA ARUS DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA (PAMURBAYA)

HALAMAN JUDUL DAMPAK PENGEMBANGAN REKLAMASI TERHADAP LAJU SEDIMENTASI DAN POLA ARUS DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA (PAMURBAYA) HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR MO 141326 DAMPAK PENGEMBANGAN REKLAMASI TERHADAP LAJU SEDIMENTASI DAN POLA ARUS DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA (PAMURBAYA) Moh. Iqbal Hidayah NRP. 4313100053 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Studi pustaka terhadap materi desain. Mendata nara sumber dari instansi terkait

BAB III METODOLOGI. Studi pustaka terhadap materi desain. Mendata nara sumber dari instansi terkait BAB III METODOLOGI 3.1 Persiapan Persiapan merupakan rangkaian sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap persiapan disusun hal hal yang harus dilakukan dengan tujuan untuk efektifitas

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS Pemodelan dilakukan dengan menggunakan kontur eksperimen yang sudah ada, artificial dan studi kasus Aceh. Skenario dan persamaan pengatur yang digunakan adalah: Eksperimental

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL

PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA TEGAL JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 179-184 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN DAERAH YANG TERGENANG BANJIR PASANG AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten merupakan provinsi baru hasil dari pemekaran Provinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

Perubahan Garis Pantai

Perubahan Garis Pantai Pemanasan Global Kenaikan Muka Air L aut Perubahan Garis Pantai Bagaimana karakteristik garis Pantai di kawasan pesisir Pantai Gresik? Bagaimana prediksi kenaikan muka air laut yang terjadi di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Penelitian ini dimodelkan dengan manggunakan software iric : Nays2DH 1.0 yang dikembangkan oleh Hiroshi Takebayashi dari Kyoto University dan Yasutuki Shimizu

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1, Wahyu Andy Nugraha 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Fenomena dan dinamika

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 731-740 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose DISTRIBUSI SEDIMEN TERSUSPENSI BERDASARKAN ARUS PASANG SURUT DI MUARA SUNGAI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1) PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 1 (215), Hal.21-28 ISSN : 2337-824 Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN

ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN Dosen Pembimbing: 1. Suntoyo, ST, M.Eng, Ph.D 2. Dr. Kriyo Sambodho, ST, M.Eng Oleh: Liyani NRP. 4308100040

Lebih terperinci

DAMPAK ANGKUTAN SEDIMEN TERHADAP PEMBENTUKAN DELTA DI MUARA SUNGAI BONE, PROVINSI GORONTALO

DAMPAK ANGKUTAN SEDIMEN TERHADAP PEMBENTUKAN DELTA DI MUARA SUNGAI BONE, PROVINSI GORONTALO DAMPAK ANGKUTAN SEDIMEN TERHADAP PEMBENTUKAN DELTA DI MUARA SUNGAI BONE, PROVINSI GORONTALO Ari Mulerli Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Jln. Ir. H. Juanda 193 Bandung, Telp/Fax

Lebih terperinci