BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI"

Transkripsi

1 47 BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SUSUN STUDI Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang pembangunan, sistem pengelolaan serta gambaran sosial-ekonomi penghuni rumah susun yang distudi Rumah Susun Karet Tengsin I dan II Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun Karet Tengsin I dan II Rumah Karet Tengsin dibangun pada tahun 1996 karena adanya kasus kebakaran sehingga mengakibatkan pemerintah berusaha untuk meremajakan kawasan tersebut. Program pembangunan rumah susun Karet Tengsin pada dasarnya juga dilakukan untuk mengentaskan masyarakat setempat yang semula menempati permukiman kumuh. Rumah susun ini di bangun di Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat dengan luas areal seluas,708 Ha. Rumah susun ini memiliki 4 blok dengan 5 lantai dan SRS yang hanya berupa tipe 1. Rumah susun Karet Tengsin terletak di kawasan permukiman yang padat dan kumuh dan berbatasan dengan sungai yang dihubungkan dengan jembatan. kepemilikan hunian rumah susun di Karet Tengsin adalah sewa-beli (milik). Rumah susun ini dibangun oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta namun dalam pengelolaan di lapangan diserahkan sepenuhnya kepada PPRS (Perhimpunan Rumah Susun) Karet Tengsin. Besarnya cicilan pembelian yang dilakukan oleh warga rumah susun pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu cicilan bagi warga terprogram dan warga terekomendasi. Warga terprogram merupakan warga Karet Tengsin yang dahulu mendapat gusuran akibat pembebasan lahan untuk pembangunan rumah susun. Warga terekomendasi merupakan warga sekitar Karet Tengsin diluar rumah susun yang tergolong ke dalam masyarakat berpendapatan rendah. PPRS yang beranggotakan warga rumah susun terpilih dalam melaksanakan kegiatannya mendapatkan dana operasional yang berasal dari iuran penghuni rumah susun setiap bulan Gambaran Sosial-Ekonomi Rumah Susun Karet Tengsin I dan II Subbab ini menjelaskan mengenai gambaran sosial ekonomi rumah susun Karet Tengsin I dan II dilihat dari status penghuni, pekerjaan penghuni, tingkat pendapatan, kepemilikan hunian lain, dan alasan tinggal di rumah susun.

2 Rumah Susun Karet Tengsin I dan II Seperti yang telah dijelaskan di atas, status kepemilikan hunian rumah susun di Karet Tengsin I dan II adalah sewa-beli (milik). Akan tetapi, temuan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat penghuni awal yang merupakan warga terprogram menyewakan/mengkontrakkan hunian yang mereka miliki kepada warga baru dengan sepengetahuan Ketua Perhimpunan Rumah Susun (PPRS) Karet Tengsin. Berdasarkan temuan lapangan ketika survei, penghuni rumah susun karet tengsin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: pemilik, dan bukan pemilik. Pemilik merupakan penghuni rumah susun yang menempati rumah susun dari awal yang berasal dari masyarakat terprogram (warga ex-kebakaran yang mengalami gusuran) dan warga terekomendasi (warga disekitar rumah susun yang tidak terkena gusuran namun tergolong ke dalam masyarakat berpendapatan rendah). dengan status bukan pemilik merupakan penghuni yang tinggal di rumah susun dengan cara menyewa (membayar per bulan), mengontrak (membayar per tahun), ataupun menumpang (ikut bersama teman/keluarga dan tidak membayar sama sekali). Besarnya biaya tinggal yang diberikan pemilik ke pengontrak tersebut adalah sekitar Rp ,00 per tahun sedangkan bagi penyewa berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 per bulan. Dari tabel III.1 terlihat di rumah susun Karet Tengsin mayoritas sebesar 63,% masih dihuni oleh para penghuni dengan status pemilik. Tabel III.1 Rumah Susun Karet Tengsin I dan II No (Jiwa) 1 Pemilik Bukan Pemilik Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Pekerjaan Rumah Susun Karet Tengsin I dan II Dari Tabel III. terlihat bahwa mayoritas sebesar 41,7% pekerjaan penghuni rumah susun dengan status pemilik berada pada sektor informal seperti buruh/kuli bangunan, supir, mandor proyek, dan tukang ojek dimana profesi mereka ini tidak memiliki lokasi pekerjaan dan penghasilan secara tetap. Adapun untuk penghuni lain dengan status bukan pemilik sebagian besar (85,7%) bekerja di sektor swasta. Apabila dilihat secara

3 49 keseluruhan dari total sampel, pekerjaan penghuni rumah susun mayoritas sebesar 5,6% adalah pegawai swasta. Tabel III.. Pekerjaan Rumah Susun Berdasarkan Rumah Susun N o 1 Pemilik Bukan Pemilik dan (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) Pegawai Swasta Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 008 Wiraswasta/Dagan g Pekerjaan Pekerjaa n Informal Pensiuna n Mahasisw a Tota l Tingkat Pendapatan Rumah Susun Karet Tengsin I dan II Tingkat Pendapatan rumah susun Karet Tengsin I dan II dalam subbab ini dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh BPS Propinsi DKI Jakarta. Empat kategori pendapatan tersebut antara lain pendapatan rendah/low income ( dibawah (<) Rp ), pendapatan menengah bawah/middle low income (antara Rp Rp ), pendapatan menengah atas/middle high income (antara Rp Rp ), dan pendapatan tinggi/high income (di atas (>) Rp ). Dari Tabel III.3 terlihat bahwa penghuni rusun dengan status pemilik sebagian besar (31,6%) merupakan golongan masyarakat berpendapatan menengah bawah. Adapun penghuni dengan status bukan pemilik juga sebagian besar (18,4%) adalah masyarakat berpendapatan menengah bawah. Besarnya pendapatan yang dimiliki dari tiap status penghuni rumah susun Karet Tengsin adalah sebagai berikut:

4 50 Tabel III.3 Tingkat Pendapatan Rumah Susun Karet Tengsin I dan II No Pendapatan dan Pemilik Bukan Pemilik (Jiwa) < Rp (rendah/low) secara keseluruhan Rp (Jiwa) Rp (menengah secara bawah/middle low) keseluruhan Rp (Jiwa) Rp (menengah atas/middle secara high) keseluruhan (Jiwa) > Rp (tinggi/high) secara keseluruhan Sumber : Hasil Pengolahan Data, 008 (*) Catatan: Tingkat pendapatan dilakukan berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta, 00 Secara umum dapat dilihat bahwa kisaran tingkat pendapatan penghuni rumah susun Karet Tengsin mayoritas sebesar 50% ada pada tingkat menengah bawah apabila dilihat secara keseluruhan dari total sampel penghuni Kepemilikan Hunian Lain Rumah susun Karet Tengsin I dan II pada dasarnya diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah yang belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal mereka. Pada hasil survei menunjukkan bahwa 8,9% sampel penghuni memiliki hunian lain. Jenis dari hunian lain yang dimiliki tersebut secara rinci dapat dilihat pada lampiran. Dari total sampel penghuni yang memiliki hunian lain tersebut 18,% memiliki jenis hunian lain berupa SRS di lokasi yang sama dan 81,8% memiliki rumah di tempat lain. yang memiliki SRS lebih dari satu pada umumnya menggunakannya untuk disewakan atau dikontrakkan kembali kepada penghuni baru yang bukan berasal dari golongan masyarakat berpendapatan rendah. Adapun penghuni yang memiliki rumah lain di lokasi luar rumah susun Karet Tengsin menggunakan SRS yang mereka sewa/kontrak hanya untuk tempat tinggal sementara selama mereka bekerja di sekitar lokasi rumah susun.

5 51 Tabel III.4 Kepemilikan Hunian Lain dari Tiap Rumah Susun Karet Tengsin Kepemilikan Hunian lain No. dan Punya Tidak Punya (jiwa) Pemilik status (jiwa) Bukan Pemilik status (jiwa) secara keseluruhan Sumber: Hasil Pengolahan Data, Alasan Tinggal Rumah Susun Alasan penghuni rumah susun dalam menempati rumah susun Karet Tengsin I dan II dapat dilihat pada Tabel III.5. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa pemilik rumah susun Karet Tengsin mayoritas sebesar 45,8% memilih tempat tinggal di Rumah Susun Karet Tengsin karena alasan terpaksa atau terkena gusuran akibat lokasi tempat tinggalnya dahulu mengalami kebakaran. dengan status bukan pemilik mayoritas sebesar 4,9% memilih tempat tinggal di rumah susun Karet Tengsin karena alasan biaya tinggal yang murah. Secara keseluruhan dari total sampel, diketahui bahwa mayoritas sebesar 8,9% penghuni memilih tinggal di rumah susun Karet Tengsin karena alasan dekat dengan lokasi kerja dan terkena gusuran/terpaksa. No. Tabel III.5 Alasan Tinggal Rumah Susun Karet Tengsin dan (jiwa) Dekat Lokasi Kerja Mura h Alasan tinggal di Rumah susun Ikut Lokasi PSU Famili/Tem Strateg Lengkap an is Terpaksa/Gusu ran Pemilik Bukan Pemilik status (jiwa) status

6 5 (jiwa) secara keseluruhan Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Rumah Susun Bendungan Hilir I Gambaran Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun Bendungan Hilir I Rumah susun Bendungan hilir I dibangun oleh Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta pada tahun 1994 sampai dengan 1995 di areal lahan seluas ha dengan jumlah unit sebanyak 96 lalu dikelola sebelumnya oleh PD Sarana Jaya (BUMD) hingga akhirnya pengelolaannya diserahkan kepada PPRS Bendungan hilir I. Latar belakang pembangunan rumah susun ini adalah untuk mewujudkan program peremajaan kota terutama daerah-daerah yang pernah mengalami kebakaran. Luas tiap hunian yang dibangun dalam rumah susun yang terdiri dari tiga blok (Blok A, B dan C) adalah 18 m. Di dalam hunian tersebut terdapat satu kamar mandi, satu dapur dan satu ruangan yang berfungsi sebagai ruang tidur, ruang makan, dan ruang tamu. lantai yang ada di tiap Blok adalah 4 lantai dimana untuk tiap blok memiliki jumlah unit yang berbeda satu sama lain. Blok A terdiri dari 9 unit, blok B terdiri dari 3 unit dan blok C terdiri dari 13 unit. Fasilitas yang ada di rumah susun ini antara lain sarana olahraga, parkir, masjid, taman bermain, dan minimarket Gambaran Sosial-Ekonomi Rumah Susun Bendungan Hilir I Subbab ini menjelaskan mengenai gambaran sosial ekonomi penghuni rumah susun sederhana Bendungan Hilir I dilihat dari status penghuni, pekerjaan penghuni, tingkat pendapatan, kepemilikan hunian lain, dan alasan tinggal di rumah susun tersebut Rumah Susun Bendungan Hilir I Kepemilikan rumah susun di Bendungan Hilir I merupakan sewa-beli (lihat lampiran 1) dan kepemilikan rumah susun ini diperuntukkan bagi warga yang terkena gusuran pembangunan rumah susun Bendungan Hilir I (warga terprogram) dan warga lainnya yang tergolong ke dalam masyarakat berpendapatan rendah (warga terekomendasi). Dalam realita di lapangan, pemilik rumah susun melihat bahwa rumah susun Bendungan Hilir I memiliki lokasi yang strategis karena dekat dengan lokasi perkantoran sehingga sebagian dari mereka mengontrakkannya kepada penghuni baru

7 53 yang merupakan pendatang yang bekerja tidak jauh dari lokasi rumah susun tersebut 1. Dari total sampel sebanyak 4 unit SRS, ditemukan mayoritas sebesar 4,9% penghuni rumah susun Bendungan Hilir I berstatus pemilik sedangkan 57,1% berstatus bukan pemilik (pengontrak dan penumpang). Besarnya harga sewa-beli per unit yang harus dibayar oleh penghuni dengan status pemilik di rumah susun Bendungan Hilir I sama dengan yang berlaku di rumah susun Karet Tengsin. Bagi penghuni dengan status bukan pemilik yang tinggal dengan mengontrak diharuskan membayar biaya kontrak rata-rata berkisar antara Rp ,00 - Rp ,00 per tahun kepada pemilik. Adapun bagi penghuni dengan status bukan pemilik yang tinggal dengan menumpang merupakan penghuni yang menempati rumah susun Bendungan Hilir I dengan menanggung sebagian atau tidak sama sekali dari biaya tinggal. Mereka umumnya menumpang tinggal di rumah susun Bendungan Hilir I bersama penghuni dengan status pengontrak ataupun pemilik yang jarang tinggal di rumah susun tersebut. Tabel III.6 Rumah Susun Bendungan Hilir I No (Jiwa) 1 Pemilik Bukan Pemilik Sumber: Hasil Pengolahan Data, Pekerjaan Rumah Susun Bendungan Hilir I Dari Tabel III.8 terlihat bahwa mayoritas sebesar 5,4% penghuni rumah susun di Bendungan Hilir I berprofesi sebagai pegawai swasta. Apabila ditinjau dari status penghuninya, pekerjaan penghuni rumah susun dengan status pemilik sebagian besar adalah wiraswasta/pedagang (7,8%) serta Atlet (7,8%). dengan status pemilik yang bekerja sebagai wiraswasta/pedagang umumnya bekerja di lokasi Pasar Bendungan Hilir dan Pasar Tanah Abang tidak jauh dari lokasi rumah susun. Pemilik dengan pekerjaan atlet direkomendasikan tinggal di rumah susun Bendungan Hilir I sebagai fasilitas dari pekerjaannya. Adapun penghuni rumah susun dengan status bukan pemilik sebagian besar (83,3% ) bekerja sebagai pegawai swasta. 1 ) Informasi diperoleh dari wawancara kepada beberapa penghuni rumah susun yang mengontrakkan SRS miliknya dan didukung juga oleh wawancara kepada ketua pengelola rumah susun Bendungan Hilir. ) Besarnya tarif angsuran pembelian bergantung pada lantai dan lama angsuran pembayaran. Informasi mengenai biaya angsuran ini dapat dilihat pada lampiran.

8 54 Tabel III.7. Pekerjaan Rumah Susun Berdasarkan Kepemilikan Rumah Susun No dan PNS Pegawai Swasta Wiraswasta/ Dagang Pekerjaan Pekerjaan Informal Pensiunan Pengangguran Atlet (Jiwa) Pemilik (Jiwa) Bukan Pemilik (Jiwa) Secara Keseluruhan Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Tingkat Pendapatan Rumah Susun Bendungan Hilir I Tingkat pendapatan penghuni rumah susun Bendungan Hilir I telah dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan klasifikasi BPS Propinsi DKI Jakarta yaitu pendapatan rendah/low income ( dibawah (<) Rp ), pendapatan menengah bawah/middle low income (antara Rp Rp ), pendapatan menengah atas/middle high income (antara Rp Rp ), dan pendapatan tinggi/high income (di atas (>) Rp ). Dalam tabel III.8, terlihat bahwa mayoritas sebesar 19% penghuni dengan status pemilik memiliki pendapatan antara kisaran Rp Rp Adapun penghuni dengan status bukan pemilik sebagian besar (19%) juga mempunyai pendapatan Rp Rp Besarnya pendapatan yang dimiliki penghuni rumah susun Bendungan Hilir I berdasarkan statusnya adalah sebagai berikut:

9 55 Tabel III.8 Tingkat Pendapatan Rumah Susun Bendungan Hilir I No Pendapatan (*) dan < Rp (rendah/low) Rp Rp (menengah bawah/middle low) Rp Rp (menengah atas/middle high) > Rp (tinggi/high) Pemilik Bukan Pemilik (Jiwa) secara keseluruhan (Jiwa) secara keseluruhan (Jiwa) secara keseluruhan (Jiwa) secara keseluruhan Sumber : Hasil Pengolahan Data, 008 (*) Catatan : Tingkat pendapatan dilakukan berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta, 00 Secara umum jika dilihat dari keseluruhan total sampel terlihat bahwa kisaran tingkat pendapatan penghuni rumah susun Bendungan Hilir I sebagian besar (38,1%) berada pada tingkat pendapatan menengah atas yaitu berada pada kisaran pendapatan antara Rp Rp Kepemilikan Hunian Lain Rumah susun Bendungan Hilir I pada dasarnya diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah yang belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal mereka. Akan tetapi temuan di lapangan menunjukkan bahwa dari total 4 sampel penghuni yang disurvei, 54,8% memiliki hunian lain. Jenis dari dari hunian lain yang dimiliki tersebut secara rinci dapat dilihat pada lampiran. Dari total sampel penghuni yang memiliki hunian lain tersebut 8.7% memiliki jenis hunian lain berupa SRS di lokasi yang sama dan 91.3% memiliki rumah di tempat lain. yang memiliki SRS lebih dari satu pada umumnya menggunakannya untuk disewakan atau dikontrakkan kembali kepada penghuni baru yang bukan berasal dari golongan masyarakat berpendapatan rendah. Adapun penghuni yang memiliki rumah lain di lokasi luar rumah susun Bendungan Hilir I menggunakan SRS yang mereka kontrak hanya untuk tempat tinggal sementara selama mereka bekerja di sekitar lokasi rumah susun.

10 56 Tabel III.9 Kepemilikan Hunian Lain dari Tiap Rumah Susun Bendungan Hilir I dan Kepemilikan Hunian lain No. Punya Tidak Punya (jiwa) Pemilik (jiwa) Bukan Pemilik (jiwa) secara keseluruhan Sumber: Hasil Pengolahan Data, Alasan Tinggal Rumah Susun Alasan penghuni rumah susun dalam menempati rumah susun Bendungan Hilir 1 dapat dilihat pada Tabel III.10. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa penghuni dengan status pemilik sebagian besar (38,9%) memilih tempat tinggal di Rumah Susun Bendungan Hilir 1 karena mendapat fasilitas dari pekerjaan mereka. dengan status bukan pemilik sebagian besar (54,%) memilih tempat tinggal di Rumah Susun Bendungan Hilir 1 karena dekat dengan lokasi kerja mereka. Secara keseluruhan dari total 4 sampel penghuni, diketahui bahwa mayoritas sebesar 33,3% penghuni memilih tinggal di rumah susun Bendungan Hilir I karena alasan dekat dengan lokasi kerja. No. 1 Pemilik Bukan Pemilik Tabel III.10 Alasan Tinggal Rumah Susun Bendungan Hilir I dan Dekat Lokasi Kerja Murah Alasan tinggal di Rumah susun Ikut Famili/Teman PSU Lengkap Lokasi Strategis Terpaksa /Gusuran Fasilitas Kantor (jiwa) status (jiwa) status

11 57 (jiwa) secara keseluruhan Sumber: Hasil Pengolahan Data, Gambaran Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat Gambaran Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun Pasar Jumat Rumah susun Pasar Jumat di bangun sebagai bagian dari realisasi program pemerintah dalam memasyarakatkan rumah susun perkotaan dan memenuhi kebutuhan perumahan di perkotaan serta dalam rangka mendekatkan pekerja pada lokasi tempat kerja mereka. Pada tahap pembangunannya pemerintah melalui bantuan Perum Perumnas yang bekerja sama dengan Departemen Pekerjaan umum (Puslitbangkim dan Dirjen Cipta Karya) dan JICA (Japan Internasional Coorporation Agency) membangun blok rumah susun (Blok Mawar dan Blok Sakura) dengan masing-masing berjumlah 10 lantai. Dalam teknis pembangunannya blok mawar dibangun oleh JICA (lantai 1 sampai 3), Dep.Cipta Karya PU (lantai 4 sampai 5) dan Perumnas (Lantai 6 sampai 10). Adapun untuk blok sakura proses pembangunannya dilakukan sepenuhnya oleh perumnas (lantai 1 s/d 10). Rumah susun ini dikelola oleh pihak Perum Perumnas dan terletak di Kelurahan Pondok Pinang Kecamatan Kebayoran Lama Kotamadya Jakarta Selatan dengan luas areal lahan seluas 0,93 ha. Lahan rumah susun ini merupakan milik Departemen Pekerjaan Umum dan lokasinya berada di dalam komplek perumahan karyawan Departemen PU-Pasar Jumat serta dekat dengan terminal bis Lebak Bulus yang merupakan terminal dalam dan antar kota. Proses pembangunan rumah susun yang hanya memiliki luas hunian sebesar 1 m ini dilakukan secara bertahap mulai pada tahun 1996 sampai dengan tahun Dalam satu hunian rumah susun tersebut terdapat ruang bersama yang berfungsi sebagai ruang duduk (tamu) dan ruang makan, satu ruang tidur, dapur, kamar mandi/wc dan tempat jemur. unit yang dibangun pada rumah susun ini adalah 10 unit namun yang dijadikan sebagai hunian berjumlah 103 unit. Adapun fasilitas yang ada di rumah susun ini antara lain terdiri dari Jaringan air bersih sumur (Deep Well), Jaringan listrik PLN dengan kapasitas 450VA/unit, Pengolahan Air Limbah sistem Bio Filter, Septictank untuk flow filter, Hidran Kebakaran, Fire Extinguisher, Generator

12 58 Cadangan, Taman Bermain, Lapangan Olahraga, Ruang Serba Guna, Tangga Umum dan Darurat, serta Lift Gambaran Sosial-Ekonomi Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat Sub bab ini menjelaskan mengenai gambaran sosial ekonomi penghuni rumah susun Sederhana Pasar Jumat dilihat dari status penghuni, pekerjaan penghuni, tingkat pendapatan, kepemilikan hunian lain, dan alasan tinggal di rumah susun tersebut Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat Berbeda dengan dua rumah susun sebelumnya, status kepemilikan rumah susun Pasar Jumat adalah Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Para penghuni rumah susun membayar biaya tinggal berupa uang sewa dan uang lola (uang untuk iuran dana pengelolaan/surcharge) kepada kantor pengelola Perumnas yang ada di rumah susun tersebut (lihat lampiran ). penghuni rumah susun sebagian besar (65,6%) adalah penyewa namun terdapat juga status penghuni yang bukan penyewa sebesar 34,4 %. dengan status bukan penyewa umumnya merupakan pegawai PU atau perumnas yang mendapat fasilitas hak milik rumah susun karena pekerjaannya. Di samping itu, terdapat juga penghuni dengan status bukan penyewa yang tinggal di rumah susun dengan menumpang bersama teman atau keluarga dari penyewa ataupun pegawai PU di rumah susun tersebut. Tabel III.11 Rumah Susun Pasar Jumat No (Jiwa) 1 Penyewa Bukan Penyewa Sumber: Hasil Pengolahan Data, Pekerjaan Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat Sebagian besar (47,6%) penghuni dengan status penyewa di rumah susun Pasar Jumat. berprofesi sebagai pegawai swasta yang bekerja di sekitar lokasi rumah susun Pasar Jumat. dengan status bukan penyewa mayoritas sebesar 45,5% berprofesi sebagai wiraswasta/pedagang.

13 59 Apabila dilihat secara keseluruhan dari total 3 sampel, maka terlihat bahwa pekerjaan penghuni rumah susun Pasar Jumat mayoritas sebesar 34,4% adalah pegawai swasta. Secara lebih rinci pekerjaan dari tiap penghuni rumah susun Pasar Jumat dapat dilihat pada tabel III.1. Tabel III.1. Pekerjaan Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat No dan PNS Pegawai Swasta Wiraswasta/ Dagang Pekerjaan Pengangguran Mahasiswa Pegawai BUMN (Jiwa) Penyewa Bukan Penyewa (Jiwa) (Jiwa) Sumber: Hasil Pengolahan Data, Tingkat Pendapatan Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat Tingkat pendapatan penghuni rumah susun Pasar Jumat telah dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan klasifikasi BPS Propinsi DKI Jakarta yaitu pendapatan rendah/low income ( dibawah (<) Rp ), pendapatan menengah bawah/middle low income (antara Rp Rp ), pendapatan menengah atas/middle high income (antara Rp Rp ), dan pendapatan tinggi/high income (di atas (>) Rp ). Dalam tabel III.13 terlihat bahwa mayoritas sebesar (31,3%) penyewa memiliki kisaran pendapatan antara Rp Rp Adapun pendapatan penghuni dengan status bukan penyewa mayoritas sebesar 15,6% berpendapatan dibawah Rp Secara umum jika dilihat secara keseluruhan dari total 3 sampel penghuni, maka dapat dilihat bahwa kisaran tingkat pendapatan penghuni rumah susun Pasar Jumat sebagian besar (40,6%) ada pada tingkat pendapatan menengah bawah (Rp Rp ).

14 60 No Tabel III.13 Tingkat Pendapatan Rumah Susun Pasar Jumat dan Pendapatan Penyewa Bukan Penyewa < Rp (rendah/low) Rp Rp (menengah bawah/middle low) Rp Rp (menengah atas/middle high) > Rp (tinggi/high) Sumber: Hasil Pengolahan Data, 008 (Jiwa) 5 7 secara keseluruhan (Jiwa) secara keseluruhan (Jiwa) 8 10 secara keseluruhan (Jiwa) 1 1 secara keseluruhan Dari total sampel sebanyak 34 unit SRS yang awalnya diberikan ternyata tidak menghasilkan data tingkat pendapatan yang terdistribusi normal sehingga sangat sulit untuk dilakukan estimasi tingkat pendapatan dari jumlah sampel yang diambil dari jumlah keseluruhan populasi penghuni. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis, beberapa outliers yang berasal dari responden dengan jumlah pendapatan yang melebihi rata-rata pendapatan penghuni secara keseluruhan dipisahkan sehingga jumlah sampel yang seharusnya disebar sebanyak 34 dikurangi menjadi 3 sampel dan data menjadi terdistribusi normal. sampel sebanyak responden yang merupakan outliers tersebut memiliki pendapatan berturut-turut sebanyak Rp ,00 dan Rp (dihitung berdasarkan pendekatan household spending selama satu bulan). Kedua responden yang merupakan kelompok masyarakat dengan pendapatan tinggi (klasifikasi BPS) tersebut tinggal di rumah susun hanya sebagai second home selama mereka bekerja di sekitar lokasi rumah susun.

15 Kepemilikan Hunian Lain Rumah susun Pasar Jumat pada dasarnya diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah yang belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal. Temuan lapangan menunjukkan bahwa dari keseluruhan total 3 sampel penghuni diketahui bahwa sebagian sebesar (6,5%) penghuni tidak memiliki hunian lain di luar rumah susun. Berbeda dengan dua rumah susun sebelumnya, jenis hunian lain yang dimiliki sampel penghuni rumah susun pasar Jumat tidak ada yang berupa SRS di lokasi yang sama melainkan rumah (91.7%) dan apartemen (8.3%) di luar lokasi rumah susun (dapat dilihat pada lampiran ). Tabel III.14 Kepemilikan Hunian Lain dari Tiap Rumah Susun Pasar Jumat dan Kepemilikan Hunian lain No. Punya Tidak Punya (jiwa) Penyewa status Bukan Penyewa (jiwa) status (jiwa) secara keseluruhan Sumber: Hasil Pengolahan Data, Alasan Tinggal Rumah Susun Sederhana Pasar Jumat Dari tabel III.17 terlihat bahwa penghuni dengan status penyewa sebagian besar (8,6%) memilih tinggal di rumah susun Pasar Jumat karena alasan harga sewanya yang murah dibandingkan apabila mereka tinggal di tempat lain. dengan status bukan penyewa sebagian besar (45,5%) memilih tinggal di rumah susun Pasar Jumat kerena alasan ikut dengan keluarga/teman mereka yang merupakan pegawai PU atau penyewa lain yang jarang menempati SRS mereka. Secara keseluruhan dari total sampel, diketahui bahwa mayoritas sebesar 1,9% penghuni memilih tinggal di rumah

16 6 susun Karet Tengsin karena alasan ikut dengan keluarga/teman dan mendapat fasilitas kantor. Tabel III.15 Alasan Tinggal Rumah Susun Pasar Jumat No. 1 Penyewa Bukan Penyewa dan (jiwa) status (jiwa) status Dekat Lokasi Kerja Murah Alasan tinggal di Rumah susun Ikut Famili/Teman PSU Lengkap Lokasi Strategis Terpaksa/ Gusuran Fasilitas Kantor (jiwa) status Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, Gambaran Umum Keseluruhan Rumah Susun Sederhana Studi Dari penjelasan mengenai gambaran pembangunan, pengelolaan rumah susun beserta karakteristik sosial ekonomi penghuninya yang telah dijelaskan di atas sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang dapat dilihat pada tabel III.16. Dalam kesimpulan pada tabel III.16 ini sekaligus diidentifikasi mengenai keefektifan sasaran penghuni rumah susun. Secara umum dapat disimpulkan bahwa dari ketiga indikator yang dilihat dari status penghuni, tingkat pendapatan, dan kepemilikan hunian lain yang telah dijelaskan pada bab 1 sebelumnya terlihat bahwa target grup penghuni rumah susun sederhana saat ini (dengan menggunakan harga yang berlaku dari ketetapan pemerintah) belum sepenuhnya sesuai.

17 63 No. 1. Tabel III.16 Kesimpulan Gambaran Pembangunan, Pengelolaan serta Karakteristik Rumah Susun Studi Kriteria Pembanding Rumah Susun Sederhana Keterangan (Kesesuaian Target Karet Tengsin Bendungan Hilir I Pasar Jumat Gabungan 3 Rumah Susun) Bangunan 5 lantai Bangunan 5 lantai Bangunan 10 lantai dengan jumlah 4 blok dengan jumlah 3 blok dengan jumlah blok dan luas unit SRS 1 dan luas unit SRS 18 dan luas unit SRS 1 m m. Dibangun oleh m. Dibangun oleh dan dilengkapi lift. Blok Dinas Perumahan Dinas Perumahan mawar dibangun oleh Propinsi DKI Jakarta Propinsi DKI Jakarta JICA (lantai 1 s/d 3), Kondisi dan sepenuhnya lalu dikelola Dep.Cipta Karya PU Fisik dikelola oleh PPRS sebelumnya oleh PD (lantai 4 s/d 5) dan - - Gambara Bangunan (Perhimpunan Sarana Jaya (BUMD) Perumnas (Lantai 6 s/d n Umum Rumah hingga akhirnya 10). Blok sakura Susun) Karet Tengsin pengelolaannya dibangun oleh perumnas I dan II) diserahkan kepada (lantai 1 s/d 10). Adapun PPRS Bendungan pengelolaannya hilir I. diserahkan kepada perumnas. Kepemilikan Sewa-Beli (milik) Sewa-Beli (milik) Sewa ) Keterangan : Hasil Pengolahan Data Rumah Susun Studi Gabungan dapat dilihat di Lampiran 3.

18 64 Dilihat dari indikator status penghuninya maka dapat dikatakan pada ketiga rumah. Kondisi Sosial Ekonomi rumah susun Karet Tengsin I dan II adalah pemilik (63,%) dan bukan pemilik (36,8%) rumah susun Bendungan Hilir I adalah pemilik (4,9%) dan bukan pemilik (57,1%) rumah susun Pasar Jumat adalah penyewa (65,6%) dan bukan penyewa (34,4%) - susun studi terjadi ketidaksesuaian target penghuni sebagaimana mestinya dikarenakan penghuni dengan status pemilik kurang dari 100% (untuk rusunami Karet Tengsin dan Bendungan hilir I) dan penyewa kurang dari 100% (untuk rusunawa pasar jumat). Sebagian besar (5,6%) Sebagian besar rumah susun Karet (5,4%) penghuni Sebagian besar (34,4%) rumah susun Pekerjaan Tengsin sebagai berprofesi pegawai rumah susun Bendungan Hilir I penghuni rumah susun Pasar Jumat berprofesi studi secara keseluruhan sebesar 43,9% berprofesi - swasta. berprofesi sebagai sebagai pegawai swasta. sebagai pegawai swasta. pegawai swasta.

19 65 Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan penghuni rumah susun Karet Tengsin mayoritas sebesar 50% adalah sebesar Rp Rp (menengah bawah). Disisi lain penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 1,1% Tingkat pendapatan penghuni rumah susun Bendungan Hilir I sebagian besar (38,1%) adalah sebesar Rp Rp (menengah atas) Disisi lain penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 9,5% Tingkat pendapatan penghuni rumah susun Pasar Jumat sebagian besar (40,6%) adalah sebesar Rp Rp (menengah bawah) Disisi lain penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 1,9% Tingkat pendapatan penghuni rumah susun studi sebagian besar (37,4%) adalah sebesar Rp Rp (menengah bawah) Disisi lain penghuni dengan pendapatan rendah hanya sekitar 17,8% Dilihat dari indikator tingkat pendapatan penghuni maka dapat dikatakan pada ketiga rumah susun studi terjadi ketidaksesuaian target penghuni karena mayoritas pendapatan penghuni rumah susun bukan berasal dari golongan pendapatan rendah atau dengan perkataan lain persentase dari penghuni rumah susun dengan pendapatan rendah kurang dari 100%. Kepemilikan Hunian Lain penghuni rumah susun yang memiliki hunian lain (8,9%) lebih kecil dibandingkan penghuni yang tidak memiliki hunian lain (71,1%) penghuni rumah susun yang memiliki hunian lain (54,8%) lebih besar dibandingkan penghuni yang tidak memiliki hunian lain (45,%) penghuni rumah susun yang memiliki hunian lain (37,5%) lebih kecil dibandingkan penghuni yang tidak memiliki hunian lain (6,5%) penghuni rumah susun studi secara keseluruhan yang memiliki hunian lain (39,3%) lebih kecil dibandingkan penghuni yang tidak memiliki hunian lain (60,7%) Dilihat dari indikator kepemilikan hunian lain maka dapat dikatakan pada ketiga rumah susun studi belum terjadi kesesuaian target penghuni karena persentase penghuni rumah susun yang tidak memiliki hunian lain lebih kecil dari 100%.

20 66 Alasan Tinggal Mayoritas sebesar 8,9% penghuni memilih tinggal di rumah susun Karet Tengsin karena alasan dekat dengan lokasi kerja dan terkena gusuran/terpaksa. Mayoritas sebesar 33,3% penghuni memilih tinggal di rumah susun Bendungan Hilir I karena alasan dekat dengan lokasi kerja. Mayoritas sebesar 1,9% penghuni memilih tinggal di rumah susun Pasar Jumat karena alasan ikut dengan keluarga/teman dan mendapat fasilitas kantor (pekerjaannya). Sebagian besar (5,%) dari total sampel (gabungan) penghuni memilih untuk tinggal di rumah susun studi karena alasan dekat dengan lokasi tempat kerja. - Sumber : Kesimpulan dari Hasil Pengolahan Data, 008

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 113 BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dari studi yang telah dibahas pada bab 1 sampai dengan 5. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai kelemahan studi dan saran

Lebih terperinci

BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA

BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA 67 BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA Bab ini membahas mengenai biaya yang dibutuhkan pada saat proses produksi serta

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2008 Penulis : Soly Iman Santoso Pembimbing : Ir. Haryo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota selalu diikuti dengan fenomena meningkatnya jumlah kebutuhan dasar akan perumahan. Seperti halnya kota-kota besar di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan fisik Kabupaten Sidoarjo sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat)

PERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat) PERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat) Jenis : Tugas Akhir Mahasiswa Tahun : 2005 Penulis : Yovi Pembimbing : Dr.Ir. Haryo Winarso,

Lebih terperinci

Gambar 5.2 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan Menggunakan Pola Swasta

Gambar 5.2 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan Menggunakan Pola Swasta 95 BAB 5 SIMULASI MODEL PEMBIAYAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA Bab ini menjelaskan mengenai uji simulasi model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun studi dengan menggunakan mekanisme pola investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING

BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING 2.1. Tanggapan Tanggapan dalam sayembara ini cukup menarik karena rusunawa sebagai strategi Penataan Permukiman kumuh. Bisanya permukiman kumuh bisa diatasi dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permukiman Kumuh Berdasarkan Dinas Tata Kota DKI tahun 1997 dalam Gusmaini (2012) dikatakan bahwa permukiman kumuh merupakan permukiman berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA

RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA Luas DKI Jakarta 662,33 km2 Jumlah Penduduk 9.607.787 jiwa (Sumber Jakarta dalam Angka 2012) Kepadatan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Rumah Susun Bersubsidi Tema : Green Architecture Lokasi : Jl. Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) Kel. Cengkareng Timur -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMAKAIAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMAKAIAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMAKAIAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dan motivasi penelitian mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang timbul permasalahan mengenai penetapan tarif

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta memegang peran yang cukup besar dalam skala nasional maupun internasional. Salah satu peranan yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang

BAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki tiga kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan dimana rumah merupakan salah satu yang termasuk di dalamnya. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019

Lebih terperinci

PROVISION OF PUBLIC HOUSING IN JAKARTA

PROVISION OF PUBLIC HOUSING IN JAKARTA PROVISION OF PUBLIC HOUSING IN JAKARTA Nina Nurdiani Department of Architecture, Faculty of Engineering, Binus University Jalan K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 nnurdiani@binus.edu / nina.nurdiani@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu,

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, Kelurahan Petogogan dan Kelurahan Pela Mampang. Sungai Krukut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran ini merupakan hasil dari penelitian mengenai Dampak Sosial dan Ekonomi Pembangunan Rusunawa Gowongan Yogyakarta. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan keterbatasan terhadap ketersediaan lahan bagi perumahan. Untuk menyediakan

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA

KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA KEBIJAKAN dan STRATEGI PENYEDIAAN PERUMAHAN TA 2015-2019 DIREKTORAT PERENCANAAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 1 LANDASAN

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA Oleh : Soly Iman Santoso 15404100 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat 28 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI A. Sejarah Singkat Kelurahan Way Dadi Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat berbatasan dengan wilayah Bandar Lampung maka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TATA RUANG, TATA BANGUNAN, DAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 34 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, dengan luas 5400 m 2. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik yang datang dari sesama manusia, makhluk hidup lainnya, maupun alam

BAB I PENDAHULUAN. baik yang datang dari sesama manusia, makhluk hidup lainnya, maupun alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Kehidupan seseorang tanpa rumah tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kehidupan yang layak.

Lebih terperinci

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT

TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 1 TINGKAT KEKUMUHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBORA JAKARTA BARAT Oleh Ambarwati, D. Sugandi *), D. Sungkawa **) Departemen Pendidikan Geografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug berada di bagian Sukabumi Utara. Kecamatan Cicurug memiliki luas sebesar 4.637 hektar.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KAWASANKUMUH DI SUCO CAICOLI DILI, TIMOR LESTE SEBAGAI MASUKAN BAGI UPAYA REVITALISASI KAWASAN TERSEBUT

BAB IV ANALISIS IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KAWASANKUMUH DI SUCO CAICOLI DILI, TIMOR LESTE SEBAGAI MASUKAN BAGI UPAYA REVITALISASI KAWASAN TERSEBUT BAB IV ANALISIS IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KAWASANKUMUH DI SUCO CAICOLI DILI, TIMOR LESTE SEBAGAI MASUKAN BAGI UPAYA REVITALISASI KAWASAN TERSEBUT Dalam bab ini menjelaskan tentang Analisis Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik, pada tahun 2013 Indonesia mencatat backlog perumahan sebesar 12

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik, pada tahun 2013 Indonesia mencatat backlog perumahan sebesar 12 BAB I PENDAHULUAN Kesenjangan antara kebutuhan rumah dengan ketersediaan rumah atau backlog perumahan di Indonesia saat ini masih tinggi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 Indonesia

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS 3.1 Analisis pemakai Analisis pengelompokan pemakai berdasarkan usia dan status

BAB III ANALISIS 3.1 Analisis pemakai Analisis pengelompokan pemakai berdasarkan usia dan status BAB III ANALISIS 3.1 Analisis pemakai Pengguna rusun adalah karyawan industri pabrik yang berada di sekitar lokasi dengan asumsi bahwa pembiayaan pembangunan rusun ditanggung oleh pemerintah yang bekerja

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI JENEPONTO NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI JENEPONTO NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI JENEPONTO NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO, Menimbang :

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN MEMIMPIN, MENGKOORDINASIKAN DAN MENGENDALIKAN TUGAS-TUGAS DIBIDANG PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAWASAN YANG MELIPUTI PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS DAN KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN;

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 41 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG STATUS PENGGUNAAN TANAH DAN BANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan Hal. 1. Tabel 1.1 Tabel Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan Hal. 1. Tabel 1.1 Tabel Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Dari tahun ke tahun tidak dapat dipungkiri bahwa pertambahan penduduk pada suatu Negara tidak dapat dikurangi atau dihentikan.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG

IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG IDENTIFIKASI KONFIRGURASI PERUBAHAN RUANG RSS GRIYA HARAPAN A PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya JL. Raya Prabumulih Telp. 0711-7083885 Inderalaya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Dasar Rusunawa Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP 4. 1 IDE AWAL 4. 2 KONSEP TAPAK

BAB IV KONSEP 4. 1 IDE AWAL 4. 2 KONSEP TAPAK BAB IV KONSEP 4. 1 IDE AWAL Kampung kota merupakan sebuah fenomena yang cukup unik, di samping memiliki karakteristik kampung, namun memiliki karakteristik perkotaan. Kampung memiliki sifat rasa kekeluargaan

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

G. BIDANG PERUMAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pembiayaan 1. Pembangunan Baru

G. BIDANG PERUMAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Pembiayaan 1. Pembangunan Baru G. BIDANG PERUMAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pembiayaan 1. Pembangunan Baru 1. Penetapan kebijakan, strategi, dan program di bidang pembiayaan 2. Penyusunan norma, standar, pedoman, dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS JAKARTA, 9 OKTOBER 2017 DATE KEBIJAKAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN SASARAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA. Pasal 0

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA. Pasal 0 5 1990 PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA Pasal 0 PEREMAJAAN PEMUKIMAN KUMUH YANG BERADA DI ATAS TANAH NEGARA Instruksi Presiden (INPRES) Nomor: 5 Tahun 1990 Tanggal: 26 September

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN

BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kelurahan Pluit merupakan salah satu wilayah kelurahan yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara.

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA TAHUN 2012 DI KABUPATEN SIDOARJO

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA TAHUN 2012 DI KABUPATEN SIDOARJO 1 BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TARIF SEWA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA TAHUN 2012 DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 27 BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 4.1 Desa Cikarawang 4.1.1 Kondisi Demografis Desa Cikarawang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan terdiri dari 7 RW. Sebelah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PENGHUNI DENGAN PERUBAHAN LOKASI DAN KARAKTERISTIK HUNIAN (STUDI KASUS RUSUNAWA PLGB)

HUBUNGAN PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PENGHUNI DENGAN PERUBAHAN LOKASI DAN KARAKTERISTIK HUNIAN (STUDI KASUS RUSUNAWA PLGB) HUBUNGAN PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PENGHUNI DENGAN PERUBAHAN LOKASI DAN KARAKTERISTIK HUNIAN (STUDI KASUS RUSUNAWA PLGB) Sutikno Diharjo 1 dan Nurahma Tresani 2 1 Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara,

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PRIORITAS PELAYANAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KECAMATAN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT TUGAS AKHIR

PENENTUAN DAERAH PRIORITAS PELAYANAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KECAMATAN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT TUGAS AKHIR PENENTUAN DAERAH PRIORITAS PELAYANAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KECAMATAN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT TUGAS AKHIR Oleh: WELLY DHARMA BHAKTI L2D302389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI WILAYAH Hasil survei ini merupakan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini juga diperoleh dengan mengacu

Lebih terperinci

Penggusuran dan Reproduksi Kemiskinan

Penggusuran dan Reproduksi Kemiskinan Penggusuran dan Reproduksi Kemiskinan Nuri Ikawati Peneliti IDEAS (Indonesia Development and Islamic Studies) Masifnya penggusuran paksa terhadap kampung dan pemukiman liar di Jakarta dalam tiga tahun

Lebih terperinci

4. METODOLOGI PENELITIAN

4. METODOLOGI PENELITIAN 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka pemikiran konseptual mendeskripsikan alur pikir peneliti mulai dari latar belakang dilakukannya penelitian, proses analisis, dan kesimpulan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Upaya Pemenuhan Kebutuhan Perumahan di DKI Jakarta.

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Upaya Pemenuhan Kebutuhan Perumahan di DKI Jakarta. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami banyak perubahan. Sebagai kota yang memiliki visi sebagai kota jasa bertaraf internasional dengan

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN (Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat) Lokasi :... Nama :... Profesi :... Alamat :...

DAFTAR PERTANYAAN (Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat) Lokasi :... Nama :... Profesi :... Alamat :... 148 LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN (Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat) Lokasi :... Nama :... Profesi :... Alamat :... 1. Status lahan pada lokasi yang distudi : 2. Ketersediaan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen adalah: Tempat tinggal (yang terdiri atas kamar tamu, kamar tidur,

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen adalah: Tempat tinggal (yang terdiri atas kamar tamu, kamar tidur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian apartemen Menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Apartemen adalah: Tempat tinggal (yang terdiri atas kamar tamu, kamar tidur, kamar mandi, dapur,

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

NO LD.27 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TANGGAL 16SEPTEMBER 2008 DAFTAR URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN GARUT

NO LD.27 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TANGGAL 16SEPTEMBER 2008 DAFTAR URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN GARUT LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TANGGAL 16SEPTEMBER 2008 DAFTAR URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN GARUT A. URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN SUB BIDANG SUB-SUB BIDANG PEMERINTAH

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

Konsep Fisik Unit Rumah, Fasilitas dan Utilitas

Konsep Fisik Unit Rumah, Fasilitas dan Utilitas Konsep Fisik Unit Rumah, Fasilitas dan Utilitas L 1 Ilustrasi/Contoh Alternatif Bangunan Minimalis Ukuran 25 50 meter dengan Bahan Bangunan Murah dan Terjangkau Gambar L.1 Konsep Fisik Bangunan Melakukan

Lebih terperinci

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG LATAR BELAKANG PENDAHULUAN : a) Hunian merupakan kebutuhan dasar manusia, dan hak

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN 2006 Hairul Sitepu Posted 5 December 06 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor Sem 1, 2006/07 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng Prof. Dr.

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkatan kerja (pekerja) terdiri dari tenaga kerja sektor formal dan tenaga kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang melakukan

Lebih terperinci