Meine Seufzer, meine Tränen

Transkripsi

1 Josephine Widya Wijaya Meine Seufzer, meine Tränen Victoire Publishing

2 Meine Seufzer, meine Tränen Oleh: Josephine Widya Wijaya Copyright 2017 by Josephine Widya Wijaya Penerbit Victoire Publishing josephinewidya.wordpress.com Desain Sampul: Josephine Widya Wijaya Diterbitkan melalui: 2

3 Ucapan Terima Kasih Puji syukur saya unjukkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-nya, karya ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga saya ucapkan pada para sahabat dan keluarga yang selalu mendukung saya untuk tetap menulis. Dalam kisah Meine Seufzer yang terdahulu, kita telah mengenal Marie, Franz, dan juga Lukas. Memang pada akhirnya, Marie tak bisa menyelamatkan nyawa Lukas yang sangat dicintainya. Akan tetapi, hal itu tak boleh membuat dia menyerah untuk kembali merawat orang-orang sakit. Meine Seufzer, meine Tränen ini adalah bagian ketiga dari kisah tersebut. Semoga buku ini berkesan untuk kita semua. Penulis 3

4 Daftar Isi Bab 1 Mimpi Buruk di Malam Natal... 5 Bab 2 Dari Kota Wina Bab 3 Hatimu Untukku Bab 4 Penelitian Tollkirsche Berakhir Bab 5 Tunggu Aku, Isolde Bab 6 Cinta Bukanlah Cinta Bab 7 Hati Bagai Mutiara Bab 8 Jolanda Bab 9 Vergiss-mein-nicht

5 1 L Mimpi Buruk di Malam Natal entera-lentera mulai bernyala. Sinarnya tampak berpendar di sana-sini. Tangan-tangan para wanita yang membawanya. Mereka semua tengah berjaga malam. Dari sebuah sudut bangsal, seorang remaja lelaki tak hentinya mengawasi. Sungguh ingin ia bergabung dengan mereka. Tapi rasa sakit di telinganya membuat dia hampir seharian terbaring di kasur. Oswald mendengus kesal. Dia kemudian terduduk dengan perlahan. Rasa penuh di telinganya semakin mengganggu. Hanya sebuah buku yang benar-benar membuatnya bahagia saat itu. Oswald membuka bukunya pelan-pelan. Lembaranlembarannya mulai rapuh. Itu semua karena ia tak pandai merawat buku. Kemudian ia pun mulai membaca sebuah puisi di sana: Doch schweig' ich noch von dem, was ärger als der Tod, Was grimmer denn die Pest und Glut und Hungersnot: Daß auch der Seelen Schatz so vielen abgezwungen. 1 1 Namun tak ada yang ingin kukatakan tentang satu hal, yang lebih buruk, aku tahu; Daripada kematian, lebih suram daripada wabah, atau api, atau bencana kelaparan ini; Jiwa-jiwa terjarah yang telah kehilangan harapan mereka akan surga. 5

6 Seusai membaca semuanya itu, Oswald pun terdiam. Dia kembali tertidur di atas kasurnya. Buku itu ditelungkupkannya di sebelah bantal. Beberapa orang gadis lantas berlalu di depannya sambil tertawa-tawa. Jiwa-jiwa terjarah yang kehilangan harapan mereka akan surga... Oh, kau sangat puitis, kata seorang gadis sambil kembali tertawa. Gadis lainnya lantas menarik maju seseorang dari antara mereka. Clara menyukai puisi yang kau baca, ujarnya. Oswald menatap gadis lugu itu. Kemudian ia pun turut menunduk. Setelah wanita-wanita yang menertawai mereka pergi, Clara mulai mengangkat wajahnya perlahan-lahan. Apakah Dokter Hansen sudah memeriksamu? Belum, jawab Oswald. Padahal tadi aku sudah meminta seseorang untuk menyampaikannya pada Dokter Hansen. Clara menggeleng. Sepertinya dia tak akan datang untuk menengokmu. Ia tampak murung sekali sejak tadi. Oswald hanya mengangguk-angguk. Namun demikian, tiba-tiba telinganya terasa nyeri. Kepalanya pun terkelepai di atas bantal. Ia meringis kesakitan. Apa yang terjadi padamu? tanya Clara. Rasanya, aduh, rasanya sakit sekali, seperti mau pecah, jawab Oswald. Tahanlah, cetus si gadis. Clara lantas segera berlari melewati lorong-lorong untuk sampai ke ruang para dokter. Tak satu pun dokter ditemukannya di sana. Sang gadis kemudian memalingkan wajahnya ke arah lorong ruang rapat. Di situ terdengar sangat ramai. 6

7 Sepertinya telah terjadi hal gawat. Orang-orang di sana belum tentu mau menolong dia. Clara pun melihat sejenak dari sebuah jendela ruang rapat. Tampaklah para dokter di sana memang tengah bersitegang. Apakah yang bisa kau lakukan lagi, Hansen? Kau tak melihat kesehatan para pasienmu tak kunjung pulih? tanya Dokter Goetze sambil memegang erat-erat kacamatanya. Kita harus tetap meneruskan penelitian ini! Aku yakin dengan melanjutkannya sedikit lagi, para pasien itu akan sembuh! jawab Dokter Hansen penuh emosi. Kau tak bisa melakukan itu. Kita tak bisa melanjutkan ini lebih jauh atau mereka semua akan meninggal, tutur Nyonya Wagner. Diamlah! Kau hanya seorang tenaga bantuan di sini! sergah Dokter Hansen. Nyonya Wagner terkejut. Ia segera mengeratkan pegangan tangannya pada sang suami. Pria tersebut lekaslekas menenangkan istrinya. Dokter Goetze yang melihat hal tersebut pun menggeleng-gelengkan kepala. Berhentilah bersikap kasar, Hansen. Bila kau tak bisa memperbaiki kondisi para pasienmu, setidaknya jangan menambah derita mereka. Berhentilah menyakiti mereka karena ambisimu, nasihatnya. Dokter Hansen tetap pada raut wajah sengit. Dia kemudian menggebrak meja di hadapannya dengan keras. Pula wajahnya memerah. Kedua tangannya gemetaran. Baiklah! Lakukan apa saja yang kalian suka! pekik Dokter Hansen menyerah. Clara tersentak saat mendengar hal tersebut. Sebelum turut kehilangan akal, gadis itu cepat-cepat membalikkan 7

8 badan. Saat itulah ia melihat Marie berlarian menuju ruang rapat para dokter. Permisi, ujarnya menghadang. Langkah Marie pun terhenti. Ada apa? Temanku, Oswald, dia merasa telinganya sangat nyeri. Marie terkesiap. Ternyata Dokter Hansen tak kunjung mengobati remaja lelaki tadi. Tolonglah, apakah kau bisa membantuku? tanya Clara. Marie berpikir cepat. Sebenarnya ia dipanggil untuk turut melihat kasus radang selaput otak. Tapi kini ada seseorang meminta bantuannya. Ia harus lekas-lekas memutuskan. Marie takut akan Dokter Goetze bila tak menaati panggilannya. Tapi baginya, tetap lebih penting seseorang yang masih bisa ditolong seperti Oswald. Baiklah, aku akan memeriksa dia, ujar Marie pada akhirnya. Terima kasih. Ikutlah denganku. Kedua gadis tersebut lantas berlarian di lorong-lorong sunyi rumah sakit. Tapak-tapak kaki mereka halus, hampir tanpa bunyi. Ketika keduanya sampai di bangsal tempat Oswald dirawat, mereka melihat remaja lelaki itu tengah kesakitan. Oswald meringkuk bagai bola di ujung tempat tidurnya. Telinganya tampak kemerahan. Juga matanya menyipit untuk menahan rasa sakit. Marie segera mendekatkan lenteranya pada telinga Oswald tersebut. Dilihatnya telinga remaja lelaki itu belum berdarah ataupun bernanah. Rasanya sangat sakit, rintih Oswald. Bisakah kau menolongku? Aku akan berusaha, jawab Marie. 8

9 Putri Tuan Haydn lantas bertanya pada Clara, Apakah kau memiliki sesuatu yang cukup panjang, kecil, dan runcing? Aku memiliki ini, sahut Clara. Ia mengeluarkan sebuah pembersih telinga dari logam perunggu. Itu cukup membantu. Apakah kau masih bisa bangun, Oswald? tanya Marie kemudian. Ya, jawab remaja lelaki tersebut. Oswald pelan-pelan mendudukkan dirinya. Tangannya mencengkeram erat bantal. Apakah yang akan kau lakukan dengan lidi telinga itu? Aku akan membuat robekan pada gendang telingamu agar cairan di dalamnya bisa keluar. Haruskah demikian? Hanya itu yang bisa kulakukan, sebelum gendang telingamu rusak sendiri karena nanah. Bagaimana? Oswald tak banyak menimbang-nimbang. Ia langsung saja menjawab. Ya. Marie pun menarik napas. Ini akan terasa sakit, tetapi kau harus menahannya. Aku mengerti, sahut Oswald. Clara pun terdiam dengan jantung berdebar-debar. Dilihatnya Marie mulai menelaah liang telinga Oswald. Liang telinga tersebut tak begitu berkelok-kelok. Ia mulai sedikit lega. Aku akan memulainya. Bersiaplah, ujar Marie. Begitu lidi tembaga tersebut menyentuh telinga luarnya, Oswald mulai mengerang. Memang rasa sakitnya sangatlah luar biasa. Dia kemudian mengeratkan pegangannya pada kasur. Putri Tuan Haydn pelan-pelan menyusuri liang telinga kiri Oswald dengan lidi tembaga. Pula diarahkannya 9

10 benda tersebut ke bawah, seperti ajaran Profesor Annegret padanya. Saat semakin dalam, Oswald pun semakin mengerang. Marie tak menghentikan lidi tembaganya. Ia meneruskannya hingga posisi lidinya tepat pada daerah kiri bawah. Kemudian dengan sangat cepat dan mantap ia menusukkan lidi tembaga itu pada gendang telinga Oswald. Awalnya si remaja lelaki hampir menangis karena rasa sakit yang begitu tak tertahankan. Tapi setelah nanahnanah tadi mengalir keluar dari sayatan gendang telinganya, rasa sakitnya mulai berkurang. Marie pun menarik keluar lidi tembaga itu dengan hatihati. Lalu Clara cepat-cepat meletakkan kain di bawah telinga remaja lelaki itu. Apakah berhasil? tanya si gadis. Wajah Oswald mulai tenang. Kerutan-kerutan di wajahnya sedikit demi sedikit memudar. Berhasil, jawab Oswald. Marie pun tersenyum mendengarnya. Ia juga bahagia memerhatikan Clara begitu sabar membantu Oswald. Apakah kau bisa membersihkannya sendiri? tanya Marie. Si gadis mengangguk. Ya. Lalu bagaimana kita harus mengobatinya? Perlukah kita membuat obat tetes telinga? tanya Clara. Marie melipat kedua tangannya. Kita pakai obat minum saja. Bila menggunakan tetes telinga, aku khawatir obatnya akan keluar dan keluar lagi karena terdorong nanah dari dalam. Buat saja rebusan dari königskerze dan johanniskraut. Baiklah kalau begitu. Nanti aku akan melihatnya di buku lagi. 10