Martina Navratilova, Pelatih dan Pemain Tenis Stephen Hawking, Fisikawan Christopher Reeve, Aktor, Sutradara, Produser Film, dan Penulis Skenario

Transkripsi

1 Disabilitas itu masalah persepsi. Jika engkau dapat melakukan satu hal dengan baik, orang lain akan membutuhkanmu. Martina Navratilova, Pelatih dan Pemain Tenis Marah kepada disabilitas saya hanya membuang-buang waktu. Kita harus melanjutkan hidup dan saya berusaha untuk tidak marah. Orang-orang tidak akan punya waktu untukmu jika engkau selalu marah atau mengeluh. Stephen Hawking, Fisikawan Seorang pahlawan adalah seorang individu biasa yang menemukan kekuatan untuk gigih dan dan bertahan meskipun menghadapi hambatan luar biasa. Christopher Reeve, Aktor, Sutradara, Produser Film, dan Penulis Skenario Ketika hal buruk terjadi, engkau memiliki tiga pilihan. Engkau bisa membiarkannya membatasimu, membiarkannya menghancurkanmu atau membiarkannya menguatkanmu. Anonim Hal terburuk tentang disabilitas adalah orang-orang akan memerhatikan disabilitasmu terlebih dahulu sebelum mereka memerhatikanmu. Easter Seals, Organisasi Disabilitas Nirlaba Amerika Serikat Kebajikan adalah bahasa yang bisa didengar oleh penyandang tunarungu dan bisa dilihat oleh penyandang tunanetra. Mark Twain, Novelis, Penulis dan Pengajar

2

3 MENYELAMI KESEHARIAN PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS Membedah Kemudahan Beraktivitas Perempuan Penyandang Disabilitas DIAH MARLIATI Diterbitkan oleh Intersight Publishing Melalui Nulisbuku.com Jakarta 2016

4

5 Menyelami Keseharian Perempuan Penyandang Disabilitas Oleh: Diah Marliati Copyright 2016, Diah Marliati Penerbit: Intersight Publishing, Jakarta Ilustrasi Sampul: Easter Seals Thrive & PicsArt Desain Sampul: Diah Marliati Penyunting: Diah Marliati Tata Letak Isi: Diah Marliati Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis. Diterbitkan melalui:

6

7 PRAKATA TERBATASNYA akses pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, infrastruktur dan layanan umum mengakibatkan sampai saat ini kaum perempuan penyandang disabilitas masih digolongkan ke dalam kelompok yang rentan mengalami diskriminasi dan termarjinalisasi. Kondisi mereka yang memungkinkan terjadinya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia dialami lebih parah oleh kalangan miskin dan penduduk pedesaan. Mitos dan stereotip yang melekat pada perempuan penyandang disabilitas memperburuk kondisi mereka. Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan disabilitas sebagai berikut: Disabilitas adalah istilah umum dan luas yang meliputi kelainan, keterbatasan kegiatan dan halangan untuk berpartisipasi. Kelainan berarti permasalahan dalam fungsi dan struktur tubuh, keterbatasan kegiatan berarti kesulitan yang dihadapi oleh seorang individu dalam melakukan tugas atau aksi sedangkan halangan untuk berpartisipasi berarti masalah yang dialami oleh seorang individu dalam keterlibatannya di situasi kehidupan. Lebih lanjut, Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan penyandang disabilitas sebagai berikut: Terminologi penyandang disabilitas diber- vii

8 lakukan untuk seluruh penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki kelainan fisik, mental, intelektual atau indera dalam jangka waktu lama, di mana dalam berinteraksi dengan berbagai sikap dan lingkungan, mengalami hambatan yang menghalangi partisipasi mereka secara penuh dan efektif di masyarakat atas dasar kesetaraan dengan orang lain. Sebagaimana dikutip dari Profil Perempuan Indonesia 2013 yang diterbitkan atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat Statistik, hasil Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan 2012 menunjukkan bahwa persentase perempuan penyandang disabilitas secara nasional sebesar 2,55 persen terhadap total penduduk. Persentase perempuan penyandang disabilitas di perkotaan relatif lebih rendah dibandingkan di pedesaan, yaitu 2,28 persen berbanding 2,81 persen. Jika dibandingkan dengan laki-laki, persentase perempuan penyandang disabilitas relatif lebih tinggi, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mengenai jenis disabilitas, laporan tersebut memaparkan bahwa gangguan melihat merupakan disabilitas yang paling banyak dialami oleh baik perempuan penyandang disabilitas maupun laki-laki penyandang disabilitas dengan besar persentase se- viii

9 cara berurutan 29,79 persen dan 29,45 persen. Sedangkan untuk disabilitas ganda (mengalami gangguan fungsi/keterbatasan lebih dari satu jenis), persentase perempuan penyandang disabilitas ganda sebesar 43,13 persen dan persentase laki-laki penyandang disabilitas ganda sebesar 36,60 persen. Baik di perkotaan maupun di pedesaan persentase perempuan penyandang disabilitas ganda lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun persentase perempuan penyandang disabilitas lebih tinggi dan diperkirakan jumlahnya meningkat sekarang, hak-haknya masih belum diperhatikan secara serius oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kebijakan dan program tentang jaminan atas aksesibilitas dalam penyediaan fasilitas dan akomodasi bagi kaum perempuan penyandang disabilitas sesuai dengan kebutuhan dan jenis disabilitasnya. Di masyarakat kaum perempuan penyandang disabilitas masih dipandang sebelah mata. Mereka merasa tertekan karena hak dan ruang geraknya di segala aspek kehidupan dibatasi dan kesempatannya untuk mengakses kemandirian kurang diprioritaskan. Stigma terkait sosial budaya dan ekonomi, seperti perempuan penyandang disabilitas dianggap lemah, tak berdaya dan menjadi beban keluarga merupakan faktor utama penyebabnya. Stigma terse- ix

10 but tidak hanya datang dari masyarakat umum, namun juga dari keluarga. Padahal, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) yang telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011, seluruh penyandang disabilitas, baik penyandang disabilitas perempuan maupun laki-laki, memiliki hak atas penikmatan secara penuh dan setara hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Konvensi ini menekankan penyandang disabilitas sebagai subyek yang memiliki hak setara dengan warga lain. Mereka berhak mendapatkan jaminan dan perlindungan atas harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Maraknya isu tentang perempuan penyandang disabilitas dan tidak efektifnya penerapan peraturan perundang-undangan mengenai disabilitas di Indonesia membangkitkan minat penulis untuk menelaah dan mengkaji sumber-sumber tertulis tentang cara penyandang disabilitas, khususnya perempuan penyandang disabilitas, mengatasi hambatan-hambatan dan rintangan-rintangan dalam kehidupan sehari-hari serta bertahan dengan kondisi yang ada secara mandiri dengan memanfaatkan fasilitas dan akomodasi yang tersedia. Penulis juga menyadari x

11 bahwa informasi, pengetahuan dan pemahaman dalam Bahasa Indonesia terkait disabilitas masih sangat langka ditemui Akhir kata, semoga buku ini menginspirasi Anda dan orang-orang yang Anda kasihi untuk tetap mencintai dan menghargai diri sendiri, bagaimanapun kondisinya. Diah Marliati Jakarta, 2016 xi

12 DAFTAR ISI Prakata vii Daftar Isi xii Latar Belakang: Menggugurkan Mitos dan Stereotip 1 Kematangan Emosional dalam Berpacaran 4 Menjelang Hari Bahagia 8 Resep Menikmati Pengalaman Seksual Bersama Suami 12 Perencanaan dan Persiapan Kehamilan 17 Ketidaknyamanan Saat Hamil 23 Upaya Ibu Menjalin Ikatan Batin Semenjak Bayi Lahir 34 Memahami Disabilitas Sejak Dini 45 Memupuk Sikap Mental Positif 50 Kesehatan Terjamin, Kualitas Hidup Meningkat 56 Upaya Grooming untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri 67 Hidup Mandiri, Kenapa Tidak? 79 xii

13 Rumah Layak Akses bagi Pengguna Kursi Roda 84 Menyiasati Kerepotan Berbelanja 94 Mengatasi Keruwetan Memasak 99 Rekomendasi Alat Bantu Dapur 104 Makan-Minum Enak dan Praktis 111 Memperjuangkan Pekerjaan yang Tepat dan Layak 118 Strategi Jitu Mengelola Keuangan yang Efektif 127 Persiapan Berwisata Keliling Dunia dan Nusantara 138 Cegah dan Hindari Kejahatan di Tempat Umum Sebelum Terlambat 149 Mengenal dan Mencegah Kekerasan Seksual 153 Tentang Penulis 158 xiii