BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti yaitu sesuatu yang diciptakan Tuhan yang selalu berhubungan secara timbal balik dengan makhluk lain. Secara fisik, manusia merupakan makhluk yang lemah, namun manusia mempunyai kemampuan lebih yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain sehingga hal tersebut dapat menutupi kelemahan manusia di faktor fisik. Kelebihan tersebut adalah akal-budi (Pratama, 2011: 1). Segala bentuk kebudayaan, sistem kemasyarakatan dan tatanan hidup terbentuk oleh interaksi dan benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Manusia, lingkungan, dan teknologi merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Dengan teknologinya, manusia dapat mengubah lingkungan. Namun pada dasarnya, pola perilaku manusia juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan, contohnya saat menentukan lokasi untuk dijadikan tempat hunian. Sejak zaman prasejarah dan masih hidup di gua-gua, manusia telah mempertimbangkan aspek lingkungan dalam memutuskan goa yang akan dihuni, secara tetap maupun sekadar untuk tempat singgah kala berburu. Manusia dapat bertahan hidup pada zaman dahulu karena manusia dapat menciptakan api, senjata, pakaian, rumah dan unsur budaya lainnya, singkatnya manusia dapat menciptakan berbagai macam instrumen baik itu material maupun immaterial yang dapat menopang kehidupannya (Pratama, 2011: 1). Dorongan manusia untuk mempunyai tempat tinggal pertama kali adalah karena keterbatasan untuk berpindah, sehingga mau tak mau manusia harus mencari tempat untuk berdiam (Taim Putriana, 2002: 25). Pengertian permukiman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daerah tempat bermukim atau perihal bermukim. Permukiman sendiri menurut Subroto (1985: 1177), memiliki pengertian yaitu tempat manusia bertempat tinggal dan melakukan aktivitas 1

2 2 sehari hari, baik berupa aktivitas yang bersifat individu maupun aktivitas kolektif yang mengharuskan adanya interaksi antar individu. Permukiman terbentuk oleh suatu komunitas, komunitas ini dalam pengertian umum merupakan masyarakat yang memiliki rasa satu. Masyarakat sendiri terbentuk dari suatu kesatuan hidup manusia yang bersifat mantap dan terikat oleh adat istiadat dan rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1980: 162). Telah diketahui bahwa manusia menciptakan budaya mereka sendiri. Budaya dalam kasus ini suatu rumah tentu dapat menjelaskan suatu identitas dan dapat menjelaskan orang yang menghuninya lewat kajian tinggah laku. Menurut Koentjaraningrat (1980: ) ada tiga dimensi kebudayaan, yaitu kebudayaan ide yang merupakan hal yang kita sebut konsep, kebudayaan tingkah laku, dan kebudayaan materi. Arkeologi merupakan suatu disiplin yang ditujukan untuk menjelaskan dan juga merekontruksi suatu sejarah budaya masa lampau berdasarkan data yang sifatnya material. Ketika belajar mengenai arkeologi, maka kita secara tidak langsung akan berusaha untuk mempelajari berbagai macam dimensi dalam kebudayaan tersebut, karena suatu dimensi material tidak mungkin lepas dari dimensi-dimensi yang lainnya (Pratama, 2011: 5). Dalam penelitian ini, kajian arkeologi pemukiman akan diterapkan di suatu lokasi yang ditempati oleh masyarakat Portugis atau yang kerap dikenal kaum Mardijker di Kampung Tugu. Dalam skripsi yang ditulis Winarni (2012, 2), dikatakan arkeologi pemukiman (settlement archaeology) merupakan suatu bentuk studi atas perkembangan pola pemukiman (settlement patern) manusia, yang merupakan bagian dari analisis atas interaksi adaptif antara manusia dengan lingkungannya. Dengan demikian pola pemukiman dapat menunjukkan tempat tinggal manusia, susunan bangunan, sifat dan watak bangunan yang pada gilirannya dapat merefleksikan alam lingkungannya, tingkat penguasaan teknologi serta prananta yang berlaku dalam komunitas (Dwiyanto, 1994: 29). Dengan kata lain, pola pemukiman merupakan suatu strategi adaptasi manusia dengan lingkungannya sesuai dengan tingkat kemajuan teknologi dan sistem sosial masyarakat yang bersangkutan (Faizaliskandiar, 1998: 9).

3 3 Indonesia terutama di bagian timur terkenal dengan kekayaan rempah rempahnya yang bernilai sangat mahal bahkan melebihi harga emas ataupun batu mulia pada sekitar abad XV. Hal ini yang membuat bangsa Eropa yaitu Portugis, Belanda dan Spanyol datang ke benua Asia. Eropa bukanlah kawasan yang paling maju di dunia pada permulaan abad XV, juga bukan merupakan kawasan yang paling dinamis (Ricklefs, 2008: 40). Sebelum Belanda muncul di Nusantara (1596), pelayar Portugis telah membangun suatu jaringan Bandar niaga untuk menguasai rantai perdagangan rempah-rempah antara kepulauan Maluku dan Eropa. Perdagangan yang sangat menguntungkan itu, diserang terus oleh pelaut-pelaut Belanda. Sebab, Raja Spanyol Philip II, yang adalah musuh bebuyutan orang Belanda, mewarisi tahta Portugal pada tahun 1580 (Heuken, 2003:53). Perusahaan dagang Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang kaya dan kuat itu menyerang pos serta rute pelayaran Portugis di seluruh Asia untuk merebut pelabuhan, benteng atau kota Portugis di mana saja baik di India, Sri Lanka, Malaya, Maluku maupun Tiongkok (Heuken, 2003:54). Setelah Berjaya sekitar 130 tahun di Malaka, Portugis takluk kepada pasukan Belanda dan menyerahkan Malaka kepada Belanda. Setelah menaklukan Malaka, Belanda pun menaklukkan Maluku dan Ternate dari tangan Portugis sebagai daerah jajahannya. Takluknya Malaka dan Maluku dari tangan Portugis membuat bangsa Portugis menjadi tawanan perang oleh Bangsa Belanda. Bangsa Belanda pun membawa orang orang Portugis sebagai tawanan perang itu ke Batavia. namun orangorang Portugis tersebut, bukanlah orang Portugis asli, tetapi Portugis yang sudah bercampur dengan berbagai Bangsa di Afrika, India dan Malaka. Bangsa Belanda menyebutnya dengan Portugis Hitam. Portugis Hitam tersebutlah yang menjadi cikal bakal masyarakat Portugis di Kampung Tugu. Bangsa Portugis yang menjadi tawanan perang Bangsa Belanda dibawa ke Batavia dengan syarat mendapatkan kebebasannya. Tetapi kebebasannya itu harus dibayar dengan beralih agama menjadi Protestan dan mengubah semua nama yang masih mengandung Portugis. Bangsa Portugis dikenal sebagai penyebar agama Khatolik di bagian timur Indonesia, terutama daerah Maluku. Dengan keterpaksaan, para tawanan perang itu

4 4 mengikuti persyaratan yang diajukan oleh Bangsa Belanda. Orang Portugis dan juga Portugis peranakan, tidak diijinkan oleh pemerintah Kumpeni mengamalkan agama mereka dalam wilayah kekuasaannya selama abad ke-17 dan ke-18 (Heuken, 2003: 55). Bangsa Portugis pun menjadi umat agama Protestan, mengubah bahasa Portugis menjadi bahasa Belanda dan mengubah semua nama yang mengandung Portugis dan mereka menjadi bangsa yang merdeka di Batavia. Mardijker memiliki arti merdeka atau orang yang dimerdekakan (Heuken, 2003: 56). Kaum mardijker ini lah yang pertama menempati Kampung Tugu, salah satu kampung tertua di Jakarta. Kampung Tugu sebagai daerah tua dan diperkirakan keberadaannya telah berlangsung sejak kurang lebih pada pertengahan abad ke-5. Hal ini didasarkan atas batu bertulis (prasasti) yang ditemukan di daerah Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu Selatan (Dinas Museum dan Sejarah, 1993: 21). Permukiman Kampung Tugu ini terdapat pada wilayah Kelurahan Semper Barat yang merupakan daerah administratif Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kampung Tugu terletak kurang lebih 4 km sebelah tenggara pelabuhan Tanjung Priok. Jika dilihat dari keadaan geografisnya, Kampung Tugu merupakan dataran rendah (Kristiandi, 2010: 41). Setelah mendapatkan kemerdekaannya, kaum Mardijker menempati Kampung Tugu untuk tempat tinggal mereka. Pada awalnya hanya terdapat 23 keluarga kaum Mardijker yang menempati Kampung Tugu. Ketika itu Tugu masih berupa kawasan hutan dan rawarawa yang merupakan sarang nyamuk malaria dan berbagai sumber penyakit lainnya. Di sana mereka berusaha bertahan hidup dengan berburu binatang liar, menangkap ikan dan mengumpulkan hasil hutan (Mulyani dan Dwiharti, 2011: 69). Di Kampung Tugu saat ini, terdapat sisa peninggalan satu rumah yang berdiri sejak tahun 1850 (Kristiandi, 2010: 47). Rumah khas kaum Mardijker ini dibangun dengan konsep bagian dalam lebih rendah dari halaman depan, memanjang kebelakang dan berbahan dasar kayu dan bambu. Seiring dengan berkembangnya jaman, rumah ini telah mengalami perubahan, semula dindingnya terbuat dari bilik saat ini telah menjadi dinding tembok (Kristiandi, 2010: 47). Kekhasan lain dari rumah ini adalah lambang khusus pada bagian

5 5 atap rumah, yaitu lambang bintang segi delapan, yang merupakan sebuah simbol atau lambang dari kepercayaan pemilik rumah (Kristiandi, 2010: 47). Setelah mendapatkan kebebasan dan ditempatkan di Kampung Tugu pada tahun 1661, pada Tahun 1678, kaum marjdikers dengan bantuan pendeta Melchior Leydekker mendirikan sebuah gereja yang juga difungsikan sebagai sekolah pertama di Kampung Tugu. Sebelum masuk di Kampung Tugu, para kaum mardijker beribadat di Gereja Protestan Sion. Gereja ini dikenal dengan Gereja Protestan Tugu. Namun Gereja Tugu sekarang yang terlihat berdiri kokoh merupakan bentuk bangunan yang ketiga sejak awal pembangunanya. Pada awal pembangunan, Gereja Tugu dibangun dengan arsitektur sederhana berbahan dasar kayu. Seiring berjalannya waktu, keadaan Gereja Tugu I mengalami banyak kerusakan, sehingga Gereja Tugu I direnovasi secara total. Pada tahun 1738 gedung Gereja Tugu I dirobohkan dan dibangun gedung gereja yang baru serta ditahbiskan oleh Ds. Dirk Van Der Tijd (Kristiandi, 2010: 44). Gereja Tugu pada tahun 1740 dihancurkan dan dibakar oleh kerusuhan kaum tionghoa (Mulyadi dan Dwiharti, 2011: 70). Pada tahun 1748 Gereja Tugu dibangun kembali dengan bantuan biaya dari tuan tanah Justinus Vinck, pemilik tanah Cilingcing dan Pasar Senen (Heuken, 2003: 68). Gereja Tugu dibangun menghadap sungai cakung dengan diseberangnya terdapat beberapa permukiman kaum Mardijker. Sungai cakung hingga tahun 1960 merupakan sungai yang memiliki peranan penting bagi jalur transportasi menuju Batavia bagi para kaum Mardijker. Adapun alasan pemilihan Kampung Tugu sebagai lokasi penelitian ialah karena Kampung Tugu memiliki keunikan tersendiri sebagai salah satu kampung tertua yang ditempati bangsa portugis di Jakarta. Pada awalnya hanya sebuah rawa rawa yang membentang luas, namun para kaum mardijker dapat mengubah lahan rawa rawa tersebut menjadi sebuah permukiman yang sudah terkenal dari Abad ke-17. Kampung Tugu juga memiliki pola pemukiman masyarakat yang menarik untuk diteliti, karena pada kondisi sekarang, di wilayah Kampung Tugu hanya tersisa 1 rumah tua yang dibangun sekitar pertengahan Abad ke-19 dan 1 bangunan gereja yang dibangun pada pertengahan Abad ke-18. Kondisi Kampung Tugu sekarang juga telah mengalami perubahan yang signifikan,

6 6 karena dari daerah permukiman telah berubah menjadi daerah industri dan garasi kontainer. Oleh karena itu, berdasarkan uraian peneliti berasumsi bahwa dengan mempelajari pola permukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu dan aspek aspek yang mempengaruhi terbentuknya dan berkembangnya pola pemukiman Portugis tersebut sangat penting dan berguna dalam merekontruksi kehidupan masa lampau di Kampung Tugu. I.2 Permasalahan Dari data dan uraian di atas terdapat beberapa permasalahan yang akan dicoba dijawab dalam penelitian ini. Permasalahan itu adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu. 2. Aspek aspek apa yang mempengaruhi terbentuknya permukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu. I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian kali ini di antaranya ialah guna mengetahui bentuk dan model pola persebaran permukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu serta guna mengetahui aspek aspek yang membentuk adanya pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu. Tujuan lain dari penelitian ini untuk mengetahui perkembangan permukiman di Kampung Tugu pada masa kolonialisme Belanda Indonesia pada tahun 1840 hingga tahun Sasaran dalam penelitian mengenai pola pemukiman ini adalah didapatnya informasi tentang situs permukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu yang berasal dari kolonialisme Belanda yang lebih mendalam beserta aspek aspek pendukungnya. Sasaran terakhir dari penelitian ini ialah untuk mempertahankan dan melestarikan bangunan kuno yang ada di kawasan permukiman Kampung Tugu agar menjadi kawasan Cagar Budaya.

7 7 I.4 Keaslian Penelitian Studi maupun penelitian tentang kawasan Kampung Tugu sudah banyak dilakukan. Penelitian di Kampung Tugu sendiri lebih banyak dititik beratkan pada musik kerocong tugu yang merupakan warisan budaya seni dan juga Gereja Protestan Tugu yang merupakan salah satu gereja tua di Batavia yang dibangun oleh masyarakat Portugis di Kampung Tugu. Penelitian yang lain lebih mengangkat tentang bahasa yang pernah digunakan pada masyarakat Portugis di Kampung Tugu yaitu bahasa Kreol. Penelitian penelitian itu rata rata merupakan penelitian sejarah, antropologi, sosiologi dan etnomusikologi. Lilie Suratminto (2004) dalam artikelnya yang berjudul Bahasa Kreol Portugis di Kampung Tugu: Warisan Budaya Kolonian di Jakarta di Ambang Kepunahan yang dimuat dalam arsip Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, menjabarkan tentang sejarah masuk dan terciptanya bahasa Kreol Portugis di Indonesia dengan kosakata bahasa Kreol Bahasa Indonesia. Lilie Suratmiko (2004), menambahkan bagaimana perkembangan, hubungan dan juga kepunahan bahasa Kreol Portugis ini di Indonesia. Chysanti Arumsai (2007) dalam makalah yang berjudul Keroncong Tugu: The Beat of Nationalism from Betawi, Jakarta, Indonesia memuat tentang keroncong Tugu sebagai identitas bangsa Indonesia. Dalam makalah ini lebih menitik beratkan tentang apresiasi masyarakat tentang warisan keroncong Tugu dari masyarakat Portugis dan betawi. Selain itu juga oleh Victor Ganap (2006) dalam tesisnya yang berjudul Krontjong Toegoe: Sejarah Kehadiran Komunitas dan Musiknya di Kampung Tugu, menjelaskan tentang sejarah masyarakat Kampung Tugu lewat warisan budaya mereka yaitu keroncong. Selain itu juga dalam skripsi Agnes Kristiandi (2010) yang berjudul Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Dalam skripsi Agnes Kristiandi (2010) ini, menjelaskan penyusunan suatu perencanaan lanskap wisata sejarah Kampung Tugu, dengan menampilkan lanskap, termasuk budaya masyarakat, yang merepresentasikan lanskap perkampungan Portugis pada masa kolonial Belanda. Dalam skripsi ini juga dijelaskan tentang pola pemukiman

8 8 masyarakat Portugis di Kampung Tugu, namun penjelasan tersebut merujuk pada tahun 1940 dan masih dibutuhkan penelitian mendalam dari segi arkeologi. Penelitian tentang pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu tergolong masih jarang yang menulis. Beberapa penelitian hanya sebatas wilayah Kampung Tugu itu sendiri. Oleh karena itu, secara garis besar penulis ingin membahas lebih detail tentang pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu dan juga memberi gambaran tentang aspek aspek yang mempengaruhi terbentuknya permukiman tersebut. I.5 Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penalaran yang dipakai bersifat induktif, yaitu suatu penalaran untuk mendapatkan data yang mendukung dalam pemecahan suatu masalah. Data tersebut digunakan sebagai penarik kesimpulan melalui analisis dan sintesis. Penalaran ini bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris melalui proses analisis data (Tanudirjo, 1988: 34). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Metode ini menekankan pada pengumpulan dan penyajian fakta fakta tanpa harus melakukan pengujian hipotesis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai suatu fakta atau gejala yang disertai dengan analisis sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu semua bentuk informasi dapat dianggap sebagai data. Penelitian ini menitik beratkan pada sumber primer dan sumber sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan berupa komponen komponen dalam permukiman masyarakat Portugis, seperti rumah tinggal, bangunan peribadatan, tempat pemakaman dan komponen pendukung permukiman Portugis di luar permukiman Kampung Tugu. Data sekunder merupakan kajian kepustakaan, peta, maupun foto foto yang menyangkut masalah permukiman Portugis serta acuan acuan lain yang mendukung penelitian ini. Model pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan keruangan, yaitu lebih banyak menekankan pada benda benda arkeologi sebagai satu kumpulan atau himpunan dalam satu satuan ruang daripada sebagai satu satuan benda

9 9 tunggal yang berdiri sendiri. Penelitian ini lebih mengarah kepada hubungan antar komponen komponen dalam satu situs, yaitu permukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu. Sesuai dengan kajian dan metode penalaran yang digunakan, maka tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: I.5.1 Tahap Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dicari dengan melakukan observasi ke lokasi Kampung Tugu Jakarta untuk mendapatkan data yang diperlukan sehingga mendapatkan gambaran mengenai permukiman Portugis di kawasan tersebut. Observasi adalah pengamatan langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak mugkin untuk keperluan penelitian di Kampung Tugu. Langkah ini juga bertujuan untuk mendapatkan data arkeologis berupa komponen fisik Portugis Kolonian yang berupa bangunan permukiman dan komponen pendukung permukiman Portugis di Kampung Tugu. Selain melakukan observasi juga melakukan pendokumentasian yang relevan sebanyak mungkin untuk keperluan penelitian. Dalam proses ini juga dilakukan pencarian data maupun dokumen yang diperlukan ke instansi instansi yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti Lembaga Arsip Nasional, Pusat Arkeologi Nasional, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DKI Jakarta, dan Pemerintah Kota Jakarta. Jenis data yang kedua adalah jenis data yang sifatnya sekunder yang meliputi kajian pustaka. Studi pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh data tekstual yang berkaitan dengan lokasi tempat penelitian dilakukan baik secara historis maupun saat ini. Adapun buku buku yang banyak dipakai merupakan buku buku yang membahas konsep konsep arkeologi pemukiman, antropologi dan sejarah sosial yang membahas mengenai wilayah Kampung Tugu. Selain itu juga menggunakan studi pustaka dari arsip kota Jakarta dan juga suatu data pictorial yang berupa peta dan foto foto yang membahas mengenai permukiman masyarakat Kampung Tugu, Jakarta.

10 10 Selain perolehan data dari studi pustaka, data juga diperoleh dari wawancara. Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi antara peneliti dengan informan dalam pengumpulan data, sehingga diharapkan dapat mengungkap data tambahan untuk mengetahui sejarah permukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu yang di dalam studi pustaka tidak diketahui dan juga tidak diperoleh dalam pengamatan. Narasumber dalam penelitian ini memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menganalisa. Wawancara ini akan dilakukan dengan para responden yang mengetahui tentang keadaan permukiman Portugis di Kampung Tugu, dalam hal ini responden merupakan keturunan dari bangsa Portugis Marjdikers, dan yang memang berkecimpung di dalam kawasan Kampung Tugu, seperti penghuni permukiman Portugis itu sendiri, penjaga permakaman, dan juga yang berkecimpung dalam Gereja Protestan Tugu. I.5.2 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggabungkan data lapangan (hasil observasi) dan data pustaka beserta hasil wawancara sehingga didapatkan hasil yang komprehensif dalam menjawab permasalahan. Tahap ini mengkorelasikan data kondisi geografis dengan data komponen permukiman Portugis akan menghasilkan pola pemukiman Portugis, serta mengkorelasikan sejarah kota Batavia dengan data komponen permukiman Portugis dan data pendukung permukiman Portugis akan menghasilkan jawaban tentang aspek aspek yang mempengaruhi terbentuknya pola pemukiman Portugis tersebut. Dengan terkumpulnya semua data tersebut, maka peneliti akan melakukan identifikasi berdasarkan nama, fungsi, arah hadap dan lokasi komponen komponen pola pemukiman Portugis di Kampung Tugu, Jakarta. Dalam analisis ini diharapkan dapat memperoleh gambaran pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu beserta aspek aspek yang mempengaruhi terbentuknya permukiman masyakarat Portugis tersebut. I.5.3 Interpretasi Data Semua data yang telah diambil atau diperoleh kemudian dilakukan interpretasi terhadap data tersebut. Hasil dari interpretasi ini berupa gagasan atau ide yang

11 11 melatarbelakangi adanya bentuk pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung tugu serta aspek aspek yang mempengaruhi terbentuknya permukiman tersebut. I.5.4 Kesimpulan Tahap terahkir ini merupakan tahap untuk mengetahui karakteristik komponen komponen permukiman Portugis maupun komponen pendukungnya. Tahap kesimpulan bertujuan mengetahui secara jelas gambaran karakteristik pola pemukiman masyarakat Portugis di Kampung Tugu, Jakarta, beserta aspek aspek yang mempengaruhi terbentuknya permukiman masyarakat Portugis tersebut.

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

2015 PELATIHAN KERONCONG PADA REMAJA USIA TAHUN DI BATAVIA SUNDA KELAPA MARINA JAKARTA UTARA

2015 PELATIHAN KERONCONG PADA REMAJA USIA TAHUN DI BATAVIA SUNDA KELAPA MARINA JAKARTA UTARA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan salah satu bagian pokok dalam kehidupan manusia. Hampir semua peradaban masyarakat di dunia ini memiliki musik sebagai hasil budaya mereka. Menurut Soeharto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masuknya bangsa Eropa ke Indonesia pertama kali ditandai dengan kedatangan bangsa Portugis pada abad 16 M kemudian diteruskan dengan kedatangan bangsa Belanda yang

Lebih terperinci

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA Peta Konsep Peran Indonesia dalam Perdagangan dan Pelayaran antara Asia dan Eropa O Indonesia terlibat langsung dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran antara Asia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang Benda Cagar Budaya tahun 1992 nomor 5, secara eksplisit dikemukakan bahwa syarat sebuah Benda Cagar Budaya adalah baik secara keseluruhan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kaya akan keragaman warisan sejarah, seni dan budaya yang tercermin dari koleksi yang terdapat di berbagai museum di Indonesia. Dengan tujuan untuk mempromosikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia prasejarah maupun saat ini memerlukan tempat tinggal. Manusia prasejarah mencari dan membuat tempat untuk berlindung yang umumnya berpindah-pindah / nomaden

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang cukup potensial bagi Indonesia. Akselerasi globalisasi yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin membuka peluang bagi kita

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara BAB V KESIMPULAN Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara merupakan salah satu tempat tujuan maupun persinggahan bagi kapal-kapal dagang dari berbagai negara di dunia. Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV, Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan oleh kolonial Belanda sejak tahun Mereka membuat

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan oleh kolonial Belanda sejak tahun Mereka membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keroncong adalah salah satu musik khas Indonesia yang merupakan hasil akulturasi dari Indonesia dan Portugis. Kemunculan keroncong berawal dari para keturunan portugis

Lebih terperinci

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA TUJUAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: mendeskripsikan sebab dan tujuan kedatangan bangsa barat ke Indonesia;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara serius melibatkan industri lainnya yang terkait. Pengenalan potensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pariwisata merupakan sektor penting di dunia yang saat ini telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serius melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkupnya yang

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Informasi yang terkumpul dan digunakan sebagai acuan untuk dalam tugas akhir ini didapat dari berbagai sumber, antara lain: Literatur Wawancara Dokumen Dan catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan kota adalah artefak-artefak yang penting dalam sejarah perkembangan suatu kota. Mereka kadang-kadang dijaga dan dilestarikan dari penghancuran

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG To live in the future, one must first understand their history by anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia mempelajari benda-benda dari masa lalu,

Lebih terperinci

Pembukaan. Semoga berkenan, terima kasih.

Pembukaan. Semoga berkenan, terima kasih. Pembukaan Sebagaimana kita semua tahu bahwa jaman dahulu bangsa kita ini dijajah oleh bangsa Belanda selama 3,5 abad. Banyak orang yang tidak begitu mengetahui apa saja tujuan Belanda jauh-jauh datang

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan hal penting dalam berbangsa karena sejarah adalah bagian dari kehidupan yang dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi bangsa yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adimistratif Nias merupakan kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. adimistratif Nias merupakan kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Nias merupakan sebuah pulau yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera, terletak antara 0 0 12 1 0 32 Lintang Utara (LU) dan 97 0 98 0 Bujur Timur (BT). Secara adimistratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan orang-orang Eropa pertama di kawasan Asia Tenggara pada awal abad XVI kadang-kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam sejarah kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Purworejo di masa lalu merupakan pos pertahanan militer Belanda di wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Proses sejarah yang panjang serta kondisi geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG 1.1 MUSEUM Dalam suatu lingkaran kehidupan tentu ada yang mati dan ada yang lahir, bertahan hidup dan mati meninggalkan dunia. Seni dan budaya yang tumbuh bersama manusia

Lebih terperinci

Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno

Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno Sejarah Seni Rupa Yunani Kuno 1. Sejarah Yunani Kuno Yunani kuno tidak diragukan lagi merupakan salah satu peradaban paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia. Dari daerah yang terletak di ujung semenanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki

BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tua menjadi simbol permata Jakarta selain Monas dan Kepulauan Seribu, dan Kota Tua juga salah satu pusat sejarah Indonesia, sebab di wilayah tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil dari kesimpulan tersebut.

Lebih terperinci

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA

PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR IKAN DAN PASAR FESTIVAL IKAN DI SUNDA KELAPA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tionghoaterhadap kebudayaan Indonesia.Etnis

1. PENDAHULUAN. lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tionghoaterhadap kebudayaan Indonesia.Etnis 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Negara Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim

Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim Ternate Kota Pusaka Maulana Ibrahim Pusaka merupakan terjemahan resmi untuk kata heritage Inggris, berarti warisan, yang ditetapkan pada Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003. Dipakai kata pusaka bukan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR Oleh: M Anwar Hidayat L2D 306 015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali (1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bangsa Eropa sudah berada di kepulauan Nusantara sejak abad ke-16

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bangsa Eropa sudah berada di kepulauan Nusantara sejak abad ke-16 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bangsa Eropa sudah berada di kepulauan Nusantara sejak abad ke-16 Masehi, diawali dengan kedatangan orang-orang Portugis di Sumatra pada tahun 1510 di bawah pimpinan

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mengutip pernyataan Jacub Rais bahwa kita terpesona oleh kalimat bersayap William Shakespeare What s in a name, tetapi tidak berlaku dalam toponimi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. menjalar ke Suriah merupakan akar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah.

BAB V KESIMPULAN. menjalar ke Suriah merupakan akar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah. BAB V KESIMPULAN Fenomena Arab Spring yang dimulai dari Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan menjalar ke Suriah merupakan akar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Suriah. Fenomena ini menjadi momen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan Umum Penulis akan membuat sebuah buku yang berisi tentang museum sejarah jakarta. Buku tersebut akan membahas mengenasi sejarah bangunan, fungsi bangunan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota Jakarta adalah kota yang berkembang dan memiliki banyak sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota Jakarta adalah kota yang berkembang dan memiliki banyak sejarah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Jakarta adalah kota yang berkembang dan memiliki banyak sejarah di dalamnya. Sejarah kawasan dapat menjadi sebuah karakteristik tersendiri bagi suatu kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih km 32 Indralaya OI 30662 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik tersendiri karena penduduknya yang beragam budaya dan agama. Untuk memasuki kota Semarang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA BAB I PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA Tahun 1620, Inggris sudah mendirikan beberapa pos perdagangan hampir di sepanjang Indonesia, namun mempunyai perjanjian dengan VOC untuk tidak mendirikan

Lebih terperinci

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan membahas tentang latarbelakang, pertanyaan penelitian, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan membahas tentang latarbelakang, pertanyaan penelitian, tujuan BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan membahas tentang latarbelakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan keaslian penelitian. 1.1. Latar belakang Ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan

Lebih terperinci

Melacak Perburuan Mutiara dari Timur

Melacak Perburuan Mutiara dari Timur Melacak Perburuan Mutiara dari Timur A. Latar Belakang Masuknya Bangsa Barat Peta diatas merupakan gambaran dari proses kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Nusantara. Garis menggambarkan proses perjalanan

Lebih terperinci

JAN HUYGEN VAN LINSCHOTEN: MEMBUKA JALAN BAGI MASUKNYA BELANDA KE NUSANTARA

JAN HUYGEN VAN LINSCHOTEN: MEMBUKA JALAN BAGI MASUKNYA BELANDA KE NUSANTARA JAN HUYGEN VAN LINSCHOTEN: MEMBUKA JALAN BAGI MASUKNYA BELANDA KE NUSANTARA Pada abad 15 di Eropa telah berkembang dua super power maritim dari Semanjung Iberia yakni Portugis dan Spanyol. Kapal-kapal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. Letaknya yang di kelilingi oleh pegunungan selalu memberikan suasana yang sejuk. Secara astronomis

Lebih terperinci