Kurikulum Pelatihan I. PENDAHULUAN. A. Dasar Pemikiran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kurikulum Pelatihan I. PENDAHULUAN. A. Dasar Pemikiran"

Transkripsi

1 Kurikulum Pelatihan I. PENDAHULUAN A. Dasar Pemikiran B encana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga memerlukan pertolongan dan bantuan. Jika terjadi bencana, maka akan memunculkan permasalahan yang dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni (1) di saat bencana biasanya timbul korban dalam keadaan meninggal atau cedera yang membutuhkan pertolongan medis darurat dan (2) terjadi pengungsian yang memunculkan masalah kesehatan masysrakat pengungsi, khususnya masalah kesehatan lingkungan yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) beberapa penyakit, yaitu: diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kulit, campak dll yang memerlukan upaya sanitasi darurat. Upaya sanitasi darurat bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit berbasis lingkungan akibat terbatasnya sarana sanitasi dasar di lokasi pengungsian atau

2 tempat terselenggaranya kegiatan tertentu melalui pengawasan dan perbaikan kualitas kesehatan lingkungan. Kebijakan Kementrian Kesehatan, dalam hal ini Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) dalam menangani kesehatan lingkugan pada perioda tanggap darurat ialah: Dalam penyelenggaraan diutamakan kegiatan pada fase kesiapsiagaan, persiapan, dan pelaksanaan; Dalam menghadapi bencana dan penyelenggaraan kegiatan tertentu, ditekankan pada upaya pengawasan perbaikan dan pemenuhan kebutuhan minimal sanitasi darurat pada perioda tanggap darurat; dan Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara terkoordinasi dengan mengoptimalkan kerjasama lintas sector (linsek) dan lintas program (linprog) serta pemberdayaan masyarakat. Kebijakan ini dilaksanakan dengan strategi : Mengupayakan kebutuhan minimal sanitasi darurat pada situasi bencana dan kegiatan tertentu; Mengembangkan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi profesi dalam upaya pemenuhan minimal sarana sanitasi darurat pada perioda tanggap darurat; dan Mengembangkan dan menerapkan teknologi tepat guna dalam upaya sanitasi darurat. Balai Pelatihan Kesehatan Lemahabang yang selanjutnya disebut sebagai Bapelkes Lemahabang, telah ditetapkan sebagai sentra pelatihan di bidang kesehatan lingkungan. Oleh karenanya, sudah barang tentu salah satu tugas pokoknya ialah mengembangkan sumberdaya manusia (SDM) kesehatan ligkungan, termasuk mereka yang bertugas dalam upaya sanitasi di daerah tanggap darurat (pasca bencana). Di samping itu, pada tahun ini Bapelkes Lemahabang sebagai sentra pembelajaran di bidang kesehatan lingkugan telah dilengkapi dengan sebagian besar alat bantu pembelajaran bidang kesehatan lingkungan yang cukup representatif. Di samping itu, Bapelkes Lemahabang juga membutuhkan sarana pembelajaran berupa Laboratorium Lapangan sebagai lahan assessment yang sekaligus tempat uji coba kurikulum dan modul pelatihan di bidang kesehatan lingkungan. Dalam kaitan ini, salah satu upaya yang sedang dikembangkan ialah menyusun kurikulum dan modul pelatihan Sanitasi Tanggap Darurat dengan biaya bersumber dari DIPA Bapelkes Lemahabang tahun P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

3 B. Pendekatan Pelatihan Pelatihan Sanitasi Darurat Tanggap Bencana ini diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan: 1. Pembelajaran Orang Dewasa [Andragogy] Dalam pembelajaran orang dewasa, atmosfer pembelajaran yang terbentuk harus mampu memfasilitasi pencarian makna. Pembelajar harus merasa nyaman, aman dan diterima oleh komunitas yang terlibat dalam pembelajaran. Mereka sebaiknya diberi kesempatan untuk dapat memahami risiko/konsekuensi dan manfaat pencarian pemahaman dan kompetensi baru sebagai pengelola diklat. Ketika menggali makna, pembelajar harus diberi kesempatan secara berkala untuk dapat berkonfrontasi dengan informasi dan pengalaman menuju kompetensi baru sebagai pengelola diklat. Sekalipun demikian, kesempatan ini harus diatur sedemikian rupa agar pembelajar lebih banyak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya sebagai pengelola diklat dari pada hanya sekedar menerima informasi. Pembelajar harus diperbolehkan untuk mengkonfrontasikan tantangan baru dengan menggunakan pengalaman mereka selama ini menjadi pengelola diklat di tempat tugasnya tanpa dominasi fasilitator/pelatih. Makna baru harus diperoleh melalui proses pencarian yang dilakukan secara mandiri (self discovery). Untuk itu, metoda yang digunakan hendaknya dipilih ragam metoda yang dapat mendorong pencarian makna pengelolaan diklat secara mandiri, sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar (karakteristik) pembelajar sebagai orang dewasa. 2. Pembelajaran Berbasis Kompetensi [Competency Based] Proses pembelajaran diupayakan lebih banyak melatih keterampilan baik keterampilan berpikir [thinking skill] maupun keterampilan motorik [psikomotor skill] dengan cara mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan, yakni sebagai petugas sanitasi tanggap darurat yang profesional. Teknik fasilitasi interaktif yang menitik beratkan pada pembentukan standar kompetensi yang diinginkan bersama antara kurikulum fasilitator pembelajar, sehingga akan terbentuk keterampilan sebagai petugas sanitasi tanggap darurat yang dapat diterima dan diaplikasikan di tempat tugas [acceptable dan applicable] 3 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

4 3. Pembelajaran Berbasis Pengalaman Lapangan [Experiences Field Based] Proses pembelajaran dirancang untuk memadukan pengalaman pembelajar sebagai petugas sanitasi tanggap darurat selama ini dengan materi/pokok bahasan. Jika dalam implementasi materi/pokok bahasan diperkirakan akan muncul akibat ikutan atau efek samping yang tidak diinginkan [undesirable effect], maka perlu dikaji jalan keluarnya secara bersama menggunakan pengalaman pembelajar selama ini di tempat tugasnya masing masing. Untuk itu, materi/pokok bahasan yang akan disajikan dikemas dalam nuansa permanent system pihak pembelajar di tempat pelatihan [in the system learning]. II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI A. Peran Sebagai Petugas Sanitasi di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya. B. Fungsi Dalam menjalankan peranannya, petugas sanitasi di daerah tanggap darurat berfungsi sebagai: 1. Pengkaji cepat kesehatan lingkungan (REHA) di daerah tanggap darurat; 2. Pengelola air bersih di daerah tanggap darurat; 3. Pengelola sarana pembuangan kotoran (jamban) di daerah tanggap darurat; 4. Pengelola sampah di daerah tanggap darurat; 5. Pengelola pembuangan limbah di daerah tanggap darurat; 6. Pengendali vektor di daerah tanggap darurat; 7. Pengelola sanitasi makanan di daerah tanggap darurat; dan 8. Pemberdaya masyarakat di bidang kesling di daerah tanggap darurat. C. Kompetensi 4 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut di atas, dibutuhkan kemampuan dalam hal:

5 1. Pengkajian cepat kesehatan lingkungan (REHA) di daerah tanggap darurat; 2. Pengelolaan air bersih di daerah tanggap darurat; 3. Pengelolaan sarana pembuangan kotoran (jamban) di daerah tanggap darurat; 4. Pengelolaan sampah di daerah tanggap darurat; 5. Pengelolaan pembuangan limbah di daerah tanggap darurat; 6. Pengendalian vektor di daerah tanggap darurat; 7. Pengelolaan sanitasi makanan di daerah tanggap darurat; dan 8. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesling di daerah tanggap darurat. III. TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu mengelola upaya sanitasi darurat di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya sebagai langkah kesiapsiagaan penurunan faktor risiko KLB dengan menggunakan standar minimal. B. Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan, peserta dapat : 1. Memiliki wawasan tentang kebijakan dan strategi upaya sanitasi darurat; 2. Melakukan pengkajian cepat kes. lingkungan (REHA) di daerah tanggap darurat; 3. Mengelola air bersih di daerah tanggap darurat; 4. Mengelola sarana pembuangan kotoran (jamban) di daerah tanggap darurat; 5. Mengelola sampah di daerah tanggap darurat; 6. Mengelola pembuangan limbah di daerah tanggap darurat; 7. Mengendalikan vektor di daerah tanggap darurat; 8. Mengelola sanitasi makanan di daerah tanggap darurat; dan 9. Melakukan pemberdayaan masyarakat di bidang kesling di daerah tanggap darurat. 5 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

6 IV. PESERTA, PELATIH, DAN PENYELENGGARA A. Peserta Pelatihan 1. Kriteria peserta Pelatihan: Petugas sanitasi/sanitarian Puskesmas atau Dinas Kesehatan dan Staf Pengajar/dosen Poltekkes Jurusan Kesehatan lingkungan Pendidikan minimal D III bidang Kesehatan Lingkungan 2. Jumlah Peserta Pelatihan Jumlah peserta pelatihan dalam satu kelas maksimum berjumlah 30 orang. B. Fasilitator Pelatihan Fasilitator dalam pelatihan: Widyaiswara kesehatan lingkungan Dosen bidang kesehatan lingkungan Pejabat struktural pemegang program kesehatan lingkungan pusat dan daerah Praktisi yang bergerak di bidang kesehatan lingkungan Anggota profesi kesehatan lingkungan (HAKLI) diutamakan yang berpengalaman dalam pengelolaan sanitasi darurat di daerah tanggap darurat C. Penyelenggara Pelatihan Pelatihan diselenggarakan oleh Balai Pelatihan Kesehatan Lemahabang - Badan PPSDM Kesehatan RI dan institusi penyelenggara diklat lain yang memenuhi kriteria tertentu/ditetapkan oleh Badan PPSDM Kesehatan bersama Bapelkes Lemahabang 6 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

7 V. STRUKTUR PROGRAM DAN DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN A. Struktur Program Pembelajaran NO MATERI ALOKASI WAKTU T P PK JML A MATERI DASAR 1 Kebijakan dan Strategi Upaya Sanitasi Darurat B 1 MATERI INTI Pengkajian Cepat Kesehatan Lingkungan (REHA) di Daerah Tanggap Darurat Pengelolaan Air Bersih di Daerah Tanggap Darurat Pengelolaan Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban) di Daerah Tanggap Darurat Pengelolaan Sampah di Daerah Tanggap Darurat Pengelolaan Pembuangan Limbah di Daerah Tanggap Darurat Pengendalian Vektor di Daerah Tanggap Darurat Pengelolaan Sanitasi Makmin di Daerah Tanggap Darurat C Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesling di Daerah Tanggap Darurat MATERI PENUNJANG Building Learning Commitment (BLC) Rencana Tindak lanjut (RTL) JUMLAH Keterangan : T= Teori, P=Penugasan, PL= Praktik Lapangan dan 1 JPL=45 menit 7 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

8 B. Diagram Alir Proses Pembelajaran Upacara Pembukaan Building Learning Commitment Test Penjajagan (awal) Probing Penjelasan Pengembangan Wawasan : Kebijakan dan Strategi Upaya Sanitasi Darurat Pembekalan Kemampuan : Pengkajian cepat kesehatan lingkungan (REHA) di daerah tanggap darurat Pengelolaan air bersih di daerah tanggap darurat Pengelolaan sarana pembuangan kotoran (jamban) di daerah tanggap darurat Pengelolaan sampah di daerah tanggap darurat Pengelolaan pembuangan limbah di daerah tanggap darurat Pengendalian vektor di daerah tanggap darurat Pengelolaan sanitasi makanan di daerah tanggap darurat Pemberdayaan masyarakat bidang Metode : CTJ, Curah Pendapat, Diskusi, Simulasi dan Praktik Ketrampilan Evaluasi Penyusunan RTL Seminar RTL Evaluasi Penyelenggaraan Tes Penjajagan (akhir) Upacara Penutupan NILAI HASIL BELAJAR 8 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

9 VI. EVALUASI DAN SERTIFIKASI PELATIHAN A. Evaluasi Evaluasi pelatihan ini dilakukan terhadap 3 komponen utama, yakni peserta pelatihan, pelatih/fasilitator, dan penyelenggara pelatihan yang dapat duraikan sebagai berikut: 1. Evaluasi terhadap peserta pelatihan: Hasil belajar ranah kognitif, didapat dari hasil pengukuran melalui kenaikan test penjajakan awal dan akhir. Hasil belajar ranah ketrampilan berpikir (thinking skill), didapat dari penilaian hasil penyusunan dan penyajian rencana tindak lanjut (RTL) pada acara Seminar RTL. Hasil belajar ranah ketrampilan motorik, didapat dari penilaian kemampuan praktikum terhadap materi inti secara rata-rata. 2. Evaluasi terhadap performa pelatih/fasilitator pelatihan: Pengukuran tingkat kemampuan seorang pelatih/ fasilitator dalam proses pembelajaran pada setiap materi, dapat dilihat melalui nilai rata-rata yang diberikan oleh peserta pelatihan dengan menggunakan Lembar Penilaian Pelatih/Fasilitator. Hal-hal yang dinilai yaitu: Tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran; Ketepatan penggunaan ragam metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran; Kesesuaian media dan alat bantu yang digunakan dengan ragam metode pembelajaran dan tujuan pembelajaran; Penguasaan materi/pokok bahasan; Penguasaan pembimbingan pada saat praktikum; dan Penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif dan interaktif. 3. Evaluasi terhadap Kinerja Penyelenggara: 9 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t Pengukuran tingkat penyelenggaraan/pengelolaan pelatihan dapat dilihat melalui nilai rata-rata yang diberikan oleh peserta pelatihan pada akhir penyelenggaran dengan

10 menggunakan Lembar Penilaian Penyelenggaraan Pelatihan. Hal-hal yang dinilai yaitu: 1. Tujuan pelatihan; 2. Manfaat dan relevansi setiap materi bahasan bagi pelaksanaan tugas; 3. Hubungan antara peserta pelatihan dengan penyelenggara pelatihan; 4. Hubungan antar peserta pelatihan; 5. Pelayanan kesekretariatan; 6. Pelayanan akomodasi (sarana dan prasarana penunjang pelatihan); 7. Pelayanan konsumsi; 8. Pelayanan kesehatan; dan 9. Saran perbaikan. B. Sertifikasi Bagi peserta yang telah berhasil menyelesaikan pembelajaran minimal 95% dari total materi & jam pembelajaran, maka akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 2 (dua). 10 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

11 VII. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN NOMOR MATERI WAKTU : MD-1 : Kebijakan dan Strategi Upaya Sanitasi Darurat : 3 Jpl ( T = 3 jpl, P = 0 jpl) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar memiliki wawasan tentang kebijakan dan strategi pemerintah dalam upaya sanitasi darurat di daerah tanggap darurat 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Menjelaskan ruang lingkup upaya sanitasi di daerah tanggap darurat b. Menjelaskan kebijakan dan strategi upaya sanitasi pada fase tanggap darurat c. Menjelaskan kegiatan pokok upaya sanitasi darurat di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Ruang lingkup upaya sanitasi di daerah tanggap darurat 2. Kebijakan dan strategi upaya sanitasi pada fase tanggap darurat 3. Kegiatan pokok upaya sanitasi darurat di daerah tanggap darurat METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector REFERENSI Departemen Kesehatan RI (2008), Kepmenkes RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Depkes RI, Jakarta Bahan Materi Ajar Pelatihan Brigade Siaga Bencana, Ciloto, P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

12 NOMOR : MI.1 MATERI : Pengkajian Cepat Kesehatan Lingkungan (REHA) di Daerah Tanggap Darurat WAKTU : 6 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 0 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu melakukan pengkajian cepat kesehatan lingkungan (REHA) di daerah tanggap darurat 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: d. Melaksanakan identifikasi permasalahan kesling e. Membuat pemetaan faktor risiko kesling f. Membuat Rumusan dan pemecahan sanitasi darurat g. Melaksanakan Koordinasi rekomendasi pihak terkait penanggulangan keadaan darurat h. Menyusun perencanaan (POA) penanganan sanitasi darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Identifikasi permasalahan kesling di daerah tanggap darurat 2. Pemetaan faktor risiko kesling di daerah tanggap darurat 3. Rumusan dan pemecahan sanitasi darurat 4. Koordinasi rekomendasi pihak terkait penanggulangan keadaan darurat 5. Perencanaan penanganan sanitasi darurat (POA) METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi (pendalaman) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi REHA REFERENSI Asian and Pacific Center for Transfor of Technology, Guide Book on Technology for Disaster Preparedness and Mitigation, APCCT Departemen Kesehatan RI (2007), Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2007) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 064/Menkes/SK/2006 tentang Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, Depkes RI, Jakarta. 12 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

13 NOMOR : MI.2 MATERI : Pengelolaan Sarana Air Bersih di Daerah Tanggap Darurat WAKTU : 14 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 8 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu mengelola sarana air bersih di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Menyediakan sarana air bersih sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap darurat; b. Memperbaiki kualitas air bersih sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap darurat; c. Melakukan pengawasan terhadap air bersih yang dipergunakan di daerah tanggap darurat; dan d. Melakukan pemeliharaan sarana air bersih sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap darurat. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Penyediaan SAB: pendugaan, penyediaan sarana, distribusi 2. Perbaikan kualitas Air bersih 3. Pengawasan kualitas Air bersih 4. Pemeliharaan sarana Air bersih METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi (pendalaman) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi peyediaan dan pemeliharaan Air Bersih REFERENSI Alamsjah (2006), Alat Penjernih Air, Kawan Pustaka, Cetakan I Jakarta. John M. Kalbermatten, et al. (1980), Teknik Sanitasi Tepat Guna. Diterjemahkan oleh A. Kartahardja Andrian Suhandjaja, Viktor, Leader, Bandung: Puslitbang Pemukiman, DPU. Kusnaedi (2010), Mengolah Air Kotor untuk Air Minum, Penebar Swadaya, Cetakan I, Jakarta. 13 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

14 NOMOR MATERI : MI.3 : Pengelolaan Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban) di Daerah Tanggap Darurat WAKTU : 10 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 4 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu mengelola sarana pembuanga kotoran manusia di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Menjelaskan prinsip-prinsip jamban yang memenuhi syarat kesehatan b. Mengidetifikasi jenis-jenis jamban yang sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap darurat c. Menyediakan jamban yang sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap darurat d. Memelihara jamban agar tetap dapat memenuhi syarat kesehatan di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Prinsip-prinsip jamban yang memenuhi syarat kesehatan 2. Identifikasi jenis-jenis jamban yang sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap daurat 3. Penyediaan jamban yang sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tanggap darurat 4. Pemeliharaan jamban di daerah tanggap darurat METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi ( pendalaman ) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi peyediaan dan pemeliharaan jamban 14 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

15 REFERENSI Departemen Kesehatan RI (1990) Pedoman Penggunaan Dan Pemeliharaan Sarana Penyediaan Air Bersih, Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2008) Kepmenkes RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Jakarta. jamban, diakses tanggal 11 November 2011 Neni Sintawardani (2000) Pengenalan WC Kering Berwawasan Lingkungan, LIPI, Jakarta. Notoatmodjo (2000), Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta 15 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

16 NOMOR : MI.4 MATERI : Pengelolaan Sampah di Daerah Tanggap Darurat WAKTU : 10 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 4 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu mengelola sampah di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Mengidentifikasi jenis sampah yang dihasilkan di daerah tanggap darurat b. Menyediakan sarana pengelolaan sampah di daerah tanggap darurat c. Menangani sampah yang dihasilakn di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Identifikasi jenis sampah di daerah tanggap darurat 2. Penyediaan sarana pengelolaan sampah 3. Penanganan sampah METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi ( pendalaman ) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi pengelolaan sampah REFERENSI 1. UU No 24 Th 2007, tentang Bencana. 2. UU No 18 Th 2008 tentang Pengelolaan Sampah 3. Ryadi, Slamet, 1989.Public Health Publications.Surabaya;Usaha Nasional. 4. APK TS Jakarta ; 1987; Pembuangan Sampah. 5. Gadjahmada University pres; Kesehatan Lingkungan, P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

17 NOMOR MATERI : MI.5 : Pengelolaan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) di daerah tanggap darurat WAKTU : 10 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 4 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu mengelola sarana pembuangan air limbah di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Menyediakan sarana SPAL di daerah tanggap darurat b. Memelihara sarana SPAL di daerah tanggap darurat c. Menyediakan Instalasi Pengolahan air limbah di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Penyediaan SPAL di daerah tanggap darurat 2. Pemeliharaan SPAL di daerah tanggap darurat 3. Pengadaan IPAL di daerah tanggap darurat METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi ( pendalaman ) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi pengelolaan SPAL dan IPAL REFERENSI Departemen Kesehatan RI (1984) Teknologi Desa, Departemen Kesehatan, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (1990) Pedoman Penggunaan Dan Pemeliharaan Serana Penyediaan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum RI (2000). Pembuatan Saluran Bekas Mandi dan Cuci. Jakarta : Direktorat Perummahan, Ditjen Cipta Karya-Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Hisyam (1975) Pembuangan Air Kotor, Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. 17 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

18 NOMOR : MI.6 MATERI : Pengendalian vektor di daerah tanggap darurat WAKTU : 10 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 4 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu melakukan upaya pengendalian vektor yang beresiko terjadinya penyakit di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Mengidentifikasi vektor yang ada di daerah tanggap darurat b. Mengendalikan vektor di daerah tanggap darurat c. Melakukan monitaoring vektor di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Identifikasi vektor di daerah tanggap darurat 2. Pengendalian vektor di daerah tanggap darurat 3. Monitoring vektor di daerah tanggap darurat METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi ( pendalaman ) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi Pengendalian Vektor REFERENSI Azrul Azwar (1990), Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara SumberWidya, Jakarta. Adong Iskandar (1989), Pemberantasan Serangga dan Binatang Penggangu, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, Dit.Jen.PPM dan PLP (1992), Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, Ditjen P2PL (2008), Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta. 18 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

19 NOMOR : MI.7 MATERI : Pengelolaan Sanitasi Makanan dan Minuman di Daerah Tanggap Darurat WAKTU : 10 Jpl ( T = 2 jpl, P = 4 jpl dan PL = 4 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu mengelola sanitasi makanan dan minuman di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Melakukan pengawasan tempat penyimpanan bahan makanan di daerah tanggap darurat b. Melakukan pengawasan tempat pengolahan makanan di daerah tanggap darurat c. Melakukan pengawasan tempat penyimpanan dan distribusi makanan siap saji di daerah tanggap darurat d. Melakukan pengawasan terhadap petugas penjamah makanan dan minuman di daerah tanggap darurat e. Melakukan penanggulangan jika terjadi keracunan makanan dan minuman di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Pengawasan Tempat Penyimpanan Bahan Makanan di daerah tanggap darurat a. Penyimpanan Bahan Mentah b. Cara Penyimpanan bahan Makanan 2. Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan di daerah tanggap darurat a. Tempat Pengolahan b. Peralatan Pengolahan 3. Pengawasan Tempat Penyimpanan dan Distribusi Makanan Siap Saji di daerah tanggap darurat a. Tempat Penyimpanan Makanan b. Penyimpanan Makanan Terolah c. Penyimpanan Makanan Jadi d. Cara Penyimpanan Makanan e. Pengangkutan Makanan f. Penyajian Makanan 4. Pengawasan terhadap petugas Penjamah Makanan dan Minuman (Makmin) di daerah tanggap darurat a. Syarat Tenaga Penjamah Makmin b. Keadaan Hyangiene Perorangan Tenaga Penjamah Makmin c. Sarana bagi Tenaga Penjamah Makmin 19 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

20 5. Penanggulangan Keracunan Makanan dan Minuman di daerah tanggap darurat a. Sumber Bahan Makanan b. Gejala Umum Keracunan c. Penanggulangan Masalah METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi ( pendalaman ) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi sanitasi makanan dan minuman REFERENSI Departemen Kesehatan RI. (1998). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 362/MENKES/PER /IX/199 Tentang Persyaratan Kesehatan Jasaboga dan SK Dirjen PPM dan PLP Nomor 268-I/PD LP Tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Penyehatan Makanan Jasaboga. Direktorat Jenderal PPM dan PLP. Jakarta. Erliza, dkk, (2008). TEKNOLOGI BIOENERGI, Agromedia. Jakarta. Tim nasional pengembangan BBN, (2007). BAHAN BAKAR NABATI, Penebar swadaya, cet. I. Jakarta. 20 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

21 NOMOR MATERI : MI.8 : Pemberdayaan masyarakat di bidang kesling di daerah tanggap darurat WAKTU : 8 Jpl ( T = 2 jpl, P = 6 jpl dan PL = 0 jpl ) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu melakukan pemberdayaan masyarakat bidang kesling di daerah tanggap darurat yang terjadi di wilayah kerjanya 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Menjelaskan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lingkungan di daerah tanggap darurat b. Menerapkan langkah-langkah proses pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lingkungan di daerah tanggap darurat c. Menerapkan teknik komunikasi efektif dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lingkungan di daerah tanggap darurat POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Dasar-dasar pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lingkungan di daerah tanggap darurat : a. Pengertian dan Tujuan b. Sasaran 2. Langkah-langkah proses pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lingkungan di daerah tanggap darurat 3. Teknik Komunikasi efektif dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan lingkungan di daerah tanggap darurat METODA PEMBELAJARAN 1. Ceramah-Tanya-Jawab 2. Curah Pendapat 3. Diskusi ( pendalaman ) 4. Simulasi MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Peralatan simulasi penyuluhan kesling 21 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

22 REFERENSI Anonymous, (2002) Pelatihan Kader, Yayasan Obor Masyarakat, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2010), Modul Teknik Komunikasi Efektif Pelatihan Tenaga DTPK, Pusdiklat, Jakarta 22 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

23 NOMOR MATERI WAKTU : MP.1 : Building Learning Commitment (BLC) : 3 Jpl ( T = 0 jpl, P = 3 jpl) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti proses pembelajaran materi ini peserta mampu berperilaku positif untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif selama proses pelatihan berlangsung 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Saling mengenal diantara warga pembelajar pada pelatihan sanitasi tanggap darurat b. Menyiapkan diri untuk belajar bersama secara aktif dalam suasana yang kondusif c. Merumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai bersama baik dalam proses pembelajaran maupun hasil yang ingin dicapai di akhir pelatuhan d. Merumuskan kesepakatan norma kelas yang harus dianut oleh seluruh warga pembelajar selama pelatihan berlangsung e. Merumuskan kesepakaatan bersama tentang kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas selama pelatihan berlangsung POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Perkenalan 2. Pecairan (ice breaking) 3. Kesepakatan Harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai 4. Norma kelas dalam pembelajaran 5. Kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas METODA PEMBELAJARAN 1. Presentasi diri 2. Curah Pendapat 3. Dialogue 4. Diskusi kelompok 5. Presentasi kelompok MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Instrumen Exerscises REFERENSI Departemen Kesehatan RI (2006), Modul Pelatihan Desa Siaga, Pusdiklat SDM Kesehatan, Jakarta. 23 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

24 Departemen Kesehatan RI (2005), Modul Pelatihan TPPK, Pusdiklat SDM Kesehatan, Jakarta. NOMOR : MP.2 MATERI : Rencana Tindak Lanjut (RTL) WAKTU : 6 Jpl ( T = 1 jpl, P = 5 jpl) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran materi ini, pembelajar mampu menyusun kegiatan yang akan dilakukan setelah kembali di instansinya masing masing terkait dengan tugasnya sebagai petugas sanitasi di daerah tanggap darurat meliputi fase kesiapsiagaan dan persiapan pelaksanaan sanitasi darurat pada perioda tanggap darurat 2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah proses pembelajaran materi ini pembelajar dapat: a. Menjelaskan pengertian & ruang lingkup RTL b. Menjelaskan langkah langkah penyusunan RTL c. Menyusun rencana kegiatan yang tertuang dalam format RTL POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1. Pengertian dan Ruang Lingkup RTL yang akan disusun 2. Langkah=langkah Penyususnan RTL 3. Penyususunan RTL METODA PEMBELAJARAN 1. Curah Pendapat 2. Praktikum MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN 1. Slide tayangan 2. PC & Desktop Projector 3. Format RTL (soft copy) REFERENSI Departemen Kesehatan RI (2006), Modul Pelatihan Desa Siaga, Pusdiklat SDM Kesehatan, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2005), Modul Pelatihan TPPK, Pusdiklat SDM Kesehatan, Jakarta. 24 P e l a t i h a n S a n i t a s i T a n g g a p D a r u r a t

Pencegahan Akibat Kerja Pada Home Industri

Pencegahan Akibat Kerja Pada Home Industri Kurikulum Pelatihan Pencegahan Akibat Kerja Pada Home Industri I. Dasar Pemikiran Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN PENDAMPING AKREDITASI PUSKESMAS DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

KURIKULUM PELATIHAN PENDAMPING AKREDITASI PUSKESMAS DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA KURIKULUM PELATIHAN PENDAMPING AKREDITASI PUSKESMAS DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk meningkatkan pelayanan sarana kesehatan dasar khususnya Puskesmas kepada

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN PENGANGKATAN PERTAMA JENJANG AHLI DI BALAI BESAR PELATIHAN KESEHATAN CILOTO TAHUN 2015

KURIKULUM PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN PENGANGKATAN PERTAMA JENJANG AHLI DI BALAI BESAR PELATIHAN KESEHATAN CILOTO TAHUN 2015 KURIKULUM PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN PENGANGKATAN PERTAMA JENJANG AHLI DI BALAI BESAR PELATIHAN KESEHATAN CILOTO TAHUN 015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan tata pemerintahan

Lebih terperinci

Modul Pelatihan MODUL MP-2 I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul Pelatihan MODUL MP-2 I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Pelatihan MODUL MP-2 RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN TANGGAP DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT R encana Tindak Lanjut (RTL) yang dilaksanakan menjelang akhir pelatihan dimaksudkan untuk memandu

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN KOMUNIKASI MOTIVASI DALAM PROGRAM PENGENDALIAN TB BAGI PETUGAS KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

KURIKULUM PELATIHAN KOMUNIKASI MOTIVASI DALAM PROGRAM PENGENDALIAN TB BAGI PETUGAS KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN KURIKULUM PELATIHAN KOMUNIKASI MOTIVASI DALAM PROGRAM PENGENDALIAN TB BAGI PETUGAS KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN R.I DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KESEHATAN LINGKUNGAN

ANALISIS POTENSI KESEHATAN LINGKUNGAN MODUL: ANALISIS POTENSI KESEHATAN LINGKUNGAN I. DESKRIPSI SINGKAT U ntuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi, kualitas tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan,

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PIMPINAN BBPK/BAPELKES/INSTITUSI DIKLAT KESEHATAN I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang

KURIKULUM PELATIHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PIMPINAN BBPK/BAPELKES/INSTITUSI DIKLAT KESEHATAN I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Kementerian Kesehatan KURIKULUM PELATIHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PIMPINAN BBPK/BAPELKES/INSTITUSI DIKLAT KESEHATAN I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN TENAGA PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS

KURIKULUM PELATIHAN TENAGA PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS KURIKULUM PELATIHAN TENAGA PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS Departemen Kesehatan, 2008 Kurikulum Pelatihan Tenaga Promosi Kesehatan Bagi Puskesmas 0 Kata Pengantar Kurikulum Pelatihan Tenaga Promosi Kesehatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PENATALAKSANAAN HIV AIDS DAN IMS BAGI PERAWAT/BIDAN FASYANKES DI BBPK CILOTO, 27 JULI SD 03 AGUSTUS 2016

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PENATALAKSANAAN HIV AIDS DAN IMS BAGI PERAWAT/BIDAN FASYANKES DI BBPK CILOTO, 27 JULI SD 03 AGUSTUS 2016 KERANGKA ACUAN PELATIHAN PENATALAKSANAAN HIV AIDS DAN IMS BAGI PERAWAT/BIDAN FASYANKES DI BBPK CILOTO, 27 JULI SD 03 AGUSTUS 2016 I. PENDAHULUAN Perkembangan epidemi HIV AIDS di dunia telah menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

KURIKULUM PELATIHAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU (PRACTICAL APPROACH TO LUNG HEALTH / PAL) UNTUK TENAGA PUSKESMAS

KURIKULUM PELATIHAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU (PRACTICAL APPROACH TO LUNG HEALTH / PAL) UNTUK TENAGA PUSKESMAS KURIKULUM PELATIHAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU (PRACTICAL APPROACH TO LUNG HEALTH / PAL) UNTUK TENAGA PUSKESMAS I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (Practical Approach

Lebih terperinci

Modul Pelatihan MODUL MP-1 I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul Pelatihan MODUL MP-1 I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Pelatihan MODUL MP-1 BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC) I. DESKRIPSI SINGKAT Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas, bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal sebelumnya,

Lebih terperinci

PANDUAN PELATIHAN AUDITOR MUTU INTERNAL

PANDUAN PELATIHAN AUDITOR MUTU INTERNAL PANDUAN PELATIHAN AUDITOR MUTU INTERNAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sistem penjaminan mutu internal merupakan langkah strategis untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi. Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

Modul Pelatihan MODUL MI-8 I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul Pelatihan MODUL MI-8 I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Pelatihan MODUL MI-8 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN DI DAERAH TANGGAP DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Pemberdayaan masyarakat di daerah tanggap darurat pada prinsipnya sama dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I A. LATAR BELAKANG Bagian V.1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia secara geografis dan demografis merupakan negara yang rawan akan bencana, baik bencana alam (natural disaster) maupun bencana karena

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Pengangkatan Pertama Kali Dalam Jabfung Adminkes MODUL MATERI INTI. 6 AKREDITASI INSTITUSI DAN PROGRAM KESEHATAN

Modul Pelatihan Pengangkatan Pertama Kali Dalam Jabfung Adminkes MODUL MATERI INTI. 6 AKREDITASI INSTITUSI DAN PROGRAM KESEHATAN MODUL MATERI INTI. 6 AKREDITASI INSTITUSI DAN PROGRAM KESEHATAN I. DESKRIPSI SINGKAT Seorang Administrator Kesehatan (Adminkes), tugas pokoknya adalah melaksanakan analisis kebijakan di bidang administrasi

Lebih terperinci

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah

Lebih terperinci

2016, No menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana; Mengingat

2016, No menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana; Mengingat No.1836, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPP. Diklat PB. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENANGGULANGAN BENCANA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 04 TAHUN 2016 TENTANG

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENANGGULANGAN BENCANA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 04 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 04 TAHUN 2016 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENANGGULANGAN BENCANA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA BNPB BHIN L IKA BADAN NASIONAL

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 103/Dik-1/2010 T e n t a n g

Lebih terperinci

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI NOMOR : HK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI NOMOR : HK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI NOMOR : HK.00.06.598 TENTANG KUALIFIKASI PESERTA, KURIKULUM DAN PENYELENGGARA PELATIHAN

Lebih terperinci

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 40/Dik-2/2011. T e n t a n g

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 40/Dik-2/2011. T e n t a n g KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 40/Dik-2/2011

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2013, No.415 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS PENYELENGGARA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

Berkaitan dengan hal tersebut, maka disusun kurikulum pelatihan Monev Diklat.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka disusun kurikulum pelatihan Monev Diklat. Kurikulum PELATIHAN MONITORING DAN EVALUASI DIKLAT Bahan belajar PENDAHULUAN SASARAN PERAN DAN FUNGSI SETELAH PELATIHAN KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN TUJUAN MATERI DAN STRUKTUR PROGRAM PROSES DAN METODOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT MODUL: KEBIJAKAN DIKLAT KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT I. DESKRIPSI SINGKAT P ada saat ini sekitar 70 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses terhadap layanan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR A. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TINGKAT MASYARAKAT

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TINGKAT MASYARAKAT KERANGKA ACUAN PELATIHAN PROMOSI KESEHATAN TINGKAT MASYARAKAT I. PENDAHULUAN Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan bathin.

Lebih terperinci

Kegiatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Kegiatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Dinas Kesehatan Kota Palembang menyambut hangat Pesta Olah Raga SEA GAMES ke XXVI yang sebentar lagi akan diadakan di Kota Palembang. Salah satu bentuk apresiasi dari Dinas Kesehatan kota Palembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan jika masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/MENKES/PER/IV/1997 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN MAKANAN JAJANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Kader Posyandu

Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Kader Posyandu Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Kader Posyandu Ayo ke Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan POKJANAL POSYANDU PUSAT 2012 kurmod fasilitator final 12des12.indd 1 12/12/2012

Lebih terperinci

LAPORAN SEMENTARA PENANGANAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM BANJIR DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013

LAPORAN SEMENTARA PENANGANAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM BANJIR DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013 LAPORAN SEMENTARA PENANGANAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM BANJIR DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013 (PERIODE 05 S.D 07 PEBRUARI 2013) PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN BAHAYA KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT

PERLINDUNGAN BAHAYA KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT Materi 9 PERLINDUNGAN BAHAYA KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT Oleh : Agus Triyono, M.Kes PENTINGNYA PERLINDUNGAN Akreditasi Rumah Sakit sebagai tuntutan mendesak untuk menghadapi persaingan bisnis. Salah satu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.98/Dik-2/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELATIHAN KELAS GIZI DAN KEGIATAN PRAKTIK PERILAKU PEMULIHAN GIZI DENGAN PENDEKATAN POSITIVE DEVIANCE

KERANGKA ACUAN PELATIHAN KELAS GIZI DAN KEGIATAN PRAKTIK PERILAKU PEMULIHAN GIZI DENGAN PENDEKATAN POSITIVE DEVIANCE KERANGKA ACUAN PELATIHAN KELAS GIZI DAN KEGIATAN PRAKTIK PERILAKU PEMULIHAN GIZI DENGAN PENDEKATAN POSITIVE DEVIANCE BAGI KADER POSYANDU DESA PIANTUS KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonimous, Mengenal Jenis-jenis Restoran. Diakses tanggal 13 Januari jttcugm.wordpress.com/2008/12/16/restoran/

DAFTAR PUSTAKA. Anonimous, Mengenal Jenis-jenis Restoran. Diakses tanggal 13 Januari jttcugm.wordpress.com/2008/12/16/restoran/ DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2008. Mengenal Jenis-jenis Restoran. Diakses tanggal 13 Januari 2011. http:// jttcugm.wordpress.com/2008/12/16/restoran/ Azwar,Azrul, 1995. Pengantar Kesehatan Lingkungan, PT.

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN BUPATI KABUPATEN JEMBER NOMOR TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN

KEBIJAKAN PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN KEBIJAKAN INDONESIA SEHAT 2010 PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN Direktorat Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan 1 Regulasi Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk anak-anak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 122 /Dik-1/2010 T e n t a n g

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan sangat bervariasi dari jenis bencana. Kondisi alam serta keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare.

Lebih terperinci

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN JAMBAN KELUARGA DI PEMUKIMAN NELAYAN KENAGARIAN AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2011 Skripsi Diajukan ke Program Studi

Lebih terperinci

Modul Pelatihan MODUL MI-7 I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul Pelatihan MODUL MI-7 I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Pelatihan MODUL MI-7 PENGELOLAAN SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DI DAERAH TANGGAP DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Sanitasi makanan dan minuman di daerah tanggap darurat merupakan salah satu usaha pencegahan

Lebih terperinci

Surveilans Berbasis Masyarakat Surveilans berbasis masyarakat merupakan upaya kesehatan untuk melakakun penemuan kasus/masalah kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat yang kemudian diupayakan pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama lebih dari tiga dasawarsa, Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kesehatan berupaya membangun perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat diharapkan mampu melakukan upaya pencegahan secara lebih efisein dan efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 265/MENKES/SK/III/2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 265/MENKES/SK/III/2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN 1 KEPUTUSAN NOMOR : 265/MENKES/SK/III/2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Menimbang : a. bahwa peningkatan dan perkembangan peran pelabuhan laut, bandar udara dan pos lintas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN KAKI LIMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AUR DURI KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Erris, 2 Marinawati 1 Poltekes

Lebih terperinci

LOKAKARYA KESLING DESA

LOKAKARYA KESLING DESA MODUL: LOKAKARYA KESLING DESA I. DESKRIPSI SINGKAT U ntuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi, kualitas tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan, getaran

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan

Lebih terperinci

HIGIENE SANITASI PANGAN

HIGIENE SANITASI PANGAN HIGIENE SANITASI PANGAN Oleh Mahmud Yunus, SKM.,M.Kes KA. SUBDIT HIGIENE SANITASI PANGAN DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN, DITJEN PP & PL KEMENTERIAN KESEHATAN RI Disampaikan pada Workshop Peringatan Hari

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEMBELAJARAN MATA DIKLAT/GBPP

RANCANG BANGUN PEMBELAJARAN MATA DIKLAT/GBPP RANCANG BANGUN PEMBELAJARAN MATA DIKLAT/GBPP 1. Nama Diklat : Diklatpim Tingkat I 2. Mata Diklat : Merancang Policy Brief 3. Alokasi Waktu : Penjelasan Policy Brief : 3 Jp @ 45 menit = 135 menit Perancangan

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.124 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KESEHATAN JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG : bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1098/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1098/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1098/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN Menimbang MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA a. Bahwa masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK KESEHATAN DI INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2013 363.72 Ind

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG DIMAZ PUJI SANTOSO D22.2010.00929 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.147/Dik-2/2012

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia melalui WHO (World Health Organitation) pada tahun 1984 menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dunia melalui WHO (World Health Organitation) pada tahun 1984 menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

INSPEKSI SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN TEMPAT PEMBUATAN DAN PENJUALAN MAKANAN DAN MINUMAN

INSPEKSI SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN TEMPAT PEMBUATAN DAN PENJUALAN MAKANAN DAN MINUMAN Halaman 1 / 7 DEFINISI Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pendidikan dan Pelatihan (diklat) merupakan suatu proses pembinaan pegawai dalam usaha membina kecakapan, keterampilan, dan kemampuan serta secara lebih terarah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

OLEH: KEPALA PUSDIKLAT APARATUR

OLEH: KEPALA PUSDIKLAT APARATUR OLEH: KEPALA PUSDIKLAT APARATUR Disampaikan dalam rangka Pertemuan Koordinasi Pengelola Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan Yogyakarta, Oktober 2014 Arah Pembangunan Kesehatan Kebijakan PPSDM Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia hingga saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan makin meningkatnya angka kesakitan diare

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah gangguan buang air besar/bab ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir(suraatmaja,

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

PERAN BADAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN (BMPK) DALAM PENJAMINAN MUTU TENAGA DAN FASILITAS KESEHATAN DI DIY. Yogyakarta,25-26 februari 2013

PERAN BADAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN (BMPK) DALAM PENJAMINAN MUTU TENAGA DAN FASILITAS KESEHATAN DI DIY. Yogyakarta,25-26 februari 2013 PERAN BADAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN (BMPK) DALAM PENJAMINAN MUTU TENAGA DAN FASILITAS KESEHATAN DI DIY Yogyakarta,25-26 februari 2013 Memberikan rekomendasi sebagai syarat perijinan bagi tenaga kesehatan

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

LAPORAN PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN BIDANG P2PL DINAS KESEHATAN KAB. BIMA TAHUN 2010

LAPORAN PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN BIDANG P2PL DINAS KESEHATAN KAB. BIMA TAHUN 2010 LAPORAN PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN BIDANG P2PL DINAS KESEHATAN KAB. BIMA TAHUN 2010 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu faktor lingkungan,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1220, 2012 KEMENTERIAN SOSIAL. Taruna. Siaga Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM TARUNA SIAGA BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Sesuai dengan data hasil penelitian dan pembahasan terhadap data hasil penelitian sebagaimana telah penulis paparkan, penulis dapat menyimpulkan beberapa

Lebih terperinci

KLB KERACUNAN PANGAN

KLB KERACUNAN PANGAN STRATEGI PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Roy Sparringa dan Winiati P. Rahayu Agenda presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR 2013, No.1242 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR PEDOMAN

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 95/Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci