BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan beberapa konsep yang terkait dengan penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka terdiri atas teori-teori yang menyangkut penelitian mengenai pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun Teori-teori yang ditulis adalah teori mengenai kemiskinan, ukuran kemiskinan, aspek dan karakteristik kemiskinan, pertumbuhan penduduk dan pengangguran Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. 1 Menurut para ahli membedakan empat macam kemiskinan. Empat macam kemiskinan tersebut ialah : 1. Kemiskinan absolut menunjukan keadaan seseorang atau sekelompok masyarakat yang taraf hidupnya (pendapatannya) begitu rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. 2. Kemiskinan relatif berkaitan dengan pembagian pendapatan nasional diantara berbagai lapisan masyarakat, yaitu berapa bagian (%) yang diperoleh golongan masyarakat yang satu dibandingkan dengan kelompokkelompok masyarakat lainnya. 3. Kemiskinan struktural menunjuk pada ketidakmampuan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang disebabkan oleh (sebagai akibat dari) struktur masyarakat yang menghalanginya. 1 Wikipedia, kemiskinan, 25/07/2012

2 4. Kemiskinan sosial budaya ialah kemiskinan yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Ukuran Kemiskinan Ada beberapa tolok ukur yang dikembangkan oleh para ahli ekonomi untuk mengukur tingkat kemiskinan masyarakat : 1. Setara dengan beras. Batasan atau ukuran kemiskinan yang diajukan oleh Prof.Sayogyo dan disesuaikan dengan perkembangan zaman oleh Sucipto Wirasarjana menggunakan tingkat konsumsi atau pengeluaran setara sejumlah kilogram beras orang pertahun. Menurut Badan Pusat Statistik, batas garis kemiskinan dihitung dalam Rp per kapita per bulan. 2. Kebutuhan fisik minimum, adalah kebutuhan hidup (makanan, minuman, pakaian, rumah, dsb) selama satu bulan bagi seorang pekerja, yang diukur dalam uang berdasarkan jumlah kalori, protein, vitamin dan bahan mineral lainnya yang diperlukan untuk hidup layak, yang dinyatakan daam rupiah. Tolok ukur ini sering dipakai oleh instansi pemerintah dan organisasi buruh unuk menilai wajar tidaknya tingkat upah karyawan. 3. Badan Pusat Statistik menggunakan tolok ukur dari Bank Dunia, yaitu ratarata pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 2100 kalori per hari (kelompok makanan) ditambah dengan kebutuhan (bukan makanan) minimal lainnya yang mencakup perumahan, pakaian, kesehatan dan pendidikan. (secara normal seseorang membutuhakan 2400 kalori dan 45 gram protein sehari). 2 Gilarso T, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm

3 4. Ukuran kemiskinan relatif (tingkat ketimpangan distribusi pendapatan atau relative inequality) yang palig banyak digunakan adalah Indeks Gini, yang mengukur berapa persen penduduk mendapat berapa persen dari pendapatan nasional Aspek dan Karakteristik Kemiskinan Menurut Andre Bayo Ala ada beberapa aspek kemiskinan yaitu : 1. Kemiskinan itu multi dimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan pendidikan yang juga kurang baik. 2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak.hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kmunduran pada aspek lainnya. 3. Bahwa kemiskinan adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. 3 Suatu hasil studi yang dikutip oleh emil salim mengemukakan 5 karakteristik kemiskinan. 5 karakteristik kemiskinan tersebut adalah : 1. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnyatidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup modal, ataupun ketrampilan. 2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. 3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, tak sampai tamat Sekolah dasar (SD). 4. Banyak iantara mereka tidak mempunyai tanah, kalaupun ada tetapi relatif sempit. 5. Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda tidak mempunyai ketrampilan atau pendidikan. 4 3 Lincolin Arsyad, op.cit. hal 69 4 Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Penerbit BP STIE, Yogyakarta, 1998, hlm 69-70

4 2.1.4 Pertumbuhan Penduduk Menurut Maltus kecenderungan umum penduduk suatu negara untuk tumbuh menurut deret ukur yaitu dua-kali lipat setiap tahun. 5 Pada saat yang sama, karena hasil yang menurun dari faktor produksi tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret hitung. Oleh karena pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan tinggi, maka pendapatan perkapita (dalam masyarakat tani didefinisikan sebagai produksi 24 pangan perkapita) akan cenderung turun menjadi sangat rendah, yang menyebabkan jumlah penduduk tidak pernah stabil, atau hanya sedikit diatas tingkat subsiten. Cakupan kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Beberapa ekonom mencoba mengkalkulasi indikator Jurang Kemiskinan Total (TPG) yaitu : H TPG = i=1 (Yp Yi)...(2.1) TPG mengukur seberapa jauhkah pendapatan kelompok miskin berada di bawah garis kemiskinan dengan cara menjumlahkan pendapatan orang miskin (Y i ) yang berada dibawah garis kemiskinan absolut (Y p ) Ukuran Foster-Greer-Thorbecke H Yp Yi α P α = 1 N i=1...(2.2) 椠 p Dimana : Y i adalah pendapatan dari orang miskin ke-i, Y p adalah garis kemiskinan N adalah jumlah penduduk (populasi) Indeks P α mempunyai bentuk yang berbeda-beda, tergantung pada nilai α. Jika: α = 0, maka diperoleh Head Count Index ( 0 P ), yaitu persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. α = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index ( 1 P ), yaitu indeks kedalaman kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indek, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. α = 2, maka diperoleh Poverty Severity ( 2 P ), yaitu indeks keparahan kemiskinan, yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran 5 Ibid. Hal. 92

5 antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indek, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin Pengangguran Secara umum, pengangguran didefiniikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaaan. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai penganggur. Oleh sebab itu pengangguran dibedakan atas 4 jenis berdasarkan sebabsebab timbulnya pengangguran, antara lain: 1. Pengangguran friksional atau transisi (frictional or transitional unemployment), yaitu pengangguran yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan di dalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi. Jenis pengangguran ini dapat pula terjadi karena berpindahnya orang-orang dari satu daerah ke daerah lain, atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, aau melalui berbagai tingkat siklus kehidupan yang berbeda. 2. Pengangguran struktural (crtuctural unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi akibat adanya perubahan di dalam struktur pasar tenaga kerja yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara penawaran dan ermintaan tenaga kerja. 3. Pengangguran alamiah (natural unemployment) atau lebih dikenal dengan istilah tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment) adalah tingkat pengangguran yang terjad pada kesempatan kerja penuh (Sachs and Larrain, 1993 : 456). 4. Pengangguran konjungtur atau siklis (cyclical unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi sebagai akibat merosotnya kegiatan ekonomi atau karena terlampau kecilnya permintaan efektif agregat di dalam perekonomian dibandingkan dengan penawaran agregat. 7 Selain pembedaan seperti yang dikemukakan sebelumnya, jenis pengangguran khususnya di negara-negara sedang berkembang (develiping countries) dapat pula dbedakan ke dalam beberapa bentuk, sebagai berikut : 6 Todaro, Michael P, 2006, Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta. 7 Muana Nanga, Makro Ekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm

6 1. Pengangguran terselubung (disguised unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi apabila dalam suatu kegiatan perekonomian jumlah tenaga kerja sangat berlebihan. 2. Pengangguran musiman (seasonal unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam satu tahun. 3. Setengah pengangguran (underemployment), yaitu pengangguran yang bekerja dalam jumlah waktu yang terbatas. Sedangkan menurut Edgar O. Edwards membedakan 5 bentuk pengangguran yaitu : 1. Pengangguran terbuka (open unemployment), yaitu baik sukarela (mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik) maupun secara terpaksa (mereka yang mau bekerja tetapi tidak memeroleh pekerjaan) 2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah mereka yang bekerja lamanya (hari, minggu, musiman) kurang dari yang mereka bisa kerjakan. 3. Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh, yaitu mereka yang tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah menganggur. 4. Tenaga kerja yang lemah (impaired), yaitu mereka yang mungkin bekerja full time, tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakitan. 5. Tenaga kerja yang tidak produktif, yaitu mereka yang mampu bekerja secara produktif tetapi karena sumberdaya-sumberdaya penolong kurang meadai maka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik. 8 Pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain: 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate dengan consumption poverty rate. 2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. 9 8 Lincolin Arsyad, op.cit. hal Tulus H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.

7 Ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran, luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Licolind Arsyad (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar mereka, yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Namun demikan, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka Pengaruh Variabel Indepeden dan Dependen Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan Menurut Todaro (2006) bahwa besarnya jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam perhitungan indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana apabila jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan semakin meningkat Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan

8 Licolind Arsyad menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar mereka, yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Kadangkala ada juga pekerja diperkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik dan yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan-pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber-sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka. Orang-orang seperti ini bisa disebut menganggur tetapi belum tentu miskin. Sama juga halnya adalah, banyaknya induvidu yang mungkin bekerja secara penuh per hari, tetapi tetap memperoleh pendapatan yang sedikit. Banyak pekerja yang mandiri disektor informal yang bekerja secara penuh tetapi mereka sering masih tetap miskin Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Whisnu Adhi Saputra (2011) yang berjudul Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa

9 Tengah tahun bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk, PDRB, IPM, pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode Panel Data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk, PDRB, IPM, pengangguran dan kemiskinan. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, dan Pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah Penelitian yang dilakukan oleh Ravi Dwi Wijayanto (2010) yang berjudul Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB, Pendidikan, Pengangguran terhadap tingkat kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa Variabel PDRB mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan mempengaruhi kemiskinan, Variabel Pendidikan (melek huruf) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi

10 kemiskinan, Variabel Pengangguran mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan kerangka pemikiran yang skematis sebagai berikut: Jumlah Penduduk (X 1 ) Tingkat Kemiskinan (Y) Pengangguran (X 2 ) Gambar 2.1 Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa kemiskinan dipengaruhi oleh dua variabel independen, antara lain jumlah penduduk dan tingkat pengangguran. Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan permasalahan yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan tidak merata dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah masalah pengangguran. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah menjadi semakin serius. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran yang akan menimbulkan masalah kemiskinan. Variabel-variabel tersebut sebagai

11 variabel independen (bebas) dan bersama-sama, dengan variabel dependen (terikat) yaitu kemiskinan yang diukur dengan alat analisis regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya. Dengan hasil regresi tersebut diharapkan mendapatkan tingkat signifikansi setiap variabel independen dalam mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya tingkat signifikansi setiap variabel independen tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran kepada pemerintah dan pihak yang terkait mengenai penyebab kemiskinan di Jawa Tengah untuk dapat merumuskan suatu kebijakan yang relevan dalam upaya pengentasan kemiskinan. 2.4 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara/ kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah berpengaruh positif. Tanda positif dalam hipotesis penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun adalah mengindikasikan bahwa semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat kemiskinannya. 2. Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah berpengaruh positif.

12 Tanda positif dalam hipotesis penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun adalah mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengangguran, maka semakin tinggi pula tingkat kemiskinannya.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Defenisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

Indikator dan Teknik Perhitungan Penduduk dan ketenagakerjaan termasuk TPAK, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tersembunyi.

Indikator dan Teknik Perhitungan Penduduk dan ketenagakerjaan termasuk TPAK, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tersembunyi. Indikator dan Teknik Perhitungan Penduduk dan ketenagakerjaan termasuk TPAK, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tersembunyi Oleh : Afwandi Perbedaan antara Sensus Penduduk dan Registrasi Penduduk Registrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROPINSI SULAWESI SELATAN

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROPINSI SULAWESI SELATAN PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Rasdiah Rasyid Universitas Patria Artha Makassar email: rasdiah.rasyid@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Penelitian oleh Prastyo (2010) yang dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. No. 32/07/14/Th. XVIII, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2017 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN, PENGANGGURAN DAN KESEHATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT JURNAL ADDIANA RISE

PENGARUH PENDIDIKAN, PENGANGGURAN DAN KESEHATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT JURNAL ADDIANA RISE PENGARUH PENDIDIKAN, PENGANGGURAN DAN KESEHATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT JURNAL ADDIANA RISE 11090270 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN BERAU. Dawami Buchori Amins. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah ABSTRACT

PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN BERAU. Dawami Buchori Amins. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN BERAU Dawami Buchori Amins Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah ABSTRACT This research has the effect of unemployment rate on

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan di Indonesia merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan

Lebih terperinci

Masalah Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Masalah Kependudukan dan Ketenagakerjaan Masalah Kependudukan dan Ketenagakerjaan Demografi (Kependudukan) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Masalah kependudukan: o Pertumbuhan penduduk o Struktur umur dan penyebaran penduduk o Rasio beban

Lebih terperinci

POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA

POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA 6 POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PEDESAAN : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan ekonomi nasional dan penurunan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan ekonomi nasional dan penurunan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan nasional dapat dilihat dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi nasional dan penurunan jumlah penduduk miskin, kedua indikator tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 )

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 ) 97 BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL 5.1. Hasil Estimasi Model Persentase Penduduk Miskin Absolut (P 0 ) Head count index (P 0 ) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerap angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyerap angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan dilaksanakan untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat melalui pengembangan perekonomian dan menyelesaikan berbagai permasalahan pembangunan dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

[ OPISSEN YUDISYUS ]

[ OPISSEN YUDISYUS ] Ada pendapat yang mengatakan bahwa proses yang mempercepat pembangunan ekonomi adalah jumlah penduduk yang besar. Namun, ada yang berpendapat lain yaitu jumlah penduduk yang sedikit justru mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE

PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2008 Candra Mustika Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi 23/12/2013 1 Pengangguran Salah satu ukuran keberhasilan pengelolaan ekonomi suatu negara tingkat pengangguran Pengangguran (unemployment), tidak berkaitan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI PDRB, TINGKAT UPAH DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI BALI TAHUN

PENGARUH NILAI PDRB, TINGKAT UPAH DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI BALI TAHUN PENGARUH NILAI PDRB, TINGKAT UPAH DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI BALI TAHUN 2003-2012 Ni Kadek Murniasih1, Ketut Dunia1, Made Ary Meitriana2 Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 05/01/34/Th.XVI, 02 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat Indonesia merupakan suatu cita-cita dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila dapat menyelesaikan masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2000-2014 NADIA IKA PURNAMA Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara email : nadiaika95@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011-2015 Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015

Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 55/09/32/Th. XVII, 15 September 2015 Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi adalah fitrah manusia yang merupakan sebuah kebutuhan darurat yang tidak dapat di pisahkan dari diri manusia karena konsumsi adalah bagian dari usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk yang semakin cepat dan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan beberapa masalah baru dan salah satu masalah tersebut adalah masalah pengangguran

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : 1215151009 ABSTRAK Kemiskinan menjadi masalah besar di Provinsi

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di DIY pada tahun Peneliti ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di DIY pada tahun Peneliti ini 2.1 Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Susianti (2012) melakukan pnelitian Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di DIY pada tahun 2004 2010. Peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Desa Beluk Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan subjek dalam penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015 No : 01/10/7325/Th. I, 11 Oktober 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Pengukuran kemiskinan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi

Lebih terperinci

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN 05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi setiap negara. Jika berbicara tentang masalah pengangguran, berarti tidak hanya berbicara

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 37/07/34/Th.XV, 1 Juli 2013 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA 07/01/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/11/33.08/Th.I, 08 November 2016 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 2015 MENCAPAI 13,07 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini terdapat penelitian sejenis yang sudah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja II. TINJAUAN PUSTAKA A. LandasanTeori 1.Definisi Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja (Sumarsono, 2009). Artinya bahwa semua orang yang melakukan kegiatan pekerjaan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN 07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016

Lebih terperinci

No : 03/07/7325/Th. II, 25 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Pengukuran kemiskinan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 18 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Kemiskinan Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan Garis Kemiskinan Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Garis kemiskinan berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, ketimpangan, dan mengatasi kemiskinan (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, ketimpangan, dan mengatasi kemiskinan (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan proses dari berbagai dimensi yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, termasuk pula laju perubahaan

Lebih terperinci

Employment and Unemployment Dewi Pancawati N.,S.Pd.,M.M.

Employment and Unemployment Dewi Pancawati N.,S.Pd.,M.M. Employment and Unemployment Dewi Pancawati N.,S.Pd.,M.M. Employment Not Labor Population Labor Not Force Labor Force Population Employee (Manpower) Population aged 10 years Bukan Tenaga kerja Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015 Nomor : 049/08/63/Th. XIX, 15 September 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015 Persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada September 2014 tercatat 4,81 persen

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENGANGGURAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENGANGGURAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENGANGGURAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO Ardi Anindita Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo ardi.anindita@gmail.com

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2013 No. 39/07/15/Th.VII, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2013 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jambi pada bulan Maret 2013 sebesar 266,15

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN 1995 2013 Naskah Publikasi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, dengan cara melakukan pembangunan ekonomi yang terus menerus. kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, dengan cara melakukan pembangunan ekonomi yang terus menerus. kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara pasti berusaha untuk dapat mencapai kemakmuran bagi rakyatnya, dengan cara melakukan pembangunan ekonomi yang terus menerus dan berkelanjutan,

Lebih terperinci

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN)

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN) Selamet Rahmadi Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas

I. PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 05/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada sebesar Rp 321.056,-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara

BAB I PENDAHULUAN. dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permasalahan utama pada setiap negara yang tidak akan pernah selesai dibahas adalah masalah kemiskinan. Baik di negara maju atau negara berkembang, kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tentunya terus melakukan pembangunan daerah. Salah satu solusi pemerintah dalam meratakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN 38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA Patryano G Anggara Program Studi Ilmu Ekonomi, Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci