BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TENTANG LALAT 1. Pengertian Lalat Lalat adalah ordo diptera, yang menurut asal katanya Di artinya dua, Ptera yang artinya sayap, dan arti keseluruhannya adalah serangga yang memiliki dua sayap (sepasang sayap) atau insekta yang bisa terbang. Adanya sepasang sayap tersebut merupakan sayap bagian depan, sedangkan sayap bagian belakang tidak berkembang dan mereduksi menjadi alat keseimbangan (halter). 9 Tubuh relatif lunak, antenna pendek, mata majemuk besar dan mengalami metamorfosa sempurna. 4 Lalat merupakan vektor mekanis dari berbagai macam penyakit, terutama penyakit pada saluran saluran pencernaan makanan. Ordo diptera yang merupakan salah satu anggota kelas Hexapoda atau insekta yang mempunyai jumlah genus dan spesies yang terbesar yaitu mencakup % dari seluruh spesies Arthropoda. Jenis serangga ini dapat mengganggu kenyaman hidup manusia dan hewan karena dapat menularkan penyakit. 8 Penyakit yang ditularkan oleh lalat tergantung spesiesnya. Lalat Musca domestica dewasa dapat membawa telur cacing (Oxyrus vermicularis, Trichuris trichiura, cacing tambang, dan Ascaris lumbricoides), Protozoa (Entamoeba hystolitica dan Giardia lamblia), Bakteri usus (Salmonella, Shigella, dan Eschericia coli), Virus polio, Treponema pertenue (penyebab frambusia) dan Mycobacterium tuberculosis. Lalat fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis myasis (Gastric, Intestinal, dan Genitorinary). Lalat Stomoxys merupakan vector penyakit surra (yang disebabkan Trypanosima evansi), antrax, tetanus, yellow fever, traumatic miasis dan Enteric pseudomiasis (walaupun jarang). Lalat hijau (Paenicia dan Chrysomyia) dapat 4

2 menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat Sarchopaga dapat menularkan myasis kulit, hidung, jaringan, vagina, dan usus Klasifikasi Lalat Klasifikasi lalat adalah sebagai berikut : 1 Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera Family : Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dll. Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dll. Spesies : Musca domestica, Stomoxys calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp, Fannia, dll. 3. Siklus Hidup Lalat Lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur, larva atau tempayak, pupa dan lalat dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7 22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia. Lalat betina telah dapat menghasilkan telur pada usia 4 8 hari, dengan jumlah telur sebanyak butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5 6 kali. Berikut masing masing fase dalam perkembangannya lalat : 2 1. Fase Telur Bentuk telur lalat adalah oval panjang dan berwarna putih. Telur diletakkan pada bahan organik yang lembab (sampah dan kotoran binatang, dll). Pada tempat yang tidak langsung kena sinar matahari. Biasanya telur menetas setelah 8 30 jam, tergantung dari suhu sekitarnya. 5

3 2. Fase larva atau tempayak Tingkat I : Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap makanan, setelah 1 4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II. Tingkat II : Ukuran besarnya 2 kali dari instar I, setelah 1 sampai beberapa hari maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III. Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan waktu 3 sampai 9 hari. Larva mencari tempat dengan temperatur yang disenangi, dengan berpindah pindah tempat, misalnya : pada gundukan sampah organik. 3. Fase Pupa atau Kepompong Pada fase ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa, stadium ini berlangsung 3 9 hari, setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan keluar lalat muda. 4. Lalat Dewasa Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih dari 15 jam dan setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2 4 minggu. 4. Bionomi Lalat 1. Kebiasaan Hidup Lalat Musca domestica tidak menggigit, karena mempunyai tipe alat mulut penjilat dan menghisap, 1 sedangkan lalat kandang mempunyai tipe mulut penggigit. Lalat Musca domestica paling dominan banyak ditemukan ditimbunan sampah dan kandang ternak. Musca domestica lebih banyak mengerumuni bahan bahan sampah 6

4 yang berupa sayur sayuran dan yang mengandung karbohidrat dan kurang menyukai bahan yang mengandung protein. Spesies Fannia ditemukan lebih kecil dari Musca domestica tetapi lebih gesit dalam timbunan sampah dan kandang ternak ayam, Kerbau, sapi, dan babi. Lalat Spesies Sarchopaga sangat menyukai adanya darah dalam makanan karena akan mempengaruhi produksi telur dan mempercepat maturasi seksual. 4 Lalat hijau (Chrysomyia) adalah pemakan zat zat organik yang membusuk dan berkembang biak didalam bangkai, dan meletakkan telurnya pada bangkai, dan larvanya memakan jaringan jaringan yang membusuk. Lalat buah sering dijumpai dalam buah hasil kebun. Yang menjadi busuknya buah adalah larvanya dan sering kita istilahkan dengan sindat Tempat Perindukan atau Berkembangbiak Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah, pada benda benda organik, tinja, sampah basah, kotoran binatang, dan tumbuh tumbuhan busuk. 3. Jarak Terbang Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata rata 6 9 km, kadang kadang dapat mencapai km dari tempat berkembangbiak. 4. Kebiasaan Makan Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan satu ke makanan yang lain. Lalat sangat tertarik dengan makanan yang dimakan oleh manusia (susu, gula) pada tinja dan darah juga disukai oleh lala, pada protein lebih suka digunakan untuk bertelur. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makanan basah, sedang makanan yang kering dibasahi dahulu oleh ludahnya baru kemudian dihisap. Lalat mempunyai kebiasaan memuntahkan makanan yang telah dihisapnya. Hal ini dapat berpotensi menularkan bibit penyakit pada manusia. 7

5 5. Tempat Istirahat Lalat beristirahat ditempat tempat tertentu. Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit langit, jemuran pakaian, rumput rumput, kawat listrik serta lalat menyukai tempat tempat dengan tepi yang tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahatnya terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat berbiaknya dan biasanya yang terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya tidak lebih dari 4,5 meter dari atas permukaan tanah. 6. Lama Hidup Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2 4 minggu, sedang pada musim dingin bisa mencapai 70 hari. 7. Temperatur Lalat mulai terbang pada temperatur 15 0 C dan aktivitas optimum nya pada temperatur 21 0 C. Pada temperatur dibawah 7,5 0 C tidak aktif dan di atas 45 0 C tejadi kematian pada lalat. 8. Kelembaban Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Dimana kelembaban ini berbalik terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak dari pada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makan pada waktu kecepatan angin yang tinggi. 9. Sinar Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai sinar). Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban. 1 8

6 10. Karakteristik Lalat Lalat rumah (Musca domestica) mempunyai ciri tubuh antara lain tubuh berwarna kelabu hitam, 8 ukuran 6 7 mm, pada punggung terdapat empat garis longitudinal berwarna hitam. Sel 2 A pendek dan tidak mencapai tepi sayap, sel R 5 tertutup atau hampir tertutup, bawah permukaan sculletum biasanya tanpa rambut rambut lurus. Umumnya mempunyai lebih dari satu rambut rambut steropleural. Dapat ditemukan disemua tempat, biasanya sebagai hama dan vektor penyakit. Lalat ini mempunyai promboscis pendek, berdaging dan tidak menggigit. 4 Lalat kandang (Stomoxys calcitran) menyerupai lalat rumah. 8 Lalat ini sering memasuki kawasan rumah tangga dan sering menghisap darah manusia. Lalat kandang banyak didapat di daerah berpasir dan pada tumbuhan air. Lalat ini mempunyai peran yang penting dalam bidang kedokteran hewan karena menyebarkan penyakit surra. Lalat betina bertelur dikotoran hewan yang bercampur dengan kompos (jerami dan daun) dan keadaannya lembab sehingga berlangsung dengan baik, kebanyakan lalat hijau seukuran dengan lalat rumah atau sedikit lebih besar, dan banyak yang berwarna biru atau hijau metalik. Dari dorsal promboscis tidak tampak sehingga lalat tersebut serupa dengan lalat rumah. 2 Lalat daging (Sarchopaga) sangat mirip dengan lalat hijau (Chrysomyia) tetapi umumnya kehitam hitaman dengan garis garis toraks yang kelabu dan dan mempunyai arista telanjang atau hanya separuh dasar yang plumosa. Lalat hijau biasanya mempunyai dua rambut rambut bulu notopleura (jarang tiga), dan biasanya mempunyai empat rambut. Larva lalat ini diletakkan pada daging busuk, mukosa ataupun kulit utuh, dan ini dapat menyebabkan myasis kulit dan myasis trial. 8 Fannia Spesies berbeda dengan Muscidae lainya karena mempunyai 3 A melengkung keluar dibidang distal, sehingga Cu 2 + 9

7 2A bila dikembangkan akan berjumpa dengannya. Lalat ini mirip dengan lalat rumah yang kecil dan pada beberapa daerah adalah sebagai hama rumah tangga yang lebih penting dari pada Musca domestica Metode Survey Lalat dan Pengendalianya Sering kali upaya pengendalian terhadap lalat cenderung hanya untuk membunuh lalat saja, dalam waktu yang relatif singkat, dan populasi lalat tersebut akan menurun, akan tetapi lalat yang masih tertinggal akan hidup. Oleh karena itu upaya pengendalian lalat seharusnya tidak ditujukan pada populasi lalat yang dekat dengan manusia saja, tetapi juga harus pada sumber tempat berkembang biaknya lalat. Sebelum melakukan pengendalian perlu dilakukan pengukuran tingkat kepadatannya, dimana data ini dapat dipakai untuk merencanakan upaya pengendalian yaitu tentang kapan, dimana dan bagaimana pengendalian akan dilakukan. Demikian pula sesudah pengendalian, pengukuran tingkat kepadatan diperlakukan untuk menilai keberhasilan pengendalian. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan dari pada pengukuran populasi larva lalat. Untuk pengukuran tingkat kepadatan lalat dapat dipakai berbagai cara antara lain : 1) Flygrill (tempat hinggap lalat), 2) Sweep of net (jaring penangkap lalat), 3) The fly cone (kerucut penangkap lalat). Namun cara yang paling mudah, murah dan cepat adalah menggunakan Flygrill. Pengendalian lalat yang harus dihindari adalah menggunakan bahan kimia / Insektisida, karena cara ini banyak mengandung resiko. Dampak negatif yang ditimbulkan yaitu pencemaran lingkungan, dan juga membuat serangga menjadi resisten terhadap sebagian besar Organochlorin dan Organophosphorus, seperti : Carbamat, Pyrethrum dan DDT. Sehubungan dengan hal tersebut maka pengendalian lalat secara fisik perlu dikembangkan. Di antaranya dengan menggunakan 10

8 warna kertas dan aroma umpan alat perangkap lalat guna menekan kepadatan populasi lalat. 6. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Dari berbagai ordo dalam kelas Hexapoda, maka ordo Diptera mengandung anggota yang paling banyak berkaitan dengan bidang kedokteran, kesehatan, dan verteriner. Ordo Diptera terutama lalat mempunyai spesies spesies yang dapat mengganggu kenyamanan hidup manusia. Lalat menyerang dan melukai hospesnya (manusia dan hewan) serta menularkan penyakit : 8 1. Vektor mekanis yaitu dengan cara menempatkan mikroorganisme yang menempel pada bulu halus, kaki atau pada bagian tubuh lainnya. 2. Vektor biologis yaitu bakteri dan virus penyebab penyakit yang dapat berkembang biak dalam tubuh lalat sebelum ditularkan pada manusia dan hewan. B. TINJAUAN TENTANG HELMINTH (CACING) 1. Enterobius vermicularis (Oxyrus vermicularis) a. Hospes dan Nama Penyakit Manusia adalah satu satunya hospes cacing ini dan penyakitnya disebut Enterobiasis atau Oxyuriasis. 11 b. Distribusi Geografik Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan didaerah dingin dari pada daerah panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang mandi dan jarang mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan yang lain saling mendukung serta lingkungan yang sesuai

9 c. Morfologi dan Daur Hidup Cacing betina berukuran 8 13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Cacing jantan berukuran 2 55 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda tanya (?), Spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa dirongga sekum usus besar dan usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya adalah isi dari usus. Cacing betina yang gravid mengandung butir telur, bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vagina. Telur telur jarang dikeluarkan diusus, sehingga jarang ditemukan di tinja. Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Dinding telur bening dan agak tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu kira kira 6 jam setelah dikeluarkan pada suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacingn dewasa, gravid yang bermigrasi kedaerah perianal berlangsung kira kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daur hidupnya hanya berlangsung kira kira 2 bulan karena telur telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus, paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan. 11 d. Diagnosa Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada waktu malam hari. Diagnosa tersebut dengan menemukan telur cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan menggunakan anal swab yang ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan 12

10 mencuci pantat. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut turut. 11 e. Epidemiologi Penyebaran cacing ini lebih luas dari pada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah. Telur cacing ini dapat ditemukan (92 %) dilantai, meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, dan pakaian. Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3 80 %. Penularan cacing ini bisa dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal atau tangan dapat menyebarkan kepada orang lain maupun kepada diri sendiri, karena memegang benda benda maupan pakaian yang terkontaminasi. 11 f. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan perorangan Trichuris Trichiura a. Hospes dan Nama Penyakit Manusia adalah hospes cacing ini dan penyakitnya disebut Trichuriasis. 12 b. Distribusi Geografik Parasit ini mempunyai penyebaran di seluruh dunia, dan cacing ini merupakan nematoda intestinal terbanyak ditemukan di beberapa daerah tropik seperti Asia Tenggara. 12 c. Morfologi Cacing dewasa jantan panjangnya mm dan yang betina mm. Parasit ini dikenal dengan cacing cambuk, karena 3/5 bagian anteriornya memanjang dan halus, dan 2/5 bagian posteriornya berotot dan mengembung. Satu sifat penting golongan 13

11 cacing ini adalah esofagus yang halus (seperti kapiler) yang dikelilingi oleh kelenjar dan disebut stikosit. Cacing dewasa biasanya bersarang disekum dan mengeluarkan telur yang berbentuk seperti tempayan, berwarna kecoklatan dan panjangnya µ. Telur pada ujungnya mempunyai sumbat bening seperti gelembung dan tidak infektif dalam waktu kira kira 3 minggu. 12 d. Daur Hidup Infeksi terjadi karena menelan telur matang. Larva tidak mengalami migrasi visceral, tapi menembus dinding usus untuk waktu yang singkat, sebelum kembali kedalam lumen dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing meletakkan diri pada usus besar dengan memasukkan bagian anteriornya kedalam mukosa. Bagian posteriornya tergantung lepas didalam lumen usus. Pertumbuhan didalam hospes memakan waktu tiga bulan. 12 e. Diagnosis Diagnosis berdasarkan penemuan telur yang berbentuk khas dalam tinja. 12 f. Epidemiologi Penyebaran penyakitnya adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30 0 C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi, di beberapa pedesaan dan frekuensinya berkisar antara %. 12 g. Pencegahan Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita Trichuriasis, pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan terutama anak, dan mencuci sayuran mentah sebelum dimakan

12 3. Ascaris lumbricoides (Cacing gelang) a. Hospes dan Nama Penyakit Manusia adalah hospes cacing ini dan nama penyakitnya disebut Ascariasis. 12 b. Distribusi Geografik Parasit ini adalah kosmopolit, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik, derajat infeksi dapat mencapai 100 % dari penduduk. Pada umunya lebih banyak ditemukan pada anak anak yang biasanya menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. 12 c. Morfologi Ascaris lumbricoides disebut juga cacing gelang, sebab setelah mati umumnya melingkar seperti bentuk gelang. Ukuran yang betina panjangnya cm, lebar 4 8 mm, dan bentuk yang jantan lebih kecil. Telurnya berukuran x 35 mikron, berkulit tebal berbenjol benjol dan permukaanya kasar. Telur yang keluar bersama tinja ada dua macam yaitu yang dibuahi dan tidak dibuahi, yang tidak dibuahi ditemukan terutama pada orang yang mengandung cacing ini. 12 d. Daur Hidup Daur hidupnya dimulai bila telur cacing yang berembrio tertelan bersama makanan dan akan menetas didalam intestinum lalu menjadi larva. Larva segera menembus dinding pembuluh darah, dinding intestinum dan dengan aliran darah masuk ke paru paru menembus alveolus, naik ke trakea, pindah ke oesophagus, tretelan dan sampai ke intestinum kemudian menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa ini akan menghasilkan telur yang akan keluar bersama faeces. 12 e. Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan penemuan telur Ascaris lumbricoides dalam tinja. Kadang kadang penderita mengandung 15

13 cacing muda atau cacing dewasa yang dikeluarkan bersama tinja, cacing ini juga bisa keluar dari hidung anak yang sakit. 12 f. Epidemiologi Di daerah endemik insidens Ascaris lumbricoides tinggi dan terjadi penularan secara terus menerus. Transmisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang menguntungkan parasit, seperti keadaan tanah dan iklim yang sesuai. Cacing ini dapat hidup di tanah liat untuk berkembang biak. 12 g. Pencegahan Pencegahannya dengan cara meningkatkan hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang baik. Selain itu hindari memakan sayuran mentah atau makanan lain yang terkontaminasi telurnya Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) a. Hospes dan Nama Penyakit Hospes cacing ini adalah manusia, nama penyakitnya adalah Anchylostomiasis. 10 b. Distribusi Geografik Penyebaran parasit ini yaitu diseluruh dunia (kosmopolit). 10 c. Morfologi Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing tambang dapat dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya pada bursa. Namun telur telurnya tidak dapat dibedakan. Telur telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran µ x µ. Bila baru dikeluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila dikeluarkan bersama tinja sudah mengandung 4 8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi stadium morula dan kemudian menjadi larva rabditiform (stadium pertama). Larva rabditiform dapat dibedakan dengan larva Strongiloides

14 d. Daur Hidup Lingkaran hidup dimulai ketika cacing betina menghasilkan telur. Telur ini akan keluar bersama faeses penderita. Pada tanah yang basah, telur menetas menjadi larva bentuk rhabditia, kemudian tumbuh menjadi larva bentuk filaria, ini menembus kulit manusia yang tidak terlindungi dan masuk ke dalam aliran darah, sampai ke paru paru, menembus dinding alveolus, naik ke saluran nafas bagian atas sampai di epiglottis, pindah ke oesophagus kemudian tertelan, sampai di intestinum menjadi dewasa dan cacing betinanya menghasilkan telur. 10 e. Diagnosis Diagnosis berdasarkan penemuan telur dalam tinja. 10 f. Epidemiologi Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar antara % diberbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan. Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat dengan meningkatnya umur. 10 g. Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan perbaikan cara pembuangan kotoran agar tidak mengotori tanah permukaan Strongyloides stercoralis a. Hospes dan Nama Penyakit Manusia merupakan hospes utama cacing ini dan nama penyakitnya adalah Strongilodiasis 10. b. Distribusi Geografik Nematoda ini terdapat di daerah tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin jarang ditemukan. 10 c. Morfologi dan Daur Hidup Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum, cacing betina berbentuk filiform, halus 17

15 tidak berwarna dan panjangnya kira kira 2 mm. Cara berkembang baiknya diduga secara parthenogenesis. Telurnya berbentuk parasitik diletakkan dimukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup, yaitu : 1. Siklus Langsung Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rabditiform yang bentuknya kira kira 225 x 16 mikron, berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya kira kira 700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi reflek batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitic. Cacing yang betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum.sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk kedalam hospes baru, atau larva rabditiform tersebut dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri negeri tropik dengan iklim lembab

16 3. Autoinfeksi Larva rabditiform kadang kadang menjadi larva filariform di usus atau didaerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan didalam hospes. Adanya autoinfeki dapat menyebabkan stongiloidiasis menahun pada penderita yang hidup didaerah nonendemik. 10 d. Diagnosa Diagnosis klinik tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinik yang nyata. Diagnosis pasti ialah bila menemukan larva rabditiform dalam inja segar, dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan larva rabditiform dan cacing dewasa strongyloides yang hidup bebas. 10 e. Epidemiologi Daerah yang panas, kelembaban yang tinggi dan sanitasi yang kurang sangat menguntungkan cacing ini, sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik utuk pertumbuhan n larva ini adalah tanah yang gembur, berpasir dan berhumus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar %, dan sekarang jarang ditemukan. 10 f. Pencegahan Pencegahannya dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi pembuangan tinja pada tempatnya dan melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misalnya dengan memakai alas kaki. 10 C. TINJAUAN TENTANG PASAR 1. Pengertian Pasar Pasar adalah suatu tempat yang terdiri atas pelataran terbuka dan sebagian lagi ada perumahan atau bangunan bangunan untuk melakukan 19

17 aktivitas bertemunya antara penjual dan pembeli, diantara kegiatan tersebut adalah Memperagakan barang dagangannya dengan membayar retribusi. 14 Dengan adanya kegiatan tersebut maka perlu adanya pengawasan terhadap sanitasinya. Sanitasi ini menitikberatkan pada lokasi pasar, gedung / bangunan pasar dan fasilitas pasar. Pengawasan ini dilakukan dalam usaha mencegah terjadinya kecelakaan maupun terjadinya penyebaran penyakit dalam pasar. 2. Sanitasi Pasar a. Syarat Lokasi Pasar 1. Jauh dari tampat pembuangan sampah, berjarak tidak kurang 500m. 2. Jauh dari tempat pembuangan air kotor. 3. Tidak berada dipinggir jalan raya, karena untuk menghindari adanya kemacetan dan kecelakaan dan tidak berada dekat dengan rumah. 4. Tidak terletak ditempat yang rawan banjir. b. Gedung atau Bangunan Pasar. 1. Loss : Suatu bangunan yang panjang terbuka dan tidak berdinding. 2. Kios : Suatu bangunan kecil kecil berbentuk kamar dan tertutup dan dapat dikunci. 3. Toko : Suatu bangunan mirip kios tetapi berukuran lebih besar dan dapat dikunci. 4. Warung : Suatu bangunan yaang dibuat untuk menjual makanan dan minuman. 5. Bangunan khusus : Suatu bangunan yang harus diperhatikan khusus karena biasanya tempat ini digunakan untuk menjual ikan, daging, dll. Biasanya dilengkapi lemari pendingin, dan ruangannya harus rapat. 20

18 Untuk area penjualan daging dan ikan, ruangannya harus rapat dan jauh dari lalat dan kecoa., Pintu masuk dan keluar harus dapat membuka dan menutup sendiri, tidak terletak dekat dengan WC, harus dipasang kran kran air bersih, lantai dibuat sedikit miring untuk mempermudah pengeringan dan harus memiliki saluran air kotor, harus dilengkapi dengan meja yang dibuat dari keramik putih atau dilengkapi dengan seng agar mudah dibersihkan dan bila perlu dilengkapi dengan Lemari es / keranjang daging / keranjang ikan yang dilapisi dengan es Fasilitas Pasar 1. Pesediaan air bersih 2. Jamban (kakus) Antara kakus pria dan wanita harus dibuat terpisah. Kakus dibuat dengan model leher angsa dengan menggunakan tampungan septictank. Untuk 40 wanita diperlukan satu kakus dan untuk 60 pria diperlukan satu kakus. 3. Pembuangan sampah Dalam pasar harus disediakan tempat sampah yang diletakkan ditempat tempat tertentu, supaya sampah tersebut tidak tercecer dan memudahkan untuk pengangkutan. Syarat tempat sampah antara lain : Kedap air, mudah diangkat dan terbuat dari bahan yang tahan lama. Pengangkutan sampah di pasar harus diangkut tiga hari sekali, hal ini dilakukan agar tidak menumpuknya sampah di pasar Hubungan Pasar dengan Keberadaan Lalat sebagai Vektor penyakit. Pasar yang tidak diperhatikan dari segi kesehatan dan kebersihannya baik pembuangan sampah maupun pembuangan air kotornya, sangat berpotensial bagi perkembangan lalat, sehingga hal, ini menjadikan lalat sering kita jumpai di pasar. 21

19 Keberadaan lalat dipasar dapat mengkontaminasi bahan makanan yang ada. Penularan penyakit oleh lalat secara mekanik berlangsung dari penderita ke orang lain dengan perantara menempelnya bagian luar tubuh lalat, misalnya : telur cacing, protozoa, virus, dan bakteri yang dipindahkan dari tinja melalui tubuh lalat / kaki lalat. 5 D. KERANGKA TEORI Faktor faktor yang mempengaruhi perilaku lalat : - Kemampuan berkembang biak - Suhu - Kelembaban - Kebiasaan makan Sanitasi lingkungan pasar : - Frekuensi pengangkutan sampah - Kebersihan tempat sampah - Perilaku pedagang Keberadaan lalat di pasar Keberadaan parasit pada lalat Bahan makanan di pasar : - Daging - Ikan - Sayuran - Buah Sumber penularan penyakit Keterangan : : Parameter yang diteliti Sumber : Modifikasi Natawigena, Faktor faktor yang mempengaruhi Perkembangan serangga

20 E. KERANGKA KONSEP Varibel Bebas Lokasi penangkapan Variabel Terikat Parasit kontaminan pada lalat F. HIPOTESIS Berdasarkan dari penjelasan diatas maka hipotesanya adalah sebagai berikut : Ada jenis parasit kontaminan yang berbeda pada lalat berdasarkan lokasi penangkapan di Pasar Batang Kabupaten Batang. 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Enterobius vermicularis Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut tubuh melalui makanan, udara, tanah yang akan bersarang di usus besar pada waktu malam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu serangga ordo Diptera yang berperan dalam masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan sebagai vektor

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths 2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat adalah salah satu insekta yang termasuk ordo diptera, yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap yang berbentuk membran. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera. Beberapa spesies lalat mempunyai peranan penting dalam masalah kesehatan masyarakat. Serangga ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

2. Strongyloides stercoralis

2. Strongyloides stercoralis NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Cacing Kremi Penyakit infeksi cacing kremi atau enterobiasis adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis cacing Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di

Lebih terperinci

xvii Universitas Sumatera Utara

xvii Universitas Sumatera Utara xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuira, cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nematoda Usus Nematoda adalah spesies yang hidup sebagai parasit pada manusia, habitatnya didalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Nematoda Usus ini yang tergolong Soil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda dan ordo Diptera.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda dan ordo Diptera. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lalat 1. Gambaran Umum Lalat Lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda dan ordo Diptera. Serangga dalam ordo Diptera memiliki dua sayap dan pada bagian belakang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Air adalah merupakan bagian yang terbesar dari sel, mencapai lebih kurang 70 80%. Air sangat penting bagi kehidupan jasad renik ataupun kehidupan pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan 1. Definisi Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing (Soil transmitted helminthiasis) yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths (STH) Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya parasit berupa cacing di dalam tubuh manusia. Kecacingan merupakan penyakit dengan insiden

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS PARASITOLOGI OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS DEFINISI PARASITOLOGI ialah ilmu yang mempelajari tentang jasad hidup untuk sementara atau menetap pada/ di dalam jasad hidup lain dengan maksud mengambil sebagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Helminthiasis Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat,daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak yang mempunyai banyak pemukiman kumuh, yaitu dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-Transmitted Helminths Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Higiene Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang paling umum dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia. M. domestica

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing tularan tanah merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia, biasanya hidup di dalam saluran pencernaan manusia (WHO, 2011). Spesies cacing tularan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil-transmitted helminths Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda satu sama lain dalam habitat, daur hidup dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum. Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminth 1. Klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk dalam filum Nematohelminthes dan merupakan kelas Nematoda. Masing-masing spesies mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Lalat Lalat adalah salah satu insekta ordo diptera yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. E. Vermicularis (Cacing Kremi) 1. Pengertian Umum Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh melalui makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Ascaris lumbricoides a. Morfologi telur Ascaris lumbricoides Secara morfologi dapat dibedakan menjadi 4 macam bentuk: fertil, infertil, dekortikasi, dan embrio.telur

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

N E M A T H E L M I N T H E S

N E M A T H E L M I N T H E S N E M A T H E L M I N T H E S Nema = benang, helminthes = cacing Memiliki rongga tubuh yang terbentuk ketika ektodermis membentuk mesodermis, tetapi belum memiliki mesenterium untuk menggantungkan visceral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soil Transmitted Helminths Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '/ * i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses

Lebih terperinci

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh: KHOIRUN NISA NIM. 031610101084 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Soil Transmitted Helminths STH (Soil Transmitted Helminths) adalah cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan penyakitnya disebut Enterobiasis atau Oxyuriasis. lingkungan yang sesuai.( Sutanto I. dkk, 2008)

TINJAUAN PUSTAKA. dan penyakitnya disebut Enterobiasis atau Oxyuriasis. lingkungan yang sesuai.( Sutanto I. dkk, 2008) B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Enterobius vermicularis 1. Distribusi geografis Enterobius vermicularis (cacing kremi, pinworm,seatworm) telah diketahui sejak dahulu dan telah dilakukan penelitian mengenai

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci