ANALISA DATA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA DATA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA"

Transkripsi

1 BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ANALISA DATA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA Berikut ini analisa trend data P4GN secara Nasional tahun adalah sebagai berikut : 1. Data di Bidang Pengurangan Ketersediaan (Supply Redduction). a. Trend Kasus dan Tersangka serta Barang Bukti Tindak Pidana Narkoba Tahun dari Polri dan BNN. Tabel 1. Trend Kasus Narkoba Berdasarkan Penggolongan Narkoba Tahun NO. KASUS Narkotika TREND 60,66% 6,87% -0,25% 11,47% 2. Psikotropika TREND -86,55% 35,56% 8,00% -6,77% 3. Bahan Adiktif Lainnya TREND -30,69% 9,32% -12,68 60,48% Dari tabel 1 tersebut di atas terlihat bahwa trend kasus tindak pidana Narkoba tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, terjadi trend penurunan kasus Psikotropika dengan persentase penurunan 6,77% dari kasus di tahun 2012 menjadi kasus di tahun Sedangkan trend peningkatan kasus terbesar yaitu kasus Bahan Adiktif Lainnya dengan persentase kenaikan 60,48% dari kasus di tahun 2012 menjadi kasus di tahun Kasus Narkotika merupakan kasus terbesar yang terjadi tahun 2013 dengan total kasus. 2) Trend tahun Jumlah kasus tertinggi yaitu kasus Narkotika di tahun 2013 dengan total kasus dan jumlah kasus terendah yaitu kasus Psikotropika di tahun 2011 sebanyak kasus. Trend kenaikan kasus terbesar yaitu kasus Narkotika dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 60,66% dan penurunan kasus terbesar yaitu kasus Psikotropika dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 86,55%.

2 Tabel 2. Trend Tersangka Narkoba Berdasarkan Penggolongan Narkoba Tahun NO. TERSANGKA Narkotika TREND 58,95% 5,51% 0,05% 13,75% 2. Psikotropika TREND -87,15% 32,96% 3,25% -9,41% 3. Bahan Adiktif Lainnya TREND -31,07% 17,68% -12,39% 61,52% Dari tabel 2 tersebut di atas terlihat bahwa trend kasus tindak pidana Narkoba tahun adalah sebagai berikut : 1) Trend di Tahun 2013 Di tahun 2013, jumlah tersangka Narkoba tertinggi terjadi pada kasus Narkotika dengan total orang. Mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 13,75%. Terjadi penurunan jumlah tersangka kasus Psikotropika sebesar 9,41%, dari sejumlah orang yang ditangkap pada tahun 2012 menjadi orang di tahun Sedangkan untuk tersangka kasus Bahan Adiktif Lainnya mengalami kenaikan sebesar 61,52%, dari orang di tahun 2012 menjadi orang di tahun ) Trend Tahun Jumlah tersangka tertinggi yaitu tersangka kasus Narkotika di tahun 2013 sebanyak tersangka dan jumlah tersangka terendah yaitu tersangka kasus Psikotropika di tahun 2010 sebanyak tersangka. Trend kenaikan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka kasus Bahan Adiktif Lainnya dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 61,52% dan penurunan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka kasus Psikotropika dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 87,15%. Tabel 3. Trend Tersangka Narkoba Berdasarkan Kewarganegaraan Tahun NO. KEWARGANEGARAAN WNI TREND -12,94% 9,70% -2,86% 23,54% 2. WNA TREND 44,55% 1,26% -27,95% 9,48% Dari tabel 3 tersebut di atas terlihat bahwa trend tersangka kasus tindak pidana Narkoba tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, berdasarkan kewarganegaraan, jumlah tersangka kasus Narkoba terbesar yang ditangkap merupakan tersangka WNI dengan jumlah orang, meningkat jika dibandingkan tahun 2012 dengan persentase peningkatan 23,54%.

3 Terjadi peningkatan jumlah tersangka WNA yang ditangkap sebesar 9,48% dibandingkan tahun 2012, dari 116 orang yang ditangkap pada tahun 2012 menjadi 127 orang di tahun ) Trend tahun Jumlah tersangka tertinggi yaitu tersangka Narkoba WNI di tahun 2013 sebanyak tersangka dan jumlah tersangka terendah yaitu tersangka Narkoba WNA di tahun 2009 sebanyak 110 tersangka. Trend kenaikan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba WNA dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 44,55% dan penurunan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba WNA dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar 27,95%. Tabel 4. Trend Tersangka Narkoba Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun NO. JENIS KELAMIN Laki-Laki TREND -13,18% 7,82% -2,03% 22,74% 2. Perempuan TREND -8,24% 29,35% -11,35% 30,93% Dari tabel 4 tersebut di atas terlihat bahwa trend kasus tindak pidana Narkoba tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, berdasarkan jenis kelamin, jumlah tersangka kasus Narkoba terbesar yang berhasil ditangkap yaitu tersangka berjenis kelamin laki-laki dengan total orang, mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2012 dengan persentase peningkatan 22,74%. Sedangkan tersangka berjenis kelamin perempuan yang ditangkap berjumlah orang, dengan persentase peningkatan 30,93% dibandingkan tahun ) Trend tahun Jumlah tersangka tertinggi yaitu tersangka Narkoba jenis kelamin laki-laki di tahun 2013 sebanyak tersangka dan jumlah tersangka terendah yaitu tersangka Narkoba jenis kelamin perempuan di tahun 2010 sebanyak tersangka. Trend kenaikan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba jenis kelamin perempuan dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 30,93% dan penurunan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba jenis kelamin laki-laki dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 13,18%. Tabel 5. Trend Tersangka Narkoba Berdasarkan Kelompok Umur Tahun NO. KELOMPOK UMUR < TREND -22,12% 32,95% 12,82% -7,58% TREND -12,48% 17,10% 18,71% 13,11% TREND -8,05% 7,69% 1,88% 14,44%

4 TREND -8,38% 31,09% -11,77% 56,84% 5. > TREND -15,96% -1,20% -0,91% 8,18% Dari tabel 5 tersebut di atas terlihat bahwa trend kasus tindak pidana Narkoba tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, berdasarkan kelompok usia, tersangka kasus Narkoba berusia lebih dari 29 tahun merupakan tersangka paling banyak dengan total orang. Sedangkan tersangka paling sedikit merupakan tersangka berusia di bawah 16 tahun dengan jumlah 122 orang. Trend Kenaikan tersangka terbesar yaitu terjadi pada tersangka berusia antara tahun dengan persentase kenaikan 56,84%, dari orang yang ditangkap di tahun 2012 menjadi orang di tahun Sedangkan penurunan jumlah tersangka hanya terjadi pada tersangka berusia kurang dari 16 tahun dengan persentase penurunan 7,58%, dari 132 orang di tahun 2012 menjadi 122 orang di tahun ) Trend tahun Jumlah tersangka tertinggi yaitu tersangka berusia lebih dari 29 tahun di tahun 2009 sebanyak tersangka dan jumlah tersangka terendah yaitu tersangka berusia di bawah 16 tahun di tahun 2010 sebanyak 88 tersangka. Trend kenaikan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba berusia antara tahun dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 56,84% dan penurunan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba berusia kurang dari 16 tahun dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 22,12%. Tabel 6. Trend Tersangka Narkoba Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun NO. TINGKAT PENDIDIKAN SD TREND -15,77% 26,92% -2,20% 52,07% 2. SLTP TREND -0,72% 21,19% -2,45% 25,06% 3. SLTA TREND -16,64% 1,10% -3,77% 17,01% 4. PT TREND -4,94% 19,19% 3,38% -2,15%

5 Dari tabel 6 tersebut di atas terlihat bahwa trend kasus tindak pidana Narkoba tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, berdasarkan latar belakang pendidikan, tersangka dengan latar belakang pendidikan SLTA merupakan tersangka paling banyak dengan total orang, mengalami peningkatan jika dibandingkan orang di tahun 2012 dengan persentase peningkatan 17,01%. Sedangkan tersangka paling sedikit merupakan tersangka dengan latar belakang pendidikan PT dengan jumlah orang, mengalami penurunan sebesar 2,15% jika dibandingkan dengan orang di tahun ) Trend tahun Jumlah tersangka tertinggi yaitu tersangka dengan latar belakang pendidikan lulusan SLTA di tahun 2009 sebanyak tersangka dan jumlah tersangka terendah yaitu tersangka dengan latar belakang pendidikan lulusan PT di tahun 2010 sebanyak 943 tersangka. Trend kenaikan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba dengan latar belakang pendidikan lulusan SD dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 52,07% dan penurunan jumlah tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba dengan latar belakang pendidikan lulusan SD dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 15,77%. Tabel 7. Trend Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun NO. TINGKAT PENDIDIKAN PNS TREND 0,40% 34,26% -5,04% -29,06% 2. Polri/TNI TREND -26,06% 29,52% -2,38% -8,71% 3. Swasta TREND -4,17% 25,11% -7,87% 23,23% 4. Wiraswasta TREND -33,56% 3,34% -2,39% 20,68% 5. Petani TREND 15,64% 19,62% 28,64% 51,87% 6. Buruh TREND 9,62% -10,62% 14,18% 23,08% 7. Mahasiswa TREND -20,67% 17,95% 16,20% 22,54% 8. Pelajar TREND -16,38% 13,94% 14,88% 61,29% 9. Pengangguran TREND -10,56% -10,42% -9,95% 16,87%

6 Dari tabel 7 tersebut di atas terlihat bahwa trend tersangka kasus Narkoba berdasarkan jenis pekerjaan tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, berdasarkan jenis pekerjaan, tersangka kasus Narkoba karyawan Swasta merupakan tersangka paling banyak dengan total orang, mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2012 dengan persentase 23,23%. Sedangkan tersangka paling sedikit merupakan tersangka yang bekerja sebagai Polri/TNI dengan jumlah 262 orang, mengalami penurunan sebesar 8,71% jika dibandingkan dengan tahun Trend Kenaikan tersangka terbesar yaitu terjadi pada tersangka pelajar dengan persentase kenaikan 61,29%, dari 695 orang yang ditangkap di tahun 2012 menjadi orang di tahun Sedangkan penurunan jumlah tersangka terbesar terjadi pada tersangka yang bekerja sebagai PNS dengan persentase penurunan 29,06%, dari 320 orang di tahun 2012 menjadi 413 orang di tahun ) Trend tahun Jumlah tersangka tertinggi yaitu tersangka dengan pekerjaan swasta di tahun 2013 sebanyak tersangka dan jumlah tersangka terendah yaitu tersangka dengan pekerjaan Polri/TNI di tahun 2010 sebanyak 227 tersangka. Trend kenaikan tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba Pelajar dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 61,29% dan penurunan tersangka terbesar yaitu tersangka Narkoba yang bekerja sebagai wiraswasta dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 33,56%. Tabel 8. Trend Jumlah Barang Bukti Ganja yang Disita Tahun NO. BARANG BUKTI Daun Ganja (Gr) , , , , ,76 TREND -79,52% 5,29% -6,51% -20,41% 2. Pohon Ganja (Btg) , , , , TREND -16,89% 309,16% -81,44% 56,66% 3. Luas Area (Ha) 241,80 178,40 305,83 89,50 119,9 TREND -26,22% 71,43% -70,74% 33,97% 4. Biji Ganja (Gr) 518,00 750,00 4,38 284,91 12 TREND 44,79% -99,42% 6.404,79% -95,79% Dari tabel 8 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah barang bukti ganja yang disita tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, peningkatan terbesar terjadi pada jumlah sitaan barang bukti pohon ganja dengan persentase 56,66% dari batang yang disita di tahun 2012 menjadi batang yang disita di tahun gerjadi penurunan yang sangat

7 signifikan pada sitaan barang bukti biji ganja dengan persentase penurunan 95,79% dari 284,91 gram yang disita di tahun 2012 menjadi hanya 12 gram di tahun ) Trend tahun Jumlah sitaan barang bukti daun ganja yang paling tinggi terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah ,90 gram sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah ,76 gram. Jumlah sitaan barang bukti pohon ganja yang paling tinggi terdapat pada tahun 2011 dengan jumlah batang sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah batang. Luas area lahan ganja paling besar yang berhasil diungkap terdapat pada tahun 2011 dengan luas area 305,83 hektar sedangkan luas area lahan ganja paling kecil terdapat pada tahun 2012 dengan luas area 89,50 hektar. Jumlah sitaan barang bukti biji ganja yang paling tinggi terdapat pada tahun 2010 dengan jumlah 750 gram sedangkan jumlaah sitaan terendah terdapat pada tahun 2011 dengan jumlah 4,38 gram. Tabel 9. Trend Jumlah Barang Bukti Narkotika yang Disita Tahun BARANG NO. BUKTI Heroin (Gr) , , , , ,94 TREND 61,91% 9,53% 91,06% -78,50% 2. Kokain (Gr) 265,70 53,03 66, , TREND -80,04% 26,29% 9.959,49% -69,79% 3. Morfin (Gr) TREND Hashish (Gr) 58, ,60 230, , ,68 TREND 8.312,59% -95,33% 3.292,55% -73,61% 5. Ekstasi (Tbl) , , , , TREND 37,21% 94,60% 417,08% -72,72% 6. Shabu (Gr) , , , , ,32 TREND 48,87% 208,43% 88,10% -73,58% Dari tabel 9 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah barang bukti narkotika yang disita tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, secara umum terjadi penurunan jumlah sitaan barang bukti narkotika sintetis, namun persentase penurunan sitaan barang bukti heroin merupakan yang tertinggi dengan persentase penurunan7 8,50% dari ,24 gram yang disita di tahun 2012 menjadi ,94 gram yang disita di tahun ) Trend tahun Jumlah sitaan barang bukti heroin yang paling tinggi terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah ,24 gram sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah ,94 gram.

8 Jumlah sitaan barang bukti kokain yang paling tinggi terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah 6.736,84 gram sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2010 dengan jumlah 53,03 gram. Jumlah sitaan barang bukti hashish yang paling tinggi terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah 7.836,44 gram sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah 58,80 gram. Jumlah sitaan barang bukti ekstasi yang paling tinggi terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah ,00 tablet sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah ,00 tablet. Jumlah sitaan barang bukti shabu yang paling tinggi terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah ,51 gram sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah ,30 gram. Tabel 10. Trend Jumlah Barang Bukti Psikotropika yang Disita Tahun NO. BARANG BUKTI Benzodiazepin (Tbl) , , , , ,75 TREND 334,23% -34,03% -1,15% -10,09% 2. Barbiturat (Tbl) , , , TREND - -48,78% 169,14% -99,96% 3. Ketamine (Gr) , , , , ,51 TREND 190,50% -18,44% -85,92% -65,28% 4. Daftar G (Tbl) , , , , ,5 TREND -39,35% -11,03% 17,36% 184,33% Dari tabel 10 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah barang bukti psikotropika yang disita tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap jumlah sitaan barang bukti Daftar G dengan persentase 184,33% dari ,5 tablet yang disita di tahun 2012 menjadi ,5 tablet yang disita di tahun Sedangkan penurunan yang signifikan terjadi pada sitaan barang bukti Barbiturat dengan persentase 99,96% dari ,5 gram yang disita pada tahun 2012 menjadi 181 gram di tahun ) Trend tahun Jumlah sitaan barang bukti benzodiazepine yang paling tinggi terdapat pada tahun 2010 dengan jumlah ,5 tablet sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah tablet. Jumlah sitaan barang bukti barbiturat yang paling tinggi terdapat pada tahun 2012 dengan jumlah tablet sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah 181 tablet.

9 Jumlah sitaan barang bukti ketamine yang paling tinggi terdapat pada tahun 2010 dengan jumlah gram sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah 4.661,51 gram. Jumlah sitaan barang bukti daftar G yang paling tinggi terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah ,5 tablet sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2011 dengan jumlah tablet. Tabel 11. Trend Jumlah Barang Bukti Bahan Adiktif Lainnya yang Disita Tahun BARANG NO. BUKTI Miras (Botol) , , , , TREND -97,67% 3,82% 360,13% -85,09% 2. Miras (Liter) , , , , ,10 TREND 12,43% 54,54% 14,68% 1.734,27% Dari tabel 11 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah barang bukti bahan adiktif lainnya yang disita tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah sitaan barang bukti Miras sebesar 1.734,27% dari ,79 liter yang disita di tahun 2012 menjadi ,10 liter yang disita di tahun ) Trend tahun Jumlah sitaan barang bukti botol Miras yang paling tinggi terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah botol sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah botol. Jumlah sitaan barang bukti cairan Miras yang paling tinggi terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah ,10 liter sedangkan jumlah sitaan terendah terdapat pada tahun 2009 dengan jumlah ,5 liter. b. Trend Sitaan Tindak Pidana Narkotika Tahun dari Kementerian Keuangan RI. Tabel 12. Trend Jumlah dan Ranking Barang Bukti Daun Ganja Sitaan di Bandara Tahun (Gram) NO. PROVINSI BANDARA 1. Sumut Medan 25,00 II Banten Soekarno Hatta ,60 II DKI Jakarta Halim 1,50 IV Jayapura Jayapura 1.250,00 I Bali Ngurah Rai 4,00 III - - 7,59 I 6. Yogyakarta Yogyakarta ,00 I Jawa Barat Bandung - - 6,48 III - - JUMLAH 1.280,50-149,08-7,59 - TREND -88,36% -94,91%

10 Dari tabel 12 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti daun ganja sitaan di bandara tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, sitaan barang bukti daun ganja di Bandara hanya terjadi di Bandara Ngurah Rai. Secara umum menurun dengan sangat signifikan dengan persentase penurunan 94,91%, dari 149,08 gram yang disita pada tahun 2012 menjadi hanya 7,59 gram di tahun Sitaan hanya terjadi di bandara Yogyakarta dengan jumlah 86,00 gram. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2013, terdapat trend penurunan jumlah sitaan barang bukti daun ganja di bandara. Jumlah sitaan barang bukti daun ganja terbesar terjadi pada bandara Soekarno Hatta dengan jumlah 3.300,90 gram, namun pada tahun 2012 hanya berhasil disita sebanyak 56,60 gram. Sedangkan pada bandara Yogyakarta dan Bandung yang dua tahun sebelumnya tidak pernah didapati adanya daun ganja, muncul sitaan dengan jumlah masing-masing 86,00 gram dan 6,48 gram. Dari data yang ada terdapat kemungkinan bahwa usaha peredaran daun ganja melalui bandara mulai dilakukan dalam jumlah kecil, ataupun melalui metoda dan jalur lain yang luput dari pengawasan. Tabel 13. Trend Jumlah dan Ranking Barang Bukti Heroin Sitaan di Bandara Tahun (Gram) NO. PROVINSI BANDARA 1. DKI Jakarta Halim 1.285,00 IV 1.056,00 VII Banten Soekarno Hatta ,00 IV Jawa Barat Bandung 2.620,00 II Jawa Tengah Surakarta 2.689,00 I DI Yogyakarta Yogyakarta 1.047,00 V 1.175,00 VI Jawa Timur Juanda 2.103,00 III Bali Ngurah Rai I 8. Sumsel Palembang 578,88 VI Aceh Banda Aceh 1.995,80 V Kalsel Balikpapan 5.198,00 II Sulut Manado 2.200,00 III Sumut Medan ,10 I - - JUMLAH , , TREND 130% -98,43%

11 Dari tabel 13 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti Heroin sitaan di bandara tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, secara umum jumlah penyitaan barang bukti Heroin di bandara menurun dengan sangat signifikan dengan persentase 98,43%, dari ,90 gram yang disita di tahun 2012 menjadi 372 gram di tahun Penyitaan hanya terjadi di bandara Ngurah Rai. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012 terdapat peningkatan jumlah sitaan barang bukti Heroin di bandara, sedangkan jumlah penyitaan tersebut menurun di tahun Perlu diwaspadai kemunculan jalur penyeludupan Heroin terbaru karena di tahun 2013 terjadi sitaan Heroin di Bandara Ngurah Rai dari yang tahun-tahun sebelumnya tidak terjadi. Tabel 14. Trend Jumlah dan Ranking Barang Bukti Kokain Sitaan di Bandara Tahun (Gram) NO. PROVINSI BANDARA 1. Banten Soekarno Hatta ,50 II DKI Jakarta Halim 173,00 I Bali Ngurah Rai 3,17 II 4.794,00 I - - JUMLAH 176, , TREND 3.656,31% 0 Dari tabel 14 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti kokain sitaan di bandara tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, tidak terjadi penyitaan Kokain di Bandara, hal ini dapat menimbulkan kemungkinan terjadi karena para penyelundup telah menggunakan jalur selundupan Kokain yang lain, atau telah menggunakan metoda baru yang tidak terdeteksi oleh para petugas di Bandara. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012 terdapat tren peningkatan yang sangat tajam terhadap sitaan barang bukti Kokain di bandara, meskipun pada tahun 2013 tidak terdapat sitaan Kokain di bandara. Tabel 15. Trend Jumlah dan Ranking Barang Bukti Hashish Sitaan di Bandara Tahun (Gram) NO. PROVINSI BANDARA 1. Banten Soekarno Hatta III - -

12 2. Bali Ngurah Rai 3 I I 103,64 I 3. NTB Mataram II - - JUMLAH , % -98,73% Dari tabel 15 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti hashish sitaan di bandara tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, secara umum jumlah penyitaan barang bukti hashish di bandara menurun tajam dengan persentase penurunan hingga 98,73% dari gram yang disita di tahun 2012 menjadi 103,64 gram di tahun Penyitaan hanya terjadi di bandara Ngurah Rai. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012 terdapat trend peningkatan yang sangat tajam terhadap jumlah sitaan barang bukti Kokain di bandara, walaupun jumlah tersebut menurun pada tahun 2013 namun penurunan tersebut tidak signifikan jika dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi di tahun Dari data yang ada, bandara Ngurah Rai Bali masih merupakan bandara yang dipergunakan oleh para pengedar dalam upaya peredaran Hashish. Tabel 16. Trend Jumlah Barang Bukti Ekstasi Sitaan di Bandara Tahun NO. PROVINSI BANDARA 10 Soekarno III I 1. Banten - 20, Gram Hatta 2. Jawa Timur Juanda 25,00 III - Gram 3. DKI Jakarta Halim 4.870,00 I - Gram 4. Bali Ngurah Rai - - Gram 5. Kepri Hang Nadim 3.829,20 II - Gram 6. Sulsel Makasar - 500,00 II Gram 7. Jawa Barat Bandung - 500,50 I Gram 8. Sumut Polonia - - 1,63 I gram JUMLAH 8.724, , ,63 Gram TREND -88,3% ,95% KET Dari tabel 16 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti ekstasi sitaan di bandara tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, jumlah penyitaan barang bukti ekstasi di bandara meningkat drastis dengan persentase ,95%, dari 1.021,00 gram yang disita di tahun 2012 menjadi ,63 gram di tahun Jumlah penyitaan terbesar terjadi di bandara Soekarno Hatta dengan jumlah gram. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012 terjadi penurunan jumlah sitaan barang bukti ekstasi di bandara, namun jumlah tersebut meningkat tajam di tahun Jumlah sitaan ekstasi terbesar terjadi pada tahun 2013, yaitu pada bandara Soekarno Hatta

13 Jakarta sebesar gram. Dari data yang ada, terlihat kemunculan jalur peredaran ekstasi baru yaitu di Bandara Polonia Medan. Tabel 17. Trend Jumlah Barang Bukti Shabu Sitaan di Bandara Tahun (Gram) NO. PROVINSI BANDARA 1. Aceh Banda Aceh 1.984,22 VII 1.690,93 V - 2. Sumut Medan ,00 III 2.029,00 IV 916 X 3. Kepri Batam 6.584,00 IV Riau Pekanbaru 1.400,00 IX 101,80 XIII - 5. Banten Soekarno Hatta ,30 I I 6. DKI Jakarta Halim ,35 I 704,20 XI - 7. Jawa Barat Bandung 1.340,35 X 775,00 X V 8. Jawa Tengah Surakarta 1.104,00 XI 12,00 XIV - 9. DI Yogya Yogyakarta 1.515,00 VIII 1.245,00 VII VII 10. Jawa Timur Junda 973,20 XII 1.537,90 VI ,2 II 11. Bali Ngurah Rai ,63 II 1.231,00 VIII IV 12. NTB Mataram 3.600,00 VI 2.634,00 III Sulsel Makasar 6.000,00 V 1.000,00 IX Sulut Manado ,00 II VI 15. Kalsel Balikpapan - 177,00 XII Batam Hang nadim III 17. Sumbar Minangkabau VIII 18. Kaltim Balikpapan IX 19. Kalbar Pontianak XI JUMLAH , , TREND -63,93% 74,79% Dari tabel 17 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti shabu sitaan di bandara tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, jumlah penyitaan barang bukti shabu di bandara meningkat dengan persentase 74,79%, dari ,13 gram yang disita di tahun 2012 menjadi gram di tahun Jumlah penyitaan terbesar terjadi di bandara Soekarno Hatta dengan jumlah gram. 2) Trend tahun Dari tahun 2010 hingga tahun 2011 terdapat trend penurunan jumlah sitaan barang bukti shabu di bandara, walaupun jumlah sitaan tersebut meningkat di tahun Dari data yang ada terlihat bahwa dari tahun ke tahun penyitaan shabu semakin tersebar, terdapat kemungkinan adanya percobaan penyelundupan shabu melalui bandara-bandara baru. Tabel 18. Trend Jumlah dan Ranking Barang Bukti Daun Ganja Sitaan di Pelabuhan Tahun (Gram) NO. PROVINSI PELABUHAN 1. Riau Dumai - 21,50 II - 2. Kepri Tanjung Balai Karimun - 22,00 I - JUMLAH - 43,50 -

14 Dari tabel 18 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti daun ganja sitaan di pelabuhan mulai muncul di tahun 2012, yaitu di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun dan Dumai, yang pada tahun 2011 maupun tahun 2013 tidak ada. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan jalur peredaran daun ganja melalui pelabuhan di tahun 2013 yang belum terdeteksi oleh petugas. Tabel 19. Trend Jumlah Barang Bukti Heroin Sitaan di Pelabuhan Tahun (Gram) NO. PROVINSI PELABUHAN 1. Riau Dumai III Balai Karimun ,92 II 2. Kepri Tanjung Pinang II 623 I Batam Centre Sumut Teluk Nibung 2.993,00 I - 4. Kaltim Tarakan 2,23 III - Nunukan 1.400,00 II - 5. Jateng Tanjung Emas I JUMLAH 4.395, TREND 130,7% -93,74% Dari tabel 19 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti heroin sitaan di pelabuhan tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, jumlah penyitaan barang bukti heroin di pelabuhan menurun tajam dengan persentase hingga 93,74%, dari gram yang disita di tahun 2012 menjadi 635 gram di tahun Jumlah penyitaan terbesar terjadi di pelabuhan Batam Center Kepri dengan jumlah 623 gram, serta muncul penyitaan baru di Pelabuhan Balai Karimun sebesar 11,92 gram yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak terdapat penyitaan. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012 terdapat peningkatan jumlah sitaan barang bukti heroin di pelabuhan, walaupun pada tahun 2013 menurun. Dari data yang ada terlihat bahwa dari tahun ke tahun terdapat variasi pelabuhan dimana terdapat penyitaan barang bukti heroin, hal tersebut kemungkinan disebabkan pengedar yang mengubah-ubah pola peredarannya untuk menghindari pengawasan petugas. Tabel 20. Trend Jumlah Barang Bukti Ekstasi Sitaan di Pelabuhan Tahun (Butir) NO. PROVINSI PELABUHAN 1. Riau Dumai Kepri 1. Tj. Balai Karimun Batam Centre I JUMLAH

15 Dari tabel 20 tersebut di atas terlihat bahwa sitaan barang bukti ekstasi dalam bentuk tablet di pelabuhan hanya terjadi pada tahun 2013 yaitu di pelabuhan Batam Centre. Sedangkan pada tahun 2011 dan tahun 2012 tidak terdapat penyitaan ekstasi dalam bentuk tablet di pelabuhan. Tabel 21. Trend Jumlah Barang Bukti Ekstasi Sitaan di Pelabuhan Tahun (Gram) NO. PROVINSI PELABUHAN 1. Dumai - 93,50-2. Riau 2. Bagan Siapi-Api Bengkalis - 24,00-4. Selat Panjang - 4,50-3. Kepri 1. Tj. Balai Karimun 0, ,50-2. Batam Centre - 10,25-4. Jabar Cirebon 875, DKI Jakarta Tanjung Priok ,80 - JUMLAH 875, , ,21% ,52% - Dari tabel 21 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti ekstasi sitaan di pelabuhan tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, tidak terdapat penyitaan barang bukti ekstasi dalam jumlah gram. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012, terjadi peningkatan yang sangat tajam akan sitaan barang bukti ekstasi di pelabuhan, sedangkan pada tahun 2013 tidak terjadi sitaan. Tabel 22. Trend Jumlah Barang Bukti Shabu Sitaan di Pelabuhan Tahun (Gram) NO. PROVINSI PELABUHAN 1. Sumut Teluk Nibung - 258,30 V 724,60 III 2. Riau 1. Bengkalis - 156,68 VI 2. Selat Panjang - 302,30 IV 3. Dumai ,99 II 4. Setia Raja IV 5. Balai Karimun - - 1,12 V 3. Kepri 1. Tanjung Pinang ,00 II 2. Batam Centre ,00 I I 4. Sumbar Teluk Bayur - 0,40 VII 5. Jateng Tanjung Emas ,00 III JUMLAH , ,71 Dari tabel 22 tersebut di atas terlihat bahwa pada tahun 2013 penyitaan barang bukti shabu di pelabuhan terbesar terjadi pada pelabuhan Batam Centre dengan jumlah 4.402,00

16 gram. Perlu diwaspadai kemunculan pelabuhan-pelabuhan baru yang digunakan untuk menyelundupkan Shabu baru di tahun 2013, yaitu pelabuhan Dumai, Setia Raja dan Balai Karimun. Tabel 23. Trend Jumlah Barang Bukti Ganja Sitaan di Perbatasan Tahun (Gram) NO. PROVINSI PERBATASAN 1. Papua Jayapura I 2. Papua Barat PPLB Skow Wutung biji 1 3. Riau Tj. Balai Karimun - - 1,1 2 JUMLAH ,1 500 biji Sumber : Ditjen Bea dan CukaiKementerian Keuangan RI, Maret 2014 Dari tabel 23 tersebut di atas terlihat bahwa penyitaan barang bukti ganja terbesar pada tahun 2013 terjadi di perbatasan Papua Barat dengan jumlah gram dan 500 biji ganja. Hal tersebut perlu diwaspadai karena kemungkinan jalur perbatasan tersebut merupakan jalur baru yang dipergunakan untuk melakukan peredaran ganja. Tabel 24. Trend Jumlah Barang Bukti Shabu Sitaan di Perbatasan Tahun (Gram) NO. PROVINSI PERBATASAN 1. Kaltim Nunukan 3.350, Kalbar Entikong , NTT Atapupu , Papua Jayapura , Kepri Batam Center - - 1, Riau Tj. Balai Karimun JUMLAH 3.350, , ,12 TREND 1.036,29% -88,43% Dari tabel 24 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah dan ranking barang bukti shabu sitaan di perbatsan tahun adalah sebagai berikut : Di tahun 2013, jumlah penyitaan barang bukti shabu di perbatasan menurun dengan persentase 88,43%, dari ,28 gram yang disita di tahun 2012 menjadi 4.403,12 gram di tahun Jumlah penyitaan terbesar terjadi di perbatasan Tanjung Balai Karimun dengan jumlah 4.403,12 gram, yang pada tahun 2012 tidak terdapat penyitaan. 2) Trend tahun Dari tahun 2011 hingga tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah sitaan barang bukti shabu di perbatasan, namun pada tahun 2013 menurun. Dari data yang ada terdapat kemungkinan terjadi variasi peredaran shabu di perbatasan dari tahun ke tahun, yang pada tahun 2013 mulai muncul pada perbatasan Kepri dan Riau. 2. Data di Bidang Pengurangan Permintaan (Demmand Reduction). a. Trend Penyalahguna Narkoba yang Dirawat di Tempat-tempat Rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN Tahun dari BNN.

17 Tabel 25. Trend Jumlah Penyalahguna Narkoba yang Dirawat di Tempat-tempat Rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun NO. JENIS KELAMIN JUMLAH PENYALAHGUNA Laki-laki Perempuan JUMLAH Sumber : Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, Maret 2014 Dari tabel 25 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah Penyalahguna Narkoba yang dirawat di tempat-tempat rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN berdasarkan jenis kelamin tahun adalah sebagai berikut : Secara umum dari tahun 2011 hingga tahun 2013 jumlah penyalahguna yang Dirawat di Tempat-tempat Rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN lebih banyak pasien berjenis kelamin Laki-laki daripada jumlah pasien berjenis kelamin wanita. Meningkatnya jumlah penyalahguna yang dirawat di tahun 2012 kemungkinan dapat dikarenakan semakin tingginya aktifitas penegak hukum dalam menanggulangi permasalahan kasus Narkoba di Indonesia ataupun dapat dikarenakan semakin tingginya kesadaran para penyalahguna Narkoba ataupun keluarga dan orang terdekatnya untuk melakukan perawatan terhadap ketergantungan Narkoba, sedangkan menurunnya jumlah penyalahguna yang dirawat di tahun 2013 dikarenakan menurunnya jumlah tempat-tempat rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN. Tabel 26. Trend Jumlah Penyalahguna Narkoba yang Dirawat di Tempat-tempat Rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN Berdasarkan Kelompok Usia Tahun NO. KELOMPOK USIA JUMLAH PENYALAHGUNA < 15 Tahun Tahun Tahun > 40 Tahun Tak Terdata JUMLAH Sumber : Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, Maret 2014 Dari tabel 26 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah Penyalahguna Narkoba yang dirawat di tempat-tempat rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN berdasarkan kelompok usia tahun adalah sebagai berikut : Berdasarkan usia, jumlah penyalahguna yang dirawat paling tinggi yaitu penya-lahguna berusia tahun, termasuk usia produktif dimana biasanya pada rentang usia tersebut penyalahguna Narkoba sudah memiliki kemampuan untuk menghasilkan uang sendiri dari bekerja, tingginya penyalahguna Narkoba pada rentang usia ini dapat diakibatkan karena tingginya beban kerja yang dialami ataupun gaya hidup perkotaan dengan kehidupan malamnya. Jumlah penyalah-guna Narkoba yang cukup tinggi berikutnya berada pada rentang usia tahun, yaitu rentang usia pelajar dan mahasiswa, pada usia tersebut kemung-kinan penyalahgunaan Narkoba sebagian

18 besar diakibatkan pergaulan dengan teman penyalahguna Narkoba permasalahan dalam keluarganya. ataupun Tabel 27. Trend Jumlah Penyalahguna Narkoba yang Dirawat di Tempat-tempat Rehabilitasi yang bekerjasama dengan BNN Berdasarkan Jenis Narkoba yang Disalahgunakan Tahun NO. JENIS NARKOBA YANG DIGUNAKAN JUMLAH PENYALAHGUNA Ganja Hashish Heroin/Putaw Morphin Opiat Lain Kokain Amphetamine (misal: obat pelangsing) Methamphetamine/ Shabu MDMA/Ekstasi Barbiturates (Luminal, Nembutal, Amytal) Benzodiazepines (Valium, Xanax, Librium, Ativan) Diazepam Lainnya Tramadol LSD Mescaline, Psilocybin Bahan Pelarut dan Inhalan DMP (Dextromethorphan) Double L / Trihexyphenidyl Kecubung (Atropin) Ketamine Subutex Tidak Terdata JUMLAH Sumber : Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, Maret 2014 Dari tabel 27 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah Penyalahguna Narkoba seluruh Indonesia berdasarkan jenis Narkoba yang disalahgunakan tahun adalah sebagai berikut : Berdasarkan jumlah pasien yang dirawat, jenis-jenis zat yang paling banyak disalahgunakan yatu jenis Shabu, Ganja, Heroin dan Ekstasi. Perawatan terhadap penyalahguna Ganja dan Heroin semakin meningkat, sedangkan perawatan terhadap penyalahguna Ekstasi menurun. Di tahun 2013 terdapat penyalahgunaan beberapa jenis zat yang pada dua tahun sebelumnya tidak terdata yaitu jenis Barbiturate, Benzodiazepine, LSD, Mescaline, Inhalan, DMP, Trihexyphenidyl, Atropin, Ketamine dan Subutex. b. Trend Kasus AIDS Tahun dari Kementerian Kesehatan RI. Tabel 28. Trend Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Jenis Kelamin Tahun

19 NO. JENIS KELAMIN JUMLAH KUMULATIF KASUS AIDS Laki-laki Perempuan Tak Diketahui JUMLAH Sumber : Direktorat Jenderal PPM & PL Kementerian Kesehatan RI, Maret 2014 Dari tabel 28 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin tahun adalah sebagai berikut : Secara umum kasus AIDS di Indonesia meningkat dari tahun 2011 sampai dengan tahun Menurut data yang ada, berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus AIDS terbesar yaitu pada penderita berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Di tahun 2012 jumlah kasus AIDS yang ditangani meningkat sebesar 22,06%, dari kasus yang ditangani pada tahun 2012 menjadi kasus yang ditangani pada tahun Tabel 29. Trend Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Faktor Resiko Tahun JUMLAH KUMULATIF KASUS AIDS NO. FAKTOR RISIKO Heteroseksual Homo Biseksual IDU Transfusi Darah Transmisi Prenatal Tak Diketahui Sumber : Direktorat Jenderal PP & PL Kementerian Kesehatan RI, Maret 2014 Dari tabel 29 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko tahun adalah sebagai berikut : Jumlah kasus AIDS penyalahguna suntik (IDU) menurun di tahun 2012 dengan persentase penurunan 17,46% dari tahun 2011, namun jumlah tersebut meningkat di tahun 2013 dengan persentase peningkatan 8,45%, dari kasus yang ditangani di tahun 2011 menjadi kasus yang ditangani pada tahun Tabel 30. Trend Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Menurut Golongan Umur Tahun NO. GOLONGAN UMUR JUMLAH KUMULATIF KASUS AIDS < 1 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun > 60 Tahun Tak Diketahui Sumber : Direktorat Jenderal PP & PL Kementerian Kesehatan RI, Maret 2014

20 Dari tabel 30 tersebut di atas terlihat bahwa trend jumlah kumulatif kasus AIDS menurut golongan umur tahun adalah sebagai berikut : Berdasarkan golongan umur, penderita AIDS meningkat di segala rentang usia, dengan kasus AIDS terbesar yaitu pada rentang usia tahun, kemudian tahun.

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Tingkat Global.

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Tingkat Global. BAB I PENDAHULUAN 1. Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Tingkat Global. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 183.000 kasus kematian yang terkait Narkoba (rentang: 95.000 226.000). Dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Penyalahgunaan Narkoba dan konsekuensinya terhadap kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. a. Penyalahgunaan Narkoba dan konsekuensinya terhadap kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1. Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Tingkat Global. a. Penyalahgunaan Narkoba dan konsekuensinya terhadap kesehatan. Di tahun 2013, diperkirakan terdapat total 246 juta orang

Lebih terperinci

DATA TINDAK PIDANA NARKOBA TAHUN

DATA TINDAK PIDANA NARKOBA TAHUN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DATA TINDAK PIDANA NARKOBA 2007-2011 I. HASIL PENGUNGKAPAN POLRI Tabel 1.1 Jumlah Kasus Narkoba Berdasarkan Jenis, 2007-2011 KASUS 2007 2008 2009 2010 2011 1

Lebih terperinci

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014 JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA Sumber : Buku Jurnal Data P4GN Tahun 2014 Edisi Tahun 2015 *) Data Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Maret 2015 I. Data Kasus Tahun 2014 A. Jumlah Kasus Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat lintas negara (transnational crime), kejahatan terorganisir (organized crime), dan kejahatan serius (serious crime)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan masalah nasional, regional maupun internasional yang sangat kompleks.

Lebih terperinci

FORMAT REKAPITULASI LAPORAN SEMESTER PELAYANAN REHABILITASI NARKOBA MILIK MASYARAKAT

FORMAT REKAPITULASI LAPORAN SEMESTER PELAYANAN REHABILITASI NARKOBA MILIK MASYARAKAT 4 FORMAT REKAPITULASI LAPORAN SEMESTER PELAYANAN REHABILITASI NARKOBA MILIK MASYARAKAT Keterangan cara pengisian : 1. Tanda (*) : Diisi oleh tempat terapi yang berbentuk OSC 2. Tanda (**) : Diisi oleh

Lebih terperinci

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA ii Kata Pengantar i DAFTAR ISI Kata Pengantar...i Daftar Isi... iii Daftar Tabel...v Daftar Gambar...xi Bab I KEPENDUDUKAN... 1 Bab II INDIKATOR GENDER... 9 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development

Lebih terperinci

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA Jakarta, 22 Desember 2016 Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.252 26 14 2011 27 2012, No.252 Lampiran I-A PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG REHABILITASI 2012, No.252 28 Lampiran I-B PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari segi medis maupun psikologi sosial. Peredaran narkoba pada saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

KEBUTUHAN FORMASI CPNS BNN TAHUN 2013

KEBUTUHAN FORMASI CPNS BNN TAHUN 2013 BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEBUTUHAN FORMASI CPNS BNN TAHUN 2013 LAMPIRAN PENGUMUMAN NOMOR : PENG/01/IX/2013/BNN TANGGAL : 4 SEPTEMBER 2013 No. 1 ACEH BNNP Aceh Perawat D-3 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi

Lebih terperinci

DATA PENDUKUNG PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 BADAN NARKOTIKA NASIONAL

DATA PENDUKUNG PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 BADAN NARKOTIKA NASIONAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DATA PENDUKUNG PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 206 BADAN NARKOTIKA NASIONAL I. BIDANG PEMBERANTASAN A. Jumlah kasus dan tersangka yang berhasil diungkap BNN No. Jenis

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI JALAN JENDERAL A. YANI JAKARTA 13230 KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Visa. Kunjungan. Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Visa. Kunjungan. Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA No.38, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Visa. Kunjungan. Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.GR.01.06 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara

Lebih terperinci

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Anak yang berhadapan dengan hukum menunjukkan bahwa situasi sulit yang dihadapi oleh anak tidak hanya disebabkan oleh tindakan orang per orang tetapi juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

Selamat membaca..! Redaksi

Selamat membaca..! Redaksi Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan ini dapat diterbitkan. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan kali ini mengangkat topik tentang Narkoba,

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 5 LAMPIRAN I TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016 PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016 1 Jakarta, 2016 PEMBANGUNAN BERWAWASAN ANTI NARKOBA TAHUN 2017 PROGRAM PRIORITAS NASIONAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2017 Lingkungan Bersih Penyalahgunaan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL JALAN JENDERAL A.YANI JAKARTA 13230, KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat ini, penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Budiningsih (2005) juga

BAB 1 PENDAHULUAN. dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Budiningsih (2005) juga BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus penyakit HIV/AIDS masih merupakan masalah di DKI Jakarta, dimana strategi penanggulangan laju peningkatan penyakit ini belum mampu mengatasi problem secara komprehensive.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang pesat dalam bidang tekhnologi, komunikasi dan sistem informasi di dunia ini sesungguhnya membawa dua dampak yang sangat besar yaitu dampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan obat seperti narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya merupakan masalah yang sangat kompleks dan memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif

Lebih terperinci

REKAPITULASI SK PPID KOTA SE INDONESIA PUSAT PENERANGAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2013

REKAPITULASI SK PPID KOTA SE INDONESIA PUSAT PENERANGAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 REKAPITULASI SK PPID KOTA SE INDONESIA PUSAT PENERANGAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 NO KOTA SK No TENTANG TANGGAL PROV 1 Kota Banda Aceh Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER 2009

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 03/01/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER A. PERKEMBANGAN PARIWISATA Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan nasional yang berkaitan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia tidak kunjung tuntas dan semakin memprihatinkan bahkan sampai mengancam

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa dengan beralihnya status Bandar Udara Polonia ke Bandar Udara Internasional Kualanamu dan Bandar Udara Selaparang ke Bandar Ud

2015, No c. bahwa dengan beralihnya status Bandar Udara Polonia ke Bandar Udara Internasional Kualanamu dan Bandar Udara Selaparang ke Bandar Ud BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.387, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Keenam. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan jenis obat-obatan terlarang yaitu, seperti Dadah (Malaysia/Brunei), Drugs (Inggris), Shabu-shabu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL JALAN JENDERAL A.YANI JAKARTA 13230, KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE

Lebih terperinci

Survei Nasional Penyalah-Gunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia Latar Belakang Tujuan Lokasi survei

Survei Nasional Penyalah-Gunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia Latar Belakang Tujuan Lokasi survei Title of the project Survei Nasional Penyalah-Gunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia Conducted by Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Supported/funded by

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 87/12/Th. XVI, 2 Desember PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER A. PERKEMBANGAN PARIWISATA JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA OKTOBER MENCAPAI 719,9 RIBU

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang Lampiran 4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia masih menjadi permasalahan nasional yang tidak kunjung tuntas bahkan semakin memprihatinkan dan mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

CEDERA. Website:

CEDERA. Website: CEDERA Definisi Cedera Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya Definisi operasional: Cedera yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.06-PW TAHUN 1995 TENTANG TEMPAT PEMERIKSAAN IMIGRASI

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.06-PW TAHUN 1995 TENTANG TEMPAT PEMERIKSAAN IMIGRASI Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.06-PW.09.02 TAHUN 1995 TENTANG TEMPAT PEMERIKSAAN IMIGRASI MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka pengaturan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya narkoba sudah mencengkeram Indonesia. Saat ini Indonesia menjadi pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016.

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016. 1 KATA PENGANTAR Pemantauan dan Evaluasi Kinerja diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL BULAN MEI 2004

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL BULAN MEI 2004 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL BULAN MEI 2004 PARIWISATA No. 38 / VII / 1 Juli 2004 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia melalui 13 pintu masuk pada bulan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1.a Peta jalur peredaran narkoba Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1.a Peta jalur peredaran narkoba Sumber : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Denpasar Bali merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang ramai dikunjungi wisatawan, baik wisatawan domestik maupun manca negara. Sebagai tempat wisata, Bali merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat dilihat secara kasat mata baik itu perilaku maupun fisik bagi pengguna. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat dilihat secara kasat mata baik itu perilaku maupun fisik bagi pengguna. Ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkoba dapat merusak mental bahwa narkoba mempunyai gangguan terhadap sistem syaraf manusia. Sehingga dapat berdampak kepada kualitas mental dan fisik.

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS 148 Statistik Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Deskriptif Statistik Guru PAIS A. Tempat Mengajar Pendataan Guru PAIS Tahun 2008 mencakup 33 propinsi. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderita tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35

BAB I PENDAHULUAN. penderita tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah diperlukan suatu produksi narkotika yang

Lebih terperinci

ANALISIS POLITIK KRIMINAL TERHADAP PENYEBARAN KEJAHATAN NARKOTIKA

ANALISIS POLITIK KRIMINAL TERHADAP PENYEBARAN KEJAHATAN NARKOTIKA ANALISIS POLITIK KRIMINAL TERHADAP PENYEBARAN KEJAHATAN NARKOTIKA Safik Faozi, Rochmani, Fitika Andraini Fakultas Hukum Universitas Stikubank Jl. Trilombajuang No. 1 Semarang E-mail: safaodz@yahoo.com,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia 14 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi ini semakin banyak masalah yang dihadapi oleh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali dengan negara kita. Salah satu

Lebih terperinci

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014)

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014) PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014) Dr. Siswanto, MHP, DTM Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia dewasa ini, muncul kasus-kasus penyalahgunaan obat berbahaya dan narkotika yang efeknya sangat meresahkan masyarakat. Masalah ketergantungan obat berbahaya

Lebih terperinci

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-09-2012 S/D 30-09-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-09-2012 S/D 30-09-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI SEKRETARIS DIREKTORAT JL. H.R. RASUNA SAID KAV 8-9 KUNINGAN 021-5225034 021-5208531 LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-09-2012 S/D 30-09-2012 NO. NAMA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL JALAN JENDERAL A.YANI JAKARTA 13230, KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

Disabilitas. Website:

Disabilitas. Website: Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI SERTA RENCANA AKSI PROVINSI SULAWESI SELATAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM (dalam ribuan rupiah) RUPIAH MURNI NO. SATUAN KERJA NON PENDAMPING PNBP PINJAMAN

Lebih terperinci

1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba dan obat terlarang menyebabkan dampak negatif bagi pemakainya. Dampak negatif sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL DESEMBER 2010

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL DESEMBER 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 08/02/Th. XIV, 1 Februari 2011 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL DESEMBER A. PERKEMBANGAN PARIWISATA WISMAN DESEMBER MENCAPAI 644,2 RIBU ORANG, NAIK 3,01 PERSEN

Lebih terperinci

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-08-2012 S/D 31-08-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-08-2012 S/D 31-08-2012 NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI SEKRETARIS DIREKTORAT JL. H.R. RASUNA SAID KAV 8-9 KUNINGAN 021-5225034 021-5208531 LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-08-2012 S/D 31-08-2012 NO. NAMA

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : S/D NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : S/D NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI JL. H.R. RASUNA SAID KAV 8-9 KUNINGAN 021-5225034 021-5208531 LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : 01-05-2012 S/D 31-05-2012

Lebih terperinci

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012 4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Jumlah Lembaga No. Provinsi PTAIN PTAIS Jumlah 1. Aceh 3 20 23 2. Sumut 2 40 42 3. Sumbar 3 19 22 4. Riau 1 22 23 5. Jambi 2 15 17 6. sumsel 1 13 14 7. Bengkulu

Lebih terperinci

I SEKRETARIAT JENDERAL II LINGKUP PUSAT KARANTINA IKAN

I SEKRETARIAT JENDERAL II LINGKUP PUSAT KARANTINA IKAN LAMPIRAN I LOWONGAN JABATAN, KUALIFIKASI PENDIDIKAN (PROGRAM STUDI/JURUSAN) DAN YANG DIBUTUHKAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN NO. NAMA JABATAN PROGRAM STUDI/JURUSAN TOTAL 29 29 I SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No Kategori Satuan Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Potensi Lahan Ha Air 76.7 0 7.9 690.09 0.9 60. 069.66 767.9 79.6. Air

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI DALAM MENDUKUNG FASILITASI (FAL) UDARA

KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI DALAM MENDUKUNG FASILITASI (FAL) UDARA PAPARAN DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI DALAM MENDUKUNG FASILITASI (FAL) UDARA Rapat Koordinasi Komite Nasional Fasilitasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia saat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dan telah sampai ke semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 3508-7982-4373-0673 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs, dan MA) A. Lembaga Pendataan RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008 mencakup 33

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1961, 2015 KEJAGUNG. Lembaga Rehabilitasi. Pecandu. Korban. Narkoba. Penanganan. Juknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/12/2015 TENTANG

Lebih terperinci

Kesehatan Gigi danmulut. Website:

Kesehatan Gigi danmulut. Website: Kesehatan Gigi danmulut Latar Belakang Survey gigi bersifat nasional Dilaksanakan secara periodik yaitu : SKRT 1995 SKRT 2001 SKRT 2004 RISKESDAS 2007 RISKESDAS 2013 Data diperlukan untuk advokasi, peremcanaan,

Lebih terperinci