BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan perkataan Strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita sebut sebagai Tindak Pidana di dalam KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan Strafbaarfeit tersebut. Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana. 28 Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini akan disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masingmasing sehingga jelas letak perbedaannya. 1. Aliran Monistis Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel 28 Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991, Hal. 25

2 mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-Undang, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Menurut Karni, Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya pemisahan antara Criminal Act dan Criminal Responsibility Aliran Dualistis Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah tidak lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, selanjutnya menurut beliau bahwa menurut teori Strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut. Pandangan golongan dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat. 30 Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu: 1. Aliran Monistis 29 Ibid, hal Ibid, hal 27-28

3 Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah: a. Perbuatan manusia b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum d. Dilakukan dengan kesalahan e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur subjektif. Yang disebut sebagai unsur objektif dari Strafbaarfeit adalah : a. Perbuatan orang b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat Openbaar atau dimuka umum. Unsur subjektif dari Strafbaarfeit adalah : a. Orangnya mampu bertanggung jawab b. Adalah kesalahan (dolus atau culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Menurut Van Hamel, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah : a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang b. Bersifat melawan hukum c. Dilakukan dengan kesalahan d. Patut dipidana. 31 Menurut E. Mezger, unsur-unsur tindak pidana adalah : 31 Ibid, hal 26

4 a. Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia b. Sifat melawan hukum c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang d. Diancam dengan pidana Aliran Dualistis Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan : 1. Kelakuan manusia 2. Diancam pidana dalam undang-undang Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Perbuatan manusia 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (syarat materil) Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena : Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Selanjutnya Moeljatno berpendapat : Bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak orang yang berbuat Ibid 33 Ibid, hal. 27

5 Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah. Melakukan perbuatan pidana belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab. Jika seseorang melakukan tindak pidana kejahatan dan harus masuk ke dalam persidangan. Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti: rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) harus bertindak jika terjadi pelanggaran. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturanaturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan. Lapangan kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan. B. PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN A. Pengaturan Tindak Pidana Dalam Bidang Perbankan Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenal adanya istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan, tetapi

6 di dalam kepustakaan hukum pidana dikenal adanya kedua istilah tersebut, meskipun belum terdapat adanya pengertian yang seragam terhadap masingmasing istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana dibidang perbankan. Menurut Marulak Pardede 34 pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang diubah menjadi Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998, sedangkan yang dimaksud dengan istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang di atur dalam undang-undang yang sifatnya intern. Pengertian istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan yang telah diberikan oleh Marulak Pardede tersebut, maka dapat diketahui bahwa dalam pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan lebih luas dibanding istilah tindak pidana di bidang perbankan sudah termasuk tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang perbankan dan Undangundang tentang Bank Indonesia. Marwan Effendi 35 memberikan pengertian istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana sebagaimana dirumuskan di dalam Undang-Undang tentang perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sedang tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang bersangkutan patut dengan tindak pidana lain yang terkait dengan perbankan, seperti KUHP, Undang-Undang tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Tindak 34 Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Pustaka Sinar Harapan, Jakarta) Tahun 1995, cetakan Pertama.Hal Marwan Effendi, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana (CV Sumber Ilmu Jaya, Jakarta Tahun 2005 cetakan Pertama) hal 13,14

7 Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Lalu Lintas Devisa dan sistem nilai tukar dan lain sebagainya. Pengertian istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana dibidang perbankan adalah seperti tersebut diatas dapat diketahui bahwa menurut Marwan Effendi dalam pengertian istilah tindak pidana dibidang perbankan tidak dapat dikatakan lebih luas atau lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian tindak pidana perbankan, karena masing masing istilah tersebut memuat pengertian yang berbeda, yaitu dalam pengertian istilah tindak pidana perbankan memuat pengertian perumusan tindak pidana sebagaimana yang terdapat dalam Undang- Undang tentang perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sedang dalam pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan memuat pengertian tindak pidana yang bersangkut paut dengan tindak pidana lain yang terkait dengan perbankan atau tindak pidana selain tindak pidana yang dirumuskan di dalam Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh merulak Pardede dan Marwan Effendi, menurut M. Sholehuddin 36, istilah tindak pidana perbankan tidak hanya mencakup setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Undang- Undang perbankan nomor 6 Tahun 2009, Peraturan Hukum Pidana Khusus, seperti Undang-Undang tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang- Undang tentang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang tentang Lalu lintas Devisa dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Subversi M. Sholehuddin, Tindak Pidana Perbankan ( PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun1997) hal, UU Nomor 11 PNPS tentang Pembrantasan Kegiatan Subversi pada saat sekarang sudah dinyatakan tidak berlaku dengan UU No. 26 tahun 1999.

8 Setelah dikemukakan adanya istilah tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan beserta pengertiannya dalam kepustakaan hukum pidana, maka timbul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan tindak pidana dibidang perbankan dalam pasal 2 ayat (1) huruf g. Menurut penulis yang dimaksud dengan pengertian tindak pidana dibidang perbankan, tersebut adalah pengertian tindak pidana dibidang perbankan yang diberikan oleh Marulak Pardede atau pengertian tindak pidana di bidang perbankan yang diberikan oleh M. Sholehuddin atau tindak pidana di bidang perbankan yang diberikan oleh seminar Tindak Pidana Bidang Perbankan, karena dalam ketiga pengertian yang dimaksud sudah termasuk tindak pidana seperti yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1992 yang diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 3Tahun Tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crime against the bank). 38 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tindak pidana di bidang perbankan terdiri dari tiga belas (13) macam, namun dalam penulisan ini hanya membahas 4 (empat) macam tindak pidana dalam perbankan yaitu Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, Tindak Pidana yang berkaitan dengan 38 Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia Kencana, Jakarta,2006, hal 149

9 rahasia bank, Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank dan Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank. B. Jenis Tindak Pidana di Bidang Perbankan 1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan Tindak pidana di bidang perbankan yang tergolong dalam kelompok ini adalah tindak pidana yang berhubungan dengan perizinan pendirian bank sebagai lembaga keuangan. Setiap orang yang ingin mendirikan bank, tentunya harus memenuhi syarat-syarat atau ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang. Pihak yang mendirikan bank, tetapi bank tersebut didirikan tidak berdasarkan atas syarat atau ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang, pihak pendiri bank tersebut dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini dan Bank yang telah didirikan tersebut dinamakan bank gelap. 39 Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, terdapat dalam Pasal 46, yang berbunyi: Ayat (1): Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp ,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,- (dua ratus miliar rupiah). Ayat (2): Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di lakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseorangan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan 39 Dikutif dari click-gtg.blogspot.com/2009/03/tindak-pidana-bank.html, diakses pada tanggal 18oktober 2014

10 perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. 2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 47A yang berbunyi: Ayat (1): Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,- (dua ratus miliar rupiah). Ayat (2): Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,- (delapan miliar rupiah). Pasal 47A: Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,- (lima belas miliar rupiah). Terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, ada beberapa pengecualian sehingga pihak yang melakukan tindak pidana rahasia bank yang dikecualikan tersebut, tidak dipidana. Pengecualian tersebut adalah: Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Perpajakan. 40 Ibid.

11 Pada awalnya berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, untuk kepentingan perpajakan, Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat menyurat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak. Ketentuan tersebut telah mengalami perubahan seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi: Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Dalam hal pembukaan rahasia bank tersebut, maka pembukaannya harus ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Sedangkan mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lainnya, tidak diperlukan permintaan.hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan. 2. Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Penyelesaian Piutang Negara.

12 Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk penyelesaian piutang Negara merupakan ketentuan yang baru. Pasal yang mengatur untuk itu, yaitu Pasal 41A menyatakan bahwa: Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur. Izin untuk pembukaan rahasia dalam rangka penyelesaian Piutang Negara tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan tertulis oleh Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara serta Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.Permintaan tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan. 3. Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Peradilan. Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri keuangan dapat memberi izin, secara tertulis, kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/ terdakwa pada bank. Selain izin dari Menteri Keuangan, juga harus ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Sedangkan menyangkut perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, informasi dan keterangan dapat diberikan tanpa izin dari Menteri Keuangan. Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara

13 tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 4. Pengawasan Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Kegiatan Perbankan. Pembukaan yang menyangkut data dari nasabah yang termasuk pula sebagai rahasia bank dalam hal untuk kelancaran kegiatan bank, terbatas dalam hal tukar menukar informasi antar bank. Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank ke bank yang lain. Dengan demikian, bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank lain. Hal ini tercantum dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Peraturan pelaksanaan dari ketentuan mengenai tukar menukar informasi mencakup pengaturan tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Peraturan yang berlaku saat ini yaitu Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/120/KEP/DIR tentang Tata Cara Tukar Menukar Informasi Antar-Bank, tanggal 25 Januari Pembukaan Rahasia Bank Atas Permintaan Pemegang Rekening. Pembukaan rahasia yang tidak dikenakan pidana, bisa saja dilakukan atas permintaan nasabah penyimpan itu sendiri, bisa melalui diri nasabah itu

14 sendiri maupun melalui kuasa hukum nasabah pemegang rekening. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44A ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang berbunyi: Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. 6. Pembukaan Rahasia Bank Karena Kepentingan Ahli Waris Jika nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris dari nasabah penyimpan tersebut berhak mengajukan permintaan untuk membuka keadaan keuangan nasabah penyimpan yang telah meninggal tersebut.hal ini bisa saja untuk menyelesaikan hak dan kewajiban nasabah penyimpan di bidang keuangannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang berbunyi: Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutam berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. 7. Pembukaan Rahasia Bank Berkaitan Dengan Kewajiban Memberikan Laporan

15 Pembukaan rahasia bank berkaitan dengan Pelaksanaan kewajiban bank dalam hal pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Hal ini terdapat dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berbunyi: Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh penyedia jasa keuangan yang berbentuk bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank. 3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (2), yang berbunyi: Ayat (1): Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,- (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,- (seratus miliar rupiah). Ayat (2): Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud

16 dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda sekurang-kurangnya Rp ,- (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,- (dua miliar rupiah). 4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank Sehubungan dengan semakin banyak dan bervariasinya kegiatan dan usaha suatu bank, maka bank tersebut perlu untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan cara menggunakan dana nasabahnya secara bertanggungjawab yang diwujudkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban yang akan diumumkan langsung kepada publik melalui media massa, maupun diberikan kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas jasa keuangan. Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris,Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan

17 transaksi atau rekeningsuatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut. Di ancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan palinglama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus miliar rupiah). Pasal 49 ayat (2) huruf a: Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan segaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp ,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah). Menurut penjelasan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) butir a dan b, istilah pengawai bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan ketentuan Pasal 49 ayat (2) butir a bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank, sedangkan dalam Pasal 49 ayat (2) butir b yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab tentang halhal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan Hermansyah, Op.Cit., hal. 156

18 Selanjutnya Pasal 50 UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 50A. UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus miliar rupiah). Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. : M01.PW.07.03Tahun 1982 tanggal 4 Februari 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undangHukum Acara Pidana tindak pidana perbankan termasuk dalam tindak pidana khusus (sebagai penjelasan dari Pasal 284 KUHAP). Dalam kaitannya dengan tindak pidana di bidang perbankan ini kejahatan yang dilakukan oleh orang dalam perlu mendapat perhatian khusus.

19 Kejahatan orang dalam adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang dalam bank terhadap bank (crimesagainst the bank). Kejahatan orang dalam dalam bentuk penipuan (fraud) dan selfdealing merupakan penyebab utama kehancuran bank karena bagian terbesar aset bank berbentuk likuid. 42 Di Amerika Serikat misalnya insider fraud merupakan 50% dari kejahatan yang terjadi pada perbankan. 43 Kejahatan oleh orang dalam ini dapat dilakukan oleh pengurus dan atau pemegang saham dominan (pemegang saham pengendali) yang mempengaruhi pengurus bank.kejahatan yang dilakukan tersebut dapat digolongkan ke dalam dua cara. Pertama, dilakukan dengan memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan diri sendiri secara melawan hukum.kedua, mismanagement berat berupa tindakan ceroboh yang oleh hakim pasti dikecualikan dari prinsip business judgement. 44 Kejahatan orang dalam sangat erat kaitannya dengan dominasi terhadap kebijakan dan administrasi oleh seorang atau beberapa orang dan lemahnya pengawasan baik pengawasan yang dilakukan oleh pengawas internal maupun eksternal (regulator). Di samping itu, berbagai ketentuan yang berlaku menyebabkan bank sering mengambil risiko yang berlebihan, yang menyebabkan turunnya tingkat pengawasan internal, sehingga kegagalan bank yang disebabkan oleh penipuan oleh orang dalam menjadi lebih tinggi. 45 Dalam hal terjadi suatu tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh orang dalam terdapat beberapa undang-undang yang dapat dan biasanya diterapkan yaitu Pertama. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ketentuan 42 Jonathan R. Macey and Geoffrey P. Miller, Bank Failures, Risk Monitoring, and the Market for Bank Control,Columbia Law Review, (October 1988), hal FDIC DOS Manual of Exam Policies Bank Fraud and Insider Abuse, Section Ibid 45 Jonathan R Macey, et.al., Op.cit., hal 256

20 KUHP yang biasa dipakai misalnya Pasal 263 (pemalsuan) Pasal 372 (penggelapan), 374 (penggelapan dalam jabatan), 378 (penipuan), 362 (pencurian), dll.pasal-pasal KUHP diterapkan biasanya apabila bank menjadi korban dari suatu tindak pidana misalnya kasus pembobolan BNI 46 New York oleh salah seorang mantan pegawainya dikenakan pasal362 KUHP (pencurian). Kedua, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Undang- Undang Nomor. 31 Tahun Ketentuan Undang-Undang Korupsi biasanya diterapkan terhadap kasus yang menimpa bank pemerintah.uu ini dipergunakan untuk memudahkan menjerat pelaku, mengenakan hukuman yang berat dan memperoleh uang pengganti atas kerugian negara. Ketiga, UU Perbankan. Ketentuan dalam undang-undang ini biasanya diterapkan apabila Komisaris, Direksi, Pegawai dan pihak terafiliasi dengan bank orangdalam atau orang yang mengaku menjalankan usaha bank sendiri sebagai pelakunya. Sebagai perbandingan di Malaysia setiap director atau pejabat bank dinyatakan bertanggung jawab secara pribadi apabila memberikan fasilitas kredit melampaui batas yang ditentukan atau diluar persyaratan yang telah ditetapkan atau bertentangan dengan pedoman atau perjanjian, dihukum lima tahun penjara ataudenda 5 juta ringgit Dato Syed Ahmad Idid bin Syed Abdullah Idid, Judicial Decisions Affecting Bankers and Financiers,(Singapore: LexisNexis, 2003), hal. 904

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] 33. Ketentuan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1) menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Semakin banyak kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, semakin banyak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 59 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] BAB VIII KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM RAHASIA BANK PENGERTIAN RAHASIA SESUATU YANG DIPERCAYAKAN SESEORANG UNTUK TIDAK DICERITAKAN KEPADA ORANG YANG TIDAK BERWENANG MENGETAHUINYA RAHASIA BANK SESUATU YANG DIPERCAYAKAN NASABAH KEPADA BANK AGAR

Lebih terperinci

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb 1. PENGERTIAN TINDAK PIDANA PERBANKAN Arti luas: TPP adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 19 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENELUSURAN HASIL TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Yenti Garnasih 2

OPTIMALISASI PENELUSURAN HASIL TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Yenti Garnasih 2 OPTIMALISASI PENELUSURAN HASIL TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Yenti Garnasih 2 1. Kejahatan perbankan hampir selalu melibatkan orang dalam. Pembobolan bank atau kejahatan perbankan yang terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Buku ini ditujukan kepada masyarakat luas dan akan menyajikan tipologi tindak pidana perbankan serta tips pencegahan terjadinya tindak pidana

Buku ini ditujukan kepada masyarakat luas dan akan menyajikan tipologi tindak pidana perbankan serta tips pencegahan terjadinya tindak pidana iii Buku ini ditujukan kepada masyarakat luas dan akan menyajikan tipologi tindak pidana perbankan serta tips pencegahan terjadinya tindak pidana perbankan. iv KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

M. Rizal Situru, SH., MBL. Dosen Perbanas Jakarta ABSTRAK

M. Rizal Situru, SH., MBL. Dosen Perbanas Jakarta ABSTRAK 501 Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol III No. 1, Maret - Juni 2014 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS TINDAKAN PEGAWAI BANK YANG MELANGGAR SISTEM PROSEDUR BANK DAN MENGAKIBATKAN TERJADINYA SUATU TINDAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2 PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum dana simpanan nasabah pada

Lebih terperinci

UU 10/1998, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UU 10/1998, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 10/1998, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN *10613 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 10 TAHUN 1998 (10/1998) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Azas-Azas Perbankan. Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS, SH, MH

Azas-Azas Perbankan. Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS, SH, MH Azas-Azas Perbankan Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS, SH, MH Azas Perbankan bagi kegiatan Perbankan Terdiri dari: 1. Azas Demokrasi Ekonomi 2. Azas Prinsip Kehati-hatian 3. Azas Tujuan dan Manfaat 4. Azas Kerahasiaan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh :

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh : PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh : Dr. Hassanain Haykal, SH.,M.Hum ABSTRAK Bank sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional merupakan

Lebih terperinci

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat E-mail: rusdan@yahoo.com ABSTRAK Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang eksistensinya

Lebih terperinci

3. Untuk kepentingan siapakah Rahasia Bank itu dilindungi oleh undangundang?

3. Untuk kepentingan siapakah Rahasia Bank itu dilindungi oleh undangundang? PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apakah menurut Bapak yang di maksud dengan Rahasia Bank tersebut? Jawab : Yang di maksud dengan Rahasia Bank adalah yaitu seperti yang tercantum dalam: o Undang-undang No. 10 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN RGS Mitra Page 1 of 14 UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANALIS KREDIT

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANALIS KREDIT BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANALIS KREDIT 3.1 Pertanggungjawaban Pidana. Dalam suatu pertanggungjawaban pidana, seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DAFTAR ANOTASI

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016. SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN, KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Oleh : Toar Y. R.

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016. SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN, KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Oleh : Toar Y. R. SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN, KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Oleh : Toar Y. R. Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam Terjadinya Kerugian Nasabah Akibat Transfer Dana Secara Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas Sms Banking

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 103 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1992 (ADMINISTRASI. EKONOMI.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 1, menjalankan usaha Pabrik,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2013 EKONOMI. Lembaga. Keuangan. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini A. Pengertian Rahasia Bank BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM Rahasia bank adalah segala sesuatu yang behubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1992 (ADMINISTRASI. Kesejahteraan. PENSIUN. Tenaga Kerja. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191] UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 (1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. menempatkan Harta Kekayaan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah PENDAHULUAN

Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah PENDAHULUAN PENDAHULUAN Undang undang No. 21 tahun 2008 yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 memiliki beberapa ketentuan umum yang menarik untuk dicermati. Ketentuan umum dimaksud (Pasal 1) adalah merupakan sesuatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci