TINJAUAN PUSTAKA. Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents"

Transkripsi

1 9 TINJAUAN PUSTAKA Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents Specialty fats adalah suatu jenis lemak yang mempunyai fungsionalitas khusus, sehingga mempunyai potensi aplikasi yang khusus pula. Dalam konteks yang lebih luas, specialty fats dapat juga dikategorikan sebagai lipida terstruktur (structured lipids/structured fats), yaitu suatu triasilgliserol (TAG) yang mengandung campuran dari asam lemak dengan karakteristik tertentu dan teresterifikasi dalam kerangka gliserol untuk tujuan memberikan fungsionalitas tertentu, baik fungsionalitas kesehatan maupun fungsionalitas fisik lainnya (Hariyadi 2009). Sedangkan menurut Osborn dan Akoh (2002a), lipida terstruktur adalah TAG yang dimodifikasi untuk diubah komposisi asam lemak atau distribusi posisinya dalam kerangka gliserol secara reaksi kimia dan/atau enzimatik dan/atau rekayasa genetika untuk memperbaiki nilai gizi atau sifat-sifat fungsionalnya. Berbagai jenis specialty fats telah dikembangkan oleh industri minyak dan lemak dari tahun ke tahun dalam upaya mendukung berkembangnya industri pangan, nutrisional, farmasi, kosmetik maupun perawatan personal. Di antara specialty fats, cocoa butter alternatives (CBA) mungkin mewakili specialty fats yang paling beragam dan paling banyak dikembangkan. CBA didesain untuk memberikan alternatif, baik secara ekonomi maupun fungsional terhadap ingridien bernilai ekonomi tinggi, cocoa butter (CB). CB berkontribusi penting terhadap sifat-sifat tekstural dan sensori produk-produk coklat confectionery. Produsen CBA selalu membandingkan penampilan produk dan karakteristiknya dengan CB, karena CB dianggap mewakili standar emas untuk produk specialty fats (Wainwright 1999). Cocoa Butter dan Cocoa Butter Alternatives Cocoa butter (CB) merupakan lemak alami (titik leleh C) berwarna kuning terang yang diperoleh dari biji kakao (Theobroma cacao), sedangkan menurut Minifie (1999), beberapa negara memberi batasan yang lebih spesifik

2 10 tentang CB, yaitu sebagai hasil pengepresan cocoa nib (kotiledon kakao) setelah dipisahkan dari shell (proses winnowing). CB bersifat keras dan mudah patah (brittle) di bawah suhu ruang, tetapi ketika dimakan, CB meleleh sempurna di mulut dengan tekstur creamy yang lembut dan sensasi dingin (Gunstone 2002). Polimorfismenya juga berpengaruh besar terhadap sifat-sifat fisik dari produk coklat, seperti kilap (gloss), derak (snap), kontraksi, ketahanan panas, pelelehan yang cepat dan tajam di mulut, serta ketahanan bloom (Osborn dan Akoh 2002a). Karakteristik tersebut sebagai konsekuensi dari komposisi TAG CB yang hampir 80% didominasi oleh tiga TAG simetrik, saturated-unsaturated-saturated (StUSt), yaitu palmitat-oleat-palmitat (POP, %), palmitat-oleat-stearat (POS, %) dan stearat-oleat-stearat (SOS, %) (Lipp et al. 2001). CB juga mengandung sejumlah kecil TAG yang tidak simetrik (POO, PSO dan SSO). Komposisi TAG yang unik bersama-sama dengan kandungan diasilgliserol (DAG) yang sangat rendah membentuk CB dengan sifat fisik yang diinginkan dan kemampuannya untuk rekristalisasi selama pengolahan untuk membentuk suatu kristal stabil (Shukla 2006, Liu et al. 2007). Karakteristik unik tersebut juga menjadi alasan yang membuat CB dianggap sebagai lemak ideal dan pilihan dalam industri coklat confectionery, sehingga menciptakan permintaan pasar yang besar melebihi pasokan. Biji kakao mengandung CB relatif kecil ( % dari nib). Sementara itu, hanya sedikit negara yang membudidayakan kakao, sehingga suplai menjadi tidak stabil dan harganya relatif paling mahal di antara lemak dan minyak alami (Zaidul et al. 2007). Menurut Torbica et al. (2006), selain pasokan dan harga yang tidak menentu, CB juga kurang memadai untuk digunakan pada iklim panas serta kualitasnya bervariasi antar wilayah yang berbeda. Selain itu, proses tempering diperlukan untuk produk coklat yang sepenuhnya menggunakan CB dalam formulasinya, karena akan cenderung mengalami blooming (Fuji Oil Europe 2004). Berbagai alasan tersebut mendorong dikembangkannya specialty fats alternatif CB, sehingga dikenal istilah cocoa butter alternatives (CBA). Selanjutnya, pada Tabel 2.1 dapat dilihat komposisi dan sifat-sifat CB dari beberapa negara.

3 11 Tabel 2.1 Komposisi dan sifat-sifat CB dari beberapa negara Faktor Bilangan iod Titik leleh ( C) DAG (%) ALB (%) Komposisi AL: C16:0 (%) C18:0 (%) C18:1 (%) C18:2 (%) C20:0 (%) Komposisi TAG: Trisat. (%) PPS PSS Monounsat. (%) POP POS SOS SOA Diunsat. (%) POO SOO Polyunsat.(%) OOO SFC (tempering 40 jam, 26 C) 20 C (%) 25 C (%) 30 C (%) 35 C (%) Negara Ghana India Brazil Nigeria Ivory Cost Malaysia Trace Trace Trace Trace Trace Trace Sumber : Shukla (2006) Keterangan: DAG, diasilgliserol; ALB, asam lemak bebas; AL, asam lemak; TAG, triasilgliserol; Trisat., trisaturated; Monounsat., monounsaturated; Diunsat., diunsaturated; Polyunsat., polyunsaturated; P, asam palmitat; O, asam oleat; S; asam stearat; A, asam arakhidat; SFC, solid fat content CBA yang kadang-kadang disebut sebagai hard butter atau confectionery fats atau specialty fats saja, biasanya diklasifikasikan berdasarkan komposisi

4 12 kimia dan kompatibilitasnya terhadap CB. Menurut Lipp dan Anklam (1998), CBA diklasifikasikan sebagai: (a) CB Equivalents (CBE): lemak nabati non laurat (tidak mengandung asam laurat) yang mirip sifat-sifat fisik dan kimianya dengan CB dan dapat dicampur dengan CB pada jumlah berapapun tanpa mengubah sifat-sifat CB; (1) Cocoa butter extender (CBX): subgroup dari CBE yang tidak dapat dicampur dengan CB pada semua rasio. (2) Cocoa butter improvers (CBI): mirip dengan CBE, tetapi dengan kandungan TAG padat lebih tinggi, digunakan untuk memperbaiki CB yang lunak. (b) CB Replacers (CBR): lemak non laurat dengan distribusi asam lemak mirip CB, tetapi struktur TAGnya berbeda sepenuhnya, hanya pada rasio kecil kompatibel dengan CB. (c) CB Substitutes (CBS): lemak nabati laurat (mengandung asam laurat), berbeda sepenuhnya dengan CB secara kimia, dengan beberapa kemiripan sifat fisik, hanya cocok untuk pensubstitusi CB sampai 100%. CBR diproduksi dari minyak dan lemak non laurat terhidrogenasi parsial (terutama dari minyak kedelai, biji kapas dan sawit). Profil pelelehannya diperbaiki dengan manipulasi parameter hidrogenasi. CBR atau sering disebut CBS non laurat memiliki sifat-sifat flavor, aroma, kilap dan retensi kilap yang baik serta tidak memerlukan tempering, tetapi cenderung mengalami blooming pada penyimpanan jangka panjang. Walaupun mempunyai kompatibilitas rendah terhadap CB, tetapi CBR sangat kompatibel dengan lemak non laurat lainnya. CBR cocok untuk enrobing produk bakery (lunak atau berongga). CBR dapat dicampur dengan CB sampai 20-25% (basis lemak) jika digunakan sebagai confectionery coating (Wainwright 1999, Shukla 2006, Fuji Oil Europe 2004, PT Cahaya Kalbar Tbk 2004). CBS adalah lemak modifikasi dari asam laurat (La) dan asam miristat (Mi) dengan TAG utama LaLaLa, LaLaMi, dan LaMiMi (Shamdusin et al. 2006). CBS terutama diproduksi dari lemak laurat seperti minyak kelapa dan minyak inti sawit, walaupun sejumlah kecil dari minyak kedelai terhidrogenasi, biji kapas, sawit dan lemak nonlaurat lainnya juga digunakan. Teknik pengolahannya

5 13 meliputi hidrogenasi, interesterifikasi dan fraksinasi. Hidrogenasi sempurna minyak inti sawit menghasilkan suatu lemak yang sangat keras, tetapi dengan interesterifikasi acak dapat memperbaiki sifat pelelehan secara dramatis. Sebagai alternatif, minyak inti sawit dapat difraksinasi untuk menghasilkan stearin dengan pelelehan yang tajam. Stearin inti sawit dapat dihidrogenasi untuk menghasilkan produk yang lebih keras. CBS tidak memerlukan tempering, cepat mengkristal, sifat pelelehan dan pelepasan flavor baik, serta kilap dan retensi kilap baik. CBS tidak kompatibel dengan CB, toleransinya dengan CB sampai 6%, sehingga digunakan untuk komponen coating, diformulasi dengan bubuk coklat. Selain itu, jika terhidrolisis akan memberikan flavor sabun (asam laurat) serta mempunyai toleransi yang rendah terhadap lemak susu (Wainwright 1999, Shukla 2006, Fuji Oil Europe 2004, PT Cahaya Kalbar Tbk 2004). Harga CBA ditentukan oleh fungsionalitasnya, antara lain daya tahan terhadap panas, daya tahan terhadap blooming, kemudahan tempering dan sebagainya. CBE mempunyai fungsionalitas yang paling tinggi diantara ketiga jenis CBA (Gambar 2.1). Oleh karena itu, CBE mempunyai harga yang paling mahal dan CBS yang paling murah. Harga Cocoa Butter CBE CBR CBS Filling fats Fungsionalitas Gambar 2.1 Hubungan antara harga CBA dengan fungsionalitasnya (Balle 2006)

6 14 Harga CBE diperkirakan sekitar USD 4,000-4,500 per ton, CBR sekitar USD 1,000 1,500 per ton dan CBS sekitar USD per ton. Walaupun demikian, harga CBA hanya sepertiga atau seperempat dari harga CB (Idris dan Dian 2005). Harga CB akhir tahun 2010 mencapai IDR 100 ribu - IDR 150 ribu per kilogram. Cocoa Butter Equivalents Cocoa butter equivalents (CBE) adalah lemak yang berperilaku seperti CB dalam segala hal dan dapat dicampur dengan CB pada proporsi berapapun tanpa mengubah karakteristik pelelehan, rheologi dan pengolahan. CBE didesain agar mengandung komposisi TAG yang mirip dengan CB, sehingga sifat-sifatnya diharapkan mirip dan kompatibel dengan CB dalam campuran untuk pembuatan coklat. (Zaidul et al. 2007). CBE mempunyai peranan antara lain untuk memperbaiki toleransi terhadap lemak susu; meningkatkan daya simpan pada suhu tinggi; mengendalikan blooming; serta memberikan alternatif secara ekonomi terhadap penggunaan CB dalam formulasi coklat (Wainwright 1999). CB merupakan suatu sistem tiga komponen yang terdiri atas TAG POP, POS dan SOS dan jika tiga TAG ini dicampur pada proporsi yang sesuai, maka lemak nabati yang dihasilkan akan berperilaku sebagai CBE. Walaupun demikian, CBE tidak dapat dihasilkan dengan mencampur TAG secara individual, karena akan sangat mahal untuk diproduksi (Shukla 2006). CBE biasanya diformulasi dari lemak yang sifat pelelehan dan kristalisasinya agak mirip dengan CB. CBE umumnya diformulasi dari minyak yang secara alami mengandung TAG simetrik yang diperoleh dengan cara fraksinasi dari sumber minyak dan lemak yang berasal dari tanaman tropik. Sebagian besar berasal dari tanaman liar yang dikenal sebagai exotic fats (illipe, shea, sal, kokum), kecuali sawit yang dibudidayakan di kebun (Wainwright 1999). Pada Tabel 2.2 disajikan sifat-sifat fisik dan kimia CBE komersial dan CB dari Indonesia. Pada dasarnya, tidak ada lemak yang dihasilkan secara alami dengan sifat-sifat fisik yang mirip CB, masing-masing sumber lemak mempunyai kelebihan dan kekurangan TAG CB, sehingga semua alternatif CB dibuat dengan blending dan/atau modifikasi lemak (Soon 1991, Osborn dan Akoh 2002).

7 15 Tabel 2.2 Sifat-sifat fisik dan kimia CBE komersial dan CB dari Indonesia Spesifikasi Produk CBE Komersial CB Indonesia Asam Lemak Bebas 0.2% 1.5% Titik Leleh (tempered) C C Bilangan Iod SFC (IUPAC Method) (%) (%) 10 C C C C C C - - FAME (Fatty Acid Methyl Ester) (%) (%) C12:0 (Laurat, La) 0.1 max 0.1 max C14:0 (Miristat, Mi) 0.1 max 0.1 max C16:0 (Palmitat, P) C18:0 (Stearat, S) C18:1 (Oleat, O) C18:2 (Linoleat, L) 2 max 2 max C20:0 (Arakhidat, A) 2 max 1 max CNP (Carbon Number Profile) (%) (%) C max 0.1 max C C C C POP POS SOS SOA Sumber : PT Cahaya Kalbar Tbk (2004) CBE dapat diformulasi dari fraksi tengah minyak sawit (palm midfraction, PMF) yang kaya TAG POP dengan exotic fats seperti shea, shal dan illipe yang kaya TAG POS dan SOS. Formulasi suatu CBE yang tepat merupakan seni terbesar dalam teknologi lemak (Shukla 2006).

8 16 CBE sebenarnya menggambarkan suatu kisaran (range) produk, beberapa di antaranya didesain untuk pengganti keseluruhan CB, sedangkan yang lainnya adalah pengganti sebagian (Wainwright 1999). Sampai saat ini, definisi CBE menurut Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) melalui CAOBISCO (asosiasi pembuat candy dan biskuit dalam EEC) masih menjadi bahan diskusi dan perdebatan. Definisi CBE menurut EEC adalah sebagai berikut (Minifie 1999) : 1 Kandungan triasilgliserol jenis StOSt 65 persen (St = Saturated, O = Oleat). 2 Fraksi triasilgliserol dengan posisi sn-2 mengandung asam lemak tidak jenuh 85 persen. 3 Kandungan total asam lemak tidak jenuh 45 persen. 4 Asam lemak tidak jenuh dengan dua atau lebih ikatan rangkap 5 persen. 5 Kandungan asam laurat 1 persen. 6 Kandungan asam lemak trans 2 persen. Mengingat semakin terbatasnya sumber exotic fats dari alam, maka akhirakhir ini teknik interesterifikasi enzimatik menjadi salah satu pilihan untuk proses produksi CBE (Wainwright 1999). Interesterifikasi enzimatik termasuk salah satu teknik modifikasi lemak/minyak yang menawarkan pilihan lain untuk strukturisasi TAG yang memungkinkan lebih banyak bahan baku seperti PMF dan minyak kaya oleat lainnya untuk digunakan dalam proses produksi CBE (Wainwright 1999, Fuji Oil Europe 2004). Selama interesterifikasi akan terjadi redistribusi asam lemak dalam TAG, sehingga akan mengubah komposisi asam lemak dalam TAG. Perubahan jumlah dan jenis TAG tersebut akan mempengaruhi karakteristik fisik minyak dan lemak, seperti sifat pelelehan dan kristalisasi (Idris dan Dian 2005). Jika proses enzimatik digunakan untuk produksi CBA, maka banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Perilaku pelelehan harus mirip dengan CB untuk memberikan efek pendinginan yang sama di dalam mulut. Lemak alternatif yang digunakan tidak boleh terganggu dengan kristalisasi CB yang tepat selama tempering. Kristal β adalah polimorfisme yang diinginkan dalam industri confectionery (Osborn dan Akoh 2002a). Selain itu, produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik masih menghadapi beberapa kendala seperti legislasi penggunaan CBE dalam formulasi coklat termasuk bahan baku yang diijinkan,

9 17 harga enzim yang relatif mahal serta penerimaan konsumen berkaitan dengan aspek rekayasa genetika (genetically modified food) baik pada produk minyak nabati maupun pada mikroba penghasil enzim (Nielsen et al. 2000). Sementara itu, penambahan CBE pada produk-produk coklat diatur melalui EU Directive 2000/36/EC ( Chocolate Directive ) oleh Uni Eropa yang memperbolehkan penggantian CB dengan lemak nabati lain selain CB maksimal 5% dari total berat produk akhir, asalkan dalam label ditambahkan pernyataan mengandung lemak nabati sebagai tambahan CB. Enam lemak nabati (disebut CBE) yang dapat digunakan secara tunggal atau campuran adalah illipe/tengkawang (Shorea spp), minyak sawit (Elaeis guineensis, Elaeis olifera) sal (Shorea robusta), shea (Butyrospermum parkii), kokum gurgi (Garcinia indica) dan mango kernel (Mangifera indica). Produk CBE yang ada di pasaran umumnya direkomendasikan untuk aplikasi tertentu seperti untuk plain chocolate dan milk chocolate. Selain itu, beberapa produk CBE juga direkomendasikan untuk aplikasi enrobing (coating) pada berbagai produk pangan seperti cakes, wafer, biskuit dan confectionery lainnya. Aplikasi yang lain adalah untuk supercoating, filling atau sebagai barrier antara filling centres dan chocolate shells (Soekopitojo 2009). Menurut Lipp et al. (2001), CB asli memperlihatkan kisaran (range) variasi komposisi yang cukup sempit dibandingkan CBE. Data komposisi asam lemak dan TAG dapat digunakan untuk deteksi dan kuantifikasi CBE dalam plain chocolate, dengan menggunakan model kalibrasi yang dimilikinya. Konstituen minor (data tokoferol, tokotrienol dan stirene) kegunaannya terbatas untuk tujuan kuantifikasi, tetapi dapat sebagai tambahan indikator adanya lemak nabati lain di dalam coklat. Interesterifikasi enzimatik untuk sintesis lemak dengan profil TAG mirip CB dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi ataupun asidolisis. Transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran gugus asil antara dua ester, yaitu antara dua TAG. Sedangkan asidolisis merupakan reaksi perpindahan gugus asil antara suatu asam dengan suatu ester, atau dapat diartikan sebagai inkorporasi asam lemak bebas baru ke dalam TAG (Willis dan Marangoni 2002). Reaksi transesterifikasi enzimatik untuk sintesis CBE antara lain telah dilakukan oleh Chang et al. (1990) dari minyak biji kapas terhidrogenasi

10 18 sempurna dan minyak zaitun; Liu et al. (1997) dari minyak sawit dan tristearin; Abigor et al. (2003) dari refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO) dan fully hydrogenated soybean oil (FHSO); serta Liu et al. (2007) dari lard dan tristearin. Sedangkan reaksi asidolisis enzimatik antara lain telah dilakukan oleh Chong et al. (1992) dari asam stearat dan olein sawit; Mojovic et al. (1993) dari palm mid fraction (PMF) dan asam stearat dalam n-heksana; Satiawihardja et al. (2001) dari asam stearat dan olein sawit dalam n-heksana ; Wang et al. (2006) dari minyak biji teh dan metil palmitat/metil stearat ; Ciftci et al. (2009) dari refined olive pomace oil (ROPO) dan asam palmitat/asam stearat; serta Pinyaphong dan Phutrakul (2009) dari minyak sawit dan metil palmitat/metil stearat. Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Specialty Fats Potensi Sawit Industri minyak sawit telah lama berperan dalam perekonomian nasional melalui kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja serta perolehan devisa negara. Kontribusi industri minyak sawit yang sangat strategis dalam perkembangan perekonomian ini dapat terus ditingkatkan, mengingat penggunaan minyak sawit dunia yang sangat prospektif serta potensi yang dimiliki oleh industri minyak sawit nasional seperti antara lain ketersediaan lahan dan tenaga kerja (Apolin News 2006). Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia dengan total produksi CPO (crude palm oil) pada tahun 2010 sebesar 22.3 juta ton dan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 44 juta ton. Sedangkan luas area tanam pada tahun 2010 diperkirakan 8.2 juta hektar dengan luas area panen sekitar 5.7 juta hektar yang pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 9.7 juta hektar luas area panen (Janurianto 2011). Produksi tersebut sekitar 70-80% diekspor ke berbagai negara dalam bentuk CPO maupun olah lanjut CPO, sedangkan sisanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada saat ini, industri minyak sawit Indonesia masih didominasi oleh industri refinery yang menghasilkan RBD (Refined Bleached Deodorized) olein

11 19 dan RBD stearin. Produk hilir yang dihasilkan dari olah lanjut CPO sebagian besar berupa produk untuk keperluan pangan seperti minyak goreng, margarin dan shortening. Sampai pertengahan tahun 2006, Indonesia memiliki 81 pabrik minyak goreng sawit yang tersebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan dengan total kapasitas mencapai juta ton per tahun. Sedangkan perusahaan margarin dan shortening sebanyak 18 dengan kapasitas produksi sekitar 773 ribu ton per tahun (Bisinfocus 2006). Sementara itu, industri hilir yang bernilai tambah tinggi seperti industri oleokimia misalnya, pertumbuhannya sangat lambat dan produksinya relatif masih kecil. Sampai pertengahan 2006, di Indonesia terdapat 11 produsen oleokimia dengan kapasitas produksi sekitar 855 ribu ton per tahun, sedangkan produksinya sekitar 700 ribu ton per tahun (Bisinfocus 2006). Oleh karena itu, pengembangan produk hilir bernilai tambah tinggi menjadi alternatif potensial untuk meningkatkan daya saing produk minyak sawit Indonesia di pasar dunia maupun domestik. Fraksi-Fraksi Minyak Sawit dan Aplikasinya Minyak sawit merupakan bahan baku penting untuk produksi specialty fats. Minyak sawit dan produk turunannya secara luas telah digunakan untuk aplikasi pangan (~90%), seperti margarin, shortening, minyak goreng, confectionery fats, vanaspati dan sebagainya serta aplikasi non pangan (~10%), seperti industri sabun dan oleokimia (Sarmidi et al. 2009, Idris dan Dian 2005). Minyak sawit mengandung campuran TAG bertitik leleh tinggi dan rendah. Pada suhu ruang, TAG bertitik leleh tinggi akan mengkristal membentuk fraksi padat yang disebut stearin, sedangkan TAG bertitik leleh rendah akan tetap dalam bentuk cair yang disebut olein (Zaliha et al. 2004). Campuran TAG dalam minyak sawit terdiri atas asam lemak jenuh, tidak jenuh tunggal (monounsaturated) dan tidak jenuh banyak (polyunsaturated) (Huey et al. 2009). Komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam minyak sawit kira-kira berjumlah sama, khususnya asam palmitat dan oleat. Faktor lain yang berkaitan adalah jumlah yang signifikan dari asam lemak jenuh (10-16%) yang berada pada posisi sn-2 dari TAG yang menentukan sifat-

12 20 sifat kristalisasi (Basso et al. 2010). Pada posisi sn-2, asam oleat terlihat paling dominan, diikuti oleh asam palmitat dan asam linoleat dengan jumlah yang hampir sama (Lipp dan Anklam 1998). Minyak sawit mengandung jumlah signifikan TAG simetrik (POP) yang merupakan satu dari TAG utama yang ada dalam CB (Goh 2002). Pada Tabel 2.3 dapat dilihat komposisi asam lemak dan profil TAG minyak sawit dan fraksi-fraksinya. Sedangkan pada Tabel 2.4 dapat dilihat komposisi asam lemak beberapa minyak nabati edibel (yang dapat dimakan) sebagai pembanding. Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dan profil TAG minyak sawit dan fraksifraksi minyak sawit Faktor Minyak sawit (% berat) Fraksi Minyak Sawit Olein Stearin (% berat) (% berat) PMF (% area) Asam Lemak: C16:0 (Palmitat, P) C18:0 (Stearat, S) C18:1 (Oleat, O) C18:2 (Linoleat, L) C20:0 (Arakhidat, A) Triasilgliserol: (% area) (% area) LLP LLO LOO LOP LPP OOO POO POP PPP SOO PSO PPS Lainnya Sumber : Lipp dan Anklam (1998)

13 21 Tabel 2.4 Komposisi asam lemak (%) beberapa minyak nabati edibel Minyak Nabati Asam Lemak (%) Sunflower Kedelai FHSO* Jagung Olive C14:0 (Miristat, Mi) C16:0 (Palmitat, P) C18:0 (Stearat, S) C18:1 (Oleat, O) C18:2 (Linoleat, L) C18:3 (Linolenat, Ln) C20:0 (Arakhidat, A) AL Jenuh AL Tidak Jenuh Sumber: Kim et al. (2010); *Fully Hydrogenated Soybean Oil (Li et al. 2010) Seperti halnya minyak dan lemak nabati alami lainnya, minyak sawit mempunyai aplikasi yang terbatas dalam bentuk aslinya karena komposisi kimianya yang spesifik. Untuk memperluas penggunaannya, minyak nabati biasanya dimodifikasi, baik secara fisik dengan fraksinasi dan blending, atau secara kimia dengan hidrogenasi maupun interesterifikasi (Chen et al. 2007). Pertumbuhan yang signifikan dari produksi minyak sawit di Malaysia dan selanjutnya Indonesia yang dimulai pada tahun 1970-an, berpengaruh besar dalam perkembangan teknologi fraksinasi minyak makan (Hamm 2000). Seiring dengan perkembangan teknologi fraksinasi minyak sawit, maka saat ini berbagai produk dapat diperoleh dengan tingkat selektivitas tinggi. Operasi yang dilakukan secara multitahap, dapat menghasilkan banyak fraksi minyak sawit dengan karakteristik fisikokimia yang spesifik untuk aplikasi yang berbeda (Braipson-Danthine dan Gibon 2007). Proses fraksinasi multitahap minyak sawit disajikan pada Gambar 2.2 (Illingworth 2002). Dengan proses fraksinasi kering sederhana di bawah berbagai kondisi terkendali, minyak sawit dapat dipisahkan sebagai fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin) berbagai grade (Zaliha et al. 2004) yang masing-masing mempunyai karakteristik fisikokimia tertentu dan aplikasi khusus (Sarmidi et al. 2009). Olein sawit yang diperoleh selanjutnya difraksinasi menjadi superolein

14 22 yang stabil dingin dan soft palm mid fraction (spmf) yang pelelehannya tajam. Fraksi terakhir mengandung TAG monounsaturated tinggi dan dapat difraksinasi lebih lanjut menghasilkan mid olein dan hard PMF, sebagai bahan dasar CBE (Calliauw et al. 2007). Di antara minyak nabati, minyak sawit menghasilkan produk fraksinasi yang paling banyak. Fraksi cair (olein, super olein dan top olein) dapat digunakan sebagai minyak masak dan minyak salad, dan fraksi yang lebih keras (stearin dan mid fractions) mempunyai aplikasi sebagai ingridien minyak goreng, margarine, shortening, sebagaimana specialty fats (cocoa butter equivalents) (Braipson-Danthine dan Gibon 2007). Palm Oil IV : Olein IV : Hard Stearin IV : Super Olein IV : Soft PMF IV : Super Stearin IV : Soft Stearin IV : Top Olein IV : OLEINS Hard PMF IV : Keterangan : IV : Iodine Value Gambar 2.2 Proses fraksinasi multitahap minyak sawit (Illingworth 2002) Hard PMF (hpmf) dapat digunakan baik secara tunggal maupun dalam campurannya dengan fraksi SOS dari shea butter atau sal fat untuk menghasilkan CBE yang sangat kompatibel dengan CB (Illingworth 2002). Hard PMF yang kaya dengan triasilgliserol POP dikarakterisasi oleh sifat keras pada suhu ruang dan sifat pelelehan yang tajam pada suhu sekitar C seperti cocoa butter. Adanya triasilgliserol trisaturated (StStSt) dan diasilgliserol (DAG) walaupun sedikit dalam PMF akan berpengaruh buruk terhadap sifat pelelehan, sehingga

15 23 harus dihilangkan sama sekali agar terjadi pelelehan yang cepat dan sempurna di dalam mulut (Hashimoto et al. 2001). Hard stearin kegunaannya terbatas, biasanya sebagai bahan baku industri sabun. Akhir-akhir ini kedudukan hard stearin menjadi penting, karena banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri oleokimia dan industri margarin setelah dilakukan modifikasi lebih lanjut (zero-trans) sebagai pengganti lemak hidrogenasi. Sementara itu, stearin dan soft PMF banyak digunakan dalam industri margarin dan shortening. Sedangkan berbagai jenis olein banyak dimanfaatkan sebagai minyak salad dan minyak goreng dengan stabilitas oksidatif yang tinggi (Ong et al. 1995, Illingworth 2002). Karakteristik penting dari minyak/lemak untuk modifikasi adalah kandungan asam lemak dan distribusinya dalam TAG. Pada banyak modifikasi enzimatik dimana produk yang dikehendaki adalah lipida terstruktur (cocoa butter equivalents, milk fat substitutes, nutritional lipids), reaksi harus menjamin bahwa asam lemak pada posisi sn-2 tetap tidak berubah, sehingga digunakanlah lipase spesifik-1,3. Selain itu, harus ada asam lemak yang diinginkan pada posisi sn-2 dari TAG awal. Dengan demikian, pada sintesis CBE lebih difokuskan pada penggunaan TAG dengan asam oleat pada posisi sn-2 sebagai bahan baku awal (Khumalo et al. 2002). Interesterifikasi Enzimatik Interesterifikasi termasuk salah satu teknik modifikasi selain strategi modifikasi lipida lainnya seperti blending, fraksinasi dan hidrogenasi yang banyak diaplikasikan dalam industri pangan untuk mengubah sifat fisikokimia minyak dan lemak (Idris dan Dian 2005). Selain untuk tujuan modifikasi minyak dan lemak, akhir-akhir ini teknik interesterifikasi juga ditujukan untuk menghasilkan produk-produk yang bebas asam lemak trans seperti shortening, margarin, vanaspati, es krim dan confectionery. Intereterifikasi juga dapat menggantikan hidrogenasi sebagai sumber utama asam lemak trans (trans fatty acids, TFA) dan telah menjadi alat utama dalam menciptakan lemak plastik untuk produk bakery (Ahmadi dan Marangoni 2009).

16 24 Menurut Osborn dan Akoh (2002a) perhatian terhadap reaksi interesterifikasi, baik dari sudut pandang gizi maupun fungsional terus meningkat karena memungkinkan untuk dihasilkannya margarin bebas asam lemak trans, cocoa butter alternatives (CBA), dan pangan rendah kalori; serta dapat memperbaiki sifat-sifat fisik dan fungsional pangan, juga dapat memperbaiki kualitas nutrisi lemak dan minyak. Produksi CBE merupakan suatu aplikasi yang menjanjikan dari produksi secara enzimatik lipida terstruktur (Ciftci et al. 2009a). Sedangkan menurut Jeyarani dan Reddy (2010), interesterifikasi enzimatik telah digunakan untuk meningkatkan nilai ekonomi lemak yang murah dan jenuh atau untuk meningkatkan nilai tambah minyak dan lemak komersial. Reaksi Interesterifikasi Reaksi interesterifikasi dapat didefinisikan sebagai reaksi dari suatu ester yang menghasilkan satu atau lebih ikatan ester baru; atau dapat dikatakan sebagai reaksi penyusunan kembali gugus asil dalam triasilgliserol (Huyghebaert et al. 1994). Sedangkan menurut Willis and Marangoni (2002), interesterifikasi adalah pertukaran gugus asil antara suatu ester dengan suatu asam (asidolisis), antara suatu ester dengan suatu alkohol (alkoholisis), antara suatu ester dengan suatu ester (transesterifikasi). Beberapa peneliti ada yang lebih menyukai menggunakan istilah transesterifikasi untuk ketiga jenis reaksi tersebut dan istilah interesterifikasi hanya untuk jenis reaksi ketiga (transesterifikasi). Prinsip reaksi interesterifikasi disajikan pada Gambar 2.3. Interesterifikasi dapat dilakukan secara kimia maupun enzimatik. Masingmasing jenis interesterifikasi mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan interesterifikasi enzimatik adalah reaksinya lebih spesifik, kondisi reaksinya mild (ph, suhu, tekanan) serta limbah yang dihasilkannya minimal atau mengurangi polusi lingkungan (Idris dan Dian 2005, Silva et al. 2009). Penggunaan lipase juga dapat mengurangi biaya dan konsumsi energi. Walaupun demikian, sifat yang paling penting dari lipase adalah tetap spesifisitasnya, karena telah memperlihatkan kemampuannya untuk mempersiapkan banyak jenis TAG baru (Silva et al. 2009). Sedangkan kelemahan interesterifikasi enzimatik menurut Greyt (2004) adalah antara lain harga katalis

17 25 (enzim) yang relatif mahal serta sifat enzim yang sensitif terhadap suhu, kadar air, gum dan kotoran, serta komposisi TAG untuk proses-proses tertentu. Selain itu, interesterifikasi enzimatik relatif masih baru dikembangkan, sehingga masih banyak hal yang belum diketahui. (1) Asidolisis H 2 O H 2 O H 2 O H 2 O O C O C R1 C O C R C O C R 1 C O C R 1 H O C R O O O O O O HC O C R 2 + HO C R HC O C R 2 + HC O C R + HC O C R 2 + H O C R O O O O O C O C R 3 C O C R 3 C O C R 3 C O C R H O C R H2 H 2 H 2 H 2 TAG Asam lemak TAG Asam lemak (2) Alkoholisis H 2 O O H 2 O H 2 O H2 C O C R1 RO C R 1 C O C R 1 C O C R 1 C OH O O HC O C R 2 + ROH RO C R 2 + HC OH + HC O H + HC OH O O O C O C R 3 RO C R 3 C OH C O C R 3 C OH H2 H 2 H 2 H 2 TAG Alkohol Mono Ester MAG DAG Gliserol (3) Transesterifikasi H 2 O H 2 O H 2 O H 2 O C O C R1 C O C R 4 C O C R 4 C O C R1 O O O O HC O C R 2 + HC O C R 5 HC O C R 2 + HC O C R 5 O O O O C O C R 3 C O C R 6 C O C R 6 C O C R 3 H 2 H 2 H 2 H TAG TAG Keterangan: TAG, triasilgliserol; DAG, diasilgliserol; MAG, monoasilgliserol Gambar 2.3 Prinsip reaksi interesterifikasi (Huyghebaert et al. 1994) Sementara itu, kelebihan interesterifikasi kimia dari reaksi enzimatik adalah biaya recovery dan investasi awal untuk katalis kimia lebih murah

18 26 dibandingkan dengan lipase. Proses sudah berlangsung lama dengan prosedur dan peralatan industri yang sudah tersedia (Idris dan Dian 2005). Sedangkan kelemahan interesterifikasi kimia adalah bahaya dari katalis itu sendiri, terjadinya reaksi yang tidak diinginkan apabila katalis berlebih atau suhu terlalu tinggi, berubahnya flavor atau berkurangnya stabilitas serta hilangnya komponen minor penting, misalnya tokoferol (Greyt 2004). Lipase sebagai Katalis Reaksi Interesterifikasi Enzim lipase (triacylglycerol acylhydrolase, E.C ) secara alami didesain untuk hidrolisis asilgliserol, tetapi pada kenyataannya beberapa lipase lebih cocok untuk sintesis daripada aplikasi hidrolisis (Gandhi et al. 1997). Pada awal tahun 1980-an ditemukan bahwa lipase dapat mengkatalisis interesterifikasi grup asil dalam sistem mikroakueus. Berbagai jenis lipase telah diteliti untuk modifikasi enzimatik minyak dan lemak. Lipase telah tersedia secara komersial, baik dari sumber mikroba, tanaman dan hewan. Lipase dari mikroba termasuk enzim yang paling menarik di antara jenis-jenis lipase lainnya karena sifat-sifat katalisisnya, sehingga terus dipelajari dan dikembangkan dalam aplikasi komersial. Walaupun demikian, harga enzim yang mahal masih menjadi kendala dalam aplikasi modifikasi lemak dan minyak secara komersial (Zhang et al. 2001, Yang et al. 2003). Menurut Santini et al. (2009), kandungan air dan aktivitas katalitik berpengaruh besar terhadap laju reaksi yang dikatalisis lipase. Pada sebagian besar lipase, kandungan air yang rendah (< 5%) diperlukan untuk transesterifikasi atau interesterifikasi yang optimal. Sedangkan menurut Willis dan Marangoni (2002), aktivitas lipase dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, diantaranya adalah kadar air, ph, suhu, komposisi substrat, konsentrasi produk dan kandungan lipase. Suhu optimum untuk lipase amobil adalah antara C, sedangkan ph optimum untuk aktivitas lipase adalah antara 7-9. Menurut Osborn dan Akoh (2002a), reaksi-reaksi yang dikatalisis lipase merupakan kombinasi dari esterifikasi dan hidrolisis. Air harus dihilangkan secara kontinyu dari medium reaksi untuk meningkatkan reaksi esterifikasi, sambil meminimalkan hidrolisis agar diperoleh laju konversi yang tinggi ke arah produk.

19 27 Jika terdapat kelebihan air, hidrolisis akan dominan, menghasilkan akumulai gliserol, asam lemak bebas, monoasilgliserol (MAG) dan diasilgliserol (DAG). Reaksi interesterifikasi terdiri atas empat tahap (Marangoni dan Rousseau 1995). Pada tahap pertama, sisi aktif serin menyerang karbon karbonil dari TAG, (asam lemak yang tidak terdissosiasi), suatu ester alkil asam lemak, membentuk intermediate tetrahedral (Gambar 2.4). Peranan residu histidin dan asam aspartat Gambar 2.4 Mekanisme katalitik interesterifikasi enzimatik dengan katalis lipase. Sisi katalitik lipase mengandung residu Asp/Glu-His-Ser (Marangoni dan Rousseau 1995)

20 28 membuat grup hidroksil serin suatu nukleofil yang lebih kuat tanpa membutuhkan kondisi basa yang kuat. Intermediate tetrahedral distabilkan oleh grup rangka amida spesifik, yang membentuk struktur yang disebut sebagai oxyanion hole (tidak terlihat pada gambar). Ikatan karbon-oksigen dari ester kemudian pecah (tahap 3), melepaskan alkohol atau air tergantung pada apakah substrat TAG, metil ester asam lemak atau asam lemak. Pada tahap 4, alkohol akan bereaksi dengan intermediate asil-enzim (acyl-enzyme intermediate), membentuk intermediate tetrahedral yang akan tersusun kembali, melepaskan TAG baru dan regenerasi sisi aktif serin. Akhir-akhir ini telah dikembangkan lipase mikroba komersial, yaitu Lipozyme TL IM, yang dalam aplikasinya secara ekonomi sangat kompetitif dengan proses interesterifikasi kimia konvensional. Lipozyme TL IM adalah lipase food grade dari Thermomyces (Humicola) lanuginosa yang diimobilisasi dengan metode granulasi silika, mempunyai spesifisitas sn-1,3 serta karakter hidrofobik (Zhang et al. 2001; Yang et al. 2003). Zhang et al. (2001) mempelajari interesterifikasi dari campuran stearin sawit dan minyak kelapa (75:25, b/b) menggunakan katalis lipase T. lanuginosa. Suhu (dalam selang C) sedikit berpengaruh terhadap derajat interesterifikasi selama 6 jam reaksi, tetapi mempunyai pengaruh sedikit terhadap kandungan asam lemak bebas. Pengeringan Lipozyme dari kadar air 6% menjadi 3% tidak mempengaruhi aktivitasnya, tetapi banyak menurunkan kandungan asam lemak bebas dan diasilgliserol dalam produk. Lipase T. lanuginosa tetap stabil dalam reaktor skala 1 kg untuk 11 batch, sedangkan untuk reaktor skala pilot 300 kg untuk 9 batch. Menurut Yang et al. (2003), lipase Thermomyces lanuginosa mempunyai aktivitas yang sama dengan lipase Rhizomucor miehei (Lipozyme RM IM) dalam gliserolisis minyak bunga matahari, tetapi lipase T. lanuginosa mempunyai aktivitas yang lebih tinggi pada suhu reaksi rendah. T. lanuginosa mempunyai aktivitas katalitik yang lebih rendah daripada Lipozyme RM IM dalam asidolisis minyak bunga matahari dengan asam kaprilat. Sementara itu, aktivitas T. lanuginosa hanya sedikit lebih rendah daripada Lipozyme RM IM dalam

21 29 pertukaran ester-ester antara tripalmitin (PPP) dengan etil ester EPA (asam eikosapentaenoat) dan DHA (asam dokosaheksaenoat). Lipase spesifik sn-1,3, hanya bereaksi pada posisi α dari asilgliserol dan sangat menguntungkan untuk industri lemak modifikasi. Dalam modifikasi TAG untuk CBE, substrat seharusnya mempunyai asam lemak monounsaturated pada posisi sn-2 dari asilgliserol dan lebih disukai residu asam oleat (Huyghebaert et al. 1994). Oleh karena itu, CBE yang kaya dengan POS dan SOS dapat dipersiapkan dari minyak yang secara alami tinggi kandungan POP dan SOS-nya. Berdasarkan pertimbangan harga pasar, maka minyak yang mengandung POP tinggi lebih disukai untuk produksi CBE secara enzimatik. Kandungan POP yang tinggi dapat diperoleh dari minyak sawit dan fraksi-fraksinya. Sintesis CBE Secara Transesterifikasi Enzimatik Banyak peneliti telah melakukan kajian sintesis komponen utama CBE (POP, POS, SOS) secara interesterifikasi enzimatik dari berbagai jenis bahan baku. Pada prinsipnya para peneliti menggunakan dua tipe reaksi interesterifikasi enzimatik, yaitu reaksi transesterifikasi dan asidolisis. Transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran gugus asil antara dua ester, yaitu antara dua triasilgliserol. Sedangkan asidolisis merupakan reaksi perpindahan gugus asil antara suatu asam dengan suatu ester, atau dapat diartikan sebagai inkorporasi asam lemak bebas baru ke dalam triasilgliserol (Willis dan Marangoni 2002). Berbagai manipulasi dilakukan terhadap jenis dan rasio substrat, kondisi dan waktu reaksi serta proses fraksinasi untuk menghasilkan komponen utama CBE. Chang et al. (1990) melakukan transesterifikasi enzimatik antara minyak biji kapas terhidrogenasi sempurna dengan minyak zaitun. Waktu reaksi optimum untuk menghasilkan komponen utama CBE, POS adalah 4 jam. Setelah fraksinasi aseton terhadap hasil interesterifikasi diperoleh rendemen sekitar 19% dari berat minyak awal dengan komposisi triasilgliserol POS dan SOS masing-masing 23% dan 28% serta titik leleh antara 29 C dan 49 C. Perbandingan substrat yang digunakan dalam reaksi interesterifikasi antara minyak biji kapas dan minyak zaitun adalah 1 :1, dengan konsentrasi enzim lipase (Lipozyme) 10%, sedangkan reaksi dilakukan selama 4 jam pada suhu 70 C.

22 30 Liu et al. (1997) menggunakan karbon dioksida superkritis sebagai medium untuk sintesis CBE secara interesterifikasi enzimatik dengan berbagai jenis lipase. Di antara lima jenis lipase yang digunakan lipase IM-20 dari Mucor miehei merupakan yang paling efektif dan spesifik dalam sintesis produk CBE secara interesterifikasi dengan komposisi POP, POS dan SOS masing-masing 31.8%, 24.2% dan 4.3%. Etil eter asam stearat merupakan substrat yang kurang baik untuk sintesis CBE dengan katalis lipase, sedangkan tristearin merupakan donor asil terbaik untuk sintesis CBE diikuti oleh stearat anhidrat dan asam stearat. Reaktor yang digunakan adalah reaktor tekanan tinggi 40 ml, yang diisi dengan 0.09 g lipase amobil, 60 μl minyak sawit, 0.03 g tristearin, 5μL air dan 70μL campuran solven n-heksana dan t-butil alkohol (9 :1 v/v). Lemak cocoa butter-like dipersiapkan oleh Abigor et al. (2003) dari refined, bleached and deodorized palm oil (RBDPO) dan fully hydrogenated soybean oil (FHSO) melalui interesterifikasi enzimatik. Lemak cocoa butter-like diisolasi dari hasil interesterifikasi melalui kristalisasi fraksional dari aseton. Distribusi TAG-nya mirip dengan CB, tetapi juga mengandung MAG dan DAG yang dapat dihilangkan melalui kromatografi silika. Rasio berat RBDPO terhadap FHSO 1.6 :1 menghasilkan TAG POP, POS dan SOS masing-masing 11%, 39% dan 23% yang paling mendekati CB. Titik leleh produk murni (33.8 C) relatif rendah dari CB (36 C) dengan rendemen sekitar 45% dari berat substrat awal. Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam vial bertutup (dalam beaker berjaket) dengan pengaduk magnet. Reaksi dilakukan pada suhu 70 C selama 4 jam dengan kecepatan pengaduk magnet 200 rpm dan jemlah enzim 10% dari berat substrat. Sementara itu, Liu et al. (2007) melakukan optimasi reaksi interesterifikasi (transesterifikasi) menggunakan lard dan tristearin (pada rasio mol 1.4) sebagai substrat untuk menghasilkan analog CB dalam sistem SC-CO 2 (Supercritical- CO 2 ) pada 17 MPa, 50 C, ph 9 selama 3 jam dengan lipase amobil (Lipozyme IM-20). Sintesis CBE Secara Asidolisis Enzimatik Asidolisis merupakan reaksi interesterifikasi yang paling banyak digunakan untuk TAG terstruktur. Produksi CBE secara asidolisis enzimatik dapat

23 31 dilakukan dengan menggunakan lipase spesifik sn-1,3 yang mengkatalisis inkorporasi asam stearat dan palmitat pada posisi sn-1,3 dari minyak awal yang mengandung asam oleat pada posisi sn-2 sampai komposisi yang mirip dengan CB diperoleh (Ciftci et al. 2009). Efisiensi dari reaksi asidolisis untuk produksi CBE tergantung pada parameter reaksi yaitu rasio substrat, suhu reaksi, waktu reaksi, konsentrasi enzim dan kandungan air (Ciftci et al. 2008). Chong et al. (1992) melakukan inkorporasi asam stearat dalam olein sawit dengan katalis lipase (Lipozyme IM20). Interesterifikasi enzimatik (asidolisis) dilakukan tanpa solven antara olein sawit (1 kg) dengan asam stearat (0.5 kg). Reaksi asidolisis berlangsung dalam reaktor gelas 5 L yang dilengkapi stirrer mekanik (200 rpm) dan pemanas (60 C) selama 20 jam serta dengan konsentrasi Lipozyme (10 % b/b minyak) dan air (1% v/b minyak). Hasil interesterifikasi olein sawit memberikan formasi 39.3% triasilgliserol cocoa butter-like yang diinginkan, yaitu SOS (10.8%), POS (18.6%) dan POP (9.9%). Sedangkan setelah dilakukan fraksinasi menggunakan heksana dan aseton diperoleh fraksi dengan komposisi triasilgliserol yang sangat mirip dengan cocoa butter, yaitu SOS (29.6%), POS (44.1%) dan POP (15.3%). Rendemen yang diperoleh sekitar 25% dari berat olein sawit awal. Lipase amobil dari Rhizopus arrhizus digunakan untuk asidolisis TAG palm mid fraction (PMF) dengan asam stearat dalam n-heksana menghasilkan produk interesterifikasi dengan komposisi triasilgliserol yang mirip dengan komposisi triasilgliserol cocoa butter, yaitu sekitar 80% (Mojovic et al. 1993). Penambahan lesitin kedelai tanpa lemak secara signifikan meningkatkan konversi substrat. Reaksi asidolisis antara PMF dengan asam stearat dilakukan dalam labu Erlenmeyer (100 ml) dengan shaking (130 strokes per menit) pada 37 C selama 20 jam. PMF (1 g) dan asam stearat (0.7 g) dilarutkan dalam n-heksana jenuh air (4 ml) dengan jumlah enzim lipase amobil yang ditambahkan sebanyak 0.1 gram. Asidolisis olein dengan asam stearat untuk menghasilkan produk CBE juga dilakukan oleh Satiawihardja et al. (2001). Kondisi terbaik yang diperoleh adalah olein 6 gram, asam stearat 3 gram, lipozyme IM 0.6 gram, silika gel 3 gram, heksana 30 ml, suhu reaksi 55 C, rotary shaker 250 rpm, waktu reaksi 60 jam, dengan komposisi POP, POS dan SOS masing-masing 14.83%, 38.14% dan

24 %, tetapi profil SFC yang dihasilkannya sangat berbeda dengan profil SFC CBE, yaitu dengan nilai SFC yang masih sangat rendah untuk suhu di bawah 30 C. Fraksinasi yang dilakukan merupakan kombinasi fraksinasi solven (heksana dan aseton) serta fraksinasi kering (pengaturan suhu). Wang et al. (2006) mempersiapkan cocoa butter equivalent melalui interesterifikasi dari minyak biji teh, metil palmitat dan metil stearat dengan katalis lipase. Kondisi reaksi adalah rasio mol substrat 1:8:8 (minyak biji teh : metil stearat : metil palmitat), kandungan air 10 mg/g, jumlah lipase amobil yang ditambahkan 15% (b/b), suhu reaksi 35 C. Reaksi dilakukan selama 60 jam dan setiap 5 jam dianalisis komposisi asil dalam TAG. Komposisi asil dari TAG CBE adalah palmitoil, oleoil dan stearoil masing-masing 31.43% mol, 35.30% mol dan 29.26% mol. Ciftci et al. (2009) menggunakan bahan baku refined olive pomace oil (ROPO) untuk produksi cocoa butter like fat. Reaksi dilakukan secara asidolisis dengan lipase spesifik-1,3 (Lipozyme IM) antara ROPO dengan asam palmitat (PA) dan asam stearat (SA). Reaksi dilakukan pada suhu 45 C selama 8 jam, dengan konsentrasi enzim 20% dari berat substrat. Produk dengan rasio mol substrat 1:2:6 (ROPO:PA:SA) yang paling mirip dengan CB mengandung 11% POP, 21.8% POS dan 15.7% SOS. Produk mempunyai puncak pelelehan pada 29.9 C. Pinyaphong dan Phutrakul (2009) melakukan sintesis CBE dari minyak sawit dengan katalis lipase Carica papaya. Penelitian ini memperlihatkan bahwa komposisi CBE dipengaruhi oleh sumber asil donor, rasio substrat, kadar air enzim, waktu reaksi, suhu reaksi dan jumlah enzim. Metil stearat merupakan donol asil terbaik di antara metil stearat, etil stearat dan asam stearat. Kondisi reaksi terbaik adalah rasio mol substrat 1:4 (minyak sawit : metil stearat), aktivitas enzim 0,11, waktu reaksi 4 jam, suhu reaksi 45 C dan konsentrasi berat enzim 18%. Fraksinasi Untuk Produksi Cocoa Butter Equivalents Hidrogenasi, interesterifikasi, blending dan fraksinasi minyak dan lemak merupakan metode modifikasi yang sering digunakan untuk mencapai target

25 33 kualitas produk berbasis lemak atau perbaikan proses. Selama modifikasi tersebut, sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak dan lemak awal dapat berubah. Di antara semuanya, fraksinasi merupakan salah satu yang paling banyak diterapkan, khususnya untuk modifikasi minyak sawit (Ramli et al. 2008). Fraksinasi merupakan suatu metode fisik menggunakan sifat-sifat kristalisasi dari TAG untuk memisahkan campuran ke dalam fraksi cair bertitik leleh rendah dan fraksi padat bertitik leleh tinggi (Sarmidi et al. 2009). Konsep dari fraksinasi didasarkan pada perbedaan titik leleh TAG (Huey et al. 2009). Ada tiga jenis proses fraksinasi, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi solven dan fraksinasi deterjen. Pada dasarnya, fraksinasi kering melibatkan kristalisasi fraksional minyak/lemak dengan mengendalikan suhu, diikuti dengan proses filtrasi untuk memisahkan fraksi cair olein dari kristal padat (Calliauw et al. 2007), dengan penyaringan vakum atau membrane filter press (Mamat et al. 2005). Proses fraksinasi solven melibatkan kristalisasi TAG bertitik leleh tinggi dari minyak/lemak yang dilarutkan dalam solven organik, biasanya heksana atau aseton. Sesudah itu, padatan disaring vakum dan kemudian dicuci dengan solven segar untuk menghilangkan secara sempurna sisa fraksi cair olein yang terperangkap (Timms 1997, Salas et al. 2011). Pada fraksinasi deterjen, larutan surfaktan digunakan untuk memindahkan bahan yang dikristalkan dari fase minyak ke fase air untuk mempermudah pemisahan selanjutnya (Hamm 1995). Fraksinasi kering dianggap sebagai metode yang ramah lingkungan dan efektif secara ekonomi, karena merupakan proses fisik berdasarkan kristalisasi minyak/lemak tanpa penambahan bahan kimia (Chaleepa et al. 2010). Walaupun demikian, fraksinasi kering kurang efisien dan biasanya membutuhkan proses multitahap untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Fraksinasi solven lebih efisien, karena dapat menghasilkan TAG disaturated yang sangat banyak dalam satu tahap. Hal ini karena solven menginduksi kristalisasi β dari TAG yang meningkatkan selektivitas dan stabilitas kristal. Kekurangannya adalah bahwa fraksinasi solven membutuhkan biaya operasi yang lebih tinggi dan oleh karena itu biasanya diterapkan untuk menghasilkan fraksi minyak yang bernilai tinggi seperti confectionery fats dan CBE dari minyak yang kaya dengan asam lemak jenuh (Salas et al. 2011).

26 34 Fraksinasi melibatkan dua tahap, yaitu kristalisasi selektif dan filtrasi (separasi). Proses kristalisasi lemak dapat dibagi ke dalam tiga tahap dasar, yaitu super cooling dari minyak/lemak, pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal (Zaliha et al. 2004). Keberhasilan fraksinasi lemak bergantung pada perilaku fase TAG penyusunnya. Konsep dari perilaku fase ini tidak hanya mengacu pada titik leleh dari TAG atau karakter polimorfiknya, tetapi juga melibatkan campuran TAG yang berbeda pada keadaan cair dan padat (Calliauw et al. 2007). Kristalisasi lemak penting peranannya dalam mengendalikan sifat-sifat fisik dari produk yang mengandung lemak yang dapat berada dalam bentuk kristalin yang berbeda. Industri confectionery menginginkan bentuk βv, sebagai polimorfisme optimal dalam pembuatan coklat. Bentuk βv merupakan fase polimorfik stabil dengan titik leleh cukup tinggi bagi coklat untuk disimpan pada suhu ruang dan cukup rendah bagi coklat untuk menjadi cairan yang lembut ketika dipanaskan dalam mulut. Bentuk βv juga memberikan derak yang bersih, penampakan yang mengkilap, dan warna yang optimal untuk coklat, tetapi bentuk ini tidak dapat diperoleh dengan pendinginan sederhana (Maleky dan Marangoni 2008). Untuk produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik dalam industri pangan, saat ini campuran substrat minyak dan asam lemak bebas dilewatkan melalui suatu reaktor packed bed berisi enzim, diikuti dengan proses distilasi, evaporasi, fraksinasi dan pemurnian (Liu et al. 2007). Fraksinasi uap pada kondisi vakum merupakan proses distilasi yang dapat memberikan pemisahan fisik secara sempurna untuk fraksi-fraksi bertitik leleh lebih rendah, seperti asam lemak bebas, dari komponen bertitik leleh tinggi, seperti minyak dan lemak (Chong et al. 1992). Fraksi gliserida bebas asam lemak selanjutnya dapat dijadikan subyek fraksinasi lemak konvensional seperti ekstraksi cairan-cairan countercurrent dan kristalisasi dari solven untuk menghasilkan lemak dengan profil pelelehan tertentu (Chang et al. 1990). Menurut Hashimoto et al. (2001), penggunaan aseton (solven polar) lebih selektif terhadap kristalisasi TAG simetrik (StUSt) daripada TAG non-simetrik (StStU), sedangkan heksana (solven non polar) cenderung tidak selektif terhadap

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai jenis specialty fats telah dikembangkan oleh industri minyak dan lemak dari tahun ke tahun dalam upaya mendukung berkembangnya industri pangan, nutrisional, farmasi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS 75 TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS (Enzymatic Transesterification of palm oil fractions and fully

Lebih terperinci

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS 139 ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS (Enzymatic Acidolysis of palm oil fractions with stearic acid for the synthesis of cocoa butter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014 Adalah ester asam lemak bereaksi dengan ester atau asam lemak lain membentuk ester baru melalui reaksi pertukaran gugus asam lemak. TG mengandung 3 gugus ester peluang pertukaran banyak Gugus asil dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan emulsifier dalam makanan dan minuman serta produk perawatan tubuh akan meningkatkan penggunaan emulsifier

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

SKRIPSI. ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER.

SKRIPSI. ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER. SKRIPSI ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER Oleh SUSANTIKA MURTINI F4053050 010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT (Enzymatic Interesterification of Palm Oil Blends for

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan pangan yang terbuat dari lemak menempati kedudukan penting dalam menu makanan, selain menambah cita rasa, keempukan makanan, juga dari sudut gizi penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: APLIKASI TEKNIK DEMULSIFIKASI PEMBENTUKAN KRIM DALAM PEMURNIAN MDAG YANG DIPRODUKSI SECARA GLISEROLISIS Mursalin 1), Lavlinesia 1) dan Yernisa 1) 1) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi, Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) dan DHA (Dmsahexaenoic acid) terhadap kesehatan telah banyak diketahui. Banyak hasil penelitian telah

Lebih terperinci

Reno Fitri Hasrini, Nami Lestari, dan Yuliasri Ramadhani Meutia. Balai Besar Industri Agro (BBIA) Jl. Ir. H. Juanda No.

Reno Fitri Hasrini, Nami Lestari, dan Yuliasri Ramadhani Meutia. Balai Besar Industri Agro (BBIA) Jl. Ir. H. Juanda No. Citation:Hasrini, R.F., Lestari, N., & Meutia, Y.M.,(2014) Studi Perbandingan Sifat Fisikokimia Minyak Inti Sawit () Terhidrogenasi dalam Cocoa Butter Substitutes () Dengan Komersial. Warta IHP, 31(1),22-31

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Monogliserida (monoasilgliserol) merupakan senyawa kimia penting dari turunan komersil yang digunakan dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, pelumas. Monogliserida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Olch: HERMAN. F JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI. Olch: HERMAN. F JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR /T I SKRIPSI PENGGUNAAN LIPASE DEDAK DAN L YPOZIME DALAM BIOHIDROLISIS OLEIN MINYAK SA WIT DAN INTERESTERIFIKASI ENZIM.t\. TIK UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU COCOA Bl:!1'T:J1R EOUlV ALENT (ebe) Olch: "

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 CRUDE PALM OIL (CPO) Diketahui bahwa Indonesia merupakan negara produsen utama minyak kelapa sawit. Share minyak kelapa sawit Indonesia terhadap total produksi dunia minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis digunakan secara luas baik di alam, laboratorium dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katalis Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis meningkatkan laju reaksi dengan energi aktivasi Gibbs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak 93 8 PEMBAHASAN UMUM Komposisi Asam Lemak Karakteristik Minyak Kelapa Minyak dan lemak adalah suatu campuran triasilgliserol, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak dan lemak yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK

KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK 45 KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (Characterisation of Palm Oil Fractions as Starting Materials for

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DAN SARAN V.1. KESIMPULAN Lipase Rhizomucor miehei, Candida antartica, Chromobacterium viscosum dan Pseudomonas sp. memiliki kemampuan menginkorporasi asam lemak EPA dan DHA pada minyak ikan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Berdasarkan FAO (2000), minyak kepala sawit merupakan minyak yang didapatkan dari bagian daging buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) dengan kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK 8 LEMAK DAN MINYAK A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK Lipid berasal dari kata Lipos (bahasa Yunani) yang berarti lemak. Lipid didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Sawit Mentah / Crude Palm Oil (CPO) Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan

Lebih terperinci

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan industri kimia banyak memproduksi barang mentah maupun barang jadi untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang sedang dikembangkan. Secara konvensional pembuatan biodiesel disintesis melalui reaksi transesterifikasi

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mono- dan diasilgliserol merupakan molekul amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang lainnya. Mono- dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

Mengenal MINYAK SAWIT Dengan Beberapa Karakter Unggulnya

Mengenal MINYAK SAWIT Dengan Beberapa Karakter Unggulnya Mengenal MINYAK SAWIT Dengan Beberapa Karakter Unggulnya Pengantar Indonesia perlu bersyukur. Indonesia mendapatkan anugerah luar biasa dari Tuhan YME, dimana kondisi agroklimat Indonesia sangat cocok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS TEKNOLOGI DAN KEJURUAN, VOL. 34, NO. 2, SEPTEMBER 2011: 203 216 ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS Soenar Soekopitojo Abstract:

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah netral (Neutralized Deodorized Red Palm Oil, NDRPO) dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Kimia Bahan baku Analisis bahan baku dilakukan untuk mengetahui mutu minyak yang digunakan dan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak akibat proses penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini Indonesia masih mengimpor monogliserida dan digliserida yang dibutuhkan oleh industri (Anggoro dan Budi, 2008). Monogliserida dan digliserida dapat dibuat

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci