ISBN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISBN"

Transkripsi

1 Mengembangkan Kualitas Pembelajaran Matematika Berbasis Riset Prodi Pendidikan

2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA STRATEGI MENGEMBANGKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS RISET CIREBON, 6 FEBRUARI 2016 Mengembangkan Kualitas Pembelajaran Matematika Berbasis Riset Prodi Pendidikan

3 Tim Prosiding Seminar Nasional Matematika Pendidikan Matematika Tim Reviewer : Dr. H. Ena Suhena Praja, M.Pd Cita Dwi Rosita, M.Pd Anggita Maharani, M.Pd Tonah, M.Si Ika Wahyuni, S.Si., M.Pd Ferry Ferdianto, ST., M.Pd Wahyu Hartono, M.Si Laelasari, M.Pd M. Subali Noto, S.Si., M.Pd Toto Subroto, S.Si., M.Pd M. Dadan Sundawan, M.Pd Fahrudin Muhtarulloh, S.Si., M.Sc Surya Amami P., M.Si., Editor : Toto Subroto, S.Si., M.Pd Fahrudin Muhtarulloh, S.Si., M.Sc Tri Nopriana, M.Pd Sri Asnawati, M.Pd Penyunting: Toto Subroto, S.Si., M.Pd ISBN: Link : Penerbit: FKIP Unswagati Press Redaksi: Jl. Perjuangan No 1 Cirebon Kampus 2 Unswagati Cirebon Telp. (0231) Fax (0231) fkipunswagatipress@unswagati.ac.id Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan bentuk dan cara apapun tanpa ijin penerbit Mengembangkan Kualitas Pembelajaran Matematika Berbasis Riset Prodi Pendidikan

4 293 PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN, SPASIAL DAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA P20 Muchamad Subali Noto 1), Surya Amami Pramuditya 2), Dina Pratiwi, D.S 3) 1,2,3) Universitas Swadaya Gunung Djati, Cirebon; 2) Mahasiswa SPS Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 1) 2) fkip-unswagati.ac.id, 3) Abstrak Kemampuan penalaran, spasial dan koneksi matematis (PSKM) merupakan kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa untuk belajar beberapa mata kuliah matematika tingkat lanjut. Berkaitan dengan hal tersebut, maka seorang dosen harus mengetahui kemampuan PSKM mahasiswa sehingga dapat merencanakan pembelajaran dan bahan ajar yang sesuai dengan profil kemampuan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan PSKM mahasiswa calon guru matematika. Metode penelitian adalah penelitian deskriptif dengan subjek mahasiswa calon guru matematika tingkat satu sebanyak 201 mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan penalaran sebesar 48,86; rata-rata kemampuan spasial sebesar 50,13; rata-rata kemampuan koneksi matematis sebesar 39,07. Ini berarti ketiga kemampuan tersebut masih tergolong rendah, terutama untuk kemampuan koneksi matematis. Kata Kunci : Kemampuan Penalaran, Spasial, Koneksi Matematis, Mahasiswa Calon Guru Matematika. A. Pendahuluan Pada tingkatan perguruan tinggi khususnya program studi pendidikan matematika, mahasiswa dituntut untuk belajar beberapa mata kuliah matematika tingkat lanjut seperti aljabar, teori grup, analisis real ataupun geometri. Maka beberapa kemampuan matematis sangatlah perlu dikembangkan oleh mahasiswa dan dosen. Mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan matematisnya dengan cara rutin mengerjakan soal-soal matematika yang memuat penalaran atau spasial

5 294 (misalkan geometri) yang dapat melatih kemampuan keruangan mahasiswa. Tetapi mahasiswa akan terkendala dalam belajar kalau mereka sendiri tidak mengetahui kemampuan matematisnya berada pada tingkatan apa? rendah, sedang atau tinggi. Hal ini merupakan salah satu tugas seorang pengajar, yaitu mengetahui profil kemampuan matematis mahasiswa sebelum melaksanakan pembelajaran. Profil kemampuan matematis tersebut akan menjadi gambaran umum sebagai panduan seorang pengajar dalam membuat bahan ajar dan rencana pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan matematis mahasiswa. Dalam makalah ini, kemampuan matematis yang akan dibahas adalah kemampuan penalaran, spasial dan koneksi matematis (PSKM). Penalaran matematis sangatlah penting, karena mahasiswa juga dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat terkait masalah matematis, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti matematis, atau menjelaskan ide, gagasan dan pernyataan matematika. Menurut Sumarmo (2010: 5-6), secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah: a. Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya. b. Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. c. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati. d. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi.

6 295 e. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada. f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur. Penalaran transduktif dapat digolongkan pada kemampuan berpikir matematis tingkat rendah sedangkan yang lainnya tergolong berpikir matematis tingkat tinggi. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah: a. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. b. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid. c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pem-buktian dengan induksi matematika. Kemampuan melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu pada umumnya tergolong berfikir matematis tingkat rendah, dan kemampuan lainnya tergolong berfikir matematis tingkat tinggi. Kemampuan penalaran baik penalaran induktif ataupun deduktif, sangat diperlukan dalam belajar mata kuliah terkait aljabar ataupun analisis. Kemampuan spasial merupakan salah satu dari kemampuan dalam kecerdasan majemuk. Delapan kecerdasan otak yang dimiliki manusia, diantaranya; kecerdasan matematika/logis, kecerdasan verbal/linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan musik, kecerdasan kinetik, kecerdasan natural, dan kecerdasan spasial. Perkembangan 8 kecerdasan dalam dunia kerja. Kemampuan ini juga penting dalam belajar matematika khususnya geometri.

7 296 Berkaitan dengan teori Bruner, menurut Ruseffendi (2006), dalam pembelajaran matematika perlu memperhatikan empat dalil, yaitu; penyusunan (construction), notasi (notation), pengkontrasan dan keanekaragaman (contrast and variation), dan pengaitan (connectivity). Dalil penyusunan, menjelaskan bahwa tersebut setiap orang berbeda-beda tergantung beberapa faktor seperti genetik, pola pendidikan, lingkungan sekitar, dan lain sebagainya (Sudjito, 2007). Kemampuan spasial merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari matematika akan lebih melekat apabila mahasiswa melakukan sendiri susunan representasinya. Dalil notasi, menjelaskan bahwa dalam pembelajaran perlu mempertimbangkan penggunaan notasi yang sesuai dengan perkembangan mental anak. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman, menjelaskan bahwa untuk menjadikan konsep menjadi lebih bermakna, perlu sajian konsep yang kontras dan aneka ragam. Sedangkan dalil pengaitan, menjelaskan bahwa proses pembelajaran perlu mempertimbangkan pemberian kesempatan mempelajari keterkaitan antar konsep, antar topik, dan antar cabang matematika. Kemampuan mengkaitkan antar konsep, antar topik dan antar cabang matematika disebut kemampuan koneksi matematis. Menurut Fisher, Daniels, & Anghileri (Suhendar, 2007) membuat koneksi merupakan cara untuk menciptakan pemahaman dan sebaliknya memahami sesuatu berarti membuat koneksi. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: (1) obyek itu sendiri; (2) relasinya dengan obyek lain yang sejenis; (3) relasi dengan obyek lain yang tak sejenis; (4) relasi dual dengan obyek-obyek lainnya yang sejenis; dan (5) relasi dengan obyek dalam teori lainnya (Suhendar, 2007). Koneksi matematis berarti kegiatan menghubungkan antar konsep matematika; menghubungkan konsep matematika dengan konsep pelajaran lainnya; menerapkan pemikiran dan pemodelan matematika untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam disiplin ilmu lainnya seperti seni, musik, psikologi, sains, dan bisnis; bahkan

8 297 juga merupakan kegiatan menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. NCTM mempopulerkan koneksi matematis yang dalam bahasa asalnya yakni bahasa Inggris disebut mathematical connection dan menjadikannya sebagai satu dari enam standar kurikulumnya. Koneksi matematis merupakan salah satu hal penting dalam berpikir matematis dan dapat membangun pemahaman matematis. Tanpa koneksi, siswa harus mempelajari dan mengingat terlalu banyak konsep dan keterampilan. Dengan koneksi, siswa dapat membangun pemahaman baru dari pengetahuan sebelumnya (NCTM, 2000). Lebih jauh, Hodgson (1995: 13) mengklaim bahwa kemampuan untuk menggunakan koneksi akan memperkuat kemampuan siswa sebagai pemecah masalah. Sedangkan alat yang fleksibel agar siswa dapat memecahkan masalah adalah siswa dapat mengaplikasikan dan menterjemahkan di antara representasirepresentasi yang berbeda dari situasi masalah atau konsep yang sama. Pernyataan Hodgson di atas mendukung pendapat Baroody (1993: 107) yang mengungkapkan bahwa representasi ide atau masalah dapat membantu siswa dalam memperjelas pemaknaan konsep dan memfasilitasi penemuan strategi penyelesaian. Hal ini disebabkan ketika siswa merepresentasikan ide, gagasan, atau konsep matematik, siswa melakukan analisis yang melibatkan proses fikirnya secara aktif untuk menangkap dan mengklarifikasikan konsep-konsep kunci sehingga siswa dapat memilih dan memilah strategi penyelesaiannya. Hubungan antara representasi matematik dengan koneksi sebagai alat penyelesaian masalah dapat diurutkan dalam dua tahap yaitu: 1) koneksi pemodelan antara situasi masalah atau konsep dan representasi-representasi matematiknya; 2) koneksi matematik antara dua representasi yang ekuivalen dan antara prosesprosesnya yang berkorespondensi dalam masing-masing representasi untuk menghasilkan solusi. Coxford (1995) mengatakan bahwa aspek proses matematis dari koneksi matematis meliputi representasi, aplikasi, pemecahan masalah dan penalaran.

9 298 Representasi merupakan proses matematis yang sangat penting. Secara umum diawali dengan representasi konkrit kemudian diteruskan dengan membuat penggambaran dan representasi abstrak. Untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai suatu konsep, siswa membutuhkan membuat koneksi diantara representasirepresentasi. Menurut Sumarmo (2010) dalam belajar matematika siswa dituntut memahami koneksi antara ide-ide matematis dan antar matematika dan bidang studi lainnya karena topik-topik dalam matematika banyak memiliki relevansi dan manfaat dengan bidang lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Jika siswa sudah mampu melakukan koneksi antara beberapa ide matematis, maka siswa akan memahami setiap materi matematika dengan lebih dalam dan baik. Selain itu melalui koneksi konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka dan luas terhadap matematika karena siswa akan memandang matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi bukan sebagai sekumpulan topik yang terpisah-pisah, serta mengakui adanya keterkaitan atau hubungan dan aplikasi di dalam kehidupan atau lingkungan sekitar siswa. Tanpa adanya kemampuan koneksi, siswa harus belajar lebih banyak, mengingat dan mengulangi pembelajaran. Sehingga pembelajaran akan terus berulang dan berulang. Ketika mempelajari konsep baru maka konsep sebelumnya akan terisolasi sehingga pembelajaran tidak akan berjalan sengan optimal. Ketika ide-ide matematika setiap hari dikoneksikan pada pengalamannya, baik di dalam maupun di luar sekolah, maka anak-anak akan menjadi sadar tentang kegunaan dan manfaat dari matematika (Lasmanawati, 2011: 17). Dapat diartikan juga bahwa mahasiswa yang memiliki kemampuan koneksi yang baik akan mudah dalam mempelajari banyaknya materi pembelajaran, dengan cara menghubungkan materi tersebut satu sama lain.

10 299 Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana gambaran atau profil kemampuan penalaran, spasial dan koneksi matematis mahasiswa calon guru matematika? B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau mengambarkan kemampuan PSKM mahasiswa calon guru matematika. Subjek penelitian adalah seluruh mahasiswa calon guru matematika tingkat satu Universitas Swadaya Gunung Djati Cirebon sebanyak 201 mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes penalaran, spasial dan koneksi matematis. Instrumen terdiri dari tes soal penalaran, spasial dan koneksi matematis masing-masing 15 soal dengan jumlah soal seluruhnya adalah 45 soal. Pengolahan data dengan statistika deskripsi. C. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan data kemampuan penalaran, spasial dan koneksi matematis diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 1 menunjukan hasil kemampuan penalaran mahasiswa (KPM). Tabel 1. Statistics KPM N Valid 201 Missing 0 Mean Median Mode Berdasarkan tabel 1 output di atas, terlihat bahwa hasil rata-rata (mean) dan median hampir sama nilainya. Rata-rata KPM mencapai 48,86. Hal ini menunjukkan rata-rata KPM yang kurang optimal, karena masih dibawah 50. Artinya untuk KPM

11 300 masih harus ditingkatkan lagi. Terlihat dari nilai modusnya Nilai tersebut masih dibawah rata-rata, artinya KPM mahasiswa Unswagati cenderung ke kiri. Nilai median = 46.67, artinya ada 50% (100 mahasiswa) mendapatkan nilai dibawah Hal ini menunjukan bahwa KPM masih rendah atau kurang optimal, ini juga diperkuat dengan nilai modusnya yang masih dibawah rata-rata. Tabel 2. Nilai Maks dan Min KPM N Valid 201 Missing 0 Std. Deviation Minimum.00 Maximum Percentiles Berdasarkan tabel 2, diperoleh bahwa standar deviasi 14,98. Artinya penyebaran data KPM kurang lebih 14,98 dari rata-rata. Nilai minimum = 0 dan nilai maksimum 86,67, artinya ada mahasiswa yang tidak dapat menjawab soal-soal penalaran dengan benar. Persentil 15 diperoleh nilai 33,33 dan persentil 25 diperoleh nilai 40.00, artinya ada sekitar 25% (50 mahasiswa) yang KPMnya dibawah rata-rata dan 15% nya dibawah Tetapi dari keseluruhan mahasiswa, ada mahasiswa yang mendapat nilai 86,67. Terlihat juga pada persentil 75 diperoleh nilai KPM adalah 60, artinya 25% mahasiswa atau 50 mahasiswa dijamin mendapatkan nilai KPM diatas rata-rata. Tabel 3 di bawah ini menunjukan hasil kemampuan spasial mahasiswa (KSM).

12 301 Tabel 3. Statistics KSM N Valid 201 Missing 0 Mean Median Mode Berdasarkan tabel 3 output di atas, terlihat bahwa hasil rata-rata (mean) dan median juga hampir sama nilainya. Tetapi rata-rata KSM lebih besar daripada ratarata KPM, yaitu mencapai 50,13. Hal ini menunjukkan rata-rata KSM yang cukup baik, karena sudah mencapai diatas 50. Terlihat dari nilai modusnya Nilai tersebut masih dibawah rata-rata, artinya KSM mahasiswa Unswagati juga cenderung ke kiri. Nilai median = 53,85, artinya ada 50% (100 mahasiswa) mendapatkan nilai diatas 50. Hal ini menunjukan bahwa KSM sudah cukup baik, karena walapun modulnya masih dibawah rata-rata, tetapi dari keseluruhan mahasiswa dijamin 50% nya sudah mendapat diatas rata-rata nilai KSM. Tabel 4. Nilai Maks dan Min KSM N Valid 201 Missing 0 Std. Deviation Minimum.00 Maximum Percentiles Berdasarkan tabel 4, diperoleh bahwa standar deviasi 17,13. Artinya penyebaran data KSM kurang lebih 17,13 dari rata-rata. Nilai minimum = 0 dan nilai maksimum 92,31, artinya ada mahasiswa yang tidak dapat menjawab soal-soal spasial dengan benar. Persentil 15 diperoleh nilai 30,77 dan persentil 25 diperoleh

13 302 nilai 38.46, artinya ada sekitar 25% (50 mahasiswa) yang KSMnya dibawah rata-rata dan 15% nya dibawah 30,77. Tetapi dari keseluruhan mahasiswa, ada mahasiswa yang mendapat nilai 92,31. Terlihat juga pada persentil 75 diperoleh nilai KSM adalah 61,54 artinya 25% mahasiswa atau 50 mahasiswa dijamin mendapatkan nilai KSM diatas rata-rata. Tabel 5 di bawah ini menunjukan hasil kemampuan koneksi mahasiswa (KKnM). Tabel 5. Statistics KKnM N Valid 201 Missing 0 Mean Median Mode Berdasarkan tabel 5 output di atas, terlihat bahwa hasil rata-rata (mean) dan median juga hampir sama nilainya dan rata-rata KKnM lebih kecil daripada rata-rata KPM maupun KSM, yaitu mencapai 39,07. Hal ini menunjukkan rata-rata KKnM masih sangat rendah atau sangat belum optimal, karena masih dibawah 50 (bahkan dibawah 40). Terlihat dari nilai modusnya Nilai tersebut hampir sama dengan rata-rata dan median, artinya KKnM mahasiswa Unswagati sebaran datanya normal. Nilai median = 40,00, artinya ada 50% (100 mahasiswa) mendapatkan nilai dibawah 40. Hal ini menunjukan bahwa KKnM masih rendah.

14 303 Tabel 6. Nilai Maks dan Min KKnM N Valid 201 Missing 0 Std. Deviation Minimum.00 Maximum Percentiles Berdasarkan tabel 6, diperoleh bahwa standar deviasi 17,80. Artinya penyebaran data KKnM kurang lebih 17,80 dari rata-rata. Nilai minimum = 0 dan nilai maksimum 93,33, artinya ada mahasiswa yang tidak dapat menjawab soal-soal koneksi dengan benar. Persentil 15 diperoleh nilai 20,00 dan persentil 25 diperoleh nilai 26.67, artinya ada sekitar 25% (50 mahasiswa) yang KKnMnya dibawah ratarata dan 15% nya dibawah 20,00. Tetapi dari keseluruhan mahasiswa, ada mahasiswa yang mendapat nilai 93,33. Artinya perolehan nilai maksimum untuk KKnM paling tinggi dibandingkan nilai maksimum dari KPM maupun KSM. Terlihat juga pada persentil 75 diperoleh nilai KKnM adalah 53,33 artinya 25% mahasiswa atau 50 mahasiswa dijamin mendapatkan nilai KKnM jauh diatas rata-rata. Berikut adalah tabel distribusi frekuensi kemampuan matematis (KPM, KSM, dan KKnM) serta histogramnya. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Matematis Frekuensi Nilai KPM KSM KKnM

15 304 Dari tabel distribusi frekuensi di atas, disajikan poligon nilai kemampuan matematis mahasiswa sebagai berikut KPM KSM KKnM Gambar 1. Poligon nilai Kemampuan Matematis Mahasiswa D. Kesimpulan dan Saran Hasil menunjukkan bahwa ketiga kemampuan matematis yaitu KPM, KSM, dan KKnM diperoleh masih belum optimal atau masih rendah. Tetapi terlihat bahwa kemampuan KSM mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dua kemampuan yang lain. Sedangkan KKnM adalah kemampuan yang paling rendah. Dengan demikian, perlu adanya usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan ketiga kemampuan ini. Penulis dapat menyarankan, ada beberapa cara untuk mengembangkan dan meningkatkan ketiga kemampuan tersebut, yaitu (1) dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuankemampuan tersebut. Model yang dipilih tidak berarti memilih hanya satu model pembelajaran saja yang secara keseluruhan berkaitan dengan ketiga kemampuan tersebut. Tetapi bisa juga dengan memilih tiga model pembelajaran berbeda yang masing-masing berkaitan kemampuan matematis tersebut sehingga dapat

16 305 meningkatkan ketiga kemampuan matematis. (2) dengan mengembangkan suatu bahan ajar dengan aktivitas ketiga kemampuan matematis, dapat secara terpisah ataupun bersama-sama. Pengembangan bahan ajar harus didasarkan kepada gambaran ketiga kemampuan tersebut. E. Daftar Pustaka Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K-8: Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan Publishing Company. Coxford, A.F. (1995). The Case for Connections. Dalam P.A. House dan A.F Coxford (Eds). Yearbook Connecting Mathematics Across The Curriculum. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics. Hodgson, T.R. (1995). Connections as Problem-Solving Tools. Dalam P.A. House dan A.F Coxford (Eds). Yearbook Connecting Mathematics Across The Curriculum. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics. Lasmanawati, A. (2011). Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan. NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: Virginia. Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Suhendar. (2007). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematika Siswa SMP yang Berkemampuan Rendah Melalui Pendekatan Konstektual dengan Pemberian Tugas Tambahan. Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan. Sudjito, G. Y. (2007). Perbedaan Kemampuan Spasial Yang Mendapat Pendidikan Musik Klasik; Tidak Mendapat Pendidikan Musik Klasik. Unika Atma Jaya, Jakarta.

ISBN

ISBN Mengembangkan Kualitas Pembelajaran Matematika Berbasis Riset Prodi Pendidikan PROSIDING SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA STRATEGI MENGEMBANGKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 PM - 104 Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA Samsul Feri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Matematika dianggap mata pelajaran momok dan tidak disukai oleh sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu dan kunci ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem pendidikan Indonesia, bidang studi yang dipelajari secara implisit dan eksplisit mulai dari taman kanakkanak hingga perguruan tinggi adalah matematika.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA JPPM Vol. 10 No. 2 (2017) KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA Ika Meika 1) dan Asep Sujana 2) 1) Mahasiswa SPs Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 2) Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Rezi Ariawan 1, Hayatun Nufus 2 1 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UIR 2 Dosen Pendidikan Matematika FTK UIN Suska

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan sumber dari segala disiplin ilmu dan kunci ilmu pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP Finola Marta Putri *) *) Dosen Fakutas Ilmu Tarbiah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kampus UIN Syarif

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIPADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIPADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIIIPADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS Pratiwi Dwi Warih S 1), I Nengah Parta 2), Swasono Rahardjo 3) 1) Universitas Negeri Malang, 2) Universitas Negeri Malang,

Lebih terperinci

Fraenkel, J.R & Wallen, N. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc. Graw Hill.

Fraenkel, J.R & Wallen, N. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc. Graw Hill. 100 DAFTAR PUSTAKA Alverman & Phelps (1998). Reading Strategies Scaffolding Student s Interactions with Texts Reciprocal Teaching [Online]. Tersedia: http://www.sdcoe.k12.ca.us/score/promising/tips/rec.html.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dari jenjang pendidikan dasar hingga kelas XII memerlukan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi professional Internasional yang bertujuan untuk memberikan peningkatan mutu dalam mengajar dan belajar matematika yang yaitu National Council

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sri Wahyuni, Tesis : Kemampuan Koneksi Matematika siswa SMP dalam Memecahkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sri Wahyuni, Tesis : Kemampuan Koneksi Matematika siswa SMP dalam Memecahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjang kemajuan teknologi. 1 Matematika juga menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya informasi yang disampaikan dalam bahasa matematika seperti tabel, grafik, diagram dan persamaan semakin menjadikan pembelajaran matematika sebagai suatu kajian

Lebih terperinci

JADWAL KULIAH SEMESTER PENDEK PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA TAHUN AKADEMIK 2012/2013

JADWAL KULIAH SEMESTER PENDEK PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA TAHUN AKADEMIK 2012/2013 JADWAL KULIAH SEMESTER PENDEK PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA TAHUN AKADEMIK 2012/2013 No Hari Waktu Kode MK SKS Mata Kuliah Dosen Ruangan Keterangan 08.30-10.30 CPM227 3 Analisis Numerik H. Fuad Nasir, Drs.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIKA TINGKAT TINGGI MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIKA TINGKAT TINGGI MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIKA TINGKAT TINGGI MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. Sugiman Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. Sugiman Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama Sugiman Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Koneksi matematik merupakan salah satu kemampuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA Mutia Fonna 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI STRATEGI THINK TALK WRITE

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI STRATEGI THINK TALK WRITE MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI STRATEGI THINK TALK WRITE Fitria Nurapriani fitria.apriani@ubpkarawang.ac.id Universitas Buana Perjuangan Karawang Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut James dan James (Suherman, 2003: 31) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu

Lebih terperinci

ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA

ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA Rizki Dwi Siswanto Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA rizki.mathematics@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, dipersiapkan sumber daya manusia dengan kualitas yang unggul dan. mampu memanfaatkan pengetahuan dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. ini, dipersiapkan sumber daya manusia dengan kualitas yang unggul dan. mampu memanfaatkan pengetahuan dengan baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan arus informasi yang tanpa batas dalam arti segala sesuatu bisa diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ALJABAR LINEAR 1

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ALJABAR LINEAR 1 ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ALJABAR LINEAR 1 oleh : Cita Dwi Rosita, Laelasari, dan M. Subali Noto Pendidikan Matematika FKIP Unswagati Email:citadwirosita@gmail.com

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE Kartika Yulianti Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA - Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setyabudhi 229, Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan menentukan kualitas seseorang maupun suatu bangsa. Dalam pendidikan formal, salah satu pelajaran disekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I

P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I Ety Septiati Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Palembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR SEGI EMPAT

ANALISIS KESALAHAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR SEGI EMPAT ANALISIS KESALAHAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR SEGI EMPAT Alvina Mardi Rahayu, Edy Bambang Irawan, Susiswo Universitas Negeri Malang alvinamardirahayu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu dasar segala bidang ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Matematika memiliki peranan penting dalam ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS Yuniawatika Ni Luh Sakinah Nuraeni Universitas Negeri Malang, Jl Semarang 5 Malang Email: yuniawatika.fip@um.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM SOLVING MODEL POLYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM SOLVING MODEL POLYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (SESIOMADIKA) 2017 ISBN: 978-602-60550-1-9 Pembelajaran, hal. 393-400 PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM SOLVING MODEL POLYA TERHADAP KEMAMPUAN

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari. Hal ini karena matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

ASOSIASI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA

ASOSIASI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA JPPM Vol. 10 No. 2 (2017) ASOSIASI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA Rafiq Badjeber Pendidikan Matematika Universitas Alkhairaat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN Ikrimah Syahidatunnisa Tatang Mulyana Firdaus Departemen Pendidikan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

Uji Keterbacaan pada Pengembangan Buku Ajar Kalkulus Berbantuan Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis

Uji Keterbacaan pada Pengembangan Buku Ajar Kalkulus Berbantuan Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Uji Keterbacaan pada Pengembangan Buku Ajar Kalkulus Berbantuan Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan membahas tentang: (A) konteks penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan membahas tentang: (A) konteks penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan membahas tentang: (A) konteks penelitian, (B) fokus penelitian, (C) tujuan penelitian, (D) batasan masalah, (E) manfaat penelitian, (F) definisi istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat untuk perkembangan teknologi modern. Tidak hanya sebagai penghubung

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat untuk perkembangan teknologi modern. Tidak hanya sebagai penghubung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu dasar yang dipelajari sejak dini. Matematika bisa menjadi alat untuk perkembangan teknologi modern. Tidak hanya sebagai penghubung teknologi,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MAHASISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER 1

KEMAMPUAN MAHASISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER 1 ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No. 2, Mei - Agustus 2015 STKIP PGRI Banjarmasin KEMAMPUAN MAHASISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam standar kurikulum dan evaluasi matematika sekolah yang dikembangkan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) tahun 1989, koneksi matematika

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB)

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB) EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB) Oleh: Dian Mardiani Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada permasalahan banyaknya

Lebih terperinci

Profil Kemampuan Koneksi Matematis Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Level Kemampuan Akademik

Profil Kemampuan Koneksi Matematis Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Level Kemampuan Akademik Jurnal Analisa 3 (2) (2017) 115-129 p-issn : 2549-5135 http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/index e-issn : 2549-5143 Profil Kemampuan Koneksi Matematis Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Jurnal Euclid, Vol.4, No.2, pp.717 KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Dwi Inayah Rahmawati 1), Rini Haswin Pala 2) 1) Universitas Pendidikan Indonesia, Jln. Setiabudi No. 229, Bandung;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang secara tidak sadar sering menggunakan matematika, sebagai contoh dalam hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis a. Pengertian Penalaran Matematis Penalaran matematika dan pokok bahasan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adinawan, dkk. (2007). Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

DAFTAR PUSTAKA. Adinawan, dkk. (2007). Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga. DAFTAR PUSTAKA Adinawan, dkk. (2007). Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga. Anderson. (2003). Critical Thinking Across the Disciplines. Makalah pada Faculty Development Seminar in New York

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sering digunakan sebagai alat untuk mencari solusi berbagai masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang meliputi aksioma/postulat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL Eva Musyrifah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Email :evamusyrifah3@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

EKSPLORASI PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI TINGKAT KONEKSI MATEMATIS YANG DIBANGUN OLEH MAHASISWA STKIP YPUP MAKASSAR. Nurfaida Tasni * ABSTRACT

EKSPLORASI PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI TINGKAT KONEKSI MATEMATIS YANG DIBANGUN OLEH MAHASISWA STKIP YPUP MAKASSAR. Nurfaida Tasni * ABSTRACT EKSPLORASI PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI TINGKAT KONEKSI MATEMATIS YANG DIBANGUN OLEH MAHASISWA STKIP YPUP MAKASSAR Nurfaida Tasni * ABSTRACT The purpose of this study is to explore problem-solving abilities

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG Ayu Sri Yuningsih (aiiu.sri94@gmail.com) Sumpena Rohaendi (sumpenarohaendi07786@gmail.com)

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ZUHROTUNNISA AlphaMath DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA Oleh: Zuhrotunnisa Guru Matematika MTs. Negeri Rakit 1 Banjarnegara cipits@gmail.com ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

P 46 BERPIKIR KREATIF SISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM PEMECAHAN MASALAH

P 46 BERPIKIR KREATIF SISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM PEMECAHAN MASALAH P 46 BERPIKIR KREATIF SISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM PEMECAHAN MASALAH Karim FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya karim_unlam@hotmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangatlah pesat, arus informasi yang berada di dunia lebih mudah diakses seakan tidak ada lagi batasan wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dari peranan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dikembangkan potensinya. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi generasi penerus bangsa yaitu melalui

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA. Zuhrotunnisa ABSTRAK

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA. Zuhrotunnisa ABSTRAK DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA Zuhrotunnisa Guru Matematika MTs. Negeri Rakit 1 Banjarnegara cipits@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS (REASONING MATHEMATICS ABILITY ) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Nurmanita 1, Edy Surya 2

MEMBANGUN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS (REASONING MATHEMATICS ABILITY ) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Nurmanita 1, Edy Surya 2 MEMBANGUN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS (REASONING MATHEMATICS ABILITY ) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Nurmanita 1, Edy Surya 2 1) Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Unimed 2) Dosen Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bicara tentang matematika tidak lepas dari bagaimana kesan siswa terhadap matematika itu sendiri, banyak yang menyukainya tapi tidak sedikit pula yang tidak

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS Jurnal Euclid, vol.3, No.2, p.561 PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS Sri Asnawati Program Studi Pendidikan Matematika FKIP

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Syarifah

Lebih terperinci

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan terorganisir yang memiliki keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Matematika diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berkembang sangat pesat, sangat memudahkan dalam berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. analisis deskriptif. Berikut pembahasan hasil tes tulis tentang Kemampuan. VII B MTs Sultan Agung Berdasarkan Kemampuan Matematika:

BAB V PEMBAHASAN. analisis deskriptif. Berikut pembahasan hasil tes tulis tentang Kemampuan. VII B MTs Sultan Agung Berdasarkan Kemampuan Matematika: BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada BAB IV, maka pada bab ini akan dikemukakan pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil analisis deskriptif. Berikut pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Carl Frederick Gauss menyatakan bahwa matematika adalah ratunya ilmu pengetahuan. Kalimat tersebut seperti bermakna bahwa matematika layaknya seorang ratu yang

Lebih terperinci

Alamat Korespondensi: Jalan Ir. Sutami No 36 A Kentingan Surakarta, , 3)

Alamat Korespondensi: Jalan Ir. Sutami No 36 A Kentingan Surakarta, , 3) EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CORE (CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI BANGUN DATAR SEGITIGA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA Irna Suciati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sudah ada semenjak zaman sebelum masehi. Banyak ilmuwan-ilmuwan zaman dahulu yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Koneksi Matematika Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang berarti hubungan atau kaitan. Kemampuan koneksi matematika dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

KONEKSI MATEMATIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Sugiman Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPAUniversitas Negeri Yogyakarta

KONEKSI MATEMATIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Sugiman Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPAUniversitas Negeri Yogyakarta Vol. 4, No. 1, Juni 2008: 56 66 KONEKSI MATEMATIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Sugiman Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPAUniversitas Negeri Yogyakarta Abstrak Koneksi matematik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA BERBASIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI STATISTIKA

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA BERBASIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI STATISTIKA Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA) Vol. 2 No. 1, Hal, 29, September 2017 p-issn 2541-0660, e-issn 2597-7237 2017 LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA BERBASIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN. Arisan Candra Nainggolan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN. Arisan Candra Nainggolan JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman 107-118 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN Arisan Candra Nainggolan Jurusan

Lebih terperinci

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2) ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Koneksi Matematis Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antartopik dalam matematika saja, tetapi

Lebih terperinci