BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edentulus Penuh Edentulus penuh merupakan kondisi kesehatan gigi yang biasa terjadi pada usia lanjut, walaupun banyak survey yang menyatakan bahwa prevalensi kejadian ini mengalami penurunan. 20,21 Di Amerika terjadi penurunan edentulus penuh sebesar 10% setiap dekade dalam 30 tahun terakhir namun diperkirakan akan terdapat kenaikan kejadian edentulus penuh karena kedepannya diduga jumlah lansia juga bertambah. 21 Perawatan terhadap edentulus penuh ini tidak dapat diabaikan karena berdampak pada kemampuan pengunyahan, estetik dan fungsi fungsional mulut lainnya Dampak Edentulus Penuh Edentulus penuh memberikan dampak sebagai berikut: a. Dampak Fisik Jumlah gigi telah dipilih sebagai kunci dalam menentukan fungsi mulut dan status kesehatan mulut. 7 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa indikator yang penting untuk efisiensi pengunyahan adalah jumlah gigi. 7 Riadiani dkk (2014) menyatakan bahwa penurunan kemampuan pengunyahan paling signifikan terdapat pada populasi lansia dengan keadaan edentulus penuh. 22 b. Dampak Mental Kehilangan tulang merupakan proses yang terjadi terus menerus karena edentulus. 7 Pada edentulus penuh ditemukan efek yang signifikan pada resorpsi tulang alveolar, yang mengacu pada pengurangan tinggi tulang alveolar dan ukuran dari denture bearing area. 7 Pengurangan ini memberikan efek pada tinggi wajah dan tampilan fasial yang berubah karena edentulus, sehingga dapat dikatakan bahwa edentulus memberikan efek yang kurang baik terhadap tampilan estetik

2 seseorang. 7,23 Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap mental penderita edentulus penuh Kualitas Hidup Penderita Edentulus Penuh Secara umum kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individual terhadap posisinya dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai tempat yang ia tinggali dan relasinya terhadap tujuan, harapan dan perhatiannya. 7 Edentulus penuh kemungkinan akan mengacu pada perubahan yang lebih buruk pada semua aspek hidup. 7 Gigi memiliki peranan penting dalam tampilan wajah, bicara dan kemampuan makan. Keadaan edentulus penuh tidak hanya mempengaruhi fungsi oral tapi juga kehidupan sosial seperti penderita edentulus penuh akan menghindari berpartisipasi dalam aktivitas sosial karena malu untuk berbicara, tersenyum atau makan di depan banyak orang Pemeriksaan Pasien Diagnosis dan rencana perawatan merupakan parameter yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan pasien. Diagnosis dan rencana perawatan yang inadekuat merupakan penyebab utama dalam kegagalan perawatan gigitiruan penuh. Salah satu faktor yang harus dievaluasi untuk sampai pada diagnosis dan rencana perawatan yang tepat adalah pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif Pemeriksaan Subjektif Dalam pemeriksaan subjektif beberapa hal yang dievaluasi adalah: 1. Usia Usia adalah umur seseorang yang penentunya dihitung menurut ulang tahun terakhir. Usia pasien penting diketahui untuk dijadikan pedoman dalam pemilihan dan penyusunan gigi serta memprediksi prognosis perawatan. 10 Kondisi jaringan pada pasien dengan usia tua kurang resilien serta keadaan mukosa dan submukosa yang tipis. 10 Selain itu terdapat beberapa penyakit yang terbatas pada usia tertentu. 9,10 2. Jenis kelamin

3 besi. 9,10 3. Lama edentulus Jenis kelamin pasien penting diketahui untuk dijadikan pedoman dalam pemilihan dan penyusunan gigi selain itu dalam perawatan yang akan diterima, pasien laki-laki umumnya lebih mementingkan kenyamanan sedangkan perempuan lebih mementingkan aspek estetis. 9,10 Perempuan pada tahap menopause lebih sulit untuk dirawat karena masalah psikologis, mulut kering, sensasi rasa terbakar dalam mulut dan kondisi lain yang dipengaruhi oleh masa menopause. 10 Selain itu terdapat beberapa penyakit pada jenis kelamin tertentu yang dapat memberi pengaruh pada perawatan gigitiruan penuh seperti hemofilia, osteomalasia dan anemia defisiensi Lama edentulus adalah data mengenai durasi antara pencabutan gigi terakhir sampai dilakukannya perawatan pada pasien. Data ini akan memberikan informasi mengenai bentuk resorpsi tulang alveolar Pemeriksaan Objektif Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah Penampilan wajah dapat memberikan petunjuk berharga mengenai dimensi vertikal oklusal dari gigitiruan yang ada. 24 Beberapa hal yang diperiksa dari wajah meliputi: 1. Ciri-ciri wajah berdasarkan ciri perioral seperti dukungan bibir yang terlihat, philtrum, lipatan nasolabial, sulkus mentolabial atau lekukan labiomental, komisura labial, tebal vermillion border, ukuran mulut saat terbuka, tekstur kulit, kesimetrian wajah apakah simetris bilateral atau tidak serta warna kulit. 9-10,25 2. Bentuk wajah yang berguna untuk memilih gigi. House dan Loop, Williams mengklasifikasikan wajah manusia berdasarkan tiga tipe yaitu square, tapering, dan ovoid. 8-10

4 3. Profil wajah yang dicatat berdasarkan klasifikasi Angle yaitu straight profile, prognathic profile dan retrognathic profile. Pemeriksaan ini berguna karena dapat menentukan relasi rahang dan oklusi Tonus Otot Pemeriksaan ini dilakukan karena memberikan efek kepada stabilitas gigitiruan penuh. House membagi atas tiga yaitu tegangan normal, fungsi otot yang normal namun terdapat sedikit penurunan ketegangan otot dan penurunan fungsi sertatonus otot. 9 Pada mulut dalam kondisi normal dengan jumlah gigi geligi asli yang lengkap maka kelompok otot elevator, depresor, protuder, retraktor dan serat-serat otot seimbang satu dengan yang lain serta didapati presisi yang baik pada gravitasi dan kontrol pergerakan rahang bawah Bibir Restorasi dari dukungan bibir dan lebar vermillion border harus dipertimbangkan pada saat penyusunan gigi anterior. 8,10 Beberapa hal yang diperiksa dari bibir adalah 8-10 : 1. Ketebalan bibir yang dibedakan atas tiga yaitu tebal, sedang dan tipis. 2. Panjang bibir diperiksa karena berperan dalam faktor estetik dan diklasifikasikan atas tiga yaitu panjang, sedang (normal) dan pendek. 3. Dukungan bibir yang dibedakan atas dukungan adekuat dan tidak ada dukungan Sendi Temporo Mandibula Sendi temporo mandibula dan otot pengunyahan diperiksa karena hal ini dibutuhkan ketika diduga terdapat gangguan STM ataupun pasien yang mengalami salah satu gejala seperti rasa sakit dan kelemahan pada otot mastikasi dan STM, suara sendi selama pergerakan kondilar dan keterbatasan pergerakan rahang bawah. 27

5 Pemeriksaan ini dapat dilihat dari letak kondilus yang normal. Dalam posisi oklusi sentrik aspek anterosuperior dari kepala kondilus akan berartikulasi melewati perantara meniskus dengan bagian dari fossa dibentuk oleh tulang squamus temporal. 26 Ketika mulut terbuka kemudian bergerak protrusi dan lateral maka kondilus akan bergerak ke bawah articular eminence Neuromuskular Pasien diobservasi mulai dari waktu masuk klinik. Gaya berjalan pasien, koordinasi pergerakan, bagaimana kenyamanan pasien bergerak dan kestabilannya adalah poin yang penting untuk dipertimbangkan. 9 Koordinasi neuromuskular dapat diklasifikasikan atas tiga kelas yaitu kelas I (baik sekali), kelas II (sedang) dan kelas III (buruk) Pemeriksaan Intra Oral Kualitas dan kontur permukaan dari jaringan keras dan jaringan lunak merupakan bagian dalam mulut yang harus diperiksa secara visual dengan hati-hati. Pencahayaan yang adekuat dari segi kualitas dan kuantitas merupakan faktor yang penting untuk menghasilkan observasi visual yang benar. 21, Mukosa Terdapat beberapa hal penting yang perlu dicatat dari mukosa yaitu: 1. Warna mukosa Warna membran mukosa yang normal adalah merah muda Jika terdapat variasi warna lain hal ini perlu untuk dilakukan pemeriksaan. Variasi yang umumnya ditemui adalah peningkatan warna merah yang berkaitan dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh iritasi baik iritasi mekanik, kimia maupun bakteri Kondisi mukosa Diklasifikasikan berdasarkan House yaitu kelas Imenunjukkan kondisi yang baik, kelas II yang menunjukkan adanya iritasi dan kelas III terdapat keadaan patologi Ketebalan mukosa

6 Kualitas mukoperiosteum mungkin berbeda-beda pada tiap bagian dari lengkung rahang. 9 Mukosa dengan ketebalan sedang disertai dengan resilien yang sama akan memberikan prognosis yang baik. 10 Ketebalan mukosa diklasifikasikan berdasarkan House yaitu kelas I untuk normal/sama, kelas II untuk dua kali ukuran normal dan kelas III untuk ketebalan yang berlebih. 9, Linggir Alveolus Kontur linggir dapat diklasifikasikan atas linggir yang tinggi, linggir yang rendah dan linggir seperti mata pisau. 9 Bentuk linggir ada 3 macam yaitu 28 : 1. Bentuk U, bila permukaan labial/bukal sejajar permukaan lingual/palatal. 2. Bentuk V, berpuncak sempit, kadang-kadang sempit seperti pisau. 3. Bentuk jamur / bulbous, bentuknya membesar atau melebar di puncaknya. Bentuk jamur berleher dan menimbulkan gerong Saliva Kualitas dan kuantitas saliva merupakan faktor yang penting sekali terhadap kemampuan pasien untuk menoleransi gigitiruan penuh karena baik aliran maupun kekentalan saliva sangat berpengaruh terhadap keberhasilan gigitiruan penuh. 27 Kondisi saliva dibedakan atas 8 : 1. Kelas I : Jumlah dan konsistensi saliva normal. 2. Kelas II : Terdapat banyaknya jumlah saliva yang encer. Saliva yang terlalu banyak kemungkinan menyebabkan penyumbatan dan pada umumnya meyulitkan pembuatan cetakan. 3. Kelas III : Jumlah saliva yang sedikit mengurangi kualitas retensi dari gigitiruan penuh dan dapat menyebabkan kekeringan pada mukosa Lidah Lidah terdiri atas otot-otot intrinsik yang berada dalam lidah itu sendiri dan otot-otot ekstrinsik yang memasuki lidah seperti otot stiloglosus, palatoglosus, hyoglosus dan genioglosus berfungsi untuk menggerakkan lidah pada posisi yang bervariasi. 29 Lidah memiliki banyak fungsi, tidak hanya sebagai indra pengecapan

7 lidah juga berguna untuk mengontrol makanan selama pengunyahan dan penelanan. 30 Lidah dengan bantuan bibir, gigi dan palatum juga berperan dalam mengontrol dan mengatur getaran aliran udara dari laring untuk pembentukan suara dalam artikulasi berbicara Ukuran Lidah Ukuran lidah merupakan hal yang penting untuk diperiksa karena sangat berpengaruh terhadap prosedur pembuatan gigitiruan penuh. Pada lidah dengan ukuran yang besar akan menyulitkan prosedur pencetakan, penyusunan gigi dan berkontribusi terhadap ketidakstabilan gigitiruan penuh. 13,29 Sementara itu ukuran lidah yang kecil akan memudahkan proses pencetakan namun akan membahayakan lingual seal. 12 Ukuran lidah diklasifikasikan berdasarkan House yaitu 8,9 : 1. Kelas I : Ukuran, perkembangan, dan fungsinya normal. Terdapat gigi yang cukup untuk mempertahankan bentuk dan fungsi yang normal. 2. Kelas II : Gigi geligi telah hilang dalam waktu yang cukup lama dan memberikan perubahan bentuk dan fungsi lidah. 3. Kelas III : Lidah dengan ukuran yang terlalu besar, hal ini disebabkanedentulus penuh dalam waktu yang lama Posisi Lidah Posisi lidah didefenisikan sebagai posisi lidah secara fisiologi dalam kondisi istirahat dengan bibir terpisah dan dalam beberapa kasus rahang bawah sedikit terbuka dari posisi istirahatnya. 17 Posisi lidah sangat dipengaruhi oleh keadaan dasar mulut karena dasar mulut dibentuk oleh dorsum lidah pada bagian posterior dan ujung lidah ditambah mukosa yang menutupi ruang kosong di bawah anterior lidah pada bagian anteriornya. 29 Posisi lidah menurut klasifikasi Wright dibedakan dalam tiga kelas yaitu (Gambar 1) 9,11,13 : a. Kelas I : Lidah berada dalam dasar mulut dengan ujung lidah berada di depan dan sedikit di bawah permukaan insisal gigi anterior rahang bawah.

8 b. Kelas II : Lidah mendatar dan melebar tetapi ujungnya dalam posisi yang normal. c. Kelas III : Lidah dalam kondisi retracted dan terdepresi ke dalam dasar mulut dengan ujungnya melengkung ke atas, ke bawah atau terasimilasi ke badan lidah. Posisi lidah sangat dipengaruhi oleh jumlah gigi di dalam mulut. Kotsiomiti dkk (2000) menyatakan bahwa posisi lidah kelas III atau posisi lidah retractedpaling banyak ditemui pada penderita edentulus penuh. 14 Saito (2012) menyatakan bahwa rongga orofaringeal membesar pada pasien edentulus penuh dan posisi lidah yang retracted merupakan upaya untuk menutup bagian faringeal tersebut. 19 A B C Gambar 1. Posisi lidah A. Kelas I B. Kelas II C. Kelas III 9 Posisi lidah kelas I disebut juga dengan posisi lidah normal dengan ditemukan karakteristik sebagai berikut (Gambar 2) 14,16 : a. Lidah secara sempurna memenuhi dasar mulut. b. Pinggir lateral lidah terletak melewati linggiryang mana secara normal menunjukkan permukaan oklusal dari gigi geligi. c. Ujung dari apeks lidah terletak pada bagian linggir lingual anterior rahang bawah. Sementara itu posisi lidah dikatakan tidak normal atau lidah yang retracted (kelas III) bila (Gambar 2) 14,16 : a. Lidah tertarik ke belakang mulut dan dasar mulut terlihat. b. Pinggir lateral terletak di dalam atau pada bagian linggir posterior. c. Ujung lateral lidah kadang terletak pada bagian posterior dasar mulut atau kemungkinan tertarik ke badan lidah

9 A B Gambar 2. Posisi lidah pada edentulus penuh A. Kelas I/normal B. Kelas III/ lidah yang retracted 14, Faktor yang Mempengaruhi Posisi Lidah Usia Usia dapat mempengaruhi perubahan posisi lidah. Setiap orang memiliki posisi lidah yang normal namun berubah seiring pertambahan usia. 16 Kotsiomiti dkk (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan perubahan posisi lidah disebabkan respon terhadap perubahan anatomi dan fungsional mulut seperti pergerakan inferior tulang hyoid. 14 Tulang hyoid adalah tulang yang berbentuk seperti tapal kuda yang terletak dalam garis tengah anterior leher antara dagu dan kartilage tiroid (Gambar 3). 31 Tulang ini memiliki perlekatan dengan dasar mulut dan lidah diatas, laring dibawah dan epiglotis dan faring dibelakang. 31 Tulang ini berfungsi memberikan gerak yang lebih luas pada lidah, faring dan laring. 31 Suryandari (2007) menyatakan bahwa posisi lidah dapat dihubungkan dengan ketinggian dasar mulut yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tulang alveolar. Tinggi rendahnya tulang alveolar ini dipengaruhi oleh proses resorpsi tulang alveolar dan salah satu faktor yang mempengaruhi resorpsi tulang alveolar adalah usia. 32 Menurut Saito (2012) posisi lidah yang retracted banyak ditemukan pada pasien usia tua (lansia) ketika mereka membuka mulutnya. 19 Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. 33

10 A B Gambar 3. Posisi tulang hyoid A. Pandangan lateral B. Pandangan anterior 34, Jenis Kelamin Kotsiomiti dkk (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan posisi lidah. 17 Hal ini disebabkan perubahan anatomis dan fungsional dari rongga mulut tidak hanya dipengaruhi oleh usia namun juga jenis kelamin. 17 Suryandari (2007) menyatakan bahwa posisi lidah dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tulang alveolar. Tinggi rendahnya tulang alveolar dipengaruhi oleh proses resorpsi tulang alveolar dan salah satu faktor yang mempengaruhi proses resorpsi tulang alveolar ini adalah jenis kelamin Lama Edentulus Kotsiomiti dkk (2000) melakukan penelitian posisi lidah terhadap subyek edentulus penuh yang dibagi atas dua grup yaitu subyek yang edentulus penuh dalam waktu yang lama (> 3 tahun - 30 tahun) dan subyek edentulus penuh yang baru (<1 tahun). 14 Hasil penelitiannya menunjukan posisi lidah kelas III atau posisi lidah retracted sebesar 87% pada pasien yang edentulus penuh dalam waktu yang lama. 14 Hal ini disebabkan terdapat perubahan fungsional ataupun disfungsional sistem stomatognasi pada subyek yang edentulus penuh pada waktu yang lama (> 3 tahun - 30 tahun). 14

11 2.4 Gigitiruan Penuh Definisi Gigitiruan penuh adalah gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi geligi normal pada lengkung rahang serta struktur yang berhubungan dengan rahang atas dan rahang bawah. 1,9,21 Batas-batas kemampuan gigitiruan penuh dalam merestorasi jaringan yang hilang dan menopang sepenuhnya bibir dan pipi, membantu penampilan tua prematur pada pasien yang edentulus penuh. 24 Selain itu gigitiruan penuh juga membantu mengendalikan dan mengunyah bolus makanan tetapi efesiensi pengunyahannya tentu lebih rendah dari gigi geligi asli. 24 Adapun keuntungan gigitiruan penuh jika dibandingkan dengan perawatan edentulus lainnya, yaitu 21 : 1. Digunakan secara universal 2. Tidak mahal 3. Pilihan pendahuluan bagi pengguna awal gigitiruan Indikasi Indikasi dari pemakaian gigitiruan penuh adalah 36 : 1. Pasien dengan edentulus penuh 2. Pasien yang masih memiliki beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan yang tidak mungkin diperbaiki dan apabila dibuatkan gigitiruan sebagian lepasan, gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilan gigitiruan. 3. Keadaan umum dan kondisi rongga mulut pasien baik. 4. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang diperoleh dari pasien Kontraindikasi Beberapa kontraindikasi pemakaian gigitiruan penuh adalah 21 : 1. Kondisi morfologi yang parah pada area pendukung gigitiruan yang secara signifikan mengurangi retensi gigitiruan penuh. 2. Koordinasi otot muskular yang buruk.

12 3. Toleransi jaringan mukosa yang buruk. 4. Kebiasaan parafungsional yang mengacu pada rasa sakit rekuren dan ketidakstabilan gigitiruan penuh. 5. Harapan yang tidak realistis terhadap fungsi gigitiruan penuh. 6. Ketidakmampuan psikologi untuk menggunakan gigitiruan penuh Fungsi Beberapa fungsi gigitiruan penuh adalah 9 : a. Estetis Gigitiruan penuh dapat memperbaiki kehilangan kontur fasial dan dimensi vertikal. b. Mastikasi Gigitiruan penuh dapat memperbaiki fungsi pengunyahan dan harus memiliki keseimbangan oklusi yang baik untuk meningkatkan stabilitas gigitiruan penuh. c. Fonetik Gigitiruan penuh dapat memperbaiki fungsi bicara penderita Retensi dan Stabilisasi Bagi pasien edentulus penuh, kesuksesan perawatan gigitiruan penuh dipengaruhi oleh fenomena biomekanikal terhadap dukungan, stabilitas dan retensi. 37 Masalah utama dalam konstruksi gigitiruan penuh adalah berkurangnya tulang alveolar rahang bawah yang mengakibatkan kurangnya retensi dan stabilisasi Definisi Retensi didefinisikan sebagai ketahan gigitiruan untuk tidak terlepas dalam arah vertikal atau daya tahan gigitiruan terhadap gaya yang menyebabkan pergerakan ke arah yang berlawanan dengan arah pemasangannya. 16,37,39,40 Retensi pada gigitiruan penuh rahang atas jarang memperlihatkan masalah yang begitu serius disebabkan lokasi area seal yang cukup konstan dan tidak bergerak selama rongga mulut berfungsi. 16 Sedangkan pada rahang bawah, retensi bergantung pada sealdalam

13 gaya yang sama dengan gigitiruan penuh rahang atas, namun area sealtidak langsung siap untuk ditempati dan juga memiliki pergerakan yang cukup besar selama dilakukannya fungsi umum dari mulut. 16 Stabilitas adalah ketahanan gigitiruan terhadap perubahan yang disebabkan oleh kekuatan ketika gigitiruan berfungsi Stabilitas merupakan kemampuan gigitiruan untuk bertahan terhadap gaya horizontal. 9,30 Stabilitas akan semakin besar ketika kekuatan untuk menjaga gigitiruan tetap pada tempatnya lebih besar daripada kekuatan untuk melepaskannya. 41 Kurangnya stabilitas digambarkan pasien dengan gigitiruan penuh yang terasa longgar Faktor yang Mempengaruhi Retensi dan Stabilisasi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap retensi gigitiruan penuh adalah: 1. Faktor anatomi, yang meliputi 9,18 : a. Ukuran denture bearing area b. Kualitas denture bearing area 2. Faktor fisiologis Viskositas saliva menentukan retensi gigitiruan penuh. Saliva yang kental yang terakumulasi diantara permukaan jaringan gigitiruan penuh dan palatum menyebabkan kehilangan retensi. Sementara saliva yang encer akan mempengaruhi retensi gigitiruan penuh. 9,40 3. Faktor fisis, yang meliputi: a. Adhesi Adhesi merupakan daya tarik fisik pada molekul yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. 9,40 Pada gigitiruan penuh didapati antara saliva dengan permukaan gigitiruan penuh dan mukosa. b. Kohesi Kohesi adalah daya tarik fisik pada molekul yang sama antara satu dengan lainnya. 9,40 Gaya kohesif ini terdapat pada lapisan tipis saliva, dimana viskositas saliva memainkan peranan penting terhadap kohesi tersebut. c. Tegangan permukaan interfasial 26

14 Tegangan permukaan interfasial merupakan daya tahan terhadap pemisahan yang dipengaruhi oleh lapisan cairan antara dua permukaan yang beradaptasi dengan baik. 9 d. Daya tarik kapiler Daya tarik kapiler adalah gaya yang dihasilkan dari tekanan permukaan yang dapat menyebabkan naik turunnya permukaan cairan saat berkontak dengan benda padat. 9 e. Tekanan atmosfer Tekanan atmosfer berperan dalam melawan gaya yang melepas gigitiruan penuh jika memiliki seal yang efektif disekeliling batas gigitiruan penuh. Retensi oleh tekanan atmosfer secara langsung sebanding dengan area yang ditutupi oleh basis gigitiruan penuh Faktor mekanis, yang meliputi 9,18 : a. Undercut /gerong b. Pegas retentif c. Gaya magnetik d. Gigitiruan adesif e. Suction chambers dan suction disc 5. Faktor otot Faktor otot dapat digunakan untuk meningkatkan retensi pada gigitiruan penuh. Otot buksinator, orbikularis oris, otot instrinsik dan ekstrinsik dari lidah merupakan otot yang dimanfaatkan dokter gigi untuk mencapai tujuan ini dengan bantuan teknik mencetak. 21 Terdapat keseimbangan antara aksi gaya dari otot-otot bukal dan lidah yang disebut dengan neutral zone. 9 Neutral zone merupakan ruangan antara lidah, bibir dan pipi dalam rahang yang edentulus. 30,38 Beresin dan Schisser menganjurkan agar gigitiruan penuh sebaiknya disusun dalam neutral zone untuk mencapai retensi yang baik (Gambar 4). 9,42 Dengan memanfaatkan konsep neutral zone, daya melepaskan dari otot akan dengan mudah menjadi gaya retensi pada gigitiruan penuh. 42 Selama aktifitas fungsional mulut, tekanan dari lidah dinetralkan menggunakan tekanan pipi dan bibir dalam neutral zone ini. 38 Sebaliknyaposisi lidah

15 yang menyentuh permukaan lingual dari gigi merupakan aksi lidah untuk menetralkan tekanan yang berasal dari pipi maupun bibir. 43 Lidah memiliki beberapa bentuk dan posisi selama berbicara, mengunyah serta menelan dan seluruh fungsi ini konstan terhadap kontak dengan permukaan lingual gigi, prosesus alveolar dan palatum. 44 Oleh karena kontak inilah lidah menjadi faktor yang dominan dalam menetapkan neutral zone. 44 Lidah yang berkontak dengan sayap lingual anterior pada gigitiruan penuh rahang bawah merupakan hal yang sangat penting terhadap retensi gigitiruan penuh. 2 Selain itu ketika posisi lidah rendah dihubungkan dengan puncak linggir rahang bawah atau posisi yang retracteddihubungkan dengan linggiranterior maka retensi dari gigitiruan penuh rahang bawah akan buruk. 29 Ukuran dan posisi gigi geligi gigitiruan penuh serta kontur permukaan poles memberikan pengaruh terhadap stabilitas gigitiruan penuh rahang bawah apabila dihadapkan pada gaya tidak stabil yang dihasilkan lidah, bibir dan pipi. 45 Gambar 4. Penyusunan gigi posterior pada neutral zone mencegah aksi dari gaya tidak stabil yang dihasilkan otot terhadap gigitiruan. 9 Faktor yang berpengaruh terhadap stabilisasi gigitiruan penuh adalah 19 : 1. Hubungan dari permukaan eksternal dan batas luar gigitiruan terhadap otot orofasial sekitar. 2. Hubungan basis gigitiruan terhadap jaringan-jaringan dibawahnya. 3. Hubungan antara permukaan oklusal yang berlawanan.

16 2.5 Peran Posisi Lidah Terhadap Gigitiruan Penuh Posisi dan koordinasi lidah merupakan hal yang signifikan dalam fungsi gigitiruan penuh terutama gigitiruan penuh rahang bawah. 21,25 Oleh karena itu lidah memiliki peran yang penting dalam menentukan keberhasilan ataupun kegagalan gigitiruan penuh. 27 Observasi telah menunjukkan bahwa lidah memiliki peran yang sangat penting terhadap kepuasan pasien pengguna gigitiruan penuh. Hal ini disebabkan 27 : 1. Dorsum lidah menekan gigitiruan penuh rahang atas sehingga mencegah gigitiruan penuh jatuh ketika menggigit. 2. Ujung lidah menekan ke depan dan ke bawah permukaan lingual anterior dari gigitiruan penuh rahang bawah ketika bibir bawah cenderung mendorong ke belakang. 3. Pinggir lateral lidah terletak pada permukaan oklusal dari gigitiruan penuh rahang bawah pada saat membuka mulut. Keberhasilan pengguna gigitiruan penuh telah belajar pentingnya posisi lidah yang normal dan relevansinya dalam menciptakan dan mempertahankan retensi dan stabilisasi. 18 Posisi lidah kelas I yang disebut juga posisi lidah normal ditemukan kirakira sebesar 75% dan posisi lidah yang retracted atau posisi lidah kelas III sebesar 25%. 44 Posisi lidah kelas I memberikan prognosis yang paling menguntungkan disebabkan border seal yang adekuat bisa dicapai karena dasar mulut akan cukup tinggi untuk menutupi sayap lingual dan kontak lidah terhadap sayap lingualakan membantu retensi gigitiruan penuh. 11,27 Sementara itu kelas II dan kelas III memberikan prognosis perawatan yang tidak baik. Posisi lidah kelas II yang melebar dan mendatar akan mempengaruhi gigitiruan penuh pada bagian lateral lidah, sementara itu posisi lidah kelas III atau disebut juga lidah yang retracted karena perluasannya yang menyebabkan kontak pada gigi posterior rahang bawah yang secara konstan menggeser gigitiruan penuh sehingga menghilangkan border seal untuk sayap lingual pada daerah sublingual dan akan menghasilkan gaya yang melepaskan pada regio distal sayap lingual. 8-

17 11,13,14,27 Pasien dengan kondisi posisi lidah seperti ini akan mengeluhkan gigitiruan penuh tidak stabil, tidak memiliki retensi, longgar dan terangkat. 18 Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Lee dkk (2009) yang melaporkan bahwa ketika subyek penelitian memposisikan lidah pada posisi yang ideal (kelas I), retensi gigitiruan penuh rahang bawah meningkat dengan nilai ratarata 57,73%, yang secara statistik bernilai signifikan dibandingkan dengan retensi gigitiruan penuh rahang bawah ketika subyek penelitian memposisikan lidah pada posisi retracted (kelas III). 15 Adapun upaya yang dapat dilakukan terhadap pasien edentulus penuh dengan posisi lidah yang abnormal (kelas II dan kelas III) adalah dengan mengintruksikan pasien untuk berlatih memposisikan lidah pada posisi yang benar (kelas I), latihan ini terdiri atas 16 : a. Latihan 1: Dorong lidah keluar dan kedalam, dengan panjang lidah yangkeluar melebihi batas bibir bawah yakni 1/8 sampai 1/4 inchi. Hal ini dilakukan secepat mungkin. b. Latihan 2: Ayunkan lidah kekiri dan kekanan dengan cepat. Perluasan lidah keluar hanya pada bagian atas bibir bawah. c. Latihan 3: Dorong lidah keluar sampai sejauh yang pasien dapat lakukan kemudian tarik dengan cepat. d. Latihan 4: Angkat lidah ke posisi yang paling tinggi pada bagian depan mulut dan akhiri dengan mengucapkan kata ee kemudian yuh. Selain pada pasien, sebaiknya klinisi memberikan modifikasi pada gigitiruan penuh pasien dengan posisi lidah kelas III yaitu dengan membuat sebuah groovedengan lebar 2 mm dan dalam 2 mm persis dibawah gigi insisivus sentral rahang bawah pada gigitiruan penuh. 11 Pasien kemudian diinstruksikan untuk mempertahankan lidah terletak pada groove tersebut kecuali ketika makan dan berbicara. 11

18 2.6 Landasan Teori Edentulus Penuh Dampak Diagnosis dan Rencana Perawatan Perawatan Fisik Mental Pemeriksaan Subjektif Pemeriksaan Objektif GTP Definisi Indikasi Kualitas Hidup Usia Jenis Kelamin Lama Edentulus Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah Pemeriksaan Intra Oral Mukosa Kontraindikasi Fungsi Tonus otot Linggir Alveolus Retensi dan Stabilisasi Bibir Saliva Definisi STM Neuromuskular Ukuran Lidah Posisi Faktor yang mempengaruhi Kelas I Kelas II Kelas III Faktor yang Mempengaruhi

19 2.7 Kerangka Konsep Edentulus penuh Posisi lidah Klasifikasi Wright : a. Kelas I: Lidah berada dalam dasar mulut dengan ujung lidah berada di depan dan sedikit dibawah permukaan insisal gigi anterior rahang bawah. b. Kelas II: Lidah mendatar dan melebar tetapi ujungnya dalam posisi yang normal. c. Kelas III: Lidah dalam kondisi retracted dan terdepresi ke dalam dasar mulut dengan ujungnya melengkung ke atas, ke bawah atau terasimilasi ke badan lidah. Usia Jenis Kelamin Lama Edentulus Posisi lidah Posisi lidah dapat Retracted tongue Posisi lidah Posisi lidah dapat Posisi lidah yang berhubungan dikaitkan dengan (kelas III) banyak berhubungan dengan dikaitkan dengan retractedlebih banyak dengan usia yang usia dikarenakan ditemui pada usia jenis kelamin jenis kelamin ditemukan pada pasien dikarenakan resorpsi tulang tua Saito (2012). dikarenakan perubahan dikarenakan yang edentulus penuh perubahan anatomi alveolar, anatomi oral yang resorpsi tulang dalam waktu yang lama oral, Kotsiomiti Suryandani (2007). berbeda antara laki-laki alveolar, (3-30 tahun), karena (2005). dan perempuan Suryandani perubahan fungsi sistem Kotsiomiti (2005). (2007). stomatognasi Kotsiomiti (2000).

20

21 2.8 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara posisi lidah dengan usia pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun Ada hubungan antara posisi lidah dengan jenis kelamin pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun Ada hubungan antara posisi lidah dengan lama edentulus pada pasien edentulus penuh yang dirawat di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2014.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Seluruh Gigi Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum yang digunakan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu gigi atau lebih dan didukung oleh gigi dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dibuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan dimensi vertikal maxillomandibular merupakan satu tahapan penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah kehilangan gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retensi dan stabilisasi suatu gigi tiruan saling berkaitan. Retensi berkenaan dengan perlekatan yang merupakan hubungan antara mukosa dan gigi tiruan, sedangkan stabilisasi

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi berfungsi sebagai organ mastikasi saat menjalankan fungsinya harus berintegrasi dengan organ lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia Dengan adanya keberhasilan pembangunan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan, akibatnya kualitas hidup manusia semakin

Lebih terperinci

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

SINDROM KOMBINASI MAKALAH SINDROM KOMBINASI MAKALAH Disusun oleh: Drg. LISDA DAMAYANTI, Sp. Pros. NIP: 132206506 BAGIAN PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Gigi yang rusak, tidak teratur susunannya, ataupun yang hilang bisa berdampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. humor. Apapun emosi yang terkandung didalamnya, senyum memiliki peran

BAB 1 PENDAHULUAN. humor. Apapun emosi yang terkandung didalamnya, senyum memiliki peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah salah satu bentuk ekspresi wajah yang paling penting dalam mengekspresikan keramahan, persetujuan, dan penghargaan. Sebuah senyuman biasanya terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien edentulus mengalami perubahan morfologi baik intraoral maupun ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris sedangkan dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kennedy Klasifikasi Kennedy pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925. Klasifikasi Kennedy merupakan metode klasifikasi yang paling umum

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH

PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH Pembuatan Gigi Tiruan Penuh dimaksudkan untuk memperbaiki fungsi mastikasi (pengunyahan), fonetik (pengucapan kata), estetik (penampilan), menghilangkan rasa sakit, memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun BIONATOR DRG.NAZRUDDIN C.ORT. PH.D. 1 BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun 1970-1980. 2 Bionator Balters 3 BIONATOR Merawat retrusi mandibula Menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan mengoreksi maloklusi dan menempatkan gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan ortodontik harus dapat

Lebih terperinci

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar).

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar). 1 PENCETAKAN Setelah dilakukan perawatan pendahuluan dan luka pencabutan sudah sembuh maka terhadap pasien dapat dilakukan. Sebelumnya terlebih dahulu dijelaskan kepada pasien, bahwa dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimensi Vertikal Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, pengertian dimensi vertikal adalah jarak antara 2 tanda anatomis (biasanya 1 titik pada ujung hidung dan titik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. 1 Hasil positif yang telah terwujud seiring dengan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak dapat dihindarkan. Proses menua akan terjadi terus menerus secara alamiah dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan oklusi gigi yang optimal dengan adaptasi fisiologik dan fungsi normal, perbaikan dentofasial dengan estetis yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot

BAB I PENDAHULUAN. beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan suatu unit fungsional yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu sendi temporomandibula, otot pengunyahan, dan gigi geligi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI PERIODONTAL

INSTRUMENTASI PERIODONTAL INSTRUMENTASI PERIODONTAL 1.Hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu instrumentasi 2.Penskeleran dan Penyerutan akar HAL-HAL YG HARUS DIPERHATIKAN PADA WAKTU INSTRUMENTASI 1. PEMEGANGAN 2. TUMPUAN &

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan penggunaan gigi tiruan meningkat pada kelompok usia lanjut karena mengalami perubahan-perubahan fisiologis dalam rongga mulut termasuk kehilangan gigi. Resorpsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Prostodontik 2.1.1 Pengertian Prosthodontics atau Prosthetic Dentistry dan disebut juga dengan ilmu Prostodonsia adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi, yang

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN 0 Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN Selamat Pagi, Nama saya Michiko, NIM 110600131, alamat saya di jalan Majapahit no 69, nomor telepon 08126223933. Saya adalah mahasiswi di Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aesthetic dentistry merupakan bidang ilmu dalam kedokteran gigi yang bertujuan untuk memperbaiki estetis rongga mulut pasien, di samping perawatan dan pencegahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) rahang bawah yang memberi kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan dengan mendapatkan retensi

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER TINGKAT KEPUASAN PASIEN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER Dewi Kristiana, Amiyatun Naini, Achmad Gunadi Bagian Prostodonsia FKG Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER ) Lampiran 1 Nomor Kartu DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

PELAKSANA PENELITIAN : ARIYANI, DRG

PELAKSANA PENELITIAN : ARIYANI, DRG PREVALENSI PEMAKAI GIGITIRUAN PADA MASYARAKAT YANG KEHILANGAN GIGI SERTA KUALITAS GIGITIRUAN YANG DIGUNAKAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU PELAKSANA PENELITIAN : ARIYANI, DRG

Lebih terperinci