HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Pakan Burung Perkutut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Pakan Burung Perkutut"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Pakan Burung Perkutut Penelitian ini menggunakan 4 macam pakan utama berupa biji-bijian, yaitu gabah lampung, milet, jawawut dan ketan hitam. Adapun hasil analisa kandungan nutrisi pakan utama dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisa nutrien pada masing-masing pakan utama maka terlihat kandungan protein kasar untuk jewawut sebesar 11.38%, ketan hitam 11.37%, milet sebesar 10.50%, dan gabah lampung sebesar 8.75%. Kandungan protein pada pakan utama tersebut sebagai zat nutrisi yang menunjang pertumbuhan perkutut sehingga ternak tersebut memiliki performen yang baik dan menghasilkan suara yang merdu. Menurut Soemadi dan Mutholib (2003) jumlah protein yang dikonsumsi burung ocehan dari pakan yang disediakan harus seimbang dengan kebutuhannya, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila protein yang dikonsumsi berlebih maka sisanya akan diubah menjadi lemak sehingga menyebabkan burung menjadi gemuk dan terlihat malas. Sebaliknya, bila terjadi defisiensi konsumsi protein maka mengakibatkan burung menjadi kurus, kerdil, pertumbuhan bulu tidak sempurna, bersifat kanibal, tidak bergairah dan enggan bersuara. Untuk bersuara, burung memerlukan protein kurang lebih 35% dari jumlah makanannya (Soemadi dan Mutholib 2003). Kandungan lemak kasar yang tertinggi pada masing-masing pakan utama adalah jawawut (2.53%) kemudian diikuti oleh ketan hitam (2.43%), gabah lampung (1.51%), dan milet (1.44%). Perlu diperhatikan bahwa jawawut sebagai kandungan lemak kasar yang tertinggi tidak diberikan dalam porsi banyak. Apabila jawawut diberikan berlebih sehingga meningkatkan bobot badan burung perkutut secara berlebih yang akhirnya menyebabkan burung tersebut jarang berkicau. Alasan tersebut diperjelas dengan pendapat Soemadi dan Mutholib (2003) bahwa kandungan lemak dalam pakan burung ocehan sebaiknya tidak lebih 8%. Hal ini disebabkan tidak semua lemak dapat dicerna tubuh yang akhirnya terbuang percuma bersama feces (kotoran) atau menumpuk di antara otot-otot tubuh maupun di bawah kulit. Sebagai akibatnya, burung menjadi gemuk sehingga malas bergerak dan jarang berkicau.

2 Tabel 3. Kandungan nutrien pakan utama Komponen Gabah Lampung Milet Jewawut Ketan Hitam Kadar Air (%) Bahan Kering (%) Kadar Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Gross energi (kal/g) Ca (mg/100g) P (mg/100g) Mg (mg/100g) Fe (mg/100g) Zn (mg/100g) Vitamin A (mg/100g) Vitamin C (mg/100g) Keterangan : Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram (2005) Hasil analisis dengan Bomb Calorimetry di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram (2005) Hasil analisis dengan Spectrophotometer di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Mataram (2005) Pakan yang baik dipilih berdasarkan dari kemampuannnya untuk menghasilkan energi. Jawawut diketahui memiliki gross energi yang tertinggi sebesar 3860 kal/g dibandingkan dengan ketan hitam (3829 kal/g), gabah lampung (3540 kal/g), dan milet (3487 kal/g). Gross energi yang tinggi pada Tabel 3 sesuai dengan tingginya lemak kasar yang dibutuhkan sebagai sumber energi. Menurut Fitri (2001) bahwa energi yang cukup bagi burung berkicau dibutuhkan untuk memproduksi suara. Kandungan serat kasar yang tertinggi ditemukan pada gabah lampung (6.21%) kemudian jawawut (5.64%), ketan hitam (3.11%), dan milet (2.33%).

3 Meskipun serat kasar tidak mengandung nutrisi penting tetapi fungsinya sebagai pengatur ekskresi sisa makanan sangatlah penting. Menurut Piliang (2006) serat kasar membantu mempercepat ekskresi sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan. Diketahui dalam keadaan tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus yang dapat menyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga ekskresi feses menjadi lebih lamban. Sebaliknya, pakan dengan serat kasar tinggi dapat mengurangi berat badan karena serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu, serat kasar tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks yang menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan (Piliang 2006). Diketahui bahwa kandungan Ca dan P dalam pakan perkutut pada Tabel 3 berbeda-beda. Kandungan Ca tertinggi ditemukan berturut-turut pada gabah lampung (35.20 mg/100g), milet (30.00 mg/100g), jawawut (19.80 mg/100g), dan yang terendah ketan hitam (12.20 mg/100g). Adapun kandungan P yang tertinggi ditemukan pada milet ( mg/100g) bila dibandingkan dengan ketan hitam (77.20 mg/100g), gabah lampung (59.60 mg/100g), dan jewawut (50.00 mg/100g). Peranan Ca bagi tubuh organisme terutama berfungsi pada berbagai proses antara lain proses pembentukan tulang, pembekuan darah, kontraksi otot dan proses induksi rangsangan saraf, sedangkan P berfungsi dalam kontraksi otot, pembentukan tulang dan aktivitas sekretoris. Kedua unsur ini sangat menentukan dalam proses pembentukan tulang dan telur, serta berperan dalam metabolisme karbohidrat. Burung yang mengalami kekurangan unsur tersebut akan memperlihatkan gejala nafsu makan menurun, pertumbuhan terganggu, terjadi pelunakan tulang (osteoporosis) dan bentuk tulang tidak normal (rakhitis) (Soemadi dan Mutholib 2003; Piliang 2004, 2006). Berdasarkan hasil analisis, kandungan Mg tertinggi terdapat pada jewawut ( mg/100g) dibandingkan ketan hitam ( mg/100g), milet ( mg/100g), dan yang terendah gabah lampung ( mg/100g). Unsur ini sebagian besar ditemukan pada tulang dan sedikit terdapat dalam cairan dan

4 jaringan tubuh lainnya. Selain berperan dalam pembentukan tulang, Mg berperan dalam metabolisme karbohidrat dan fungsi sel saraf. Kekurangan Mg mengakibatkan pertumbuhan menjadi lambat, lesu dan nafas tidak teratur. Defisiensi yang akut menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), kepucatan dan kematian (Soemadi dan Mutholib 2003, Piliang 2004). Kandungan zat besi (Fe) pakan utama banyak terdapat pada jawawut (7.80 mg/100g) bila dibandingkan dengan ketan hitam (7.00 mg/100g), milet (2.00 mg/100g), dan gabah lampung (0.20 mg/100g). Zat besi memiliki peranan penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Selain itu, untuk mentransport oksigen dalam bentuk hemoglobin. Apabila terjadi defisiensi maka dapat menyebabkan burung mengalami kekurangan darah yang ditandai dengan warna kulit burung tampak pucat (Leeson dan Summers 2001). Berdasarkan hasil analisis nutrien pakan utama, Jawawut memiliki kandungan Zn tertinggi sebesar 3.60 mg/100g, selanjutnya diikuti oleh gabah lampung (2.60 mg/100g), ketan hitam (2.50 mg/100g), dan milet (2.30 mg/100g). Zn di dalam tubuh mempunyai peranan dalam perkembangan karakteristik seks sekunder dan pertumbuhan tubuh. Defisiensi Zn mengakibatkan pertumbuhan tubuh burung terganggu, bulu-bulu tumbuh kurang baik sehingga sayap memendek, testis yang mengecil (testicular atrophy), dan dapat menyebabkan kematian (Leeson dan Summers 2001, Piliang 2004).. Kandungan vitamin A dan vitamin C yang terbesar terdapat dalam ketan hitam (0.031 dan mg/100g). Vitamin A berperan dalam proses metabolisme sel, penglihatan, memelihara jaringan epitel yang melapisi saluran pencernaan, reproduksi dan perkembangan tulang. Adapun vitamin C dibutuhkan untuk pembentukan dan pemeliharaan suatu zat dalam tulang dan jaringan lunak serta dapat pula sebagai katalisator jaringan yang membantu dalam proses penyembuhan. Defisiensi vitamin C ditandai gejala askorbat dan pendarahan di seluruh tubuh (Leeson dan Summers 2001, Piliang 2004). Berdasarkan hasil analisis nutrien dari keempat pakan pokok, yaitu gabah lampung, milet, jawawut, dan ketan hitam, ternyata jawawut mempunyai kandungan nutrien yang lebih tinggi dibanding gabah lampung, ketan hitam, dan milet. Nutrien yang tertinggi antara lain protein kasar, lemak kasar, gross energi,

5 Mg, Fe, dan Zn. Adapun gabah lampung memiliki kandungan serat kasar dan Ca yang lebih tinggi, sedangkan ketan hitam memiliki vitamin A dan vitamin C yang terbanyak kemudian milet hanya mempunyai kandungan P yang terbesar dari pakan pokok yang lain. Hasil Ekstraksi Daun Saga, Sambiloto dan Pare Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah, sedangkan maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada suhu ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi dan maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan tersebut (Winarno et al. 1973, Darwis 2000). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka daun (saga, sambiloto dan pare) diekstrak dengan menggunakan metode maserasi air (H 2 O), yang proses akhirnya menghasilkan rendemen yang dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa daun sambiloto menghasilkan persentase nilai rendemen yang lebih tinggi (12.92%) dibandingkan dengan daun pare hutan (7.58%) dan daun saga (6.78%). Besaran persentase nilai rendemen yang dihasilkan akan berbanding terbalik dengan kandungan kadar air yang berada pada masing-masing daun segar, oleh karena itu persentase nilai rendemen sangat dipengaruhi oleh kadar air. Tabel 4. Persentase rendemen yang dihasilkan dari proses ekstraksi Jenis Daun Berat segar (gr) Berat ekstrak (gr) Rendemen (%) Saga (Abrus precatorius linn) Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Pare Hutan (Momordica Charantia, L) Keterangan: Hasil proses ekstraksi di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA IPB (2005) Kadar air dari masing-masing daun segar berdasarkan urutan kadar terendah hingga tertinggi adalah daun sambiloto sebesar 79.5%, daun pare hutan

6 sebesar 83.25% dan daun saga sebesar 83.39% (Lampiran 3). Persentase nilai rendemen tersebut digunakan untuk perhitungan berapa besar konsentrasi ekstrak daun yang diberikan pada setiap ekor perkutut dalam satu minggu. Dasar perhitungan konsetrasi ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare) berdasarkan kebiasaan peternakan perkutut dalam memberikan daun saga sebanyak 30 lembar yang dikonversikan seberat 0.27 g dan nilai rendemen yang dihasilkan sebesar 6.78% sehingga menghasilkan konsentrasi ekstrak daun saga sebesar g/ekor/minggu. Konsentrasi ekstrak daun tersebut diberikan dengan konsentrasi yang sama pada ekstrak daun sambiloto dan pare. Berdasarkan hasil ekstraksi dari daun saga, daun sambiloto, dan daun pare maka ditemukan nilai rendemen yang tertinggi terdapat pada daun sambiloto, selanjutnya daun pare hutan, dan saga. Nilai rendemen dari ketiga daun tersebut dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam daun segar. Adapun dasar perhitungan konsentrasi ekstrak daun sambiloto dan ekstrak daun pare menggunakan hasil perhitungan konsentrasi ekstrak daun saga dengan menggunakan 30 lembar daun saga segar. Hasil Analisa Kandungan Nutrien Ekstrak Daun Saga, Sambiloto dan Pare Ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare hutan) merupakan bagian dari tanaman herbal yang berperan sebagai pakan tambahan (suplemen) dalam penelitian ini. Hasil analisa kandungan nutrisi ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare hutan) dapat dilihat pada Tabel 5. Ekstrak daun-daunan di atas memberikan sumbangan nutrisi terutama pada komponen lemak kasar, mineral mikro (Fe dan Zn) dan vitamin. Berdasarkan hasil analisa kandungan nutrisi ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare hutan), maka terlihat kandungan lemak kasar tertinggi terdapat dalam ekstrak daun saga dibandingkan dengan ekstrak daun sambiloto dan ekstrak daun pare hutan. Lemak merupakan salah satu faktor yang bermanfaat di dalam tubuh sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid yang mampu menghasilkan hormon testosteron sebagai hormon seks sekunder (Murray et al. 1999). Kandungan zat besi (Fe) yang tertinggi ditemukan dalam ekstrak daun saga (49.86 mg/100g) dibandingkan ekstrak daun sambiloto (25.32 mg/100g) dan

7 ekstrak daun pare (9.93 mg/100g). Fe mempunyai peranan dalam tubuh sebagai pembawa oksigen untuk keperluan pembakaran di dalam sel tubuh. Defisiensi Fe berakibat terhadap timbulnya penyakit anemia dan juga mempengaruhi penurunan sintesis protein di dalam otak yang dapat menghambat munculnya impuls dari neuron ke neuron lain di otak sehingga otak tidak dapat berfungsi dengan normal (Piliang 2004; 2006). Ketidaknormalan fungsi otak tersebut dapat berakibat bukan hanya pada gangguan produksi dan proses belajar bersuara karena kedua hal itu dikontrol oleh sebuah daerah di otak yang disebut Vocal Control Region (VCR), tetapi juga gangguan pada hipotalamus yang mengontrol produksi hormon steroid. Komponen Bahan Kering (%) Kadar Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Ca (mg/100 g) P (mg/100 g) Mg (mg/100 g) Fe (mg/100 g) Zn (mg/100 g) Vitamin C (mg/100 g) Vitamin A (mg/100 g) Keterangan : Tabel 5. Kandungan nutrien ekstrak daun (as fed) Ekstrak Daun Saga Ekstrak Daun Sambiloto Ekstrak Daun Pare Hutan Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram (2005) Hasil Analisis di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Mataram (2005) Berdasarkan hasil analisis ekstrak dedaunan ternyata ditemukan kandungan seng (Zn) yang tertinggi terdapat dalam ekstrak daun pare (9.19 mg/100g) kemudian diikuti oleh ekstrak daun sambiloto (6.51 mg/100g) dan ekstrak daun saga (4.56 mg/100g). Menurut Piliang (2004) bahwa salah satu

8 peranan mineral seng adalah perkembangan karakteristik seks sekunder, yang pada burung dapat meliputi perkembangan suara. Kandungan vitamin C dari masing-masing ekstrak daun secara berurutan sebagai berikut ekstrak daun sambiloto, ekstrak daun pare dan ekstrak daun saga. Menurut Prawirokusumo (1991) vitamin C digunakan sebagai antiinfeksi dan antistress oleh karena itu, vitamin C penting bagi kesehatan tubuh. Kandungan vitamin A masing-masing ekstrak daun secara berurutan sebagai berikut ekstrak daun saga (1.14 mg/100g), ekstrak daun pare (1.02 mg/100g) dan ekstrak daun sambiloto (0.84 mg/100g). Menurut Leeson dan Summers (2001) vitamin A sangat berguna untuk organ mata dan fungsi indra penglihatan; proses metabolisme sel; memelihara jaringan epitel yang melapisi saluran pernafasan dan pencernaan. Berdasarkan hasil analisis nutrien dari ekstrak daun saga, ekstrak daun sambiloto, dan ekstrak daun pare maka diperoleh kandungan nutrien yang terbanyak dan tertinggi terdapat pada ekstrak daun sambiloto selanjutnya pada ekstrak daun pare, dan ekstrak daun saga. Ekstrak daun sambiloto mengandung nutrien yang tertinggi karena mengandung protein kasar, P, Mg, dan vitamin C. Adapun ekstrak daun pare mengandung serat kasar, Ca, dan Zn yang tertinggi, sedangkan ekstrak daun saga mengandung lemak kasar, Fe, dan vitamin A yang tertinggi. Konsumsi Ransum dan Konsumsi Nutrien Perlakuan Rataan konsumsi ransum dan konsumsi nutrien perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 terlihat tingkat konsumsi ransum utama (gabah lampung, millet, jawawut dan ketan hitam) pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata secara statistik, sedangkan bila dilihat menurut besaran maka konsumsi ransum yang terbanyak terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) dibandingkan dengan perlakuan C, A, B dan E. Tingkat konsumsi tersebut masih dalam taraf normal, karena menurut informasi dari Farm Prima Perkutut Bogor bahwa tingkat konsumsi ransum perkutut antara 5-6 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil penelitian konsumsi nutrien pada Tabel 6 terlihat bahwa lemak kasar yang tertinggi terdapat pada perlakuan B dan C (0.16 g/ekor/hari),

9 kemudian diikuti oleh perlakuan D (0.15 g/ekor/hari), perlakuan E (0.14 g/ekor/hari), dan terendah pada perlakuan A (0.12 g/ekor/hari). Hal ini disebabkan kandungan lemak kasar ekstrak daun saga (B) lebih tinggi (2.66%) seperti yang terlihat pada Tabel 5. Burung perkutut yang mendapatkan pemberian ekstrak daun sambiloto (C) (1.58%) seperti yang terlihat pada Tebel 5 banyak mengkonsumsi jawawut (2.65%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Purnamasari 2006). Tabel 6. Rataan konsumsi ransum dan konsumsi nutrien perlakuan selama 39 hari pengamatan Parameter Perlakuan Pakan A B C D E Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) Konsumsi Nutrien (ekor/hari) - Protein Kasar (g) Lemak Kasar (g) Serat Kasar (g) Gross Energi (Kal) Ca (mg) P (mg) Mg (mg) Fe (mg) Zn (mg) Vitamin C (mg) Vitamin A (mg) Keterangan : Analisis keragaman pada konsumsi pakan menunjukkan tidak berbeda nyata A = Pakan Utama (Kontrol), B = Pakan Utama + Ekstrak Daun Saga, C = Pakan Utama + Ekstrak Daun Sambiloto, D = Pakan Utama + Ekstrak Daun Pare Hutan, E = Pakan Utama + Ekstrak Kombinasi Daun Konsumsi zat besi (Fe) yang terbanyak (1.17 mg) terdapat pada perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga) dibandingkan dengan perlakuan C, E, D, dan A. Tingginya konsumsi zat tersebut dapat disebabkan oleh besarnya nilai zat besi

10 yang terkandung pada ekstrak daun saga (B) sebesar mg/100g dibandingkan dengan ekstrak daun sambiloto (C) sebesar mg/100g dan ekstrak daun pare (D) sebesar 9.93 mg/100g yang dapat dilihat pada Tabel 5. Fe memiliki peranan penting dalam proses pembentukan sel darah merah, sehingga bila terjadi defisiensi maka dapat mengakibatkan burung mengalami anemia yang ditandai dengan warna kulit burung tampak pucat (Piliang 2004, Soemadi dan Mutholib 2003). Konsumsi seng (Zn) yang terbanyak terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) dibandingkan dengan perlakuan C, E, B dan A. Kandungan Zn yang tertinggi pada perlakuan D dikarenakan tingkat konsumsi ransum yang lebih tinggi pada perlakuan tersebut (Tabel 6) dan nilai Zn yang terkandung dalam ekstrak daun pare lebih tinggi (9.19 mg/100g) dari pada dalam ekstrak daun sambiloto (6.51 mg/100g) maupun ekstrak daun saga (4.56 mg/100g) yang dapat dilihat pada Tabel 5. Konsumsi nutrien Zn tersebut berperan pada beberapa kegiatan metabolisme dalam tubuh, diantaranya mengatur aktifitas enzim dan diduga mempunyai hubungan dengan hormon LH sebagai hormon perangsang untuk menghasilkan testosteron (Murray et al. 1999, Piliang 2006). Konsumsi vitamin C yang terbanyak terdapat pada perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto) dibandingkan dengan perlakuan D, E, B dan A. Hal ini disebabkan oleh kandungan vitamin C yang terdapat dalam ekstrak daun sambiloto lebih tinggi (1 105 mg/100g)) dibandingkan dengan ekstrak daun pare (808 mg/100g) maupun ekstrak daun saga (407 mg/100g) yang terlihat pada Tabel 5. Menurut Piliang (2004) bahwa hampir semua spesies hewan dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya, kecuali hewan primata, kelelawar pemakan buah-buahan dan burung yang tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya. Oleh karena itu, vitamin C perlu diberikan dalam ransum. Hal tersebut diperjelas oleh pendapat Prawirokusumo (1991) bahwa vitamin C sangat diperlukan oleh unggas dalam kondisi lingkungan yang panas, adanya stress manajemen dan penanganan hewan ternak. Vitamin C berperan dalam melawan stressor, sehingga akibat adanya stressor dari luar seperti terhadap penanganan ternak.

11 Berdasarkan hasil analisis rataan konsumsi ransum dan konsumsi nutrien pada masing-masing perlakuan maka disimpulkan bahwa burung perkutut yang diberikan perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) lebih banyak mengkonsumsi ransum (pakan utama) dibandingkan perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto), perlakuan A (kontrol), perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga), dan perlakuan E (kombinasi ekstrak daun saga, sambiloto, dan pare). Adapun tingkat konsumsi nutrien yang terbanyak terdapat pada kelompok burung perkutut yang diberikan perlakuan C kemudian diikuti oleh perlakuan D, B, E, dan A. Burung perkutut yang menerima perlakuan C lebih banyak mengandung protein kasar, lemak kasar, serat kasar, P, vitamin C, dan vitamin A, sedangkan burung perkutut yang mendapatkan pemberian perlakuan D lebih tinggi kandungan gross energi, Ca, Mg, Zn, dan vitamin A. Selanjutnya kelompok perlakuan B lebih banyak mengandung lemak kasar, Fe, dan vitamin A kemudian kelompok perlakuan E hanya lebih banyak mengandung vitamin A akan tetapi untuk kelompok burung perkutut yang mengkonsumsi perlakuan A (kontrol) tidak memperoleh nutrien yang lebih tinggi artinya hanya memperoleh nutrien yang lebih rendah dari perlakuan lainnya. Diferensiasi Sel-Sel Leukosit Sel-sel darah putih (leukosit) terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur dan dalam sitoplasma terdapat granula spesifik yang dinamakan heterofil. Agranulosit mempunyai inti dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik. Agranulosit dapat digolongkan sebagai monosit dan limfosit (Frandson 1992). Rataan diferensiasi sel-sel leukosit yang meliputi heterofil, monosit dan limfosit disajikan pada Tabel 7. Perlakuan dengan pemberian penambahan ekstrak daun saga, sambiloto dan pare tidak mempengaruhi persentase heterofil, monosit dan limfosit secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dedaunan tidak menyebabkan perubahan profil hematologi yang diindikasikan dari gambaran selsel leukosit. Bila dilihat dari besaran nilai maka terlihat adanya nilai heterofil yang tertinggi pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) sebesar 57.00% dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

12 Tabel 7. Rataan diferensiasi sel-sel leukosit pada perkutut (%) Jenis Sel Heterofil Perlakuan A B C D E Monosit Limfosit Keterangan : Analisis keragaman menunjukkan tidak berbeda nyata A (Ransum Kontrol) B (0.018 gr ekstrak daun saga) C (0.018 gr ekstrak daun sambiloto) D (0.018 gr ekstrak daun pare) E (0.006 gr ekstrak daun saga gr ekstrak daun sambiloto gr ekstrak daun pare) Peningkatan tersebut diduga berkaitan erat dengan kandungan seng yang terdapat pada ekstrak daun pare maupun dalam konsumsi ekstrak daun pare pada perlakuan D. Khomsan (2006) melaporkan bahwa seng mempunyai efek terhadap fungsi imun yang ditandai dengan pengaruh aktivitas timulin, fungsi makrofag dan heterofil. Heterofil memiliki fungsi sebagai jajaran pertama untuk sistem pertahanan tubuh yang langsung bereaksi apabila terdapat partikel-partikel asing yang masuk kedalam tubuh. Aksi heterofil ini diwujudkan dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang mengalami serangan oleh bakteri, menembus dinding pembuluh darah dan menyerang bakteri untuk dihancurkan (Frandson 1992). Persentase heterofil yang tinggi pada perkutut penelitian ditemukan pada pemberian penambahan ekstrak daun pare bila dibandingkan dengan burung merpati (Sturkie 1976), mengindikasikan adanya rangsangan penambahan jumlah heterofil untuk peningkatan sistem kekebalan dalam melawan partikel-partikel asing atau serangan penyakit sehingga perkutut tersebut tetap dalam kondisi sehat dan diharapkan mampu untuk menampilkan atau menghasilkan produksi suara yang lebih baik. Greenman et al. (2005) menyatakan sistem kekebalan

13 memerlukan energi dan nutrisi untuk melindungi tubuh dan melawan mikroorganisme patogen dan parasit. Persentase limfosit perkutut tidak menunjukkan hasil yang nyata diantara perlakuan. Artinya penambahan ekstrak daun saga, sambiloto, dan pare serta kombinasi ketiga ekstrak daun tersebut tidak mempengaruhi persentase limfosit perkutut penelitian, sedangkan bila dilihat dari besaran persentase limfosit perkutut pada Tabel 7 maka terlihat persentase limfosit yang tertinggi terdapat pada perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto) sebesar 56.50% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai persentase limfosit yang tertinggi tersebut mengindikasikan adanya upaya perkutut untuk meningkatkan sistem kekebalan terhadap serangan penyakit maupun benda asing, sehingga ekstrak daun sambiloto berperan merangsang produksi limfosit dalam jumlah banyak. Menurut Kanniapan et al. (1991), Nuratmi et al. (1996), Prapanza dan Marianto (2003) bahwa daun sambiloto mengandung zat aktif yang disebut andrografolid (zat pahit) dan bersifat sebagai antiimflamasi dan antibakteri. Efek farmakologisnya mampu merangsang daya tahan seluler (fagositosis) terutama limfosit sehingga efektif untuk mengobati infeksi. Puri et al. (1993) menyatakan bahwa sambiloto dapat merangsang sistem kekebalan tubuh baik berupa respon kekebalan spesifik maupun non spesifik. Kekebalan spesifik ditandai dengan adanya peningkatan persentase limfosit dalam jumlah besar terutama limfosit B. Gross (1962) menyatakan bahwa pertahanan melawan infeksi virus maupun bakteri lebih banyak melibatkan peran limfosit dan heterofil secara berurutan. Berdasarkan hasil analisis pada diferensiasi sel-sel leukosit maka disimpulkan bahwa kelompok burung perkutut yang diberikan perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) ditemukan adanya kandungan heterofil yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, sedangkan jenis sel limfosit lebih banyak ditemukan pada kelompok burung perkutut yang mengkonsumsi perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Adanya kandungan heterofil yang tertinggi pada kelompok perkutut yang mengkonsumsi perlakuan D menunjukkan adanya peningkatan sistem kekebalan pada jajaran pertama sehingga langsung bereaksi apabila terdapat penyakit maupun benda asing yang masuk kedalam tubuh perkutut, sehingga perkutut

14 tersebut tetap dalam kondisi sehat dan mampu menampilkan atau menghasilkan produksi suara yang lebih baik. Kandungan Mikro Mineral dan Hormon Testosteron dalam Plasma Pengaruh pemberian ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare) terhadap kandungan mikro mineral dan hormon testosteron dalam plasma perkutut dapat dilihat pada Tabel 8. Kandungan Fe dari seluruh kelompok perlakuan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa kandungan Fe dalam plasma perkutut berbeda nyata (P<0.05) dan hal ini diduga dipengaruhi oleh perlakuan. Berdasarkan uji lanjut Duncan diperoleh hasil bahwa perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga) berpengaruh secara nyata terhadap kandungan Fe dalam plasma perkutut. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan Fe dalam tubuh. Faktor yang nyata mempengaruhi adalah jumlah kandungan zat besi pada makanan, dengan ekstrak daun saga mengandung mineral zat besi yang tertinggi yaitu sebesar mg/100 g (Tabel 5) dan rataan konsumsi zat besi yang tertinggi 1.17 mg ditunjukkan oleh perkutut yang diberi perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga) (Tabel 6). Tabel 8. Rataan dan simpangan baku kandungan mikro mineral dan hormon testosteron dalam plasma perkutut Perlakuan A Mikro Mineral (µg/ml) Fe Zn b Hormon Testosteron (ng/ml) B a C D E b b b Keterangan : Rataan dengan superskrip yang memiliki huruf tidak sama dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) A (Ransum Kontrol) B (0.018 gr ekstrak daun saga) C (0.018 gr ekstrak daun sambiloto) D (0.018 gr ekstrak daun pare) E (0.006 gr ekstrak daun saga gr ekstrak daun sambiloto gr ekstrak daun pare) Fakta tersebut didukung oleh laporan Piliang (2004) bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi absorpsi zat besi dalam tubuh yaitu (1) kebutuhan metabolik tubuh

15 yang akan meningkat jika simpanan zat besi dalam tubuh rendah, (2) bentuk komponen zat besi yang terdapat dalam makanan, (3) ada atau tidaknya zat-zat nutrisi lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi. Peranan utama zat besi adalah mentranspor oksigen (O 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ) melalui hemoglobin untuk keperluan pembakaran di dalam sel tubuh. Defisiensi zat besi dalam tubuh diantaranya berdampak pada penurunan kadar neurotransmiter serotonin di sistem saraf pusat (otak) dapat mengakibatkan kerusakan otak yang permanen dan mempunyai konsekuensi yang berkelanjutan pada umur dewasa (Piliang 2004, 2006). Pada Tabel 8 terlihat bahwa rataan kandungan seng dalam plasma perkutut dari masing-masing perlakuan berkisar antara µg/ml. Kandungan seng dalam plasma perkutut tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan nilai kandungan seng pada ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare) (Tabel 5) dan nilai rataan konsumsi pada masing-masing perlakuan yang tidak berbeda jauh (Tabel 6). Berdasarkan besaran kandungan seng dalam plasma perkutut maka terlihat pada perlakuan D bahwa kandungan seng dalam plasma kelompok tersebut mencapai nilai tertinggi sebesar 7.17 µg/ml dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan besaran kandungan seng dalam ekstrak daun pare yang tinggi (Tabel 5) dan nilai rataan konsumsi seng yang tinggi diperoleh dari perkutut yang diberi perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) (Tabel 6). Menurut Piliang (2006) absorpsi mineral seng dipengaruhi oleh kadar mineral seng dalam ransum serta terdapatnya zat-zat yang dapat mengganggu absorpsi mineral seng seperti mineral kalsium, asam fitat dan beberapa zat pengikat. Akibat perubahan absorpsi seng maka berdampak pada metabolisme dalam tubuh karena sejumlah 70 macam enzim metal (Metalloenzyme) memerlukan mineral seng agar dapat berfungsi termasuk diantaranya enzim karbonik anhidrase. Beberapa metaloenzim berperan dalam mengatur pertumbuhan sel, terutama enzim karbonik anhidrase yang ditemukan dalam selsel darah merah dan sel-sel Parietal yang terdapat dalam lambung. Reaksi ini memegang peranan penting dalam transport karbondioksida (CO 2 ) oleh darah pada mekanisme respirasi. Selain itu, mineral seng juga mempunyai hubungan

16 dengan beberapa macam hormon diantaranya Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), karena hormon-hormon tersebut sangat diperlukan dalam mensintesis hormon testosteron (Piliang 2006). Kandungan hormon testosteron dalam plasma perkutut dapat dilihat pada Tabel 8. Rataan kandungan testosteron dalam plasma perkutut dari masing-masing perlakuan berkisar antara ng/ml. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan testosteron tidak berbeda nyata. Apabila diperhatikan dari masingmasing nilai rataan ternyata dengan penambahan ekstrak daun pare (perlakuan D) menghasilkan kandungan testosteron yang tinggi dan nilai tersebut masih tergolong dalam konsentrasi yang normal bagi bangsa merpati (Columbidae) sekitar ng/ml (Sturkie 1976). Meningkatnya kadar testosteron pada perlakuan D berkaitan erat dengan pengaruh zat makanan terhadap sintesis hormon tersebut. Adapun zat makanan yang dimaksud antara lain protein, lemak, mineral seng (Zn) dan magnesium (Mg). Protein diperlukan sebagai bahan penyusunan faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi (releasing factors) hormon testosteron. Hal ini sesuai dengan pendapat Nalbandov (1990) bahwa releasing factors tersusun dari polipeptida yang memiliki berat molekul kecil kurang dari Lemak yang terkandung dalam perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) seperti yang tercantum pada Tabel 6 diduga merupakan zat makanan yang berfungsi sebagai sumber kolesterol yang merupakan prekursor semua senyawa hormon steroid dalam tubuh, antara lain hormon testosteron. Menurut Murray et al. (1999) testosteron dikonversi melalui pregnenolon, sedangkan pregnenolon diproduksi oleh kolesterol yang bersumber dari lemak. Berdasarkan Tabel 6 terlihat adanya peningkatan mineral seng dalam konsumsi nutrien pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) sehingga berdampak pada peningkatan hormon testosteron dalam plasma burung pada Tabel 8. Peningkatan tersebut mungkin disebabkan karena mineral seng berperan pada metabolisme tubuh terutama dalam hubungan dengan sekresi hormon testosteron. Hal ini sejalan dengan pendapat Pilliang (2006) yang menduga bahwa mineral seng memiliki hubungan dengan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Selain kolesterol terdapat juga mineral magnesium (Mg) yang pada Tabel 6 terlihat nilai konsumsi

17 nutriennya lebih tinggi yang terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) yang diduga meningkatkan kandungan hormon testosteron dalam plasma perkutut pada perlakuan D (Tabel 8). Hal ini disebabkan magnesium berfungsi dalam mekanisme kerja sinaps yang berhubungan dengan neurotransmiter glutamat (Okumoto 2005). Informasi tersebut sesuai dengan pendapat Piliang (2004), bila terjadi defisiensi magnesium dalam tubuh maka akan mengganggu sistem saraf. Adapun pendapat Nalbandov (1990) serta Junqueira dan Carneiro (1982) bahwa sistem endokrin dan saraf saling berhubungan erat antara satu dengan yang lain karena hormon-hormon dari banyak kelenjar endokrin diatur oleh hipotalamus dan hipofise yang berada di sistem saraf pusat yang mengatur sekresi hormon dan beberapa organ endokrin dirangsang atau dihambat oleh mekanisme saraf. Greenman et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan hormon testosteron pada hewan vetebrata jantan juga dipengaruhi oleh musim kawin. Burung perkutut jantan mulai boleh dikawinkan pada umur dewasa kelamin dan dewasa kelamin burung perkutut jantan dimulai pada umur 6 bulan. Hal ini sesuai dengan waktu penelitian yang pemeliharaannya hingga umur 8 bulan. Hormon testosteron berpengaruh pada perkembangan karakteristik seks sekunder pada hewan jantan (Emerson 2000). Perkembangan karakteristik seks sekunder pada hewan jantan antara lain suara, meliputi pembesaran larynx, vocal cord meningkat menjadi panjang dan tebal, dan suara menjadi lebih dalam. Berdasarkan hasil analisis dari kandungan mikro mineral (Fe dan Zn) dan hormon testosteron dalam plasma burung perkutut maka ditemukan kandungan Fe yang secara statistik berbeda nyata (P<0.05) terdapat pada perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga), sedangkan kandungan Zn dan hormon testosteron tidak berbeda nyata tetapi secara besaran ditemukan pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) dengan kandungan Zn dan hormon testosteron lebih besar dari perlakuan lainnya. Adapun pengaruh perlakuan B terhadap kandungan Fe mengindikasikan adanya peningkatan absorpsi Fe dalam tubuh karena kebutuhan metabolik yang meningkat, bentuk komponen Fe yang terdapat dalam pakan, dan tidak adanya zat anti nutrisi yang mempengaruhi absorpsi Fe. Manfaat yang diperoleh dari besarnya Fe dalam tubuh perkutut secara tidak

18 langsung sebagai pembawa oksigen untuk keperluan pembakaran di dalam sel tubuh perkutut. Untuk kandungan Zn dan hormon testosteron dengan Zn diduga mempunyai hubungan dengan hormon FSH dan LH dalam menghasilkan testosteron. Durasi Suara Perkutut Durasi suara adalah waktu tempuh suara dalam detik pada saat perkutut mengemisikan sebuah suara secara lengkap. Durasi suara merupakan bagian dari pembentukan irama burung perkutut yang berkualitas, karena semakin panjang durasi suara yang dihasilkan maka semakin tinggi penilaian suara tersebut. Durasi suara terdiri dari beberapa bagian, diantaranya durasi silabel (syllable) yaitu waktu tempuh dalam satu silabel dan durasi antar silabel yaitu waktu tempuh antara silabel pertama dengan silabel kedua. Adapun Rataan perlakuan terhadap durasi suara dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan durasi suara burung perkutut (detik) Durasi Perlakuan A B C D E Silabel Antar Silabel Keterangan : Data cuplikan untuk menganalisa durasi syllable dan antar syllable bersumber dari (Purnamasari 2006). Analisis keragaman menunjukkan tidak berbeda nyata A (Ransum Kontrol) B (0.018 gr ekstrak daun saga) C (0.018 gr ekstrak daun sambiloto) D (0.018 gr ekstrak daun pare) E (0.006 gr ekstrak daun saga gr ekstrak daun sambiloto gr ekstrak daun pare) Apabila ditinjau dari rataan masing-masing perlakuan, maka durasi terpanjang pada kedua parameter suara (durasi silabel dan durasi antar silabel) terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Purnamasari (2006) bahwa perkutut yang mendapat

19 perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) memiliki jumlah repertoire yang lebih besar. Jumlah repertoire adalah jumlah total cuplikan suara lengkap, dihitung berdasarkan jumlah cuplikan suara yang diambil selama 6 jam/hari (pukul dan ). Jumlah repertoire perlakuan D berkisar antara suara, yang mengindikasikan adanya jumlah repertoire yang semakin meningkat nyata secara statistik (P<0.05). Hal ini diduga karena rataan konsumsi oleh perkutut yang diberi perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) memperlihatkan jumlah nutrien (lemak, seng dan magnesium) yang tinggi (Tabel 6) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Zat nutrisi dari ekstrak dedaunan perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) tersebut diduga merupakan zat yang berpengaruh terhadap emisi suara terutama pada waktu tempuh setiap elemen suara (durasi silabel) dan waktu tempuh saat tidak bersuara diantara elemen suara (durasi antar silabel). Zat nutrisi yang dikonsumsi oleh burung perkutut dibutuhkan untuk proses metabolisme di dalam tubuh secara normal guna pembentukan energi. Energi berguna untuk semua proses vital dalam tubuh hewan, antara lain misalnya dalam penggunaan untuk menghasilkan suara dengan durasi yang panjang. Selain itu, adanya peningkatan jumlah repertoire diduga disebabkan kandungan nutrien dari pakan dan ekstrak daun yang diberikan. Menurut pendapat Fitri (2006, komunikasi pribadi) bahwa burung yang menghasilkan repertoire panjang memiliki energi yang berlebih untuk mengemisikan suara secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, zat nutrisi juga memberikan respon terhadap sintesis hormon terutama hormon testosteron yang mempunyai peranan dalam mengembangkan dan mempertahankan sifat seks sekunder pada hewan unggas jantan, yang antara lain meliputi suara (Sturkie 1976). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ganong (1983) bahwa pengaruh terhadap perkembangan karakteristik seks sekunder pada jantan yang dimanifestasikan dalam emisi suara yang meliputi pembesaran larynx, syrinx, dan trachea. Kandungan hormon testosteron dalam darah berperan sebagai pengatur perkembangan syrinx (Turner dan Bagnara 1988). Pernyataan tersebut sesuai dengan penjelasan McCasland (1987) yang menyatakan bahwa produksi suara burung merupakan hasil kerjasama antara otot pernafasan pada trakea

20 dengan organ pengatur suara (syrinx) yang diatur oleh sistem saraf. Schlinger (1998) menyatakan bahwa burung dewasa dengan gonad yang memiliki kadar hormon steroid yang tinggi akan memperlihatkan penampilan perilaku reproduksi seks yang spesifik. Ketika muncul peningkatan kadar hormon testosteron pada jantan maka terlihat adanya perilaku reproduksi yang salah satunya adalah burung mengeluarkan suara isyarat (song) yaitu suara berkomunikasi dalam memanggil pasangan dan menyongsong kawin serta biasanya terdengar terutama saat burung berada dalam keadaan sehat. Menurut Sudibyo (1998) zat aktif pun mempunyai peranan yang tidak kalah penting yang berhubungan dengan suara. Zat aktif yang dikandung pada ekstrak daun pare terdiri dari saponin dan flavonoid. Saponin terbagi menjadi dua, yaitu saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin steroid mempunyai aktivitas sebagai prekursor hormon, sedangkan saponin triterpenoid dapat berfungsi sebagai ekspektoran yang mengangkat lendir esofagus (obat batuk). Sementara flavonoid berfungsi sebagai antiradang, terutama berguna dalam menjaga kesehatan. Apabila durasi silabel dan durasi antar silabel yang diemisikan terdengar lama pada individu burung perkutut yang sedang dilombakan, maka burung tersebut akan mendapatkan penilaian yang baik. Menurut Soemadi dan Mutholib (2003) perkutut yang bagus saat manggung, harus memiliki pause (masa selang) antara silabel satu dengan silabel berikutnya sehingga terdengar selaras atau serasi yang disebut wilet. Pause (masa selang) sangat menentukan dalam memberikan kenyamanan irama bagi pendengarnya. Berdasarkan hasil analisis durasi suara perkutut melalui kedua parameter suara yaitu durasi silabel dan durasi antar silabel maka secara statistik diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan. Namun, bila dilihat dari besaran maka perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) memberikan respon pada burung perkutut dalam menghasilkan suara yang mempunyai durasi silabel dan durasi antar silabel yang lebih panjang dibandingkan dengan respon dari perlakuan yang lain. Suara yang dihasilkan oleh burung perkutut tidak terlepas dari faktor kesehatan individu perkutut dan nutrien yang dikandung oleh pakan.

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Hewan Percobaan

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Hewan Percobaan MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan awal bulan Maret 2005 sampai akhir bulan Mei 2005 di Bird Farm Perkutut Prima, Desa Sukakarya Mega Mendung Bogor selama 10 (sepuluh)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu: Tahap I. Pembuatan ekstrak daun saga, sambiloto, dan pare, dengan metode Maserasi H 2 O, di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan menyatakan bahwa tesis Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Saga, Sambiloto dan Pare Terhadap Diferensiasi Sel-Sel Leukosit, Kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis unggas yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler dapat dipanen pada kisaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/) 92 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah pangan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan makanan merupakan salah satu sumber bahan pakan alternatif yang sering digunakan dalam dunia peternakan. Penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014

PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang sektor peternakan di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, Populasi ayam lokal pada tahun 2014 mencapai 274,1 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal saat ini menjadi salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat luas untuk dikonsumsi baik dalam bentuk telur maupun dagingnya. Tingkat keperluan terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan 27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh jumlah penduduk yang pesat, pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

Ruang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut :

Ruang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut : Ruang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut : 1. A. Laboratorium Terakreditasi: Laboratorium Pelayanan Kimia Analitik 1 / 15 Terakreditasi KAN : ISO/IEC 17025-2005 dengan

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci