II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella gibbosa) berdasarkan tingkat sistematikanya (FAO 1974) : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii Infrakelas : Teleostei Superordo : Clupeomorpha Ordo : Clupeiformes Subordo : Clupeoidei Famili : Clupeidae Subfamili : Clupeinae Genus : Sardinella Spesies : Sardinella gibbosa Sinonim : Sardinella jussieu (Lacepede in FAO 1974), Sardinella tembang (Bleeker in FAO 1974) Nama umum : Goldstrip sardinella Nama lokal : Ikan Tembang, Tamban (PPN Palabuhan Ratu), Cekong (Blanakan), tembang gepeng (Labuan) Ikan tembang (S. gibbosa) dicirikan oleh bentuk badan yang memanjang dan pipih. Badan bersifat fusiform, sedikit pipih, panjang total 3.6 sampai 4.1 kali lebar; pada bagian perut meruncing dengan beberapa scute yang terbalik; postpelvic scutes berjumlah 15 sampai 16 (biasanya 14 atau 17 sampai 18). Sirip dorsal mulai dari bagian belakang kepala, dasar sirip anal lebih pendek dan terletak sejajar dengan dasar sirip dorsal bagian belakang, pelvic fin terletak di bawah sirip dorsal bagian depan. Jumlah daun insang berkisar antara 43 sampai 63 pasang. Pada bagian depan terdapat scales yang sedikit bergerigi.

2 Ikan ini mempunyai panjang maksimum 18.5 cm, namun yang biasa tertangkap berukuran 15 cm. Pada bagian punggung bewarna biru kehijauan dan bagian belakang bewarna keperakan. Bagian tengah badan terdapat garis kecil bewarna kuning secara horizontal; pada bagian depan punggung ada bintik hitam yang bercahaya. Striae vertikal pada sisik tidak bertemu di pusat, pada bagian pinggiran belakang sisik terdapat banyak lubang pori-pori yang halus(bleeker in FAO 1974). 2.2 Habitat dan Eksploitasi Ikan tembang menghuni perairan pantai termasuk spesies pelagis kecil, ada yang berasosiasi dengan karang pada kedalaman m. Hidup membentuk schooling (kelompok), makanan utama ikan tembang yaitu fitoplankton dan zooplankton (larva udang dan kerang). Tersebar dari perairan utara Australia sampai ke Asia tenggara dan juga terdapat di daerah Indo-pasifik dan Afrika timur (Allen 1997). Sedangkan untuk wilayah Indonesia, ikan tembang terutama terkumpul di daerah Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi Selatan, dan Arafuru (Direktorat Jendral Perikanan 1979). Ikan ini biasanya ditangkap dengan purse seine, lift net, dan set net. Pemanfaatannya untuk ikan segar konsumsi, kering, ikan asin dan juga untuk umpan. Eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Jawa didominasi oleh ikan Layang, Sardin, Kembung, dan Selar. Untuk potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia sendiri 52% terdiri dari kelompok ikan pelagis kecil (Widodo 1988). Hasil penangkapan ikan pelagis kecil di Laut Jawa dengan tolok ukur purse seine menunjukkan bahwa perkiraan potensi lestarinya ton/tahun (Dinas Perikanan Jawa Tengah in Raharjo 1995). Sedangkan total tangkapan pada tahun 1991 sudah mencapai 2,54 juta ton/tahun, terdiri dari 52% ikan pelagis kecil, dan dari besaran tersebut 6,16%nya adalah ikan tembang. 2.3 Hubungan Panjang dan Berat Panjang dan berat merupakan parameter penting dalam melihat dan menentukan pola reproduksi dan pertumbuhan ikan. Dalam reproduksi terutama

3 untuk menduga ukuran ikan pertama kali matang gonad digunakan model logistik dengan meregresikan ukuran panjang dan berat (Weng et al. 2005). Selain itu, hubungan panjang-berat merupakan bagian dari sifat morfometrik yang berkaitan dengan sifat pertumbuhan. Menurut Effendie (2002), hasil studi hubungan panjang dengan berat ikan mempunyai nilai praktis yang memungkinkan merubah nilai panjang ke dalam nilai berat ikan atau sebaliknya. Berat ikan dapat dinyatakan sebagai fungsi panjangnya, dimana hubungan panjang-berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hal tersebut disertai bentuk dan berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya. Hasil analisis hubungan panjang-berat mempunyai nilai konstanta b. bila nilai b = 3 maka pertambahan berat dengan panjang seimbang (pertumbuhan isometrik), sedangkan bila nilai b lebih besar atau lebih kecil dari tiga dinamakan pertumbuhan allometrik. Apabila nilai b lebih besar dari tiga maka pertumbuhan berat lebih cepat dari pertumbuhan panjang (allometrik positif) sedangkan apabila nilai b lebih kecil dari tiga maka pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat (allometrik negatif). Panjang dan berat juga sering dihubungkan dengan fekunditas. Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada dengan berat karena keuntungannya bahwa panjang tidak mudah berubah atau berkurang tidak seperti berat dapat berkurang dengan mudah. Kalau fekunditas dihubungkan dengan berat disebabkan karena berat lebih mendekati kondisi ikan itu dari pada panjang (Effendie, 2002). Menurut Ismail (2006), hubungan antara panjang total dengan berat tubuh ikan tembang di perairan Ujung Pangkah sangat erat dengan koefisien korelasi (r), untuk jantan 0,9553 dan betina 0,9481. Hubungan antara berat tubuh dan panjang total ikan Spratelloides gracilis di perairan Penghu, Taiwan adalah W= x 10-6 FL ( n= 2042, p<0.05) untuk betina dan W= x10-6 FL ( n= 2000, p<0.05) untuk jantan dengan pola pertumbuhan isometrik (Weng et al. 2005). 2.4 Faktor Kondisi Faktor kondisi merupakan salah satu faktor penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi (K) menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui kemontokan

4 ikan dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan (Effendie 2002). Faktor kondisi dipengaruhi oleh makanan, suhu perairan, umur, jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad. Faktor kondisi biasa digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup ikan (Lagler 1972). Pantulu in Effendie (2002) mengatakan ikan yang berukuran kecil mempunyai faktor kondisi yang lebih tinggi, kemudian menurun ketika ikan tersebut bertambah besar. Peningkatan faktor kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum pemijahan. Menurut Ismail (2006), faktor kondisi ikan tembang (Clupea platygaster) yang tertangkap di Perairan Ujung Pangkah untuk jantan berkisar antara 1,0764 1,2559 dan untuk betina berkisar antara 1,1013 1,2818. Nilai faktor kondisi cendrung berkebalikan dengan nilai indeks kematangan gonad (IKG), saat nilai faktor kondisi tinggi nilai indeks kematangan gonad cendrung rendah serta berhubungan erat dengan prilaku pemijahan ikan (Weng et al. 2005). Faktor kondisi berhubungan erat dengan berat jenis suatu spesies ikan (Royce 1972). 2.5 Reproduksi Dalam siklus hidup makhluk hidup termasuk ikan, reproduksi merupakan salah satu bagian siklus hidup yang akan menjamin kelangsungan keturunan dari suatu organisme (Nikolsky 1963). Reproduksi juga berhubungan dengan stabilitas populasi ikan dalam suatu perairan. Beberapa aspek biologi reproduksi antara lain rasio kelamin, frekuensi pemijahan, lama pemijahan, ukuran ikan pertama kali memijah dan ukuran ikan pertama kali mencapai matang gonad (Nikolsky 1963). Dalam daur hidup ikan ada beberapa faktor yang menjadi pembatas dalam keberhasilan rekruitmen, diantaranya adalah makanan dan fisika-kimia air. Lokasi upweling merupakan salah satu daerah pemijahan dan tempat proses perekrutan ikan berlangsung. Peningkatan unsur hara di daerah upweling memacu peningkatan konsentrasi plankton sebagai makanan larva dan juvenil ikan. Secara alamiah proses ini memacu ikan-ikan dewasa untuk memijah atau bereproduksi, karena pakan yang tersedia untuk larva ikan dan juvenilnya akan terpenuhi (http//digilib.itb.ac.id).

5 Pada umumnya spesies ikan yang ukuran tubuhnya kecil dan masa hidupnya pendek akan mencapai dewasa kelamin pada umur yang lebih muda, jika dibandingkan dengan spesies ikan yang ukurannya lebih besar dan lebih panjang (Lagler et al in Syandri 1996). Spesies ikan menunjukkan siklus reproduksi tahunan (annual), atau tengah tahunan (biannual) dan siklus reproduksi akan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi berjalan normal (Bye in Syandri 1996). Pemijahan lemuru (sejenis ikan tembang) terjadi di perairan pantai ketika salinitas rendah pada awal musim penghujan walaupun tempat yang pasti terjadinya pemijahan belum dapat diketahui (Ginanjar 2006). Tipe pemijahan ikan lemuru termasuk pada tipe pemijahan ikan yang tidak menjaga telurnya (non guard parental) dan eksternal spawning dimana proses pemijahan terjadi diluar tubuh induknya secara berkelompok. Pada tipe ikan yang melakukan eksternal spawning biasanya memiliki jumlah telur yang banyak yang berkaitan dengan strategi dalam menjaga kelangsungan hidup keturunannya. Siklus reproduksi ikan tembang (Sardinella fimbriata) terjadi pada bulan Desember, sedang mencapai puncak rekruitmennya pada bulan April - Mei dan November (Effani 1998). Hal ini mendukung teori bahwa kesuksesan dalam proses perekrutan ikan sangat berhubungan dengan faktor lingkungan, karena upwelling cenderung terjadi dengan frekuensi tinggi pada musim semi-panas atau sekitar bula April - Oktober. Dari penelitian Effani (1998), tingkat kematangan gonad ikan tembang pertama kali dicapai pada ukuran : panjang; Lm = 16,32 cm/betina, 15,7 cm secara keseluruhan 17,4 cm; untuk konstanta laju pertumbuhan, k = 1.60/tahun; panjang maksimum, L = 20,43-21,16 cm Nisbah kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, dengan kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu rasio 1:1 (Nababan 1994). Perbedaan nisbah kelamin juga dapat dilihat dari tingkah laku pemijahan, yang dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk memijah terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara

6 teratur, yaitu pada awalnya ikan jantan lebih banyak kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1 lalu diikuti ikan betina lebih banyak (Nikolsky 1963). Dari penelitian yang dilakukan Weng et al. (2005), untuk ikan blue sprat (S. gracilis) mempunyai perbandingan jenis kelamin dari semua spesimen sebesar 0,45. Nisbah kelamin juga mempunyai variasi bulanan Indeks kematangan gonad Perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan indeks kematangan gonad (IKG) atau gonado somatic index (GSI) yaitu persentase perbandingan berat gonad dengan berat tubuh (Effendie 2002). Semakin meningkat tingkat kematangan gonad, garis tengah yang ada dalam ovarium semakin besar dan gonad akan bertambah berat sampai mencapai maksimum ketika ikan akan memijah. Perubahan nilai IKG erat hubungannya dengan tahap perkembangan telur. Dengan memantau perubahan IKG dari waktu ke waktu, maka dapat diketahui ukuran ikan waktu memijah (Effendie 2002). Nilai IKG untuk ikan S. gracilis di perairan Penghu (Taiwan) mengalami variasi bulanan, berkisar antara 0,048 sampai 0,087 untuk ikan betina dan mencapai nilai IKG maksimum 0,095. Suatu pola yang serupa juga ditemukan untuk jantan (Weng et al. 2005). Ismail (2006), memperoleh nilai IKG ikan tembang (Clupea platygaster) di Perairan Ujung Pangkah untuk jantan 0,0046 (± 0,0016) sampai 0,0194 (± 0,0056) sedangkan untuk betina 0,0049 (± 0,0016) sampai 0,0197 (± 0,0076) Tingkat kematangan gonad Bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan ialah perkembangan gonad yang semakin masak. Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap perkembangan gonad dari awal sebelum memijah sampai sesudah ikan memijah. Selama proses reproduksi sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina 10 25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan 5 10% (Royce 1972).

7 Perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad akan memberi keterangan tentang waktu ikan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Tang dan Affandi 1999). Menurut Lagler (1972) ada dua faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad yaitu faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam adalah perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat fisiologis dari ikan tersebut seperti kemampuan adaptasi terhadap lingkungannya. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhinya adalah makanan, suhu, arus dan tekanan penangkapan. Tingkat kematangan gonad pada tiap waktu bervariasi, yang tertinggi umumnya didapatkan pada saat pemijahan akan tiba (Tang dan Affandi, 1999). Ukuran ikan pertama kali matang gonad tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya, jika tersebar pada lintang yang berbeda lebih dari lima derajat, akan mengalami perbedaan ukuran dan umur pertama kali matang gonad. Faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad di daerah yang bermusim empat antara lain adalah suhu dan makanan, akan tetapi untuk ikan di daerah tropis suhu relatif perubahannya tidak besar dan umumnya gonad masak lebih cepat (Effendie 2002). Royce (1972) menyatakan bahwa proses perkembangan telur dan sperma serta proses pengeluarannya membutuhkan energi ekstra dan kondisis makanan yang baik. Menurut Weng et al. (2005), dari analisis makroskopik perkembangan ovarian ikan Spratelloides gracilis dapat dibagi kedalam 4 fase dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 2. Fase sebelum matang gonad (immature) : indung telur kecil dan langsing, dan oocyte tidak terlihat dengan mata biasa. Diameter oocyte < 0,2 mm, dan model tunggal ditemukan dalam distribusi frekuensi diameter telur. Distribusi oocyte belum berkembang secara acak, dan oogonia jarang ditemukan. Fase menuju matang gonad (maturing) : indung telur menjadi lebih besar dan kekuning-kuningan. Rata-rata diameter oocyte < 0,4 mm. Model tunggal juga ditemukan dalam distribusi frekuensi diameter telur. Fase matang gonad (mature) : indung telur sangat gembung dan kekuningkuningan, dan telur tembus cahaya. Proses vascularisasi yang lebat di

8 punggung indung telur, dan diameter oocyte meningkat secara pesat. Umumnya diameter oocyte yang ditemukan 0,6 0,9 mm. Gambar 2. Tahap perkembangan gonad ikan S. gracilis dari immature sampai mature (Weng et al. 2005) Fase setelah matang gonad (spent) : indung telur kecil dan lembut. Beberapa oocyte yang besar tidak dikeluarkan, ditemukan dekat kloaka. Diameter oocyte > 0,6 mm. Oocyte ini secara normal akan diserap kembali, indeks kematangan gonad berkisar antara 0,022 0,0395.

9 2.5.4 Diameter telur dan pemijahan Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang sebuah telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera dan dilihat dibawah mikroskop. Diameter telur semakin besar pada tingkat kematangan gonad yang lebih tinggi terutama saat mendekati waktu pemijahan (Johnson 1971 in Effendie 2002). Menurut Ismail (2006), diameter telur ikan tembang yang tertangkap di perairan Ujung Pangkah antara 0,23 0,74 mm. Ukuran telur berkorelasi dengan ukuran larva. Larva yang berukuran besar lebih tahan tanpa pakan dibandingkan dengan larva berukuran kecil yang dipijahkan dari telur kecil, selain itu larva yang lebih besar juga lebih tahan dalam menghindari pemangsa (Blaxter 1969 in Chambers dan Leggett 1996). Hubungan positif antara ukuran larva dan ukuran telur telah dilaporkan untuk Salmo salar, Onchorhynchus mykiss, Onchorhynchus keta, dan Clupea harengus (Kamler 1992 in Kontribusi induk terhadap variasi ukuran telur dan sifat awal daur hidup sering berkorelasi dengan ukuran telur. Ukuran individu dewasa (induk) yang besar akan menghasilkan telur yang besar juga, tapi tidak selalu demikian. Telur pada spesies ikan laut pada umumnya lebih kecil dibanding telur ikan air tawar atau budidaya, terutama untuk spesies-spesies ekonomis penting dan ikan-ikan yang berada di daerah penangkapan (Chambers dan Leggett 1996). Menurut Effendie (1979) ukuran telur biasanya dipakai untuk menentukan kualitas kandungan kuning telur, telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran yang lebih besar daripada telur yang berukuran kecil. Lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama, menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovarium (Hoar in Lumbanbatu 1979). Diameter telur digunakan untuk melihat frekuensi pemijahan dari ikan-ikan dengan TKG III dan IV.

10 2.5.5 Fekunditas Fekunditas merupakan salah satu fase yang memegang peranan penting untuk menentukan kelangsungan populasi dengan dinamikanya. Menurut Royce (1972) fekunditas adalah semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Fekunditas terdiri atas dua istilah yaitu fekunditas individu dan fekunditas relatife. Fekunditas individu atau fekunditas mutlak (total) adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Sedangkan fekunditas relatife atau nisbi adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan. Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan berat karena biasanya berat lebih mendekati kondisi ikan daripada panjang, walaupun pada beberapa kasus, berat dapat cepat berubah pada waktu mendekati musim pemijahan karena banyaknya energi yang digunakan untuk melakukan ruaya pemijahan (Effendie 2002). Umumnya fekunditas relatife lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas individu dan kenaikannya diatas 100% bagi fekunditas individu. Fekunditas relatife akan terjadi maximum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky 1963). Umur juga ada hubungannya dengan fekunditas, ikan yang untuk pertama kali memijah atau belum berpengalaman memijah (recruit spawners) fekunditasnya tidak sebesar fekunditas ikan yang telah beberapa kali melakukan pemijahan walaupun beratnya sama (Effendie 2002). Untuk spesies tertentu, pada umur yang berbeda memperlihatkan fekunditas yang bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan tahunan dan pengaruh penangkapan. Pengaruh makanan ini terjadi untuk individu yang berukuran sama dan dapat pula untuk populasi secara keseluruhan. Fekunditas yang banyak maupun sedikit berhubungan dengan ukuran telur, dan memberikan pengaruh yang besar terhadap kelangsungan hidup larva dan ikan muda. Ikan-ikan di daerah tropis pada umumnya memiliki fekunditas yang besar tapi ukurannya relatif kecil dan biasanya dierami di dalam mulut, alat khusus dan jaring (Royce 1972). Satu karakteristik dari ikan yang mempunyai fekunditas banyak yaitu mereka mempunyai kelimpahan yang berubah-rubah dibanding ikan-ikan yang mempunyai fekunditas sedikit.

11 Menurut Chambers dan Leggett (1996) fekunditas spesies ikan air laut bisanya lebih besar dibanding fekunditas ikan air tawar. Hal ini berhubungan dengan upaya untuk menjaga kelangsungan hidup (survival rate) spesies ikan air laut. Fekunditas ikan tembang di perairan Ujung Pangkah berkisar antara butir telur (Ismail 2006). Dari penelitian yang dilakukan Weng et al. (2005) di perairan Penghu (Taiwan) fekunditas ikan S gracilis yang diambil dari 62 indung telur berkisar antara butir telur. 2.6 Kualitas Telur Definisi kualitas telur yang umum digunakan adalah kemampuan telur untuk menghasilkan benih yang baik. Potensi telur untuk menghasilkan benih yang baik ditentukan oleh beberapa faktor, yakni faktor fisik, genetik dan kimia selama terjadi proses perkembangan telur. Jika satu dari faktor esensial ini tidak ada maka telur tidak berkembang dalam beberapa stadia. Beberapa indikator kualitas telur adalah pembuahan, morfologi, ukuran dan kandungan kimia (Utiah 2006). Komposisi proksimat dari telur ikan pelagis berkaitan dengan berat jenis dari unsur organik utama telur ikan pelagis yaitu free amino acids ( FAA) dan amino acids polymerized ( PAA) dalam protein, kedua unsur tersebut mempunyai berat jenis lebih tinggi dibanding berat jenis air laut (Riis-Vestergaard 2002). Energi dalam telur ikan dihitung dari komposisi proksimat telur dan densitas energi dari beberapa unsur, terutama FAA, PAA, dan lipid serta minyak. Secara umum densitas energi yang digunakan yaitu 39 J mg -1 untuk lipid dan minyak (Finn et al. in Riis-Vestergaard 2002). Perbandingan komposisi kualitas telur dapat dibandingkan dengan kandungan lemak di jaringan tubuh. Seperti kualitas telur ikan common featherback (Notopterus notopterus Pallas) menurut Mukhopadhyay et al. (2004), Nilai tengah bobot basah telur matang adalah 16.3% dari total bobot tubuh; yang mana 11,5% (bobot kering) adalah lemak. Telur mengandung lemak 6,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan tubuh. Bagian utama lemak telur adalah senyawa triacylglycerol (TAG) sekitar 53.8% dan phospholipid (PL, 37.0%). Diantara PL, phosphatidylcholine (PC) adalah yang paling banyak (sekitar

12 57.1%), phosphatidylethanolamine (PE, 25.7%) dan phosphatidylinositol (PI, 17.4%). Lemak di jaringan tubuh, sebagian besar adalah phospholipid (72.5%) yang secara nyata lebih besar dari lemak telur (37.0%). PL yang banyak terdapat di jaringan tubuh adalah PC (51.6%), diikuti dengan PE (28.1%) dan PI (20.2%). Di jaringan tubuh, TAG sekitar 18.0% atau lebih rendah dibandingkan dengan TAG pada telur (53.8%). Kandungan Cholesterol (CHL) dalam telur dan jaringan tubuh masing-masing sekitar 4.4% dan 0.7%. Total asam lemak tak jenuh atau Polyunsaturated fatty acids (PUFAs) sebesar 37.9% dan 36.0%, masing-masing untuk PL telur dan jaringan tubuh. Asam arakidonat atau arachidonic acid (20:4 n- 6, AA) dan eicosapentaenoic acid (20:5 n-3, EPA) dalam PL tubuh sekitar 16.5% dan 10.6% dalam PL telur, AA dan EPA masing-masing sekitar 10.7% dan 10.6%. Nutrisi atau zat makanan merupakan bagian dari makanan termasuk didalamnya air, protein dan asam amino yang membentuknya, lemak dan asam lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Utiah 2006). Kadar protein, lipid dan karbohidrat berkorelasi positif terhadap kelangsungan hidup larva. Protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan jumlah dan komposisinya menentukan besar kecilnya ukuran telur (Kamler in Utiah 2006). Selama oogenesis, kuning telur mengakumulasi sejumlah besar yolk granules dan lipid yang terisi pada bagian tengah. Diameter granula berkisar antara 6-24 µm. Jumlah dan distribusi dari lemak (butir lemak) sangat bervariasi dengan diameter µm (Linhart et al. in Utiah 2006). Distribusi dari butir-butir lemak ini juga menjadi parameter kualitas telur. Lebih dari separuh jenis telur ikan pelagis berisi oil globule, yang berguna untuk menyokong daya apung (Russell in Riis-Vestergaard 2002). Tidak ada perbedaan secara umum dalam kemampuan mengapung antara telur ikan pelagis yang memiliki oil globule maupun tanpa oil globule, karena telur dengan oil globule mengalami hidrolisis protein lebih sedikit selama matang gonad. Telur ikan pelagis teleostei tanpa oil globule mempunyai berat jenis lebih rendah untuk menjaga agar tetap mengapung di air laut dengan salinitas promil, oil globule satu-satunya unsur telur yang penting terlepas dari lipid yang mempunyai berat jenis lebih rendah dari air laut (Riis-Vestergaard 2002).

13 2.7 Hubungan antara Eksploitasi dan Reproduksi Populasi ikan yang tidak mengalami tekanan tangkap dan tidak mendapat wabah penyakit yang serius akan mempunyai kelimpahan dan komposisi umur yang stabil. Peningkatan biomassa populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu makanan, ruang (habitat), dan faktor lain, salah satunya adalah tekanan penangkapan (Royce 1972). Tingginya tekanan penangkapan dapat mengakibatkan penurunan kelimpahan populasi dan penurunan rata-rata ukuran ikan. Jika semua individu dewasa ditangkap dan gagal matang gonad maka tidak ada lagi pemijahan yang menyuplai anak ikan untuk rekruitmen (Royce 1972). Menurut Kamukuru dan Mgaya (2004), perbandingan jenis kelamin ikan Blackspot snapper di Pulau Mafia pada daerah yang belum mengalami overfishing 1,03:1 (betina:jantan), sedangkan untuk daerah yang telah mengalami overfishing 0,9:1 (betina:jantan). Nisbah kelamin pada daerah yang belum mengalami overfishing lebih seimbang dibandingkan dengan daerah yang telah mengalami overfishing. Perbedaan perbandingan jenis kelamin tersebut terkait dengan ukuran, dimana ikan jantan mendominasi dengan ukuran yang lebih kecil. Musim pemijahan ikan Blackspot snapper di daerah Mafia Island Marine Park (MIMP) dengan tekanan tangkap lebih kecil dari bulan September sampai Maret dan mencapai puncak pada bulan Desember. Sedangkan di daerah IFA (intensively fished areas) tidak satupun ikan ditemukan dalam keadaan memijah. Umur ikan pertama kali matang gonad berhubungan dengan intensitas penangkapan dan kompetisi interspesifik (Magnan et al. 2005). Umur ikan pertama kali matang gonad dan usaha reproduktif tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan, jika tingkat kelangsungan hidup (survival rate) juga tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan. Seperti halnya kasus dalam exploitasi dan populasi sympatric yang mengalami survival individu dewasa rendah tapi laju pertumbuhan tinggi. Populasi ikan betina pada daerah penangkapan yang intensif, akan berukuran kecil dan menghasilkan telur ikan dengan ukuran yang kecil dalam jumlah yang sedikit (Platten 2004).

PENGARUH LAJU EKSPLOITASI TERHADAP KERAGAAN REPRODUKTIF IKAN TEMBANG (Sardinella gibbosa) FAMILI CLUPEIDAE

PENGARUH LAJU EKSPLOITASI TERHADAP KERAGAAN REPRODUKTIF IKAN TEMBANG (Sardinella gibbosa) FAMILI CLUPEIDAE PENGARUH LAJU EKSPLOITASI TERHADAP KERAGAAN REPRODUKTIF IKAN TEMBANG (Sardinella gibbosa) FAMILI CLUPEIDAE DILMAGA HARI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi

2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi 4 2.1 Klasifikasi, Tata Nama dan Ciri-ciri Morfologi Klasifikasi ikan bilis (Thryssa hamiltonii) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Gray (1835): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Palabuhan Ratu Perairan Palabuhan Ratu merupakan teluk semi tertutup yang berada di pantai selatan Jawa Barat, termasuk kedalam wilayah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009): Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA ADISTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Perairan Selat Malaka memiliki kedalaman sekitar 30 meter dengan lebarnya 35 kilometer, kemudian kedalaman meningkat secara gradual hingga 100 meter sebelum continental

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tetet (Johnius belangerii) 2.1.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Klasifikasi ikan tetet menurut Bleeker (1853) in www.fishbase.org adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat 67 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut: Kingdom Filum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Nur ainun Muchlis, Prihatiningsih Balai Penelitian Perikanan Laut, Unit Pelaksana

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tamban (Sardinella albella) Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili Clupeidae yang lebih umum dikenal sebagai ikan herring. Famili Clupeidae terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut Richardson (1846) in Starnes (1988) taksonomi ikan swanggi Priacanthus tayenus (Gambar 1) dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan di Indonesia berpotensi bagi perkembangan dunia usaha khususnya sebagai komoditas perdagangan dan sumber pangan. Permintaan pasar akan produksi perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah, baik berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut www.fishbase.org, klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh. 1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan senggaringan merupakan ikan liar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam beberapa tahun ini, ikan ini menjadi perhatian para peneliti untuk dijadikan bahan riset, karena

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) Sumber: (a) dokumentasi pribadi; (b)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) Sumber: (a) dokumentasi pribadi; (b) 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi, Ciri Morfologis dan Daerah Penyebaran Ikan Kuro Ikan kuro diklasifikasikan dalam filum Chordata, subfilum Vertebrata, superkelas Osteichthyes, kelas Actinopterygii,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang 1 I. PENDAHULUAN Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting serta banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Ikan gurami banyak

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA 1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN INDEKS KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA Length Weight Relationship and Gonado Somatic Index

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU Alsade Santoso Sihotang SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci