BAB II TINJAUAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu instusi yang berfungsi untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di universitas, akademik, maupun sekolah tinggi lainnya. Perpustakaan Pengembangan Perguruan Tinggi sangat berpengaruh besar dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 2.2 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 51), perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, fakultas, perpustakaan akademik, perpustakaan sekolah tinggi. Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu unit kerja yang dilaksanakan pada sebuah ruangan yang merupakan bagian sebuah gedung itu sendiri yang mempunyai tugas membantu perguruan tinggi yang bersangkutan untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Tugas Perguruan Tinggi Dalam rangka mendukung tugas dan fungsinya, Perpustakaan Perguruan Tinggi diharapkan dapat menyediakan informasi ilmiah yang dibutuhkan oleh pengguna. Tugas utama perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menyediakan materi guna menunjang terlaksananya Tri Dharma Perguruan Tinggi di mana perpustakaan itu bernaung, yaitu : - pendidikan dan pengajaran - riset dan pengembangan ilmu dan teknologi

2 - pengabdian pada masyarakat Fungsi Perpustakaan Perpustakaan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan organisasi yang bersifat nirlaba harus siap menyediakan fasilitas dan membantu pengguna dalam memenuhi informasi yang mereka butuhkan. Adapun fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Pusat pengumpulan bahan informasi/bahan pustaka. 2. Pusat pelestarian informasi/bahan pustaka. 3. Pusat pengelolaan informasi/bahan pustaka. 4. Pusat pemanfaatan informasi/bahan pustaka. 5. Pusat penyebarluasan informasi/bahan pustaka. 6. Pusat rekreasi. Menurut Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004: 3), fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: 1. Fungsi Edukasi Perpustakaan merupakan sumber belajar bagi civitas akademika, oleh karena itu koleksi-koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran. 2. Fungsi informasi Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi. 3. Fungsi riset Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian

3 yang dapat dipublikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang. 4. Fungsi rekreasi Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreatifitas serta minat pengguna perpustakaan. 5. Fungsi publikasi Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi. 6. Fungsi interpretasi Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambahan terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk membantu pengguna dalam melakukannya Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 52) tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai berikut : a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi. b. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referensi) pada semua tingkat akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan sarjana. c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan. d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai. e. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal. Perpustakaan Nasional RI (1996: 6) mengatakan tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi

4 sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. 1. Dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi mahasiswa dan dosen sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2. Dharma yang kedua yaitu penelitian, dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan, dan menyebarluaskan informasi bagi peneliti. 3. Dharma yang ketiga pengabdian kepada masyarakat, diselenggarakan melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyimpan, menyajikan informasi bagi masyarakat. Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan di lingkungan lembaga tinggi, yang bukan hanya untuk mahasiswa saja, tetapi juga untuk dosen dan para staf yang berada di lembaga tinggi tersebut. Serta memberikan jasa informasi untuk mendukung, memperlancar dan mempertinggi kualitas program kegiatan perguruan tinggi. 2.2 Klasifikasi Salah satu tujuan utama semua perpustakaan adalah mengusahakan agar semua pengunjung dapat secara mudah dan langsung memperoleh bahan yang diperlukannya. Salah satu diantara alat-alat yang diciptakan orang tersebut adalah klasifikasi. Salah satu alat klasifikasinya adalah DDC, yang digunakan untuk mengklasifikasi bahan pustaka.

5 2.2.1 Pengertian Klasifikasi Towa-Tairas (2002: 1) mengatakan Klasifikasi adalah pengelompokan yang sistematis dari sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain kedalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Didalam klasifikasi bahan pustaka dipergunakan penggolongan berdasarkan beberapa ciri tertentu. Misalnya karena bentuk fisik yang berbeda, maka penempatan buku perpustakaan dipisahkan daripada surat kabar, majalah, piringan hitam, microfilm, dan slides. Ada pula pnggolongan berdasarkan penggunaan bahan pustaka, seperti koleksi referensi dipisahkan dari buku lain, koleksi buku kanak-kanak atau buku bacaan ringan. Akan tetapi yang menjadi dasar utama penggolongan koleksi perpustakaan yang paling banyak dipakai adalah penggolongan berdasarkan isi atau subyek buku. Ini berarti bahwa bukubuku yang membahas subyek yang sama akan dikelompokkan bersama-sama. DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode (lambang). Jadi Klasifikasi Desimal Dewey (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey ( ) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun Tujuan dan Fungsi Klasifikasi Tujuan klasifikasi adalah untuk mengorganisasikan bahan pustaka dengan sistem tertentu sehingga mudah diketemukan dan dikembalikan pada tempat penyimpanan. Adapun tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a. Menghasilkan urutan yang berguna

6 Tujuan utama klasifikasi adalah menghasilkan urutan atau susunan bahan pustaka yang berguna bagi staf perpustakaan maupun bagi pemakai perpustakaan. b. Penempatan yang tepat Bila bahan pustaka diperlukan pemakai, pustaka yang diinginkan mudah diketemukan serta mudah dikembalikan oleh petugas ke tempat yang pasti sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan. c. Penyusunan mekanis Bahan pustaka baru mudah disisipkan di antara bahan pustaka yang sudah dimiliki. Demikian pula penarikan bahan pustaka (karena dipinjam) tidak akan mengganggu susunan bahan pustaka di jajaran. Sedangkan fungsi klasifikasi yaitu: sebagai tata penyusunan buku di jajaran rak, serta sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog, bibliografi dan indeks dalam tata susunan yang sistematis Macam-macam Klasifikasi Ada beberapa sistem klasifikasi, diantaranya adalah: 1. Klasifikasi Artifisial Sistem ini adalah mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri atau sifat-sifat lainnya, misalnya pengelompokkan menurut pengarang, atau berdasarkan ciri fisiknya misalnya ukuran, warna sampul, dan sebagainya. 2. Klasifikasi Utility Pengelompokan bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan jenisnya. Misal, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa. Buku pegangan siswa di sekolah dibedakan dengan buku pegangan guru. Buku koleksi referensi dibedakan dengan koleksi sirkulasi (berdasar kegunaannya). 3. Klasifikasi Fundamental Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri subyek atau isi pokok persoalan yang dibahas dalam suatu buku. Pengelompokan bahan

7 pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: Bahan pustaka yang subyeknya sama atau hampir sama, letaknya berdekatan. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai koleksi yang dimiliki dengan melihat subyek mana yang lemah dan mana yang kuat. Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok masalah. Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi. Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar maupun kecil. Dalam sistem tersebut buku dikelompokkan berdasarkan subyek, sehingga memudahkan pemakai dalm menelusur suatu informasi. Yang termasuk klasifikasi fundamental adalah klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification). DDC merupakan sistem klasifikasi yang populer dan paling banyak pemakainya. Klasifikasi ini dalam pengembangannya menggunakan sistem desimal angka arab sebagai simbol notasinya Keuntungan Klasifikasi Sebagai sarana penyusunan buku di jajaran (rak), klasifikasi mempunyai dua keuntungan yaitu sebagai berikut: a. Dapat membantu pemakai jasa perpustakaan mengidentifikasi dan melokalisasi bahan pustaka berdasarkan nomor panggil dokumen. b. Mengelompokkan bahan pustaka sejenis menjadi satu jajaran atau berdekatan. Sehingga pengguna lebih mudah menemukan kembali bahan pustaka Analisis Subyek Klasifikasi yang umum digunakan pada perpustakaan sekarang ini adalah menggunakan klasifikasi fundamental. Artinya, klasifikasi dilakukan berdasarkan isi fundamental suatu buku, sehingga apapun perubahan fisik buku, baik warna, tinggi, maupun lebar buku, tidak mempengaruhi subyek atau isi buku itu sendiri.

8 Analisis subyek merupakan hal yang sangat penting dan memerlukan kemampuan intelektual karena disinilah bahan pustaka yang ditentukan tempatnya dalam golongannya. Kekeliruan dalam menentukan subyek dapat menyesatkan pengguna (pembaca buku). Jadi, setiap dokumen harus dianalisis isinya. Kegiatan yang demikian inilah yang dikatakan sebagai analisis subyek. Selanjutnya, subyek tersebut diterjemahkan kedalam kode tertentu berdasarkan suatu sistem sehingga setiap bahan pustaka akan mempunyai identitas subyek tertentu pula. Kegiatan ini dinamakan dengan deskripsi indeks. Untuk melakukan analisis subyek, penganalisis perlu mengetahui prinsip dasarnya. Prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi tiga bagian besar yang kemudian diperinci kembali bagian-bagian yang lebih kecil, yakni seperti yang dapat dilihat dalam bagan berikut: Bagan Prinsip dasar analisis subyek Displin/ilmu Sub disiplin ilmu Displin ilmu/sub disiplin ilmu Objek bahasa(fenominal) Bentuk Faset 1 Faset 2 Faset 3 Faset 4 Fokus 1 Fokus 1 Fokus 1 Fokus 1 Fokus 2 Fokus 2 Fokus 2 Fokus 2 -fisik - Penyajian - intelektual Fokus 3 Fokus 3 Fokus 3 Fokus 3 Fokus 4 Fokus 4 Fokus 4 Fokus 4 Wiji (2010: 119) mengatakan tiga bagian besar analisis subyek adalah pada disiplin ilmu, yaitu buku yang dianalisis harus masuk ke dalam disiplin ilmu

9 tertentu objek bahasan atau fenomena, yaitu setelah ditemukan disiplin ilmu tertentu buku tersebut harus jelas membahas tentang suatu kajian atau fenomena tertentu dalam disiplin ilmu tersebut; dan bentuk, yaitu setelah ditemukan bentuk objek kajian atau fenomenanya buku harus disajikan dalam suatu bentuk tertentu. a. Disiplin ilmu Disiplin ilmu adalah istilah yang digunakan untuk satu bidang atau satu cabang keilmuan, misalnya, hukum, kimia, atau sosiologi. Masing-masing adalah disiplin ilmu yang merupakan bidang atau cabang keilmuan. Dalam analisis subyek, pertama kali yang harus ditentukan adalah disiplin ilmu atau bidang ilmu pengetahuan yang dicakup oleh bahan pustaka yang dianalisis tersebut. Sebagai contoh, buku berjudul Perkembangan Koperasi Sepuluh Tahun Terakhir. Maka dapat ditentukan bahwa disiplin ilmu untuk buku ini adalah ekonomi. Kemudian dapat ditentukan pula objek pembahasannya yang juga sebagai fasetnya adalah koperasi dan pada konsep ketiga, yang harus ada adalah bentuk, maka bentuk penyajian buku ini adalah sejarah, mengingat unsur waktu atau perkembangan dari waktu ke waktu sangat dominan. Disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, disiplin fundamental (fundamental disciplines). Disiplin fundamental merupakan bagian utama ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, para ahli berbeda pendapat tentang ciricirinya, pengelompokan dan jumlahnya, tetapi terdapat kesepakatan umum mengenai eksistensi bidang-bidang pengetahuan dasar ini. Kedua, subdisplin. Subdisiplin merupakan bidang spesialisasi dalam suatu disiplin fundamental. Misalnya, dalam kelompok ilmu-ilmu alamiah, sudisiplin yang merupakan spesialisasi atau cabang, antara lain ialah fisika, kimia, biologi, sosiologi, ekonomi, dan politik. b. Objek pembahasan atau fenomena Objek pembahasan atau fenomena ialah benda atau wujud yang menjadi titik kajian dari suatu disiplin ilmu. Misalnya, dalam buku berjudul pendidikan wanita, pendidikan merupakan disiplin ilmu dan wanita merupakan objek atau titik kajiannya dari disiplin ilmu pendidikan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa objek kajian merupakan bagian dari disiplin ilmu, atau dengan kata lain

10 fenomena atau objek kajian dapat ditentukan setelah disiplin ilmu dalam suatu bahan pustaka sudah ditentukan. Fenomena yang sama dapat dikaji oleh disiplin ilmu yang berbeda, tetapi penentu golongan utama adalah disiplin ilmu yang membawahi fenomena tersebut. Dengan kata lain, fenomena berperan sebagai konsep subyek dalam analisis subyek. Konsep subjek menunjukkan tema suatu bahan pustaka. Fenomena yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, objek konkret, misalnya gedung, meja, buku dan lain-lain. Kedua, objek abstrak, misalnya moral, hukum, adab, dan lain-lain. Fenomena dapat dikaji dari satu atau beberapa disiplin ilmu. Fenomena yang dikaji tersebut dikelompokkan berdasarkan suatu ciri yang dimiliki bersama. Ciri pembagian itu disebut dengan faset. Suatu disiplin ilmu pengetahuan dapat ditinjau menurut sejumlah faset, misalnya bidang sosial dapat ditinjau antara lain menurut demografi, yang akan diperoleh: lingkungan, kependudukan, dan lain-lain. Jika ditinjau dari interaksi sosial akan diperoleh: komunikasi, psikologi social, dan lain-lain. Menurut Ranganathan, seorang ilmuwan dan pustakawan dari India yang pernah menciptakan sistem klasifikasi yang disebut color Classification, untuk membantu para pengklasifikasi bahan pustaka dalam melakukan analisis subyek, suatu fenomena/faset dapat dianalisis dengan memberikan urutan faktor-faktornya yang disingkat PMSET, yaitu (P) personality, (M) matter, (S) space, dan (T) time. Sebagai contoh yang berjudul Pendekatan dalam Penyusunan Organisasi Sekolah Tahun 2005 di Indonesia, urutannya dapat ditentukan sebagai berikut. (P) Personality : Sekolah (M) Matter : Organisasi (E) Energy : Penyusunan (S) Space : Indonesia (T) Time : Tahun 2005 Secara lengkap susunan analisis subyek adalah: DISIPLIN/PMEST/BENTUK

11 c. Bentuk Pembahasan mengenai bentuk berbeda dengan konsep subyek yang menunjukkan mengenai tema atau isi suatu bahan pustaka. Konsep bentuk lebih merujuk pada bagaimana penyajian suatu kajian dari bahan pustaka itu. Dalam hal ini, dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk berikut. 1. Bentuk fisik, yaitu sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek, misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, mikrofilm, mikrofis, dan lain-lain. Bentuk fisik tidak mempengaruhi isi dokumen bahan pustaka, misalnya agama dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetap ada agama dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetp pada agama. Majalah tentang agama, subyeknya adalah agama tapi bentuknya adalah majalah. Bentuk fisik dalam analisis subjek sering diabaikan, padahal bentuk fisik yang dicantumkan dalam analisis subyek menentukan bahwa bahan pustaka itu mempunyai tempat khusus di perpustakaan. 2. Bentuk penyajian, yaitu bentuk yang ditekankan pada pengaturan atau organisasi isi dokumen bahan pustaka. Dalam hal ini, dikenal tiga bentuk penyajian berikut. a. Penyajiannya yang menggunakan lambang-lambang, seperti bahasa (dalam bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan lain-lain), gambar dan sebagainya. b. Penyajian yang memperlihatkan tata susunan, bentuk, kumpulan, dan peragaan tertentu, misalnya abjad, kronologis, sistematik, esei, pidato, bibliografi, dan sebagainya. c. Penyajian untuk kelompok tertentu, misalnya Bahasa Inggris untuk pemula, psikologi untuk ibu rumah tangga. Kedua dokumen bahan pustaka itu adalah mengenai bahasa inggris dan psikologis, bukan mengenai pemula atau ibu rumah tangga. 3. Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan pada suatu subyek. misalnya buku yang berjudul Filsafat hukum, di sini yang menjadi Subyeknya adalah Hukum, sementara Filsafat adalah bentuk Hukum tersebut, sehingga bentuk yang dapat disajikan adalah bentuk intelektual.

12 Dalam melakukan analisis subyek seseorang sangat dipengaruhi oleh subjektivitas dan latar belakangnya. Karena itu, hasilnya sering kali berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, meskipun bahan pustaka yang dikajinya sama, bahkan kadang-kadang bahan pustaka yang sama dianalisis orang yang sama dalam waktu yang berbeda dapat menghasilkan subyek yang berbeda. Untuk mengurangi subjektivitas dalam melakukan analisis subyek agar dapat dilakukan secara taat asas, perlu dikenali jenis-jenis subyek yang terdapat dalam bahan pustaka yang akan dianalisis. Pada pokoknya terdapat empat jenis subyek yang memiliki kaidah, yaitu sebagai berikut. 1. Subyek dasar Subyek dasar adalah subyek yang merupakan bidang pengetahuan secara umum tanpa ada suatu fenomena tertentu. Contoh: Pengantar Ilmu Pendidikan. Subyek judul tersebut dapat dirangkum dengan Pendidikan saja, tanpa fenomena. Contoh lain, Dasar-dasar Ilmu Sosial. Subyek judulnya cukup Sosial saja, tidak diikuti dengan fenomena lain. 2. Subyek sederhana Subyek sederhana adalah subyek yang membahas disiplin ilmu tertentu yang disertai dengan satu faset aja, atau dengan kata lain, subjek dasar yang disertai dengan satu fenomena. Contoh: Sekolah Dasar, subyek ini dapat diurai menjadi: Disiplin ilmu = Pendidikan Fenomena = Sekolah Dasar Contoh lain, buku tentang Penyakit Menular dapat dirangkum menjadi: Disiplin ilmu = Kedokteran Fenomena = Penyakit Menular 3. Subyek Majemuk Subyek majemuk adalah jika subyek dasar disertai fokus-fokus yang berasal dari dua faset atau lebih. Atau jika subyek dasar disertai lebih dari satu fenomena. Contoh, buku yang berjudul Perguruan Tinggi di Indonesia, dapt dirangkum menjadi:

13 Disiplin Ilmu = Pendidikan Fenomena (faset1) = Perguruan tinggi Fenomena (faset2) = Indonesia 4. Subyek Kompleks Subyek kompleks adalah suatu bahan pustaka yang memiliki dua atau lebih disiplin ilmu. Contoh: buku yang berjudul Dasar-dasar Pendidikan Ilmu Perpustakaan, dapat dirangkum menjadi: Disiplin ilmu 1 = Pendidikan Disiplin ilmu 2 = Perpustakaan Dalam melakukan analisis subyek terhadap subyek kompleks ini harus dilakukan pemilihan secara taat asas subyek-subyek yang diutamakan atau yang perlu diperhatikan adalah hubungan interaksi atau hubungan fase antar subyeksubyek yang ada, sebab dalam subyek kompleks ini terdapat empat hubungan fase-fase berikut. 1. Fase bias, yaitu jika suatu subyek digunakan untuk kelompok tertentu. Dalam hal ini, yang dutamakan adalah subyek yang digunakan. Contoh: Koperasi untuk Sekolah Dasar Rangkuman : EKONOMI/KOPERASI/PENDIDIKAN/ SEKOLAH DASAR Disiplin ilmu : Ekonomi Fenomena 1 : Koperasi Fenomena 2 : Sekolah Dasar Rangkuman pilihan : EKONOMI/KOPERASI 2. Fase pengaruh, yaitu jika terdapat subyek dasar yang mempengaruhi subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi. Contoh: Pengaruh Pendidikan di Desa Disiplin ilmu1 : Pendidikan Disiplin ilmu2 : Sosiologi Fenomena Desa (dari faset struktur kemasyarakatan) Rangkuman : SOSIOLOGI/DESA

14 3. Fase alat, yaitu jika subyek dasar digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang dijelaskan atau yang dibahas. Contoh : Penggunaan Statistik pada Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia Disiplin ilmu 1 : Statistik Disiplin ilmu 2 : Sosiologi Fenomena 1 : KB(dari faset kependudukan) Fenomena 2 : Indonesia (dari faset tempat) 4. Fase Perkembangan, yaitu jika dalam satu bahan pustaka terdapat dua subyek atau lebih yang berasal dari dua disiplin ilmu atau lebih. Hubungan fase dapat bersifat perbandingan baik secara jelas maupun samar. Dalam subyek kadangkadang hubungan antarsubyek tersebut sama sekali tidak terasa, sehingga hanya berupa gabungan dua subyek atau lebih, atau gabungan dari dua disiplin ilmu atau lebih. Contoh: Islam dan Ilmu pengetahuan Disiplin ilmu1 : Islam Disiplin ilmu2 : Ilmu Pengetahuan Rangkuman : ISLAM/ ILMU PENGETAHUAN Untuk memilih subyek-subyek yang diutamakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya sebagai berikut: 1. Subyek ditentukan pada tekanan pembahasan, atau subyek yang dibahas lebih banyak. Contoh: Matematika dan biologi Kedua subjek merupakan subyek dasar dari disiplin ilmu yang berbeda. Untuk menentukan subyeknya, maka pengklasifikasi harus mengetahui subyek mana yang dominan atau yang lebih banyak dibahas. 2. Subyek ditentukan pada subjek yang erat relevansinya dengan perpustakaan tempat pengklasifikasi bekerja. Contoh: Pendidikan dan Kesehatan

15 Keduanya merupakan subyek dasar. Tapi karena perpustakaan yang ditempati merupakan perpustakaan ilmu keguruan atau pendidikan, maka subyek yang dimunculkan adalah pendidikan, sedangkan subyek kesehatan merupakan subyek alternative. 3. Subyek ditentukan pada subyek yang dibahas pertama dalam bahan pustaka tersebut. Hal ini dilakukan jika pembahasan subyek-subyek yang ada sama berat dan tidak ada pertimbangan kepentigan perpustakaan. Contoh: Statistik dan Pendidikan Kedua subyek berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Maka, jika pembahasan subyek tersebut sama berat dan kepentingan perpustakaan terhadap subyek tersebut juga sama, pilihan ditentukan pada statistik, karena subyek ini lebih awal dibahasnya disbanding dengan pendidikan Panduan Mengklasifikasi Bahan Pustaka Adapun panduan dalam mengklasifikasi bahan pustaka adalah sebagai berikut: Tentukan subyek yang paling spesifik ditinjau dari tujuan penulis dan selanjutnya diikuti bentuk penyajiannya. Bila pustaka dapat ditentukan pada 2 subyek (nomor kelas) yang berbeda, maka pilih nomor yang paling bermanfaat untuk pengguna perpustakaan. Bila pustaka membahas lebih dari satu subyek dan subyek-subyek tersebut merupakan bagian dari subyek yang lebih luas, maka klasifikasikan pada subyek yang lebih luas. Bila pustaka membahas subyek yang tidak memiliki nomor klasifikasi pada sistem yang dipakai, maka tentukan kelas yang paling mendekati atau paling berhubungan dengan nomor klasifikasi yang telah ada. Usahakan menggunakan satu sistem taat azas (konsisten).

16 2.3 Sistem Klasifikasi DDC Pengertian DDC DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode (lambang). Jadi sistem klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey ( ) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun Sekilas Sejarah DDC Dewey Decimal Classification (DDC) merupakan sistem klasifikasi perpustakaan hasil karya Melvil Dewey ( ). Dewey telah merintis sistem klasifikasi ini ketika ia masih menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai pustakawan di Amherst College, Massachusetts, di sebuah negara bagian Amerika Serikat. Karena tuntutan keadaan, terutama belum adanya sistem guna menata buku-buku yang dimiliki perpustakaan, Dewey berusaha keras menciptakan sistem tersebut. Pada tahun 1876, Dewey dapat menerbitkan edisi pertama dengan judul; Classification and Subject Index or Cataloguing, and Arranging the Books and Pamphlets of Library. Edisi pertama ini hanya 42 halaman dan terdiri atas 12 halaman pendahuluan, 12 halaman bagan, dan 18 halaman indeks. Pada edisi selanjutnya, DDC terus mengalami penyempurnaan dengan memasukkan subyek-subyek yang belum tercakup selaras dengan perkembangn ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini telah terbit edisi XXII tahun 2003 terdiri atas 4 jilid: Introduction, schedule , schedule dan indeks relatif, setebal lebih dari halaman. Disamping edisi lengkap, DDC juga menerbitkan edisi ringkas yang dapat digunakan oleh perpustakaan-perpustakaan yang tidak begitu besar dan bersifat

17 umum. Saat ini, DDC telah diterbitkan dalam bentuk terjemahan berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa indonesia yang sangat dikenal dalam dunia perpustakaan. Memang banyak sistem klasifikasi di perpustakaan yang dibuat, tapi tidak ada yang mampu bertahan selama DDC. DDC telah mampu bertahan kurang lebih satu abad sejak diterbitkannya edisi pertama hingga sekarang. Keunggulan sistem klasifikasi ini adalah sistematik, universal, fleksibel, lengkap, dan siap pakai (enumerated), di samping adanya suatu badan yang mengawasi perkembangannya dan terus mengadakan peninjauan ulang untuk penyempurnaan edisi-edisi selanjutnya. Badan tersebut adalah The Paced Club Education Foundation dan The Library of Congress di Amerika Serikat (Kaelani:2006). Disamping itu keberadaannya yang enumerated, DDC juga memungkinkan untuk pembentukan notasi yang belum tercantum dalam bagan, baik dengan menggunakan tabel-tabel tambahan maupun mengikuti petunjuk yang ada dalam bagan. Kelemahan DDC ini terletak pada kesan terlalu American centris dan kurang memberi perhatian pada bidang-bidang di luar Amerika dan Eropa Barat, seperti bidang agama, manajemen pemerintahan, dan bahasa-bahasa Unsur-unsur DDC Adapun unsur-unsur pokok DDC ada tiga yaitu sebagai berikut: 1. Notasi Terdiri atas serangkaian simbol berupa angka-angka yang mewakili subjek tertentu Angka-angka itu disebut Nomor kelas. 2. Indeks relative indeks Terdiri atas sejumlah tajuk subyek yang disusun menurut abjad dan dirujuk ke nomor kelas dari subyek tersebut. 3. Tabel Yang terdapat pada tabel pembantu digunakan untuk menyatakan aspek-aspek tertentu yang menyertai subyek yang berbeda. Dan Di dalam edisi lengkap terdapat 7 tabel pembantu.

18 2.3.3 Keuntungan Penggunaan DDC Adapun berbagai keuntungan dalam menggunakan DDC yaitu sebagai berikut : a. Menggunakan notasi angka yang logik dan sederhana. Sehingga DDC mudah dipahami dan diingat. b. Sifatnya Fleksibel. c. Memiliki lembaga yang mengawasi perkembangannya, yaitu Forest Press Committee di Amerika Serikat, sehinga DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, dengan cara melakukan revisi Prinsip-prinsip Dasar Sistematika DDC Towa-Tairas (2002: 3) mengatakan penyusunan sistem klasifikasi yang sistematis dan teratur didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang berikut: 1. Prinsip dasar desimal a. Klasifikasi Dewey membagi ilmu pengetahuan ke dalam 10 kelas utama. Kemudian masing-masing kelas utama itu dibagi lagi kedalam 10 divisi, dan selanjutnya masing-masing divisi diabgi lagi ke dalam 10 seksi, sehingga dengan demikian DDC terdiri dari 10 kelas utama, 100 divisi dan 1000 seksi. Meskipun demikian, DDC masih memungkinkan diadakannya pembagian lebih lanjut daripada seksi menjadi sub-seksi, dari sub-seksi menjadi sub-sub seksi, dan seterusnya. Oleh karena pola perincian ilmu pengetahuan yang berdasarkan kelipatan sepuluh inilah maka DDC disebut Klasifikasi Persepuluhan atau klasifikasi desimal. b. Kelas utama (main classes) Sepuluh kelas utama diberi nomor 0,1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Akan tetapi di dalam praktek selalu dituliskan dalam bentuk notasi dengan tiga bilangan dan tidak boleh kurang, dimana nomor kelas utama menempati posisi pertama. Sepuluh kelas utama tersebut biasanya dinamakan Ringkasan Pertama (First Summary) dan terdiri dari:

19 000 Karya umum 100 Filsafat 200 Agama 300 Ilmu-ilmu sosial 400 Bahasa 500 Ilmu-ilmu murni 600 Ilmu-ilmu terapan (teknologi) 700 Kesenian dan olahraga 800 Kesusasteraan 900 Sejarah dan geografi c. Divisi (divisions) Setiap kelas utama dibagi menjadi 10 bagian yang disebut divisi. Yang masing-masing diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita peroleh 100 divisi, yang biasanya disebut Ringkasan Kedua (Second Summary). Notasinya terdiri dari tiga bilangan di mana nomor divisi menempati posisi kedua. Misalnya, kelas utama teknologi (600) terdiri dari divisi-divisi berikut: 600 Teknologi 610 Ilmu kedokteran 620 Ilmu teknik 630 Ilmu pertanian 640 Kesejahteraan rumah tangga 650 Manajemen 660 Industri dan teknologi kimia 670 Pengolahan bahan industri dalam pabrik 680 Industri-industri lain 690 Bangunan d. Seksi (sections) Setiap divisi dibagi lagi menjadi 10 bagian yang disebut seksi, yang juga diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita mendapat jumlah 1000

20 seksi yang biasanya disebut Ringkasan Ketiga (Third Summary). Notasinyapun terdiri dari tiga bilangan dan nomor seksi menempati posisi ketiga. Divisi 610 atau Ilmu kedokteran dibagi menjadi seksi-seksi berikut: 610 Ilmu kedokteran 611 Anatomi manusia 612 Fisiologi manusia 613 Ilmu kesehatan umum 614 Kesehatan masyarakat 615 Farmakologi dan ilmu obat-obatan 616 Penyakit 617 Ilmu bedah 618 Cabang ilmu kedokteran yang lain 619 Ilmu kedokteran eksperimental e. Pembagian lebih lanjut Sistem klasifikasi Dewey memungkinkan pembagian yang lebih lanjut atas dasar kelipatan sepuluh (seksi menjadi sub-seksi, sub-seksi menjadi subsub seksi, dan seterusnya) dengan menempatkan titik desimal sesudah bilangan ketiga daripada notasi, dan menambahkan bilangan lain sebanyak yang diperlukan sesudah titik desimal tersebut. Dengan demikian notasi sub-seksi adalah 4 bilangan dan sub-sub seksi adalah 5 bilangan dan seterusnya. Seksi Fisiologi manusia (612) diperinci sebagai berikut: 612 Fisiologi manusia Darah dan peredaran darah Pernapasan Makanan dan metabolisme Pencernaan makanan; kelenjar Susunan syaraf dan alat-alat indera Syaraf dan urat syaraf Otak

21 Syaraf tulang belakang Mata dan penglihatan Telinga dan pendengaran 2. Prinsip dasar susunan umum-khusus a. Dari 10 kelas utama yang ada, kelas utama yang pertama (kelas 0) disediakan untuk karya umum yang membahas banyak subyek dan dari banyak segi pandangan, misalnya persurat-kabaran, ensiklopedi, dan beberapa ilmu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya, seperti informasi, komunikasi dan ilmu perpustakaan. Kelas utama 1-9 masing-masing mencakup satu jenis ilmu tertentu misalnya Agama (200) atau sekelompok ilmu yang saling berhubungan, seperti Ilmu sosial (300). b. Dari 10 divisi dalam tiap kelas utama, divisi pertama (divisi 0) membahas karya umum untuk seluruh kelas, sedangkan divisi 1-9 membahas hal-hal yang lebih khusus: Kelas utama 600 Teknologi Divisi pertama Karya umum tentang teknologi Divisi kedua Ilmu kedokteran (khusus) Divisi ketiga Ilmu teknik (khusus) c. Dari 10 seksi dalam tiap divisi, maka seksi pertama (seksi 0) disediakan untuk karya umum seluruh divisi, sedangkan seksi 1-9 untuk hal-hal yang lebih khusus lagi: Divisi 610 Ilmu kedokteran (umum) Seksi pertama 611 Anatomi manusia(khusus) Seksi kedua 612 Fisiologi manusia (khusus) Dan seterusnya. 3. Prinsip dasar disiplin Penyusunan dan pembagian DDC terutama didasarkan pada lapangan spesialisasi ilmu pengetahuan atau discipline (disiplin) atau cabang ilmu

22 pengetahuan tertentu dan bukan pada subyek. Suatu subyek dapat dibahas pada beberapa disiplin ilmu, oleh karena itu pembagian menurut subyek adalah sekunder, dan pembagian menurut disiplin adalah primer. Sebagai contoh, subyek perkawinan dibahas dalam beberapa disiplin: 173 Aspek etis 248 Perkawinan dalam agama Kristen 2X4.3 Hukum perkawinan Islam Aspek sosiologis Kebiasaan dalam perkawinan Aspek keluarga berencana Dsb Dengan demikian, pemberian nomor kelas pada sebuah buku tentang perkawinan tergantung pada aspek apa yang dibahas buku itu, yang berarti buku itu termasuk disiplin tertentu. 4. Prinsip dasar hierarki Pengertian hierarki adalah susunan suatu sistem klasifikasi dari umum ke khusus. DDC adalah klasifikasi yang hierarki baik dalam notasi maupun dalam relasi antar disiplin dan relasi antar subyek. a. Hierarki dalam notasi berarti bahwa perincian lebih lanjut dari suatu subyek atau disiplin tertentu dilakukan dengan penambahan suatu bilangan pada notasi pokoknya, misalnya: 600 Teknologi (notasi pokok adalah 6) 630 Ilmu pertanian (notasi pokok adalah 63) 631 Teknik pertanian umum Alat-alat pertanian : bajak, traktor, dll Penanaman dan panenan.

23 Perlu diperhatikan bahwa pada bagan DDC perincian subyek tidak dicetak pada satu garis lurus dari atas ke bawah, akan tetapi pada indensi yang berlainan. b. Centered heading (Tajuk terpusat) Sering terjadi bahwa untuk menguraikan suatu subjek lebih lanjut kita tidak dapat mengadakan penambahan satu bilangan (prinsip hierarki notasi) pada suatu nomor kelas tertentu saja. Misalnya di bawah 630, Ilmu dan teknologi pertanian, produksi beberapa hasil pertanian diberi serangkaian nomor tertentu yaitu dan di dalam bagian DDC dicetak di tengah-tengah halaman (itulah sebabnya disebut centered headings) sebagai berikut: Produksi beberapa hasil pertanian 633 Tanaman di ladang 634 Tanaman kebun, buah-buahan dan hutan. 635 Sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Karya komprehensif digolongkan pada 631 Karya komprehensif artinya suatu karya atau buku yang membicarakan tentang semua aspek atau subyek dalam kelompok tertentu. Jadi pada contoh di atas itu adalah suatu buku yang membicarakan tentang tanaman di ladang (633), tanaman kebun dan sebagainya (634) dan sayur-sayuran (635). Buku yang demikian itu tentu tidak dapat digolongkan pada 633 atau 634 atau 635, sehingga dianjurkan untuk digolongkan pada 631. Pada setiap Centered heading selalu ditetapkan di mana karya komprehensif digolongkan. Dalam DDC terlihat bahwa tidak mungkin untuk mendaftarkan semua produksi hasil pertanian hanya pada nomor 633 saja, dan untuk setiap jenis produksi kita menambahkan satu bilangan oleh karena nomor kelasnya akan menjadi terlalu panjang sehingg tidak praktis.

24 2.4 Penggunaan DDC Penggunaan Notasi Dasar (Enumerated) Wiji (2010: 151) mengatakan apabila hasil analisis subyek hanya memerlukan notasi dasar yang siap pakai (enumerated), penentuan notasi dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Kenalilah bagan klasifikasi dengan baik. a. Hafalkan ringkasan I, yaitu kelas utama (main classes)-nya. b. Kenali dengan baik ringkasan II (divisi). c. Pilihlah notasi pada divisi yang paling sesuai dan periksa perincian dari divisi (seksi-seksi) untuk memilih seksi yang paling sesuai dengan hasil analisis subyek. d. Jika diperlukan suatu notasi yang lebih spesifik, periksa perincian dari seksi (notasi-notasi subseksi), dan pilihlah notasi yang paling sesuai. 2. Menggunakan indeks relatif bila diperlukan. a. Periksalah ringkasan dari entri indeks relatif yang digunakan sebagai akses untuk memilih istilah subyek dan notasi yang paling sesuai dengan hasil analisis subjek. b. Cek kembali ke dalam bagan klasifikasi, hasil pemilihan notasi melalui indeks relatif tersebut, apakah notasi tersebut merupakan subordinasi dari notasi yang lebih luas cakupannya; jika tidak sesuai, berarti keliru dalam memilih notasi melalui indeks (selengkapnya, coba lihat indeks relatif pada buku klasifikasi DDC) Pembentukan Notasi Sering suatu subyek dari hasil analisis subyek tidak cukup dicerminkan dengan notasi dasar yang siap pakai ini sebagaimana telah tersedia dalam bagan klasifikasi. Karenanya, perlu pembentukan notasi sesuai dengan sistem klasifikasi DDC. Misalnya, jika suatu subyek mengandung aspek bentuk, apakah bentuk penyajian, bentuk fisik atau intelektual, aspek bentuk tersebut sedapat mungkin harus diwujudkan dalam notasi.

25 Dalam sistem klasifikasi DDC, pembentukan notasi dapat dilakukan dengan fasilitas notasi-notasi tambahan sebagaimana yang tercantum dalam tabeltabel tambahan atau sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam notasi dasar, yaitu: Tabel 1 : Notasi Subdivisi Standar (Standar Subdivision) Tabel 2 : Notasi Wilayah (Area Table) Tabel 3 : Notasi Bentuk Sastra Tabel 4 : Notasi Bentuk Bahasa Tabel 5 : Notasi Ras, Etnis dan Kebangsaan. Tabel 6 : Notasi Bahasa-bahasa sesuai petunjuk yang terdapat dalam bagan DDC Indeks Relatif (Relative Index) Untuk membantu mencari notasi suatu subyek dalam DDC terdapat Indeks Relatif. Pada indeks relatif ini terdaftar sejumlah istilah yang disusun berabjad. Istilah-istilah tersebut mengacu ke notasi yang terdapat dalam bagan. Dalam indeks ini didaftar sinonim untuk suatu istilah, hubungan-hubungan dengan subyek lainnya. Bila suatu subyek telah ditemukan dalam indeks relatif, hendaklah ditentukan lebih lanjut aspek dari subyek yang bersangkutan. Cara yang paling cepat untuk menentukan notasi suatu subyek adalah melalui indeks relatif. Tetapi menentukan notasi hanya melalui dan berdasarkan indeks relatif saja tidak dapat dibenarkan. Setelah suatu subyek diperoleh notasinya dalam indeks relatif, harus diadakan pengecekan dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan demikian dapat diketahui apakah notasi tersebut betul-betul sesuai dengan karya yang sedang diklasifikasikan Bagan (Schedules) Pawit (2002: 31) Klasifikasi Dewey adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut prinsip desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibagi ke dalam 9 kelas utama, yang diberi kode/lambang angka (selanjutnya disebut notasi). Seperti telah dijelaskan pada

26 halaman sebelumnya. Dalam DDC ini semakin khusus suatu subyek, semakin panjang notasinya. Karena banyak angka yang ditambahkan pada notasi dasarnya. Pembagiannya dari umum ke khusus. Ada beberapa istilah penting dalam bagan, seperti: 1. Summary yaitu tajuk yang agak terbatas pembagiannya. Contoh dalam subyek Insecta (insecta) terdapat summary. Pembagian yang lebih rinci untuk masing-masing tajuk yang terdapat dalam tersebut diperinci lebih lanjut dalam bagan (lihat bagan hal.925). 2. Formerly also Istilah ini terdapat dalam kurung siku, yang artinya menunjukkan bahwa subyek tersebut notasinya dulu pada... Misal, pada notasi terdapat subyek Tawhid [formerly also ]. ini berarti dulu notasinya pada tetapi sekarang pada (lihat bagan hal. 229). Istilah Formerly pada prinsipnya sama dengan Istilah formerly also. Ini berarti terdapat pemindahan lokasi notasi untuk subyek dimaksud. Contoh notasi Perception theory [formerly ]. 3. Class here Merupakan instruksi yang berarti tempatkan di sini. Hal ini sebagai penuntun untuk menentukan notasi suatu subyek yang mungkin tidak diduga berada di bawah tajuk tersebut. Contoh advertising and public relations mendapat notasi 659. Di bawahnya diikuti dengan istilah class here publicity, ini berarti karya tentang publicity ditempatkan sama pada subyek Advertising and public relation (lihat bagan hal. 352). 4. Relocated to DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka kemungkinan terdapat perubahan-perubahan dalam menempatkan notasi untuk suatu subyek sangat besar sekali. Relokasi ini dinyatakan dengan petunjuk formely also dan formerly yang notasinya ditempatkan dalam tanda kurung siku.

27 Contoh 729[.9] Built-in church furniture. Kemudian diikuti dengan instruksi Relocated to , ini berarti notasi untuk subyek built-in church furniture sekarang sudah tidak digunakan lagi dan dipindahkan pada notasi (lihat bagan hal.484) 5. Centered heading Adakalanya suatu konsep tidak bisa dinyatakan dalam satu notasi, maka dinyatakan dalam sederetan notasi. Contoh untuk menyatakan subyek Biography of specific classes of perseons dalam bagan dinyatakan pada notasi Pada kasus seperti ini akan terdapat tanda segitiga(>) mendahului notasi tersebut, (lihat bagan hal.703). 6. Optional number, prefer. Merupakan pilihan atau alternatif yang dikehendaki oleh DDC. Contoh untuk konsep riwayat hidup para ahli dalam disiplin ilmu tertentu, DDC menyarankan agar ditempatkan pada subyeknya dengan menambahkan notasi subdivisi standard -092 dari tabel 1 (lihat ). 7. If prefered Istilah ini merupakan penuntun bagi pemakai DDC bila menghendaki dapat memilih salah satu alternatif. Contoh untuk konsep bibliografi subyek notasinya 016. Bila pemakai DDC menghendaki, dapat menempatkan bibliografi tersebut pada subyeknya. Misal Bibliografi kedokteran pada notasi , tetapi pemakai DDC dapat juga menempatkan pada notasi (lihat bagan hal. 32) Tabel-tabel Selain pembagian kelas secara desimal dengan notasi yang terdaftar dalam bagan, DDC juga mempunyai sarana lain. Untuk membagi/memperluas subyek lebih lanjut, yaitu dengan menyediakan sejumlah tabel pembantu atau auxiliary tables. Notasi pada tabel-tabel tersebut hanya dapat digunakan dalam rangkaian dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan kata lain, notasi yang terdapat dalam tabel tidak pernah berdiri sendiri, selalu dirangkaikan dengan notasi dalam

28 bagan. Dalam klasifikasi DDC edisi 22 terdapat 7 tabel pembantu/pelengkap, yakni: 1. Tabel 1: Subdivisi Standar (Standard Subdivisions) Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya dalam bagan, adakalanya perlu dicantumkan lebih lanjut notasi tambahan bentuk yang diambil dari notasi yang terdapat dalam tabel 1 (standard subdivision, hal.3-24). Tabel 1 ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk suatu karya, misalnya -03 adalah bentuk kamus dan ensiklopedi. -05 adalah bentuk terbitan berkala atau majalah. Adakalanya juga untuk menjelaskan bentuk penyajian intelektual, misal -01 untuk bentuk penyajian yang bersifat filsafat dan teori, -09 sejarah dan geografi. Dalam bagan terdapat 5 cara untuk penggunaan tabel 1 ini, yakni: a. Tidak ada instruksi b. Terdapat dalam bagan (lengkap) c. Terdaftar sebagian d. Ada instruksi penggunaan dua nol (00) e. Instruksi penggunaan tiga nol (000) 2. Tabel 2: Wilayah (Geographic Areas, Historical Periods, Persons) Adakalanya suatu subyek perlu dinyatakan aspek geografisnya (wilayah), misal Angkatan Laut Indonesia. Dalam hal ini notasi subyek itu perlu ditambahkan notasi wilayah Indonesia yang diambilkan dari Tabel 2. Cara penambahan tabel 2 ini aalah sebagai berikut: a. Tidak ada instruksi, dengan menggunakan notasi -09 (aspek geografi dari Tabel 1). b. Ada instruksi, adakalanya dalam bagan terdapat instruksi, biasanya berupa instruksi dari Tabel 2. Kadangkala didahului dengan kata-kata Geographical, treatment, treatment by specific continents, countries, dan sebagainya. Untuk geografi suatu wilayah. Dalam bagan ini hanya untuk geografi suatu wilayah.

29 Misalnya Geografi Jepang, Geografi Indonesia dan sebagainya. Cara pembentukannya, angka dasar geografi suatu wilayah 91- ditambahkan dengan notasi wilayah yang diambil dari Tabel Tabel 3: Subdivisi Sastra (Subdivision for Individual Literatur, form Specific Literary Forms). Dalam klas 800 (kesusasteraan) dikenal bentuk penyajian khusus yang disebut subdivisi masing-masing sastra. Misal bentuk-bentuk sastra, -1 Puisi, -2 Drama, -3 Fiksi, dan sebagainya. Notasi yang terdapat alam Tabel 3 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar sastra. Untuk notasi dasar suatu sastra yang berakhiran dengan angka 0 (nol), notasi dasarnya adalah dua angka pertama saja. Notasi dasar sastra Inggris 82 bukan 820, dan seterusnya. Cara penggunaan tabel 3 ini adalah: a) Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap b) Tidak terdaftar dalam bagan 4. Tabel 4: Subdivisi bahasa (Subdivisions of Individual Languages) Dalam 400 (bahasa) dikenal subdivisi khusus bahasa yang disebut masingmasing bahasa (Subdivisions of Individual Languages). Notasi yang terdapat dalam tabel 4 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar suatu bahasa dalam klas 400. Bila notasi suatu bahasa terdiri dari 3 angka dan berakhiran dengan 0 (nol), notasi dasarnya hanya 2 angka pertama. Misal notasi dasar bahasa Perancis 44- bukan 440, bahasa Itali 47- bukan 470. Cara penambahan Tabel 4 ini: a. Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap b. Belum terdaftar dalam bagan c. Kamus dua bahasa. Urutannya dengan mengutamakan bahasa yang kurang dikenal kemudian tambahkan -3 (dari Tabel 4), menyusul notasi bahasa yang lebih dikenal d. Kamus banyak bahasa. Bagi kamus banyak bahasa, yaitu mencakup 3 bahasa atau lebih dimasukkan ke dalam kamus poliglot (polyglot dictionaries).

30 5. Tabel 5: Ras, Etnik, dan Kebangsaan (Racial, Ethnic, National Groups). Adakalanya suatu subyek perlu ditambahkan aspek ras tertentu. Misal -951 Chinese Philipines. Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya, lalu tambahkan dengan notasi di tabel 5, ini dilakukan bila dirasa perlu untuk memperluas subyek yang bersangkutan. Adapun cara penambahannya, adalah: a) Ada perintah b) Tidak ada perintah. Maka tambahkan notasi -089 (dari Tabel 1) kemudian cantumkan notasi. 6. Bahasa (Languages) Suatu subyek adakalanya perlu ditambahkan aspek bahasanya. Misal Bibel dalam bahasa Belanda. Terjemahan Al-Qur an dalam bahasa Cina, dan sebagainya. Terlebih dahulu harus ditentukan notasi untuk subyek Bibel dan Al-Qur an kemudian ditambahkan dari notasi bahasa Belanda atau Cina yang diambilkan dari Tabel 6. Cara penggunaan Tabel 6 ini adalah: a) Ada perintah b) Tidak ada perintah. Tambahkan notasi -175 (aspek wilayah di mana suatu bahasa sangat dominan, dari Tabel 2). Lalu tambahkan notasi bahasa dari Tabel 6 ini. Contoh untuk karya Bibel di Argentina dalam bahasa Spanyol (bahasa Spanyol sangat dominan di Argentina) mendapat notasi Orang (Groups of Persons). Suatu subyek adakalanya perlu diperluas notasinya dengan kelompok orang tertentu, misal ahli kimia, penyandang cacat, dan sebagainya. Untuk itu pada notasi subyek yang bersangkutan dapat diperluas dengan menambahkan notasi yang terapat pada Tabel 7. Penggunaan Tabel 7 ini adalah sebagai berikut: a) Ditambahkan langsung b) Tidak langsung. Tambahkan dengan notasi -088 yang diambil dari Tabel 1.

31 Tabel Perluasan Untuk Wilayah Indonesia Perluasan dari Tabel Wilayah DDC, khusus yang berhubungan dengan wilayah Indonesia (tabel 2). Buku-buku tentang Indonesia makin hari makin besar jumlahnya. Kebutuhan untuk perluasan/penyesuaian notasi DDC untuk subyek Indonesia sangat diperlukan, karena untuk membedakan daerah yang dibahas dalam subyek buku. Mengenai ikhtisar pembagian daerah-daerah Indonesia kita menggunakan pedoman yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan Jl. Merdeka Selatan No. 11 Jakarta, yang disusun oleh Sub Panitia Standarisasi Perpustakaan, Panitia Teknis Perpustakaan pada Tahun Buku Internasional 1972, dengan judul Perluasan dan Penyesuaian Notasi untuk Beberapa Seksi dalam DDC khusus yang berhubungan dengan Indonesia. 1) Koperasi di Kabupaten Blitar, Nomer klasnya Koperasi (Bagan/Skema DDC) Kab. Blitar ) Kota Pasuruan dalam angka, Nomer klasnya Statistik (Bagan/Skema DDC) Kota Pasuruan Bagaimana Memakai DDC 1. Langkah-langkah persiapan Untuk dapat memakai DDC dengan baik diperlukan ketelitian ketekunan dan latihan. Berikut ini diberikan beberapa petunjuk yang merupakan langkah pendahuluan dan persiapan yang harus diperhatikan sebelum anda memulai pekerjaan mengklasir buku. 1. Untuk dapat memahami pola umum system DDC pelajarilah berturut-turut ketiga ringkasan yang mendahului bagan DDC. Hafalkan ringkasan pertama, yaitu sepuluh kelas utama. Pelajarilah ringkasan kedua (divisi) untuk mendapatkan gambaran tentang pembagian steiap kelas utama, mulai dari kelas 0 sampai dengan kelas 9. Kemudian dengan cara yang sama pelajarilah ringkasan ketiga (seksi)

32 2. Sambil mempelajari ringkasana kedua dan ringkasan ketiga periksalah juga bagan (schedule) yang lengkap. Lakukan hal ini secara sistematis dan teratur sehingga sedikit demi sedikit anda mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pola umum strukturnya. 3. Bacalah dengan teliti bagian pendahuluan buku ini. Banyak penjelasan pada bagian ini yang membantu anda untuk memahami apa yang telah anda pelajari pada kedua langkah tersebut di atas secara lebih mendalam. 4. Periksalah Tabel-tabel 1 pembantu serta petunjuk pemakainnya. 5. Pelajarilah sifat-sifat khusus dari kelas utama kesusastraan (kelas 8) dan kelas utama karya umum (kelas 0). Pada kelas 8, susunan pembagian kesusastraan di dasarkan pertama-tama pada disiplin, setelah itu bahasa aslinya dan kemudian berdasarkan bentuk karya sastranya. Pada kelas 0, susunan pembagiannya pertama-tama didasarkan pada bentuknya, kemudian pada bahasa atau tempat. Pada semua kelas yang lain, susunanya didasarkan pada urutan disiplin atau subyek, tempat, waktu dan bentuk publikasi. 2. Menganalisa suatu bahan pustaka Sebelum kita dapat menempatkan suatu bahan pustaka (buku) pada kelas atau penggolongan yang sesuai, kita perlu mengetahui lebih dahulu subyek apa yang dibahas dalam buku itu. Sudut pandangnya yang dianut penulisannya dan bentuk penyajiannya. Sayangnya hal itu tidak selalu mudah dilaksanakan dalam praktek, sehingga perlu mengetahu dan mempelajari bagaimana cara membaca buku secara teknis. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Judul buku kadang-kadang dengan mudah memberikan petunjuk tentang apa isinya, misalnya Matematika modern, Pengantar ekonomi dan Beternak itik, akan tetapi sering juga yang tidak jelas (bahkan membingungkan) sehingga perlu diadakan pemeriksaaan lebih lanjut. Buku dengan judul seperti habis gelap terbitlah terang, pending emas, small is beautiful, Asian drama atau one thousand day tidak dapat kita tentukan subyeknya begitu saja tanpa meneliti buku itu untuk memperoleh keterangan atau petunjuk lebih jelas

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA Oleh: Gatot Subrata, S.Kom

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA Oleh: Gatot Subrata, S.Kom KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA Oleh: Gatot Subrata, S.Kom Abstrak: Sistem klasifikasi Dewey Decimal Classification (DDC) adalah sistem klasifikasi fundamental yang mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan subyek

Lebih terperinci

MENGGUNAKAN DDC. Oleh: Fiqru Mafar

MENGGUNAKAN DDC. Oleh: Fiqru Mafar MENGGUNAKAN DDC Oleh: Fiqru Mafar Skema umum Klasifikasi Schedules Notasi Index Number building Schedules Skema pengelompokan berdasarkan nomor urut tertentu, mulai dari yang paling umum ke yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo Basuki,1993:1.6). secara kontinu oleh pemakainya sebagai sumber informasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo Basuki,1993:1.6). secara kontinu oleh pemakainya sebagai sumber informasi. digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perpustakaan Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA Makalah ini disampaikan pada pelatihan pustakawan di SDN Mangliawan II Pakis Malang Tanggal 26 November 2011 OLEH : SETIAWAN, S.Sos (Pustakawan Pertama) UPT PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengolahan Bahan Pustaka Perpustakaan merupakan salah satu sarana pembelajaran yang dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencerdaskan bangsa. Perpustakaan mempunyai

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Mulyati

Disusun Oleh : Mulyati Disusun Oleh : Mulyati Kegiatan pengolahan bahan pustaka dapat dibagi menjadi tiga kelompok 1. Pra-Katalog Merupakan awal dari kegiatan pengolahan bahan pustaka. Pra-katalog ini meliputi pengadaaan bahan

Lebih terperinci

TAJUK SUBYEK BAHAN PUSTAKA

TAJUK SUBYEK BAHAN PUSTAKA TAJUK SUBYEK BAHAN PUSTAKA Makalah Disampaikan Dalam Rangka Penguatan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah Berbasis Teknologi Informasi di Lingkungan Sekolah Laboratorium Universitas Negeri Malang (UM) Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA PERPUSTAKAAN SEKOLAH

KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA PERPUSTAKAAN SEKOLAH KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA PERPUSTAKAAN SEKOLAH Makalah Disampaikan Dalam Rangka Penguatan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah Berbasis Teknologi Informasi di Lingkungan Sekolah Laboratorium Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nia Hastari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nia Hastari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perpustakaan perguruan tinggi merupakan salah satu unsur pendukung akademik penting yang tidak dapat terlepas dari kegiatan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan pendidikan,

Lebih terperinci

RAGAM BAHAN PUSTAKA. UMUM: Mencakup semua bidang ilmu pengetahuan KHUSUS: khusus yang hanya mencakup salah. menurut bagian-bagian dan seksi-seksi

RAGAM BAHAN PUSTAKA. UMUM: Mencakup semua bidang ilmu pengetahuan KHUSUS: khusus yang hanya mencakup salah. menurut bagian-bagian dan seksi-seksi TAJUK SUBJEK RAGAM BAHAN PUSTAKA UMUM: Mencakup semua bidang ilmu pengetahuan KHUSUS: khusus yang hanya mencakup salah satu cabang ilmu pengetahuan yang terinci menurut bagian-bagian dan seksi-seksi Prinsip

Lebih terperinci

ANALISIS BIBLIOGRAFI NASIONAL INDONESIA PERIODE

ANALISIS BIBLIOGRAFI NASIONAL INDONESIA PERIODE ANALISIS BIBLIOGRAFI NASIONAL INDONESIA PERIODE 2009-2010 Rochani Nani Rahayu 1 dan Tupan 2 1 Pustakawan Madya PDII-LIPI 2 Pustakawan Madya PDII-LIPI *Korespondensi: nanipdii@yahoo.com ABSTRACT This study

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpustakaan jika si pencari informasi di perpustakaan belum mengetahui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpustakaan jika si pencari informasi di perpustakaan belum mengetahui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tajuk Subjek Ada beberapa alat temu balik informasi yang diketahui termasuk salahsatunya katalog subjek. Katalog subjek merupakan alat temu kembali informasi di perpustakaan

Lebih terperinci

2.2 Tujuan dan Fungsi Katalog Tujuan Katalog Semua perpustakaan mempunyai tujuan agar koleksi yang dimiliki

2.2 Tujuan dan Fungsi Katalog Tujuan Katalog Semua perpustakaan mempunyai tujuan agar koleksi yang dimiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Katalog Pengatalogan ( cataloging ) berasal dari kata katalog yang berarti suatu daftar bahan pustaka yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan yang disusun secara sistematis,

Lebih terperinci

DEWEY DECIMAL CLASSIFICATION. Apabila Kita pergi ke sebuah perpustakaan, kemudian kita mencari buku yang

DEWEY DECIMAL CLASSIFICATION. Apabila Kita pergi ke sebuah perpustakaan, kemudian kita mencari buku yang DEWEY DECIMAL CLASSIFICATION Apabila Kita pergi ke sebuah perpustakaan, kemudian kita mencari buku yang kita perlukan pada sebuah sistem catalog computer yang tersedia, setelah memasukkan judul buku dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan studi. Selanjutnya pasal 8 dari Peraturan Presiden No. 20, 1961

BAB II LANDASAN TEORI. dan studi. Selanjutnya pasal 8 dari Peraturan Presiden No. 20, 1961 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perpustakaan Perpustakaan ialah kumpulan buku-buku yang diorganisasi sedemikian rupa untuk dipergunakan bagi keperluan membaca, konsultasi, dan studi.

Lebih terperinci

3. Pengindeksan Dokumen

3. Pengindeksan Dokumen 3. Pengindeksan Dokumen Dasar-Dasar Dokumentasi (Modul 3) by Yuni Nurjanah Page 1 Bahasa Indeks (bhs sehari-hari dunia pusdokifo), adalah: Bahasa sehari yang digunakan oleh unit informasi untuk memeri

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. Bab ini membahas tentang penggunaan sistem shelving di Perpustakaan

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. Bab ini membahas tentang penggunaan sistem shelving di Perpustakaan BAB IV PEMBAHASAN MASALAH A. Analisis Masalah Bab ini membahas tentang penggunaan sistem shelving di Perpustakaan Umum Kabupaten Boyolali, serta hubungan antara sistem shelving dengan temu kembali informasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI III.1 Sistem Informasi III.1.1 Sistem Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Jogiyanto, 2005). Sistem dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA

PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA A. Pengertian Y PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA Juhaeri ang dimaksud dengan pengolahan bahan pustaka adalah kegiatan yang berkenaan dengan bahan pustaka, sejak bahan pustaka tiba di perpustakaan, sampai tersusun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Perpustakaan sangat memerlukan katalog guna untuk menunjukkan

BAB II KAJIAN TEORI. Perpustakaan sangat memerlukan katalog guna untuk menunjukkan 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Katalog Perpustakaan sangat memerlukan katalog guna untuk menunjukkan ketersediaan koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Untuk itu, perpustakaan memerlukan suatu

Lebih terperinci

MANFAAT PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA UPT PERPUSTAKAAN UNIMA UNTUK TEMU KEMBALI INFORMASI OLEH MAHASISWA FAKULTAS MIPA

MANFAAT PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA UPT PERPUSTAKAAN UNIMA UNTUK TEMU KEMBALI INFORMASI OLEH MAHASISWA FAKULTAS MIPA MANFAAT PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA UPT PERPUSTAKAAN UNIMA UNTUK TEMU KEMBALI INFORMASI OLEH MAHASISWA FAKULTAS MIPA Oleh: Abd Manaf Mamonto Antonius M. Golung (e-mail: abdmanafmamonto@gmail.com) Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahan Pustaka Perpustakaan merupakan pusat informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan juga mempunyai peranan penting sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahan Pustaka Perpustakaan merupakan pusat informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan juga mempunyai peranan penting sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan perlu dipaparkan mengenai profil dan tugas pokok dari perpustakaan IPB. Berkenaan dengan kebijakan pengembangan/pengadaan koleksi, dalam pelaksanaan tugasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Keberadaan perpustakaan perguruan tinggi sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

untuk keperluan studi atau bacaan, studi ataupun rujukan.

untuk keperluan studi atau bacaan, studi ataupun rujukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini dimana informasi sangat dibutuhkan oleh manusia mengetahui suatu hal yang belum diketahui sebelumnya. Kemajuan teknologi juga membuat manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut F.Rahayuningsih dalam bukunya pengelolaan perpustakaan (2007 : 12) menyatakan bahwa, kegiatan-kegiatan pokok perpustakaan sebagai berikut : 1. Pengembangan

Lebih terperinci

Katalog dan Minat Baca

Katalog dan Minat Baca Katalog dan Minat Baca Oleh Ika Laksmiwati Sejarah peradaban manusia di mulai dengan kehidupan yang sangat sederhana. Pada awalnya manusia hanya membutuhkan makanan dan tempat untuk bertahan hidup. Dengan

Lebih terperinci

PROFIL KOLEKSI PERPUSTAKAAN IPB

PROFIL KOLEKSI PERPUSTAKAAN IPB 4. Desentralisasi Pelayanan Pengguna Kegiatan pelayanan pengguna meliputi peminjaman/pengembalian dan perpanjangan buku (lazim disebut sirkulasi) serta penelusuran informasi (kegiatan menemukan kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari perpustakaan tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari perpustakaan tradisional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan dunia perpustakaan dari segi data dan dokumen yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari perpustakaan tradisional yang hanya terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tinggi negeri atau swasta. Menurut Fahmi (2009:1) Perpustakaan perguruan tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tinggi negeri atau swasta. Menurut Fahmi (2009:1) Perpustakaan perguruan tinggi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang ada di perguruan tinggi negeri atau swasta. Menurut Fahmi (2009:1) Perpustakaan perguruan

Lebih terperinci

Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1

Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1 Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1 Oleh: Ir. Abdul R. Saleh, M.Sc dan Drs. B. Mustafa, M.Lib. 2 PENDAHULUAN Perguruan tinggi merupakan salah satu subsistem dari sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Universitas Negeri Medan (UNIMED merupakan salah satu perguruan tinggi, memiliki tiga landasan perguruan tinggi yang harus dilakukan oleh seluruh civitas akademika

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Fungsi tersebut adalah sebagai sarana simpan karya manusia, fungsi informasi,

Bab I Pendahuluan. Fungsi tersebut adalah sebagai sarana simpan karya manusia, fungsi informasi, Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Selama berabad-abad keberadaan perpustakaan tetap dipertahankan karena perpustakaan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Fungsi tersebut adalah

Lebih terperinci

PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI Oleh : Sjaifullah Muchdlor, S.Pd

PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI Oleh : Sjaifullah Muchdlor, S.Pd PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI Oleh : Sjaifullah Muchdlor, S.Pd Disajikan pada Pendidikan pada Pendidikan dan Pelatihan Pelatihan Perpustakaan para guru se-kota Mojokerto Tanggal 5-7 Januari 2012 Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perpustakaan merupakan tempat untuk untuk menyimpan dan memberikan sebuah informasi kepada pemustaka. Selanjutnya informasi tersebut

Lebih terperinci

PROFIL PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 1 KEDIRI

PROFIL PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 1 KEDIRI PROFIL PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 1 KEDIRI A. VISI Terciptanya Anak Didik, Guru, Karyawan SMP Negeri 1 Kediri yang Berkualitas dengan Budaya Membaca dan Belajar. B. MISI Menjadikan Perpustakaan SMP Negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruaan tinggi merupakan salah satu sarana dalam melaksanakan program pendidikan

Lebih terperinci

DIR Instruksi Kerja Pengelolaan Sumber Pustaka dan Referensi: Instruksi dan Kebijakan Pengolahan Koleksi Perpustakaan

DIR Instruksi Kerja Pengelolaan Sumber Pustaka dan Referensi: Instruksi dan Kebijakan Pengolahan Koleksi Perpustakaan 1/6 1. Tujuan 100% kebijakan pengolahan koleksi perpustakaan dipenuhi. 2. Ruang Lingkup Seluruh koleksi Perpustakaan Politeknik Negeri Batam baik yang berbentuk digital maupun non digital 3. Istilah/Singkatan/Definisi

Lebih terperinci

Oleh: Hetty Gultom, S.Sos. PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

Oleh: Hetty Gultom, S.Sos. PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N PENGATALOGAN BAHAN PERPUSTAKAAN Oleh: Hetty Gultom, S.Sos. PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 2 PENGATALOGAN BAHAN PERPUSTAKAAN oleh: Hetty Gultom, S.Sos. (Pustakawan Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Klasifikasi dan Tajuk Subyek

Klasifikasi dan Tajuk Subyek Klasifikasi dan Tajuk Subyek Makalah dipresentasikan pada Diklat Perpustakaan Sekolahdi Sekolah Dasar Negeri Purwodadi I Kecamatan Blimbing Kota Malang Pada tanggal 15 Oktober 2011 Oleh: Ika Yuslina UPT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Terdapat dua kelompok di dalam mendefinisikan sistem, yaitu yang

BAB III LANDASAN TEORI. Terdapat dua kelompok di dalam mendefinisikan sistem, yaitu yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Dasar Sistem Terdapat dua kelompok di dalam mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponennya atau elemennya. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA

BAB II PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA BAB II PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pengolahan Bahan Pustaka Pengolahan bahan pustaka telah dilakukan orang sejak zaman dahulu kala, dalam upaya mempermudah para pemakai perpustakaan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN IKIP PGRI SEMARANG. A. Sejarah Perpustakaan IKIP PGRI Semarang

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN IKIP PGRI SEMARANG. A. Sejarah Perpustakaan IKIP PGRI Semarang BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN IKIP PGRI SEMARANG A. Sejarah Semarang Berdasarkan buku Pedoman Pendidikan Sejarah Perjuangan PGRI (1998), sejarah IKIP PGRI Semarang berdiri pada tahun 1981 yang pada

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN BAHAN PUSTAKA DI RAK PERPUSTAKAAN

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN BAHAN PUSTAKA DI RAK PERPUSTAKAAN Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian no. 9 PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN BAHAN PUSTAKA DI RAK PERPUSTAKAAN Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Jerry Fith Gerald (1981:5) Sistem

BAB III LANDASAN TEORI. mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Jerry Fith Gerald (1981:5) Sistem BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Jerry Fith Gerald (1981:5) Sistem adalah suatu jaringan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola,

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perpustakaan merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola, melestarikan dan menyebarluaskan informasi kepada pemakainya berupa media informasi baik yang tercetak berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Noerhayati (1987:1) mengatakan perpustakaan perguruan tinggi adalah

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Noerhayati (1987:1) mengatakan perpustakaan perguruan tinggi adalah BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Perpustakaan Noerhayati (1987:1) mengatakan perpustakaan perguruan tinggi adalah suatu unit kerja yang merupakan bagian integral dari suatu lembaga induknya yang bersama-sama

Lebih terperinci

TAJUK SUBYEK. Oleh: Gatot Subrata, S.Kom

TAJUK SUBYEK. Oleh: Gatot Subrata, S.Kom TAJUK SUBYEK Oleh: Gatot Subrata, S.Kom Abstrak: Analis subyek adalah kegiatan menganalisa subyek atau pokok bahasan dari suatu bahan pustaka secara konseptual dan menterjemahkan dalam notasi sehingga

Lebih terperinci

Berikut ini sekilas ilustrasi proses penelusuran sebuah informasi oleh pemakai unit informasi / perpustakaan.

Berikut ini sekilas ilustrasi proses penelusuran sebuah informasi oleh pemakai unit informasi / perpustakaan. TAHAPAN PENELUSURAN INFORMASI Oleh Arief Surachman Berikut ini sekilas ilustrasi proses penelusuran sebuah informasi oleh pemakai unit informasi / perpustakaan. Pemakai Kebutuhan Pencatatan Analisa Penelusuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang berada dibawah pengawasan dan dikelola

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1.8 Pengertian, Tujuan dan Tugas Pokok Perpustakaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1.8 Pengertian, Tujuan dan Tugas Pokok Perpustakaan BAB 2 LANDASAN TEORI 1.8 Pengertian, Tujuan dan Tugas Pokok Perpustakaan Secara umum perpustakaan mempunyai arti penting sebagai suatu tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengolahan,

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS KUNINGAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS KUNINGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR UNIVERSITAS KUNINGAN SATUAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS KUNINGAN 2016 Area : Dibuat oleh Diperiksa oleh Disahkan oleh Kode/No : SPM-UNIKU.SOP.44.01 SOP PENERBITAN Tanggal :

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah (BPAD)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah (BPAD) 37 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah (BPAD) Pada awalnya perpustakaan yang berlokasi di Jl. W. Monginsidi ini disebut Perpustakaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO 30 BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Usaha pendirian Perpustakaan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan misi dari perguruan tinggi tersebut. Perpustakaan menjadi bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan misi dari perguruan tinggi tersebut. Perpustakaan menjadi bagian yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perpustakaan merupakan sebuah organisasi nirlaba yang sengaja dibentuk untuk membantu pemustaka memenuhi kebutuhan informasinya. Informasi yang disediakan perpustakaan

Lebih terperinci

INFORMASI BIDANG EKONOMI DALAM ARTIKEL MAJALAH ILMIAH INDONESIA

INFORMASI BIDANG EKONOMI DALAM ARTIKEL MAJALAH ILMIAH INDONESIA INFORMASI BIDANG EKONOMI DALAM ARTIKEL MAJALAH ILMIAH INDONESIA Kamariah Tambunan 1 kamariah_t@yahoo.co.id ABSTRACT The purpose of this study is to find out information of economic science in Indonesian

Lebih terperinci

PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PELAYANAN JASA INFORMASI

PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PELAYANAN JASA INFORMASI MAKALAH PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PELAYANAN JASA INFORMASI Oleh, ~$i;fl!j[~/\~fi':&'-k!! --,: d I(ny 9; '.C, bl 9.:,., :.:\ ~ ; I,:. 1,,,.t:i, ~ tm-fip\s!,,;l[:f\hp,s\ - 1. 1 1

Lebih terperinci

PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI

PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI PELAYANAN RUJUKAN /REFERENSI Makalah ini disampaikan pada Diklat calon tenaga pustakawan Pesantren Mahasiswa Al-Hikam II Depok Tanggal 21 April 2009 OLEH : SETIAWAN, S.Sos (Pustakawan Pertama) UPT PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perpustakaan Perpustakaan merupakan sebuah gedung yang didalamnya terdapat banyak koleksi, baik berupa koleksi tercetak (buku) maupun koleksi non tercetak (koleksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun gudang penyimpanan buku yang hanya berfungsi untuk menampung. buku-buku tanpa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun gudang penyimpanan buku yang hanya berfungsi untuk menampung. buku-buku tanpa dimanfaatkan semaksimal mungkin. digilib.uns.ac.id 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perpustakaan Banyak orang yang salah mengartikan tentang apa itu perpustakaan, fungsi dan peranan perpustakaan bagi kehidupan. Di era saat ini

Lebih terperinci

Perpustakaan sekolah

Perpustakaan sekolah Standar Nasional Indonesia Perpustakaan sekolah Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Misi... 2 4 Tujuan... 3 5 Koleksi...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang berarti: kitab,bukubuku,

BAB III LANDASAN TEORI. Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang berarti: kitab,bukubuku, BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Perpustakaan Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang berarti: kitab,bukubuku, kitab primbon. Kemudian kata pustaka mendapat awalan per dan akhiran an, menjadi

Lebih terperinci

MENGKLASIFIKASI DAN MENENTUKAN TAJUK SUBJEK BAHAN PERPUSTAKAAN

MENGKLASIFIKASI DAN MENENTUKAN TAJUK SUBJEK BAHAN PERPUSTAKAAN MENGKLASIFIKASI DAN MENENTUKAN TAJUK SUBJEK BAHAN PERPUSTAKAAN Oleh Widodo 1 A. Pendahuluan Bahan perpustakaan yang telah diterima dan diyakini dapat dimanfaatkan oleh perpustakaan harus segera diolah

Lebih terperinci

BAGIAN XI SOP PERPUSTAKAAN

BAGIAN XI SOP PERPUSTAKAAN BAGIAN XI SOP PERPUSTAKAAN 880 Un-11.JSOPP-11-01.R0 SOP PENERBITAN KARTU ANGGOTA PERPUSTAKAAN 1 Tujuan SOP ini dibuat sebagai pedoman untuk membantu, mendorong, dan menunjang kelancaran proses belajar

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

PENYIANGAN (WEEDING) KOLEKSI REFERENSI PADA UNIT LAYANAN REFERENSI, TERBITAN BERKALA, DAN NBC PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

PENYIANGAN (WEEDING) KOLEKSI REFERENSI PADA UNIT LAYANAN REFERENSI, TERBITAN BERKALA, DAN NBC PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA PENYIANGAN (WEEDING) KOLEKSI REFERENSI PADA UNIT LAYANAN REFERENSI, TERBITAN BERKALA, DAN NBC PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Tulisan ini disusun sebagai tugas pengkajian penyusunan kebijakan penyiangan

Lebih terperinci

PENGORGANISASIAN INFORMASI KITAB KUNING: Suatu pengantar praktis dalam mengklasifikasi kitab kuning di Perpustakaan Pesantren

PENGORGANISASIAN INFORMASI KITAB KUNING: Suatu pengantar praktis dalam mengklasifikasi kitab kuning di Perpustakaan Pesantren PENGORGANISASIAN INFORMASI KITAB KUNING: Suatu pengantar praktis dalam mengklasifikasi kitab kuning di Perpustakaan Pesantren Makalah Disampaikan pada Diklat Calon Tenaga Pustakawan Pesantren Mahasiswa

Lebih terperinci

oleh: HETTY GULTOM, S.Sos.

oleh: HETTY GULTOM, S.Sos. Analisis Subjek Bahan Pustaka oleh: HETTY GULTOM, S.Sos. PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 4 Analisis Subjek Bahan Pustaka oleh: Hetty Gultom, S.Sos. (Pustakawan Universitas Sumatera

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS INVENTARISASI KOLEKSI PERPUSTAKAAN

PETUNJUK TEKNIS INVENTARISASI KOLEKSI PERPUSTAKAAN Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian no. 34 PETUNJUK TEKNIS INVENTARISASI KOLEKSI PERPUSTAKAAN Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian DEPARTEMEN PERTANIAN BOGOR 2005 Seri Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini perkembangan informasi yang semakin cepat, menjadikan informasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat Indonesia.Perkembangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN SEKOLAH DASAR/ MADRASAH IBTIDAIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

SISTEM PELAYANAN PERPUSTAKAAN

SISTEM PELAYANAN PERPUSTAKAAN Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian no. 22 SISTEM PELAYANAN PERPUSTAKAAN Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian DEPARTEMEN PERTANIAN BOGOR 2001 1 Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Klasifikasi 2.1.1 Pengertian Klasifikasi Ada beberapa pendapat mengenai pengertian klasifikasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2001 : 574) dinyatakan bahwa,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO A. Sejarah dan Perkembangan Perpustakaan Perpustakaan Fakultas Sastra berdiri seiring dengan berdirinya Fakultas Sastra Universitas

Lebih terperinci

PELAYANAN BAHAN PUSTAKA

PELAYANAN BAHAN PUSTAKA PELAYANAN BAHAN PUSTAKA Makalah ini disampaikan pada Diklat calon tenaga pustakawan Pesantren Mahasiswa Al-Hikam II Depok Tanggal 22 April 2009 OLEH : SETIAWAN, S.Sos (Pustakawan Pertama) UPT PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Sitiran Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang dimaksud dengan sitiran adalah suatu catatan yang merujuk pada suatu karya yang dikutip atau

Lebih terperinci

KOLEKSI BAHAN BACAAN BUKU FIKSYEN

KOLEKSI BAHAN BACAAN BUKU FIKSYEN KOLEKSI BAHAN BACAAN Koleksi bahan bacaan adalah semua bahan sumber maklumat bercetak yang diselenggara dan disimpan di Pusat Sumber Sekolah untuk digunakan oleh pelajar dan guru. Koleksi bahan bacaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATAPENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN...1 BAB IIKEANGGOTAAN... 2 BAB IIIHAK DAN KEWAJIBAN... 3 BAB IVPELAYANAN...

DAFTAR ISI. KATAPENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN...1 BAB IIKEANGGOTAAN... 2 BAB IIIHAK DAN KEWAJIBAN... 3 BAB IVPELAYANAN... DAFTAR ISI KATAPENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN......1 BAB IIKEANGGOTAAN... 2 BAB IIIHAK DAN KEWAJIBAN... 3 BAB IVPELAYANAN... 4 BAB VSANKSI DAN TAGIHAN... 8 BAB VIKOLEKSI... 9 BAB VII

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. kitab primbon. Kemudian kata pustaka mendapat awalan per dan akhiran

BAB III LANDASAN TEORI. kitab primbon. Kemudian kata pustaka mendapat awalan per dan akhiran BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Perpustakaan Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang berarti: kitab,bukubuku, kitab primbon. Kemudian kata pustaka mendapat awalan per dan akhiran an, menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan diharapkan mampu

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan diharapkan mampu BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Perpustakaan Perpustakaan sebagai pusat informasi dan pengetahuan diharapkan mampu menjadi tempat pembelajaran seumur hidup (long life education) untuk masyarakat. Pengertian

Lebih terperinci

MANFAAT NOMOR PANGGIL DALAM KEGIATAN PERPUSTAKAAN

MANFAAT NOMOR PANGGIL DALAM KEGIATAN PERPUSTAKAAN Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian no. 6 MANFAAT NOMOR PANGGIL DALAM KEGIATAN PERPUSTAKAAN Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian BOGOR

Lebih terperinci

Kompetensi Pustakawan Pengolahan. Qudussisara Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Kompetensi Pustakawan Pengolahan. Qudussisara Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh Qudussisara Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Perpustakaan adalah tempat menyimpan informasi baik tercetak maupun non-cetak. Perpustakaan juga sebagai sarana pembelajaran menemukan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin banyaknya sumber-sumber informasi, maka semakin meningkat pula kebutuhan manusia untuk dapat

Lebih terperinci

TEMA PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PUSAT SUMBER BELAJAR JUDUL : PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER ILMU MAKALAH

TEMA PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PUSAT SUMBER BELAJAR JUDUL : PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER ILMU MAKALAH TEMA PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PUSAT SUMBER BELAJAR JUDUL : PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER ILMU MAKALAH Disusun sebagai UJIAN UAS Mata Kuliah : Pengelolaan Perpustakaan Pendidikan Dosen Pengampu : Nanik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 1.1 Sistem Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan kegiatan atau untuk melakukan sasaran tertentu

Lebih terperinci

Perpustakaan perguruan tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi Standar Nasional Indonesia Perpustakaan perguruan tinggi ICS 01.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Misi... 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI LEMBAGA Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26 Ayat 4 yang berbunyi Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Perpustakaan Perguruan Tinggi BAB II KAJIAN TEORITIS Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unsur penunjang perguruan tinggi, yang bersama-sama dengan unsur penunjang lainnya, dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Sebagai bagian dari pengetahuan, ilmu pengetahuan lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan

Lebih terperinci

Tugas Tutorial Mata Kuliah: Pengolahan Terbitan Berseri RANGKUMAN MODUL 6 PUST2250 (BUKU MATERI PENGOLAHAN TERBITAN BERSERI) Dibuat Oleh:

Tugas Tutorial Mata Kuliah: Pengolahan Terbitan Berseri RANGKUMAN MODUL 6 PUST2250 (BUKU MATERI PENGOLAHAN TERBITAN BERSERI) Dibuat Oleh: Tugas Tutorial Mata Kuliah: Pengolahan Terbitan Berseri RANGKUMAN MODUL 6 PUST2250 (BUKU MATERI PENGOLAHAN TERBITAN BERSERI) Dibuat Oleh: Disusun Oleh: Nama : Heri Purnomo NIM : 015856697 Pokjar : Wonogiri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SALINAN PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL

Lebih terperinci

Perpustakaan umum kabupaten/kota

Perpustakaan umum kabupaten/kota Standar Nasional Indonesia Perpustakaan umum kabupaten/kota Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Perpustakaan umum kabupaten/kota... 1 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif dipilih karena peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KANTOR PERPUSTAKAAN DAERAH SRAGEN

BAB IV GAMBARAN UMUM KANTOR PERPUSTAKAAN DAERAH SRAGEN BAB IV GAMBARAN UMUM KANTOR PERPUSTAKAAN DAERAH SRAGEN A. Sejarah Singkat Perpustakaan Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen berdiri pada tahun 1980. Pada waktu itu, pengelolaan perpustakaan masih

Lebih terperinci

Perpustakaan sekolah SNI 7329:2009

Perpustakaan sekolah SNI 7329:2009 Standar Nasional Indonesia Perpustakaan sekolah ICS 01.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Misi... 2 4 Tujuan...

Lebih terperinci

Adaptasi dan Perluasan Dewey Decimal Classification (DDC) untuk Notasi (Subjek) Indonesia. Abstrak

Adaptasi dan Perluasan Dewey Decimal Classification (DDC) untuk Notasi (Subjek) Indonesia. Abstrak untuk Notasi (Subjek) Indonesia Suherman Prodi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstrak Tulisan ini memaparkan cara-cara menentukan notasi DDC secara spesifik agar

Lebih terperinci

LAYANAN REFERENSI DAN PROMOSI KOLEKSI REFERENSI

LAYANAN REFERENSI DAN PROMOSI KOLEKSI REFERENSI LAYANAN REFERENSI DAN PROMOSI KOLEKSI REFERENSI Materi disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Mutu Tenaga Pustakawan STAH Santika Dharma Malang Di UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang Oleh: Nining

Lebih terperinci