ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL"

Transkripsi

1 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) Oleh : ARTATI WIDIANINGSIH A PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN ARTATI WIDIANINGSIH, NRP A Analisis Usahatani Dan Pemasaran Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan YAYAH.K.WAGIONO. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian mengenai GAP no 61/Permentan/OT.160/II/2006. Tanggal 28 November 2006 (untuk tanaman buahbuahan) untuk peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk hortikultura yang baik dan tepat diperlukan adanya Pedoman penyusunan Prosedur Kerja atau Standar Prosedur Operasional (SPO). Permasalahan yang dihadapi adalah sebagian besar petani pepaya tidak mau menerapkan SPO. Karena dengan menerapkan SPO, ada biaya-biaya tambahan yang harus petani keluarkan. Apakah dengan mengeluarkan biaya-biaya tambahan tersebut petani dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, Mengidentifikasi dan membandingkan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO, menghitung dan membandingkan pendapatan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO, menganalisis dan membandingkan saluran pemasaran pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO. Analisis yang digunakan adalah Analisis Usahatani (analisis pendapatan usahatani,r/c ratio), Analisis Kelayakan Usahatani ( NPV, B/C ratio), Analisis Sensitivitas, dan Analisis Pemasaran. Usahatani pepaya SPO yang sedang dikembangkan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok secara umum kegiatannya sama dengan usahatani pepaya non SPO. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan input yang digunakan, yaitu pupuk dan obat-obatan. pendapatan atas biaya total petani pepaya SPO(Rp ,67) lebih tinggi dari pada pendapatan total petani pepaya non SPO (Rp ,67). Hal ini karena Produksi pepaya SPO lebih besar daripada produksi pepaya non SPO, selain itu harga jual/ Kg pepaya SPO lebih tinggi daripada harga jual/ Kg pepaya non SPO. Nilai R/C tunai usahatani pepaya SPO sebesar 3,26, sementara nilai R/C totalnya sebesar 3,02. Nilai R/C tunai usahatani pepaya non SPO sebesar 3,06, sementara nilai R/C totalnya sebesar 2,46. Nilai NPV pengusahaan pepaya California SPO di desa Pasirgaok selama 3 (tiga) tahun bernilai Rp ,91, sementara nilai NPV pepaya California non SPO selama 3(tiga) tahun bernilai Rp ,61. Nilai net B/C rasio pepaya California SPO lebih besar dibandingkan dengan nilai net B/C rasio pepaya California non SPO. Nilai net B/C rasio pepaya SPO adalah sebesar 2,02, sementara nilai net B/C rasio pepaya non SPO adalah sebesar 1,46 Apabila harga pepaya SPO turun 20 dan 25 persen sementara produksi turun 10 dan 15 persen. Pengusahaan pepaya masih layak untuk dilakukan karena NPV bernilai positif serta net B/C bernilai lebih dari satu. Pepaya non SPO apabila produktivitas turun 10 persen sementara harga pepaya tetap, pengusahaan pepaya masih layak untuk diusahakan. Namun apabila harga pepaya turun 20 dan 25 persen sementara produksitivitas turun 10 dan 15 persen pengusahaan

3 pepaya tidak layak untuk dilakukan karena walaupun NPV bernilai positif tetapi B/C bernilai kurang dari satu. Saluran pemasaran pepaya California SPO terdiri dari dua saluran yaitu : 1. Petani Pengusaha Mitra Supermarket&Toko Buah Konsumen 2. Petani Pengusaha Mitra Agen/Supplier Konsumen Pada penelitian ini efesiensi pemasaran diukur berdasarkan rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya (π/c). Berdasarkan nilai π/c diketahui bahwa pola pemasaran 1 memiliki nilai π/c lebih tinggi daripada dari nilai π/c pada pola 2. Adapun nilai π/c tersebut adalah 6,12 untuk pola 1 dan 3,03 untuk pola 2. Hal ini berarti bahwa pola pemasaran 1 lebih efisien dalam menyalurkan produknya bila dibandingkan pola lain. Saluran pemasaran pepaya California non SPO terdiri dari tiga saluran yaitu : 1. Petani Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen 2. Petani Pengumpul Supermarket&Toko Buah Konsumen 3. Petani Konsumen Berdasarkan nilai π/c diketahui bahwa pola pemasaran 3 memiliki nilai π/c lebih tinggi dari pola 1 dan 2. Adapun nilai π/c tersebut adalah 3,01 untuk pola, dan 6,22 untuk pola 2, dan 31,56 untuk pola 3. Bagi petani saluran 3 (tiga) merupakan pilihan yang paling menguntungkan karena bagian harga yang diterima petani pada saluran tersebut paling besar, tetapi saluran 3 kurang strategis untuk dipilih karena jumlah penjualan yang terbatas. Jarang sekali ada konsumen yang membeli pepaya secara langsung kepada petani sehingga secara kuantitas saluran 3 (tiga) memiliki volume jual yang rendah. Maka dari itu pola pemasaran 2 (dua) lebih menguntungkan bagi petani.

4 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (Studi Kasus di desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur Bogor, Jawa Barat) Oleh Artatai Widianingsih A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Nama : Analisis Usahatani Dan Pemasaran Pepaya California berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Studi Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) : Artati widianingsih NPR : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Yayah.K.Wagiono, MEc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Soepandi, M Agr NIP Tanggal Lulus Ujian : 21 januari 2008

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ( STUDI KASUS DI DESA PASIRGAOK, KECAMATAN RANCABUNGUR, BOGOR, JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Januari 2008 Artati Widianingsih A

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1980 di kota Cianjur, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara puteri dari bapak Sudarno dan Ibu Siti Rayanah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 5 Bogor pada tahun Kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 1998 penulis melanjutkan kembali pendidikannya pada Program Diploma III Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2004, penulis melanjutkan studi S1 di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan studinya pada tahun 2008.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan ridho-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai auatu bentuk tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dengan judul Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California Berdasarkan Standar prosedur Operasional ( Studi Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, jawa Barat) bertujuan mendefinisikan dan membandingkan usahatani papaya California SPO dan non SPO, menghitung dan membandingkan besaran pendapatan usahatani papaya California SPO dan non SPO, menganalisis dan membandingkan saluran pemasaran papaya California SPO dan non SPO. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembacanya dan dapat menjadi masukan untuk penelitian penelitian selanjutnya. Bogor, Januari 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya kepada penulis dalam menulis laporan penelitian ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Yayah.K.Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran pada penulis untuk kesempurnaan laporan penelitian ini. 3. Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku dosen komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis guna menyempurnakan penelitian ini. 4. Tanti Novianti, SP, MSi selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis pada saat pelaksanaan kolokium. 5. Niti Karniti, SP selaku penyuluh wilbin desa Pasirgaok atas bantuan penyediaan data untuk penelitian ini. 6. Bapak Okin Suciadi selaku ketua kelompok tani rancasari yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. 7. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

10 8. Kedua orang tua, suami, kakak serta adik penulis yang senantiasa memberikan do a, kasih sayang, dan dorongan kepada penulis untuk selalu berusaha menjadi lebih baik. 9. Teman teman semua atas ide dan masukan serta persahabatannya. 10. Semua pihak yang tidak dicantumkan namanya, namun ikut membantu dalam penulisan skripsi ini.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Pepaya Standar Prosedur Operasional Pepaya Langkah-langkah Pembuatan SPO Standar Prosedur Operasional Petani Pepaya di Desa... Pasirgaok Studi Penelitian Terdahulu Studi Tentang Penelitian Pepaya Studi Tentang Pemasaran III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pendapatan Usahatani Analisis Kelayakan Usaha Analisis Sensitivitas Teori Pemasaran Lembaga Pemasaran Efisiensi Pemasaran Struktur Pasar Perilaku Pasar Margin Pemasaran Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Contoh Metode Analisis Data Analisis Sistem Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani Hal iii iv v

12 Hal Analisis R/C rasio Analisis Kelayakan Usaha Analisis Sensitivitas Analisis Struktur Pasar Analisis Prilaku Pasar Identifikasi saluran Pemasaran Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran Definisi Operasional V. Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak dan Luas Wilayah Penduduk dan MataPencarian Karakteristik Petani Responden VI. Analisa Sistem Usaha Tani Pepaya California Berdasarkan... SPO dan Tanpa SPO Proses Budidaya Persiapan dan Pengolahan Lahan Penanaman Pemeliharaan Pemanenan VII. Analisa Pendapatan Usaha Tani Pepaya California Berdasarkan SPO dan Tanpa SPO Analisis Penerimaan Usaha Tani Analisis Penerimaan Usaha Tani Pepaya SPO Analisis Penerimaan Usaha Tani Pepaya Non SPO Analisis Biaya Usaha Tani Analisis Biaya Usaha Tani Pepaya SPO Analisis Biaya Usaha Tani Pepaya Non SPO Analisis perbandingan Biaya Usaha Tani Analisis Pendapatan Analisis Pendapatan Pepaya SPO Analisis Pendapatan Pepaya Non SPO Analisis Perbandingan Pendapatan VIII. Analisis Kelayakan Pengusahaan Pepaya California Analisis Kelayakan Pengusahaan Pepaya California Analisis Kelayakan Pengusahaan Pepaya... California SPO Analisis Kelayakan Pengusahaan Pepaya Califrornia... Non SPO Analisis Perbandingan Kelayakan Pengusahaan... Pepaya California SPO dan Non SPO... 61

13 Hal 8.2. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas Pengusahaan Pepaya California... SPO dengan Discount Rate 8 Persen Analisis Sensitivitas Pengusahaan Pepaya California... Non SPO dengan Discount Rate 8 Persen IX. Analisis Pemasaran Pepaya SPO dan Pepaya Tanpa SPO Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pepaya SPO Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pepaya... Non SPO Analisis Saluran Pemasaran Analisis Saluran Pemasaran Pepaya SPO Analisis Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Analisis Margin Pemasaran Analisis Margin Pemasaran Pepaya SPO Analisis Margin Pemasaran Pepaya Non SPO Analisis Struktur Pemasaran X. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Nomor Hal 1. Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di Indonesia... Tahun Perkembangan Produksi Buah Unggulan Indonesia... Tahun Kandungan dan Komposisis Gizi Buah Maupun Daun Pepaya... Dalam Tiap 100 Gram Bahan Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Pepaya California... di Desa Pasirgaok Mata Pencaharian Utama Penduduk di Desa Pasirgaok Jumlah Penduduk di Desa Pasirgaok, Menurut tingkat... Pendidikan Tahun Karakteristik Umur Petani Responden di Desa Pasirgaok... Tahun Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Pasirgaok... Tahun Analisis Penerimaan Usahatani Pepaya SPO di Desa Pasirgaok Analisis Penerimaan Usahatani Pepaya Non SPO... di Desa Pasirgaok Analisis Biaya Usahatani Pepaya SPO di Desa Pasirgaok Analisis Biaya Usahatani Pepaya Non SPO... di Desa Pasirgaok Analisis Perbandingan Biaya Usahatani Pepaya SPO dan Non SPO Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO di Desa Pasirgaok Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya Non SPO... di Desa Pasirgaok Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Non SPO... di Desa Pasirgaok NPV dan B/C rasio Pengusahaan papaya California SPO... di Desa Pasirgaok dengan Discount Rate 8 Persen NPV dan B/C rasio Pengusahaan papaya California Non SPO... di Desa Pasirgaok dengan Discount Rate 8 Persen NPV dan B/C rasio Pengusahaan papaya California SPO... dan Non SPO di Desa Pasirgaok dengan Discount Rate 8 Persen Matriks Analisis Sensitivitas Pengusahaan Pepaya California... SPO Dengan Discount Rate 8 Persen Matriks Analisis sensitivitas Pengusahaan Pepaya California... Non SPO Dengan Discount Rate 8 Persen Fungsi Pemasaran yang dilakukan Pelaku Pemasaran Margin Pemasaran Pepaya California SPO Per Kg Margin Pemasaran Pepaya California Non SPO Per Kg... 78

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Hal 1. Margin Pemasaran Alur Kerangka pemikiran Operasional Saluran Pemasaran Pepaya SPO Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO... 73

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Hal 1. Pendapatan Usahatani Pepaya California Berdasarkan... SPO Selama 3 (tiga) Tahun Pendapatan Usahatani Pepaya California Non SPO... Selama 3 (tiga) Tahun Penyusutan Alat Pertanian... 87

17

18 I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang penting kedudukannya di Indonesia. Oleh karena itu, pertanian Indonesia dengan segala sumberdaya yang dimiliki merupakan potensi yang sudah selayaknya dikembangkan. Data statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai persentase PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia menurut sektor usaha pada tahun 2006 menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor utama ketiga yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian menyumbang 15,39 persen dari total PDB pada tahun 2005 setelah sektor industri pengolahan (28,34 persen ) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (16,17 persen). Melihat pentingnya sektor pertanian bagi kelangsungan hidup negara, maka diperlukan upaya nyata untuk mengembangkan dan memajukan sektor pertanian secara berkelanjutan. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di Indonesia Tahun 2006 No Serktor Usaha PDB (Persen) 1 Industri Pengolahan 28,34 2 Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,17 3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 15,39 4 Jasa-Jasa lain 10,17 5 Pertambangan dan Penggalian 8,55 6 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 8,45 7 Pengangkutan dan komunikasi 6,10 8 Bangunan 5,84 9 Listrik, gas, dan Air Bersih 0,99 Total PDB 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007

19 2 Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan pekerjaan, dan mengisi serta memperluas pasar, baik pasar lokal maupun internasional. Salah satu sektor pertanian yang dapat dikembangkan adalah hortikultura. Salah satu komoditas hortikultura yang mengalami perkembangan pesat adalah buah-buahan. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas yang cukup banyak dikomsumsi dan mempunyai peranan besar dalam pemenuhan gizi dan kesehatan tubuh. Buah-buahan merupakan sumber utama vitamin dan mineral serta berbagai zat penting lainnya yang berperan sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Salah satu upaya peningkatan kontribusi hortikultura pada sektor pertanian adalah usaha peningkatan produksi, peningkatan teknologi pascapanen tanaman hortikultura khususnya buah-buahan. Produksi buah-buahan di Indonesia cukup tinggi dan menunjukkan kecenderungan untuk meningkat, terutama untuk jenis buah yang sangat baik pertumbuhannya di Indonesia dan merupakan buah unggulan Indonesia (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Produksi Beberapa Buah Unggulan Indonesia Tahun Komoditas Produksi (Ton) Pisang Jeruk Mangga Pepaya Nenas Durian Alpukat Manggis Sumber : Departemen Pertanian 2006

20 3 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa buah-buahan unggulan Indonesia memiliki volume produksi yang terus meningkat selama periode Hal ini dalam rangka memenuhi tingkat permintaan buah, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk keperluan ekspor yang semakin meningkat. Pepaya merupakan buah yang memiliki volume produksi lebih kecil di bandingkan dengan volume produksi pisang, jeruk dan mangga, namun walau demikian dapat di lihat bahwa dari tahun 2001 sampai tahun 2004 buah pepaya terus mengalami peningkatan volume produksi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya minat yang cukup baik terhadap konsumsi buah pepaya. Buah pepaya ( Carica papaya L.) memiliki prospek pengembangan yang cukup baik. Pepaya merupakan salah satu buah-buahan tropis yang diminati konsumen baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebagai buah meja pepaya memang sudah tak asing lagi. Disamping citarasa buah pepaya yang manis dan menyegarkan, juga mengandung gizi yang tinggi dan lengkap seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Dan Komposisi Gizi Buah Maupun Daun Pepaya Dalam Tiap 100 Gram Bahan Kandungan gizi Buah masak Buah mentah Daun pepaya Energi (kal) 46,00 26,00 79,00 Air ( g ) 86,70 92,30 75,40 Protein ( g ) 0,50 2,10 8,00 Lemak ( g ) - 0,10 2,0 Karbohidrat ( g ) 12,20 4,90 11,90 Vitamin A ( IU ) 365,00 50,00 18,250 Vitamin B ( mg ) 0,04 0,02 0,15 Vitamin C ( mg ) 78,00 19,00 140,00 Kalsium ( mg ) 23,00 50,00 253,00 Besi ( mg ) 1,70 0,40 0,80 Fosfhor ( mg ) 12,00 16,00 63,00 Sumber : Kalie,2002

21 4 Kegunaan pepaya cukup beragam dan hampir semua bagian pepaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Daun mudanya dapat digunakan sebagai lalapan, bahan baku obat tradisional, selain itu getah pepaya yang mengandung enzim papain juga dapat diolah menjadi produk perdagangan yang banyak digunakan dalam berbagai industri makanan, minuman, dan industri farmasi. Sedangkan buahnya selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi (Dirjen Horti,2004). Hasil survei Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (2006) menunjukkan bahwa daerah yang cukup potensial untuk pengembangan pepaya adalah : Deli Serdang, Bogor, Sukabumi, Garut, Boyolali, Malang, Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Buleleng, Karang Asem. Salah satu sentra produksi pepaya di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Keadaan agroklimat di daerah tersebut sangat cocok untuk tanaman pepaya. Ada beberapa daerah yang dinilai cocok untuk pengembangan usahatani pepaya di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Sukaraja. Buah pepaya yang dikembangkan adalah varietas bangkok dan california Perumusan Masalah Seiring dengan perkembangan yang ada saat ini, dimana masyarakat dunia umumnya, serta masyarakat Indonesia khususnya mulai memperhatikan pola hidup sehat. Yaitu dengan mulai mengkonsumsi sayuran, buah-buahan dan tanaman obat. Di sisi lain peluang pangsa pasar hortikultura di dunia saat ini cukup besar sehingga menjadi suatu peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan

22 5 komoditi hortikultura. Dengan tingkat kesuburan lahan di Indonesia yang cukup menunjang, sehingga hal ini harus diikuti dengan peningkatan produksi dan peningkatan mutu. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian mengenai GAP no 61/Permentan/OT.160/II/2006. Tanggal 28 November 2006 (untuk tanaman buahbuahan) untuk peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk hortikultura yang baik dan tepat diperlukan adanya Pedoman penyusunan Prosedur Kerja Budidaya serta penanganan pasca panen atau Standar Prosedur Operasional (SPO) komoditi hortikultura bagi para stake holders baik petani, kelompok tani, kelompok usaha, koperasi, maupun perusahaan. Pedoman ini dibuat sebagai dasar penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO) budidaya serta penanganan pasca panen bagi spesifik produk dan spesifik lokasi di daerah-daerah sentra produksi komoditi hortikultura. Dengan menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) diharapkan dapat (1) meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman hortikultura, (2) meningkatkan mutu hasil hortikultura termasuk keamanan mengkonsumsi khususnya buah-buahan, (3) meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional, (4) memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. Berdasarkan hasil survey lapangan dengan petani di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, yang merupakan daerah sentra komoditi pepaya California. Permasalahan yang dihadapi adalah sebagian besar petani pepaya tidak mau menerapkan SPO karena dengan teknik budidaya yang kini diterapkan (yang sebenarnya masih relatif sederhana), para petani telah dapat menghasilkan pendapatan usaha tani yang relatif memadai untuk ukuran petani saat ini.

23 6 Sementara dengan menerapkan SPO, ada biaya-biaya tambahan yang harus petani keluarkan. Apakah dengan mengeluarkan biaya-biaya tambahan tersebut petani dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Mengacu pada perumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keragaan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO? 2. Bagaimana pendapatan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO? 3. Bagaimana saluran pemasaran Usahatani Pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan membandingkan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO. 2. Menghitung dan membandingkan pendapatan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO. 3. Menganalisis dan membandingkan saluran pemasaran usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO.

24 7 Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan bagi petani dalam melakukan perubahan sistem usahatani sehingga yang menjadi tujuan dapat tercapai 2. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejateraan petani. 3. Sebagai referensi untuk bahan literatur bagi penelitian selanjutnya.

25 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelautpelaut bangsa Portugis pada abad ke-16 tanaman ini tersebar sampai ke Afrika, Asia serta daerah lainnya. Pada abad ke-17 pepaya menjadi lebih popular dan tersebar luas di kepulauan Hawaii dan pulau lainnya di Lautan Fasifik. Tanaman pepaya banyak ditanam orang baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di pegunungan (sampai 1000m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja yang bermutu dan bergizi tinggi Standar Prosedur Operasional Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan uraian tentang tahapan proses pekerjaan yang terdiri dari serangkaian atau beberapa kegiatan yang melibatkan beberapa fungsi. Manfaat dengan adanya SPO adalah dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengawasan pada setiap kegiatan; dan dasar pelaksanaan audit internal maupun eksternal Langkah Langkah Pembuatan SPO Dalam pembuatan atau penyusunan SPO dilakukan melalui beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara lain : 1. Persiapan terdiri dari : Menetapkan target produksi, baik target kuantitas maupun kualitas yang ingin dicapai. 1 http :// www. Warintek.progressio. or.id. November 2006.

26 9 Menetapkan proses produksi atau tahapan yang akan dilaksanakan. Membuat/menyusun draft SPO 2. Review dan persetujuan 3. Revisi dan review 4. Check list 5. Kontrol dokumen SPO merupakan suatu dokumen pribadi seorang petani atau pelaku usaha atau suatu perusahaan, karena masing masing pelaku uasaha mempunyai target produksi yang berbeda. Untuk membuat atau menyusun SPO ada beberapa langkah yang perlu ditempuh yaitu : Mengidentifikasi langkah langkah yang akan dilaksanakan. Mencari referensi berupa literatur, standar, publikasi, peraturan. Mengurutkan langkah langkah yang akan dilakukan. Memverifikasi terhadap prosedur Standar Prosedur Operasional Petani Pepaya Desa Pasirgaok Target merupakan acuan utama yang digunakan untuk menyusun SPO yang akan diterapkan pada kebun petani sesuai dengan pasar yang dibidik. Pada saat ini target yang akan dicapai oleh petani pepaya Kelompok tani Rancasari di Desa Pasirgaok adalah : 1. Produktivitas 75 kg/pohon/thn atau 75 ton/ ha/ thn. 2. Jumlah kelas A ( 1,5 2 kg) sebanyak 30 persen 3. Jumlah kelas B ( 1 1,4 kg) sebanyak 30 persen 4. Jumlah Kelas C ( 0,9 0,7 kg) sebanyak 20 persen 5. Jumlah kelas D ( < 0,7 atau > 2 kg) sebanyak 20 persen

27 Studi Penelitian Terdahulu Studi Tentang Tanaman Pepaya Yuntini (2000) melakukan penelitian dengan judul Analisis Usahatani Komoditas Pepaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendapatan atau keuntungan dari usahatani pepaya dengan usahatani komoditas alternatif yaitu pisang, talas, singkong, bengkuang, padi dan jagung. Pada komoditas alternatif ini petani sudah mendapatkan keuntungan dalam umur pengusahaan selama satu tahun dengan jumlah masing-masing bervariasi, sedangkan untuk pepaya pada tahun pertama petani masih menderita kerugian, pada tahun ke dua hingga ke empat baru petani memperoleh keuntungan. Hasil perhitungan pada discount rate 23 persen diperoleh NPV Rp ,17 dan Net B/C 2,18 sehingga memenuhi kriteria kelayakan namun dari hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga output pepaya dan tingkat produktivitas diketahui bahwa usahatani pepaya menjadi tidak layak apabila dibandingkan dengan usahatani komoditas pembanding, yaitu pada kondisi harga output turun 15 persen dan produktivitas turun 10 persen, harga output turun 15 persen dan produktivitas turun 20 persen, harga output turun 25 persen dan produktivitas turun 10 persen, harga output turun 25 persen dan produktivitas turun 20 persen, serta pada saat harga output turun 25 persen dan produktivitas tetap. Permana, (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Pengusahaan pepaya di Desa Nagrak, untuk perbandingan dengan pepaya lokal mempunyai nilai keuntungan privat (PP) sebesar Rp 378,71 per kilogram dan keuntungan

28 11 sosial (PS) sebesar Rp 695,47 per kilogram nilai rasio biaya privat (PCR) sebesar 0,56 (PCR <1) dan nilai rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) sebesar 0,39 (DRC <1). Untuk perbandingan dengan pepaya impor mempunyai nilai PP sebesar Rp 378,71 per kilogram dan PS sebesar Rp 483,82 per kilogram, sedangkan nilai PSR sebesar 0,56 (PCR <1) dan nilai DRC sebesar 0,22 (DRC,1) Pengusahaan pepaya di Desa Pasirgaok. Untuk perbandingan dengan pepaya lokal mempunyai nilai PP sebesar Rp 792,79 per kilogram dan PS sebesar Rp 483,82 per kilogram, nilai PCR sebesar 0,44 (PCR <1) dan nilai DRC sebesar 0,57 (DRC < 1). Untuk perbandingan dengan pepaya impor mempunyai nilai PP sebesar Rp 792,79 per kilogram dan PS sebesar Rp 1.421,21 per kilogram, nilai PCR sebesar 0,44 (PCR <1) dan nilai DRC sebesar 0,31 (DRC < 1). Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut mempunyai arti bahwa usahatani pepaya mempunyai keuntungan dan layak untuk terus dijalankan Studi Tentang Pemasaran Hasil penelitian Ernawati (1999), menunjukkan bahwa saluran pemasaran buah durian Simas dan Matahari di Desa Rancamaya terdiri dari empat pola saluran pemasaran dan dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan mutunya yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III tiap polanya. Hasil analisis margin pemasaran yang diperoleh menunjukkan bahwa marjin pemasaran terkecil terdapat pada mutu III dari setiap pola pemasaran yang ada. Hal ini disebabkan harga jual lebih rendah dibandingkan mutu I dan mutu II. Dari keempat pola pemasaran yang ada, saluran pemasaran yang paling efisien adalah pola IV karena memiliki pola terpendek, dimana lembaga pemasaran yang terlibat hanya petani. Hal ini disebabkan karena pola IV memiliki keuntungan yang tinggi, biaya yang kecil, farmer s share yang

29 12 tinggi. Seluruh keuntungan diperoleh petani. Petani dapat menetapkan harga yang lebih tinggi karena mereka satu-satunya lembaga yang terlibat di dalam pola ini. Meskipun demikian petani harus siap menghadapi seluruh resiko yang akan terjadi, yaitu apabila buah tidak laku terjual. Prestiani (2004), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rantai pemasaran untuk buah-buahan unggulan di Kabupaten Serang, yaitu buah durian, pisang, rambutan dan salak berbeda-beda. Jalur pemasaran durian dan pisang terdiri dari dua jalur pemasaran. Sedangkan untuk salak dan rambutan terdiri dari tiga saluran pemasaran. Struktur pasar yang terjadi adalah cenderung oligopoli, yaitu lebih banyak penjual dibandingkan pembeli. Pembentukan harga yang terjadi dilakukan dengan tawar-menawar antara petani dan pedagang dengan pembayaran secara tunai. Farmer s share terbesar yang diterima petani durian dan pisang adalah pada jalur pemasaran kedua yaitu sebesar 70,00 persen, sedangkan untuk pisang sebesar 40,00 persen dari harga jual pedagang pengecer. Sementara itu farmer s share terbesar yang akan diterima petani salak dan rambutan adalah pada jalur pemasaran ketiga yaitu sebesar 50,00 persen untuk salak dan 53,33 persen pada rambutan. Dari penelitian terdahulu terlihat pada umumnya penelitian yang dilakukan untuk analisis pendapatan usahatani dilakukan pada usahatani pepaya dengan perbandingan atas beberapa komoditas, selain itu untuk komoditi pepaya berdasarkan SPO belum ada yang meneliti. Karena itu dalam penelitian kali ini peneliti tertarik untuk meneliti pendapatan Usahatani dan pemasaran pepaya California yang sudah menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO), meliputi tata cara budidaya yang dilakukan dimulai dari persiapan dan pengolahan lahan

30 13 sampai dengan pemanenan dan pemasaran di bandingkan dengan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO.

31 14

32 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Soeharjo dan Patong (1973) juga menyatakan bahwa pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue- cost ratio atau R/C ratio). Jadi analisis R/C ratio dapat dipakai untuk pengujian keuntungan suatu cabang usahatani. Analisis R/C ratio digunakan untuk menguji sebarapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C ratio berarti semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dan semakin baik kedudukan suatu usahatani. Suatu usahatani dinilai

33 15 layak apabila memiliki nilai R/C ratio lebih dari satu atau sama dengan satu (Hernanto, 1991) Analisis kelayakan Usaha Sumber daya yang tersedia sangat terbatas sementara kebutuhan manusia sangat tidak terbatas. Oleh karena itu perlu adanya pilihan kegiatan ekonomi mana yang harus dilakukan dengan sumberdaya yang terbatas itu. Agar proses pemilihan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, maka diperlukan analisis untuk menentukan kelayakan suatu kegiatan ekonomi tersebut, yaitu dengan melihat imbangan antara manfaat dengan biayanya. Pada prinsipnya analisis terhadap manfaat dan biaya tersebut merupakan suatu cara untuk menghitung manfaat-manfaat yang akan diperoleh dan biayabiaya atau kerugian-kerugian yang harus ditanggung akibat dari suatu kegiatan ekonomi. Yang termasuk biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan yang termasuk manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan. Dari selisih antara manfaat dengan biaya akan didapatkan manfaat bersih. Karena tolok ukur analisis ini pada hakekatnya adalah nilai moneter, dimana nilai moneter sangat dipengaruhi unsur waktu, maka dalam analisis manfaat-biaya unsur waktu diperhitungkan terhadap nilai moneter. Ini merupakan salah satu keunggulan analisis tersebut sehingga dapat digunakan untuk memilih suatu kegiatan ekonomi yang mempunyai umur ekonomis cukup panjang. Karena unsur waktu diperhitungkan terhadap nilai moneter, maka semua arus manfaat bersih yang akan terjadi di diskon menurut waktu dan tingkat suku bunga yang ditetapkan sehingga didapat present value atau nilai bersih sekarang. Kasmir (2007) menyatakan bahwa present value inilah yang kemudian dipakai untuk

34 16 menentukan diterima tidaknya suatu proyek dimana ukuran yang digunakan diantaranya yaitu NPV dan net B/C ratio Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apakah yang terjadi terhadap hasil analisis suatu aktivitas ekonomi bila terjadi perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya, baik input maupun output yang dihasilkan. Menurut Kadariah (1986), analisa sensitivitas dilakukan dengan cara : (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut dan (2) menentukan dengan berapa suatu harus berubah sanpai hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima Teori Pemasaran Menurut Kotler, (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang atau jasa dari titik produsen ke konsumen. Adapun tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler, (2002), pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memusatkan kebutuhan dan keinginan melalui pertukaran.

35 17 Analisis pemasaran dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu pendekatan fungsi (the functional approach), pendekatan lembaga (the institutional approach), pendekatan barang (the commodity approach), dan pendekatan sistem (the system approach) Pendekatan fungsi (the functional approach) adalah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan atau perlakuan-perlakuan ke dalam fungsi yang bertujuan untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Fungsi pemasaran terdiri dari tiga fungsi pokok, yaitu : 1. Fungsi Pertukaran (Exchange Function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 2. Fungsi Fisik (Physical Function) adalah tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi pengangkutan. 3. Fungsi Fasilitas (Facilitating Function) adalah tindakan-tindakan untuk memperlancar proses terjadinya pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini meliputi fungsi standardisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar. Pendekatan lembaga (the institutional approach) menekankan kepada mempelajari pemasaran dari segi organisasi lembaga-lembaga yang turut serta dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen sampai titik konsumen. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses penyampaian barang dan

36 18 jasa antara lain produsen, pedang besar, pengecer, agen penunjang serta perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, dan pengolahan. Pendekatan barang (the commodity approach) yaitu suatu pendekatan yang menekankan perhatian terhadap kegiatan atau tindakan-tindakan yang diperlakukan terhadap barang dan jasa selama proses penyampaiannya mulai dari titik produsen sampai titik konsumen. Pendekatan ini menekankan pada komoditi yang akan diamati. Pendekatan sistem (the system approach) merupakan suatu kumpulan komponen-komponen yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu cara terorganisir. Suatu komponen dari suatu sistem, mungkin merupakan suatu sistem tersendiri yang lebih kecil yang dinamakan subsistem Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen melalui proses perdagangan. Adanya jarak antara produsen dan konsumen melalui proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa perantara mulai dari produsen sendiri, lembaga-lembaga perantara sampai ke konsumen akhir. Dalam proses penyaluran selalu mengikutsertakan keterlibatan berbagai pihak, keterlibatan tersebut bisa dalam bentuk perorangan maupun kelembagaan, perserikatan atau perseroan. Timbulnya lembaga pemasaran ini disebabkan oleh adanya keinginan konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan.

37 Efisiensi Pemasaran Tujuan dari analisis pemasaran adalah untuk mengetahui apakah sistem pemasaran berlangsung dengan efisien atau tidak. Suatu pemasaran dikatakan efisien jika fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dihilangkan maka tidak akan mempengaruhi aktivitas lembaga pemasaran dan tidak mempengaruhi besarnya biaya dan keuntungan yang diperoleh. Sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat : (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut (Mubyarto, 1986). Menurut Saefuddin (1983) terdapat dua konsep efisiensi pemasaran, yaitu (1) konsep input-output rasio, dan (2) konsep analisis struktur, perilaku dan pelaksanaan pasar. Konsep input-output rasio menggambarkan efisiensi pemasaran sebagai maksimalisasi input-output rasio. Input adalah berbagai sumber daya dari tenaga kerja, modal dan manajemen yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemasaran dalam proses pemasaran. Sedangkan output adalah kepuasan konsumen terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh lembaga pemasaran. Penggunaan konsep input-input rasio menghadapi kesukaran dalam pengukuran kepuasan konsumen. Untuk mengatasi hal tersebut maka efisien

38 20 pemasaran dibedakan atas : efisien operasional (teknologi) dan efisien harga (ekonomi). Efisien operasional menekankan kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan untuk menggerakkan/memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau meminimumkan biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Efisiensi biaya menekankan kemampuan keterkaitan harga dalam mengalokasikan barang dari produsen ke konsumen, yang disebabkan perubahan tempat, bentuk dan waktu. Efisiensi operasional dapat didekati dengan biaya pemasaran dan marjin pemasaran, sedangkan efisiensi harga diukur melalui keterpaduan pasar yang terjadi akibat pergerakan komoditas dari satu pasar ke pasar lainnya Struktur Pasar Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan struktur pasar sebagai suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size and concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry (masuk) dan sebagainya. Menurut Kotler (2002), berdasarkan sifat dan bentuknya pasar dibedakan menjadi dua macam struktur pasar, yaitu (1) pasar bersaing sempurna dan (2) pasar tidak bersaing sempurna Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Dahl dan Hammond (1977), menjelaskan

39 21 bahwa struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaman pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya dan margin tata niaga, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga pemasaran tersebut Margin Pemasaran Margin pemasaran (marketing margin) didefinisikan sebagai perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer (Dahl dan Hammond, 1977). Sedangkan Limbong dan Sitorus (1987), mengemukakan bahwa margin pemasaran atau margin tataniaga dapat juga dinyatakan sebagai nilai-nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Margin tataniaga umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang sama serta pada struktur pasar yang bersaing sempurna. Tetapi tidak selalu harus dalam komoditi yang bersaing sempurna. Margin pemasaran sering digunakan dalam analisis efisiensi pemasaran. Berdasarkan Gambar 1, dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai margin pemasaran merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tata niaga (selisih antara harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin pemasaran ditunjukkan oleh daerah yang diarsir yaitu (Pr Pf) x Orf. Besarnya margin pemasaran suatu komoditi per satuan atau per unit ditunjukkan oleh perbedaan harga di tingkat pengecer dan harga di tingkat produsen (Pr Pf).

40 22 Harga (P) (Pr Pf) x Q (r,f) Sr Sf Margin Pemasaran (Pr Pf) Pr Pf a Df Dr 0 Q(r,f) Q (Jumlah) Gambar 1. Margin Pemasaran. Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987 Keterangan : P : Harga pasar Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Sf : Kurva penawaran petani Sr : Kurva penawaran di tingkat pengecer Df : Kurva permintaan di tingkat petani Dr : Kurva permintaan di tingkat pengecer (Pr Pf) : Margin Pemasaran (Pr Pf) x Q(r,f) : Nilai Margin Pemasaran (VMM) Q(r,f) : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan Pengecer a : harga keseimbangan ditingkat konsumen b : Harga keseimbangan ditingkat produsen

41 23 Menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran sering digunakan dalam penilaian apakah pemasaran berjalan secara efisien atau tidak Kerangka Pemikiran Operasional Oleh karena itu agar petani dapat mengambil keputusan yang tepat, maka penelitian tentang usahatani pepaya yang menerapkan SPO ini perlu dibandingkan dengan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO. Dengan begitu maka akan diketahui usahatani pepaya mana yang lebih menguntungkan bila dilihat dari hasil produksi serta pendapatannya. Adapun operasional penelitiannya, yaitu dengan cara membandingkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani dari usahatani pepaya yang sudah menerapkan SPO dan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO. Tingkat pendapatan yang dibandingkan terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pada penelitian ini, selain komponen pendapatan terdapat juga komponen lain yang dapat dibandingkan, yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran (tunai dan diperhitungkan). Berdasarkan perbandingan tersebut diharapkan diperoleh suatu informasi yang dapat menjelaskan perubahan tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio yang diperoleh petani pepaya karena menerapkan SPO. Untuk mengkaji kelayakan usahatani pepaya SPO dan non SPO dilakukan penghitungan NPV serta net B/C ratio. Selain melakukan perbandingan dari sisi usahataninya, maka dilakukan pula perbandingan dari pemasarannya. Hal ini dilakukan karena petani yang sudah

42 24 menerapkan SPO dan petani yang belum menerapkan SPO memiliki pola pemasaran yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pola saluran pemasaran, lembaga pemasaran, marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran. Operasional penelitiannya adalah dengan cara membandingkan saluran pemasaran pepaya yang sudah memenuhi SPO dan pepaya yang belum memenuhi SPO dari tingkat petani sampai dengan konsumen akhir. dari setiap saluran pemasaran yang dilalui tersebut dilakukan analisis fungsi pemasaran terhadap setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Berdasarkan analisis tersebut maka akan diketahui kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun fungsi pemasaran yang dianalisis, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setelah diketahui fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat maka kemudian dapat dihitung nilai biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran tersebut sehingga farmer s share atau keuntungan yang diperoleh dari masingmasing lembaga pemasaran dapat diketahui. Setelah diketahui nilai biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh maka kemudian dapat dihitung margin pemasaran dan efisiensi pemasarannya. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran dari penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.

43 25 Petani Pepaya California Desa Pasirgaok Permasalahan : 1. Adanya peraturan Menteri Pertanian mengenai GAP No. 61/Permentan/OT. 160/II/ Adanya biaya-biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh petani 3. Petani belum mau menerapkan Standar Prosedur Operasional Petani SPO Petani Non SPO Analisis Usaha tani Analisis Pemasaran Pendapatan Usaha tani Imbangan Penerimaan dan Pendapatan Usaha tani (R/C rasio) NPV B/C Rasio Analisis Sensitivitas Analisis Saluran Pemasaran (Rantai Pasokan) Margin Pemasaran Efisiensi Pemasaran Penerapan SPO dapat meningkatkan pendapatan petani pepaya di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional.

44 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa desa Pasirgaok merupakan sentra produksi pepaya di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu bulan April 2007 sampai Mei Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani, penyuluh pertanian dari Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bogor yang disertai dengan panduan kuesioner yang dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI IPB, internet dan lembaga lainnya Metode Pengumpulan Contoh Pengambilan responden untuk petani dipilih secara acak sederhana (simple random sampling), dimana setiap populasi anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai contoh. Jumlah petani yang dijadikan responden pada penelitian ini adalah 60 orang, 30 orang petani yang telah menerapkan SPO dan 30 orang petani yang belum menerapkan SPO

45 27 Untuk jaringan pasarnya, responden akan ditentukan dengan menggunakan metode snow ball sampling. Metode ini digunakan berdasarkan kepada informasi dari responden sebelumnya. Dengan kata lain bahwa responden yang terpilih di saluran pemasaran akan disesuaikan dengan pola pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian Metode Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan komputer (software Microsoft Excel). Sebelum dilakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan proses editing. Editing merupakan kegiatan untuk memperbaiki kualitas data mentah yang di dapat dari hasil wawancara dengan petani. Setelah data diedit dan diolah kemudian dilakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi, analisis sistem usahatani, analisis pendapatan usahatani, analisis kelayakan usahatani serta analisis pemasaran Analisis Sistem Usahatani Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan keragaan antar usahatani pepaya yang menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dengan usahatani pepaya tradisional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi dengan usahatani pepaya tradisional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi (output).

46 Analisis Pendapatan Usahatani Secara umum pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total (Total Revenue), dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari penjualan produksi total yang dihasilkan. Untuk memperoleh analisis usahatani maka dapat digunakan rumus berikut ini : Y = TR BT BD (1) TR = P x Q.(2) Dimana : Y = Pendapatan Total TR = Nilai Produksi BT = Biaya Tunai BD = Biaya yang diperhitungkan P = Harga pepaya california Q = Jumlah pepaya california Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga dan pajak lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi sewa lahan, penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi nilai pembelian yang dikalikan dengan jumlahnya dengan jangka usia ekonomis pemakaian. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah : Biaya Penyusutan = (Nb-Ns) n Keterangan :..(3) Nb = Nilai pembelian (Rp)

47 29 Ns n = Nilai sisa (Rp) = Umur ekonomis (tahun) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui efisiensi kegiatan usahatani, yang dapat diketahui melalui perbandingan antara total penerimaan pada masingmasing usahatani dengan total biaya. Analisis R/C rasio secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : R/C = Total Penerimaan Biaya..(4) R/C = Q x Pq..(5) TFC + TVC Keterangan : R = Penerimaan (Revenue) C = Biaya (Cost) Q = Total Produksi (kg) Pq = Harga persatuan produk (Rp) TFC = Biaya tetap (total fixed cost) TVC = Biaya variabel (total variable cost) Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam usahatani pepaya. Semakin tinggi nilai R/C, maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Jika nilai R/C ratio lebih dari satu (R/C >1) maka usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jika R/C ratio kurang dari satu (R/C < 1) maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Secara rinci metode perhitungan pendapatan usahatani pepaya California disajikan pada Tabel 4.

48 30 Tabel 4. Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Pepaya California di Desa Pasirgaok Uraian A. Produksi B. Harga Satuan (Rp) Penerimaan* (A x B) Biaya / Pengeluaran (Rp) I. Biaya Tunai a. Bibit b. Pupuk kandang c. Pupuk NPK d. Obat-obatan e. Tenaga Kerja Luar Keluarga II. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan b. Penyusutan alat c. Tenaga kerja Dalam Keluarga III. Biaya Total (Rp) Pendapatan : Tunai Diperhitungkan Total R/C Tunai R/C Total Keterangan* : panen dalam waktu 3 tahun Metode SPO Metode Non SPO

49 Analisis Kelayakan Usaha. Umur proyek ditentukan selama tiga tahun yaitu sesuai dengan umur teknis pengusahaan pepaya. Untuk melihat kelayakan usaha dari sisi penanam modal, dalam hal ini petani, perhitungan manfaat dan biaya dilakukan berdasarkan harga yang diterima atau dibayar oleh petani yang dinilai dengan satuan mata uang rupiah. Dalam mengusahakan usahatani pepaya, petani menggunakan modal sendiri. Net present Value (NPV) Menurut Kasmir (2007), NPV adalah nilai sekarang dari arus manfaat yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Rumus NPV (Kadariah, 1986) adalah : Keterangan : NPV = Σ n t = 1 BBt C t ( 1 + i ) t BBT = Penerimaan yang diperoleh pada tahun t C t = biaya yang dikeluarkan pada tahun t t = umur proyek ( 1,2,3,...n ) i = discount rate NPV adalah nilai keuntungan sekarang. Kriteria investasi berdasarkan NPV adalah: NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan dapat dilaksaknakan NPV = 0, maka proyek tidak untung tidak rugi ( proyek dapat mengembalikan modal) NPV < 0, maka proyek ini merugikan karena hasil yang diperoleh lebih kecil dibanding biaya yang dikeluarkan, lebih baik tidak dilaksanakan.

50 32 Dengan demikian, setelah arus manfaat bersih diperoleh dari hasil perhitungan maka kemudian nilai tersebut didiskon (dikalikan dengan discount faktor) selama kisaran waktu tiga tahun sehingga akan dihasilkan nilai sekarang atau present value dari arus manfaat bersih per tahunnya. Dari penjumlahan seluruh nilai sekarang atau present value dari arus manfaat bersih selama tiga tahun tersebut akan diperoleh nilai bersih sekarang atau net present value (NPV). Discount rate yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebesar 8 persen per tahun. Penentuan ini berdasarkan tingkat suku bunga Bank Indonesia pada periode 2007/2008. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Setelah diperoleh NPV maka kemudian dapat dihitung net benefit cost ratio. Kriteria yang memberi pedoman yaitu bahwa proyek akan dipilih apabila net B/C lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan (Kadariah, 1986) yaitu: Net B/C = n Σ B t - C t ( 1 + i ) t n B t C t Σ (1 + i ) t t = 1 Untuk Bt Ct > 0 Untuk Bt Ct < Analisis Sensitivitas Pendapatan merupakan hasil pengurangan penerimaan usahatani dengan biayanya. Penerimaan itu sendiri merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik output dengan harga. Dengan demikian pendapatan usahatani dipengaruhi oleh harga output, jumlah output dan biaya untuk menghasilkan output itu sendiri. Harga pepaya dapat berfluktuasi yang dipengaruhi oleh musim dan harga buah-buahan lainnya. Demikian juga dengan tingkat produktivitas, fluktuasi

51 33 dapat terjadi karena kondisi alam. Untuk itu maka dilakukan analisis sensitivitas terhadap perubahan tingkat harga output dan penurunan produktivitas. Analisis sensitivitas terhadap perubahan harga pepaya dilakukan dua tingkat perubahan yaitu apabila harga turun 12 dan 25 persen dan perubahan produktivitas pepaya diperhitungkan apabila turun 10 dan 20 persen. Penentuan ini didasarkan pada keterangan petani responden mengenai fluktuasi harga dan produktivitas tanaman pepaya Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dapat dilihat berdasarkan saluran pemasaran, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pepaya california, mudah tidaknya memasuki pasar, dan jenis komoditas yang diperdagangkan serta informasi pasar Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar buah pepaya California dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan dan pembayaran harga, kerjasama diantara lembaga pemasaran, standarlisasi serta praktek-praktek fungsi pemasaran lainnya. Fungsi-fungsi pemasaran yang dimaksud adalah fungsi pertukaran, fungsi fasilitas dan fungsi fisik Identifikasi Saluran Pemasaran Identifikasi saluran pemasaran dilakukan untuk mendapatkan saluran yang dilalui dalam pemasaran buah pepaya california. Saluran pemasaran ini dapat diidentifikasi dengan melakukan wawancara kepada pedagang di pasar pengecer

52 34 hingga pedagang besar, sedangkan informasi saluran pemasaran di tingkat petani diperoleh dari pedagang antar wilayah dan supplier Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran Analisis margin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran buah pepaya california. Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya margin pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Secara matematis menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : M i = Ps i - Pb i (6) M i = C i + π I. (7) Dengan menggabungkan pemasaran (6) dan (7) maka : Ps i - Pb i = C i + π I. (8) Sehingga keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i adalah π I = Ps i - Pb i - C i. (9) Keterangan : M i Ps i Pb i C i π I = Margin pemasaran pasar tingkat ke-i (Rp/kg) = Harga jual pasar tingkat ke-i (Rp/kg) = Harga beli pasar tingkat ke-i (Rp/kg) = Biaya pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg)

53 35 Penyebaran margin pemasaran buah pepaya dapat dilihat berdasarkan presentasi keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus : rasio Keuntungan terhadap Biaya (%) = π i x 100. (10) C i Dimana : π I C i = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i = Biaya pemasaran lembaga ke-i Farmer s share dapat digunakan juga dalam menganalisis efisiensi saluran pemasaran dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer s share akan menunjukkan apakah pemasaran tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemasaran. Secara matematis farmer s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Fs = P/K x 100% Dimana : Fs = Farmer s share P = Harga yang diterima petani K = Harga yang dibayar konsumen akhir 4.5. Definisi Operasional Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Penerimaan usahatani (dalam rupiah) adalah merupakan nilai dari penjualan produksi total yang dihasilkan. Hasil penjualan diperoleh dari perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dengan tingkat harga output.

54 36 2. Pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja keluarga. 3. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja 4. Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani kalau bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan 5. Pendapatan usahatani (net farm income) adalah selisih antar penerimaan dan pengeluaran usahatani 6. Lembaga pemasaran adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen melalui proses perdagangan 7. Tengkulak (pedagang pengumpul) adalah pedagang yang melakukan pembelian dari petani dan yang menyalurkan produknya langsung ke pedagang besar di pasar induk. 8. Pedagang besar adalah pedang yang menerima produk dari petani langsung atau tengkulak (pedagang pengumpul) untuk kemudian disalurkan ke pedagang pengecer. 9. Pedagang pengecer pasar tradisional adalah pedagang di pasar tradisional yang menerima kiriman produk dari pedagang besar di pasar induk maupun dari petani langsung dan kemudian dijual ke konsumen akhir. 10. Pedagang pengecer pasar modern adalah pedagang yang berasal dari minimarket, supermarket / hypermarket yang menerima kiriman produk dari pedagang besar dan menjualnya pada konsumen akhir.

55 Pasar tradisional adalah pasar dimana pembeli masih dilayani oleh penjual dan tidak tersedianya fasilitas berbelanja yang nyaman seperti AC. 12. Pasar modern adalah minimarket, supermarket / hypermarket dimana pembeli dapat melayani diri sendiri dengan tersedianya fasilitas berbelanja yang nyaman. 13. Margin pemasaran (marketing margin) adalah perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani dan harga yang terjadi di tingkat pengecer yang dinyatakan dalam satuan Rp/kg. 14. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam pendistribusian atau pemasaran produk mulai dari sentra produksi sampai ke konsumen akhir. 15. Keuntungan pemasaran adalah selisih antar harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran produk. 16. Farmer s share adalah proporsi dari harga yang diterima oleh petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir, yang dinyatakan dalam persentase. Pemasaran dikatakan efisien jika nilai marjin pemasaran semakin kecil dan farmer s share semakin besar.

56 38 BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu kota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar Hektar,terletak antara 6.19 o 6.47 o Lintang Selatan dan 106 o o 103 Bujur Timur, serta memiliki ketinggian sekitar di atas permukaan laut. Wilayah ini berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kota Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Berdasarkan hasil pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 427 Desa/Kelurahan. Desa Pasirgaok, dipilih sebagai lokasi penelitian karena, desa ini merupakan sentra pengembang pepaya California di Kecamatan Rancabungur yang dikelola oleh kelompok tani Rancasari dan memiliki anggota sebanyak 47 orang dengan pola Mitra Tanam yang berorientasi agribisnis. Desa Pasirgaok memiliki letak wilayah yang berbatasan dengan desa lain di Kecamatan Rancabungur, yaitu : Sebelah Utara : Desa Cimulang Sebelah Barat : Desa Bantar Jaya

57 39 Sebelah Timur : Desa Rancabungur Sebelah Selatan : Desa Cisadane 5.2. Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk di Desa Pasirgaok pada tahun 2006 adalah jiwa. Komposisi penduduk Desa Pasirgaok adalah jiwa laki-laki dan jiwa perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bertani, buruh serta menjadi pengrajin. Secara keseluruhan jumlah penduduk Desa Pasirgaok yang bekerja dengan pengelompokan umur 10 tahun ke atas dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel. 5. Mata Pencaharian Utama Penduduk Desa Pasirgaok Tahun 2007 No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani pemilik ,12 2 Penggarap 120 4,9 3 Peternak 3 0,12 4 Perikanan darat 20 0,8 5 Pedagang 150 6,07 6 Buruh ,82 7 Pengrajin ,17 8 Tukang 29 1,16 9 PNS / ABRI 65 2,63 10 Jasa lainnya 30 1,21 Total Sumber : Kecamatan Rancabungur, 2007

58 40 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk yang bergerak di sektor pertanian (petani pemilik, petani penggarap, peternak, perikanan) hanya mencapai 15,94 persen. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan penduduk di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, sebagian besar penduduknya tidak tamat SD/sederajat dengan jumlah 5874 orang atau 50,11 persen dari total jumlah penduduk yang berpendidikan yaitu sebanyak orang. Selanjutnya 33,10 persen atau sebanyak 3880 orang tamat SD (Sekolah Dasar), 9,15 persen atau sebanyak orang tamat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) / sederajat, 7,18 persen atau sebanyak 842 orang tamat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) / sederajat, 0,29 persen atau sebanyak 34 orang lulusan Diploma, dan 0,17 persen atau sebanyak 20 orang lulusan Perguruan Tinggi / Akademik (Tabel 6). Tabel 6. Jumlah Penduduk di desa Pasirgaok, kecamatan Rancabungur Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD ,11 Tamat SD / sederajat ,10 Tamat SLTP / sederajat ,15 Tamat SLTA / sederajat 842 7,18 Diploma 34 0,29 Perguruan Tinggi/Akademi 20 0,17 Total Sumber : Laporan Tahunan Kelurahan, 2007

59 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan wawancara dengan pihak Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, jika dibandingkan dengan desa lain dalam wilayah kecamatan Rancabungur, Desa pasirgaok merupakan desa dengan jumlah petani terbanyak yaitu mencapai 82 orang petani dengan luas lahan 22 hektar yang terbagi atas dua kelompok tani. Bila dibandingkan dengan desa lainnya, desa Pasirgaok memiliki potensi pengembangan pepaya yang paling besar Umur rata-rata petani responden dari hasil penelitian dikelompokkan dalam lima (5) kelompok, yaitu responden usia tahun, tahun, tahun, tahun serta diatas 60 tahun. Pembagian umur responden dan persentase dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Umur responden di Desa Pasirgaok Tahun 2007 Golongan Umur (tahun) Jumlah responden (Orang) Persentase (%) , , > Jumlah Sumber : Data Primer (diolah), 2007 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 60 orang petani responden, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebagian besar petani pepaya mendapatkan pendidikan formal, namun tidak semua petani menyelesaikan pendidikannya sampai tamat. Tingkat pendidikan tertinggi yang dimiliki oleh

60 42 petani pepaya di Desa Pasirgaok adalah sampai ke jenjang pendidikan Perguruan Tinggi. Jumlah petani berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Petani responden di Desa Pasirgaok Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Jumlah responden (orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD 13 21,67 SD SLTP 10 16,66 SLTA 3 5 Diploma - Perguruan Tinggi Total Sumber: Data Primer (diolah),2007 Berdasarkan data pada Tabel 8, petani pepaya yang tidak tamat SD sebanyak 13 orang atau 21,67 persen, sedangkan yang tamat SD sebanyak 33 orang atau 55 persen, petani yang lulus SLTP sebanyak 10 orang atau 16,66 persen, petani yang lulus SLTA adalah 3 orang atau 5 persen, sedangkan yang menyelesaikan pendidikan sampai dengan Perguruan tinggi sebanyak 1 orang atau 1,67 persen. Tingkat pendidikan yang ditempuh akan mempengaruhi petani dalam menyerap informasi baik dalam hal keputusan dalam mengadopsi teknologi budidaya maupun pengetahuan dalam proses pemilihan saluran pemasaran yang tepat dan menguntungkan

61 BAB VI ANALISIS USAHATANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO 6.1. Proses Budidaya Persiapan dan Pengolahan Lahan Pengolahan lahan dimaksudkan untuk menstabilkan kondisi tanah dari segi kandungan unsur hara, perbaikan sifat fisik tanah dan perbaikan drainase tanah sehingga tanah menjadi gembur dan siap untuk ditanami. Secara teknik pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani pepaya berdasarkan SPO adalah sama dengan pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani pepaya non SPO. Adapun pengolahan lahan pepaya berdasarkan SPO lahan diolah terlebih dahulu, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,5 m, dan tinggi 30 sampai 40 cm dengan jarak antar bedengan 70 cm. Diantara 2 (dua) bedengan dibuat parit yang berfungsi sebagai saluran drainase sedalam cm. Ditengah bedengan dibuat lubang tanam dengan ukuran 60x60x60 cm dengan jarak tanam 2x3 meter. Sedangkan pengolahan lahan pepaya non SPO ukuran bedengan dan lubang tanam umumnya bervarisi, hal ini tidak menjadi perhatian bagi petani karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki petani tentang budidaya pepaya itu sendiri. Begitu juga untuk ukuran jarak tanam yang sangat bervariasi antara satu petani dengan petani yang lain, petani hanya memperkirakan jarak kanopi pohon pepaya tersebut baru kemudian dibuat lubang tanam lain disebelahnya, agar antara pohon yang satu dengan pohon lainnya tidak terlalu bersinggungan jaraknya.

62 Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan setelah lubang tanam siap untuk ditanami. Untuk mendapatkan bibit pepaya petani yang menerapkan SPO mendapatkan dari mitra tanam sedangkan untuk petani non SPO memperoleh bibit tanaman pepaya dari membeli kepada penjual bibit Pemeliharaan Setelah kegiatan persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, kemudian kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi kegiatan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta penyiangan. Pada petani pepaya berdasarkan SPO pemberian pupuk dasar pada saat penanaman, setiap lubang tanam diberi pupuk organik (kotoran kambing) sebanyak 60 kg. Satu bulan setelah tanam diberi pupuk an organik yang terdiri dari pupuk ZA sebanyak 70 gram, SP36 sebanyak 100 gram, KCL sebanyak 150 gram. Pemberian pupuk lanjutan an organik, diberikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan komposisi ZA sebanyak 70 gram, SP36 sebanyak 200 gram, KCL sebanyak 80 gram untuk setiap satu pohon, sedangkan pemberian pupuk susulan organik diberikan setiap 6 (enam) bulan sekali dengan takaran 60 kg untuk setiap pohon. Sedangkan pemberian pupuk dasar untuk petani pepaya non SPO pada saat penanaman, setiap lubang tanam di beri pupuk organik dengan takaran bervariasi menurut perhitungan masing-masing. Sebagian petani ada yang mempergunakan pupuk organik sebanyak 20 kg untuk setiap pohon dan ada juga petani yang mempergunakan pupuk organik sebanyak 40 kg. sedangkan untuk pemberian pupuk susulan yang terdiri

63 45 dari pupuk organik yang diberikan setiap 6 (enam) bulan sekali dan pupuk anorganik yang diberikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan takaran komposisi pupuk yang bervariasi. Pada usahatani pepaya dengan SPO dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : 1 (satu) cara mekanik adalah dengan cara mencabut gulma yang berada di lahan. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma-gulma, yang biasanya dijadikan tempat berkembang biak hama dan penyakit 2 (dua) dengan menyemprotkan pestisida ketika tanaman terindikasi terserang penyakit. Sedangkan pada petani pepaya non SPO dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu mekanik dan mempergunakan pestisida. Pada petani non SPO penyemprotan pestisida dilakukan ketika tanaman tidak maupun sedang terserang hama dan penyakit. Adapun alasan petani tetap melakukan penyemprotan pestisida ketika tanaman tidak sedang terserang hama dan penyakit adalah sebagai tindakan antisipasi untuk menghalau serangan hama dan penyakit Pemanenan Pemanenan buah pepaya baik pada petani yang menerapkan SPO dan non SPO pada prinsipnya adalah sama yaitu petani sama-sama tidak melakukan pemanenan sendiri melainkan diserahkan kepada pengusaha mitra untuk petani yang menerapkan SPO dan kepada pengumpul untuk petani non SPO.

64 BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya sarana produksi ( bibit, pupuk organik, pupuk kimia, obat-obatan), tenaga kerja luar keluarga serta pajak bumi dan bangunan. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan meliputi, penyusutan alat, sewa lahan serta tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan Usahatani yang diperoleh petani pepaya merupakan selisih antara penerimaan petani tersebut dengan biaya yang telah petani keluarkan untuk usahatani pepaya tersebut Bagi petani pepaya (SPO dan non SPO) biaya tunai dan biaya diperhitungkan yang dikeluarkan pada dasarnya sama Analisis Penerimaan Usahatani Analisis Penerimaan Usahatani pepaya SPO Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani bahwa jumlah rata-rata hasil panen yang diperoleh petani pepaya yang telah menerapkan SPO adalah Kg/Ha. Adapun harga jual komoditas yang ditawarkan untuk produk yang dihasilkan oleh petani bervariasi tergantung dari grade yang dihasilkan, untuk pepaya dengan grade A (ukuran 1,5 2 Kg) harga jualnya Rp 1.750,00/Kg, sedangkan untuk pepaya grade B (ukuran 1 1,4 Kg) harga jualnya

65 47 Rp 1600,00/Kg, sedangkan untuk pepaya dengan grade C (0,9 0.7 Kg) harga jualnya Rp 1500,00/Kg, dan untuk pepaya dengan grade D (< 0,7 atau > 2 Kg) harga jualnya Rp 1350,00/Kg. Apabila jumlah hasil panen tersebut dikalikan dengan harga jualnya maka akan diperoleh nilai produksi atau penerimaan usahatani. Adapun hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Analisis Penerimaan Usahatani Pepaya SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun (Satu Kali Tanam) Per Hektar. Uraian Petani Pepaya SPO (Rp) Persentase (%) 1. Penerimaan usahatani Grade A 156,187, Grade B 142,800, Grade C 89,250, Grade D 80,325, Total penerimaan 468,562, ,00 Berdasarkan Tabel 9 diketahui penerimaan total usahatani pepaya untuk petani yang telah menerapkan SPO adalah sebesar Rp ,00. Para petani pepaya umumnya menjual seluruh hasil panennya. Besarnya rata-rata penerimaan total yang diperoleh petani pepaya SPO dikarenakan harga jual pepaya/ Kg lebih tinggi dari harga jual pepaya Non SPO. Tingginya harga jual pepaya per kilogram yang diterima oleh petani yang telah menerapkan SPO dikarenakan kualitas pepaya yang dihasilkan, sehingga konsumen bersedia untuk membayar mahal produk tersebut. Selain itu tingginya harga jual tersebut ditetapkan oleh lembaga pemasaran (pengusaha mitra) agar dapat mengangkat pendapatan petani pepaya di Desa Pasirgaok.

66 Analisis penerimaan Usahatani Pepaya Non SPO Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani diketahui bahwa jumlah hasil panen yang diperoleh petani pepaya yang belum menerapkan standar prosedur Operasional (SPO) adalah Kg/ Ha. Adapun harga jual komoditas yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul atau tengkulak untuk produk yang dihasilkan oleh petani ini adalah Rp 1500/Kg, lebih rendah daripada produk pepaya yang sudah menerapkan SPO hal ini dikarenakan umumnya ukuran produk yang di hasilkan tidak seragam dan tidak sesuai dengan permintaan pasar (<0,7 atau > 2 Kg). Berdasarkan Tabel 10 diketahui penerimaan total usahatani pepaya untuk petani yang belum menerapkan SPO adalah sebesar Rp ,00. Para petani pepaya umumnya menjual seluruh hasil panennya Tabel 10. Analisis Penerimaan Usahatani Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun ( satu kali tanam) Per Hektar. Uraian Petani Pepaya Non SPO (Rp) Persentase (%) 1. Penerimaan usahatani Grade A 20,808, Grade B 34,680, Grade C 41,616, Grade D 41,616, Total penerimaan 138,720, Analisis Biaya Usahatani Analisis Biaya Usahatani Pepaya SPO Berdasarkan Tabel 11 diketahui besarnya biaya total yang dikeluarkan oleh petani per hektar adalah Rp ,99. Besarnya biaya total yang dikeluarkan oleh petani karena terkait dengan biaya tunai dan biaya diperhitungkan, tetapi dari kedua biaya tersebut yang perlu diperhatikan oleh

67 49 petani adalah biaya tunai karena biaya ini merupakan modal operasional yang harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan aktifitas usahataninya. Proporsi penggunaan biaya tunai ini apabila dilihat dari persentase penggunaan terhadap biaya totalnya ternyata lebih besar dari biaya diperhitungkan. Persentase penggunaan biaya tunai adalah 92,53 persen dari biaya totalnya, sedangkan persentase untuk penggunaan biaya diperhitungkan adalah 7,47 persen dari biaya totalnya. Adapun penyebab besarnya persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen biaya tenaga kerja luar keluarga, pupuk organik, pupuk kimia serta obat-obatan yang harus dikeluarkan oleh petani.. Komponen terbesar dari total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani adalah, komponen pupuk organik. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO untuk pupuk organik adalah Rp ,00 atau 68,92 persen, sedangkan untuk pupuk kimia dan obat-obatan adalah sebesar Rp ,00 atau 18,07 persen dari total biaya tunai, sedangkan sisanya sebesar Rp ,00 atau 5,54 persen adalah untuk tenaga kerja luar keluarga, bibit, serta Pajak bumi dan Bangunan (PBB). Proporsi penggunaan biaya diperhitungkan terhadap biaya total adalah sebesar 7,47 persen (Rp ,99). Komponen terbesar dari biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya sewa lahan yaitu sebesar 5,79 persen (Rp ,00), sedangkan untuk tenaga kerja dalam keluarga adalah sebesar 1,33 persen (Rp ,00), sedangkan sisanya sebesar 0,35 persen (Rp ,99) adalah untuk biaya penyusutan alat

68 50 Tabel 11. Analisis Biaya Usahatani Pepaya SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun (Satu Kali Tanam ) Per Hektar. Pengeluaran Usahatani Metode SPO Persentase (Rp) 1. Biaya Tunai Bibit 1,700, TKLK 6,315, PBB 600, Pupuk Kandang 107,100, ZA 3,391, SP36 15,096, KCL 8,919, Round Up 288, Genacyl 384, ,794, Total pengeluaran tunai 2. Biaya Diperhitungkan Penyusutan Alat 542, TKDK 2,062, Sewa Lahan 9,000, Total biaya diperhitungkan 11,604, Total Biaya 155,398, Analisis Biaya Usahatani Pepaya Non SPO Berdasarkan Tabel 12 diketahui ternyata biaya total yang dikeluarkan oleh petani Pepaya yang belum menerapkan SPO adalah Rp ,99. Apabila dibandingkan dari sisi pengeluaran antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan maka diketahui ternyata proporsi penggunaan biaya tunai lebih besar dari biaya diperhitungkan. Penggunaan biaya tunai adalah sebesar Rp ,00 atau 80,03 persen dari biaya totalnya. Adapun penyebab besarnya persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen biaya tenaga kerja luar keluarga, pupuk organik, pupuk kimia serta obat-obatan yang harus dikeluarkan oleh petani. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO untuk pupuk kimia dan obat-obatan

69 51 adalah Rp ,00 atau 36,02 persen, sedangkan untuk pupuk organik adalah sebesar Rp ,00 atau 30,16 persen dari total biaya. Sedangkan sisanya sebesar Rp ,00 atau 13,85 persen adalah untuk tenaga kerja luar keluarga, bibit serta Pajak bumi dan Bangunan (PBB). Tabel 12. Analisis Biaya Usahatani Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun (Satu Kali Tanam) Per Hektar. Metode Pengeluaran Usahatani NonSPO Persentase (Rp) 1. Biaya Tunai Bibit 1,700, TKLK 5,665, PBB 600, Pupuk Kandang 17,340, ZA 3,391, SP36 7,752, KCL 8,527, Round Up 288, Pestisida 750, Total pengeluaran tunai 46,013, Biaya Diperhitungkan Penyusutan Alat 542, TKDK 1,937, Sewa lahan 9,000, Total biaya diperhitungkan 11,479, Total Biaya 57,493, Analisis Perbandingan Biaya usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO Berdasarkan Tabel 13 diketahui ternyata rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari petani pepaya non SPO. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO adalah Rp ,99

70 52 sedangkan rata rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO adalah Rp Tabel 13. Analisis perbandingan Biaya Usahatani Pepaya SPO dan Non SPO Selama Tiga Tahun (Satu Kali Tanam) Per Hektar. No Pengeluaran Usahatani Metode SPO Metode Non SPO (Rp) (%) (Rp) (%) 1 Biaya Tunai Bibit 1,700, ,700, TKLK 6,315, ,665, PBB 600, , Pupuk Kandang 107,100, ,340, ZA 3,391, ,391, SP36 15,096, ,752, KCL 8,919, ,527, Round Up 288, , Genacyl 384, Pestisida 750, Total Biaya Tunai 143,794, ,013, Biaya Diperhitungkan Penyusutan Alat 542, , TKDK 2,062, ,937, Sewa Lahan 9,000, ,000, Total Biaya Diperhitungkan 11,604, ,479, Total Biaya 155,398, ,493, Tingginya rata rata total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pepaya SPO dikarenakan petani harus mengeluarkan biaya tunai yang lebih besar dari petani pepaya non SPO. Besarnya rata- rata total biaya tersebut adalah dikarenakan petani pepaya SPO menggunakan lebih banyak pupuk organik dan pupuk kimia dari petani pepaya non SPO. Apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan untuk tenaga kerja dalam keluarga maka penyebab besarnya biaya ini adalah karena petani tidak pernah memperhitungkan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. Dampaknya adalah keuntungan yang diterima petani seolah-olah menjadi besar. Sedangkan

71 53 apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan untuk sewa lahan, penyebab besarnya biaya adalah karena petani harus memperhitungkan penggunaan lahan milik sendiri agar pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani diketahui 7.3. Analisis Pendapatan Usahatani Suatu usahatani dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya bernilai positif. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan hasil produksi dengan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa pendapatan petani pepaya SPO atas biaya tunai adalah sebesar Rp ,00, sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp ,67. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh nilai imbangan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C) tunai usahatani pepaya SPO sebesar 3,26 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,- maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,26. Sedangkan R/C total usahatani pepaya SPO sebesar 3,02 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,- maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,02. Berdasarkan analisis tersebut, kedua nilai R/C usahatani pepaya SPO bernilai

72 54 lebih dari satu maka dapat dikatakan bahwa pengusahaan usahatani pepaya tersebut efisien. Tabel 14. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun (Satu Kali Tanam) Per Hektar. No Uraian Jumlah Persentase 1 Produksi (Kg) ,00 2 Harga Satuan (Rp) Grade A (Rp 1750) 156,187, Grade B (Rp 1600) 142,800, Grade C (Rp 1500) 89,250, Grade D (Rp 1350) 80,325, Penerimaan (Rp) ,00 100,00 4 Biaya/Pengeluaran Biaya Tunai ,00 30,69 Biaya Diperhitungkan ,33 2,40 Biaya Total ,33 33,09 5 Pendapatan Pendapatan Tunai (Rp) ,00 69,31 Pendapatan Total (Rp) ,67 66,91 6 R/C Tunai 3,26 7 R/C Total 3, Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya Non SPO Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa pendapatan petani pepaya non SPO atas biaya tunai adalah sebesar Rp ,00. Sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar Rp ,67. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh nilai imbangan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C) tunai usahatani pepaya non SPO sebesar 3,06 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,- maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,06. Sedangkan R/C total usahatani pepaya non SPO sebesar 2,46 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,- maka petani tersebut

73 55 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,46. Berdasarkan analisis tersebut, kedua nilai R/C usahatani pepaya non SPO bernilai lebih dari satu maka dapat dikatakan bahwa pengusahaan usahatani pepaya tersebut efisien. Tabel 15. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun ( Satu Kali Tanam) Per Hektar. No Uraian Jumlah Persentase 1 Produksi (Kg) ,00 2 Harga Satuan (Rp) 1.500,00 Grade A (Rp 1500) 20,808, Grade B (Rp 1500) 34,680, Grade C (Rp 1500) 41,616, Grade D (Rp 1500) 41,616, Penerimaan (Rp) ,00 100,00 4 Biaya/Pengeluaran Biaya Tunai ,00 32,63 Biaya Diperhitungkan ,33 8,02 Biaya Total ,33 40,65 5 Pendapatan Pendapatan Tunai (Rp) ,00 67,37 Pendapatan Total (Rp) ,67 59,35 6 R/C Tunai 3,06 7 R/C Total 2, Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO Berdasarkan Tabel 16 dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya, maka diketahui usahatani pepaya SPO dan non SPO yang dikembangkan oleh petani di desa Pasirgaok pada dasarnya efisien untuk dilakukan. karena memiliki nilai R/C rasio ( atas biya tunai dan atas biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani pepaya baik yang SPO maupun non SPO sama sama menguntungkan.

74 56 Tabel 16. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok Selama Tiga Tahun (Satu Kali Tanam) Per Hektar. No Uraian Metode SPO Metode Non SPO (Rp) (%) (Rp) (%) 1 Produksi (Kg) , ,00 2 Penerimaan (Rp) Grade A 156,187, ,808, Grade B 142,800, ,680, Grade C 89,250, ,616, Grade D 80,325, ,616, Total Penerimaan (Rp) ,00 100, ,00 100,00 4 Biaya/Pengeluaran Biaya Tunai ,00 30, ,00 32,63 Biaya Diperhitungkan ,33 2, ,33 8,02 Biaya Total ,33 33, ,33 40,65 5 Pendapatan Pendapatan Tunai (Rp) ,00 69, ,00 67,37 Pendapatan Total (Rp) ,67 66, ,67 59,35 6 R/C Tunai 3,26 3,06 R/C Total 3,02 2,46 Namun apabila dilihat dari perbandingan R/C rasio atas biaya tunai antara petani pepaya SPO dengan petani pepaya non SPO maka diketahui R/C rasio atas biaya tunai petani pepaya SPO lebih besar dari petani pepaya non SPO, yaitu 3,26 sedangkan petani pepaya non SPO R/C rasionya hanya 3,06. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,26 dan setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,06.

75 57 Apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka diketahui nilai R/C rasio petani pepaya SPO masih lebih besar dari petani pepaya non SPO, yaitu 3,02 sedangkan petani pepaya non SPO hanya 2,46. Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,02, dan setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO akan memberikan penerimaan sebesar Rp 2,46. Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani pepaya SPO tersebut adalah karena penerimaan total petani pepaya SPO lebih besar dari penerimaan total petani pepaya non SPO. Besarnya penerimaan total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan petani pepaya SPO untuk per luasan hektarnya lebih tinggi dari petani pepaya non SPO, yaitu Kg, sedangkan petani pepaya non SPO jumlah produksinya hanya mencapai kg. Apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya petani pepaya SPO memperoleh pendapatan atas biaya total yang lebih tinggi dari petani pepaya non SPO. Adapun pendapatan atas biaya total petani pepaya SPO adalah sebesar Rp ,67. Sedangkan pendapatan atas biaya total untuk petani pepaya non SPO adalah sebesar Rp ,67. Apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya seperti yang tertera pada Tabel 16 maka diketahui usahatani pepaya SPO dan pepaya non SPO yang dikembangkan oleh petani di Desa Pasirgaok pada dasarnya layak untuk diusahakan, karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan atas biaya total) yang lebih besar dari satu. Berdasarkan Tabel 16 nilai

76 58 R/C rasio (atas biaya tunai dan atas biaya total) petani pepaya SPO lebih besar dibandingkan nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan atas biaya total). Hal ini berarti bahwa usahatani pepaya SPO lebih menguntungkan dibandingkan usahatani pepaya non SPO.

77 BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net B/C ratio). Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan ini yaitu : (1) discount rate yang digunakan yaitu 8 persen yang merupakan tingkat suku bunga Bank Indonesia tahun 2007/2008, dan (2) perhitungan pengusahaan dilakukan pada lahan seluas satu hektar Analisis Kelayakan Pengusahaan Pepaya California SPO Hasil perhitungan kelayakan pengusahaan pepaya California berdasarkan SPO dengan kriteria NPV dan net B/C dapat dilihat pada Tabel 17. Dalam Tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari hasil perhitungan dengan discount rate 8 persen diperoleh nilai NPV yang positif pada tahun pertama, ini menunjukkan bahwa penerimaan usahatani pepaya berdasarkan SPO yang diperoleh telah dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Pada tahun kedua dan tahun ketiga NPV tetap bernilai positif, yaitu sebesar ,91 rupiah. Artinya pengusahaan pepaya berdasarkan SPO selama tiga tahun akan mendapatkan keuntungan sebesar ,91 rupiah. Adapun net B/C yaitu sebesar 2,02 yang menunjukkan bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1, akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,02.

78 60 Tabel 17. NVP dan Net B/C Pengusahaan Pepaya California SPO di Desa Pasirgaok dengan Discount Rate 8 Persen No Tahun Pendapatan df (8%) PV 1 I ,67 0, ,54 2 II ,67 0, ,24 3 III ,67 0, ,14 NPV ,91 Net B/C ratio 2,02 Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa NPV yang bernilai positif dan net B/C yang bernilai lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan pepaya berdasarkan SPO layak dilakukan Analisis Kelayakan Pengusahaan Pepaya California Non SPO Hasil perhitungan kelayakan pengusahaan pepaya California non SPO dengan kriteria NPV dan net B/C dapat dilihat pada Tabel 18. Dalam Tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari hasil perhitungan dengan discount rate 8 persen diperoleh nilai NPV yang negative pada tahun pertama, ini menunjukkan bahwa penerimaan usahatani pepaya non SPO yang diperoleh belum dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Pada tahun kedua dan tahun ketiga nilai NPV berubah positif, yaitu sebesar Rp ,61. Artinya pengusahaan pepaya berdasarkan SPO selama tiga tahun akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp ,61. Adapun net B/C yaitu sebesar 1,46 yang menunjukkan bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1, akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1,46.

79 61 Tabel 18. NVP dan Net B/C Pengusahaan Pepaya California SPO di Desa Pasirgaok dengan Discount Rate 8 Persen No Tahun Pendapatan df (8%) PV 1 I ( ,33) 0,926 ( ,26) 2 II ,67 0, ,74 3 III ,67 0, ,14 NPV ,61 Net B/C ratio 1,46 Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa nilai-nilai tersebut memenuhi kriteria kelayakan yaitu NPV yang bernilai positif dan net B/C yang lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria tersebut pengusahaan pepaya non SPO layak dilakukan Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Pepaya California SPO dan Non SPO Berdasarkan Tabel 19 nilai NPV pengusahaan pepaya California SPO di Desa pasirgaok selama tiga tahun bernilai Rp ,91. Sementara nilai NPV pepaya California non SPO selama tiga tahun bernilai Rp ,61 Nilai net B/C rasio pepaya California SPO lebih besar dibandingkan dengan nilai net B/C rasio pepaya California non SPO. Nilai net B/C rasio pepaya California SPO adalah sebesar 2,02, sementara nilai net B/C rasio pepaya California non SPO adalah sebesar 1,46.

80 62 Tabel 19. NPV dan net B/C pengusahaan pepaya California SPO dan Non SPO dengan Discount Rate 8 Persen No Tahun SPO Non SPO Pendapatan df (8%) PV pendapatan df (8%) PV 1 I ,67 0, ,54 ( ,33) 0,926 ( ,26) 2 II ,67 0, , ,67 0, ,74 3 III ,67 0, , ,67 0, ,14 NPV ,91 NPV ,61 Net B/C 2,02 1, Analisis Sensitivitas Berdasarkan analisis kelayakan diatas dengan kriteria NPV dan net B/C rasio diketahui bahwa pengusahaan pepaya California baik SPO dan non SPO layak dilaksanakan. Namun untuk melihat tingkat kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Pada penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas terhadap penurunan tingkat harga pepaya California sebesar 12 persen dan 25 persen serta penurunan tingkat produktivitas pepaya California sebesar 10 persen dan 20 persen yang didasarkan pada keterangan dari para petani responden mengenai fluktuasi harga yang diterima petani dan jumlah produksi yang dihasilkan.

81 Analisis Sensitivitas Pepaya California SPO Pada Tabel 20 tersebut dapat dilihat bahwa perubahan harga output dan produktivitas pepaya akan menimbulkan perubahan yang cukup berarti terhadap nilai NPV dan net B/C. Pada kondisi awal (0 persen) NPV sebesar ,91 dan net B/C 2,02, kondisi ini dinyatakan layak. Kondisi masih tetap layak bila harga harga turun 20 dan 25 persen sementara produktivitasnya tetap, demikian pula apabila produktivitasnya turun sebesar 10 dan 20 persen sementara harga outputnya tetap. Hal ini dapat dilihat dari NPV yang positif dan net B/C yang lebih dari satu. Kondisi ini masih tetap layak pada saat harga turun 20 persen sementara produktivitas turun 10 persen, demikian pula bila harga turun 25 persen sementara produktivitas turun 15 persen. Tabel 20. Matriks Analisis Sensitivitas Pengusahaan Pepaya California SPO dengan Discount rate 8 Persen. Harga Produktivitas Output 0% -10% -15% 0% a ,91 a ,41 a ,91 b. 2,02 b. 1,94 b. 1,77-20% a ,41 a ,41 a ,76 b. 1,61 b. 1,35 b.1,22-25% a ,91 a ,41 a ,03 b. 1,45 b. 1,20 b. 1,08 Pada penurunan harga output turun sebesar 20 persen sementara produktivitas tetap NPV yang diperoleh yaitu sebesar ,41 dengan net B/C 1,61. Pada saat harga output turun 25 persen sementara produktivitas tetap NPV yang diperoleh sebesar ,91 dan net B/C 1,45. Pada saat produktivitas turun 10 dan 15 persen sementara harga tetap NPV yang diperoleh yaitu ,41 dan ,91 serta net B/C masing-masing sebesar 1,94 dan 1,77. Demikian halnya apabila harga

82 64 turun 20 persen sementara produktivitas turun 10 dan 15 persen NPV yang diperoleh masing-masing yaitu ,41 dan ,76 serta net B/C 1,35 dan 1,22. Pada saat harga turun 25 persen bersamaan dengan turunnya produktivitas sebesar 10 dan 15 persen, dalam Tabel 20 terlihat bahwa NPV nya masing-masing menjadi ,41 dan ,03 serta net B/C 1,20 dan 1,08. Ini berarti berdasarkan kriteria NPV dan net B/C dengan discount rate 8 persen, pengusahaan pepaya california berdasarkan SPO masih layak dilakukan pada kondisi kondisi perubahan tersebut Analisis Sensitivitas Pepaya California Non SPO Pada Tabel 21 tersebut dapat dilihat bahwa perubahan harga output dan produktivitas pepaya akan menimbulkan perubahan yang cukup berarti terhadap nilai NPV dan net B/C. Pada kondisi awal (0 persen) NPV sebesar ,61 dan net B/C 1,46, kondisi ini dinyatakan layak. Kondisi masih tetap layak bila produktivitas turun 10 persen sementara harga output tetap, hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yaitu sebesar ,61 dan net B/C 1,24. Tabel 21. Matriks Analisis Pengusahaan Pepaya California Non SPO dengan Discount Rate 8 Persen Harga Produktivitas Output 0% -10% -15% 0% a ,61 a ,61 a ,61 b. 1,46 b.1,24 b.0,85-20% a ,61 a ,61 a ,61 b. 0,97 b. 0,79 b. 0,48-25% a ,61 a ,61 a ,61 b. 0,85 b. 0,68 b. 0,38 Pada penurunan harga output turun sebesar 20 persen sementara produktivitas tetap NPV yang diperoleh yaitu sebesar ,41 dengan net B/C 1,61. Pada saat

83 65 harga output turun 25 persen sementara produktivitas tetap NPV yang diperoleh sebesar ,91 dan net B/C 1,45. Pada saat produktivitas turun 10 dan 15 persen sementara harga tetap NPV yang diperoleh yaitu ,41 dan ,91 serta net B/C masing-masing sebesar 1,94 dan 1,77. Demikian halnya apabila harga turun 20 persen sementara produktivitas turun 10 dan 15 persen NPV yang diperoleh masing-masing yaitu ,41 dan ,76 serta net B/C 1,35 dan 1,22. Pada saat harga turun 25 persen bersamaan dengan turunnya produktivitas sebesar 10 dan 15 persen, dalam Tabel 21 terlihat bahwa NPV nya masing-masing menjadi ,41 dan ,03 serta net B/C 1,20 dan 1,08. Ini berarti berdasarkan kriteria NPV dan net B/C dengan discount rate 8 persen, pengusahaan pepaya california berdasarkan SPO masih layak dilakukan pada kondisi kondisi perubahan tersebut. Namun demikian hal sebaliknya akan terjadi apabila harga output turun sebesar 20 dan 25 persen. Dalam tabel terlihat bahwa NPV masing-masing menjadi ,61 dan ,61 sementara net B/C masing-masing menjadi 0,97 dan 0,85 (di bawah satu). Hal yang sama akan terjadi apabila harga turun 20 persen bersamaan dengan turunnya produktivitas sebesar 10 dan 15 persen, dimana NPV nya menjadi ,61 dan ,61 dan net B/C turun di bawah satu (0,79 dan 0,48). Demikian pula tentunya apabila harga pepaya turun hingga 25 persen bersamaan dengan turunnya produktivitas sebesar 10 dan 15 persen, Masing-masing NPV yang dihasilkan menjadi ,61 dan ,61 serta net B/C masing-masing menjadi 0,68

84 66 dan 0,38. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi-kondisi tersebut pepaya California non SPO tidak layak diusahakan.

85 BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok dan individu mendapatkan apa yang mereka inginkan dan butuhkan dengan cara menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Suatu kegiatan usahatani dapat dikatakan berhasil apabila produk tersebut dapat diterima oleh pasar. Oleh sebab itu maka analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis lembaga pemasaran, fungsi pemasaran, saluran pemasaran, margin pemasaran, efisiensi pemasaran, dan struktur pasar Analisis Lembaga Pemasaran dan Fungsi Pemasaran analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pepaya SPO Lembaga pemasaran adalah individu atau kelompok yang melakukan fungsi pemasaran. Setiap proses yang terjadi pada setiap lembaga menggambarkan fungsi dari lembaga tersebut pada proses pemasaran. Adapun lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran pepaya SPO dan fungsi pemasarannya adalah sebagai berikut : 1. Petani Petani merupakan produsen yang memproduksi pepaya. Sebagai produsen pepaya, petani juga mempunyai peran dalam melakukan fungsi pemasaran. Dalam penelitian ini petani hanya melakukan fungsi penjualan, fungsi penjualan dilakukan oleh petani dalam bentuk perpindahan kepemilikan dari petani kepada rantai pemasaran yang berikutnya. Kegiatan pemanenan dilakukan pada hari rabu

86 68 dan minggu. Petani juga melakukan fungsi informasi pasar, fungsi informasi pasar di sini maksudnya adalah usaha yang dilakukan oleh petani untuk mencari tahu perkembangan harga pasar dari pengusaha mitra, pedagang pengumpul atau dari pihak lain. 2. Pengusaha mitra Pengusaha mitra melakukan semua fungsi pemasaran, seperti yang terlihat pada Tabel 12. Fungsi penjualan tentunya dilakukan oleh pengusaha mitra dalam kaitannya dengan perpindahan kepemilikan kepada pedagang pengecer atau agen. Sedangkan fungsi pembelian adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha mitra untuk memiliki barang tersebut dari produsen/petani, karena pengusaha mitra tidak menghasilkan sendiri komoditi tersebut. Biasanya petani menjual pepaya dengan kondisi yang belum dibersihkan dan terdiri dari berbagai ukuran dan tingkat kematangan, oleh karena itu pengusaha mitra perlu melakukan melakukan fungsi pembersihan dan sortasi. Fungsi sortasi bertujuan untuk memisahkan pepaya berdasarkan ukuran dan tingkat kematangannya sehingga memudahkan pada saat pemasaran. Fungsi pembersihan ini akan mendukung fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan dilakukan oleh pengusaha mitra untuk mengatasi fluktuasi produksi pepaya. Fungsi penyimpanan ini juga tidak dapat berlangsung terlalu lama karena pepaya mempunyai keterbatasan daya tahan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pengusaha mitra adalah membawa pepaya dari kebun petani ke gudang penyimpan kemudian membawa pepaya tersebut ke pedagang pengeser atau agen. Selain itu pengusaha mitra juga mencari informasi harga yang berlaku di

87 69 pasar sehingga dengan sendirinya pengusaha mitra juga melakukan fungsi informasi pasar 3. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer disini adalah supermarket, toko buah serta agen. Pedagang pengecer juga melakukan beberapa fungsi sekaligus antara lain fungsi penjualan, pembelian, penyimpanan, pengangkutan, serta informasi pasar. Fungsi penjualan yang dilakukaan oleh pedagang pengecer merupakan kegiatan perpindahan kepemilikan kepada rantai pemasaran terakhir yaitu konsumen. Pedagang pengecer juga tidak menghasilkan sendiri komoditi yang dijualnya, sehingga mereka perlu melakukan fungsi pembelian dari mata rantai pemasaran sebelumnya yaitu pengusaha mitra. Seringkali buah pepaya tidak habis terjual pada satu periode tertentu sehingga pedagang pengecer perlu melakukan fungsi penyimpanan. Fungsi pengangkutan tidak semua dilakukan oleh pedagang pengecer, hanya oleh agen/supplier buah saja. Supermarket dan took buah tidak perlu melakukannya karena fungsi itu sudah dilakukan oleh pengusaha mitra. Fungsi informasi pasar juga dilakukan oleh para pedagang pengecer untuk mengetahui perkembangan harga, lumlah permintaan konsumen, kualitas yang diinginkan dan sebagainya Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pepaya Non SPO 1. Petani Pada tingkat petani, fungsi pemasaran yang dilakukan adalah fungsi pertukaran yaitu penjualan, dan informasi pasar yaitu mengenai informasi tentang

88 70 harga pepaya di pasar. Pedagang pengumpul dalam hal ini tengkulak dating langsung ke lokasi penanaman untuk membeli. 2. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul membeli langsung pepaya dari petani dengan mendatangi langsung ke rumah maupun ke kebun petani. Kegiatan fisik seperti pembersihan, sortasi, pengangkutan dan bongkar muat dilakukan oleh pedagang pengumpul. Pepaya kemudian diantar langsung ke pasar tujuan seperti Pasar Anyar, Pasar Bogor, dan Pasar keramat jati Jakarta ataupun ke toko-toko buah. 3. Pedagang Pengecer Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi fisik yang dilakukan berupa pengangkutan. Proses pembayaran dari pedagang pengumpul kepada petani dan dari pedagang pengecer kepada pedagang pengumpul dilakukan secara tunai. Pembayaran dilakukan langsung pada saat terjadinya pertukaran. Secara ringkas fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap pelaku pasar dapat dilihat pada Tabel 22.

89 71 Tabel 22. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Pelaku Pemasaran No Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran Pepaya SPO Pepaya non SPO Fungsi Pertukaran a. Fungsi Pembelian ν b. Fungsi Penjualan 2 Fungsi Fisik a. Fungsi Pengangkutan b. Fungsi Penyimpanan c. Fungsi Pengemasan 3 Fungsi Fasilitas a. Fungsi Sortasi b. Fungsi Grading c. Fungsi Penanggungan resiko d. Fungsi Informasi Pasar Sumber : Data Primer Ket : 1. petani 2. Pengusaha mitra/pedagang pengumpul 3. Pedagang pengecer 9.2. Analisis Saluran Pemasaran Analisis Saluran Pemasaran Pepaya SPO Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian, saluran pemasaran pepaya SPO terdiri dari dua saluran. Supermarket & toko buah Pola 1 Petani Pengusaha Mitra Konsumen Agen/supliyer Pola 2 Gambar 3. Saluran Saluran Pemasaran pepaya SPO. Gambar 3 menginformasikan, saluran pemasaran pepaya SPO di desa Pasirgaok. petani pepaya yang telah menerapkan SPO pada umumnya adalah

90 72 petani yang tergabung dalam kelompok tani yang bermitra dengan pengusaha lokal sehingga petani menjual semua hasil panennya kepada pengusaha mitra. Pada saluran satu petani menjual pepaya kepada pengusaha mitra, kemudian pengusaha mitra menjual kembali pepaya yang diperoleh dari petani kepada pedagang pengecer. Pada saluran ini pedagang pengecer terdiri dari dua jenis pengecer yaitu supermarket dan toko buah. Supermarket dan toko tersebut adalah Hero, Carefour, Jogja, Superindo,Toko buah Bahagia, toko buah Papaho. Pengusaha mitra mengantar langsung pepaya kepada pengecer sesuai dengan jumlah dan ukuran grade yang diminta, kemudian konsumen langsung membeli pepaya dari pengecer tersebut Saluran ke dua petani menjual pepaya kepada pengusaha mitra yang kemudian disalurkan kembali pada supplier buah yang mendistribusikan kembali pepaya ke supermarket ataupun toko toko buah yang berada di Jakarta Analisis Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat tiga saluran pemasaran yang terjadi. Saluran pemasaran ini menggambarkan bagaimana alur proses produk sampai ketangan konsumen akhir. Saluran pemasaran yang terjadi terdiri dari tiga saluran. Saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

91 73 Pedagang Pengecer Pola 1 Petani Pedagang Pengumpul Super market & toko buah Pola 2 Pola 3 Konsumen Gambar 4. Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Di Desa pasirgaok. Saluran pemasaran pertama, petani menjual pepaya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual pepaya yang di beli dari petani kepada pedagang pengecer, pedagang pengecer ini adalah pedagang yang menjual pepaya langsung pada konsumen di pasar tradisional. Pedagang ini adalah pedagang pengecer yang berjualan di pasar Anyar, pasar Bogor dan pasar Keramat jati Jakarta. Saluran pemasaran ke dua petani menjual pepaya kepada pedagang pengumpul, kemudian menjual kembali kepada supermarket atau toko buah yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir. Saluran pemasaran ke tiga petani langsung menjual hasil panennya kepada konsumen. Konsumen tersebut adalah konsumen yang secara khusus datang ke lokasi kebun atau kepada penduduk di sekitar kebun Analisis Marjin Pemasaran. Analisis marjin pemasaran digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran Pepaya. Marjin pemasaran adalah

92 74 penjumlahan dari seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran selama proses penyaluran pepaya dari satu pelaku pemasaran ke pelaku lainnya Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin pemasaran juga merupakan imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran yang dilalui dan pada akhirnya didistribusikan oleh pedagang pengecer ke tingkat konsumen akhir Analisis Marjin Pemasaran Pepaya SPO Berdasarkan Tabel 23, untuk komoditi pepaya SPO terjadi dua pola saluran pemasaran. farmer s Share yang diperoleh petani pada saluran I adalah sebesar 23,85 persen, sedangkan farmer s Share pada saluran II adalah sebesar 34,44 persen. Marjin yang diperoleh pengusaha mitra pada saluran I adalah sebesar Rp 2.951,00 yaitu setara dengan 45,38 persen, sedangkan untuk pedagang pengecer marjin pemasaran yang diterima adalah sebesar Rp 2000 atau 30,77 persen. Saluran II menunjukkan marjin pemasaran yang diterima oleh pengusaha mitra adalah sebesar Rp 1.950,00 atau sebesar 43,33 persen

93 75 Tabel 23. Marjin Pemasaran Pepaya SPO Per Kg Saluran I Saluran II Uraian Rp/Kg % Rp/kg % Petani a. Biaya Produksi b. Keuntungan c. Harga jual/farmer s Share Pengusaha Mitra a. Harga Beli b. Biaya pembersihan dan Sortasi c. Biaya pemetikan dan bongkar muat d. Biaya transportasi e. Biaya Retribusi f. Biaya Penyimpanan g. Biaya Pengemasan dan Pelabelan h. Biaya penyusutan i. Keuntungan j. Marjin Pemasaran k. Harga Jual Pengecer (Supermarket&Toko Buah) a. Harga Beli b. Biaya Penyimpanan c. Biaya Penyusutan d. Keuntungan e. Marjin Pemasaran f. Harga Jual Agen a.harga Beli b. Biaya transportasi c. Biaya Retribusi d. Biaya Penyimpanan e. Biaya penyusutan f. Keuntungan g. Marjin Pemasaran h. Harga Jual Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Efisiensi (π/c) Apabila dilihat per pola pemasarannya maka berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa biaya pemasaran paling besar untuk pola pemasaran I dan II terdapat pada lembaga pemasaran pengusaha mitra, yaitu sebesar Rp 835,10 atau

94 76 12,85 persen dari harga eceran untuk pola I, dan Rp 980,00 atau 21,78 persen dari harga eceran untuk pola II. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pengusaha mitra) dikarenakan aktivitas fungsi fisik yang dilakukan oleh lembaga pemasaran tersebut lebih banyak dari lembaga pemasaran lain. Sedangkan pada pedagang pengecer, diketahui ternyata biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer pola dan II lebih kecil dari lembaga pemasaran pengusaha mitra. Hal ini terjadi karena pada lembaga pemasaran tersebut tidak melakukan aktivitas fungsi fisik. Apabila pola I dibandingkan dengan pola II maka diketahui, pola I mempunyai nilai total marjin yang lebih besar dari pola II. Tingginya nilai total marjin pada pola I bukan disebabkan oleh banyaknya nlembaga pemasaran yang terlibat tetapi disebabkan oleh adanya perbedaan segmen pasar Pada penelitian ini efisiensi pemasaran diukur berdasarkan rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya (π/c). Berdasarkan nilai π/c diketahui bahwa pola pemasaran I memiliki nilai π/c yang lebih tinggi dari nilaiπ/c pada pola II. Adapun nilai π/c tersebut adalah 6.12 untuk pola I dan 3.03 untuk pola II, hal ini berarti bahwa pola pemasaran I lebih efisien dalam mnyalurkan produknya bila dibandingkan pola lain Analisis Marjin Pemasaran Pepaya Non SPO Berdasarkan Tabel 24, untuk komoditi pepaya non SPO terjadi tiga pola saluran pemasaran. Apabila dilihat per pola pemasarannya maka berdasarkan tabel 22 diketahui bahwa biaya pemasaran paling besar untuk pola pemasaran I

95 77 dan II terdapat pada lembaga pemasaran pedangang pengumpul, yaitu sebesar Rp 2152,13 atau 47,83 persen dari harga eceran untuk pola I, dan Rp 2082,13 atau 32,03 persen dari harga eceran untuk pola II, sedangkan pada pola III petani langsung menjual hasil panenya pada konsumen sehingga pada pola ini tidak terdapat pedagang pengumpul ataupun pedagang pengecer. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedangang pengumpul) dikarenakan aktivitas fungsi fisik yang dilakukan oleh lembaga pemasaran tersebut lebih banyak dari lembaga pemasaran lain. Sedangkan pada pedagang pengecer, diketahui ternyata biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pedagang pengecer pola I dan II lebih kecil dari lembaga pemasaran pedangang pengumpul. Hal ini terjadi karena pada lembaga pemasaran tersebut tidak melakukan aktivitas fungsi fisik. Apabila pola I dibandingkan dengan pola II maka diketahui, pola II mempunyai nilai total marjin yang lebih besar dari pola I. Tingginya nilai total marjin pada pola II bukan disebabkan oleh banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat tetapi disebabkan oleh adanya perbedaan segmen pasar Pada penelitian ini efisiensi pemasaran diukur berdasarkan rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya (π/c). Berdasarkan nilai π/c diketahui bahwa pola pemasaran III memiliki nilai π/c yang lebih tinggi dari nilaiπ/c pada pola I dan pola II. Adapun nilai π/c tersebut adalah 3,01 untuk pola I dan 6,22 untuk pola II, dan 31,56 untuk pola III. Untuk, petani saluran tiga merupakan pilihan yang paling menguntungkan karena bagian harga yang diterima petani pada saluran tersebut paling besar, tetapi saluran tiga kurang strategis untuk dipilih karena jumlah penjualan yang terbatas.

96 78 Jarang sekali ada konsumen yang membeli pepaya secara langsung kepada petani sehingga secara kuantitas saluran tiga memiliki volume jual yang rendah. Maka dari itu pola pemasaran II lebih menguntungkan buat petani. Tabel 24. Marjin Pemasaran Pepaya Non SPO Per Kg Uraian Pola I Pola II Pola III Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Petani a. Biaya Produksi b. Biaya pemetikan dan pembersihan 50,00 1,67 c. Keuntungan d. Harga jual/ farmer s Share Pedagang Pengumpul a. Harga Beli b. Biaya pembersihan dan Sortasi c. Biaya pemetikan dan bongkar muat d. Biaya transportasi e. Biaya Retribusi f. Biaya Penyimpanan g. Biaya Pengemasan h. Keuntungan i. Marjin Pemasaran j. Harga Jual Pengecer di Pasar Tradisional a. Harga Beli b. Biaya Penyimpanan c. Biaya Transportasi d. Biaya Retribusi e. Biaya Penyusutan f. Keuntungan g. Marjin Pemasaran h. Harga Jual Pengecer (supermarket&toko Buah) a.harga Beli b Biaya Penyimpanan c. Biaya penyusutan d. Keuntungan e. Marjin Pemasaran f. Harga Jual Total Biaya ,00 1,67 Total Keuntungan ,87 52,60 Total Marjin Efisiensi (π/c) 3,01 6,22 31,56

97 Analisis Struktur Pemasaran Secara sederhana struktur pasar dapat dibedakan atas pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Keadaan struktur pasar dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk dan kebebasan keluar masuk pasar, sumber informasi dan penentuan harga baik dilihat dari sisi penjual maupun dari sisi pembeli. 1. Jumlah Lembaga Pasar yang terjadi antara petani pepaya California dengan pedagan pengecer jika dilihat dari sisi penjual menunjukan kecenderungan pasar monopssoni. Harga produk yang terjadi pada umumnya terbentuk di pasar, karena terjadiya kesepakatan antara petani dan pedagang pengumpul dan juga selanjutnya antara pedagang pengumpul dan pedangan. Pembentukan harga ini juga dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau keadaaan yang sedang terjadi. 2. Penentuan Harga Pada dasarnya pepaya California, penentuan harga antara petani dan pedagang pengumpul dilakukan atas kesepakatan bersama, tentu saja disesuaikan dengan kondisi pasar yang sedang terjadi. Biasanya apabila sedang musim panen dan jumlah panen berlimpah harga produk dipasar turun. Petani dalam hal ini tidak bisa menentukan harga yang disesuaikan dengan biaya yang telah dikeluarkannya. Oleh sebab itu ada saatnya petani mendapatkan marjin yang kecil dan keuntungan yang sedikit bahkan dapat mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena petani tidak memiliki kekuatan tawar. 3. Keadaan Produk

98 80 Pepaya merupakan produk pertanian yang harus dipasarkan dalam bentuk segar. Pada pertanian buah pepaya California, pepaya yang dipanen tidak mengalami perubahan bentuk. Namun untuk menjaga kesegaran buah, penanganan saat panen dan pasca panen dilakukan sangat hati-hati. Luka dan cacat dihindari saat panen. Selain itu sortir dan grading terhadap produk dilakukan untuk memisahkan produk yang bermutu A atau B. Untuk pasar swalayan buah pepaya dikemas dan diberi logo perusahaan. Penanganan pasca panen buah pepaya California, biasanya dilakukan oleh pengusaha mitra atau pedagang pengumpul. Hasil panen yang dibeli dari petani dicuci kemudian dikeringkan dengan cara meletakkan dalam keranjang atau container yang berlubang. Setelah itu langsung dibawa untuk dijual kepada lembaga selanjutnya. 4. Kebebasan Keluar Masuk Pasar Kebebasan keluar masuk pasar dilihat dari tinggi rendahnya modal dibutuhkan dan kerjasama antar lembaga. Pada petani buah pepaya California SPO memiliki hambatan untuk keluar masuk pasar lebih besar dibandingkan dengan pepaya California tanpa menerapkan SPO. Petani pepaya california dengan SPO memerlukan modal yang cukup besar untuk melakukan usaha tani sebab biaya untuk pengolahan, pemeliharaan dan menjaga kesinambungan usaha tani cukup besar. Hambatan untuk keluar masuk pada pedagang pengumpul dan pengecer untuk buah pepaya California dengan SPO dan tanpa SPO cukup besar, sebab selain dibutuhkan modal yang besar lembaga pemasaran ini dituntut untuk memiliki relasi yang luas serta pengalaman.

99 81 5. Sumber Informasi Petani umumnya mengetahui harga pepaya dari pedangang pengumpul, pedangang pengecer, serta penyuluh pertanian. Pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dapat dijadikan sumber informasi yang baik untuk petani pepaya California dengan menerapkan SPO maupun tanpa SPO, sebab lembaga ini merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan pasar setiap hari.

100 82 BAB X KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian usahatani dan pemasaran pepaya SPO yang dibandingkan dengan usahatani dan pemasaran pepaya non SPO, maka disimpulkan : 1. Sistem usahatani pepaya SPO yang sedang dikembangkan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok Kecamatan Rancabungur secara umum kegiatannya sama dengan sistem usahatani pepaya non SPO. Perbedaannya hanya terletak pada input yang digunakannya saja, yaitu pupuk dan obat-obatan. 2. Persentase pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO 3. Apabila ditinjau dari persentase pendapatan atas biaya total, usahatani pepaya SPO yang dikembangkan oleh petani dapat meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih tinggi dari pendapatan petani pepaya non SPO. 4. Nilai NPV pengusahaan pepaya California SPO di desa Pasirgaok selama tiga tahun bernilai Rp ,91, sementara nilai NPV pepaya California non SPO selama tiga tahun bernilai Rp , Nilai net B/C rasio pepaya California SPO lebih besar dibandingkan dengan nilai net B/C rasio pepaya California non SPO. Nilai net B/C rasio pepaya California SPO adalah sebesar 2,02, sementara nilai net B/C rasio pepaya California non SPO adalah sebesar 1,46.

101 83 6. Apabila harga pepaya SPO turun 20 dan 25 persen sementara produktivitas turun 10 dan 15 persen. Pengusahaan pepaya masih layak untuk dilakukan karena NPV bernilai positif serta net B/C bernilai lebih dari satu. 7. Pepaya non SPO apabila produktivitas turun 10 persen sementara harga pepaya tetap, pengusahaan pepaya masih layak untuk diusahakan. Namun apabila produktivitas turun 15 persen sementara harga tetap, harga pepaya turun 20 dan 25 persen sementara produktivitas turun 10 dan 15 persen pengusahaan pepaya tidak layak untuk dilakukan karena walaupun NPV bernilai positif tetapi net B/C bernilai kurang dari satu 8. Apabila dilihat dari efisiensi pemasarannya maka pola pemasaran pepaya SPO lebih efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran pepaya non SPO. Hal ini dilihat dari besarnya nilai π/c yang diperoleh pola pemasaran pepaya SPO Saran Perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok, kecamatan Rancabungur telah membawa perubahan yang positif kepada tingkat pendapatan atas biaya total petani. Oleh karena itu sebaiknya perubahan sistem usahatani ini dapat dipertahankan oleh petani pepaya setempat. Untuk menerapkan SPO diperlukan adanya biaya tambahan yang harus petani keluarkan. Saat ini permasalahan yang dihadapi oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok adalah masalah permodalan, maka dari itu sebaiknya pemerintah memberikan bantuan berupa kredit usahatani bagi para petani.

102 84 Perlu adanya upaya dari Dinas Pertanian untuk menginformasikan kepada petani bahwa dengan menerapkan SPO dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejateraan petani itu sendiri. Selain itu untuk memperlancar petani dalam pengembangan sistem usahatani pepaya di Desa Pasirgaok, maka sebaiknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani dapat dilengkapi. Contohnya saja saluran irigasi dan sarana transportasi yang belum memadai. Selain itu kemandirian dan kemampuan petani dalam membuat input (pupuk dan pestisida) perlu ditingkatkan lagi sehingga ketergantungan petani terhadap orang lain dapat dikurangi. Oleh karena itu penyuluhan dari pemerintah (Dinas Pertanian) terhadap petani harus lebih ditingkatkan lagi.

103 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di Indonesia tahun 2005.Jakarta. Dahl, DC dan Hammond, J Market and Price Analysis The Agricultural Industries. Mc. Graw-Hill Inc. New York. Departemen Pertanian Perkembangan Produksi Beberapa Buah Unggulan Indonesia Tahun Jakarta. Dinas Pertanian kabupaten Bogor Standar Prosedur Operasional Pepaya Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Hortikultura Direktorat Tanaman Buah. Departemen Pertanian. Vademekum Pepaya (Carica Papaya) Survey Pertanian Produksi Tanaman Pangan dan Buah-buahan di Indonesia. Jakarta. Ernawati Analisis Pemasaran Buah Durian Simas dan Matahari. Kasus Pada Desa Rancamaya, Kecamatan Bogor selatan dan Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu social Ekonomi Pertanian. Fakultas pertanian. IPB. Bogor. Kadariah Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit FEUI. jakarta Hernanto, F Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kallie, M, B Bertanam Pepaya. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kasmir, S.E.,MM. dan Jakfar, S.E.,MM Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Kottler, P Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prehallindo. Jakarta. Limbong, W, M. Dan P. Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan kuliah Jurusan Ilmu Ilmu sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor. Mubyarto Pengantar ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta.

104 Permana, L Analisis Keunggulan kompetitif Dan Komparatif Buah Pepaya (Kasus di desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, dan desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Skripsi Program studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Prtanian. IPB. Bogor. Prestiani Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah Buahan Unggulan di Kabupaten serang.skripsi Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. FakultasPertanian. IPB. Bogor. Rukmana, Rahmat Pepaya, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Saefuddin, A.M Dasar Dasar Pemasaran. Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soeharjo, A. dan Patong, D Sendi Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan social Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soekartawi, Soeharjo, Dillon, dan Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Tjakrawiralaksana, A Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi. Penerbit IPB. Bogor. Yuntini, T Analisis Usahatani Komoditas Pepaya di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

105 MAKALAH SEMINAR Judul : Analisis Usahatani Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Pemrasaran/NRP : Artati widianingsih/ A Dosen Pembimbing : Ir. Yayah. K. Wagiono. MEc Pembahas/ NRP : Suci Mariah Ratnasari / A Hari/Tanggal : Kamis / 27 Desember 2007 Tempat/ Waktu : Ekstensi / Wib. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditas buah-buahan tropis yang memiliki prospek pengembangan yang cukup baik, karena papaya merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup diminati oleh konsumen baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebagai buah meja papaya memang sudah taka sing lagi,disamping citarasa buah papaya yang manis dan menyegarkan juga mengandung gizi yang tinggi dan lengkap. Kegunaan papaya cukup beragam dan hamper semua bagian papaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Daun mudanya dapat digunakan sebagai lalapan, bahan baku obat tradisional, selain itu getah papaya yang mengandung enzim papain juga dapat diolah menjadi produk perdagangan yang banyak digunakan dalam berbagai industri makanan, minuman, dan industri farmasi. Sedangkan buahnya selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Salah satu sentra produksi papaya di propinsi Jawa Barat adalah kabupaten Bogor. Keadaan agroklimat di daerah tersebut sangat cocok untuk tanaman pepaya 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian no 61/Permentan/OT.160/II/2006. Tanggal 28 november 2006(untuk tanaman Buah-buahan) untuk peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk hortikultura yang baik dan tepat diperlukan adanya pedoman penyusunan prosedur kerja budidaya serta penanganan pasca panen atau Standar Prosedur Operasional (SPO). Dengan menerapkan SPO diharapkan dapat (1) meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman hortikultura, (2) meningkatkan mutu hasil hortikultura termasuk keamanan mengkonsumsi khususnya buah-buahan, (3) meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional, (4) memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. Berdasarkan hasil survey lapangan dengan petani papaya di Desa Pasirgaok,Kecamatan Rancabungur,yang merupakan daerah sentra papaya California. Permasalahan yang dihadapi adal;ah sebagian besar petani papaya tidak mau menerapkan SPO karena dengan teknik budidaya yang kini diterapkan, para petani telah dapat bmenghasilkan pendapatan usahatani yang relative memadai untuk ukuran petani saat ini. Mengacu pada perumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut : (1) Seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh petani yang telah menerapkan SPO dibandingkan dengan pendapatan petani yang belum menerapkan SPO, (2) bagaimana system pemasaran yang dijalankan dan pengaruhnya terhadap pendapatan petani Tujuan penelitian Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis sisten usahatani dan pendapatan usahatani papaya yang telah menerapkan SPO 2. Menganalisis system usahatani dan pendapatan usahatani papaya yang belum menerapkan SPO 3. Menganalisi sistem pemasaran pepaya SPO dibandingkan dengan sistem pemasaran pepaya Non SPO

106 1.4. Kegunaan Penelitian 1.Sebagai masukan bagi petani dalam melakukan perubahan sistem usahatani 2. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejateraan petani. 3. sebagai referensi untuk bahan literatur bagi penelitian selanjutnya. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelaut-pelaut bangsa Portugis pada abad ke 16 tanaman ini tersebar sampai ke Afrika, Asia serta daerah lainnya. Pada abad ke 17 pepaya menjadi popular dan tersebar luas di kepulauan Hawaii dan pulau lainnya di Lautan Fasifik. Tanaman pepaya banyak ditanam orang abik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di pegunungan (sampai 1000m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja yang bermutu dan bergizi tinggi. 2.2 Standar Prosedur Operasional (SPO) Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan uraian tentang tahapan proses pekerjaan yang terdiri dari serangkaian atau beberapa kegiatan yang melibatkan fungsi. Manfaat dengan adanya SPO adalah dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengawasan pada setiap kegiatan, dan dsasr pelaksanaan audit internal maupun eksternal. 2.3 Studi Penelitian Terdahulu Studi Tentang Tanaman Pepaya Penelitian tentang pepaya dilakukan oleh Tika (2000)btentang analisis usahatani komoditas pepaya di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Jawa Barat. Dengan menggunakan analisis terhadap manfaat bersih tambahan dengan ukuran kriteria yang digunakan yaitu NPV dan net B/C. Dari hasil perhitungan NPV yang bernilai positif ( ,17 rupiah) dan net B/C bernilai labih dari satu (2.18) sehingga memenuhi kriteria kelayakan. Penelitian tentang pepaya dilakukan oleh Tuti (2005) tentang Analisis Preferensi Konsumen Rumah Tangga Dan Katering Terhadap Buah Pepaya Dan Implikasinya pada segmentasi Pasar di Bogor. Dengan menggunakan analisis konjoin, menunjukkan bahwa konsumen rumah tangga di pasar tradisional dan modern menyukai pepaya bangkok. Atribut pepaya yang diinginkan berukuran besar,berbentuk lonjong,berasa manis legit dan berkulit pepaya hijau kekuningan. Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2007) tentang Analisis Daya Saing Pepaya (Kasus di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja & Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Dengan menggunakan matrik PAM,diketahui untuk pengusahaan pepaya di Desa Nagrak untuk perbandingan pepaya lokal mempunyai nilai PP Rp 378,71/Kg dan PS Rp 695,47/Kg, nilai PCR 0,56 (PCR<1) dan nilai DRC 0,39 (DRC<1). Untuk perbandingan dengan pepaya impor mempunyai nilai PP Rp 378,31/Kg dan PS Rp 1.632,78/Kg,sedangkan nilai PCR0,56 (PCR<1)dan nilai DRC 0,22(DRC <1). Pengusahaan pepaya di Desa Pasirgaok, untuk perbandingan pepaya lokal mempunyai nilai PP Rp 792,79/Kg dan PS Rp 483,82/Kg, nilai PCR0,44(PCR<1)dan nilai DRC 0,57(DRC<1).Untu7k pepaya impor mempunyai nilai PP Rp 792,93/Kg dan PS Rp 1.421,21/Kg, nilai PCR0,44 (PCR,1) dan DRC 0,31 (DRC<1). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani pepaya mempunyai keuntungan dan layak untuk terus dijalankan Studi Tentang Pemasaran Hasil penelitian Ernawati (1999), menunjukkan bahwa saluran pemasaran buah durian Simas dan Matahari di Desa Rancamaya terdiri dari empat pola saluranh pemasaran dan dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan mutunya yaitu mutu I, mutu II, mutu III tiap polanya. Hasil analisis margin pemasaran yang diperoleh menunjukkan bahwa margin pemasaran terkecil terdapat pada mutu III dari setiap pola pemasaran yang ada. Hal ini disebabkan harga jual lebih rendah dibandingkan mutu I dan mutu II. Dari ke empat pola pemasaran yang ada,saluran yang paling efisien adalah pola IV karena memiliki pola terpendek, dimana lembaga pemasaran yang bterlibat hanya petani. Hal ini disebabkan karena pola IV memiliki keuntungan yang tinggi,biaya yang kecil, farmer s share yang tinggi. Seluruh keuntungan diperoleh petani. Petrani dapat menetapkan harga yang tinggi karena mereka satu-satunya lembaga yang terlibat di dalam pola ini.

107 Prestiani (2004), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rantai pemasaran untuk buah-buahan unggulan di kabupaten Serang, yaitu durian,pisang,rambutan dan salak berbeda-beda. Jalur pemasaran durian dan pisang terdiri dari dua jalur pemasaran, sedangkaan untuk salak dan rambutan terdiri dari tiga saluran pemasaran. Struktur pasar yang terjadi adalah oligopoli. Pembentukkan harga yang terjadi dilakukan dengan tawar menawar antara petani dan pedangang dengan pembayaran tunai. Farmer s Share terbesar yang diterima petani durian dan pisang pada pola dua yaitu sebesar 70,00 persen, Farmer s share terbesar yang diterima petani rambutan dan salak pada polak ketiga yaitu sebesar 50 persen untuk salak dan 53,33 persen untuk rambutan. Hasil penelitian tentang buah-buahan di atas menunjukkan bahwa setiapkomoditi buah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penulis ingin membandingkan usahatani pepaya yang telah menerapkan Standar prosedur Operasional (SPO) dengan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO, meliputi varietas apa yang digunakan,tata cara budidaya yang dilakukan dimulai dari persiapan dan npengolahan lahan sampai dengan pengiriman dan pemasarannya. BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Konsep Usahatani Usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1973) adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan Pendapatan Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya Konsep Pemasaran Menurut Kotler, (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan serta diinginkan dengan penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Limbong dan Sitorus (1987), mendefinisikan pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang atau jasa dari titik produsen ke konsumen Fungsi-fungsi Pemasaran Limbong dan Sitorus (1987), menyatakan lembaga pemasaran akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran secara umun seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen melalui proses perdagangan. Adanya jarak antara produsen dan konsumen melalui proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen sering melibatkan beberapa perantara mulai dari produsen sendiri, lembaga-lembaga perantara sampai ke konsumen akhir Efisiensi Pemasaran Tujuan dari analisis pemasaran adalah untuk mengetahui apakah sistem pemasaran berlangsung dengan efisien atau tidak. Suatu pemasaran dikatakan efisien jika fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dihilangkan maka tidak akan mempengaruhi aktivitas lembaga pemasaran dan tidak mempengaruhi besarnya biaya dan keuntungan yang diperoleh Margin Pemasaran Limbong dan Sitorus (1987), mengemukakan bahwa margin pemasaran atau margin tata niaga dapat juga dinyatakan sebagai nilai-nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tata naga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir Stuktur Pasar Menurut Kotler (1993), berdasarkan sifat dan bentuknya pasar dibedakan menjadi dua macam struktur pasar, yaitu (1) pasar bersaing sempurna dan (2) pasar tidak bersaing sempurna.

108 Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan Kerangka Pemikiran Operasional Oleh karena itu agar petani dapat mengambil keputusan yang tepat, maka penelitian tentang usaha tani pepaya yang menerapkan SPO ini perlu dibandingkan dengan usaha tani pepaya yang belum menerapkan SPO. Dengan begitu maka akan diketahui usaha tani pepaya mana yang lebih menguntungkan bila dilihat dari hasil produksi serta pendapatannya. Adapun operasional penelitiannya, yaitu dengan cara membandingkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani dari usaha tani pepaya yang sudah menerapkan SPO dan usaha tani pepaya yang belum menerapkan SPO. Tingkat pendapatan yang dibandingkan terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pada penelitian ini, selain komponen pendapatan terdapat juga komponen lain yang dapat dibandingkan, yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran (tunai dan diperhitungkan). Berdasarkan perbandingan tersebut diharapkan diperoleh suatu informasi yang dapat menjelaskan perubahan tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio yang diperoleh petani pepaya karena menerapkan SPO. Selain melakukan perbandingan dari sisi usaha taninya, maka dilakukan pula perbandingan dari pemasarannya. Hal ini dilakukan karena petani yang sudah menerapkan SPO dan petani yang belum menerapkan SPO memiliki jalur pemasaran yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis pola saluran pemasaran, lembaga pemasaran, marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran. Operasional penelitiannya adalah dengan cara membandingkan saluran pemasaran pepaya yang sudah memenuhi SPO dan pepaya yang belum memenuhi SPO dari tingkat petani sampai dengan konsumen akhir. dari setiap saluran pemasaran yang dilalui tersebut dilakukan analisis fungsi pemasaran terhadap setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Berdasarkan analisis tersebut maka akan diketahui kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun fungsi pemasaran yang dianalisis, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setelah diketahui fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat maka kemudian dapat dihitung nilai biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran tersebut sehingga farmer s share atau keuntungan yang diperoleh dari masing-masing lembaga pemasaran dapat diketahui. Setelah diketahui nilai biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh maka kemudian dapat dihitung margin pemasaran dan efisiensi pemasarannya. BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa desa Pasirgaok merupakan sentra produksi pepaya di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu bulan April 2007 sampai Mei Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan meliputi dua primer dan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani, penyuluh pertanian dari Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bogor yang disertai dengan panduan kuesioner yang dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI IPB, internet dan lembaga lainnya Metode Pengumpulan Contoh Pengambilan responden untuk petani dipilih secara acak sederhana (simple random sampling), dimana setiap populasi anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sample. Jumlah petani pepaya yang menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang dijadikan responden pada penelitian ini adalah 30 orang dan 30 orang untuk petani pepaya yang belum menerapkan SPO.

109 Untuk jaringan pasarnya, responden akan ditentukan dengan menggunakan metode snow ball sampling (satu orang untuk tiap lembaga). Metode ini digunakan berdasarkan kepada informasi dari responden sebelumnya. Dengan kata lain bahwa responden yang terpilih di saluran pemasaran akan disesuaikan dengan pula pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian Metode Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan komputer (software Microsoft Excel). Sebelum dilakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan proses editing. Editing merupakan kegiatan untuk memperbaiki kualitas data mentah yang di dapat dari hasil wawancara dengan petani. Setelah data diedit dan diolah kemudian dilakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi, analisis sistem usaha tani, analisis pendapatan usaha tani dan analisis pemasaran Analisis Sistem Usaha tani Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan keragaan antar usaha tani pepaya yang menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dengan usaha tani pepaya tradisional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi dengan usaha tani pepaya tradisional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi (output) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui efisiensi kegiatan usaha tani, yang dapat diketahui melalui perbandingan antara total penerimaan pada masing-masing usaha tani dengan total biaya. Analisis R/C rasio secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : R/C = Q x Pq TFC + TVC Keterangan : R = Penerimaan (Revenue) C = Biaya (Cost) Q = Total Produksi (kg) Pq = Harga persatuan produk (Rp) TFC = Biaya tetap (total fixed cost) TVC = Biaya variabel (total variable cost) Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam usaha tani pepaya. Semakin tinggi nilai R/C, maka usaha tani tersebut semakin menguntungkan. Jika nilai R/C ratio lebih dari satu (R/C >1) maka usaha tani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jika R/C ratio kurang dari satu (R/C < 1) maka usaha tani tersebut tidak menguntungkan Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dapat dilihat berdasarkan saluran pemasaran, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pepaya california, mudah tidaknya memasuki pasar, dan jenis komoditas yang diperdagangkan serta informasi pasar Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar buah pepaya California dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan dan pembayaran harga, kerjasama diantara lembaga pemasaran, standardisasi serta praktek-praktek fungsi pemasaran lainnya. Fungsi-fungsi pemasaran yang dimaksud adalah fungsi pertukaran, fungsi fasilitas dan fungsi fisik Identifikasi Saluran Pemasaran Identifikasi saluran pemasaran dilakukan untuk mendapatkan saluran yang dilalui dalam pemasaran buahpepaya california. Saluran pemasaran ini dapat diidentifikasi dengan melakukan wawancara kepada pedagang di pasar pengecer hingga pedagang besar, sedangkan informasi saluran pemasaran di tingkat petani diperoleh dari pedagang antar wilayah dan supplier.

110 Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran Analisis margin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran buah pepaya california. Secara matematis menurut Limbong dan Sitorus (1987), margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : M i = Ps i - Pb i M i = C i + π I Keterangan : M i = Margin pemasaran pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Ps i = Harga jual pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Pb i = Harga beli pasar tingkat ke-i (Rp/kg) C i = Biaya pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) π I = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg) Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut maka dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio tersebut dapat dicari dengan rumus sebagai berikut: Keuntungan terhadap Biaya (%) = π i x 100 C i Dimana : π I = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i C i = Biaya pemasaran lembaga ke-i Farmer s share dapat digunakan juga dalam menganalisis efisiensi saluran pemasaran dengan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer s share akan menunjukkan apakah pemasaran tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemasaran. Secara matematis farmer s share dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Fs = P/K x 100% Dimana : Fs = Farmer s share P = Harga yang diterima petani K = Harga yang dibayar konsumen akhir BAB V. GAMBARAN UMUN LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6.19 o 6.47 o Lintang Selatan dan 106 o o 103 Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar Hektar, serta memiliki ketinggian sekitar di atas permukaan laut. Wilayah ini berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kota Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi 5.2. Kondisi Wilayah Desa Pasirgaok Desa Pasirgaok memiliki letak wilayah yang berbatasan dengan desa lain di Kecamatan Rancabungur, yaitu : Sebelah Utara : Desa Cimulang Sebelah Barat : Desa Bantar Jaya Sebelah Timur : Desa Rancabungur Sebelah Selatan : Desa Cisadane Desa Pasirgaok mempunyai lahan yang paling luas untuk sumber daya (dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Rancabungur) seluas 648 hektar.

111 BAB VI. ANALISA SISTEM USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO 6.1. Proses Budidaya Persiapan dan Pengolahan Lahan Adapun pengolahan lahan pepaya berdasarkan SPO lahan diolah terlebih dahulu, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,5 m, tinggi 30 sampai 40 cm dengan jarak antar bedengan 70 cm. diantara 2 (dua) bedengan dibuat parit yang berfungsi sebagai saluran drainase sedalam cm. Ditengah bedengan dibuat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm dengan jarak tanam 2 x 3 meter. Sedangkan pengolahan lahan pepaya tanpa SPO ukuran bedengan dan lubang tanam umumnya sangat bervariasi, hal ini tidak menjadi perhatian bagi petani karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki petani tentang budidaya pepaya itu sendiri. Begitu juga untuk ukuran jarak tanam yang sangat bervariasi antara satu petani dengan petani yang lain, petani hanya memperkirakan jarak kanopi pohon pepaya tersebut baru kemudian dibuat lubang tanam lain disebelahnya, agar antara pohon yang satu dengan pohon lainnya tidak terlalu bersinggungan atau agar antara tanaman yang satu dengan yang lain tidak terlalu jauh jaraknya Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan setelah lubang tanam siap untuk ditanami. Untuk mendapatkan bibit pepaya petani yang menerapkan SPO mendapatkan dari mitra tanam sedangkan untuk petani tanpa SPO memperoleh bibit tanaman pepaya dari membeli kepada penjual bibit Pemeliharaan Setelah kegiatan persiapan dan pengolahan lahan, penanaman, kemudian kegitan selanjutnya adalah pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan ini meliputi kegiatan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta penyiangan. Pada petani pepaya berdasarkan SPO pemberian pupuk dasar pada saat penanaman, setiap lubang tanam diberi pupuk organik ( kotoran kambing) sebanyak 60 Kg. Satu bulan setelah tanam diberi pupik anorganik yang terdiri dari pupuk ZA sebanyak 70 gram, SP36 sebanyak 100 gram, serta KCL sebanyak 150 gram. Pemberian pupuk lanjutan anorganik, diberikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan komposisi Za sebanyak 70 gram,sp gram, KCL sebanyak 80 gram untuk setiap satu pohon, sedangkan untuk pemberian pupuk susulan organik diberikan setiap 6(enam) bulan sekali dengan takaran 60 kg untuk setiap pohon. Sedangkan pemberian pupuk dasar untuk petani pepaya tanpa SPO pada saat penanaman, setiap lubang di beri pupuk kandang dengan takaran bervariasi menurut perhitungan masing-masing, sebagian petani ada yang mempergunakan pupuk organik sebanyak 20 Kg untuk setiap pohon dan ada juga petani yang mempergunakan pupuk organik sebanyak 40 Kg. Sedangkan untuk pemberian pupuk susulan yang terdiri dari pupuk organik yang diberikan setiap 6 (enam) bulan sekali dan pupuk anorganik yang diberikan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan takaran komposisi pupuk anorganik yang bervariasi. Pada usahatani pepaya dengan SPO dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : 1 (satu) cara mekanik adalah dengan cara mencabut gulma yang berada di lahan. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma-gulma tersebut yang biasanya dijadikan tempat berkembang biak hama dan penyakit.2 (dua) dengan menyemprotkan pertisida ketika tanaman terindikasi terserang penyakit. Sedangkan pada petani pepaya tanpa SPO dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu mekanik dan mempergunakan pestisida sama halnya dengan petani yang sudah menerapkan SPO, perbedaannya terletak pada penyemprotan pestisida, pada petani tanpa SPO penyemprotan pestisida dilakukan ketika tanaman tidak maupun sedang terserang hama dan penyakit. Adapun alasan petani tetap melakukan penyemprotan pestisida ketika tanaman tidak sedang terserang hama dan penyakit adalah sebagai tindakan antisipasi untuk menghalau serangan hama dan penyakit Pemanenan Pemanenan buah pepaya baik pada petani pepaya yeng menerapkan SPO maupun yang tidak menerapkan SPO pada perinsipnya adalah sama yaitu petani sama-sama tidak melakukan pemanenan pepaya sendiri

112 melainkan diserahkan kepada mitra tanam untuk petani yang menerapkan SPO dan kepada pengumpul untuk petani tanpa SPO Bab VII.. ANALISA PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO 7.1. Analisis Perbandingan Penerimaan Usahatani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antar usahatani dari sisi penerimaan usahatani pepaya. Berdasarkan tabel 13 diketahui ternyata rata-rata penerimaan total usahatani pepaya SPO lebih besar dari rata- rata penerimaan total usahatani pepaya non SPO. Rata-rata penerimaan total usahatani pepaya SPO adalah Rp ,00, sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani pepaya non SPO adalah Rp Tabel 13. Analisis penerimaan Usahatani Pepaya SPO dan usahatani Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok Uraian Usahatani Pepaya SPO Usahatani Pepaya Non SPO Penetimaan Tunai Rp Rp Penerimaan Diperhitungkan 0 0 Total Penerimaan Usahatani Rp Rp Besarnya rata-rata penerimaan total yang diperoleh petani pepaya SPO dikarenakan harga jual pepaya/ Kg lebih tinggi dari harga jual pepaya Non SPO. Tingginya harga jual pepaya per kilogram yang diterima oleh petani yang telah menerapkan SPO dikarenakan kualitas pepaya yang dihasilkan, sehinnga konsumen bersedia untuk membayar mahal produk tersebut. Selain itu tingginya harga jual tersebut ditetapkan oleh lembaga pemasaran (pengusaha mitra) agar dapat mengangkat pendapatan petani pepaya di Desa Pasirgaok Analisis Perbandingan Biaya usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO Berdasarkan tabel 16 diketahui ternyata rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari petani pepaya non SPO. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya SPO adalah Rp ,45, sedangkan rata rata total biaya yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO adalah ,71. Tabel 16. Analisis perbandingan Biaya Usahatani Pepaya SPO dan Non SPO Selama Satu Musim Tanam (3 Tahun) Pengeluaran Usahatani Metode SPO Metode Non SPO (Rp) (%) (Rp) (%) 1. Biaya Tunai Bibit 813, , TKLK 28,818, ,812, PBB 114, , Pupuk Kandang 21,970, ,853, ZA 598, , SP36 2,115, , KCL 1,697, , Dektin 195, , Genacyl 195, , Round Up 62, , Total pengeluaran tunai 56,581, ,074, Biaya Diperhitungkan Penyusutan alat 335, , TKDK 18,671, ,746, Sewa lahan 1,714, , Total biaya diperhitungkan 20,720, ,439, Total Biaya 77,302, ,514,

113 Tingginya rata rata total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pepaya SPO dikarenakan petani harus mengeluarkan biaya tunai yang lebih besar dari petani pepaya non SPO. Besarnya rata- rata total biaya tersebut adalah dikarenakan petani pepaya SPO menggunakan lebih banyak pupuk organik dan pupuk kimia dari petani pepaya non SPO. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa total biaya diperhitungkan petani pepaya SPO lebih besar dibandingkan petani pepaya non SPO, tetapi apabila dilihat dari proposi persentasenya ternyata persentase biaya diperhitungkan petani pepaya non SPO lebih besar dari petani pepaya SPO. Besarnya biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani pepaya non SPO adalah sebesar persen, sedangkan besarnya biaya diperhitungkan petani pepaya SPO adalah sebesar persen Hal ini terjadi karena petani pepaya non SPO lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga yaitu sebesar persen dari total biaya, sedangkan pada petani pepaya SPO penyebab rendahnya biaya diperhitungkan adalah karena dalam melakukan kegiatan usahataninya petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar persen dari total biaya.. Apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan untuk tenaga kerja dalam keluarga maka penyebab besarnya biaya ini adalah karena petani tidak pernah memperhitungkan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. Dampaknya adalah keuntungan yang diterima petani seolah-olah menjadi besar. Sedangkan apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan untuk sewa lahan, penyebab besarnya biaya adalah karena petani harus memperhitungkan penggunaan lahan milik sendiri agar pendapatan atas biaya totalnya yang diperoleh petani diketahui 7.3. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO Rata rata pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai petani SPO. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 19, dimana pendapatan atas biaya tunai petani pepaya SPO adalah RP ,55 sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO adalah Rp Tabel 19. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya SPO dan Pepaya Non SPO di Desa Pasirgaok Uraian SPO Non SPO Produksi 140,099 34,628 Harga Satuan (Rp) 1, , Penerimaan (Rp) 213,221, ,781, Biaya/Pengeluaran (Rp) Biaya Tunai 56,581, Biaya Diperhitungkan 19,006, Biaya Total Pendapatan (Rp) Tunai 156,640, Total R/C Tunai R/C Total Apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya petani pepaya SPO memperoleh pendapatan atas biaya total yang lebih tinggi dari petani pepaya non SPO. Adapun pendapatan atas biaya total petani pepaya SPO adalah Rp, , sedangkan pendapatan atas biaya total untuk petani pepaya non SPO adalah Rp Berdasarkan tabel 19 dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya, maka diketahui usahatani pepaya SPO dan non SPO yang dikembangkan oleh petani di desa Pasirgaok pada dasarnya layak diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio ( atas biya tunai dan atas biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani pepaya baik yang SPO maupun non SPO sama sama menguntungkan.

114 BAB VIII ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO 8.1.Analisis Saluran Pemasaran Pepaya SPO Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian, saluran pemasaran pepaya SPO terdiri dari tiga saluran. Pola 1 Petani Pengusaha Mitra Supermarket & toko buah Konsumen Agen/supliyer Pola 2 Gambar 3. Saluran Saluran Pemasaran pepaya SPO 8.2. Analisis Saluran Pemasaran papaya Non SPO Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat tiga saluran pemasaran yang terjadi. Pedagang Pengecer Pola 1 Petani Pedagang Pengumpul Super market & toko buah Pola 2 Pola 3 Konsumen Gambar 4. Saluran Pemasaran Pepaya Non SPO Di Desa pasirgaok BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian usahatani dan pemasaran pepaya SPO yang dibandingkan dengan usahatani dan pemasaran pepaya non SPO, maka disimpulkan : 1. Sistem usahatani pepaya SPO yang sedang dikembangkan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok Kecamatan Rancabungur secara umum kegiatannya sama dengan sistem usahatani pepaya non SPO. Perbedaannya hanya terletak pada input yang digunakannya saja, yaitu pupuk dan obatobatan. 2. Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO 3. Apabila ditinjau dari pendapatan atas biaya total, usahatani pepaya SPO yang dikembangkan oleh petani dapat meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih tinggi dari pendapatan petani pepaya non SPO.

115 4. Apabila dilihat dari efisiensi pemasarannya maka pola pemasaran pepaya SPO lebih efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran pepaya non SPO. Hal ini dilihat dari besarnya nilai π/c yang diperoleh pola pemasaran pepaya SPO 5. Struktur pasar yang terbentuk untuk pepaya SPO dan non SPO adalah sama, yaitu pasar oligopoly Saran Perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok, kecamatan Rancabungur telah membawa perubahan yang positif kepada tingkat pendapatan atas biaya total petani.oleh karena itu sebaiknya perubahan sistem usahatani ini dapat dipertahankan oleh petani pepaya setempat. Namun untuk memperlancar petani dalam pengembangan sistem usahatani pepaya di Desa Pasirgaok, maka sebaiknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani dapat dilengkapi. Contohnya saja saluran irigasi dan sarana transportasi yang belum memadai. Selain itu kemandirian dan kemampuan petani dalam membuat input (pupuk dan pestisida) perlu ditingkatkan lagi sehingga ketergantungan petani terhadap orang lain dapat dikurangi. Oleh karena itu penyuluhan dari pemerintah (Dinas Pertanian) terhadap petani harus lebih ditingkatkan lagi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Survei Pertanian Produksi Tanaman Pangan dan Buah Buahan di Indonesia. Jakarta. Dinas Pertanian kabupaten Bogor Standar Prosedur Operasional Pepaya Bogor. Bogor Ernawati Analisis Pemasaran Buah Durian Simas dan Matahari. Kasus Pada Desa Rancamaya, Kecamatan Bogor selatan dan Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu social Ekonomi Pertanian. Fakultas pertanian. IPB. Bogor. Hernanto, F Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kallie, M, B Bertanam Pepaya. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kottler, P Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prehallindo. Jakarta. Limbong, W, M. Dan P. Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan kuliah Jurusan Ilmu Ilmu social Ekonomi Pertanian IPB. Bogor. Mubyarto Pengantar ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta. Nasir, M Methodology Penelitian. Ghalia. Jakarta. Permana, L Analisis Keunggulan kompetitif Dan Komparatif Buah Pepaya (Kasus di desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, dan desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Skripsi Program studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Prtanian. IPB. Bogor. Prestiani Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah Buahan Unggulan di Kabupaten serang.skripsi Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. FakultasPertanian. IPB. Bogor. Rukmana, Rahmat Pepaya, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Saefuddin, A.M Dasar Dasar Pemasaran. Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soeharjo, A. dan Patong, D Sendi Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan social Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soekartawi, Soeharjo, Dillon, dan Hardaker Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Tjakrawiralaksana, A Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi. Penerbit IPB. Bogor. Yuntini, T Analisis Usahatani Komoditas Pepaya di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

116 2008 Analisis Usahatani Pepaya Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Studi Kasus Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) Oleh : Artati widianingsih A PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

117 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan sumber pendapatan petani Buah-buahan buahan tropis memiliki prospek yang cukup cerah Pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan buahan Pepaya (Carica papaya L) merupakan salah satu buah- buahan tropis yang diminati konsumen baik di dalam negeri maupun luar negeri Kegunaan pepaya cukup beragam dan hampir semua bagian pepaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan

118 1.2. Perumusan Masalah Adanya Peraturan Menteri Pertanian 61/Permentan/OT.160/II/2006 Ada biaya tambahan yang harus keluarkan Sebagian besar petani pepaya belum menerapkan Standar Prosedur Operasional no petani mau

119 Perumusan masalah Bagaimana sistem usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO? Bagaimana besaran pendapatan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO?

120 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana sistem usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO 2. Untuk mengetahui besaran pendapatan usahatani pepaya California berdasarkan SPO dan non SPO Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan bagi petani dalam melakukan sistem perubahan usahataninya 2. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejateraan petani 3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya

121 BAB II.Tinjauan Pustaka 2.1. Sejarah Pepaya Pepaya (Carica papaya L) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelaut-pelaut Portugis pada abad ke 16 tanaman ini tersebar sampai ke Afrika, Asia serta daerah lainnya. Pada abad ke 17 pepaya menjadi lebih popular dan tersebar luas di kepulauan Hawaii dan pulau lainnya di Lautan Fasifik.

122 2.2. Standar Prosedur Operasional Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan uraian tentang tahapan proses pekerjaan yang terdiri dari serangkaian atau beberapa kegiatan yang melibatkan beberapa fungsi. Manfaat adanya SPO adalah dapat dijadikan sebagai alat pengawasan pada setiap kegiatan, dan dasar pelaksanaan audit internal maupun eksternal

123 Standar Prosedur Operasional Pepaya Desa Pasirgaok Target merupakan acuan utama yang digunakan untuk menyusun SPO yang akan diterapkan pada kebun petani sesuai dengan pasar yang dibidik. Pada saat ini target yang telah dicapai oleh petani pepaya kelompok tani rancasari di Desa Pasirgaok adalah: 1. Produktivitas 75 Kg/pohon/thn atau 75 ton/ ha/ thn 2. Jumlah grade A (1,5 2 Kg) sebanyak 30 % 3. Jumlah grade B (1 1,4 Kg) sebanyak 30 % 4. Jumlah grade C ( 0,9 0,7 Kg) sebanyak 20 % 5. Jumlah grade D (< 0,7 atau > 2 kg) sebanyak 20%

124 Penelitian Terdahulu Nama Judul Skripsi Alat Analisis Yuntini (2000) Analisis Usahatani Komoditas pepaya Permana (2007) Analisis Keunggulan Kompetitif & Komparatif Buah Pepaya NPVNPV B/CB/C PAMPAM

125 BAB IV. Metode Penelitian 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian April Mei 2007 Desa pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat 4.2 Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer 2. Data sekunder

126 Metode pengumpulan Contoh Petani responden simple random sampling Responden pemasaran snow ball sampling Metode Analisis Data Data kuantitatif komputer (software microsoft excel) Data kualitatif deskriptif

127 Analisis Sistem Usaha tani kualitatif membandingkan proses budidaya, penggunaan input dan hasil produksi (output) antara usahatani pepaya SPO dan non SPO. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) untuk mengetahui efisiensi kegiatan usaha tani R/C = Q x Pq TFC + TVC Analisis Kelayakan Usaha n NPV= Σ B t C t B/C ratio = ( 1 + I ) t t=1 n Σ t=1 n Σ t=1 B t C t ( 1 + I ) t B t C t ( 1 + I ) t

128 BAB VI. ANALISA SISTEM USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Persiapan dan Pengolahan Lahan a. Dengan SPO Lahan di olah terlebih dahulu Bedengan, lebar 1,5 m tinggi 30 cm dengan jarak antar bedengan 70 cm Lubang tanam 60x60x60 cm dengan jarak tanam 2x3 m b. Non SPO Ukuran bedengan & lubang tanam bervariasi Pemeliharaan a. Dengan SPO Pemberian pupuk dasar/ lubang tanam Pupuk kandang 60 Kg Za 70 gram, SP gram, KCL 150 Gram Pemberian pupuk lanjutan/lubang tanam/ / 3 bulan Pupuk kandang 60 Kg Za 70 gram, SP gram, KCL 80 gram

129 b. Non SPO Pemberian pupuk dasar (organik)) / lubang tanam bervariasi antara 20 Kg 40 Kg Pemberian pupuk lanjutan, baik pupuk organik& & an organik cukup bervariasi Pengendalian Hama&Penyakit Pada dasarnya pengendalian hama&penyakit yang dilakukan oleh petani yang telah menerapkan SPO dan yang belum menerapkan SPO adalah sama, yaitu dengan cara mekanik& mengunakan pestisida. Pada petani yang tidak menerapkan SPO pemberian pestisida dilakukan ketika tanaman tidak atau sedang terkena penyakit

130 Analisis Penerimaan Usahatani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antar usahatani dari sisi penerimaan usahatani pepaya. Berdasarkan tabel 13 diketahui ternyata rata-rata penerimaan total usahatani pepaya SPO lebih besar dari rata- rata penerimaan total usahatani pepaya non SPO. Rata-rata penerimaan total usahatani pepaya SPO adalah Rp ,00. Sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani pepaya non SPO adalahrp ,00

131 Analisis Biaya Usahatani Pepaya California No Pengeluaran Usahatani Metode SPO Metode Non SPO (Rp) (%) (Rp) (%) 1 Biaya Tunai Bibit ,00 1, ,00 3,01 Pupuk Kandang ,00 69, ,00 30,75 ZA ,00 2, ,00 6,01 SP ,00 9, ,00 13,75 KCL ,00 5, ,00 15,12 Genacyl ,00 Round Up ,00 0, ,00 0,51 PBB ,00 0, ,00 1,06 TKLK ,00 4, ,00 10,05 Total Pengeluaran Tunai ,00 92, ,00 80,27 2 Biaya Diperhitungkan Penyusutan Alat ,33 0, ,33 0,33 Sewa Lahan ,00 5, ,00 15,96 TKDK ,00 1, ,00 3,44 Total Biaya Diperhitungkan ,33 7, ,33 19,73 3 Total Biaya ,33 100, ,33 100,00

132

133 Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya California No Uraian Metode SPO Metode Non SPO (Rp) (%) (Rp) (%) 1 Produksi (Kg) , ,00 2 Harga Satuan (Rp) ( ) 1.500,00 3 Penerimaan (Rp) ,00 100, ,00 100,00 4 Biaya/Pengeluaran Biaya Tunai ,00 30, ,00 32,63 Biaya Diperhitungkan ,33 2, ,33 8,02 Biaya Total ,33 33, ,33 40,65 5 Pendapatan Pendapatan Tunai ,00 69, ,00 67,37 Pendapatan Total ,67 66, ,67 59,35 6 R/C Tunai 3,26 3,06 7 R/C Total 3,02 2,46

134 Analisis Kelayakan Usahatani Pepaya California No Tahun SPO Non SPO Pendapatan df (8%) PV pendapatan df (8%) PV 1 I ,67 0, ,54 ( ,33) 0,926 ( ,26) 2 II ,67 0, , ,67 0, ,74 3 III ,67 0, , ,67 0, ,14 NPV , 91 NPV ,6 1 Net B/C 2,02 1,46

135 Analisis Sensitivitas Pepaya california SPO Tabel 20. Matriks Analisis Sensitivitas Pengusahaan Pepaya California SPO dengan Discount rate 8 Persen. Harga Produktivitas Output 0% -10% -15% 0% a ,91 a ,41 a ,91 20% 25% b. 2,02 b. 1,94 b. 1,77 a ,41 a ,41 a ,76 b. 1,61 b. 1,35 b.1,22 a ,91 a ,41 a ,03 b. 1,45 b. 1,20 b. 1,08

136 Analisis Sensitivitas pepaya California Non SPO b. 0,85 b. 0,68 b. 0,38 Tabel 21. Matriks Analisis Pengusahaan Pepaya California Non SPO dengan Discount Rate 8 Persen Harga Produktivitas Output 0% -10% -15% 0% a ,61 a ,61 a ,61 b. 1,46 b.1,24 b.0,85 20% a ,61 a ,61 a ,61 b. 0,97 b. 0,79 b. 0,48 25% a ,61 a ,61 a ,61

137 Jalur Pemasaran Pepaya California Berdasarkan SPO Supermarket & Toko Buah Pola 1 Petani Pengusaha Mitra Konsumen Agen/Supliyer Pola 2

138 Jalur Pemasaran Pepaya California Non SPO Pedagang Pengecer Pola 1 Petani Pedagang Pengumpul Konsumen Supermarket & Toko Buah Pola 2 Pola 3

139 Kesimpulan BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN Sistem usahatani pepaya SPO yang sedang dikembangkan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok Kecamatan Rancabungur secara umum kegiatannya sama dengan sistem usahatani pepaya non SPO. Perbedaannya hanya terletak pada input yang digunakannya saja, yaitu pupuk dan obat- obatan. Persentase pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani pepaya SPO lebih tinggi dari pendapatan atas biaya tunai petani pepaya non SPO Apabila ditinjau dari persentase pendapatan atas biaya total, usahatani pepaya SPO yang dikembangkan oleh petani dapat meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih tinggi dari pendapatan petani pepaya non SPO. Nilai NPV pengusahaan pepaya California SPO di desa Pasirgaok selama tiga tahun bernilai Rp ,91, sementara nilai NPV pepaya California non SPO selama tiga tahun bernilai Rp ,61.

140 Nilai net B/C rasio pepaya California SPO lebih besar dibandingkan dengan nilai net B/C rasio pepaya California non SPO. Nilai net B/C rasio pepaya California SPO adalah sebesar 2,02, sementara nilai net B/C rasio pepaya California non SPO adalah sebesar 1,46. Apabila dilihat dari efisiensi pemasarannya maka pola pemasaran pepaya SPO lebih efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran pepaya non SPO. Hal ini dilihat dari besarnya nilai π/c yang diperoleh pola pemasaran pepaya SPO

141 Saran Perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok, kecamatan Rancabungur telah membawa perubahan yang positif kepada tingkat pendapatan atas biaya total petani.oleh karena itu sebaiknya perubahan sistem usahatani ini dapat dipertahankan oleh petani pepaya setempat. Untuk menerapkan SPO diperlukan adanya biaya tambahan yang harus petani keluarkan. Saat ini permasalahan yang dihadapi oleh petani pepaya di Desa Pasirgaok adalah masalah permodalan, maka dari itu sebaiknya pemerintah memberikan bantuan berupa kredit usahatani bagi para petani. Selain itu untuk memperlancar petani dalam pengembangan sistem usahatani pepaya di Desa Pasirgaok, maka sebaiknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani dapat dilengkapi. Contohnya saja saluran irigasi dan sarana transportasi yang belum memadai.

142

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan

II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelautpelaut bangsa

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) Oleh : ARTATI WIDIANINGSIH A. 14103659 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR BAB I. PENDAHULUAN

MAKALAH SEMINAR BAB I. PENDAHULUAN MAKALAH SEMINAR Judul : Analisis Usahatani Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Pemrasaran/NRP : Artati widianingsih/

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan masalah Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian

Lebih terperinci

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A14105719 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskanberdasarkanlatarbelakangdanrumusanmasalah, Indonesia mempunyai banyak wilayah yang dapat dijadikan sebagai lahan 1 BAB I PENDAHULUAN Padababiniakandibahasmengenaipendahuluan merupakanbagianawaldarisuatupenelitian. pendahuluaniniterdiridarilatarbelakangmasalah yang Bab yang menjelaskantimbulnyaalasan-alasanmasalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi yang menitikberatkan pada sektor pertanian.

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A

STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA. Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A STRATEGI PEMASARAN EKSPOR BUAH-BUAHAN PADA PT. AGROINDO USAHA JAYA Oleh : YAYAN MUHAMAD AHYANI A 14104631 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA SKRIPSI EMMY WARDHANI A14102528 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci