BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN A. LATAR BELAKANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan- aturan guna mensejahterahkan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan, masing- masing ada hak dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan menyejahterahkan masyarakat secara luas dapat tercapai. Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat ( an ) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Banyak sekali artikel dan buku yang ditulis berkenaan dengan gerakan ini. Di amerika serikat bahkan pada era tahun tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan dijatuhkan putusan- putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen. Fokus gerakan perlindungan konsumen ( konsumerisme ) dewasa ini sebenarnya masih paralel dengan gerakan pertengahan abad ke- 20. Di indonesia, gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di amerika serikat. YLKI yang secara populer dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yakni 11 mei Gerakan di 12 indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan, bahkan mendahukui

2 Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB ( ECOSOC ) No Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen. 9 Adapun yang membelatar belakangi lahirnya hukum perlindungan konsumen ini, antara lain : 1. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas Negeri- negeri yang sekarang ini disebut negara- negara maju telah menempuh pembangunannya melalui tiga tingkat : unifikasi, industrilalisasi, dan negara kesejahterahan. Pada tingkat pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua, pejuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirnya pada tingkat ketiga tugas negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrilalisasi, membetulkan kesalahan- kesalahan pada tahap- tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahterahan masyarakat. Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah perlindungan konsumen semakin meningkat. Gerakan perlindungan konsumen sejak lama dikenal di dunia barat. Organisasi dunia seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan keluarnya Resolusi Perserikatan Bangsa- Bangsa No. 39/ 248 Tahun Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi : a. Perlindungan konsumen dari bahaya- bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya; 9 Shidarta, Hukum Perlindungan konsumen, Jakarta : Grasindo, 2000, hlm. 29

3 b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi; d. Pendidikan konsumen; e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdagangan bebas, upaya mempertahankan pelanggan/ konsumen atau mempertahankan pasar atau memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap produsen, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang semakin ketat ini juga dapat memberikan dampak negatif terhadap konsumen pada umumnya. 2. Hubungan antara Produsen dan Konsumen Secara umum dan mendasar, hubungan antara produsen dengan konsumen merupakan hubungan yang terus- menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling mengkhendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan yang lain. 10 Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran dan penawaran. Hal tersebut secara sistematis dimanfaatkan oleh produsen dalam suatu sistem distribusi dan 10 Sri Redjeki Hartono, op. Cit.,hlm. 36.

4 pemasaran produk barang guna mencapai tingkat produktivitas dan efektifitas. Kemudian, dengan semakin meningkatnya permintaan dari konsumen akan suatu barang menuntut produsen untuk meningkatkan produktivitasnya secara massal, maka peran negara sangat dibutuhkan dalam rangka melindungi kepentingan konsumen pada umumnya. Perlunya undang- undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen. Secara tidak langsung, hukum ini mendorong produsen untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab, sedangkan secara langsung untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen. Adapun kendala yang dihadapi dalam upaya perlindungan konsumen di Indonesia tidak terbatas pada rendahnya kesadaran konsumen akan hak. Bertolak dari keadaan yang demikian, perlindungan hukum terhadap hak konsumen tidak dapat diberikan oleh satu aspek hukum saja, melainkan oleh sistem perangkat hukum yang mampu memberikan perlindungan yang simultan dan kompherenshif sehingga terjadi suatu persaingan yang jujur yang secara langsung atau tidak langsung menguntungkan konsumen. B. PENGERTIAN KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Istilah konsumen dapat kita jumpai dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen ( Undang- undang No. 8 Tahun 1999 ) atau yang sering disebut dengan UUPK, yakni terdapat dalam Pasal 1, butir 2 bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

5 kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk idup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pengertian konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan dengan 2 ( dua ) rancangan undang- undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama dalam Rancangan Undang- Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa : 11 Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali. Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik Undang- Undang Tentang Perlindungan Konsumen ( selanjutnya disebut Rancangan Akademik ) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan. 12 Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi korban produk yang cacat yang bukan hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa pengertian konsumen bersumber dari Product Liability Directive ( selanjutnya disebut 11 Yayasan Lembaga Konsumen, Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu Sumbangan Pemikiran Tentang Rancangan Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Yayasan Lembaga konsumen, Jakarta, 1981, hlm Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, Rancangan Akademik Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, Pasal 1 a. hal 57

6 Directive ) sebagai pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Dirrective tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian ( karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri 13. Di spanyol, konsumen diistilahkan tidak hanya individu ( orang ), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Pengertian konsumen bukan hanya beraneka ragam, tetapi juga merupakan pengertian yang luas, seperti yang dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat Jhon F. Kennedy dengan mengatakan, Consumers by definition Include us all. Meskipun beraneka ragam dan luas, dapat juga diberikan unsur terhadap definisi konsumen, yaitu : 1. Setiap orang 14 Disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berperan sebagai pemakai barang/ atau jasa. Istilah orang sebetulnya tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, namun konsumen juga harus mencakup badan usaha, dengan makna luas daripada badan hukum. Dalam UUPK digunakan kata pelaku usaha 2. Pemakai 13 Nurhayati Abbas, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya, Makalah, Elips Project, Ujungpandang, 1996, hlm Tim FH & Depdagri, Op. Cit, hal. 58

7 Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang ( perorangan atau badan usaha ) yang mengkonsumsi jasa dan/ atau jasa barang. Jadi yang paling penting terjadinya transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/ atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. 3. Barang dan/ atau jasa Undang- undang Perlindungan Konsumen ( UUPK ) mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Yang tersedia dalam masyarakat Barang dan/ atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasar. Dalam perdagangan yang semakin komplek dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. 5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang dan/ atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain ( diluar diri sendiri dan keluarganya ).

8 6. Barang dan/ atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit untuk menetapkan batas- batas seperti itu. Dalam pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah pembeli,penyewa, nasabah ( penerima kredit ) lembaga jasa perbankan atau asuransi penumpang angkutan umum atau pada pokok langganan dari para pengusaha 15. Pengertian masyarakat ini tidaklah salah, sebab secara yuridis, dalam kitab Undang- Undang Hukum Perdata, terdapat subjek- subjek hukum dalam hukum perikatan yang bernama pembeli, penyewa, peminjam-pakai, dan sebagainya. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya konsumen itu pelaksanaannya berhak untuk dilandasi oleh perlindungan hukum atau yang pada kesehariannya dikenal dengan istilah hukum perlindungan konsumen Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az, Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum konsumen yang memuat asas- asas atau kaidah- kaidah yang mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 16 Az Nasution mengakui, asas- asas dan kaidah- kaidah hukum yang 15 Az. Nasution, Konsumen Dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: Grasindo, 2000 ), hlm 9-10

9 mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum. Menurut business English Dictionary, perlindungan konsumen adalah protecting consumers against unfair or illegal traders. 17 Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya hal hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Maka, hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas- asas dan kaidah- kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan konsumen merupakan keseluruhan peraturan perundang- undangan, baik undangundang maupun peraturan perundang- undangan lainnya serta putusan putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen. C. Asas, Prinsip Dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen Di dalam Pasal 2 Undang- Undang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa: perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang- Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 ( lima ) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu : 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan Peter Colin, Op. Cit., h Inosentius Samsul, Op. Cit., h. 34.

10 manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukumn. Adapun di dalam perlindungan konsumen adanya suatu prinsip prinsip, prinsip tentang tanggung merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus - kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak- pihak yang terkait Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta : Grasindo, 2000 ), hlm. 59.

11 Secara umum, prinsip- prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan ( fault liability atau liability based on fault ) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara terguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu ( 1 ). Adanya perbuatan, ( 2 ). Adanya unsur kesalahan, ( 3 ). Adanya kerugian yang diderita, ( 4 ). Adanya hubungan kualitas dan kerugian. Yang dimaksud dengan kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum, tidak hanya bertentangan dengan undangundang, tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Ketentuan di atas juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara. Yakni asas audi et alterm partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara. Di sini hakim harus memberi para pihak nbeban yang seimbang dan patut sehingga masing masing memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan perkara tersebut.

12 2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab ( presumption of liability principle ), sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik ( omkering van bewijslast ) diterima dalam prinsip tersebut. Undang- Undang Perlindungan Konsumen juga mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23 ( lihat ketentuan Pasal 28 UUPK ). Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah ( presumption of innocence ) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti- bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si tergugat. 3. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab ( presumption nonliability principle ) hanya

13 dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/ bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang ( konsumen ) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut ( pelaku usaha ) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. 4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak ( strict liability ) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut ( absolute liability ). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian- pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majour. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Menurut R.C. Hoeber, biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena ( 1 ) konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks; ( 2 ) diasumsikan produsen lebih dapatmengantisipasi jika sewaktu- waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau

14 menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya; ( 3 ) asas ini dapat memaksa produsen lebih hati hati. Prinsip tanggung jawab mutlak ini dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Penerapan strict liability tersebut didasarkan pada alasan bahwa konsumen tidak dapat berbuat banyak untuk memproteksi diri dari resiko kerugian yang disebabkan oleh produk cacat. 5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan ( limitation of liability principle ) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang ingin dicuci/ cetak itu hilang atau rusak ( termasuk akibat kesalahan petugas ), maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika adapembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundangundangan yang jelas. Setelah kita melihat asas- asas maupun prinsip- prinsip dalam hukum perlindungan konsumen, tentunya terdapat juga tujuan dalam hukum perlindungan konsumen. Hal ini dapat kita jumpai dalam Pasal 3 UU Nomor

15 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengemukakan, Perlindungan konsumen bertujuan : (a). Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; (b). Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa; (c). Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak- haknya sebagau konsumen; (d). Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; (e). Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; (f). Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan / atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Keenam tujuan di atas merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen. Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf a, dan b, termasuk huruf c, dan d, serta huruf f. Terakhir tujuan khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d. Jadi semata- mata tujuan dalam perlindungan konsumen itu ialah untuk menciptakan suatu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

16 D. Hak Dan Kewajiban Konsumen Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan / atau jasa yang dapat dikonsumsi. Kondisi seperti ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan/ atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Berkenaan dengan pertimbangan tersebut, maka konsumen sebagai pemakai barang/ jasa perlu juga diketengahkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut : ( a ). Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/ atau jasa; ( b ). Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; ( c ). Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenaikondisi dan jaminan barang dan / atau jasa; ( d ). Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan; ( e ). Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; ( f ). Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; ( g ). Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; ( h ). Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

17 sebagaimana mestinya; ( i ). Hak- hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. Hak hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari hak- hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak- hak dasar umum tersebut pertama kali dikemukakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat, pada tanggal 15 maret 1962 yang menghasilkan empat hak dasar konsumen yang harus dilindungi, 20 yaitu : 1. Hak memperoleh keamanan ( the right to safety ) Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari pemasaran barang dan / atau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen. Pada posisi ini, intervensi, tanggung jawab dan peranan pemerintah dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan konsumen sangat penting. 2. Hak memilih ( the right to choose ) Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif konsumen apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/ atau jasa. 3. Hak mendapat informasi ( the right to be informed ) Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi konsumen bila dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap keterangan mengenai sesuatu barang yang akan dibelinya atau akan 20 Vernon A. Musselman dan Jhon H. Jackson introduction to modern Business, diterjemahkan Kusma Wiriadisastra, ( Jakarta : Erlangga, 1992 ), h Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, ( Jakarta : Universitas Indonesia, 2004 ), h. 7. Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, ( Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011 ), h Marium Darus Badrul Zaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, ( Bandung : Alumni, 1981 ), h. 5. Donald P. Rothschild dan David W. Carrol, Consumer Protecting : Reporting Service, Vol. 1 ( Maryland : National Law Publishing Corporation, 1986 ), h. 20

18 mengikat dirinya, haruslah diberikan selengkap mungkin dan dengan penuh kejujuran. 4. Hak untuk didengar ( the right to be heard ) Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut didengar dalam pembentukan kebijaksanaan tersebut. Selain itu, konsumen juga harus didengar setiap keluhannya dan harapannya dalam mengonsumsi barang dan/ atau jasa yang dipasarkan produsen. Akhirnya, jika semua hak- hak yang disebutkan itu disusun kembali secara sistematis, akan diperoleh urutan sebagai berikut : 1. Hak Konsumen Mendapatkan Keamanan Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga kosumen tidak dirugikan baik secara jasmani maupun rohani. Hak untuk memperoleh keamanan itu penting ditempatkan pada kedudukan utama, karena selama berabadabad berkembang suatu falsafah berpikir bahwa konsumen ( terutama pembeli ) adalah pihak yang wajib berhati hati, bukan pelaku usaha. Dalam barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha beresiko sangat tinggi terhadap keamanan konsumen, maka Pemerintah selayaknya mengadakan pengawasan secara ketat. Satu hal yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan hak untuk mendapatkan

19 keamanan adalah penyediaan fasilitas umum yang memenuhi syarat yang ditetapkan. 2. Hak Untuk Mendapatkan Informasi Yang Jelas Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai dengan informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk. Jika dikaitkan dengan hak konsumen atas keamanan, maka setiap produk yang mengandung resiko terhadap keamanan konsumen, wajib disertai informasi berupa petunjuk pemakaian yang jelas. Menurut Troelstrup, konsumen pada saat ini membutuhkan banyak informasi yang relevan dibandingkan dengan sekitar 50 tahun lalu. Alasannya, saat ini (1) terdapat lebih banyak produk, merek, dan juga penjualnya, (2) daya beli konsumen yang semakin meningkat, (3) lebih banyak variasi merek yang beredar dipasaran, sehingga belum banyak diketahui semua orang, (4) model- model produk lebih cepat berubah, (5) kemudian transportasi dan komunikasi sehingga membuka akses yang lebih besar kepada bermacam- macam produsen atau penjual A.W. Troelsrup, The Consumer in American Soceity : Personal and Family Finance, ed. 5 ( New York : Merrow Hill, 1974 ), 515.

20 Hak untuk mendapatkan informasi menurut Prof. Hans W. Micklitz, 22 seorang ahli hukum konsumen dari Jerman, dalam ceramah di Jakarta, oktober 1998 membedakan konsumen berdasarkan hak ini. Ia menyatakan, sebelum kita melangkah lebih detail dalam perlindungan konsumen, terlebih dahulu harus ada persamaan persepsi tentang tipe konsumen yang akan mendapat perlindungan. Menurutnya, secara garis besar dapat dibedakan dua tipe konsumen, yaitu konsumen yang terinformasi (well informed) dan konsumen yang tidak terinformasi. Ciri- ciri tipe pertama, antara lain (1) memiliki tingkat pendidikan tertentu, (2) mempunyai sumber daya ekonomi yang cukup, sehingga dapat berperan dalam ekonomi pasar, (3) lancar berkomunikasi. Dengan memiliki tiga potensi, konsumen jenis ini mampu bertanggung jawab dan relatif tidak memerlukan perlindungan. Tipe konsumen kedua memiliki ciri- ciri, antara lain (1) kurang pendidikan, (2) termasuk kategori kelas menengah ke bawah, dan (3) tidak lancar berkomunikasi. Konsumen jenis ini perlu dilindungi, dan khususnya menjadi tanggung jawab Negara untuk memberi perlindungan. Selain ciri- ciri konsumen yang tidak terinformasikan, karena hal- hal khusus dapat juga dimasukkan kelompok anak- anak, orang tua, dan orang asing ( yang tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa setempat ) sebagai jenis konsumen yang wajib dilindungi oleh negara. Informasi ini harus diberikan secara sama bagi semua konsumen). Itulah sebabnya, 22 RUUPK di Mata Pakar Hukum Jerman, Warta Konsumen Tahun XXIV No. 12 ( Desember, 1998 ), hal

21 hukum perlindungan konsumen memberikan hak konsumen atas informasi yang proporsional dan diberikan secara tidak diskriminatif. 3. Hak untuk Didengar Hak yang erat kaitannya denganhak untuk mendapatkan informasi adalah hak untuk didengar. Ini disebabkan oleh informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk itu konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut. 4. Hak untuk Memilih Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya. Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia juga membeli, ia juga bebas menentukan produk mana yang akan dibeli. Hak untuk memilih ini erat kaitannya dengan situasi pasar.jika seseorang atau suatu golongan diberikan hak monopoli untuk memproduksi dan memasarkan barang dan jasa, maka besar kemungkinan konsumen kehilangan hak untuk memilih produk yang satu dengan produk yang lain. Jika terdapat monopoli oleh perusahaan yang tidak berorientasi pada kepentingan konsumen, akhirnya konsumen pasti didikte untuk mengonsumsi barang atau jasa itu tanpa dapat berbuat yang lain. Dalam

22 keadaan seperti itu, pelaku usaha dapat secara sepihak mempermainkan mutu barang dan harga jual. Monopoli juga dapat timbul akibat- akibat perjanjian- perjanjian antara pelaku usaha yang bersifat membatasi hak konsumen untuk memilih Hak untuk mendapatkan produk barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan Dengan hak ini berartikonsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang akan dibayar sebagai penggantinya. Namun, ketidakbebasan pasar, pelaku usaha dapat saja mendikte pasar dengan menaikkan harga, dan konsumen menjadi korban ketidakadaan pilihan. Konsumen dihadapkan pada kondisi take it or leave it. Jika setuju silahkan membeli, dan jika tidak maka tinggalkan ( padahal di tempat lain pun pasar sudah dikuasainya ). Dalam situasi demikian, biasanya konsumen terpaksa mencari produk alternative ( bila masih ada ), yang boleh jadi kualitasnya malahan lebih buruk. Akibat tidak berimbangnya posisi tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen, maka pihak pertama dapat saja membebankan biayabiaya tertentu yang sewajarnya tidak ditanggung konsumen. Praktik yang terpuji ini lazim dikenal dengan externalities. 23 Sutan Remi Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993, hal

23 6. Hak untuk mendapatkan ganti rugi Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau asas kesepakatan masing- masing pihak. 7. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan lebih tinggi dari pada hak pelaku usaha ( produsen/ penyalur produk ) untuk membuat klausula eksonerasi secara sepihak. Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihakpihak terkait dalam hubungan hukum dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain, konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak- pihak yang dipandang merugikan karena mengkonsumsi produk itu. Hak untuk mendapat penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapat ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik. Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu. Sebaliknya, setiap upaya hukum pada hakikatnya berisikan tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak. Tentu ada beberapa karakteristik tuntutan yang tidak membelohkan tuntutan ganti kerugian ini, seperti dalam upaya legal

24 standing LSM yang dibuka kemungkinannya dalam pasal 46 ayat (1) huruf (c) UUPK. 8. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen didunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan non fisik. Menurut Heindrad Steiger, sebagaimana dikutip oleh Koesnadi Hardjasoemantri, 24 hak atas lingkungan yang baik dan yang sehat merupakan bagian dari hak- hak subjektif sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. Ini berarti setiap pemilik hak dapat mengajukan tuntutan agar kepentingannya terhadap lingkungan yang baik dan sehat dapat dipenuhi. Steiger menjelaskan, tuntutan tersebut memiliki dua fungsi yang berbeda. Pertama, the function of defence, yakni hak bagi individu untuk mempertahankan diri dari pengaruh lingkungan yang merugikannya. Kedua, function of ferformance, yakni hak individu untuk menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungannya dipulihkan atau diperbaiki. 24 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cet. 11, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1994, 119

25 Fungsi- fungsi itu telah tertampung sejak lama dalam hukum positif indonesia. Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang bauik dan sehat semakin dikemukakan akhir- akhir ini. Karena hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak- hak subjektif sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang Persaingan curang atau dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut dengan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi jika seorang pengusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya, dengan menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian. Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan curang dapat dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh pemerintah, guna mencegah munculnya akibat- akibat langsung yang merugikan konsumen. Itulah sebabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh perhatian terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini, seperti yang ada pada saat ini, yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Shidarta, Op.cit, hal Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Aspek Yuridis dan Cara Penanggulangan Persaingan Curang ( makalah, Yogya, 6-7 Oktober 1992 ) hal.1.

26 10. Hak untuk mendapatkan Pendidikan Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru. Oleh sebab itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum melayani hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan kesadaran hukum. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi penghormatannya pada hak- hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melalui media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat. Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan pendidikan konsumen ini. Pengertian pendidikan konsumen ini tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk menuntut pula makin banyak informasi yang harus disampaikan pada konsumen. Bentuk informasi yang lebih kompherensif dengan tidak semata- mata menonjolkan unsur komersialisasi, sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen. Disamping mempunyai hak- hak konsumen juga mempunyai kewajiban atau tanggung jawab yang harus dilaksanakan, sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Dengan demikian apabila konsumen berharap hakhaknya ingin dipenuhi secara baik, hal itu dapat terlaksana apabila konsumen

27 mempunyai kesediaan yang sama terhadap pemenuhan kewajibannya, untuk itu seorang konsumen perlu menyadari dan mengetahui tentang kewajibannya. Dalam Pasal 5 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, juga ditegaskan mengenai kewajiban, dengan pengertian konsumen tidak hanya dapat menuntut hak- haknya, namun demikian konsumen berkewajiban melaksanakan hal- hal sebagai berikut : 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi kemananan dan keselamatan. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut Sejalan dengan pasal 5 tersebut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia- Medan juga menggaris bawahi bahwa konsumen berkewajiban untuk : 1) Bersikap kritis Bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada pada kritis terhadap harga dan mutu suatu barang atau jasa yang digunakan, serta akibat lain yang mungkin ditimbulkannya. Sikap kritis konsumen sangat diperlukan dalam rangka menentukan barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Sikap kritis tersebut, meliputi :

28 - Kritis terhadap penawaran barang/jasa oleh produsen secara langsung maupun yang tidak langsung melalui media iklan di media cetak maupun elektronika. - Kritis terhadap penampilan fisik barang, takaran, ukuran dan timbangan maupun mutu. 2) Berani bertindak atas kesadaran Berani bertindak guna melindungi dirinya sendir maupun secara berkelompok dalam upaya menjamin perolehan perlakuan yang adil. 3) Memiliki kepedulian sosial Turut bertanggung jawab serta waspada terhadap segala akibat yang ditimbulkan oleh sikap dan pola konsumsi kita bagi orang lain, terutama golongan masyarakat bawah. Meskipun konsumen bebas memilih dalam berkomunikasi barang/jasa sesuai dengan kemampuan ekonomi, sosial dan pengetahuan, tapi cara berkomunikasi yang berlebihan tanpa memperhatikan kondisi sosial masyarakat sekitarnya, akan dapat menimbulkan kecemburuan sosial. 4) Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup Mempunyai rasa tanggung jawab dalam melestarikan lingkungan hidup. Konsumen wajib memiliki kesadaran terhadap kebersihan, keamanan, kesehatan sebagai akibat pola konsumsinya terhadap lingkungan, seperti tidak membuang sampah/limbah di parit atau sungai, atau di sembarang tempat.

29 5) Memiliki rasa kesetiakawanan Maksudnya adalah mempunyai rasa tanggung jawab sosial untuk menggalang kekuatan guna mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingan- kepentingan konsumen. Konsumen wajib tolong menolong dan saling memberikan informasi serta berhimpun untuk melindungi kepentingannya sebagai konsumen E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha. Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen,pemerintah serta masyarakat pada umumnya karena pengusaha tanpa dilindungi hak-haknya akan mengakibatkan berhentinya aktivitas perusahaan. Adapun hak-hak dari pelaku usaha yang dimuat dalam Pasal 6 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, meliputi: 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

30 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Sedangkan kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen, masyarakat, dan pemerintah yang dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, meliputi : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar,jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan,dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan. 6. Memberi kompensasi, ganti kerugian, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,pemakaian, dan/atau barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

31 7. Memberi kompensasi, ganti kerugian, dan/atau penggantian apabiula barang dan/atau yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta,2002,hal,65-66.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen 15 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen Perhatian terhadap perlindungan konsumen bermula dari adanya gerakan terhadap perlindungan konsumen (Consumer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, saat ini hampir setiap orang dalam satu ruang lingkup keluarga memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen 1. Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). 15 Pengertian tersebut secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 2.1 Konsumen. 2.1.1. Pengertian Konsumen. Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata Konsumen yang

Lebih terperinci

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran Konsumen, menurut Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1 tentang Perlindungan Konsumen, diartikan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian bank Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha Hukum Perlindungan Konsumen menurut Az. Nasution adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA a. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata yaitu Perlindungan dan Hukum. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Perlindungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN Sejarah perkembangan perlindungan konsumen sejalan dengan

BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN Sejarah perkembangan perlindungan konsumen sejalan dengan BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 Sejarah perkembangan perlindungan konsumen sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia. Perkembangan perekonomian yang pesat

Lebih terperinci

HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh I Kadek Surya Tamanbali I Wayan Sutaradjaya Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI A. Ketentuan Hukum Mengenai Perlindungan Konsumen Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, mengamanatkan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility atau liability, sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu vereentwoodelijk atau

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Perdagangan bebas berakibat meluasnya peredaran barang dan/ jasa yang dapat

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN A. Pengertian Pelaku Usaha Kegiatan usaha sudah banyak di dapatkan melalui berbagai media online dengan mudah, karena pada saat ini berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Sejarah Singkat Perlindungan Konsumen Di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Sejarah Singkat Perlindungan Konsumen Di Indonesia BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Sejarah Singkat Perlindungan Konsumen Di Indonesia Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadi pada dekade 1970-an. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR Oleh : FAUZUL A FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR kamis, 23 Maret 2011 Hak dan kewajiban konsumen Hak dan kewajiban pelaku usaha Istilah Perlindungan Konsumen berkaitan dg perlindungan Hukum karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN, TANGGUNG JAWAB DAN PENGIKLANAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN, TANGGUNG JAWAB DAN PENGIKLANAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN, TANGGUNG JAWAB DAN PENGIKLANAN 2.1 Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN oleh Gusti Ayu Sri Agung Arimas I Nengah Suharta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pasal 1 (3) dari Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Konsep Perlindungan Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan adalah: a. tempat berlindung; b. perbuatan (hal dan sebagainya)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian

Lebih terperinci

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Agustin Widjiastuti SH., M.Hum. Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK REKONDISI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hubungan Hukum antara Pelaku

Lebih terperinci

Perlindungan Konsumen Dalam Persaingan Usaha Industri Jasa Penerbangan

Perlindungan Konsumen Dalam Persaingan Usaha Industri Jasa Penerbangan PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERSAINGAN USAHA INDUSTRI JASA PENERBANGAN, S.H,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Email : aydinriany13@gmail.com Abstract Legal Protection of the consumer has been

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini akan mengkaji dan membahas tentang hak dan kewajiban pihakpihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN 2.1. Tanggung Jawab 2.1.1. Pengertian tanggung jawab Pengertian tanggung jawab sangat luas, menurut Peter Salim, pengertian tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi

BAB I P E N D A H U L U A N. merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah Allah kepada manusia, sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terutama di Kota Yogyakarta rokok bukan lagi berupa benda asing untuk dikonsumsi, melainkan telah menjadi suatu kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JASA PENGIRIMAN BARANG MENURUT KUH PERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JASA PENGIRIMAN BARANG MENURUT KUH PERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JASA PENGIRIMAN BARANG MENURUT KUH PERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian dan Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi mengenal batas Negara membuat timbul berbagai

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I. Air merupakan materi esensial di dalam kehidupan. Keperluan seharihari

BAB I. Air merupakan materi esensial di dalam kehidupan. Keperluan seharihari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan materi esensial di dalam kehidupan. Keperluan seharihari terhadap air, berbeda untuk tiap tempat dan untuk tiap tingkatan kehidupan. Yang jelas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup di samping udara, tanah dan cahaya. Makhluk hidup khususnya manusia tidak akan mampu bertahan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk perawatan kecantikan yang mampu menarik hati konsumen. jenis usaha inipun

BAB I PENDAHULUAN. produk perawatan kecantikan yang mampu menarik hati konsumen. jenis usaha inipun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini saja di Indonesia semakin marak munculnya berbagai macam klinik kecantikan sebagai contoh natasya skin care dan sebagainya yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Pengertian dan Pengaturan Perlindungan Konsumen. 1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Pengertian dan Pengaturan Perlindungan Konsumen. 1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian dan Pengaturan Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

FUNGSI LEMBAGA HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN 01 INDONESIA

FUNGSI LEMBAGA HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN 01 INDONESIA FUNGSI LEMBAGA HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN 01 INDONESIA (The Function offhe Product Liability Regime In the Effort to Attain Consumer Protection in Indonesia) DISERTASI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan industri barang dan jasa yang semakin modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya kebutuhan dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asasasas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI A. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Sejarah lahirnya perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan disahkannya

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-Undang tentang

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-Undang tentang BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 1. Latar belakang UU nomor 8 tahun 1999 UUPK ibarat oase di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang industri. Hal ini didukung dengan tumbuhnya sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini telah banyak memberikan berbagai kemajuan dalam pembangunan. Salah satunya adalah bidang industri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TAHUN 1999

BAB II TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TAHUN 1999 BAB II TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TAHUN 1999 A. Sejarah Perlindungan Konsumen Melihat realitas begitu lemahnya kedudukan konsumen berkenaan dengan penyampain iklan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KONSUMEN MELALUI IKLAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KONSUMEN MELALUI IKLAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KONSUMEN MELALUI IKLAN H. Tinjauan Umum Tentang Hukum Perlindungan Konsumen 1. Beberapa Peristilahan dalam Hukum

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. Diajukan oleh: LIVIA BENITA. NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis

JURNAL SKRIPSI. Diajukan oleh: LIVIA BENITA. NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis JURNAL SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PENYEDIA JASA TELEKOMUNIKASI ATAS KETIDAKPUASAN KONSUMEN PENGGUNA KARTU TELEPON SELULER PRABAYAR DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan oleh: LIVIA BENITA NPM : 07 05 09620

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini guna menunjang transportasi yang dibutuhkan masyarakat Jakarta. Selain

BAB I PENDAHULUAN. ini guna menunjang transportasi yang dibutuhkan masyarakat Jakarta. Selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sarana angkutan umum saat ini semakin ditingkatkan pemerintah, hal ini guna menunjang transportasi yang dibutuhkan masyarakat Jakarta. Selain itu mengingat

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN. Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau

BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN. Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN 1.1 Pengertian Pelaku Usaha Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA. yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap purna transaksi.

BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA. yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap purna transaksi. BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA A. Pengertian dan Cakupan Layanan Purna Jual Seorang konsumen didalam melakukan transaksi jual beli melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia definisi parkir ialah menghentikan atau menaruh

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia definisi parkir ialah menghentikan atau menaruh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Parkir Menurut kamus besar bahasa Indonesia definisi parkir ialah menghentikan atau menaruh (kendaraan bermotor) untuk beberapa saat ditempat yang sudah disediakan. Pengertian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA Oleh Gek Ega Prabandini I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study, entitled "Effects Against

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto, PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto, rifan4n@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini membahas mengenai perlindungan hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN OJEK SEPEDA MOTOR SEBAGAI KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN OJEK SEPEDA MOTOR SEBAGAI KENDARAAN BERMOTOR UMUM BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN OJEK SEPEDA MOTOR SEBAGAI KENDARAAN BERMOTOR UMUM 2.1 Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian dan Batasan Perlindungan Konsumen Hukum Perlindungan Konsumen

Lebih terperinci

persaingan ketat dan bervariasinya produk yang ditawarkan, akhirnya menempatkan konsumen sebagai subyek yang memiliki banyak pilihan. Menghadapi reali

persaingan ketat dan bervariasinya produk yang ditawarkan, akhirnya menempatkan konsumen sebagai subyek yang memiliki banyak pilihan. Menghadapi reali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat dan kemajuan teknologi telah menimbulkan perubahan cepat pada produk-produk kosmetik, sehingga banyak berdiri industri-industri

Lebih terperinci