PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR"

Transkripsi

1 PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR SITI AISYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 RINGKASAN SITI AISYAH. Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan TITI CANDRA SUNARTI. Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar/yang suka air) dan gugus hidrofobik (non polar/yang suka akan minyak/lemak), sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air untuk membentuk lapisan tunggal. Gugus hidrofilik surfaktan berada pada fase air dan gugus hidrofobik ke udara dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang pada umumnya digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier dan sebagai komponen bahan adhesif yang telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti industri kosmetik, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan. Alkil Poliglikosida (APG) merupakan salah satu jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan sebagai formulasi produkproduk personal care, kosmetik, pemucatan kain tekstil dan herbisida. Karakterisasi surfaktan APG dipengaruhi oleh jenis alkohol lemak (fatty alcohol) yang digunakan serta penambahan logam alkali dan konsentrasinya pada tahap pemurnian (proses pemucatan/bleaching). Tahap butanolisis menggunakan ratio mol antara pati:butanol:air:katalis adalah 1:8.5:8:0.018 yang dilakukan pada suhu C dengan tekanan bar selama selama 30 menit. Tahap transasetalisasi menggunakan alkohol lemak rantai panjang (C 10 dan C 12 ) dengan ratio mol 4.7 mol/bobot mol pati dan katalis mol/bobot mol pati pada suhu C dengan tekanan vakum selama 2 jam, dan dilanjutkan ke tahap pemurnian yang berupa proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H 2 O 2 dan logam alkali pada suhu C selama menit pada tekanan normal. Proses pemucatan dengan penambahan logam alkali sebagai bahan aktivator akan menghasilkan warna yang lebih jernih, dimana logam alkali yang digunakan adalah NaOH dan MgO. Surfaktan APG menghasilkan rata-rata rendemen berkisar antara %, kejernihan (% transmisi) berkisar antara %, rata-rata stabilitas emulsi pada pengamatan 300 menit berkisar antara 65,24-80,49%, mampu menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara % dan kemampuan menurunkan tegangan antarmuka berkisar antara %. Surfaktan APG hasil analisis terbaik diperoleh dari jenis alkohol lemak C12 (A2) dengan bahan aktivator MgO (B2) dengan konsentrasi 500 ppm (C1) memiliki HLB sebesar dengan gugus fungsi eter terletak pada jumlah gelombang cm -1 sedangkan gugus fungsi hidroksil terletak pada jumlah gelombang cm -1, kemudian diaplikasikan pada sabun cuci tangan cair. Sabun cuci tangan cair yang dihasilkan

3 sesuai dengan SNI (1996) yang memiliki daya bersih sebesar 128 FTU Turbidity, bobot jenis g/ml, ph 6.98 dan tidak diperoleh cemaran mikroba. Pada sabun komersial memiliki daya bersih 128, bobot jenis sebesar g/ml dengan ph 7.03 dan juga tidak didapat adanya cemaran mikroba, sedangkan sabun cuci tangan cair dari surfaktan APG komersial memiliki daya bersih 176, bobot jenis 1.096, ph 7.95 dan juga tidak ada cemaran mikroba. Pada uji organoleptik yang dilakukan dengan 33 panelis, panelis memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap aroma, kesan yang tertinggal dikulit setelah pemakaian sabun cuci tangan cair serta terhadap warna sabun cuci tangan cair hasil sintesis dibanding dengan sabun cuci tangan cair komersial dengan merek D. Namun terhadap banyaknya busa serta kekentalan, panelis memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair komersial dengan merek D dibandingkan dengan sabun cuci tangan cair hasil sintesis. Kata kunci : dekanol, dodekanol, sabun cuci tangan cair

4 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini. Bogor, Januari 2011 Siti Aisyah F

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR SITI AISYAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis Nama NRP : Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair : Siti Aisyah : F Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Ketua Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 20 Januari 2011 Tanggal Lulus :

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan hanya pada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diantaranya : 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si., selaku dosen pembimbing. 2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., selaku Ketua Program Studi. 3. Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA., selaku penguji luar komisi. 4. Kedua orang tua, Ibu (Almh) Hj Rawani Chan dan Ayah (Alm) H Iskandar Tanjung. 5. Abang dan kakak, yang selalu memberikan dukungan, do a dan nasehatnya. 6. S Maimunah serta keponakan Vita, Ninin, Diza, Via dan Busra yang selalu memberi semangat dan dukungannya agar cepat menyelesaikan studi. 7. Bapak Abun Lie dan Bapak Harun Lubis dari PT. Ecogreen, yang telah memberikan bahan baku fatty alcohol. 8. PT. Cognis, yang telah memberikan produk Plantacare. 9. Februadi Bastian, Donna Imelda, Saud RJ, Renny, Niken, Bapak Agus, Jaelani yang banyak membantu dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. 10. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB, yang telah membantu sebagian dana penelitian. 11. Ibu Rini, bu Ega, bu Sri, pak Edi, pak Sugi dan laboran lainnya. 12. Teman-teman TIP, IPB angkatan 2008 serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian maupun penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karna didunia ini tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menerima saran, kritik serta masukan untuk menjadikan lebih baik lagi. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2011 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 10 Juni 1976 dari ayah (Alm) H Iskandar Tanjung dan ibu (Almh) Hj Rawani Chan. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Neg Binjai pada tahun 1988, kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah tingkat pertama di SMP Taman Siswa Binjai. Pada tahun 1991, penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Taman Siswa Binjai dan lulus pada tahun Ditahun yang sama penulis melanjutkan keperguruan tinggi pada Program Studi Teknik Kimia, Jurusan Teknologi Industri, Institut Teknologi Medan dan lulus pada tahun Pada tahun 2000, penulis diterima sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri Pontianak hingga tahun Pada 2007-sekarang, penulis ditempatkan sebagai staf pengajar DPK di Kopertis wilayah I NAD-SU Medan. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan pada program master di mayor Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan sponsor pembiayaan pendidikan dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS). Penulis juga mendapatkan bantuan penelitian yang berasal dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2011 Penulis Siti Aisyah

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus TINJAUAN PUSTAKA Surfaktan Bahan Baku Surfaktan Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) Katalis Produksi Surfaktan APG Bahan Baku Surfaktan APG Tahapan Proses Sintesis Surfaktan APG Bahan Pemucat Pada Sintesis Surfaktan APG Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair Polisorbat Triklosan Karakteristik Surfaktan APG Stabilitas Emulsi Tegangan Permukaan Tegangan Antarmuka HLB (Hydrophile-Lipophile Balance) METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian Sintesis Surfaktan APG Aplikasi Surfaktan APG Sebagai Bahan Aktif Pada Sabun Cuci Tangan Cair Karakterisasi Sabun Cuci Tangan Cair iii v vii

12 ii 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Surfaktan APG Karakteristik Surfaktan APG Kinerja Surfaktan APG Stabilitas Emulsi Kemampuan Menurunkan Tegangan Permukaan Kemampuan Menurunkan Tegangan Antarmuka HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) Konfirmasi Struktur Gugus Fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) Spectroscopy Aplikasi Sabun Cuci Tangan Cair Karakteristik Sabun Cuci Tangan Cair Karakteristik Fungsional/Uji Organoleptik SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

13 iii DAFTAR TABEL Halaman 1 Kebutuhan Surfaktan Nonionik Indonesia Karakterisasi Alkohol Lemak C 10 dan C Komposisi asam Lemak dari Minyak Kelapa dan Minyak Inti Sawit (PKO) Komposisi Kimia Tapioka Formulasi Sabun Pembusa Cair Antiseptik Nilai HLB, Karakteristik dan Aplikasinya Formulasi Bahan Untuk Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair Karakteristik Jumlah Gelombang Surfaktan APG dari Jenis Alkohol Lemak C Karakteristik Mutu Sabun Cuci Tangan Cair Berbasis Surfaktan APG Hasil Sintesis Terbaik dan Sabun Cuci Tangan Cair Komersial Serta SNI (1996) Rata-rata Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Sabun Cuci Tangan Cair Komersial dan Hasil Sintesis Terbaik... 47

14 iv

15 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sintesis Surfaktan APG Proyeksi Fischer Dua Tahap Diagram Alir Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) Diagram Alir Proses Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) Diagram Alir Proses Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair Berbasis Surfaktan APG Hasil Sintesis Terbaik Rata-rata Rendemen Surfaktan APG Hasil Sintesis Kejernihan Surfaktan APG Hasil Sintesis Stabilitas Emulsi Surfaktan APG Hasil Sintesis Kemampuan Menurunkan Tegangan Permukaan Surfaktan APG Hasil Sintesis Kemampuan Menurunkan Tegangan Antarmuka Surfaktan APG Hasil Sintesis Hasil Spektra Gugus Fungsi FTIR Surfaktan APG Komersial Hasil Spektra Gugus Fungsi FTIR Surfaktan APG Hasil Sintesis Terbaik 44

16 vi

17 vii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur Analisis Bahan Baku Surfaktan APG Prosedur Sintesis Surfaktan APG Prosedur Analisis Surfaktan APG Prosedur Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair Prosedur Analisis Sabun Cuci Tangan Cair Perhitungan Neraca Massa Sintesis Surfaktan APG Rendemen yang Dihasilkan dari Sintesis Surfaktan APG Hasil Analisis Terhadap Kejernihan Surfaktan APG Data Analisis stabilitas Emulsi Surfaktan APG Komersial dan Surfaktan APG Hasil Sintesis Data Analisis Kemampuan Menurunkan Tegangan Permukaan Surfaktan APG Komersial dan Surfaktan APG Hasil Sintesis Data Analisis Kemampuan Menurunkan Tegangan Antarmuka Surfaktan APG Komersial dan Surfaktan APG Hasil Sintesis Perhitungan Nilai HLB Surfaktan APG Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Sabun Cuci Tangan Cair Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Kesan yang Tertinggal Dikulit Setelah Pemakaian Sabun Cuci Tangan Cair Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Warna Sabun Cuci Tangan Cair Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Banyaknya Busa Sabun Cuci Tangan Cair Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Kekentalan Sabun Cuci Tangan Cair... 77

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan industri kosmetik, detergen, produk-produk perawatan diri (personal care products) semakin meningkat, dimana meningkatnya produk-produk tersebut mengakibatkan kebutuhan bahan aktif seperti surfaktan semakin meningkat pula. Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang merupakan senyawa aktif yang mampu menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antaramuka suatu cairan. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air). Sifat surfaktan inilah, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri (personal care product). Industri surfaktan di Indonesia masih terbatas, padahal kebutuhan surfaktan ini sangat besar. Pada tahun 2006, kebutuhan surfaktan di Indonesia sebesar ton dimana sekitar ton masih diimpor (Wuryaningsih 2007). Jumlah ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin banyaknya industri kosmetik, industri makanan, industri minuman, industri farmasi, industri tekstil, industri pertanian dan industri penyamakan kulit (Sofianingsih dan Nurcahyani 2006). Surfaktan APG (Alkil Poliglikosida) merupakan surfaktan nonionik yang pada umumnya digunakan sebagai formulasi beberapa produk-produk perawatan diri (personal care products), formulasi herbisida, produk kosmetik maupun untuk pemucatan kain tekstil. Surfaktan APG merupakan surfaktan yang ramah lingkungan (biodegradable), karena bahan baku pembuatan surfaktan APG berasal dari minyak nabati dan karbohidrat dari pati. Bahan baku surfaktan APG adalah alkohol lemak (fatty alcohol) yang berbasis minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit atau minyak inti sawit (PKO/Palm Kernel Oil), minyak biji kapok dan minyak biji karet serta karbohidrat dari pati seperti tapioka dan sagu, atau dapat juga dengan dekstrosa (gula turunan pati). Surfaktan APG ini tidak berbahaya untuk mata, kulit serta dapat mengurangi efek iritasi akibat dari pemakaian surfaktan jenis lain serta dapat terurai baik secara aerob dan anaerob (Mehling et al. 2007).

19 2 Kebutuhan akan surfaktan APG di Indonesia saat ini masih dalam bentuk impor. Salah satu keunggulan dari surfaktan APG antara lain tidak beracun (non toxic) sehingga permintaan dunia terhadap surfaktan APG menjadi meningkat. Saat ini, kebutuhan akan surfaktan APG di Indonesia masih dalam bentuk impor. Impor surfaktan nonionik Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Data Direktorat Jenderal Perkebunan (2009) menyatakan pada tahun 2009 luas areal kelapa sawit Indonesia sebanyak Ha, dengan produksi inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO) sebesar ton. Tingginya produksi PKO ini tidak diimbangi dengan pengolahan yang memadai, untuk itu sangat perlu dilakukan penganekaragaman produk hilir dari inti sawit untuk meningkatkan nilai tambahnya. Salah satunya diolah menjadi alkohol lemak (fatty alcohol), dimana pada tahun 2009 produksi alkohol lemak Indonesia mencapai ton. Selain itu Indonesia juga merupakan negara penghasil ubi kayu ke tiga terbesar di dunia, dimana produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2010 sebesar ton. Tingginya produksi alkohol lemak dan ubi kayu ini, maka Indonesia sangat berpeluang untuk memproduksi surfaktan APG. Hill et al. (2000) menyatakan bahwa, surfaktan APG dapat diproduksi dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap asetalisasi dan (2) cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu butanolisis dan transasetalisasi, dimana kedua cara ini kemudian dilanjutkan dengan tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Penggunaan bahan baku pati pada proses sintesis surfaktan APG memiliki beberapa keunggulan, diantaranya ketersediaan pati yang banyak serta harganya yang lebih murah. Sintesis surfaktan APG dengan dua tahap dari pati juga telah dilakukan oleh Wuest et al. (1992), dimana tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek terutama butanol dan tahap kedua transasetalisasi yang direaksikan dengan alkohol rantai lebih panjang C 8 -C 22 terutama C 12 sampai C 18. Panjang rantai atom karbon alkohol lemak (fatty alcohol) berpengaruh terhadap kualitas surfaktan APG yang dihasilkan. Rosen (2004) mengatakan bahwa umumnya produk-produk komersial yang menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C 10 dan C 12, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik. Putri (2010) telah melakukan penelitian

20 3 terhadap karakteristik surfaktan APG yang dihasilkan dengan menggunakan pati tapioka, yang menyatakan bahwa optimasi ratio mol pati dan alkohol lemak dengan rantai panjang (C 10 ) adalah 1:4.7 dan ratio mol pati tapioka dengan butanol sebesar 1:8.5. Schmitt (1993) mengatakan bahwa proses pemucatan merupakan suatu tahap pemurnian surfaktan APG, yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan bau yang tidak diinginkan pada surfaktan APG. McCurry et al. (1994), menyatakan proses pemucatan dapat dilakukan dengan penambahan logam alkali seperti natrium hidroksida (NaOH) dan magnesium oksida (MgO) dengan konsentrasi berkisar antara ppm, namun lebih baik lagi pada 500 ppm dan 700 ppm. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dikaji sintesis surfaktan APG yang akan menghasilkan tingkat kejernihan dan karakteristik surfaktan APG yang baik serta dapat diaplikasikan dalam produk pembuatan sabun cuci tangan cair dengan karakteristik yang baik pula. Permasalahan utama dalam sintesis surfaktan alkil poliglikosida (APG) yaitu terbentuknya warna gelap yang tidak diinginkan pada produk. Penggunaan bahan baku yang berasal dari pati ataupun gula-gula sederhana dalam pembuatan surfaktan alkil poliglikosida, sangat mudah mengalami degradasi akibat penggunaan suhu yang tinggi dan keadaan asam maupun basa selama proses sintesis. Proses degradasi inilah yang menghasilkan by-product yang tidak diinginkan selama proses sintesis surfaktan APG, yang juga akan mempengaruhi warna produk surfaktan APG. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memproduksi surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dari jenis alkohol lemak, jenis logam alkali sebagai bahan aktivator pada konsentrasi yang berbeda serta aplikasinya pada sabun cuci tangan cair.

21 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1 Mengetahui pengaruh jenis alkohol lemak (fatty alcohol) terhadap karakteristik APG yang dihasilkan. 2 Mengetahui pengaruh jenis logam alkali (NaOH dan MgO) sebagai bahan aktivator dangan konsentrasi yang berbeda pada tahap pemurnian (proses pemucatan) terhadap karakteristik APG yang dihasilkan. 3 Mengaplikasikan surfaktan APG yang dihasilkan pada sabun cuci tangan cair.

22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar/yang suka air) dan gugus hidrofobik (non polar/yang suka akan minyak/lemak), sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air untuk membentuk lapisan tunggal. Gugus hidrofilik surfaktan berada pada fase air dan gugus hidrofobik ke udara dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Surfaktan dapat diproduksi secara sintetis, kimiawi maupun biokimiawi. Pada umumnya surfaktan digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan permukaan, menurunkan tegangan antarmuka antara fasa minyak dan fasa air Bahan baku surfaktan Bahan baku surfaktan dapat terbuat dari sumber nabati yang bersifat dapat diperbaharui, mudah terurai, tidak mengganggu aktivitas enzim dan proses produksinya yang lebih bersih sehingga sejalan dengan isu lingkungan (Suryani et al. 2002). Flider (2001) menyebutkan bahwa, jutaan ton surfaktan yang berbasis bahan alami digunakan setiap tahunnya pada berbagai aplikasi yang berbeda. Pemakaian surfaktan terbesar adalah untuk aplikasi pembersih dan pencucian, namun surfaktan banyak pula digunakan untuk produk pangan, produk perlindungan hasil panen, pertambangan, cat, coating, pembuatan kertas, sabun dan produkproduk perawatan diri (personal care products). Surfaktan berbasis bahan alami terbagi atas empat kelompok, yaitu (1) berbahan dasar minyak nabati, seperti monogliserida dan digliserida (2) berbahan

23 6 dasar karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan sorbitol ester (3) berbahan dasar ekstrak bahan alami, seperti lesitin dan saponin (4) berbahan dasar biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme, seperti ramnolipida dan soforolipida (Flider 2001). Rosen (2004) mengatakan bahwa berdasarkan gugus hidrofilik surfaktan terbagi atas empat jenis yaitu : 1. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang bermuatan negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active). Sifat hidrofilik disebabkan karena adanya keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat dan sulfonat. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain Linier Alkilbenzen Sulfonat (LAS), Alkohol Sulfat (AS), Alkohol Eter Sulfat (AES), Metil Ester Sulfonat (MES). 2. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya. Sifat dari hidrofilik ini, umumnya disebabkan karena adanya keberadaan garam ammonium. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain lemak amina, amidoamina, diamina, amina oksida, amina etoksilat. 3. Surfaktan nonionik, merupakan jenis surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofiliknya disebabkan karena adanya keberadaan gugus eter atau hidroksil. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain Alkil Poliglikosida (APG), Dietanol Amida (DEA), sukrosa ester, sorbitol, sorbitol ester, etoksilat alkohol. 4. Surfaktan amfoterik, merupakan jenis surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya. Muatan molekul pada surfaktan jenis ini bergantung pada ph, dimana jika ph rendah akan bermuatan negatif sedangkan jika ph tinggi akan bermuatan positif. Contoh dari surfaktan amfoterik ini antara lain asam amino karboksilik, alkil betain, dan lain-lain Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) Salah satu jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan sebagai bahan dalam formulasi produk-produk perawatan diri (personal care products), kosmetik, pemucatan kain tekstil dan herbisida adalah Alkil Poliglikosida (APG). Kebutuhan surfaktan APG Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

24 7 Tabel 1 Kebutuhan surfaktan nonionik Indonesia Tahun Bobot (kg) Nilai (US $) Jan-Agust Sumber : BPS (2010) Negara Jerman telah menyatakan bahwa surfaktan APG, merupakan surfaktan nomor satu dalam masalah keramahan lingkungan (Indrawanto 2008). Borsotti dan Pellizzon (1996) menyatakan bahwa APG merupakan surfaktan yang baik, karena bahan baku pembuatannya dapat diperoleh dari sumber-sumber alam yang dapat diperbaharui dan juga merupakan bahan yang 100% biodegradable. Hill et al. (2000) menyatakan bahwa proses produksi APG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap asetalisasi dengan bahan baku dekstrosa (gula turunan pati) dan alkohol lemak (fatty alcohol) dan (2) dengan cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu tahap butanolisis dan tahap transasetalisasi, cara ini bahan baku berupa pati dan alkohol lemak (fatty alcohol). Kedua cara ini kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan sehingga diperoleh surfaktan APG. Penggunaan pati sebagai bahan dasar dalam sintesis surfaktan APG dua tahap, selain ketersediaan pati yang banyak juga biaya bahan baku lebih murah. Namun APG yang dihasilkan berwarna lebih gelap yang diakibatkan oleh proses pencoklatan karena kandungan furfuraldehid pada pati. Wuest et al. (1992) telah mematenkan sintesis surfaktan APG dengan reaksi dua tahap berbahan baku pati. Tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek, terutama butanol dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan alkohol rantai lebih panjang C 8 sampai C 22 terutama C 12 sampai C 18 dengan bahan baku alami. Rosen (2004), mengatakan pada umumnya produk-produk komersial yang berupa detergen ataupun produk-produk perawatan diri menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C 10 dan C 12, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik.

25 8 Tahap butanolisis dilakukan pada suhu diatas C, sebaiknya pada C. Tekanan pada reaktor sebesar 4-10 bar, sebaiknya bar dalam zona reaksi tertutup. Tahap transasetalisasi dilakukan pada suhu C, namun sebaiknya pada C dengan kondisi vakum. Campuran reaksi kedua rasio mol senyawa sakarida dan air sekitar 1:5 sampai 1:12, sebaiknya 1:6 sampai 1:12, lebih baik 1:6 sampai 1:9, dan lebih khusus lagi dengan ratio mola1:8. Campuran ratio mol pati dan alkohol rantai panjang sekitar 1:1.5 sampai 1:7 atau 1:2.5 sampai 1:7, namun lebih baik lagi dengan ratio mol 1:3 sampai 1:5 (Wuest et al. 1992). Putri (2010) telah melakukan penelitian terhadap karakteristik surfaktan APG dengan menggunakan pati tapioka, yang menyatakan bahwa optimasi ratio mol pati dan alkohol lemak (fatty alcohol) dengan panjang rantai atom C 10 adalah 1:4.7 dan ratio mol pati tapioka dengan butanol sebesar 1:8.5. Dibawah ini merupakan gambar sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap (Gambar 1), sedangkan diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2. I II Pati Butanol Butil Glikosida Air Butil Glikosida Air Alkohol lemak Alkil Poliglikosida Butanol Air Keterangan : I. Reaksi pada proses butanolisis II. Reaksi pada proses transasetalisasi Gambar 1 Sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap (Schick 1987).

26 9 Diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2. Butanol Air PTSA Pati BUTANOLISIS Alkohol lemak PTSA TRANSASETALISASI Butanol dan air NaOH NETRALISASI DISTILASI Alkohol lemak dan air PELARUTAN PEMUCATAN APG Gambar 2 Diagram alir sintesis surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) (Hill et al. 2000). Buchanan dan Wood 2000, menyatakan tahapan proses APG dengan dua tahap meliputi langkah-langkah dasar sebagai berikut (1) reaksi glikosidasi (reaksi pada butanolisis) menggunakan katalis asam dari sumber monosakarida dengan butanol untuk membentuk butil glikosida, dengan pemisahan gugusan air selama reaksinya, (2) transglikosidasi (reaksi pada transasetalisasi) dari butil glikosida dengan alkohol rantai panjang C 8 sampai C 20 menjadi APG, pada proses ini terjadi pemisahan butanol selama reaksinya, (3) netralisasi dari katalis asam, (4) distilasi untuk memisahkan alkohol rantai panjang yang tidak bereaksi, (5) pemucatan untuk meningkatkan warna dan bau dari produk dan (6) isolasi alkil poliglikosida. Reaksi glikosidasi dan transglikosidasi dikendalikan pada keadaan seimbang sampai katalis dinetralkan, sedangkan untuk proses sintesis APG tahap tunggal meliputi semua

27 10 langkah dari proses dua tahap, dengan pengecualian langkah (1) dan (2) dengan mereaksikan glukosa secara langsung dengan alkohol rantai panjang. Beberapa formula pun telah dipatenkan pada beberapa kantor paten Amerika (USPTO) dan Eropa (ep. Espacenet). Beberapa aplikasi pemanfaatan surfaktan APG dalam industri produk perawatan diri (Faber 2002) antara lain industri sampo dan kosmetik L Oreal, Paris (Cauwet dan Dubief 1999), untuk mengurangi dan perawatan rambut rontok (Duranton dan Hansenne 2001), industri sabun transparan (White dan Kinsman 1999), industri tekstil pada proses pemucatan kain untuk meningkatkan keindahan warna kain (Francois et al. 1998), industri pestisida dan herbisida yang ramah lingkungan (Lachut 1996), industri detergen (Balzer dan Luders 1994) dan industri lainnya. Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) ini telah melalui pengujian di laboratorium toksikologi dan ekologi dengan hasil yang sangat memuaskan. Surfaktan APG tidak membuat iritasi di mata, kulit dan membran mukosa serta dapat mengurangi efek iritasi yang ditimbulkan karena penggunaan surfaktan lain. Selain itu, APG telah diakui sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. Jerman telah mengklasifikasikan surfaktan APG ini, sebagai surfaktan kelas I dalam the German Water Hazard Classification (WGK I), sehingga keamanan surfaktan ini dalam lingkungan tidak perlu diragukan (Hill et al. 2000) Katalis Pemilihan katalis pada proses sintesis surfaktan APG sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis. Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses sintesis surfaktan APG meliputi : 1. Asam anorganik : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll. 2. Asam organik : asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam sulfosuksinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam lemak tersulfonasi, dll. 3. Asam dari surfaktan : asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat, alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari asam sulfosuccinat, alkil naphthalena sulfonat, dll.

28 11 Dari katalis tersebut diatas, dipilih katalis organik asam p-toluena sulfonat (para-toluene sufonic acid/ptsa). Hal ini dikarenakan katalis tersebut cenderung bersifat dapat terurai oleh lingkungan dan merupakan jenis asam lemah sehingga tidak korosif terhadap pipa besi ataupun stainless steel (Hill et al. 2000). Jika menggunakan asam kuat, kemungkinan asam akan bereaksi dengan menghidrolisis glukosa. 2.2 Produksi surfaktan APG Bahan baku surfaktan APG Alkohol Lemak (Fatty Alcohol) Alkohol lemak (fatty alcohol) merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai alkohol lemak alami, sedangkan turunan dari petrokimia (parafin dan etilen) dikenal sebagai alkohol lemak sintetik (Hill et al. 2000). Pada minyak kelapa sawit, alkohol lemak diperoleh dari minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO). Alkohol lemak termasuk salah satu jenis bahan oleokimia dasar yang merupakan jenis alkohol alifatik rantai panjang, yang memiliki panjang rantai atom karbon (C) antara 8 sampai 22 (C 8 sampai C 22 ). Pada umumnya alkohol lemak, bersifat mudah terurai oleh lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran (biodegradable). McCurry et al. (1996) menyatakan bahwa alkohol lemak rantai panjang yang diperkenankan dalam sintesis APG adalah dengan panjang rantai atom C8-C 22, namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai alkohol lemak C 8 -C 18. Rosen (2004), mengatakan bahwa umumnya produk-produk komersial yang menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C 10 dan C 12, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik. Karakteristik jenis alkohol lemak C 10 dan C 12 dapat dilihat pada Tabel 2.

29 12 Tabel 2 Karakteristik alkohol lemak C 10 dan C12 0 Nama Nama Rumus Densitas Bobot Titik didih ( C) Titik umum IUPAC molekul (g/cm 3 ) molekul kondisi kondisi leleh normal vakum ( 0 C) Dekanol Alkohol C10H 21 OH kaprat Dodekanol Alkohol C 12 H 25 OH lauril Sumber : Wikipedia (2009) Alkohol lemak memiliki gugus hidroksil ( OH), dimana sifat kelarutannya dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Semakin panjang rantai karbon maka sifat kepolaran gugus hidroksil akan semakin menurun. Hal ini mengakibatkan alkohol lemak yang berat molekul rendah cenderung lebih larut dalam air, sedangkan alkohol lemak yang berat molekul tinggi lebih cenderung bersifat non polar. Alkohol lemak merupakan bahan baku industri produk perawatan tubuh (personal care product), sabun mandi, sampo, kondisioner, detergen, makanan, plastik, farmasi, pelumas, dan berbagai produk industri lainnya. Alkohol lemak yang digunakan sebagai bahan baku surfaktan mampu bersaing dengan produk turunan petroleum, seperti alkil benzena. Persaingan ini lebih disebabkan karena sifat dari surfaktan yang lebih stabil dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan surfaktan turunan petroleum (Kirk dan Othmer 1963). Suryani et al. (2002) mengatakan bahwa, alkohol lemak diturunkan dari asam lemak dan metil ester melalui reaksi hidrogenasi. Reaksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Minyak nabati ditransesterifikasi menjadi metil ester kemudian dihidrogenasi menjadi alkohol lemak. 2. Minyak nabati dihidrolisis menjadi asam lemak kemudian dihidrogenasi menjadi alkohol lemak. Pada umumnya, alkohol lemak yang berasal dari industri oleokimia berbasis minyak kelapa dan minyak inti sawit (PKO). Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang diperdagangkan di dunia baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Kontribusi minyak kelapa dalam perdagangan dunia sebesar 2.98%, nilai ini jauh lebih kecil dibanding minyak sawit dan minyak kedelai yang masing-masing hampir mencapai 30%. Meskipun dalam jumlah yang relatif kecil,

30 13 namun minyak kelapa merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri oleokimia. Minyak kelapa memiliki kandungan berbagai asam lemak (fatty acid) yang khas, sehingga sangat dibutuhkan oleh industri oleokimia. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa dan minyak inti sawit (PKO) dengan panjang rantai atom C 10 dan C 12 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi asam lemak dari minyak kelapa dan minyak inti sawit (PKO) Jenis asam lemak Rumus molekul Minyak kelapa (%) PKO (%) Asam kaprat C 10 H 20 O Asam laurat C12H 24 O Sumber : Shahidi (2005) Sumber Karbohidrat Pada proses sintesis surfaktan APG, gugus hidrofilik dari molekul APG berasal dari karbohidrat yang dapat diperoleh dari pati atau glukosa. Pati merupakan karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin dengan komposisi yang berbeda-beda, dimana komposisi amilosa lebih sedikit yaitu berkisar antara 17-27%. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Pati merupakan polisakarida yang tersusun oleh unit-unit D-glukosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pada sintesis surfaktan APG karena lebih mudah didapat serta lebih murah jika dibandingkan dengan penggunaan D-glukosa. Pati dari sereal, umbi-umbian ataupun dari biji-bijian dalam bentuk granula pati memiliki diameter berkitar antara µm (Thomas dan Atwell 1997). Pati terdiri dari gugus amilosa dan amilopektin dalam bentuk kristal dengan kandungan air sekitar 10%. Amilosa adalah polisakarida dimana unit-unit D-glukosa tergabung pada ikatan glikosida α-1.4 sedangkan amilopektin memiliki rantai cabang yang menyusun unit D-glukosa pada ikatan glikosida α-(1.4) dan α-(1.6) pada percabangannya (Miller dan Whitsler 2009). Pati sering digunakan pada pengolahan makanan, pakan, sebagai komponen perekat, campuran kertas, tekstil, kosmetik, industri kimia, industri perawatan diri (personal care) dan lain sebagainya (Harris 2001).

31 14 Tapioka merupakan tepung pati berasal dari ubi kayu yang banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat di industri farmasi, kosmetik dan industri perawatan diri (personal care). Kadar pati ubi kayu cukup besar, yaitu berkisar antara 25-35%. Salah satu ciri khas dari tapioka yaitu kandungan lemak dan proteinnya yang rendah dibandingkan dengan pati jenis lain, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Komposisi kimia tapioka Kandungan Jumlah Kadar air 13 Kadar pati 85 Kadar abu 0.2 ph 5-7 Kandungan sulfur dioksida 30 Kandungan sianida 0 Sumber : Miller dan Whitsler (2009) Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga ( ton) setelah Brazil ( ton), Thailand ( ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria ( ton), India ( ton) dari total produksi dunia sebesar ton per tahun. Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas yang masih rendah yaitu 12.2 ton/ha dibandingkan dengan India (17.57 ton), Angola (14.23 ton/ha), Thailand (13.30 ton/ha) dan China (13.06 ton/ha) (Trijaya 2007) Tahapan proses sintesis surfaktan APG Tahap Butanolisis Tahap butanolisis (glikosidasi) merupakan reaksi antara monosakarida (sumber pati-patian) dan butanol dengan menggunakan katalis asam untuk membentuk produk butil glikosida, pada proses ini terjadi pemisahan air (H 2 O) dari hasil reaksi glukosa dan butanol dengan bantuan ion H + dari katalis (Lueders, 1989). Hill et al. (2000) menyatakan reaksi ratio mol antara pati dengan butanol 1:6 sampai 1:10. Optimasi ratio molar pati tapioka dan butanol pada pembuatan surfaktan APG berbasis alkohol lemak C 10 adalah 1:8.5 (Putri 2010). Pemilihan katalis pada proses sintesis APG, bertujuan untuk mempercepat proses sintesis APG. Schick (1987) menyatakan bahwa katalis asam yang dapat digunakan pada sintesis surfaktan APG antara lain :

32 15 Katalis asam onorganik, misalnya : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll. Katalis asam organik, misalnya : asam trifluoroasetat, asam para toluena surfonat, asam sulfosuksinat, dll. Asam yang berasal dari surfaktan, misalnya : asam alkil benzena surfonat, akohol lemak surfat, dll. Buchanan dan Wood (2000) menyatakan bahwa katalis yang digunakan pada sintesis surfaktan APG sebaiknya katalis p-toluene sulfonic acid (asam para toluena sulfonat/ptsa), karena merupakan katalis organik dan bersifat mudah terurai oleh lingkungan serta merupakan jenis asam lemah. Selain itu, penggunaan jenis asam lemah bertujuan untuk memudahkan pada proses netralisasi. Katalis PTSA juga bersifat tidak korosif terhadap pipa besi ataupun stainless steel (Hill et al. 2000). Katalis yang digunakan sebaiknya tidak menggunakan asam kuat karena dapat menghidrolisa glukosa, selain itu juga dapat bersifat korosif pada pipa besi ataupun stainless steel. Buchanan dan Wood (2000) menyatakan bahwa penggunaan katalis pada sintesis APG sebaiknya 0.009, 0.018, dan mol, namun penggunaan katalis PTSA sebaiknya digunakan dengan mol. Proses ini terjadi pada suhu C, dengan tekanan bar selama selama 30 menit (Wuest et al. 1992). Penggunaan bahan baku sakarida yang berasal dari pati terlebih dahulu terjadi proses hidrolisis kemudian proses alkoholisis, selain menghasilkan produk butil glikosida juga terbentuk warna yang gelap akibat degradasi dari gula Tahap Transasetalisasi Produk dari tahap butanolisis yaitu butil glikosida kemudian direaksikan dengan alkohol lemak C 10 dan C 12. Putri (2010) menyatakan bahwa optimasi ratio mol pati tapioka dengan alkohol lemak sebesar 1:4.7. Butil glikosida tidak dapat bercampur dengan alkohol lemak C 10 dan C 12, hal ini dikarenakan perbedaan polaritas untuk itu perlu dilakukan penambahan solubilizer (Balzer dan Luders 1994). Schmitt (1993) menyatakan bahwa penggunaan solubilizer N-metil 2 pirolidon (NMP) dapat melarutkan metil monoglikosida dan alkohol lemak C 10 dan C 12, namun bahan ini bersifat racun terhadap lingkungan. Salah satu solubilizer yang sejenis dengan NMP dan bersifat tidak mencemari lingkungan adalah dimetil solfooksida (DMSO) dengan rumus molekul (CH 3 ) 2 SO. DMSO merupakan asam

33 16 lemah dengan titik didih C dan akan terpisah pada saat distilasi. Penggunaan DMSO sebaiknya 0.1 mol/bobot mol pati (Balzer dan Luders 1994). Katalis asam yang digunakan pada proses transasetalisasi juga menggunakan PTSA sebanyak mol/bobot mol pati. Pada proses ini, butanol dan air akan teruapkan dan ditampung dalam separator. Proses transasetalisasi ini terjadi pada suhu C dengan tekanan vakum dan selama 2 jam (Wuest et al. 1992). Kondisi asam dan suhu tinggi selama proses sintesis akan menghasilkan produk sekunder (by-product) seperti polidekstrosa yang berupa endapan pasta berwarna gelap. Penggunaan suhu tinggi (>120 0 C) dapat mempercepat pembentukan polidekstrosa dan perubahan warna pada karbohidrat (McCurry et al. 1994). Borsotti dan Pellizzon (1996) menyatakan bahwa pemakaian katalis dapat menghasilkan endapan yang berupa pasta pada proses transasetalisasi, untuk itu perlu dilakukan penyaringan sebelum dilanjutkan ke tahap pemurnian Tahap Pemurnian Proses Netralisasi Proses netralisasi bertujuan untuk mengatur ph produk, agar produk pada kondisi basa dengan ph 8-9. Basa yang digunakan untuk proses netralisasi ini diantaranya natrium hidroksida, potasium hidroksida, aluminium hidroksida dan lain sebagainya (Wuest et al. 1992). Proses netralisasi dilakukan pada suhu C dengan tekanan 1 atm dan waktu 30 menit. Penggunaan natrium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan, karena NaOH tidak bereaksi dengan alkohol ataupun produk. NaOH yang digunakan untuk proses netralisasi sebaiknya dengan konsentrasi 50% (McCurry dan Pickens 1990). Penambahan katalis NaOH pada proses ini juga akan lebih mudah karena berbentuk larutan dan tidak memerlukan penyaringan untuk menghilangkan garam yang terbentuk (Wuest et al. 1992). Pada umumnya industri menggunakan NaOH pada proses netralisasi, karena selain murah juga lebih efisien (Ketaren 1996). Pada proses ini ratio mol pati terhadap alkohol lemak akan berpengaruh pada jumlah basa yang digunakan, karena alkohol lemak cenderung bersifat asam. Semakin banyak jumlah alkohol lemak yang digunakan, maka semakin banyak pula basa yang dibutuhkan (Hill et al. 2000).

34 17 Proses Distilasi Proses distilasi bertujuan untuk menghilangkan alkohol lemak yang tidak ikut bereaksi. Proses ini memerlukan suhu tinggi dan tekanan yang rendah, agar alkohol lemak yang tidak ikut bereaksi teruapkan. Proses ini terjadi pada suhu C dengan tekanan vakum selama 2 jam. Wuest et al. (1992) mengatakan bahwa semakin panjang rantai atom alkohol lemak yang digunakan maka akan semakin tinggi suhu yang dibutuhkan dan semakin rendah tekanannya. Pada proses ini diharapkan memperoleh kandungan alkohol lemak sekecil mungkin pada produk surfaktan APG yang dihasilkan, yaitu kurang 5% dari berat produk. Kelebihan alkohol lemak yang tidak bereaksi pada produk akan mengurangi efektifitas kerja dari surfaktan APG. Hasil akhir dari proses distilasi akan diperoleh produk surfaktan APG kasar yang berbentuk pasta berwarna coklat kehitaman dan bau yang kurang enak. Produk surfaktan APG yang beredar dipasaran berwarna bening dengan bau yang enak, oleh sebab itu perlu dilakukan proses pelarutan dan pemucatan untuk memperoleh surfaktan APG yang sesuai beredar dipasaran. Proses Pelarutan Proses pelarutan merupakan proses pengenceran APG kasar yang diperoleh setelah proses distilasi. Pelarutan dilakukan dengan penambahan air, dimana air yang digunakan untuk pengenceran sebaiknya pada suhu sekitar C dengan perbandingan 1 : 1 dari bobot APG kasar (Borsotti dan Pellizon 1996). Proses Pemucatan (Bleaching) Tahap pemurnian merupakan suatu tahap untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang dikenal adalah secara kimia dan fisika. Pemurnian secara fisika membutuhkan peralatan penunjang yang cukup spesifik, sehingga diperoleh produk akhir yang lebih baik pula dengan warna yang lebih jernih. Pemurnian secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan hanya memerlukan metode pencampuran dengan senyawa kimia lainnya (Hernani 2007). Schmitt (1993) mengatakan bahwa proses pemucatan merupakan suatu tahap pemurnian surfaktan APG, yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan

35 18 bau yang tidak diinginkan. Proses pemucatan (bleaching) merupakan tahap akhir dari proses sintesis surfaktan APG. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H 2 O 2 dan logam alkali yang dilakukan pada suhu C selama menit pada tekanan normal (Hill et al. 2000). McCurry et al. (1994), menyatakan proses pemucatan dapat dilakukan dengan penambahan logam alkali seperti natrium hidroksida (NaOH) dan magnesium oksida (MgO) yang bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang tidak diinginkan pada produk surfaktan APG. Konsentrasi NaOH dan MgO yang efektif digunakan sekitar ppm, namun lebih baik lagi sekitar ppm. Penggunaan logam alkali NaOH dan MgO sebagai bahan aktivator serta penambahan H 2 O 2 akan menghasilkan surfaktan APG berwarna lebih jernih, dimana konsentrasi H 2 O 2 adalah 35% (b/v) sebanyak 2% dari bobot surfaktan APG kasar (b/b) Bahan pemucat pada sintesis surfaktan APG Bahan pemucat (bleaching agent) merupakan suatu bahan yang dapat memucatkan atau memudarkan warna suatu substrat melalui proses fisika dan kimia. Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi dua macam yaitu pemucatan dengan proses oksidasi dan proses reduksi. Proses ini melibatkan proses oksidasi dan reduksi yang membuat bagian-bagian yang berwarna pada substrat menjadi lebih larut atau diserap sehingga mudah dihilangkan selama proses pemucatan. Pemucatan dengan menggunakan bahan kimia banyak digunakan, karena hilangnya sebagian produk dapat dihindarkan dan zat warna yang diubah menjadi zat yang tidak berwarna tetap tinggal dalam produk (Djatmiko dan Ketaren 1985). Bahan kimia yang berfungsi sebagai pemucat/pemutih disebut bleaching agents, seperti hidrogen peroksida, ammonium persulfat, CaSO 4, TiO 2, dll. Hidrogen peroksida (H2O 2 ) merupakan cairan yang berwarna bening namun agak lebih kental daripada air, berbau khas agak keasaman dan larut dengan baik dalam air. Hidrogen proksida merupakan oksidator kuat, oleh sebab itu salah satu kegunaan larutan ini adalah sebagai bahan pemutih. Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya, hanya air dan oksigen.

36 19 Hidrogen peroksida ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang terdiri atas gas hidrogen (H 2 ) dan gas oksigen (O 2 ), dengan titik didih C. Hidrogen peroksida banyak digunakan sebagai bahan pemucat (bleaching agent) pada industri pulp, kertas, tekstil, farmasi, deterjen, perawatan diri, makanan dan minuman. Pada kondisi normal (kondisi ambient) dan asam, hidrogen peroksida sangat stabil. Namun pada kondisi basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun akan semakin tinggi. Selain itu, hidrogen peroksida dapat merusak ikatan rangkap pigmen, dari yang berwarna menjadi komponen tidak berwarna (Onggo dan Astuti 2005). Penggunaan hidrogen peroksida biasa dikombinasikan dengan NaOH atau alkali lainnya, dimana semakin basa kondisi suatu reaksi maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi dan sangat mudah terurai. Proses penguraian hidrogen peroksida juga dapat dipercepat dengan meningkatnya suhu selama proses reaksi. Zat reaktif dalam sistem pemucatan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa yaitu anion perhidroksil (HOO ), dimana anion yang terbentuk berasal dari penambahan alkali dan terjadi reaksi sebagai berikut : H2O 2 + HO - HOO - + H 2 O Ion HOO - - inilah yang mempunyai peran aktif didalam proses pemutihan, namun jika terdapat logam transisi seperti Fe, Mn, Mg dan Cu maka reaksi dekomposisi hidrogen peroksida dalam larutan basa berlangsung menurut reaksi berikut : H2O 2 + HO 2 H 2 O + O 2 + HO Pada saat mengalami dekomposisi, hidrogen peroksida terurai menjadi air dan gas oksigen (Ulia 2007). Pada proses pemucatan, diharapkan yang terjadi pada persamaan reaksi yang pertama karena menghasilkan ion HOO -. Pada reaksi yang kedua proses pemucatan berlangsung dengan memberikan efek oksidasi dengan terbentuknya senyawa O 2 namun daya pemucatannya kurang efektif jika dibandingkan dengan persamaan pertama (Fuadi dan Sulistya 2008). 2.3 Pembuatan sabun cuci tangan cair Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi, yang fungsi utamanya merupakan sebagai pencuci. Berbagai jenis sabun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mulai dari sabun cuci (krim dan bubuk), sabun

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Bahan baku surfaktan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Bahan baku surfaktan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar/yang suka air) dan gugus hidrofobik

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penggunaan pati sebagai bahan baku dalam proses sintesis APG harus melalui dua tahapan yaitu butanolisis dan transasetalisasi. Pada butanolisis terjadi hidrolisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan memiliki gugus hidrofobik

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh rasio mol katalis dan suhu pada proses butanolisis Proses sintesis APG dua tahap diawali oleh proses butanolisis. Penggunaan bahan baku sakarida yang memiliki dextrose

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. products), kosmetik maupun untuk pemucatan kain/tekstil (Hill & Rhode 1999). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak produk kimia diproduksi dengan menggunakan bahan baku dari petrokimia atau gas alam, dimana bahan baku ini akan tersedia dalam jumlah yang cukup dalam beberapa

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 S u r f a k t a n

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 S u r f a k t a n 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 S u r f a k t a n Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent). Surfaktan merupakan molekul amphipatic yang memiliki sifat hidrofilik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN Surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agent, didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengadsorbsi pada permukaan atau antarmuka (interface) larutan

Lebih terperinci

PEMURNIAN SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL FEBRUADI BASTIAN

PEMURNIAN SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL FEBRUADI BASTIAN PEMURNIAN SURFAKTAN NONIONIK ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS TAPIOKA DAN DODEKANOL FEBRUADI BASTIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG

Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG 58 Lampiran 2 Prosedur sintesis surfaktan APG ) Tahap Butanolisis Tahap ini mereaksikan pati, butanol, air serta katalis asam p-toluena sulfonat (PTSA) dengan perbandingan ratio mol pati:butanol:air:katalis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk APG bila diganti bahan baku penyusunnya. Untuk mengetahui telah tersintesisnya produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

Gambar 1. Contoh Gugus Fungsi Surfaktan (Myers, 1946)

Gambar 1. Contoh Gugus Fungsi Surfaktan (Myers, 1946) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SURFAKTAN Surfaktan adalah molekul ampifilik atau ampifatik yang terdiri dari dua gugus yaitu gugus hidrofobik yang bersifat non polar dan gugus hidrofilik yang bersifat polar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR

PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR THE PRODUCTION OF ALKYL POLYGLYCOSIDE (APG) SURFACTANT AND ITS APPLICATION IN LIQUID HAND SOAP Siti Aisyah 1)*,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini Indonesia masih mengimpor monogliserida dan digliserida yang dibutuhkan oleh industri (Anggoro dan Budi, 2008). Monogliserida dan digliserida dapat dibuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25.

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan saat ini bidang industri di negara Indonesia mengalami peningkatan salah satunya yaitu industri kimia. Tetapi Indonesia masih banyak mengimpor bahan-bahan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Produksi gula indonesia dari tahun 2010 2012 terus mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kebutuhan nasional akan gula, seperti tergambar dalam tabel di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Dodekilbenzena Sulfonat dari Dodekilbenzena dan Oleum 20% Kapasitas Produksi ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Dodekilbenzena Sulfonat dari Dodekilbenzena dan Oleum 20% Kapasitas Produksi ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Dodekilbenzena sulfonat adalah salah satu produk intermediet untuk bahan baku pembuatan deterjen sintetik, shampo, pasta gigi, dan sabun cuci. Selain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN REAKTAN GLUKOSA CAIR 75% FINA UZWATANIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan industri kimia banyak memproduksi barang mentah maupun barang jadi untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku dari minyak nabati seperti kelapa

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit Komoditas kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan/oleochemical serta produk samping/limbah. Limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dietil eter merupakan salah satu bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam industri dan salah satu anggota senyawa eter yang mempunyai kegunaan yang sangat penting.

Lebih terperinci

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM Anastasia Wulan Pratidina Swasono, Putri Dei Elvarosa Sianturi, Zuhrina Masyithah Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia begitu kaya dengan hasil alam. Potensi ini seharusnya dimanfaatkan dalam proses transformasi Indonesia dari negara agraris menjadi negara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling besar jumlahnya di dalam minyak kelapa sawit, yaitu sebesar 40-46%. Asam palmitat juga terdapat pada berbagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amar Ma ruf D

BAB I PENDAHULUAN. Amar Ma ruf D BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bidang yang dapat menunjang perkembangan negara Indonesia adalah bidang industri, terutama industri kimia. Namun industri kimia dalam negeri masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kiswari Diah Puspita D

BAB I PENDAHULUAN. Kiswari Diah Puspita D BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia di seluruh dunia tidak pernah lepas dari penggunaan sesuatu yang berbahan kimia dalam kehidupan sehari-hari Hal ini harus diperhatikan dan

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang PENDAHULUAN Latar Belakang Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang berasal dari pabrik pulp dengan proses kimia. Larutan ini sebagian besar mengandung lignin, dan sisanya terdiri

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengambilan dan Determinasi Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan ikan teri galer (Stolephorus indicus Van Hasselt) yang diperoleh dari Pasar Induk Caringin Kabupaten

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dewasa ini, berbagai jenis bahan kimia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri. NaOH dan klor merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produksi bahan kehidupan sehari-hari yang menggunakan bahan dapat diperbaharui adalah produksi amina rantai panjang melalui proses aminasi alkohol rantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia ISOLASI BAHAN ALAM Bahan kimia yang berasal dari tumbuhan atau hewan disebut bahan alam. Banyak bahan alam yang berguna seperti untuk pewarna, pemanis, pengawet, bahan obat dan pewangi. Kegunaan dari bahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemanfaatan polimer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho Latar Belakang Masalah DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki populasi penduduk yang sangat pesat. Pada tahun 2005,

Lebih terperinci