PENINGKATAN FUNGSIONAL PATI DARI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) DENGAN ENZIM AMILASE (Bacillus subtilis) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PENGOLAHAN PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN FUNGSIONAL PATI DARI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) DENGAN ENZIM AMILASE (Bacillus subtilis) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PENGOLAHAN PANGAN"

Transkripsi

1 J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1, Hal.: ISSN PENINGKATAN FUNGSIONAL PATI DARI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) DENGAN ENZIM AMILASE (Bacillus subtilis) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PENGOLAHAN PANGAN ABSTRACT Agus Triyono B2PTTG LIPI, K.S TUBUN No.5 SUBANG, Telp (0260) , Fax (0260) Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 10 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007 Starch function can be enhanced by hydrolysis chemically by acid or enzymatically by enzyme such as dextrin, so it can be used widely both in food and non-food Industries. The aim of this study is to study the ph influence and the enzyme concentration on the characteristic of modified starch from sweet potato starch (Ipomea batatas L.). The method used were variable concentration of -amylase enzyme from Bacillus subtilis and physicochemical analysis of characteristic of the modified starch (dextrin) to comply with quality standard of Indonesian National Standard (SNI).The result showed with the concentration of substrate 25 starch and by the treatment of concentration variation of -amylase enzyme, the best of analysis was the treatment with enzyme concentration of 0.5 with the level of water content 5.75, level of ash content 0.48, and degree of whiteness was 76.60, the percent yield of maltodextrin 80.3 ; dextrose content 5.80, D.E (dextrose equivalent) < 20 and part dissolved in cold water. Keywords: sweet potato starch, dextrin, -amilase enzime, dextrose 1. PENDAHULUAN Di Indonesia banyak sekali jenis-jenis tanaman yang mudah tumbuh diseluruh pelosok daerah, dan sangat potensial sebagai sumber pangan. Umbi-umbian adalah salah satu yang sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) mulai menjadi prioritas setelah umbi mayor lainnya, yaitu pati dari ubi kayu. Salah satu sifat kekurangan dari pati dalam industri pengolahan pangan pada umumnya adalah tidak mudah larut dalam air dingin, sehingga berpengaruh dalam penggunaan energi pada industri pangan maupun pada proses metabolisme dalam tubuh manusia 1). Oleh karena itu, pati tersebut perlu dilakukan modifikasi atau perlakuan khusus agar diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu, dan dapat meningkatkan nilai fungsional, serta dapat meningkatkan nilai pemanfatan baik pada usaha industri pengolahan pangan maupun industri non pangan 1). Pada prinsipnya pembuatan maltodekstrin adalah memotong rantai polimer pati menjadi molekul-molekul yang berantai lebih pendek dengan jumlah unit D- glukosa di bawah sepuluh dan dekstrosa equivalent < ). Pemotongan rantai dapat dilakukan dengan menggunakan proses enzimatik untuk menghidrolisis pati menjadi molekul pati yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini enzim Amilase (C 6 H 10 O 5 ) n + n H 2 O (C 6 H 10 O 5 ) m.h 2 O + (C 6 H 10 O 5 ) 2 H 2 O + C 6 H 12 O 6 pati panas pati termodifikasi maltosa glukosa Gambar 1. Proses hidrolisis molekul pati metoda dekstrinasi basah secara enzimatik Dunia industri pengolahan pangan di Indonesia sudah mulai menggunakan pati termodifikasi yang selama ini masih diimport dari luar. Secara komersil produksi dekstrin berasal dari pati jagung, pati kentang, dan tapioka (pati ubi kayu), padahal di Indonesia tersedia potensi besar yang berasal dari pati umbi-umbian lain 6, 7). Salah satu produk modifikasi pati adalah dalam bentuk maltodekstrin, gula glukosa dan fruktosa 6). Kebutuhan dekstrin dalam industri, baik dalam 60

2 J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1 industri pangan maupun non pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sebagian besar dekstrin yang dibutuhkan masih di impor dari luar negeri. Dalam penelitian ini, yang menjadi tujuan adalah (1) Mengembangkan teknologi modifikasi dari pati yang berasal dari sumber umbi umbian yang potensil; (2) Meningkatkan fungsional bahan dari pati umbi-umbian dalam keaneka ragaman produk bahan dan olahan pangan; (3) Mengembangkan teknologi pembuatan gula dari pati umbi-umbian. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah dperolehnya teknologi pembuatan maltodekstrin dan turunannya untuk mendukung pengembangan teknologi modifikasi pati pada skala pilot plant dan implementasinya sebagai bahan substitusi pada pengolahan sari buah Lipisari. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan bahan ubi jalar dari jenis Ase berasal dari Kab. Kuningan Jawa-Barat, yang merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar terbesar di Jawa-Barat dan Enzim -amilase dari Bacillus subtilis berbentuk powder, dengan aktifitas 50 U/mg, diperoleh dari P.T Halim Sakti Pratama. Pada kegiatan pendahuluan dicoba cara pembuatan pati dari ubi jalar, dan penentuan suhu terbaik dan lama proses dektrinasi dari beberapa konsentrasi substrat pati. Penelitian utama ini ditujukan untuk mempelajari penentukan konsentrasi larutan enzim -amilase terbaik antara 0,3; 0,4; dan 0,5 (v/w). Dengan RKL, Yik = µ + Kk + Ai + ik. Sedangkan analisis kimia yang dilakukan pada penelitian utama meliputi; kadar dextrosa dan dekstrosa equivalen (D.E), kadar air dengan menggunakan metode gravimetri, kadar abu dengan menggunakan metode gravimetri dan derajat putih dengan alat Kett Whiteness Meter 8, 9). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Percobaan Pendahuluan Pembuatan dan karakterisasi pati ubi jalar Pembuatan pati ubi jalar, terlebih dahulu dilakukan pembersihan, pemarutan dan ekstraksi. Pemisahan pati dilakukan dengan cara pengendapan. air bagian atas tersebut dibuang dan dilakukan pengeringan untuk mengurangi air yang terkandung dalam pati ubi jalar. Hasil (yield) rendemen pati ubi jalar sekitar 15, dengan 3 kali ulangan percobaan Analisis kimia pati ubi jalar Analisis kimia pati ubi jalar meliputi; kadar air, kadar abu, kadar pati, dan derajat putihdapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Bahan Baku Pati Ubi Jalar Kriteria Uji Kadar Air Kadar Abu Kadar Pati Kadar Lemak/Minyak Kadar Protein Kadar Serat Kasar Derajat putih Satuan BaSO4 Hasil Karakteristik Pati Ubi Jalar 9,5 0,40 80,60 1,64 0,01 0,045 80,1 Berdasarkan hasil analisis ternyata pati ubi jalar 1 (ubi jalar putih) memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan ubi jalar 2 (ubi jalar merah),yaitu sebesar 9,5. Kadar air diukur untuk mengetahui berat air atau berat pati kering yang terkandung dalam bahan. Menurut Winarno, air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, dan tekstur 10). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentuk acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut. 61

3 Agus Triyono...Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Dari hasil analisis kadar abu pati ubi jalar diperoleh hasil yang tidak terlalu berbeda antara dua jenis ubi yang digunakan dalam penelitian pendahuluan yaitu sebesar 0,40 Kandungan pati dari pati ubi jalar diharapkan jika memiliki kandungan pati yang tinggi maka produk maltodekstrin yang dihasilkan juga akan tinggi. Jika dilihat dari hasil analisis kadar pati ubi jalar putih lebih banyak mengandung pati (karbohidrat) yaitu 80,60. Hal ini menunjukkan bahwa pati ubi jalar pada umur tertentu berpotensi dijadikan bahan baku untuk pembuatan maltodekstrin Pembuatan Dan Karakteristik Dekstrin Pati Ubi Jalar Penentuan lama proses dan suhu dekstrinasi Pati akan membentuk kompleks warna biru apabila ditetesi dengan pereaksi yodium., dan larutan dekstrin akan menghasilkan kompleks warna coklat jika ditetesi pereaksi yodium 10) Dalam penentuan lama proses dekstrinasi menggunakan enzim amilase jenis thermamyl (enzim dari bakteri) bentuk larutan, dilakukan pada suspensi substrat pati 15,20, 25, pada ph 6 dan, dengan konsentrasi enzim - amilase 0,3.(v/w). Tabel 2. Penentuan Lama Dekstrinasi Waktu (menit) Konsentrasi Substrat Pati Ubi Jalar Tua Tua tua ungu ungu Ungu Ungu ungu Merah ungu Merah ungu Ungu Merah Coklat Merah Coklat MerahUngu Merah Coklat Keterangan : Suhu yang akan digunakan untuk percobaan utama adalah suhu 65 o C, dengan waktu hidrolisis lebih dari 50 menit. Artinya dengan penggunaan konsentrasi enzim -Amilase 0,3 pada konsentrasi substrat 25 dalam waktu sekitar lebih dari 50 menit cukup menghasilkan dekstrin. Untuk penelitian selanjutnya konsentrasi substrat pati ubi jalar 25, pada suhu proses 65 º C dan perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi enzim 0,3, 0,4 0,5 dipilih agar menjadikan kapasitas proses menjadi menjadi lebih efisiensi (waktu dan kapasitas /jumlah pati yang diproses lebih banyak) 3.2. Hasil Analisis Karakteristik Maltodekstrin Pada percoban pengembangan teknologi dekstrin ini dipilih dengan menggunakan beberapa perlakuan konsentrasi penggunaan enzim -amilase ( 0,3, 0,4, 0,5 ) dan konsentrasi substrat (larutan pati 25 ), pada suhu 65 º C, ph 6 dan waktu menjadi pendek dengan nilai Dekstrosa equivalen.dari semua perlakuan sekitar nilai 20 (pada Tabel 3) Sehingga dalam satuan waktu kapasitas kemampuan untuk memproduksi pati termodifikasi menjadi lebih besar. Hasil penelitian skala laboratorium ini untuk menunjang scale up pada pembuatan pati termodifikasi menjadi semi produksi (pilot plant) yang menjadi program lanjutan pada tahun ini Kadar air Pengeringan ialah suatu cara atau proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya Salah satu pengendalian pertumbuhan mikroba adalah pembatasan jumlah air untuk pertumbuhannya, karena mikroba hidup memerlukan air. Jumlah air dalam bahan pangan menentukan jenis mikroba yang memiliki kesempatan untuk tumbuh 11). Dari hasil analisis kadar air Tabel 3, menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi enzim tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air dan terlihat bahwa perlakuan a3 (konsentrasi enzim 0,5 ), maltodekstrin memiliki kadar air tertinggi yaitu sebesar 6,85, Hasil analisis kadar air dekstrin yang dihasilkan dari pati ubi jalar berkisar antara 5,75 sampai 6,85 62

4 J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1 bila dibandingkan dengan kadar air pati asalnya yaitu sekitar 9,5, maka semua kadar air dekstrin yang dihasilkan dalam percobaan ini nilainya lebih rendah. Pengeringan larutan dekstrin dilakukan dalam pengering bersuhu 55 o C. Syarat mutu SNI dekstrin untuk industri pangan, nilai kadar air adalah maksimal 11. Apabila dibandingkan dengan SNI tersebut maka seluruh kadar air dekstrin yang dihasilkan dapat memenuhi syarat ini. Tabel 3. Hasil Analisis Karakteristik Maltodekstrin Perlakuan enzim -amilase K. Air () K. Abu () Dekstrosa () Hasil D.E Der. Asam (ml 0,1 N NaOH /100 g ) Kekentalan (cp) Bag. Larut air dingin () a 1 ( 0,3 ) 6,85 0,38 4,45 16,97 4,25 2,80 90,75 a 2 ( 0,4 ) 6,50 0,44 4,85 18,20 4,20 3,10 97,50 a 3 (0,5 ) 5,75 0,48 5,80 20,25 4,35 3,50 98,50 Syarat Mutu SNI (1992) Maks. 11 Maks. 0,5 Maks. 5 < 20 Maks. 5 Min Kadar abu Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan, dan mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik Kadar abu merupakan ukuran umum kualitas dan berguna bagi iidentifikasi bahan makanan. Bila diperoleh nilai abu yang lebih besar dari nilai standar, maka di dalam bahan makanan tersebut terkandung zat pengotor asing 7). Nilai kadar abu pati asal adalah berkisar antara 0,38 sampai 0,48. Apabila nilai ini dibandingkan dengan kadar abu dekstrin yang dihasilkan, maka nilai kadar abu dekstrin lebih rendah dari nilai pati asalnya. Kadar abu merupakan mineral-mineral yang memiliki ketahanan yang cukup tinggi terhadap suhu selama proses pemasakan, sehingga keberadaannya dalam bahan pangan walaupun bisa mengalami perubahan namun cenderung tetap 11). Pada Tabel 3 menampilkan hubungan antara kadar abu dekstrin dengan konsentrasi enzim -amilase, dibandingkan dengan SNI dekstrin industri pangan. Syarat mutu SNI dekstrin untuk industri pangan menetapkan nilai kadar abu adalah maksimal 0,5. Sehingga semua dekstrin yang dihasilkan dari pati talas kurang memenuhi syarat tersebut,tetapi untuk dekstrin dari pati ubi jalar memenuhi syarat SNI 4, 5) Kadar dekstrosa dan dekstrosa equivalen Pengukuran kadar dekstrosa dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pati terhidrolisis menjadi molekul-molekul dengan rantai yang jauh lebih pendek khususnya dengan terbentuknya gula-gula sederhana. Perlakuan penggunaan konsentrasi penambahan ezim -amilase pberpengaruh nyata terhadap kadar dekstrosa. Hidrolisis sempurna amilosa oleh enzim -amilase akan menghasilkan produk akhir maltosa dan glukosa, sedangkan hidrolisisa amilopektin menghasilkan sejumlah -limit dekstrin bercabang, maltosa dan glukosa 7). Kadar dekstrosa yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar pati sudah terurai lebih jauh menjadi maltosa dan glukosa. Nilai kadar dekstrosa ada peningkatan kadar dekstrosa seiring dengan adanya peningkatan penambahan konsentrasi enzim. Syarat mutu dekstrin untuk pangan untuk kadar dekstrosa adalah maksimal 6, dan untuk non pangan adalah 7. Hasil penelitian maltodekstrin pati ubi jalar tersebut yang memenuhi syarat adalah perlakuan a1, dan a2 memenuhi syarat 63

5 Agus Triyono...Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) untuk pangan. Sedangkan perlakuan a3 untuk maldekstrin dari pati ubi pada penelitian tidak memenuhi syarat pangan tetapi masih memenuhi syarat untuk non pangan Derajat asam Derajat asam berhubungan dengan nilai ph atau konsentrasi ion H + pada substrat pati pada proses hidrolisa, disebabkan kemungkinan adanya penambahan bahan pembantu ataupun lain-lain seperti bahan buffer, pada tahap penetapan ph larutan substrat 1). Hasil analisis derajat asam dekstrin Tabel 3, dari pati ubi jalar memenuhi syarat mutu SNI 4, 5), baik untuk pangan maksimum 5 dan untuk non pangan maksimum 6. Hal ini menandakan semakin tinggi konsentrasi enzim maka semakin tinggi derajat putihnya. Ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi enzim maka akan semakin cepat enzim tersebut bekerja untuk mengubah pati menjadi maltosa atau glukosa, reaksi tersebutlah yang diduga mempengaruhi derajat putih dekstrin. Dalam syarat mutu SNI dekstrin untuk industri pangan tidak ada kriteria derajat putih yang ditetapkan, hanya warna secara visual yang ditetapkan adalah putih sampai kekuning-kuningan. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan baku dan cara pembuatan dekstrin komersial dengan dekstrin hasil percobaan berbeda, sehingga mutu dekstrin yang dihasilkan juga berbeda Kekentalan Pada proses pembuatan maltodekstrin secara enzimatis, kekentalan dekstrin Tabel 3 sangat dipengaruhi oleh pati sumber bahan bakunya, sebab dekstrin selalu membawa beberapa sifat pati asalnya. Selama proses dekstrinasi kekentalan larutan cenderung akan menurun dari kekentalan pati asal dan cenderung semakin menurun bila waktu proses diperpanjang 6). Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi enzim -amilase berpengaruh nyata terhadap kekentalan dekstrin yang dihasilkan. Bahwa kekentalan dekstrin yang dihasilkan berkisar antara 2,88 sampai 3,50 cp, kekentalan dekstrin dipengaruhi oleh kadar gula pereduksinya. Semakin tinggi kadar gula pereduksi yang terbentuk maka larutan semakin mengental. Pada syarat mutu SNI dekstrin untuk ditetapkan berdaarkan derajat ( ) Engler, sedangkan pengukuranni didaarkan pada satuan centi poice (Cp) 4, 5) Kelarutan dalam air dingin Pati termodifikasi merupakan hasil penyederhanaan polimer dari pati, dengan proses hidrolisis pati yang sifatnya tidak larut dalam air dingin diubah menjadi maltodekstrin yang larut dalam dingin, dan sebagai bahan substitusi pangan akan meningkatkan nilai fungsional (membantu gerak peristaltik usus, memelihara mikroflora dalam lambung), karena mudah larut dalam air pada temperatur relatif rendah. Disamping itu pati termodifikasi ini apabila dimanfaatkan sebagai bahan pembantu atau bahan substitusi dapat bersifat memperbaiki produk olahan seperti penampakan (tekstur, warna, rasa) relatiof cepat masak sehingga mengurangi energi untuk proses pengolahan. Menurut syarat mutu dekstrin untuk industri pangan SNI ), bagian yang larut dalam air dingin minimal 97, sedangkan dekstrin untuk industri non pangan SNI ), bagian yang larut dalam air dingin minimal Derajat putih Selama proses hidrolisis pati, pati terurai terlebih dahulu menjadi dekstrin lalu berlanjut menjadi maltosa dan akhirnya glukosa., maltosa dan glukosa termasuk gula pereduksi. Dalam proses hidrolisis ini terbentuknya gula-gula pereduksi tersebut sulit dikontrol Adanya bahan lain yang terdapat pada pati ubi jalar (warna alami/pigmen) juga berpengaruh pada derajat putih dekstrin yang dihasilkan pada percobaan Tabel 3. Hal ini disebabkan oleh adanya enzim fenolase yang ada pada bahan baku yaitu ubi jalar.terjadinya browning diakibatkan oleh enzim fenolase yang memiliki ph optimal sekitar 6,5. enzim fenolase dapat dihambat dengan menurunkan ph larutan sampai 3,0 dengan menambahkan bahan alami seperti asam sitrat, asam malat, atau senyawa lain, misalnya asam fosfat 12). 64

6 J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1 Berdasarkan syarat mutu dekstrin untuk pangan 5), warna dekstrin secara visual, yaitu putih sampai kekuningan. Dalam percobaan penelitian ini warna diukur secara obyektif dengan alat Kett Whiteness Meter,dengan nilai rata ulangan dari perlakuan konsentrasi enzim pada substrat pati 25, sebagai berikut (perlakuan a 1 ( 0,3 )= 68,50, a 2 ( 0,4 ) = 72,50, a 3 (0,5 ) = 76,60 ) Rendemen dekstrin Rendemen (percent yield) merupakan perbandingan anatar produk yang dihasilkan ( dekstrin) dengan banyaknya bahan yang digunakan dama pembuatan pati twermodifikasi atau dekstrin (pati ubi jalar). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendemen, seperti susut bobot saat proses dekstrinasi, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Hasil rendemen dekstrin yang diperoleh dari rata-rata perlakuan dan ulangan ( 78, 20, 80,20, 82, 48 ) sekitar 80, KESIMPULAN 1. Kondisi atau konsentrasi penggunaan enzim amilase pada pembuatan maltodekstrin baik adalah sekitar 0,5 tehadap jumlah substrat pati pada kondisi ph 6 dan suhu proses 65 ºC. 2. Dlihat dari bagian yang larut dalam air dingin, maka perlakuan konsentrasi enzim a3 = 0,5 (v/w) adalah 98,50 lebih dari syarat min.97, dekstrin untuk industri pangan, dan sangat memenuhi syarat untuk industri non pangan. 3. Warna visual maltodekstrin dari pati ari pubi jalar (kuning pucat bersih), hal dilihat pengukuran derajat putih ( BaSO4) maltodekstrin dari pati ubi jalar putih ( 68,50 76,60 ). 4. Apabila dilihat dari kadar abunya saja maltodekstrin yang berasal dari pati bahan asalnya dari patinya kadar abu masih < 0,5 memenuhi syarat untuk bahan pembuatan maltodekstrin, karena bahan dari patinya saja, rendah. Peningkatan kadar abu maltodekstrin mungkin disebabkan pencemaran selama proses ataupun kandungan mineral dari kofaktor enzimnya. 5. Pada hasil penelitian ini baik pati yang berasal dari ubi jalar putih, dapat sebagai bahan sumber pati untuk pembuatan pati termodifikasi secara enzimatik (maltodekstrin), dalam hal ini memenuhi syarat mutu untuk pangan (sesuai memenuhi syarat mutu dekstrin untuk Industri pangan SNI ( ). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada sdr. Rima Kumalasari, S.T, M.M, Cecep Erwan, S.T, ; sdr. Siti Kudhaifanny, A.md, dan atas bantuan dalam kegiatan Litbang ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Soekarto, S.T, Lily, P.dan Maya Peningkatan Nilai Tambah Tepung Sagu dengan Proses Modifikasi Pati Untuk Bahan Dasar Industri Pangan dan Non Pangan Fakultas Teknologoi Pertanian, I.P.B, Bogor. 2. Triyono, A Upaya Pemanfaatan Umbi Talas Untuk bahan Pati Pada Pembuatan Dekstrin, Prosiding Seminar Nasional, Iptek Solusi Kemandirian Bangsa, Kerjasama LIPI, dengan UGM, Yogya. 3. Abubakar,Y Mempelajari Proses Pembuatan Dekstrin dari Tapioka Menggunakan Enzim -Amilase, FATETA, IPB, Bogor. 4. Dewan Standarisasi Nasional, Dekstrin Untuk Industri Non Pangan. 5. Dewan Standarisasi Nasional, Dekstrin Untuk Industri Pangan 6. Hayati, A., Produksi Malto Dekstrin dari Pati Umbi Minor Secara enzimatis, FATETA, IPB, Bogor. 65

7 Agus Triyono...Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) 7. Tjiptadi, Raharja, W.S. dan Setyawati, B.R Karakteristik Pati dan Manfaat dalam Industri, FATETA, IPB, Bogor. 8. AOAC, Official Methods of Analysis of The association of Official Analytical Chemists, AOAC, Washington. 9. Norman, E Enzymes and Food Processing, Applied Science Publisher Ltd, London.3. Bemiller,J.N & 10. Winarno, F.G Enzim Pangan, Pt. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta. 11. Desrosier, N.W Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan Muchji Muljohardjo, Edisi ketiga, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 12. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi, Pt. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta. 66

BIDANG TEKNIK KIMIA DAN TEKSTIL

BIDANG TEKNIK KIMIA DAN TEKSTIL B BIDANG TEKNIK KIMIA DAN TEKSTIL KARAKTERISTIK HASIL OPTIMALISASI USAHA PRODUKSI PATI TERMODIFIKASI SECARA ENZIMATIK DARI UMBI-UMBIAN DENGAN KONVERTER SISTIM PEMANAS BERJAKED OLI Agus Triyono B2PTTG LIPI,

Lebih terperinci

PRODUKSI DEKSTRIN DARI UBI JALAR ASAL PONTIANAK SECARA ENZIMATIS

PRODUKSI DEKSTRIN DARI UBI JALAR ASAL PONTIANAK SECARA ENZIMATIS Produksi Dekstrin dari Ubi Jalar Asal Pontianak secara Enzimatis (Nana Supriyatna) PRODUKSI DEKSTRIN DARI UBI JALAR ASAL PONTIANAK SECARA ENZIMATIS (Dextrin Production by Enzimatic Process from Various

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

Indo. J. Chem. Sci. 4 (1) (2015) Indonesian Journal of Chemical Science

Indo. J. Chem. Sci. 4 (1) (2015) Indonesian Journal of Chemical Science Indo. J. Chem. Sci. 4 (1) (2015) Indonesian Journal of Chemical Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs PERBANDINGAN METODE HIDROLISIS ENZIM DAN ASAM DALAM PEMBUATAN SIRUP GLUKOSA UBI JALAR

Lebih terperinci

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis 1) I Wayan Arnata, 1) Bambang Admadi H., 2) Esselon Pardede 1) Staf Pengajar PS. Teknologi Industri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF GULA CAIR KIMPUL

KEUNGGULAN KOMPETITIF GULA CAIR KIMPUL KEUNGGULAN KOMPETITIF GULA CAIR KIMPUL Fungki Sri Rejeki *, Diana Puspitasari, dan Endang Retno Wedowati Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya *e-mail: fungki_sby@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar 2.366.410 ton dari luas lahan 166.332 Ha (BPS, 2013). Ubi jalar ungu ( Ipomea batatas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

1,2,3 Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar

1,2,3 Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar KARAKTERISTIK GIZI DAN FISIK TEPUNG UBI JALAR DAN TALAS TERMODIFIKASI DENGAN FERMENTASI ENZIM AMILASE Badrut Tamam 1, Ni Putu Agustini 2, AA Nanak Antarini 3 Abstract. Nutrition improvement and food security

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG 1 Taufik Rahman, 2 Rohmah Luthfiyanti, dan 3 Riyanti Ekafitri 1,2,3 Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN DEKSTRIN MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM

PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN DEKSTRIN MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN DEKSTRIN MELALUI PROSES HIDROLISA ASAM 1) Faidliyah Nilna Minah, 2) Siswi Astuti, 3) Rini Kartika Dewi 1,2,3) Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka merk ROSE BRAND". Dari hasil analisa bahan baku (AOAC,1998), diperoleh komposisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA Dekstrin adalah produk hidrolisa zat pati, berbentuk zat amorf berwarna putih sampau kekuning-kuningan (SNI, 1989). Desktrin merupakan produk degradasi pati sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

Molekul, Vol. 5, No. 1, Mei 2010 : 15-21

Molekul, Vol. 5, No. 1, Mei 2010 : 15-21 PEMBUATAN DEKSTRIN DARI PATI UBI KAYU MENGGUNAKAN ENZIM AMILASE DARI AZOSPIRILLUM sp. JG3 DAN KARAKTERISASINYA Dian Riana Ningsih, Ari Asnani, Amin Fatoni Program Studi Kimia, Jurusan MIPA, Fakultas Sains

Lebih terperinci

PENGAMBILAN GLUKOSA DARI TEPUNG BIJI NANGKA DENGAN CARA HIDROLISIS ENZIMATIK KECAMBAH JAGUNG

PENGAMBILAN GLUKOSA DARI TEPUNG BIJI NANGKA DENGAN CARA HIDROLISIS ENZIMATIK KECAMBAH JAGUNG PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGAMBILAN GLUKOSA DARI TEPUNG BIJI NANGKA DENGAN CARA HIDROLISIS ENZIMATIK KECAMBAH JAGUNG Siti Jamilatun, Yanti Sumiyati dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN GULA CAIR DARI PATI SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN HIDROLISIS ENZIMATIS

PEMBUATAN GULA CAIR DARI PATI SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN HIDROLISIS ENZIMATIS PEMBUATAN GULA CAIR DARI PATI SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN HIDROLISIS ENZIMATIS Ayu Ratna P, Fitria Yulistiani Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung, Kotak Pos 1234 Email: ayu.ratna@polban.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jali Tanaman jali termasuk dalam tanaman serealia lokal. Beberapa daerah menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai. Klasifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PRODUKSI MALTODEKSTRIN DARI TEPUNG SAGU MENGGUNAKAN ENZIM Α- AMILASE. [The Production of Maltodextrin of Sagoo Flour using α-amylase]

PRODUKSI MALTODEKSTRIN DARI TEPUNG SAGU MENGGUNAKAN ENZIM Α- AMILASE. [The Production of Maltodextrin of Sagoo Flour using α-amylase] KOVALEN, 2(3):33-38, Desember 2016 ISSN: 2477-5398 PRODUKSI MALTODEKSTRIN DARI TEPUNG SAGU MENGGUNAKAN ENZIM Α- AMILASE [The Production of Maltodextrin of Sagoo Flour using α-amylase] Sunari 1*, Syaiful

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM α-amilase TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA DARI PATI DAN AMPAS SAGU (Metroxilon Sp) DARI PENGOLAHAN SAGU MORAMO UTARA

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM α-amilase TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA DARI PATI DAN AMPAS SAGU (Metroxilon Sp) DARI PENGOLAHAN SAGU MORAMO UTARA PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM α-amilase TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA DARI PATI DAN AMPAS SAGU (Metroxilon Sp) DARI PENGOLAHAN SAGU MORAMO UTARA (Effect of Addition of α-amilase Enzyme on Characteristic

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Enkapsulasi merupakan proses fisik pelapisan bahan inti (bahan aktif), yaitu bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MALTODEKSTRIN DARI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN PENYALUT LAPIS TIPIS TABLET

PEMANFAATAN MALTODEKSTRIN DARI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN PENYALUT LAPIS TIPIS TABLET MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 1, APRIL 2002 PEMANFAATAN MALTODEKSTRIN DARI PATI SINGKONG SEBAGAI BAHAN PENYALUT LAPIS TIPIS TABLET Effionora Anwar Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim

Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim Pabrik Sirup Glukosa dari Tepung Tapioka dengan Proses Hidrolisis Enzim disusun oleh : Rizky Destya R 2309 030 008 Vivi Dwie Suaidah 2309 030 082 Pembimbing : Ir.Agung Subyakto, M.S. D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu hasil pertanian tanaman pangan di daerah tropika yang meliputi Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian wilayah

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ini tumbuh tegak dengan tinggi 1 m atau lebih. Talas merupakan tanaman pangan

TINJAUAN PUSTAKA. ini tumbuh tegak dengan tinggi 1 m atau lebih. Talas merupakan tanaman pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Talas Di Indonesia talas biasa dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m dari permukaan laut.tanaman ini tumbuh tegak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KANDUNGAN AMILOSA PADA PATI PALMA Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri atas dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Selain kedua fraksi tersebut

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PATI AREN (Arenga pinnata) TERMODIFIKASI MENGGUNAKAN HCl KARYA ILMIAH TERTULIS (S K R I P S I)

KARAKTERISASI PATI AREN (Arenga pinnata) TERMODIFIKASI MENGGUNAKAN HCl KARYA ILMIAH TERTULIS (S K R I P S I) KARAKTERISASI PATI AREN (Arenga pinnata) TERMODIFIKASI MENGGUNAKAN HCl KARYA ILMIAH TERTULIS (S K R I P S I) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Strata Satu Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Sebagai pengembangan produk makanan yang baru, pati memiliki sifat khusus yang fungsional. Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu

I. PENDAHULUAN. berbagai usaha untuk meningkatkan produksi gula selain gula tebu karena gula tebu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai sumber kalori karena mudah dicerna di dalam tubuh dan mempunyai rasa manis. Gula juga digunakan sebagai bahan baku pembuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka pemikiran,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

Chimica et Natura Acta p-issn: e-issn:

Chimica et Natura Acta p-issn: e-issn: Marta dkk. (2017) Vol. 5 No. 1: 13-20 Chimica et Natura Acta p-issn: 2355-0864 e-issn: 2541-2574 Homepage: http://jurnal.unpad.ac.id/jcena Karakterisasi Maltodekstrin dari Pati Jagung (Zea mays) Menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM ALFA AMILASE PADA SUHU YANG BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA ABSTRACT ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM ALFA AMILASE PADA SUHU YANG BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA ABSTRACT ABSTRAK PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM ALFA AMILASE PADA SUHU YANG BERBEDA TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP GLUKOSA (Effect of Addition of Alpha-Amylase Enzyme at Different Temperatureson Characteristics of Glucose Syrup)

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis)menjadi MALTODEKSTRIN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT REAKTOR ENZIMATIK DAN PENAMBAHAN ENZIM α-amilase

MODIFIKASI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis)menjadi MALTODEKSTRIN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT REAKTOR ENZIMATIK DAN PENAMBAHAN ENZIM α-amilase LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis)menjadi MALTODEKSTRIN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT REAKTOR ENZIMATIK DAN PENAMBAHAN ENZIM α-amilase (Modification breadfruit artocarpus altilis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

KAJIAN PERAN BAHAN PEMUTIH NATRIUM PIROPOSPHATE (Na 2 H 2 P 2 O 7 ) TERHADAP PROSES PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR. Tjatoer Welasih 1) dan Nur Hapsari1 )

KAJIAN PERAN BAHAN PEMUTIH NATRIUM PIROPOSPHATE (Na 2 H 2 P 2 O 7 ) TERHADAP PROSES PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR. Tjatoer Welasih 1) dan Nur Hapsari1 ) Kajian Peran Bahan Pemutih Natrim..(Tjatoer Welasih dan Nur Hapsari) 64 KAJIAN PERAN BAHAN PEMUTIH NATRIUM PIROPOSPHATE (Na 2 H 2 P 2 O 7 ) TERHADAP PROSES PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR Tjatoer Welasih 1)

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam mengajarkan kita untuk merenungkan ciptaan Allah yang ada di bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa bertambah. Salah satu tanda

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Kata kunci : rimpang garut, pati garut, umur panen, industri pangan

Kata kunci : rimpang garut, pati garut, umur panen, industri pangan Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi KARAKTERISASI FISIK DAN KIMIA RIMPANG DAN PATI GARUT (Marantha arundinacea L.) PADA BERBAGAI UMUR PANEN (Physicochemical characterization of arrowroot rhizome

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n KARBOHIDRAT Dr. Ai Nurhayati, M.Si. Februari 2010 Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n Karbohidrat meliputi sebagian zat-zat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA A. PE ELITIA PE DAHULUA 1. Penentuan ilai Optimum Keasaman Lingkungan (ph) untuk Aktivitas Enzim α-amilase Enzim merupakan biokatalis karena dihasilkan oleh sel-sel hidup. Suatu

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA AGROINTEK Volume 9, No. 2 Agustus 2015 127 ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA ARNIDA MUSTAFA Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Korespondensi : Jl. Poros Makassar-Parepare

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alpukat merupakan tumbuhan yang kini banyak dibudidayakan di negaranegara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alpukat merupakan tumbuhan yang kini banyak dibudidayakan di negaranegara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat Alpukat merupakan tumbuhan yang kini banyak dibudidayakan di negaranegara tropis. Buah alpukat sangat dikenal dan digemari karena memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus)

Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus) Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus) The Influence Of Drying Temperature and Natrium Metabisulfit

Lebih terperinci