KORELASI UJI P TANAH UNTUK PADI GOGO (Oryza sativa) VAR. SITU BAGENDIT PADA TANAH INCEPTISOL INDRAMAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KORELASI UJI P TANAH UNTUK PADI GOGO (Oryza sativa) VAR. SITU BAGENDIT PADA TANAH INCEPTISOL INDRAMAYU"

Transkripsi

1 KORELASI UJI P TANAH UNTUK PADI GOGO (Oryza sativa) VAR. SITU BAGENDIT PADA TANAH INCEPTISOL INDRAMAYU BESTARI INTAN MAHARANI A DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN BESTARI INTAN MAHARANI. Uji Korelasi P Tanah untuk Padi Gogo (Oryza sativa) Var. Situ Bagendit pada Tanah Inceptisol Indramayu. Dibimbing oleh KOMARUDDIN IDRIS dan DIAH SETYORINI. Uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, murah, dan tepat untuk menduga ketersediaan hara tertentu dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan. Salah satu rangkaian uji tanah adalah korelasi uji tanah. Korelasi uji tanah merupakan suatu cara yang digunakan untuk memilih metode ekstraksi yang sesuai untuk tanaman pada suatu jenis tanah di suatu daerah. Dalam penelitian ini P-terekstrak dikorelasikan dengan respons tanaman. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan status hara tanah menjadi sangat rendah (SR), rendah (R), sedang (S), tinggi (T), dan sangat tinggi (ST). Dari setiap status hara tersebut dianalisis hara P dengan metode ekstraksi HCl 25%, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell. Selanjutnya untuk melihat respons tanaman, setiap status hara diberikan lima taraf pupuk P0, P1, P2, P3, dan P4 (0, 20, 40, 60 dan 80 kg P/ha). Pengamatan tanaman dilaksanakan 2, 4, 6 MST. Pemberian pupuk P tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot kering tanaman. Pengekstrak Mehlich dan HCl 25% berkorelasi nyata dengan serapan P-tanaman. Pengekstrak terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu adalah Mehlich Kata kunci : Korelasi, Fosfor, Padi Gogo, Inceptisol

3 ABSTRACT BESTARI INTAN MAHARANI. P Soil Test Correlation for Gogo Rice (Oryza sativa) Var. Situ Bagendit in Inceptisol Indramayu. Supervised by KOMARUDDIN IDRIS and DIAH SETYORINI. Soil test is a chemical analysis of a simple, fast, inexpensive, and precise to predict the availability of certain nutrients in the soil with the final goal to give fertilizer recommendation.one set of soil test is the correlation of soil test. Correlation of soil test is a method used to select the appropriate extraction method for plants in a particular type of soil in an area. In this study P- extractable nutrients was correlated with crop response. The first step in this research was the creation of soil nutrient status namely very low (SR), low (R), moderate (S), high (T), and very high (ST). Of each nutrient were analyzed nutrient status of P with 25% HCl extraction method, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, and Colwell. Furthermore, to see the response of plants, every nutrient status granted five fertilizer levels P0, P1, P2, P3, and P4 (0, 20, 40, 60 and 80 kg of P/ha). Observations of plants carried 2, 4, 6 weeks after planting. P fertilizer was not significantly increased plant height, number of tillers, and plant dry weight. Mehlich extraction and HCl 25% was correlated with plant uptake. Based on correlation test, the best extraction for gogo rice crop on soil Inceptisol Indramayu was Mehlich. Key word : Correlation, Phosphorus, Gogo Rice, Inceptisols

4 I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah secara ilmiah merupakan suatu tubuh alam yang bersifat tiga dimensi. Untuk mempelajari sifat dan ciri tanah kita perlu melakukan uji tanah. Uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, murah, dan tepat untuk menduga ketersediaan hara tertentu dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan (Agus et al., 2004). Adapun langkahlangkah dalam uji tanah meliputi; 1) pengambilan contoh, 2) penjajagan hara di laboratorium, 3) penelitian korelasi uji tanah di laboratorium dan rumah kaca atau lapang, 4) penelitian kalibrasi uji tanah dan tanggap tanaman di lapangan, 5) penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi (Widjaja-Adhi et al., 2000; Adiningsih et al., 2000 dalam Sofyan et al., 2004). Salah satu bagian dari uji tanah yang dilakukan adalah korelasi uji tanah. Korelasi uji tanah merupakan suatu cara yang digunakan untuk memilih metode ekstraksi yang sesuai untuk tanaman pada suatu jenis tanah di suatu daerah. Contoh tanah terpilih dianalisis kadar haranya dengan beberapa jenis pengekstrak. Kemudian dilanjutkan dengan analisis respons tanaman terhadap pemupukan dan taraf status hara. Penentuan pengekstrak terbaik diambil dari persamaan regresi nilai analisis tanah dengan analisis respons tanaman (Sofyan et al., 2004). Pada penelitian ini, korelasi uji tanah dikhususkan pada unsur hara P untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca untuk menghilangkan pengaruh variabel dari penelitian di lapang yang tidak terkontrol seperti sub soil, iklim dan keragaman tanah. Di dalam pelaksanaannya, analisis tanah banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain rasio tanah dengan larutan, waktu mengekstrak, kecepatan pengocokan, dan bentuk dari tabung reaksi. Metode ekstraksi P yang sering digunakan adalah larutan asam keras HCl 25% (nisbah 1:5), Bray 1 (HCl N + NH 4 F 0.03 N; nisbah 1: 10), Bray 2 (HCl 0.10 N + NH 4 F 0.03 N; nisbah 1:17), Truog (H 2 SO N + (NH 4 ) 2 SO 4 ; ph 3; nisbah 1:100) untuk

5 tanah masam, serta Olsen (NaHCO N; ph 8.5; nisbah 1:20) dan Colwell untuk tanah alkalin (Al-Jabri, 2007). Penelitian korelasi uji tanah telah dilakukan pada berbagai komoditas. Widjaja-Adhi dan Widjik (1984) melaporkan bahwa Bray 1 adalah penegekstrak terbaik untuk tanaman kentang pada tanah Hydric Dystrandepts, sedangkan pengekstrak HCl 25% berkorelasi tinggi pada persentase hasil jagung (Santoso, dan Al-Jabri, 1997). Pengekstrak modifikasi Truog, HCl 25%, dan Bray 1 merupakan pengekstrak yang cukup baik bagi tanaman padi gogo pada tanah Ultisol Lampung dan Sitiung (Al-Jabri et al., 1984). Suatu metode dirancang dengan jenis pengekstrak yang bervariasi dan tingkat kemasaman yang berbeda-beda sehingga dalam penggunaannya harus disesuaikan terlebih dahulu. Ekstraksi terbaik untuk suatu jenis tanah adalah ekstraksi yang mempunyai nilai koefisien korelasi tinggi dan nyata antara P terekstrak yang dihasilkan oleh metode tertentu dengan respons hasil tanaman atau persen hasil atau total serapan P oleh tanaman. Selain itu metode tersebut harus bersifat sederhana, mudah, murah, dan cepat sehingga nantinya seorang analis atau pengguna dapat bekerja lebih efektif dan efisien dalam mengekstraksi P dalam tanah Tujuan Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui respons tanaman terhadap taraf pemupukan P dan memilih metode ekstraksi hara P terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu Hipotesis Pertumbuhan tanaman padi gogo dipengaruhi oleh taraf pemupukan P dan terdapat metode ekstraksi hara P terbaik yang memiliki tingkat korelasi tertinggi.

6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Inceptisol Inceptisol adalah tanah lain mempunyai satu atau lebih dari satu epipedon umbrik, mollik, histik atau plaggen. Terdapat fragipan atau horizon oksik dengan batas atasnya diantara jeluk cm (Siradz, 1990). Inceptisol termasuk tanah yang mengandung mineral liat tipe 1:1, yaitu kaolinit. Tanah ini memiliki daya absorbsi sedang, kandungan bahan organik rendah dan permeabilitas tinggi (Soepardi, 1983). Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Asal kata dari Inceptisol adalah inceptum yang berarti permulaan. Karena tanah ini belum berkembang lanjut, kebanyakan tanah ini cukup subur. Dulunya tanah ini termasuk dalam golongan tanah Aluvial, Regosol, Gleohumus, Latosol dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003). Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara lain; bobot jenis 1.0 g/cm 3, kalsium karbonat kurang dari 40%, ph mendekati netral atau lebih (ph < 4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1.8 m, COLE antara 0.07 dan 0.09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup banyak antara atm (Smith, 1965 dalam Resman et al., 2006). Penggunaan lahan Inceptisol sangat beragam. Di daerah depresi atau dataran rendah pantai utara Jawa, tanah ini sangat cocok untuk tanaman padi sawah. Inceptisol berdrainase buruk dapat digunakan secara ekstensif untuk tanaman setahun dengan memperbaiki drainase, sedangkan tanah yang berkembang dari tuf volkan relatif muda merupakan media yang cocok bagi berbagai tanaman, tergantung pada iklim dan ketersediaan air (Rachim, 2007) Fosfor (P) Fosfor di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah misalkan apatit. Jenis P dalam tanah dibedakan menjadi dua macam, yaitu P-organik dan P-anorganik. P memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman, antara lain: 1) pembelahan sel, 2) membentuk albumin, 3) perkembangan akar, 4) membentuk nucleoprotein

7 (penyusun gen RNA dan DNA), 5) menyimpan dan memindahkan energi, 6) membantu metabolisme karbohidrat. Hal-hal tersebut diatas yang membuat unsur P harus tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam tanah (Hardjowigeno, 2003). Tanah di Indonesia umumnya kekurangan unsur P. Sebab-sebab kekurangan P di dalam tanah adalah jumlahnya yang sedikit, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman, dan terjadi fiksasi oleh Al dan Fe pada tanah masam atau oleh Ca pada tanah alkalis. Faktor penting yang mempengaruhi tersedianya P dalam tanah adalah ph tanah. P paling mudah diserap oleh tanaman pada ph sekitar netral (ph 6-7) (Hardjowigeno, 2003). Untuk meningkatkan keefisienan pengambilan P dalam tanah oleh tanaman, dapat dilakukan antara lain dengan menurunkan kapasitas penyangga tanah melalui pengapuran, meningkatkan P dalam tanah, dan penempatan pupuk yang tepat (Sabiham et al., 1983). Fosfor diabsorbsi oleh akar tanaman dalam bentuk ion ortho fosfat, terutama H 2 PO - 4 dan hanya sedikit sekali sebagai HPO 2-4. Hal ini terjadi karena ph sekitar akar tanaman yang berkisar 5-6 membuat konsentrasi H 2 PO - 4 dalam larutan tanah lebih tinggi dari HPO 2-4. Bentuk P dalam tanaman antara lain nuclei proteida, phospolipida, phytin, ADP, ATP (Adiningsih, 1975). Tanaman memerlukan P pada semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan. Fosfor dalam tanaman lebih kecil diserap dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Unsur fosfor bagi tanaman sangat berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernafasan, serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah (Lingga dan Marsono, 2006). Kekurangan fosfor pada tanaman terkadang sulit dikenali gejalanya. Tanaman mungkin menderita kekurangan fosfor yang sangat parah tanpa menunjukkan gejala. Bila kekurangan fosfor ini kemudian diketahui, mungkin saat itu sudah terlambat untuk diatasi. Gejala awal tanaman kekurangan fosfor adalah muncul warna ungu pada bibit tanaman muda yang kemudian berubah menjadi kuning. Pertumbuhan menjadi terlambat dan akibat selanjutnya proses pematangan menjadi terlambat (Sarief, 1986).

8 2.3. Metode Ekstraksi P Metode ekstraksi HCl 25% akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa fosfat mendekati kadar P-total. Ion fosfat dalam ekstrak akan bereaksi dengan ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat. Selanjutnya akan bereaksi dengan asam askorbat menghasilkan larutan biru molibdat yang intensitasnya dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). Fosfat dalam suasana netral atau alkalin dalam tanah umumnya akan terikat oleh Ca, Mg-PO 4. Pengekstrak Olsen (NaHCO 3, ph 8.5) akan 3- mengendapkan Ca, Mg-CO 3 sehingga PO 4 dibebaskan ke dalam larutan. Pengekstrak ini juga dapat digunakan untuk tanah masam. Fosfat pada tanah masam terikat sebagai Al, Fe-fosfat. Penambahan pengekstrak NaHCO 3 ph 8.5 menyebakan terbentuknya Fe, Al-hidroksida, sehingga fosfat dibebaskan. Pengekstrak ini biasanya digunakan untuk tanah dengan ph lebih dari 5.5 (Balai Penelitian Tanah, 2005). Senyawa fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Alfosfat yang sukar larut. NH 4 F yang terkandung di dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO 3-4. Pengekstrak ini biasanya digunakan pada tanah dengan ph < 5.5. Langkah kerja dalam Metode Bray 2 sama dengan Bray 1, hanya dibedakan jenis larutan pengekstraknya yaitu 0.03 N NH 4 F N HCl untuk Bray 1 dan 0.03 N NH 4 F N HCl untuk Bray 2 (Fixen dan Grove, 1990). Uji tanah Mehlich untuk P, juga dikenal sebagai dilute double acid atau North Carolina extractant, yang dikembangkan pada awal 1950 oleh Mehlich dan rekan kerjanya. Di Amerika, Metode Mehlich umum digunakan di Atlantik Tengah dan Atlantik Tenggara sebagai multi elemen ekstrak untuk berbagai unsur yaitu, P, K, Ca, Mg, Cu, Fe, Mn, dan Zn. Mehlich mengekstrak P dari Al, Fe, dan Ca-P dan sangat sesuai untuk tanah yang masam (ph < 6.5), KTK kurang dari 10 me 100 g -1 dan bahan organik kurang dari 5% (Southern Cooperative Series, 2000). Cara kerja dari masing-masing metode terdapat pada Lampiran 1.

9 2.4. Respons Padi Gogo Terhadap Pupuk P Menurut Basyir et al. (1995), padi gogo adalah padi yang diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap, serta diusahakan dengan menerapkan teknik budidaya seperti pengolahan tanah, pemupukan dan pergiliran tanaman. Umumnya padi gogo di kawasan Asia Tenggara memiliki ciri-ciri antara lain tanaman tinggi, jumlah anakan daun sedikit, umur panen hari, gabah besar, lebar dan tebal, toleran terhadap kekurangan P dan keracunan Al dan Mn. Unsur P sangat diperlukan untuk pertumbuhan optimal padi gogo sebab pada jerami terkandung 0.8% P, yang terserap dari dalam tanah. Jika padi gogo kekurangan P maka tinggi tanaman agak kerdil, jumlah malai dan jumlah gabah permalai serta bobot seribu butir gabah isi juga berkurang, sehingga hasilnya juga rendah. Untuk itu pemberian pupuk P tetap perlu diperhatikan walaupun padi gogo toleran terhadap kekurangan unsur P (Basyir et al., 1995). Hal-hal yang menjadi faktor pembatas produktivitas padi gogo adalah; 1) pengolahan tanah kering dan tidak adanya genangan air menyebabkan reaksi fisikokimia tanah berlangsung dalam keadaaan aerobik dan oksidatif, sehingga ph tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman tidak berubah, serta terjadi keracunan Fe, Al, dan kekahatan P, Ca, Mg, K, sehingga produktiviitas padi gogo relatif rendah, 2) gulma tumbuh bersamaan dengan padi gogo sehingga terjadi persaingan konsumsi hara, air, dan intersepsi cahaya matahari, 3) penyakit blas (Pyricularia grisea) yang merupakan penyakit utama padi gogo, 4) topografi berlereng dan tekstur tanah ringan sampai sedang menyebabkan tanah tidak dapat menyimpan air dan indeks kelengasan (moisture index) menjadi rendah (Toha dan Daradjat, 2008). Padi gogo (padi huma) mengacu pada sistem padi yang ditanam seperti tanaman lainnya, tanpa pengolahan tanah secara basah, tanpa persemaian, atau tanpa pematang di sekeliling lahannya. Ciri sistem ini adalah bahwa pengolahan tanah dilakukan dengan cara yang lazim, penyebaran benih langsung dilakukan pada tanah yang kering dan kelengasannya sama sekali bergantung pada curah hujan. Padi gogo ditanam di daerah dan musim yang bercurah hujan bulanan ratarata paling sedikit 150 mm (Sanchez, 1993).

10 III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pada penelitian korelasi ini pengambilan contoh tanah dilaksanakan di Gantar, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Penelitian korelasi uji tanah hara P dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanah, Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi; contoh tanah Inceptisol dengan status hara P sangat rendah berdasarkan ekstraksi HCl 25% dan Bray 1, tanaman Padi Gogo Varietas Situ Bagendit, Pereaksi P pekat, pereaksi pewarna P, standar 1000 ppm P (Tritisol), Pengekstrak HCl 25%, Pengekstrak Olsen, Pengekstrak Colwell, Pengekstrak Bray dan Kurtz, Pengekstrak Bray dan Kurtz 2, Pengekstrak Mehlich, Pengekstrak Truog, H 2 SO 4 5N, askorbin, aquades dan lain-lain. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, neraca analitik ketelitian tiga desimal, corong, sudip, botol kocok 50 ml, botol filter, tabung reaksi, kertas saring, mesin kocok bolak-balik, dispenser 10 ml, dispenser 20 ml, pipet volume 2 ml, balep, tissue, pipet mikro, shaker, digestion block, tabung digestion spektrofotometer UV-VIS, dan lain-lain Metode Penelitian Di dalam penelitian ini terdiri dari 4 rangkaian kegiatan, yaitu; 1) percobaan respons tanaman padi gogo terhadap pemberian pupuk P, 2) analisis tanah, 3) analisis tanaman, dan 4) uji korelasi antara P-terekstrak dan respons tanaman.

11 Percobaan Respons Tanaman Padi Gogo Terhadap Pemberian Pupuk P Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial rancangan acak lengkap, dengan 2 faktor, yaitu faktor pertama status hara dan faktor kedua pupuk. Baik status hara maupun pemberian pupuk, masing-masing terdiri dari 5 taraf perlakuan. Percobaan diulang 3 kali, sehingga jumlah satuan percobaan adalah 75. Hal yang pertama kali dilaksanakan pada tahap ini adalah pembuatan status P tanah buatan dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Contoh tanah Inceptisol dimasukkan ke dalam pot, masing-masing sebanyak ± 2 kg, kemudian diberikan pupuk P dengan dosis 0 X, ¼ X, ½ X, ¾ X dan X, dimana X adalah jumlah pupuk P yang diberikan untuk mencapai 0.2 μg P/liter larutan tanah, yaitu sebesar 1200 kg SP-36/ha (Fox dan Kamprath, 1970). Kemudian tanah yang sudah diberi perlakuan diinkubasi selama 3 bulan untuk mencapai kesetimbangan. Tanah dibiarkan tanpa tanaman dan selalu dipertahankan dalam keadaan kapasitas lapang. Setelah 3 bulan inkubasi dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis dengan berbagai metode ekstraksi. Pada masing-masing taraf status hara buatan diberikan lima taraf pupuk P (P0, P1, P2, P3, dan P4) yaitu 0, 20, 40, 60 dan 80 kg P/ha (0, 10, 20, 30, 40 ppm P). Semua pupuk diberikan dalam bentuk larutan kecuali pupuk kompos (pupuk kotoran ayam, 5 ton/ha). Pupuk dicampurkan dengan tanah hingga homogen, kemudian inkubasi selama 1 minggu. Perlakuan pemberian pupuk terdapat pada Tabel Lampiran 1. Tanah yang telah memiliki tingkatan status hara P dengan lima taraf pupuk, kemudian ditanami benih padi gogo (5 biji/pot). Setiap perlakuan diberikan pupuk dasar pada waktu tanam dengan urea dan KCl dengan dosis 300 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha. Setelah tanaman berumur 1 minggu, tanaman dijarangkan menjadi 3 tanaman/pot. Pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan dilaksanakan pada umur 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam, sedangkan penetapan bobot kering tanaman dilaksanakan pada waktu panen (6 MST).

12 Analisis Tanah Tanah Inceptisol Indramayu diambil tanah bulk lapisan atas 0-20 cm, sebanyak ± 250 kg. Contoh tanah dikering udarakan, ditumbuk kemudian diayak dengan saringan 2 mm. Contoh tanah dibagi ke dalam 75 pot perlakuan sesuai dengan perlakuan status hara. Contoh tanah hasil pembuatan status hara dianalisis kadar P-terekstraknya dengan metode analisis: HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, Olsen, dan Colwell Analisis Tanaman Panen dilaksanakan 6 minggu setelah tanam. Timbang bobot basah kemudian keringkan pada suhu 70 0 C selama 48 jam, setelah kering timbang bobot keringnya, selanjutnya giling contoh tanaman hingga halus. Untuk analisis kadar P total tanaman, sebanyak 0.25 g contoh tanaman ditambahkan 5 ml HNO 3 pekat dan HClO 4 pekat. Setelah suhunya turun destruksi selama 1 jam dengan suhu C, kemudian suhu ditingkatkan hingga menjadi C. Ekstrak diencerkan hingga 25 ml. Pipet 0.1 ml dari ekstrak kemudian tambahkan 0.9 ml air bebas ion dan 5 ml pereaksi pewarna fosfat, kocok dan biarkan selama 30 menit, ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm Perhitungan Nilai Korelasi Antara P-terekstrak dan Respons Tanaman Analisis korelasi sederhana dilakukan untuk hubungan-hubungan antara P terekstrak dari masing-masing metode yang diuji dengan hasil tanaman (bobot kering tanaman) dan serapan P-tanaman. Koefisien korelasi dihitung menggunakan software Microsoft Office Excel Respons tanaman dihitung dengan menghitung persen hasil pada masing-masing kelas status hara P tanah dengan rumus sebagai berikut: % Hasil tanaman = Yi-Yo x 100% Yi % Hasil tanaman : Persentase hasil tanaman dari pemupukan P Yo : Hasil tanaman yang diperoleh dari perlakuan tanpa P Yi : Hasil tanaman yang diperoleh dari perlakuan dengan P

13 Serapan P-tanaman adalah kadar P-tanaman dikalikan bobot kering tanaman. Koefisien korelasi yang diperoleh (r hitung) dibandingkan dengan r tabel dengan taraf uji 5%. Koefisien korelasi yang nyata dikatakan terpilih dan mempunyai hubungan yang erat dengan respons tanaman. Selain itu, dipilih jenis pengekstraksi terbaik dengan mempertimbangkan kriteria uji tanah yang sederhana, mudah, murah, dan cepat.

14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%, 50%, 12%. Tekstur tanah lempung liat berdebu membantu mempermudah perkembangan akar padi gogo (Basyir et al., 1995). Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003) tanah ini tergolong masam. Tabel 2. Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol Indramayu Jenis Penetapan Inceptisol Indramayu Status Tekstur : Pasir % 38 lempung liat berdebu Debu % 50 Liat % 12 ph : H 2 O 4.73 masam KCl 3.81 Bahan organik : C (%) 1.39 rendah N (%) 0.09 sangat rendah C/N 16 tinggi P 2 O 5 (HCl 25%) mg 100g sangat rendah K 2 O (HCl 25%) mg 100g rendah P-Bray 1 (ppm P) 0.77 sangat rendah Kation : me 100g -1 Ca 4.88 rendah Mg 4.39 sangat tinggi K 0.16 rendah Na 0.05 sangat rendah KTK me 100g sedang KB (%) tinggi Al-dd me 100g rendah H-dd me 100g rendah Kej-Al (%) 16 rendah Penetapan P 2 O 5 dengan HCl 25% dan Bray 1 sangat rendah sedangkan nilai K 2 0 dengan HCl 25% rendah. Rasio C/N tergolong tinggi. Keberadaan

15 kation Na sangat rendah, Ca dan K rendah, dan Mg sangat tinggi. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah sedang, sebaliknya kejenuhan basa (KB) tanah tinggi. Kejenuhan Al tergolong rendah P-terekstraksi dengan Metode Ekstraksi HCl 25%, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell Metode ekstraksi Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell digunakan untuk menetapkan P-tersedia di dalam tanah, sedangkan metode ekstraksi HCl 25% digunakan untuk menetapkan P-potensial dalam tanah. Kemampuan masing-masing metode ekstraksi dalam menetapkan P-terekstrak dipengaruhi antara lain oleh bahan kimia yang terdapat dalam pengekstrak dan ketersediaan fosfor dalam tanah (Widayati, 2003). Pada Tabel 2, terlihat bahwa pengekstrak HCl 25% dan Colwell mempunyai kemampuan mengekstrak P lebih tinggi dibandingkan dengan pengekstrak lain. Secara berurutan kemampuan mengekstraksi P tanah dari yang tertinggi adalah HCl 25% > Colwell > Truog > Bray 2 > Bray 1 > Olsen > Mehlich. Ion H + akan memperbesar kelarutan P dari semua bentuk Ca-P, Al-P, dan Fe-P (Leiwakabessy, 1988). Selain dari jenis larutan pengekstrak, lamanya waktu pengocokan juga mempengaruhi kemampuan ekstraksi. Seperti terlihat pada metode ekstraksi Olsen dan Colwell, keduanya terdiri dari 0.5 M NaHCO 3 ph 8.5 akan tetapi menunjukkan hasil P-terekstrak yang berbeda. Pada metode ekstraksi Colwell, rasio tanah dengan larutan 1:100 dan waktu pengocokan selama 120 menit mampu mengekstrak P-tersedia lebih besar dibandingkan pengekstrak Olsen yang memiliki rasio tanah dengan larutan 1:20 dan waktu pengocokan - selama 30 menit. Ion yang berpengaruh pada kedua metode ini adalah HCO 3 yang bereaksi dengan ion Ca 2+ dalam bentuk Ca-P, sehingga ion fosfat terlepas. Pengekstrak Bray 1 dan Bray 2 memiliki perbedaan pada konsentrasi HCl yang digunakan. Dalam Bray 1 konsentrasi HCl sebesar N HCl, sedangkan pada Bray 2 konsentrasi HCl sebesar 0.1 N HCl. Perbedaan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap perbedaan jumlah P-terekstrak, ion H + berperan penting dalam ekstraksi membentuk asam fosfat, sehingga hasil P- terekstraksi oleh Bray 2 lebih besar daripada hasil P-terekstraksi oleh Bray 1.

16 Tabel 2. Kadar P tanah oleh beberapa metode ekstraksi Metode Status Pupuk Ekstraksi Hara P0 P1 P2 P3 P ppm Truog Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Olsen Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Mehlich Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi HCl 25% Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Bray 1 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Bray 2 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Colwell Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

17 P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Truog lebih besar bila dibandingkan dengan P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Mehlich. Kedua metode ekstraksi ini terdiri dari asam kuat H 2 SO 4. Ion fosfat yang bereaksi dengan ion H + akan membentuk P-terekstraksi dan akan dipertahankan bentuknya oleh ion SO 2-4, sehingga Ca-P, Al-P, dan Fe-P tidak terbentuk kembali (Leiwakabessy, 1988). Lama waktu pengocokan menjadi faktor pembeda nilai terekstrak dari kedua metode ekstraksi ini. Nilai P-terekstraksi dari Truog lebih besar dibandingkan dengan P-terekstraksi dari Mehlich, karena waktu pengocokan Truog selama 30 menit, sedangkan pada Mehlich hanya selama 5 menit Respons Tanaman Terhadap Pemberian Pupuk P Pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman sehingga P dapat lebih digunakan untuk proses metabolisme yang terdapat dalam tanaman. Peningkatan metabolisme yang terjadi dalam tanaman akan terekspresikan dengan pertambahan masa pada tanaman. Selain itu fosfat juga digunakan untuk pembentukan dan perkembangan akar padi. Sehingga dengan adanya pertumbuhan yang optimal maka unsur hara yang diserap akan dipergunakan untuk masa pertumbuhan vegetatif (Widodo, 2004). Hasil padi ditentukan oleh komponen hasilnya, sedangkan tiap komponen tersebut ditentukan baik secara genetik varietas tanaman maupun oleh berbagai faktor lingkungan iklim, hara/tanah, air. (Norman et al., 1984; Ishii, 1995; Yoshida, 1981 dalam Suhartatik et al., 2008) Tinggi Tanaman Pada pengamatan tinggi tanaman, pada taraf status hara P sangat rendah, respons tinggi tanaman menunjukkan peningkatan dari pupuk P0 hingga P2. Tinggi tanaman maksimum terdapat pada taraf pemupukan P2, kemudian terus menurun pada taraf pemupukan P3 dan P4. Pada taraf status hara rendah, tinggi tanaman maksimum pada pemupukan P0 dan minimum pada taraf pemupukan P4. Tinggi maksimum dari taraf status hara sedang, tinggi, dan sangat tinggi dihasilkan pada taraf pemupukan P1. Tinggi maksimum padi gogo di tanah Inceptisol terdapat pada taraf S-P1 (status hara P sedang dan taraf pemupukan 20 kg P/ha).

18 Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 7 hingga 9), pada 2 MST dari kedua faktor baik status hara maupun pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada 4 MST, status hara mulai mempengaruhi tinggi tanaman. Sedangkan pada pengamatan 6 MST, selain status hara, pupuk juga memberikan sedikit pengaruh terhadap tinggi tanaman. Tabel 3. Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Status Hara Tinggi tanaman (cm) 2 MST 4 MST 6 MST Sangat Rendah bc 72.9d Rendah bc 70.2bc Sedang c 72.4cd Tinggi ab 68.8ab Sangat Tinggi a 67.5a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT Tabel 4. Pengaruh pupuk terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Pupuk Tinggi tanaman (cm) 2 MST 4 MST 6 MST P ab P d P ab P bc P a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT Jumlah Anakan Pada pengamatan 2 MST, jumlah anakan berkisar 3 hingga 6 batang pada setiap perlakuan. Rata-rata jumlah anakan cenderung menurun sejalan dengan peningkatan status hara P tanah. Pada pengamatan 4 MST, jumlah anakan bertambah hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan pengamatan 2 MST. Pada pengamatan 6 MST, pertumbuhan anakan melambat, sehingga jumlah anakan baru yang dihasilkan hanya berkisar 5 hingga 8 anakan. Rata-rata jumlah anakan tertinggi hingga 6 MST terdapat pada perlakuan R-P4 (status hara P rendah, taraf

19

20 Bobot Kering Tanaman Pengamatan bobot kering tanaman dilaksanakan pada saat panen (6 MST). Rata-rata bobot kering tanaman maksimum terdapat pada perlakuan SR-P1 (status hara P sangat rendah, taraf pemupukan 20 kg P/ha) dan SR-P2 (status hara P sangat rendah, taraf pemupukan 40 kg P/ha). Pada Tabel 6,dapat dilihat bahwa berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 13), faktor yang mempengaruhi bobot kering tanaman hanya faktor status hara, memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman. sedangkan pupuk tidak Tabel 6. Pengaruh status hara terhadap bobot kering tanaman (g/pot) Perlakuan Status Hara Bobot Kering tanaman (g/pot) Sangat Rendah 8.5d Rendah 7.4bc Sedang 7.7c Tinggi 6.9ab Sangat Tinggi 6.6a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT Semakin tinggi status hara P, bobot kering mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan hara dalam tanah, sehingga yang semula faktor pembatas pertumbuhan padi gogo adalah hara P, berubah menjadi hara lain. Agar tanaman tumbuh dengan baik diperlukan keseimbangan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Akibat yang didapat dari ketidakseimbangan hara antara lain, jika jumlah P yang ditambahkan terlalu berlebih, hara P kemungkinan berikatan dengan hara mikro Zn atau Cu membentuk Zn-P atau Cu-P, sehingga tanah menjadi kekurangan hara mikro tersebut (Hardjowigeno, 2003). Seng (Zn) berhubungan dengan pertumbuhan tanaman sebab Zn menjadi katalisator pembentukan triptophan yaitu salah satu jenis asam amino yang menjadi prekursor (senyawa awal) dalam pembentukan IAA yang selanjutnya menjadi auksin yaitu hormon yang bekerja dalam perkecambahan, pembelahan dan pembesaran sel. Selain itu, Zn merupakan bagian dari enzim amilum sintetase (pembentukan gula menjadi amilum) dan sebagai penyusun enzim karbonic anhidrase yang berfungsi sebagai buffer pertumbuhan (Anonim, 2010). Peranan unsur Cu di dalam tanaman antara lain: 1) mengaktifkan enzim, 2) metabolisme

21

22 pengekstraksi yang berkorelasi nyata dengan persen hasil tanaman. Namun, pada metode ekstraksi Mehlich dan HCl 25% berkorelasi nyata dengan serapan P- tanaman. Berdasarkan analisis korelasi dan kemudahan analisis, maka terpilih metode ekstraksi Mehlich sebagai metode terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu. Tabel 7. Koefisien korelasi antara P-terekstrak dengan respons tanaman Metode Ekstraksi Koefisien Korelasi Persen Hasil Tanaman Serapan P- Tanaman Truog Olsen Mehlich * HCl 25% * Bray Bray Colwell *: berkorelasi nyata pada α 0.05 Metode ekstraksi Mehlich atau sering disebut dengan dilute double acid memiliki kandungan ion H + dan SO 4 2- yang merupakan ion penting dalam pembentukan P-terekstraksi. Ion-ion penting yang berperan dalam pembentukan P-terekstraksi akan bereaksi dengan bentuk-bentuk fosfor yang tidak tersedia (Ca- P, Fe-P, dan Al-P) membentuk fosfor yang tersedia H 2 PO - 4. Menurut Sanchez (1992), sebagian besar pengekstrak yang bersifat asam, efektif untuk mengekstraksi Ca-P maupun Al-P.

23 V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Pemberian pupuk P tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot kering tanaman. Diantara beberapa metode ekstraksi yang diuji hanya metode ekstraksi Mehlich dan HCl 25% yang berkorelasi nyata dengan serapan P-tanaman, sedangkan tidak terdapat metode ekstraksi yang berkorelasi nyata dengan persen hasil. Berdasarkan besarnya koefisien korelasi metode ekstraksi terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu adalah Mehlich.

24 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J. Sri Kimia Tanaman. Penataran PPS Bidang Ilmu Tanah dan Pemupukan. Departemen Pertanian. Badan Pengendali Bimas dan Lembaga Penelitian Tanah. Bogor Al-Jabri, M., I M. Widjik, A. Hamid, Soeharto, dan M. Soepartini Pemilihan Metode Uji P Tanah-tanah Masam dari Lampung dan Sitiung untuk Padi Gogo. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: Agus, F., A. Abdurachman, S. Hardjowigeno, A. M. Fagi, dan W. Hartatik Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian Al-Jabri, M Perkembangan Uji Tanah dan Strategi Program Uji Tanah Masa Depan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Tanah 26 : Anonim Pengaruh Unsur Hara Essensial Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Diakses 24 Juni 2010, 22:28 Balai Penelitian Tanah Buku Penuntun Analisis Kimia Tanah, Tanaman, dan Pupuk. Bogor Basyir, P., Suyamto, dan Supriyadin Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang Fixen, P. E., and J. H. Grove Testing Soils for Phosphorus. Soil Testing and Plant Analysis. 3 rd Edition. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA Fox, R. L., and E. J. Kamprath Phosphate Sorption Isotherms for Evaluating The Phosphate Requirement of Soils. Soil Sci. Amer. Proc. 34 : 902. Department Agronomy and Soil Science, University Hawaii, Honolulu, HI and Department Soil Science, North Carolina State University, Raleigh, NC Harahap, R., M.H. Siagian, dan U. Hapid Uji Adaptasi Tujuh Varietas Padi Gogo di Pulau Singkep. Laporan Teknik Bidang Botani. Pusat Penelitian Biologi LIPI, hlm : Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Cetakan ke- 5. Akademika Presindo. Jakarta Irawan, B., dan K. Purbayanti Karakterisasi dan Kekerabatan kultivar Padi Lokal di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten

25 Sumedang. Makalah Seminar Nasional PTTI. Universitas Padjajaran. Bandung Leiwakabessy, F. M Kesuburan Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Lingga, P., dan Marsono Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta Nursyamsi, D., dan Suprihati Sifat-Sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan Kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), dan Kedelai (Glycine max). Buletin Agronomi. Institut Pertanian Bogor dan Perhimpunan Agronomi Indonesia 33 (3) : Nursyamsi, D., M.T. Sutriadi, dan U. Kurnia Metode Ekstraksi dan Kebutuhan Pupuk P Tanaman Kedelai pada Typic Kandiudox di Papanrejo, Lampung. Jurnal Tanah dan Iklim. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat 22 : Rachim, D. A Dasar-dasar Genesis Tanah. Departemen Kehutanan dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Resman, S. A. Siradz, dan B. H. Sunarminto Kajian Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Inceptisol pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi Kabupaten Sleman. Dalam Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 : Rioardi Unsur Hara dalam Tanah (Makro dan Mikro). rioardi.wordpress.com. Diakses 25 Juni 2010, 11:52 Sabiham, S., Djokosudardjo, dan G. Soepardi Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Sanchez, P. A Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan J.T. Jayadinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung Sanchez, P. A Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan J.T. Jayadinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung Santoso, D. dan M. Al-Jabri Percobaan Pemupukan N, P, dan K untuk Tanaman Jagung di Lampung. Laporan Bagian Kesuburan. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor Sarief, S Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Cetakan Kedua. Pustaka Buana. Bandung Setyorini, D Analisis Data Studi Korelasi Hara P dan K untuk Tanaman Padi Sawah dan Jagung. Kumpulan Materi Praktek Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor

26 Siradz, S. A Taksonomi Tanah. Pedoman dalam Perencanaan Pelaksanaan dan Interpretasi Survei Tanah. Bagian I. Morfologi dan Kunci Determinasi Tanah. Yogyakarta Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor Sofyan, A., Nurjaya, dan A. Kasno Status Hara Tanah Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor Southern Cooperative Series, Methods of Phosporus Analysis for Soils, Sediments, Residuals, and Waters. Department of Agronomy. Kansas State University, Manhattan Suhartatik, E., A. K. Makarim, dan T. Rustiati Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Sawah di Tanah Ultisol Sukamandi pada Dua Musim Tanam. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Departemen Pertanian Toha, H. M., dan A. A. Daradjat Keragaan Varietas Unggul dan Galur Harapan Padi pada Budidaya Padi Gogo dan Padi Sawah. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Departemen Pertanian Truog, E The Determination of Readily Available Phosphorus of Soils. J. Am. Soc. Agron. 22 : Widayati, R. D Pemilihan Metode Ekstraksi Phosphorus Inceptisol dan Ultisol untuk Tanaman Kedelai. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor Widjaja-Adhi, I P.G. dan I M. Widjik Pemilihan dan Kalibrasi Uji Tanah Hara P untuk Tanaman Kentang pada Tanah Hydric Dystrandepts. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: Widodo Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Gogo CV. IR-64 pada Pemberian Batu Fosfat dan Kedalaman Air Irigasi di Tanah Gambut. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6 (1) : 43-49

27 LAMPIRAN

28 Lampiran 1. Cara kerja berbagai metode ekstraksi P tanah 1. Metode HCl 25% (Balai Penelitian Tanah, 2005) Caranya adalah timbang 2 g contoh tanah ukuran < 2 mm, masukkan ke dalam botol kocol kemudian ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok selama 5 jam. Masukkan ke dalam tabung reaksi, biarkan semalam. Pipet 0.5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 9.5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) lalu dikocok. Pipet 1 ml ekstrak contoh encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 10 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Biarkan selama 30 menit lalu ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 2. Metode Olsen (Balai Penelitian Tanah, 2005) Langkah kerja metode Olsen adalah, pertama-tama timbang contoh tanah halus < 2 mm sebanyak 1 g, masukkan ke dalam botol kocok, tambahkan 20 ml pengekstrak Olsen (0.5 M NaHCO 3, ph 8.5) kemudian kocok selama 30 menit. Saring dan apabila larutan masih keruh larutan disaring kembali ke atas saringan yang sama. Setelah jernih, pipet 1 ml ekstrak ke dalam tabung reaksi dan bersama deret standar tambahkan 5 ml pereaksi pewarna P. Kocok homogen dan diamkan selama 30 menit. Ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 3. Metode Bray 1 dan Bray 2 (Fixen dan Grove, 1990) Cara kerja dari metode ini adalah timbang 2.5 g contoh tanah yang berukuran < 2 mm, kemudian tambahkan pengekstrak Bray dan Kurtz 1 maupun Bray dan Kurtz 2 sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Saring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 1 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 5 ml, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian ukur absorbansinya dengan spektrofotometer 693 nm. 4. Metode Truog (Truog, 1930) Cara kerja dari Metode Truog adalah timbang 0.5 g contoh tanah halus. Tambahkan 50 ml pengekstrak (4 ml H 2 SO 4 5N + 3 g (NH 4 ) 2 SO 4 100%). Kocok selama 30 menit. Pipet ekstrak sebanyak 1 ml dan tambahkan 0.5 ml pereaksi P

29 (0.53 g askorbin + P pekat 50 ml). Diamkan selama 30 menit. Ukur P dalam larutan dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 5. Metode Mehlich (Southern Cooperative Series, 2000) Timbang 5 g contoh tanah halus kemudian tambahkan 25 ml ekstrak (6.25 ml HCl 25% + 5 ml H 2 SO 4 5N). Kocok selama 5 menit. Pipet ekstrak sebanyak 1 ml dan tambahkan pereaksi pewarna P (0.53 g askorbin + P pekat 50 ml). Ukur P dalam larutan dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 6. Metode Colwell (Balai Penelitian Tanah, 2005) Pada metode ini contoh tanah yang ditimbang adalah 0.5 g. Kemudian tambahkan 50 ml pengekstrak, setelah itu dikocok dengan pengocok bolak-balik, kecepatan 180 rpm selama dua jam. Kemudian saring. Pipet ekstrak sebanyak 1 ml. Tambahkan dengan pereaksi pewarna P, kocok. Diamkan selama 30 menit, kocok lagi, kemudian ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm.

30 Tabel Lampiran 1. Perlakuan pemberian pupuk tahap dua Kode Status Takaran P Perlakuan P buatan kg P/ha ppm P mg P/pot SR-P0 sangat rendah SR-P1 sangat rendah SR-P2 sangat rendah SR-P3 sangat rendah SR-P4 sangat rendah R-P0 rendah R-P1 rendah R-P2 rendah R-P3 rendah R-P4 rendah S-P0 sedang S-P1 sedang S-P2 sedang S-P3 sedang S-P4 sedang T-P0 tinggi T-P1 tinggi T-P2 tinggi T-P3 tinggi T-P4 tinggi ST-P0 sangat tinggi ST-P1 sangat tinggi ST-P2 sangat tinggi ST-P3 sangat tinggi ST-P4 sangat tinggi Pupuk dasar : 300 kg urea/ha, 150 kg KCl/ha, dan pupuk kandang (kotoran ayam) 5 ton/ha

31 Tabel Lampiran 2. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan 2 MST Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Rata- Jumlah anakan Rata- I II III rata I II III rata SR - P SR - P SR - P SR - P SR - P R - P R - P R - P R - P R - P S - P S - P S - P S - P S - P T - P T - P T - P T - P T - P ST - P ST - P ST - P ST - P ST - P SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi

32 Tabel Lampiran 3. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan 4 MST Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Rata- Jumlah anakan Rata- I II III rata I II III rata SR - P SR - P SR - P SR - P SR - P R - P R - P R - P R - P R - P S - P S - P S - P S - P S - P T - P T - P T - P T - P T - P ST - P ST - P ST - P ST - P ST - P SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi

33 Tabel Lampiran 4. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan 6 MST Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Rata- Jumlah anakan Rata- I II III rata I II III rata SR - P SR - P SR - P SR - P SR - P R - P R - P R - P R -- P R - P S - P S - P S - P S - P S - P T - P T - P T - P T - P T - P ST - P ST - P ST - P ST - P ST - P SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi

34 Tabel Lampiran 5. Penetapan bobot basah dan bobot kering tanaman Perlakuan Bobot Basah (g) Rata- Bobot Kering (g) Rata- I II III rata I II III rata SR - P SR - P SR - P SR - P SR - P R - P R - P R - P R - P R - P S - P S - P S - P S - P S - P T - P T - P T - P T - P T - P ST - P ST - P ST - P ST - P ST - P SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi

35 Tabel Lampiran 6. Penetapan kadar dan serapan P-tanaman Perlakuan Kadar P-tanaman (g/100g) Rata - Serapan P-tanaman (g/pot) Rata - I II III rata I II III rata SR - P SR - P SR - P SR - P SR - P R - P R - P R - P R - P R - P S - P S - P S - P S - P S - P T - P T - P T - P T - P T - P ST - P ST - P ST - P ST - P ST - P SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi

36 Tabel Lampiran 7. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 2 MST Tabel Lampiran 8. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 4 MST Tabel Lampiran 9. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 6 MST

37 Tabel Lampiran 10. Analisis sidik ragam jumlah anakan 2 MST Tabel Lampiran 11. Analisis sidik ragam jumlah anakan 4 MST Tabel Lampiran 12. Analisis sidik ragam jumlah anakan 6 MST

38 Tabel Lampiran 13. Analisis sidik ragam bobot kering tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan April 2014 sampai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut data Puslitbangtanak (2000) Di Sumatera Utara luasan lahan kering masam mencapai 4,1 juta ha

Lebih terperinci

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida 53 Lampiran 2. Aplikasi Dosis Herbisida Selama 1 Musim Tanam No Blok Kebun Petak Luas (Ha) Aplikasi 1 (Liter) Aplikasi 2 (Liter) Ametryn 2,4-D

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH AGRIC Vol.25, No. 1, Desember 13: 58-63 PENGARUH PUPUK ORGANIK BERKADAR BESI TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH EFFECT OF ORGANIC FERTILIZER WITH HIGH IRON CONTENT ON THE GROWTH AND PRODUCTION

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (22):

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (22): Aplikasi Pupuk SP-36 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfor pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of SP-36 and Cow Manure on the Availability of Phosporus and Phosphorus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober 2011 (Gambar Lampiran 1). Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Bentuk P di dalam tanah terdiri dari bentuk organik dan anorganik. Bentuk P organik ditemukan

Lebih terperinci

KAJIAN P-TERSEDIA PADA TANAH SAWAH SULFAT MASAM POTENSIAL. Study on P-Available at The Paddy Soil Potential of Acid Sulfate

KAJIAN P-TERSEDIA PADA TANAH SAWAH SULFAT MASAM POTENSIAL. Study on P-Available at The Paddy Soil Potential of Acid Sulfate KAJIAN P-TERSEDIA PADA TANAH SAWAH SULFAT MASAM POTENSIAL Study on P-Available at The Paddy Soil Potential of Acid Sulfate Achmad Hambali Nasution *, Fauzi, Lahuddin Musa Program Studi Agroekoteknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Deskripsi varietas Grobogan Nama Varietas : Grobogan SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008 Tahun : 2008 Tetua : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan Rataan Hasil : 3,40 ton/ha Potensi Hasil : 2,77

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Serbuk Simplisia CAF dan RSR Sampel bionutrien yang digunakan adalah simplisia CAF dan RSR. Sampel terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor seperti debu dan tanah.

Lebih terperinci

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI A. Kasno dan Nurjaya ABSTRAK Padi merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis dalam keamanan pangan nasional. Swasembada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU

Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU U P7 P3 P5 P4 P0 P2 P8 P5 P3 P5 P8 P4 P1 P6 P8 P3 P7 P6 P6 P1 P7 P0 P2 P1 P2 P4 P0 U1 U2 U3 Lampiran 2. Prosedur Metode Bray II Prinsip : P tersedia tanah

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci