FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA"

Transkripsi

1 PENGARUH IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR INSTANSI PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun Oleh : Nama : NPM : Venni Avionita 0109U035 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA Terakreditasi (Accredited) SK. Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor: 014/BAN-PT/AK-XII/S1/VI/2009 Tanggal 12 Juni 2009 BANDUNG 2013

2 PENGARUH IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR INSTANSI PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun oleh : Nama NPM : Venni Avionita : 0109U035 Menyetujui, Dosen Pembimbing (Dini Arwaty, S.E., M.Si., Ak) NIP: Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program Studi Akuntansi S1 (Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak) (Erly Sherlita, S.E., M.Si., Ak) NIP: NIP:

3 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Venni Avionita NRP : 0109U035 Tempat / Tanggal Lahir : Ujung Pandang / 24 Maret 1992 Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung). Merupakan hasil pekerjaan saya sendiri. Bila terbukti tidak demikian, saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan. Bandung, Februari 2013 Venni Avionita

4 ABSTRAK Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah Adanya reformasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan langkah konkrit dalam merespon tuntutan reformasi yaitu dalam penerapan anggaran berbasis kinerja dan membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang digunakan dengan cara yang efektif dan efisien. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dapat dibilang sangat tergantung oleh disiplin para anggotanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kota Bandung yang sedang mengalami perkembangan yang pesat dalam pembangunannya. Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti yaitu dengan menyebarkan kuesioner dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan juga sumber lain yang berhubungan dengan topik yang dibahas. Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh nilai t hitung sebesar 8,875 dengan t tabel sebesar 1,71387 dan menunjukkan bahwa Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah. Selain itu, diperoleh korelasi antara implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah adalah sebesar R = 0,880, yang termasuk dalam kategori hubungan sangat kuat. Dapat pula diketahui besarnya pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah yaitu sebesar 77,4%.

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung). Penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Universitas Widyatama. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis, untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan penulis. Selama menyusun skripsi dan selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan bimbingan, dukungan, doa, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang, berkah, rahmat, dan karunia-nya yang begitu besar kepada penulis 2. Ayahku Ir. Jajang Sumantri dan mamahku tercinta Dra. Ida Farida Rostiana yang selalu berdoa dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis.

6 3. Ibu Dini Arwaty S.E., M.Si., Ak selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan petunjuk, pengetahuan, bimbingan, dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Prof. Dr. Hj. Koesbandijah Abdoel kadir, M.S., Ak., selaku Ketua Badan Pengurus Yayasan Widyatama. 5. Bapak Dr. H. Mame S. Soetoko, Ir., DEA., selaku Rektor Universitas Widyatama. 6. Bapak Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 7. Bapak H. Nuryaman, S.E., M.Si., selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 8. Ibu Erly Sherlita S.E., M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi S1. 9. Ibu Intan Oviantari, S.E., M.Ak., Ak selaku Sekertaris Program Studi Akuntansi S Bapak Bachtiar Asikin, S.E., M.M., Ak., selaku Dosen Wali penulis. 11. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama yang telah memberikan bekal pendidikan dan ilmu yang sangat berharga. 12. Bapak dan Ibu pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung khususnya Drs. Amru Hizar, M.T., atas waktu dan kesempatan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian 13. Kakakku Rani Apriani, S.E., S.H., M.H., yang telah banyak membantu. 14. Keluarga Besar H. MA Sunarya dan Keluarga Besar H. Ucu Halimah yang yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

7 15. Teman-temanku Ken, Natasya, Meidina, Rika, Sinta, Rikza, Devi dan seluruh teman angkatan 2009 terima kasih semuanya. 16. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-nya untuk membalas kebaikan dari semua pihak yang terlibat, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bandung, Januari 2013 Penulis

8 DAFTAR ISI ABSTRAK. i KATA PENGANTAR. ii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. v. ix. xi DAFTAR LAMPIRAN. xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Identifikasi Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konstruk, Variabel Penelitian Pengertian Anggaran Sektor Publik Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja Karakteristik Anggaran Berbasis Kinerja Keunggulan Anggaran Berbasis Kinerja Siklus Anggaran Berbasis Kinerja Pengertian Kinerja Program Peningkatan

9 Disiplin Aparatur Pengukuran Kinerja Tahapan dalam Pengukuran Kinerja Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Gambaran Umum Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Visi dan Misi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Tujuan dan Sasaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Tugas dan Fungsi Pokok Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Populasi dan Sampel Penelitian Metode Penelitian Tekhnik Pengumpulan Data Operasional Variabel Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisis Data. 48

10 3.4.2 Pengujian Kualitas Data Metode Analisis Data Metode Successive Interval (MSI) Analisis Regresi Linier Sederhana Pengujian Asumsi Klasik pada Regresi Linier Uji Asumsi Normalitas Uji Asumsi Heteroskedastisitas Pengujian Koefisien Regresi Linier Sederhana Uji Model Regresi (Uji F) Uji Koefisien Regresi (Uji t) Koefisien Korelasi Koefisien determinasi 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah Analisis Validitas Alat Ukur Analisis Reabilitas Alat Ukur Perhitungan Methode of Successive Interval (MSI) Model Regresi Sederhana Pengujian Asumsi Regresi Linier Klasis pada Regresi Sederhana. 77

11 4.1.8 Pengujian Model dan Koefisien Regresi Sederhana Pembahasan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah. 88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran 92 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian 48 Tabel 3.2 Penggunaan Skala Pengukuran dalam Kuesioner 49 Tabel 3.3 Tingkat Realibilitas 55 Tabel 3.4 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi 61 Tabel 4.1 Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Persiapan 63 Tabel 4.2 Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Ratifikasi 64 Tabel 4.3 Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Implementasi 65 Tabel 4.4 Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Pelaporan dan Evaluas.. 65 Tabel 4.5 Akumulasi Pernyataan Responden terhadap Pertanyaan mengenai Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja 66 Tabel 4.6 Hasil Kuesioner Mengenai Efisiensi 67 Tabel 4.7 Hasil Kuesioner Mengenai Efektifitas 68 Tabel 4.8 Hasil Kuesioner Mengenai Pertumbuhan Pegawai 68 Tabel 4.9 Akumulasi Pernyataan Responden terhadap Pertanyaan mengenai Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas pada Variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja 70 Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas pada Variabel Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur 71

13 Tabel 4.12 Hasil Uji Reabilitas pada Variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja dan Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur.. 72 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan MSI 75 Tabel 4.14 Hasil SPSS Koefisien Regresi Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur.. 76 Tabel 4.15 Hasil SPSS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Tabel 4.16 ANOVA Tabel 4.17 Hasil SPSS Nilai Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi.. 81

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Histogram. 78 Gambar 4.2 Normal Probability Plot. 78 Gambar 4.3 Scatterplot 79

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Lampiran 2. Surat Survey Lampiran 3. Kuesioner Lampiran 4. Kinerja BAPPEDA Kota Bandung Tahun 2011 Lampiran 5. Pembiayaan dalam Pencapaian Sasaran Tahun 2011 Lampiran 6. Data Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Berskala Ordinal Lampiran 7. Data Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur (Y) Berskala Ordinal Lampiran 8. Hasil Perhitungan Akumulasi Jawaban Data Indikator Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Lampiran 9. Hasil Perhitungan Akumulasi Jawaban Data Indikator Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur (Y) Lampiran 10. Hasil Perhitungan Proses Transformasi Data Dari Skala Ordinal Menjadi Skala Interval Pada Data Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Melalui Metode Successive Interval. Lampiran 11. Hasil Perhitungan Proses Transformasi Data Dari Skala Ordinal Menjadi Skala Interval Pada Data Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur (Y) Melalui Metode Successive Interval. Lampiran 12. Data Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Berskala Interval. Lampiran 13. Data Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur (Y) Berskala Interval. Lampiran 14. Kartu Bimbingan Lampiran 15. Daftar Riwayat Hidup

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah karena terkesan menghilangkan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bergesernya pemahaman antar tingkatan pemerintahan, tingginya kekuasaan legislatif daerah, dan merebaknya korupsi di daerah. Maka dari itu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dengan tekanan pada peningkatan pengawasan terhadap jalannya otonomi daerah. Undang-undang tersebut merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan desentralisasi menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Desentralisasi melahirkan otonomi daerah yang bertujuan untuk memaksimalkan pelayanan dan lebih mendekatkan fungsi pemerintahan kepada masyarakat dan diharapkan mampu meningkatkan percepatan pembangunan dalam usaha pencapaian tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur.

17 Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004, membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efektif dan efisien. Pemerintah daerah perlu melakukan pengelolaan dana publik yang didasarkan pada konsep dasar performance budgeting system (anggaran kinerja). Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik. Anggaran digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan instansi pemerintah yang menunjukkan bagaimana tahap perencanaan dilaksanakan. Anggaran menggambarkan standar efektivitas dan efisiensi karena memuat suatu set keluaran yang diinginkan. Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services merupakan bagian dari good governance. Terselenggaranya suatu pemerintah daerah yang baik sebagai upaya good governance ditunjukkan dengan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas suatu instansi pemerintah yang merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan masalah instansi yang bersangkutan. Penerapan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sangat diperlukan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil. Pembangunan akan kebutuhan masyarakat akan menjadikan landasan berpikir bagaimana mengoperasikan

18 otonomi sehingga betul-betul mencapai sasaran yaitu meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakat. Sebagai perwujudan dari pelaksanaan otonomi daerah, salah satunya melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung yang merupakan salah satu badan yang telah menerapkan anggaran berbasis kinerja. Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metode penganggaran yang digunakan adalah metoda tradisional atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil. Anggaran kinerja mencerminkan beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan permintaan dana. Kedua, biaya dari program-program yang diusulkan dalam mencapai tujuan ini. Dan yang ketiga, data kuantitatif yang dapat mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiap-tiap program. Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu

19 disusun dan didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dengan penggunaan biaya yang efisien dan efektif. Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Adapun penelitian terdahulu yang penulis jadikan sebagai bahan rujukan adalah: 1. Tinjauan Penganggaran Berbasis Kinerja Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Pemerintahan Indonesia oleh Afiah (2010). Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan membangun suatu sistem anggaran berbasis kinerja yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. 2. Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Pengendalian oleh Asmoko (2006). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penganggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian yang meliputi efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja pada pemerintah daerah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penganggaran berbasis kinerja

20 berpengaruh positif secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja. Berhubungan dengan penelitian sebelumnya yaitu mengenai anggaran berbasis kinerja, penulis ingin meneliti lebih dalam mengenai implementasi dari anggaran berbasis kinerja yang mempengaruhi kinerja instansi pemerintah daerah. Kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Dicantumkan pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAPPEDA Kota Bandung Tahun 2011, dari hasil pengukuran kinerja yang dilakukan, pencapaian sasaran BAPPEDA secara umum sudah mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan data pengukuran kinerja BAPPEDA Kota Bandung Tahun 2011 terlihat prosentase pencapaian misi BAPPEDA, yaitu meningkatkan kompetensi aparatur perencanaan pembangunan daerah Kota Bandung yang professional 100%, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perencanaan pembangunan 100%, memantapkan sistem pengelolaan perencanaan pembangunan daerah yang terintegrasi dan transparan 100%, meningkatkan sinergitas penyelenggaraan perencanaan antar pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat 100%, dan meningkatkan kerjasama perencanaan pembangunan dan investasi dengan dunia usaha dalam dan luar negeri 100%. Prosentase pencapaian misi berdasarkan pengukuran kinerja BAPPEDA menunjukkan hasil yang sangat memuaskan yaitu mencapai 100%.

21 Selain itu, berdasarkan analisis terhadap rincian kinerja yang dihubungkan dengan pembiayaan terhadap pencapaian sasaran kinerja BAPPEDA yang tercantum dalam LAKIP, terdapat berbagai program dengan tingkat pencapaiannya, yaitu program peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan pembangunan daerah 79,98%, program pelayanan administrasi 98,18%, program peningkatan disiplin aparatur 99%, program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan 100%, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur 80,44%, program perencanaan tata ruang 81,33%, program pengembangan data informasi 87,51%, program perencanaan pengembangan kota menengah dan besar 75,26%, program perencanaan pengembangan wilayah 85,55%, program perencanaan pembangunan daerah 86,65%, program perencanaan pembangunan ekonomi 99,19%, program perencanaan sosial budaya sumber daya pemerintahan 74,49%, program pengendalian pencemaran dan perusakan 94,44%, program perencanaan pembangunan bidang fisik dan tata ruang 76,26%, program optimalisasi pemanfaatan tekhnologi informasi 94%, program peneltian dan pengembangan daerah 90,85%, program kerjasama pembangunan 80.17%, program peningkatan iklim dan realisasi investasi 97,90%, program peningkatan promosi dan kerjasama investasi 97,98%. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan dapat dibilang sangat tergantung oleh disiplin para anggotanya. Salah satu program yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung yaitu program peningkatan disiplin aparatur. Program peningkatan disiplin aparatur merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan disiplin aparatur.

22 Pencapaian sasaran program peningkatan disiplin aparatur BAPPEDA yaitu mencapai 99%. Kedisiplinan aparatur akan sangat berpengaruh pada baik atau buruknya kegiatan yang sedang dijalankan agar sesuai dengan harapan. Adapun yang menjadi alasan diambilnya instansi pemerintah ini sebagai objek penelitian karena penulis ingin mengetahui dan memahami sejauh mana pelaksanaan anggaran berbasis kinerja di BAPPEDA pada Kota Bandung yang sedang mengalami perkembangan dalam pembangunannya dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparaturnya. Apakah telah sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan sehingga dapat beroperasi secara efisien dan efektif. Atas dasar uraian latar belakang penelitian penulis berminat untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Studi kasus pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka identifikasi masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah

23 1) Bagaimana implementasi anggaran berbasis kinerja di instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. 2) Bagaimana kinerja program peningkatan disiplin aparatur di instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. 3) Bagaimana pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penganggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur di instansi pemerintah daerah. Sedangkan tujuan dari diadakannya penelitian antara lain adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui implementasi anggaran berbasis kinerja di instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. 2) Mengetahui kinerja program peningkatan disiplin aparatur di instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung.

24 3) Mengetahui pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam masalah ini, yaitu: a) Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pemahanan penulis dalam ilmu akuntansi khususnya penganggaran berbasis kinerja. b) Bagi instansi pemerintah daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan kualitas kinerja instansi pemerintah daerah. c) Bagi pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan dan dapat menjadi bahan referensi, khususnya untuk mengkaji topik-topik yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

25 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada instansi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung yang berlokasi di Jl. Taman Sari nomor 76 Bandung. Waktu penelitian dimulai dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian Pengertian Anggaran Sektor Publik Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu. Definisi anggaran menurut The National Committee on Govermental Accounting (NCGA) yang saat ini telah menjadi Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam Halim (2004:14) yaitu: A budget is plan of financial operation embodying an estimated of proposed expenditures for a given period of time and the proposed means of financing them. Jadi anggaran adalah rencana kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk financial, meliputi usulan pengeluaran yang diperkirakan untuk suatu periode waktu serta usulan cara-cara memenuhi pengeluaran tersebut. Sedangkan menurut Purnomo (2009:7) anggaran publik adalah sebagai berikut: Anggaran Publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, biaya, dan aktivitas. Selain itu, menurut Mardiasmo (2009:12) anggaran sektor publik adalah sebagai berikut:

27 Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran menjadi penghubung antara sumber daya keuangan dengan perilaku manusia dalam rangka pencapaian tujuan. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, penganggaran daerah di Indonesia disusun dengan pendekatan Kinerja. Pendekatan Kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional, khususnya kekurangan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Menurut Direktorat Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah mendefinisikan anggaran berbasis kinerja sebagai berikut: Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Menurut Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pengertian anggaran berbasis kinerja adalah:

28 (1) Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan; (2) Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan; (3) Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran; dan (4) Anggaran kinerja merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Sedangkan menurut Darise (2008:146), penganggaran berbasis kinerja dapat didefinisikan sebagaii berikut: Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggararan yang dilakukan dengan memmperhatikan keterkaitan antara keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dari hasil tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikkan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Dengan anggaran kinerja akan terlihat juga hubungan yang jelas antara input, output, dan outcome yang akan mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik.

29 Anggaran berbasis kinerja sebagai suatu organisasi dalam memperoleh hasil yang maksimal, dimana seluruh aktivitas yang akan dilakukan harus selalu dalam kerangka tujuan yang ditetapkan serta dalam jangka panjang dapat mewujudkan strategi yang dimiliki. Oleh karena itu, suatu anggaran yang akan didisain dan disusun harus mampu menjadi panduan yang baik bagi pelaksanaan aktivitas yang akan dilakukan oleh organisasi sesuai dengan tujuan dan strategi yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja harus melalui beberapa tahap penyusunan seperti yang dikemukakan oleh Nordiawan (2006: 79-83) berikut ini: 1. Penetapan Strategi Organisasi (Visi dan Misi) 2. Pembuatan Tujuan 3. Penetapan Aktivitas 4. Evaluasi dan Pengambilan Keputusan. Adapun penjelasan mengenai beberapa tahap penyusunan anggaran berbasis kinerja yang telah dikutip diatas adalah sebagai berikut : 1. Penetapan Strategi Organisasi (Visi dan Misi) Visi dan misi adalah sebuah cara pandang yang jauh ke depan yang memberi gambaran tentang suatu kondisi yang harus dicapai oleh suatu organisasi. Dari sudut pandang lain visi dan misi organisasi dapat : a. Mencerminkan apa yang ingin dicapai b. Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas c. Menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis d. Memiliki orientasi masa depan e. Memerlukan seluruh unsur organisasi

30 f. Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi. 2. Pembuatan Tujuan Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam kurun waktu satu tahun atau disebut juga dengan tujuan operasional. Tujuan operasional merupakan turunan dari visi dan misi organisasi, oleh karena itu tujuan operasional harus menjadi dasar untuk alokasi sumber daya yang dimiliki, mengelola aktivitas harian, serta pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment). Sebuah tujuan operasional yang baik harus mempunyai karakteristik berikut ini : a. Mempersetansikan hasil bukan keluaran. b. Dapat diukur, untuk mengetahui hasil akhir yang diharapkan telah dicapai. c. Dapat diukur dalam jagka pendek agar dapat dilakukan tindakan koreksi. d. Tepat, artinya tujuan tersebut memberikan peluang kecil untuk menimbulkan interprestasi individu. 3. Penetapan Aktivitas Aktivitas dipilih berdasarkan strategi organisasi dan tujuan operasional yang telah ditetapkan. Organisasi kemudian membuat sebuah unit atau peket keputusan yang berisi beberapa alternatif keputusan atas setiap aktivitas. Alternatif keputusan tersebut menjadi identitas dan penjelasan bagi aktivitas yang bersangkutan. Secara umum alternatif keputusan berisi komponen sebagai berikut :

31 a. Tujuan aktivitas, dinyatakan dalam suatu cara yang membuat tujuan yang diharapkan menjadi jelas. b. Alternatif aktivitas atau alat untuk mencapai tujuan yang sama dan alasan mengapa alternatif-alternatif tersebut ditolak. c. Konsekuensi dari tidak dilakukannya aktivitas tersebut. d. Input, kuantitas atau unit pelayanan yang disediakan (output) dan hasil (outcome) pada beberapa tingkat pendanaan. 4. Evaluasi dan Pengambilan Keputusan Setelah pengajuan anggaran disiapkan langkah selanjutnya (penelaahan dan dan penentuan peringkat). Proses ini dapat dilakukan dengan standar baku yang ditetapkan oleh organisasi ataupun dengan memberikan kriteria dalam menentukan peringkat. Tekhnisnya, alternatif keputusan dari setiap aktivitas program yang direncanakan digabungkan dalam satu tabel dan diurutkan berdasarkan priorotasnya Karakteristik Anggaran Berbasis Kinerja Karakteristik anggaran berbasis kinerja menurut Nordiawan (2006:58) adalah sebagai berikut : 1. Mengklasifikasikan akun-akun dalam anggaran berdasarkan fungsi dan aktivitas dan juga berdasarkan unit organisasi dan rincian belanja. 2. Menyelidiki dan mengkur aktifitas guna mendapatkan efisiensi maksimum dan untuk mendapatkan standar biaya. 3. Mendasarkan anggaran untuk periode yang akan datang pada biaya perunit standar dikalikan dengan jumlah unit aktivitas yang diperkirakan harus dilakukan pada periode tertentu.

32 Anggaran berbasis kinerja melakukan pengklasifikasian akun-akun dalam setiap anggaran berdasarkan fungsi dan aktivitasnya, mengukur seluruh aktivitasnya dengan menggunakan standar biaya untuk memperoleh efisiensi yang maksimal yang anggaran yang disusun berdasarkan pada perkiraan biaya perunit standar dikalikan dengan jumlah unit aktivitas yang akan dilakukan dalam periode tersebut Kelebihan Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja merupakan bagian dari New Public Management yang merupakan penyempurnaan dari anggaran tradisional, dimana anggaran dengan pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kekurangan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran publik. Meskipun demikian, anggaran kinerja di susun sebagai dasar penyempurnaan anggaran tradicional. Menurut Nordiawan (2007) dijelaskan bahwa kelebihan dari anggaran berbasis kinerja adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan dari penggunaan anggaran berbasis kinerja adalah: a. Anggaran disusun berdasarkan aktivitas yang di dukung oleh estimasi biaya dan pencapaian yang di ukur secara kuantitatif. b. Penekanannya pada kebutuhan untuk mengukur output dan input. c. Anggaran kinerja memasyarakatkan adanya data-data kinerja memungkinkan legislatif untuk menambah atau mengurangi dari jumlah yang diminta dalam fungsi dan aktivitas tertentu. d. Menyediakan pada eksekutip pengendalian yang lebih terhadap bawahannya. e. Anggaran kinerja menekankan aktivitas yang memakai anggaran daripada berapa jumlah anggaran yang terpakai.

33 2.1.5 Siklus Anggaran berbasis Kinerja Penyusunan anggaran berbasis kinerja harus melalui beberapa tahap penyusunan seperti yang dikemukakan oleh Nordiawan (2006: 79-83) berikut ini: 1. Penetapan Strategi Organisasi (Visi dan Misi) 2. Pembuatan Tujuan 3. Penetapan Aktivitas 4. Evaluasi dan Pengambilan Keputusan. Selain itu, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa siklus anggaran meliputi empat tahap yang diungkapkan menurut Mardiasmo (2009:70) yang terdiri atas: 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Ratifikasi 3. Tahap Implementasi 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Adapun penjelasan mengenai siklus anggaran yang telah diutip diatas adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Yang didasari oleh visi, misi, dan tujuan organisasi. Terkait dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan terlebih dahulu. 2. Tahap Ratifikasi Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit. Pimpinan eksekutif dituntut memiliki integritas serta kesiapan

34 mental yang tinggi. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif. 3. Tahap Implementasi Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggungjawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah. Semua kegiatan penyusunan rencana anggaran menjadi tanggung jawab unit kerja, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk rencana anggaran satuan kerja (RASK). Berkaitan dengan pertanggungjawaban publik, APBD tersebut secara

35 etis harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan secara legal harus dipertanggungjawabkan kepada DPRD. Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada apa yang ingin dicapai. Jika fokus ke output, berarti pemikiran tentang tujuan keiatan harus tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolak ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah.

36 2.1.6 Pengertian Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, maka penyusunan APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai beradasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa kinerja adalah: Keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Sedangkan menurut Bastian (2001:329), pengertian dari kinerja adalah sebagai berikut: Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Selain itu, menurut TIM AKIP BPKP (2000:7) menjelaskan definisi kinerja sebagai berikut: Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu

37 organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Jadi secara umum dapat diartikan bahwa kinerja merupakan prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Kinerja dapat digunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektivitas operasional suatu organisasi berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian program menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: Program adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha (di ketatanegaraan, perekonomian, dsb) yang akan dijalankan. Suatu program akan terlaksana dengan baik jika didukung dengan tingkat kedisiplinan yang baik. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap peraturan-peraturan dalam melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Pengertian disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: Disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan tata tertib. Bagi aparatur instansi pemerintah, disiplin mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat. Disiplin aparatur merupakan kesanggupan aparatur untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

38 Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa kinerja program peningkatan disiplin aparatur merupakan prestasi atau hasil yang telah dicapai sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan mengenai ketaatan atau kepatuhan aparatur terhadap peraturan atau tata tetib yang berlaku. Program peningkatan disiplin aparatur bertujuan untuk peningkatan, pengembangan dan disiplin dalam menjalankan tugas aparatur dalam melaksanakan tugas. Selain itu, program tersebut mendorong dan memotivasi aparatur dalam rangka peningkatan kinerja. Sasaran dalam program ini adalah terwujudnya disiplin pegawai. Program peningkatan disiplin pegawai termasuk dalam program rutin. Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini berhubungan dengan absensi, pembinaan kedisiplinan aparatur, pelatihan pegawai. Selain itu, kegiatan dalam program peningkatan disiplin aparatur yaitu pengadaan pakaian dinas beserta perlengkapannya dan pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu dengan tujuan meningkatkan disiplin aparatur dalam berpakaian Pengukuran Kinerja Menurut Lembaga Administrasi Negara RI, pengukuran kinerja didefinisikan sebagai berikut: Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah.

39 Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Selanjutnya, dikatakan bahwa pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives) dengan elemen kunci sebagai berikut: (1) Perencanaan dan penetapan tujuan; (2) Pengembangan ukuran yang relevan; (3) Pelaporan formal atas hasil; (4) Penggunaan informasi. Menurut Mahmudi (2005:14), tujuan dilakukannya pengukuran kinerja organisasi sektor publik adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya 4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment 5. Memotivasi pegawai 6. Menciptakan akuntabilitas public Tahapan dalam Pengukuran Kinerja Dalam melakukan pengukuran kinerja harus dilakukan penetapan indikator kinerja, pengumpulan data kinerja, dan cara pengukuran kinerja. Menurut Bastian (2001:337) mendefinisikan indikator kinerja sebagai berikut: Indikator kinerja adalah pengukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan elemen indikator kinerja Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data informasi untuk menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan atau program. Dalam

40 pengukuran kinerja diperlukan juga penetapan capaian kinerja, yang dimaksud untuk mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatan atau program kebijakan yang telah ditetapkan. Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, terlebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja. Syarat-syarat yang berlaku untuk semua kelompok kinerja tersebut sebagai berikut: 1. Spesifik dan jelas, sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. 2. Dapat diukur secara objektif baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih mengukur indikator kinerja yang berkesimpulan sama. 3. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek objektif relevan. 4. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, serta dampak. 5. Efektif, dan atau informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, dioleh, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. Elemen kinerja menurut Bastian (2001:337) adalah sebagai berikut: 1. Masukan (input) 2. Proses (process) 3. Keluaran (output) 4. Hasil (outcome) 5. Manfaat (benefits) Adapun penjelasan dari elemen kinerja yang telah dikutip diatas adalah sebagai berikut:

41 1. Masukan (input) mengukur jumlah sumber daya seperti dana, SDM, peralatan, material, dan masukan lainnya yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. 2. Proses (process), organisasi merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi. 3. Keluaran (output) digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluarn, instansi dapat menganalisis apakah kegiatan terlaksanan sesuai dengan rencana. 4. Hasil (outcome) lebih utama dari pada sekedar output. Dengan outcome, organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. 5. Manfaat (benefits) menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan jangka panjang. Manfaat menunjukkan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat waktu dan lokasi). Indikator kinerja yang dikembangkan hendaknya memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan menurut Mahmudi (2005:97) antara lain: 1. Sederhana dan mudah dipahami 2. Dapat diukur 3. Dapat dikuantifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio, persentase dan angka

42 4. Dikaitkan dengan standar atau target kinerja 5. Berfokus pada customer service, kualitas, dan efisiensi 6. Dikaji secara teratur. Menurut Asmoko (2006), mengatakan bahwa pencapaian target anggaran memainkan peranan penting karena anggaran menggambarkan standar efektivitas dan efisiensi. Selain itu, Mardiasmo (2009:70) mengatakan lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran. Efektivitas dan efisiensi didukung oleh konsep value for money yang merupakan konsep dalam organisasi sektor public yang memiliki pengertian penghargaan terhadap nilai uang. Melihat pada konsep di atas, maka indikator kinerja yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja program dapat dilihat dari aspek-aspek: 1. Efektivitas Efektivitas berkaitan erat dengan tindakan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang mempengaruhi keberhasilan suatu kegiatan agar dapat tercapai sesuai dengan rencana. yaitu: Pengertian efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur dan membawa hasil dan merupakan keberhasilan suatu usaha atau tindakan. yaitu: Selain itu, pengetian efektivitas menurut Syahrul (2000:326)

43 Tingkat dimana kinerja sesungguhnnya (aktual) sebanding dengan kinerja yang ditargetkan. 2. Efisiensi Kegiatan dikatakan efisien apabila hasil kerjanya dapat dengan dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendahrendahnya. Pengetian efesiensi menurut Mulyamah (1987:3) yaitu: Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan. Untuk melakukan pengukuran ini perlu mengaitkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan rencana yang disusun dan dilakukan evaluasi yang merupakan suatu proses penilaian. Selain efektivitas dan efisiensi, pertumbuhan pegawai akan berpengaruh pada kinerja suatu program atau kegiatan seperti yang diungkapkan oleh Tampubolon (2007), yang mengatakan bahwa sumber daya manusia sebagai salah satu faktor yang memegang peranan penting berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan sehingga perlu diarahkan melalui manajemen sumber daya manusia. Oleh karena itu, pertumbuhan pegawai merupakan salah satu indikator dalam mencapai kinerja dan tujuan yang diharapkan. Kinerja dan prestasi kerja yang tinggi dari seorang karyawan dihasilkan tidak hanya dari kemampuan atau keterampilan, tetapi juga dipengaruhi oleh

44 motivasi dan kesempatan berprestasi. Kemampuan, motivasi, dan kesempatan berprestasi merupakan cara untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan memiliki kata dasar mampu yang artinya kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, oleh karena itu maka kemampuan sendiri memiliki arti kesanggupan. Jadi, kemampuan adalah kesanggupan seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan sering disamakan dengan bakat, William dan Micahel (Suryabrata, 2004:160) menjelaskan bahwa: Bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas yang tergantung sedikit banyak latihan. Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ ) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Sedangkan motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan pegawai terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Menurut Wexley & Yuki (As ad, 1987) menjelaskan bahwa motivasi merupakan pemberian dan penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Oleh karena itu, maka motivasi akan menimbulkan pengaruh dalam pencapaian tujuan organisasi.

45 Dan yang terakhir, kesempatan berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas secara berkualitas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Hasil kerja yang berkualitas akan mempengaruhi peningkatan karier setiap pegawai. Mangkunegara (2004:68) berpendapat bahwa terdapat hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Agar diperoleh data kinerja yang akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, maka perlu dibangun atau dikembangkan sistem pengumpulan data kinerja atau sistem informasi kinerja. Sistem informasi kinerja ini hendaknya dibangun dan dikembangkan di atas prinsip-prinsip keseimbangan biaya dan manfaat. Untuk itu, sistem informasi kinerja yang dibangun dapat mengintegrasikan data yang dibutuhkan dan unit-unit yang bertanggung jawa dalam pencatatan, secara terpadu dengan sistem informasi yang ada. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan kewajiban membuat laporan secara regular atas data kinerja. Beberapa cara atau metode pengukuran kinerja adalah membandingkan antara rencana dengan realisasinya, membandingkan antara realisasi tahun ini dengan realisasi sebelumnya, membandingkan dengan organisasi lain yang sejenis dan dianggan terbaik dalam bidangnya, dan membandingkan antara realisasi dengan standar. Cara atau metode pengukuran kinerja yang digunakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung adalah dengan membandingkan antara rencana dan realisasinya.

46 2.2 Kerangka Pemikiran Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk bidang pengelola negara. Agar dapat mengukur hal tersebut, maka penggunaan anggaran merupakan titik fokus dalam proses perencanaan dan pengendalian. Menurut Mardiasmo (2009:12) anggaran sektor publik adalah sebagai berikut: Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Penganggaran merupakan perencanaan yang dikembangkan untuk dapat mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai dan sesuai dengan tanggung jawabnya kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah. Menurut Direktorat Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah mendefinisikan anggaran berbasis kinerja sebagai berikut: Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah sebagai alat utama untuk menjalankan otonomi

47 daerah yang nyata dan bertanggung jawab dan merupakan rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan pengeluaran untuk kegiatan keseharian daerah dan proyek pembangunan daerah. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara keluaran dan hasil yang diharapkan. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Menurut Bastian (2001:329), pengertian dari kinerja adalah sebagai berikut: Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program dengan diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Pengertian program menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: Program adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha (di ketatanegaraan, perekonomian, dsb) yang akan dijalankan. Suatu program akan terlaksana dengan baik jika didukung dengan tingkat kedisiplinan yang baik. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap peraturan-peraturan dalam melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Pengertian disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: Disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan tata tertib.

48 Disiplin aparatur merupakan kesanggupan aparatur untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa kinerja program peningkatan disiplin aparatur merupakan prestasi atau hasil yang telah dicapai sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan mengenai ketaatan atau kepatuhan aparatur terhadap peraturan atau tata tetib yang berlaku. Anggaran harus didasarkan pada sasaran yang hendak dicapai pada tahun tersebut. Setiap unit kerja harus bisa merencanakan anggaran berdasarkan tugas pokok dan fungsi, tingkat prioritas, tujuan dan sasaran tertentu yang disertai dengan penilaian yang jelas dan bisa diukur sehingga dapat dilihat efisiensi dan efektivitasnya. Dengan adanya Anggaran berbasis kinerja maka kinerja instansi pemerintah daerah seharusnya lebih baik, karena anggaran berbasis kinerja dibuat berdasarkan tujuan dan sasaran kinerja dengan memperhitungkan efisiensi dan efektifitas anggaran yang mana efisiensi dan efektivitas adalah indikator kinerja dalam pengukuran kinerja organisasi/instansi pemerintah. Selain itu, motivasi, dan kesempatan berprestasi merupakan salah satu cara penting untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi. Pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan keahliannya agar dapat lebih menggerakkan pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

49 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, penulis menyajikan hipotesis sebagai berikut : H1 : Adanya pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur.

50 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian skripsi ini adalah Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung yang berlokasi di Jl. Tamansari Nomor 76, Bandung Gambaran Umum Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Awal mula pembentukan Bappeda bermula ketika pada tahun 1972 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan penyempurnaan Badan Perancang Pembangunan Daerah (Bappemda) Provinsi Jawa Barat dengan membentuk Badan Perancang Pembangunan Kotamadya (Bappemko) dan Badan Perancang Pembangunan Kabupaten (Bappemka), yang merupakan badan perencanaan pertama di Indonesia yang bersifat regional dan lokal serta ditetapkan dengan SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 43 Tahun Setelah berjalan 2 tahun, kedudukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dikukuhkan dan diakui dengan SK Presiden No. 15 Tahun 1974, sedangkan untuk Daerah Tingkat II masih berlaku SK Gubernur. Baru kemudian

51 dengan SK Presiden No. 27 Tahun 1980, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II diakui secara nasional. Dengan SK Presiden tersebut, lahirlah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I atau Bappeda Tingkat I dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II atau Bappeda Tingkat II. Pertimbangan yang mendasari terbitnya SK Presiden No. 27 Tahun 1980, yaitu: 1. Untuk meningkatkan keserasian pembangunan di daerah diperlukan adanya peningkatan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan regional; 2. Untuk menjamin laju perkembangan, keseimbangan, dan kesinambungan pembangunan di daerah diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh, terarah, dan terpadu. Dalam lingkup Kota Bandung sendiri, pembentukan Bappeda Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung didasarkan pada Perda No. 21 Tahun 1981 dan Perda No. 24 Tahun 1981, sebagaimana telah mengalami penyesuaian sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan. Seiring dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka Pemerintah Kota Bandung menata kembali Struktur Organisasi Perangkat Daerahnya, termasuk merubah nama Bappeda Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung menjadi Bappeda Kota Bandung. Perubahan ini ditetapkan dengan Perda Kota Bandung No. 06 Tahun 2001 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Tingkat Kota Bandung, sedangkan uraian tugas dan fungsinya ditetapkan dengan Perda No. 17 Tahun 2001 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung.

52 3.1.2 Visi dan Misi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai bagian integral dari Pemerintah Kota Bandung, yang memiliki peran dan fungsi perencanaan pembangunan sangat strategis keberadaannya dalam kerangka pencapaian visi Pemerintah Kota yaitu, Memantapkan Kota Bandung sebagai Kota Jasa Bermartabat sebagaimana tertuang dalam peraturan daerah nomor 09 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung tahun Rumusan visi yang ingin dicapai Bappeda pada masa mendatang adalah Terwujudnya Bappeda sebagai lembaga perencanaan pembangunan yang kredibel dalam Memantapkan Kota Bandung sebagai Kota Jasa Bermartabat. Pengertian Visi Bappeda tersebut adalah sebagai lembaga teknis di lingkungan Permerintah Kota Bandung yang memiliki kewenangan dalam perencanaan dan pengendalian, harus kredibel artinya dapat dipercaya, sehingga segala rumusan kebijakan yang akan ditetapkan dan dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan prosedural. Untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan tersebut dengan bertumpu kepada potensi sumber daya dan kemampuan yang dimiliki serta ditunjang dengan semangat kebersamaan, tanggung jawab yang optimal dan proporsional dari seluruh aparat Bappeda dan dukungan pemangku kepentingan, maka ditetapkan Misi sebagai berikut :

53 1. Meningkatkan kompetensi aparatur perencanaan pembangunan daerah kota Bandung yang profesional ; 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana perencanaan pembangunan yang memadai; 3. Memantapkan sistem pengelolaan perencanaan pembangunan daerah yang terintegrasi dan transparan; 4. Meningkatkan sinergitas penyelenggaraan perencanaan pembangunan internal daerah, antar Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat; 5. Meningkatkan kerjasama perencanaan pembangunan dan investasi dengan dunia usaha dalam dan luar negeri Tujuan dan Sasaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Berdasarkan visi dan misi Bappeda Kota Bandung, maka tujuan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Bappeda dari penjabaran misi, adalah: MISI 1. Tujuan : Meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur perencana melalui peningkatan keterampilan, profesionalisme, disiplin dan etos kerja serta pembinaan mental spiritual. Sasaran : 1. Meningkatnya kemampuan dan pengetahuan aparatur. Terwujudnya attitude (sikap) aparatur perencanaan yang baik untuk menghasilkan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan MISI 2 Tujuan : 1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara optimal dan memuaskan 2. Meningkatkan peran, fungsi dan kinerja kelembagaan perencanaan pembangunan (Bappeda) yang profesional. 3. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan kota yang baik (good governance)

54 MISI 3 Sasaran : 1. Terselenggaranya sistem pelayanan yang berazaskan pada transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, dan tidak diskriminatif; 2. Terwujudnya pelayanan yang sederhana dalam prosedur, adanya kejelasan persyaratan teknis dan administratif, kepastian waktu, akurasi produk pelayanan, kelengkapan sarana dan prasarana termasuk penyediaan sarana teknologi informasi dan komunikasi, keamanan, tanggungjawab, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta kenyamanan 3. Pembenahan kelembagaan dan ketatalaksanaan yang mencakup pembaharuan sistem dan struktur pemerintahan yang berbasis kinerja Tujuan : Meningkatkan kualitas mekanisme sistem perencanaan pembangunan yang aspiratif, antisipatif, aplikatif dan akuntabel. Sasaran : 1. Terumuskannya kebijakan umum pembangunan daerah yang integratif dan akuntabel 2. Meningkatnya aksesibilitas terhadap penyusunan dokumen perencanaan 3. Meningkatnya kualitas pelaksanaan penelitian dan pengembangan daerah 4. Meningkatnya kualitas dan intensitas pengendalian perencanaan pembangunan MISI 4 Tujuan : Terselenggaranya peningkatan sinergitas kebijakan dan harmonisasi networking (jejaring) perencanaan antar Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Sasaran : Meningkatnya koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor skala Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. MISI 5 Tujuan : Terciptanya partisipasi masyarakat dan dunia usaha (swasta) dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Sasaran: 1. Meningkatnya peran masyarakat dan dunia usaha dalam proses perencanaan 2. Meningkatnya peran dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan.

55 3.1.4 Tugas dan Fungsi Pokok Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Organisasi Pada Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung diatur berdasarkan Peraturan Walikota No 474 Tahun Badan Perencanaan Pembangun Daerah sebagai lembaga Teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung mempunyai Tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Lingkup perencanaan pembangunan daerah. Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda sesuai dengan peraturan dimaksud dimaksud, adalah sebagai berikut : 1. Tugas Pokok Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah. 2. Fungsi a. Perumusan kebijakan teknis di bidang perencanaan pembangunan daerah dan penanaman modal; b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan daerah; c. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintahan daerah di bidang penanaman modal; d. Pembinaan dan pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah dan penanaman modal yang meliputi perencanaan tata ruang dan fisik, perencanaan ekonomi dan pembiayaan, perencanaan social budaya dan kesejahtraan rakyat, pemerintahan, penelitian pengembangan dan statistik serta penanaman modal;

56 e. Pelaksanaan pelayanan teknis administrative Badan; dan f. Pelaksanaan tugas lain yang diterbitkan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung Struktur organisasi adalah salah satu aspek yang penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini untuk mengganbarkan deskripsi tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh masing-masing satuan kerja atau personil. Berikut ini gambaran umum tentang susunan organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung adalah : 1) Kepala Badan; 2) Sekretariat, membawahkan : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; b. Sub Bagian Keuangan; c. Sub Bagian Program. 3) Bidang Perencanaan Tata Ruang, Sarana dan Prasarana, membawahkan : a. Sub Bidang Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup; b. Sub Bidang Perencanaan Sarana dan Prasarana. 4) Bidang Perencanaan Ekonomi dan Pembiayaan, membawahkan : a. Sub Bidang Perencanaan Pengembangan Ekonomi; b. Sub Bidang Perencanaan Pembiayaan dan Pengembangan Usaha Daerah. 5) Bidang Perencanaan Sosial Budaya dan Kesejahteraan Rakyat, membawahkan : a. Sub Bidang Perencanaan Sosial Budaya; b. Sub Bidang Perencanaan Kesejahteraan Rakyat.

57 6) Bidang Perencanaan Pemerintahan, membawahkan : a. Sub Bidang Perencanaan Sumber Daya Pemerintahan; b. Sub Bidang Perencanaan Kerjasama Pembangunan Daerah. 7) Bidang Penelitian, Pengembangan dan Statistik, membawahkan : a. Sub Bidang Penelitian dan Pengembangan; b. Sub Bidang Statistik. 8) Bidang Penanaman Modal, membawahkan : a. Sub Bidang Informasi Penanaman Modal dan Promosi Daerah; b. Sub Bidang Bina Potensi dan Kerjasama Investasi. 9) Unit Pelaksana Teknis Bandung Electronic Procurement, membawahkan : a. Sub Bagian Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Bandung Electronic Procurement. 10) Kelompok Jabatan Fungsional. Penentuan anggaran dan program dipengaruhi oleh kepala badan, kepala bidang, maupun kepala sub bidang dan yang berpengaruh terhadap penulisannya adalah sub bagian keuangan dan sub bagian program, selain itu yang berpengaruh dalam penulisan program peningkatan disiplin aparatur adalah sub bagian umum dan kepegawaian dengan rincian tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 10 tahun 2010 adalah sebagai berikut : (A) Sub Bagian Keuangan 1) Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat lingkup keuangan.

58 2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub Bagian Keuangan mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengelolaan administrasi keuangan badan; b. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana anggaran, koordinasi penyusunan anggaran, koordinasi pengelola dan pengendalian keuangan, serta menyusun laporan keuangan badan; c. Evaluasi dan pelaporan lingkup pengelolaan administrasi keuangan badan. (B) Sub Bagian Program 1) Sub Bagian Program mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat lingkup program. 2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub Bagian Program mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengelolaan administrasi program kerja badan; b. Pelaksanaan pengendalian program meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana kegiatan dinas, koordinasi penyusunan rencana dan program dinas serta koordinasi pengendalian program; c. Evaluasi dan pelaporan lingkup pengelolaan administrasi program kerja badan.

59 (C) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat lingkup umum dan kepegawaian. 2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengelolaan administrasi umum dan kepegawaian badan; b. Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan naskah dinas, penataan kearsipan badan, penyelenggaraan kerumahtanggaan badan, pengelolaan perlengkapan dan administrasi perjalanan dinas; c. Pelaksanaan administrasi kepegawaian yang meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana mutasi, cuti, disiplin, pengembangan pegawai dan kesejahteraan pegawai; d. Evaluasi dan pelaporan kegiatan lingkup administrasi umum dan kepegawaian. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Sugiyono (2010:61) mendefinisikan populasi adalah sebagai berikut : Wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

60 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pimpinan sub unit kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung, yang terdiri dari : 1) 1 orang Kepala Badan, 2) 1 orang Sekertaris, 3) 6 orang Kepala Bagian, 4) 16 orang Kepala Sub Bidang, 5) 1 orang Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan, dan 6) 1 orang Kelompok Jabatan Fungsional Sehingga apabila dihitung keseluruhan populasinya berjumlah 26 (dua puluh enam) orang pemimpin. Dalam penelitian studi kasus, populasi yang dijadikan penelitian sudah hampir memiliki karakter yang sama. Pengertian sampel yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:62), yaitu : Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimilki oleh populasi tersebut. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh dikarenakan menurut Sugiyono (2010:85), sampling jenuh merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil yaitu kurang dari 30 orang. Maka berdasarkan pendapat Sugiyono, sampel penelitian yang diambil pada instansi BAPPEDA adalah sampel yang memiliki karakteristik yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu yang berpengaruh dalam penentuan anggaran dan mengetahui kedisiplinan para aparatur sebanyak 26 orang.

61 3.3 Metode Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus. Menurut Moh. Nazir (2003:63) metode penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus adalah : Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan suatu keadaan instansi secara sistematik, aktual, dan akurat dengan cara mengumpulkan data berdasarkan fakta yang nampak dalam organisasi dimana fakta tersebut dikumpulkan, dioleh, dan dianalisis, sehingga dapat memberikan saran-saran untuk masa yang akan datang. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Hasil dari penelitian studi kasus merupakan suatu generalisasi dari pola studi kasus tang tipikal dari individu atau lembaga yang diteliti Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan maka diperlukan data dan informasi yang mendukung. Berkaitan dengan keperluan tersebut, maka penelitian yang dilakukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1) Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu, penelitian secara langsung ke objek penelitian dengan cara : a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan secara langsung objek yang diteliti.

62 b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan dengan cara tanya jawab dengan pejabat yang berwenang mengenai masalah yang diteliti. c. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis kepada kepala badan, sekertariat, kepala bidang dan kepala sub bidang. 2) Penelitian Literatur (Literature Research) Yaitu, penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur-literatur, catatan-catatan ilmiah yang dijadikan landasan teoritis untuk menjawab identifikasi masalah. 3.4 Operasional Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2010), variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Sesuai dengan judul penelitian Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Program Instansi Pemerintah Daerah maka variabel yang terkait, yaitu: 1) Anggaran berbasis kinerja (variabel X), yaitu suatu variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. 2) Kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah (variabel Y), yaitu suatu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen.

63 Untuk kepentingan pengujian hipotesis, kedua variabel tersebut dijabarkan lebih lanjut sehingga diperoleh indikatornya. Lebih jelasnya operasionalisasi variabel tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian Operasionalisasi Variabel Anggaran Berbasis Kinerja (X) Mardiasmo (2010) Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) Asmoko (2006), Tampubolon (2007) Indikator a. Persiapan b. Ratifikasi c. Implementasi d. Evaluasi dan Pelaporan a. Efektifitas b. Efisiensi c. Pertumbuhan Pegawai (Kemampuan, Motivasi, kesempatan berprestasi) Skala Pengukuran Ordinal Instrumen Observasi Wawancara Kuesioner Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis menggunakan dua metode analisis data, yaitu : 1) Analisis Kualitatif Yaitu, suatu analisis di mana data yang diperoleh mengenai objek penelitian yang merupakan data kualitatif dianalisis berdasarkan perbandingan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh penulis selama penelitian dilakukan di perusahaan.

64 2) Analisis Kuantitatif Yaitu, suatu analisis data dengan menggunakan rumus statistika berupa analisis koefisien regresi dan korelasi, koefisien determinasi, dan uji hipotesis. Untuk keperluan analisis ini, penulis mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari kuesioner dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan dengan menggunakan teknik skala Likert yang berskala ordinal. Adapun kategori dan bobot penilaian jawaban dari kuesioner tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Penggunaan Skala Pengukuran dalam Kuesioner Notasi Nilai Keterangan Sangat Setuju (SS) 5 Jawaban apabila responden sangat setuju dengan pernyataan dalam kuesioner Setuju (S) 4 Jawaban apabila responden setuju dengan pernyataan dalam kuesioner Ragu-ragu (RG) 3 Jawaban apabila responden ragu-ragu dengan pernyataan dalam kuesioner Tidak Setuju (TS) 2 Jawaban apabila responden tidak setuju dengan pernyataan dalam kuesioner Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Jawaban apabila responden sangat tidak setuju dengan pernyataan dalam kuesioner Setelah diperoleh skor keseluruhan dari pernyataan mengenai implementasi anggaran berbasis kinerja maupun mengenai program peningkatan disiplin aparatur, maka dapat diketahui apakah implementasi anggaran berbasis kinerja dan program peningkatan disiplin aparatur masuk dalam kategori sangat buruk, buruk, netral, baik, atau sangat baik dengan dilakukannya perhitungan melalui tabel akumulatif berdasarkan kriteria ideal (perhitungan kuesioner).

65 3.4.2 Pengujian Kualitas Data Dalam penelitian data memiliki kedudukan yang sangat penting karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis yang akan menjadi kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian yang berupa jawaban atas pemecahan masalah penelitian dibuat berdasarkan hasil proses pengujian data yang meliputi pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Oleh karena itu, hasil penelitian tergantung pada kualitas data. Untuk mengungkapkan aspek-aspek atau variabel-variabel yang diteliti, diperlukan suatu alat ukur atau skala tes yang valid dan dapat diandalkan agar kesimpulan penelitian tidak akan keliru dan tidak akan memberikan gambar yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, untuk itu perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. a. Pengujian Validitas Instrumen Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Menurut Sugiyono (2010:348) mendefinisikan valid sebagai berikut : Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa saja yang seharusnya diukur. Dengan demikian untuk mengukur sesuatu harus digunakan instrumen atau alat ukur yang tepat. Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total. Adapun koefisien korelasi yang digunakan untuk menghitung korelasi antara skor item dengan skor total dalam pengujian validitas alat ukur

66 penelitian ini adalah koefisien korelasi rank Spearman. Hal ini dikarenakan skala pengukuran pada alat ukur penelitian adalah berskala ordinal. Rumus koefisien korelasi rank Spearman menurut Sitepu (1995:26) adalah sebagai berikut : rs ( R( X )) 2 n 1 R( X ) R( Y) n 2 n n ( R( Y)) 2 n n Keterangan : R(X) = Ranking variabel X (skor item) R(Y) = Ranking variabel Y (skor total) r s = koefisien korelasi rank Spearman n = jumlah responden (banyaknya pasangan data observasi) Berdasarkan hasil korelasi antara skor tiap item dengan skor total item (uji validitas), maka dapat diketahui item-item mana yang valid dan tidak valid berdasarkan kriteria discriminating power test dari Daniel J. Mueller (1986) dalam Al-Rasyid (2003:133), yaitu: a. Jika rs > 0 dan signifikan (nyata), artinya item dapat dipergunakan (valid) b. Jika rs > 0 dan tidak signifikan (tidak nyata), artinya item tidak dapat dipergunakan (tidak valid) c. Jika rs = 0 artinya item tidak dapat dipergunakan (tidak valid)

67 d. Jika rs < 0 dan signifikan (nyata), artinya item harus diperiksa apakah ada kekeliruan atau tidak dipergunakan (tidak valid) e. Jika rs < 0 dan tidak signifikan (tidak nyata) artinya tidak dapat dipergunakan (tidak valid) Untuk menguji signifikan (nyata) atau tidaknya, perhatikan hal berikut: a. Untuk data penelitian n < 30, maka dilakukan dengan membandingkan rs dengan rs tabel. Jika rs > rs tabel, maka tolak H 0 (signifikan). b. Untuk data penelitian n > 30, maka dilakukan dengan membandingkan t dengan t tabel. Jika t > t tabel, maka tolak H 0 (signifikan), dengan nilai t r n 2 1 r 2 c. Selain itu dapat pula dengan melihat nilai p-value dari korelasinya. Jika nilai p-value < α = 0,05 maka signifikan (nyata). Item yang valid dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Sedangkan item yang tidak valid tidak dapat digunakan (dibuang) atau diperbaiki. b. Pengujian Reliabilitas Instrumen Menurut Sugiyono (2010:348) mendefinisikan instrumen yang reliabel sebagai berikut : Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

68 Dengan demikian, suatu instrumen dikatakan reliabel bila digunakan untuk mengukur berkali-kali data yang sama (konsisten). Pengujian keandalan (reliabilitas) ditunjukan untuk menguji sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya, tinggi rendahnya keandalan digambarkan melalui koefisien reliability dalam suatu angka tertentu. Dalam pengujian keandalan ini digunakan tes internal consistency, yaitu sistem pengujian terhadap kelompok yang kemudian dihitung skor dan diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam kelompok tersebut. Sedangkan teknik yang digunakan dalam analisis reliabilitas adalah Split Half (Belah Dua). Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut Ancok (1989:25) : 1. Membagi item-item valid menjadi dua belahan (kelompok), yaitu item bernomor ganjil dan item bernomor genap. Item yang bernomor ganjil dikelompokkan sebagai belahan pertama, sedangkan yang bernomor genap dikelompokkan sebagai belahan kedua. 2. Skor masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan. Langkah ini akan menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden, yakni skor total belahan pertama dan skor belahan kedua. 3. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dan skor total belahan kedua dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman, dengan rumus :

69 rs ( R( X )) 2 n 1 R( X ) R( Y) n 2 n n ( R( Y)) 2 n 1 n 2 2 Keterangan : R(X) = Ranking variabel X (skor total ganjil) R(Y) = Ranking variabel Y (skor total genap) r s = koefisien korelasi rank Spearman n = jumlah responden (banyaknya pasangan data observasi) 4. Oleh karena angka korelasi yang diperoleh adalah angka korelasi dari alat ukur yang dibelah, maka angka korelasi yang dihasilkan lebih rendah daripada angka korelasi yang didapat jika alat ukur tersebut tidak dibelah. Oleh karena itu, harus dicari angka reliabilitas untuk keseluruhan item tanpa dibelah. Cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan item adalah dengan mengkorelasikan angka korelasi yang diperoleh dengan memasukkan ke dalam rumus : r tot 2( rtt ) 1 r tt Keterangan : r tot r tt = r s : angka reliabilitas keseluruhan item : angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua Parameter untuk mengetahui derajat reliabilitas suatu alat ukur melalui tabel Guilford sebagai berikut:

70 Interval Koefisien Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas Tingkat Reliabilitas 0,00 0,199 Sangat Rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,000 Sangat Kuat Sumber: Sugiyono (2003:216) 3.5 Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah dengan menggunakan analisis statistik. Data yang diperoleh dalam penelitian ini harus dianalisis dengan tepat, analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca atau diinterprestasikan. Selain itu penelitian ini juga menggunakan uji statistik atau teknik statistik. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Mengingat variabel-variabel dalam penelitian ini memiliki skala ordinal, sedangkan analisis regresi mensyaratkan data berskala interval, maka data penelitian yang berskala ordinal akan dinaikkan terlebih dahulu menjadi data berskala interval dengan menggunakan Metode Successive Interval (MSI).

71 3.5.1 Metode Successive Interval (MSI) Metode Successive Interval (MSI) merupakan metoda untuk menaikkan data penelitian berskala ordinal menjadi interval. Adapun langkah-langkah dari MSI menurut Somantri & Sabas (2006) adalah sebagai berikut: 1. Tentukan alternatif jawaban dari alat ukur. Dalam penelitian ini terdapat tujuh alternatif jawaban yang memiliki skor satu sampai lima. 2. Tentukan jumlah respinden yang menjawab dari setiap alternatif jawaban yang sudah ditentukan (frekuensi= fi) 3. Menentukan proporsi, yaitu membagi setiap frekuensi (fi) pada responden yang bersesuaian dengan responden yang dijawab dengan banyaknya respon total (pi=fi/f) 4. Menghitung proporsi kumulatif dengan menjumlahkan proporsi (pi) secara berurutan untuk setiap respon. 5. Proporsi kumulatof (pk) dianggap mengikuti distribusi normal baku. 6. Tentukan nilai Z dengan menggunakan tabel Z. 7. Tentukan nilai density untuk setiap Z yang diperoleh. 8. Hitung nilai skala (SV) dengan rumus: SV = (Density at Lower limit) (Area Below Upper Limit) - (Density at Lower Limit) - (Area Below Lower Limit) 9. Tentukan nilai transformasi dengan rumus Y = SV + 1- VS min Setelah data berskala interval, maka data tersebut digunakan dalam analisis regresi linier sederhana

72 3.5.2 Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis regresi digunakan untuk mengetahui bagaimana variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Jika X adalah variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan antara variabel X dan Y, di mana variasi dari X akan diiringi pula variasi dari Y. dengan kata lain, variabel dari Y disebabkan oleh variasi dari variabel independen X dan oleh variasi lainnya yang tidak diteliti. Persamaannya adalah sebagai berikut ini : Y = X + Keterangan : Y β 0 β 1 X =Kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah = Konstanta = Koefisien regresi = Implementasi anggaran berbasis kinerja Dengan analisis regresi ini, kita akan menguji apakah ada atau tidak pengaruh antara variabel bebas (implementasi anggaran berbasis kinerja) dengan variabel terikat (kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah). Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif adalah suatu analisis data dengan menggunakan rumus statistika berupa analisis regresi, uji hipotesis, koefisien korelasi, koefisien determinasi.

73 3.5.3 Pengujian Asumsi Klasik pada Regresi Linier Persamaan regresi linier memerlukan pemenuhan asumsi regresi linier klasik untuk mendapatkan BLUE (best linear unbias estimation/estimasi linier terbaik yang tidak bias). Pengujian asumsi regresi linier klasik diperlukan sebelum melakukan pengujian terhadap keberartian koefisien regresi. Apabila asumsi regresi linier klasik terpenuhi, maka dapat dilakukan pengujian keberartian koefisien regresi, tetapi jika asumsi regresi linier klasik tidak terpenuhi, maka pengujian keberartian koefisien regresi tidak perlu dilakukan karena tidak memenuhi syarat BLUE (best linear unbias estimation) Uji Asumsi Normalitas Penggunaan model regresi untuk prediksi akan menghasilkan kesalahan (disebut residu), yakni selisih antara data aktual dengan data hasil peramalan. Residu yang ada seharusnya berdistribusi normal. Pengujian asumsi normalitas ini dapat dilakukan melalui program SPSS dengan alat bantu histogram dan normal probability plot atau melalui uji Kolmogorov-Smornov menurut Santoso (2009:342), dengan hipotesis sebagai berikut : H 0 : Data residu berdistribusi normal H a : Data residu tidak berdistribusi normal Uji Asumsi Heteroskedastisitas Heterokedastisitas adalah ketidaksamaan varian residual dari suatu model regresi. Uji heterokedastisitas ini untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian residual dari satu observasi dengan yang lain.

74 Heterokedastisitas ini dapat diuji dengan menggunakan program SPSS pada fasilitas Scatterplot. Apabila tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat dikatakan tidak terdapat heteroskedastisitas, tetapi jika jika ada pola tertentu seperti gelombang, melebar lalu menyempit maka terdapat heterokedastisitas pada model regresi tersebut Santosa (2006:243) Pengujian Koefisien Regresi Linier Sederhana Uji Model Regresi (Uji F) Keterangan : Hipotresis Pengujian: H 0 : Model regresi tidak berarti H 1 : Model regresi berarti Rumus pengujian untuk uji F : R 2 = Koefisien determinasi N = Banyaknya responden K = Jumlah variabel bebas Kriteria pengujian : 1. Taraf nyata sebesar 0,05 F = R2. N (K + 1) (1 R 2 )(K) 2. Apabila F hitung > F tabel atau p < = 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya model regresi berarti.

75 3. Apabila F hitung < F tabel atau p > = 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya model regresi tidak berarti. F table (α = 0,05; k = 1, n k -1) = F table (α = 0,05; 1, = 23) Uji Koefisien Regresi (Uji t) Keterangan : H 0 : Koefisien regresi tidak berarti H 1 : Koefisien regresi berarti Rumus pengujian untuk uji t : R = Koefisien N = Banyaknya pengamatan Dengan kriteria sebagai berikut : 1. Taraf nyata sebesar 0,05 t = r n 2 1 r 2 2. Apabila t hitung > t tabel atau p < = 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya koefisien regresi berarti atau terdapat pengaruh positif antara implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah.. 3. Apabila t hitung < t tabel atau p > = 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya koefisien regresi tidak berarti atau tidak terdapat pengaruh positif antara implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah.

76 4. Uji pihak kanan t tabel (α = 0,05; n 2) Koefisien Korelasi Untuk mengetahui kuatnya hubungan/pengaruh antara kedua variabel yang diteliti, maka perlu dihitung koefisien korelasi: Tabel 3.4 Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 0,199 Sangat Rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,000 Sangat Kuat Sumber: Sugiyono (2003:216) Koefisien Determinasi Besarnya koefisien determinasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi (R²). Nilai (R²) mempunyai interval antara 0 sampai 1 (0 R² 1). Semakin besar R² (mendekati 1), semakin baik hasil untuk model regresi tersebut dan semakin mendekati 0, maka variabel independen tidak dapat menjelaskan variabel dependen. Rumus koefisien determinasi adalah : Kd = R² x 100% Di mana : Kd = Koefisien determinasi R = Koefisien korelasi Koefisien determinasi dapat digunakan untuk menunjukkan besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

77 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung. Pelaksanaan penyebaran dan pengumpulan angket dalam penelitian ini ditujukan pada seluruh pimpinan sub unit kerja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bandung yang terpilih sebagai responden (populasi) sejumlah 26 orang, dan kuesioner yang dikembalikan adalah sebanyak 25 kuesioner dengan hasil dan informasi sebagai berikut Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner, pendapat responden mengenai Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja berdasarkan indikatorindikator yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: A. Persiapan Tahap persiapan dilakukan dalam bentuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang merupakan dasar pelaksanaan kegiatan BAPPEDA sebagai pengguna anggaran, dan mengutamakan pencapaian hasil kerja dari pelaksanaan alokasi biaya yang ditetapkan. Setiap kegiatan atau program dilaksanakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi

78 dan misi. Visi, misi, tujuan, dan sasaran menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai. Tahapan persiapan yang dilakukan BAPPEDA diperlukan sebagai bagian dari upaya jangka panjang dalam mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Pada tahap persiapan perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 : Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Persiapan Pernyataan STS TS RG S SS Pertanyaan F % F % F % F % F % Anggaran disusun berdasarkan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan Anggaran disusun berdasarkan tujuan organisasi Dalam jangka waktu lebih dari satu tahun BAPPEDA memiliki tujuan yang sudah jelas, selaras dengan visi misi, dan menjadi dasar utama pembuatan target program Informasi finansial tersedia dengan lengkap untuk dapat digunakan sebagai penyusunan anggaran Rapat penyusunan rencana kinerja anggaran dilaksanakan sebelum penyusunan anggaran dinas B. Ratifikasi Setelah melaksanakan tahap persiapan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah tahap ratifikasi atau pengesahan. Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) yang telah disusun pada tahap perencanaan disahkan oleh kepala BAPPEDA yang kemudian dirangkum dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

79 yang kemudian dibahas bersama untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada tahap ratifikasi perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 : Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Ratifikasi Pertanyaan Pernyataan STS TS RG S SS F % F % F % F % F % Pimpinan telah memilki integritas yang tinggi dalam tahap ratifikas Ketepatan waktu pengesahan telah sesuai dengan rencana implementasi anggaran Alasan yang disampaikan dalam pengesahan anggaran telah sesuai dengan perencanaan pembuatan anggaran untuk pelaksanaan program C. Implementasi Dalam tahap implementasi, kegiatan dan program BAPPEDA secara nyata mulai berjalan sesuai dengan komitmen atau kesepakatan bersama yang telah ditetapkan dalan proses ratifikasi. Dalam tahap ini, terdapat sistem pengendalian dan pelaporan keuangan dalam bentuk sistem informasi yang dinamakan sistem informasi keuangan daerah yang dilakukan agar proses implementasi tidak menyimpang dari kesepakatan yang telah ditetapkan. Pada tahap implementasi perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut:

80 Tabel 4.3 : Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Implementasi Pernyataan STS TS RG S SS Pertanyaan F % F % F % F % F % Pada tahap pelaksanaan anggaran terdapat sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen Pelaksanaan anggaran di BAPPEDA telah selaras dengan tujuan serta realistis (dapat dicapai) Terdapat sistem akuntansi yang memadai untuk pengendalian anggaran Sistem akuntansi diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran berikutnya D. Pelaporan dan Evaluasi Tahap pelaporan dan evaluasi yang dilakukan oleh BAPPEDA dilakukan dengan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Laporan ini mencakup besarnya alokasi anggaran unit kerja, besarnya anggaran yang telah dikeluarkan beserta pencapaian hasil kerja atau kegiatan dan program kerja yang telah dilaksanakan, serta sisa dana yang belum terpakai dan kegiatan atau program kerja yang belum dilaksanakan. Untuk selanjutnya laporan tersebut akan dirangkum dalam laporan pertanggungjawaban tahunan. Pada tahap pelaporan dan evaluasi perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 : Hasil Kuesioner Mengenai Tahap Pelaporan dan Evaluasi Pernyataan STS TS RG S SS Pertanyaan F % F % F % F % F % Tahap pelaporan dan evaluasi sangat memperhatikan akuntabilitas suatu anggaran

81 Hasil pelaporan dan evaluasi sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen Sistem anggaran kinerja telah berperan sebagai patokan dalam melaksanakan tujuan dan sasaran dinas Dalam hal pelaporan anggaran telah sesuai dengan kerangka acuan program Laporan realisasi anggaran BAPPEDA telah memberikan gambaran yang jelas atas tingkat keberhasilan, serta mendorong aparatur BAPPEDA untuk selalu meningkatkan kinerja Secara keseluruhan hasil pernyataan 25 responden terhadap pernyataan mengenai Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) yang terdiri dari 17 pertanyaan dengan 5 pernyataan dalam setiap pertanyaan, dapat disajikan melalui tabel akumulatif berikut: Tabel 4.5 Akumulasi Pernyataan Responden terhadap Pertanyaan mengenai Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Pernyataan Koding Frekuensi (k) (f) f x k Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju Jumlah 1648 Pengkategorian skor untuk anggaran berbasis kinerja pada Badan Perencanaan Pembangunan daerah (BAPPEDA) dilakukan perhitungan melalui tabel akumulatif berdasarkan kriteria ideal (perhitungan kuesioner) sebagai berikut: - Skor terendah : Jumlah Pertanyaan x Skor Minimum Pernyataan x Jumlah Responden

82 = 17 x 1 x 25 = Skor tertinggi : Jumlah Pertanyaan x Skor Maksimum Pernyataan x Jumlah Responden = 17 x 5 x 25 = Selisih skor tertinggi skor terendah : = Rentang antar kategori : 1700 : 5 = 340 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh skor total untuk implementasi anggaran berbasis kinerja adalah 1648 yang terletak antara rentang 1445 dan Hal ini mengindikasikan implementasi anggaran berbasis kinerja BAPPEDA Kota Bandung berada pada kategori baik Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah A. Efisiensi Dilihat dari aspek efisiensi, perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 : Hasil Kuesioner Mengenai Efisiensi Pernyataan STS TS RG S SS Pertanyaan F % F % F % F % F % Dalam melaksanakan program BAPPEDA selalu dengan kinerja yang optimal dengan penggunaan anggaran seminimal mungkin Penggunaan anggaran sesuai dengan perencanaan yang telah disusun Evaluasi dilakukan untuk menilai efisiensi suatu program Dalam menjalankan kegiatan, BAPPEDA menggunakan sumber daya secara efisien

83 B. Efektivitas Dilihat dari aspek efektivitas, perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 : Hasil Kuesioner Mengenai Efektivitas Pernyataan STS TS RG S SS Pertanyaan F % F % F % F % F % Anggaran telah memperhatikan pencapaian yang diharapkan Pelaksanaan anggaran telah berhasil guna dalam mencapai tujuan dan sasaran Anggaran di BAPPEDA telah memberikan informasi kinerja yang tepat sehingga dapat digunakan untuk melakukan efektivitas dalam implementasi anggaran Program dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan C. Pertumbuhan Pegawai Dilihat dari aspek pertumbuhan pegawai, perolehan skor setiap pertanyaan kuesioner adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 : Hasil Kuesioner Mengenai Pertumbuhan Pegawai Pernyataan STS TS RG S SS Pertanyaan F % F % F % F % F % Penempatan pegawai telah sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki Pendidikan kinerja pegawai yang meningkat mempengaruhi kemajuan instansi Secara periodik diadakan pelatihan atau pembinaan untuk pegawai Setiap pegawai BAPPEDA bekerja dengan tekun dan rajin Setiap pegawai BAPPEDA bekerja dengan baik agar memiliki karier yang terus meningkat

84 Evaluasi prestasi setiap pegawai dilakukan secara berkala Prestasi pegawai akan berdampak pada kinerja BAPPEDA Pengembangan kinerja program akan dipengaruhi dengan motivasi kerja pegawai Fasilitas kerja yang disediakan kantor sudah mendukung kelancaran tugas pegawai Setiap pegawai BAPPEDA bekerja dengan tekun, rajin, dan baik agar mendapatkan promosi jabatan Secara keseluruhan hasil pernyataan 25 responden terhadap pernyataan mengenai Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) yang terdiri dari 18 pertanyaan dengan 5 pernyataan dalam setiap pertanyaan, dapat disajikan melalui tabel akumulatif berikut: Tabel 4.9 Akumulasi Pernyataan Responden terhadap Pertanyaan mengenai Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) Pernyataan Koding Frekuensi (k) (f) f x k Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju Jumlah 1643 Pengkategorian skor untuk anggaran berbasis kinerja pada Badan Perencanaan Pembangunan daerah (BAPPEDA) dilakukan perhitungan melalui tabel akumulatif berdasarkan kriteria ideal (perhitungan kuesioner) sebagai berikut: - Skor terendah : Jumlah Pertanyaan x Skor Minimum Pernyataan x Jumlah Responden = 18 x 1 x 25 = 450

85 - Skor tertinggi : Jumlah Pertanyaan x Skor Minimum Pernyataan x Jumlah Responden = 18 x 5 x 25 = Selisih skor tertinggi skor terendah : = Rentang antar kategori : 1800 : 5 = 360 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh skor total untuk Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) adalah 1643 yang terletak antara rentang 1530 dan Hal ini mengindikasikan kinerja program peningkatan disiplin aparatur instansi pemerintah daerah berada pada kategori baik Analisis Validitas Alat Ukur Setiap item dikatakan valid, apabila korelasi antara item dengan total item yang dinyatakan melalui nilai koefisien korelasi rank Spearman lebih besar dari nilai rs tabel ( = 0,05; n = 25) sebesar 0,3362. Hasil pengujian validitas alat ukur penelitian ini diperoleh sebagai berikut Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas pada Variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Variabel Item/Pertanyaan Rs rs tabel Kesimpulan 1 0,796 0,3362 Valid Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) 2 0,747 0,3362 Valid 3 0,796 0,3362 Valid 4 0,703 0,3362 Valid

86 5 0,445 0,3362 Valid 6 0,879 0,3362 Valid 7 0,869 0,3362 Valid 8 0,676 0,3362 Valid Item/Pertanyaan rs rs tabel Kesimpulan 9 0,804 0,3362 Valid 10 0,757 0,3362 Valid 11 0,586 0,3362 Valid 12 0,751 0,3362 Valid 13 0,483 0,3362 Valid 14 0,576 0,3362 Valid 15 0,843 0,3362 Valid 16 0,577 0,3362 Valid 17 0,68 0,3362 Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa seluruh item alat ukur pada variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) adalah valid. Hal ini berarti seluruh item/pertanyaan benar-benar dapat mengukur variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X). Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas pada Variabel Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) Variabel Item rs rs tabel Kesimpulan 18 0,806 0,3362 Valid 19 0,802 0,3362 Valid 20 0,844 0,3362 Valid 21 0,836 0,3362 Valid 22 0,789 0,3362 Valid Program 23 0,721 0,3362 Valid Peningkatan 24 0,851 0,3362 Valid Disiplin 25 0,912 0,3362 Valid Aparatur 26 0,818 0,3362 Valid 27 0,569 0,3362 Valid 28 0,469 0,3362 Valid 29 0,613 0,3362 Valid 30 0,838 0,3362 Valid

87 31 0,911 0,3362 Valid 32 0,344 0,3362 Valid 33 0,468 0,3362 Valid 34 0,539 0,3362 Valid 35 0,791 0,3362 Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Tabel 4.11 menerangkan bahwa seluruh item alat ukur pada variabel Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) adalah valid. Hal ini berarti seluruh item/pertanyaan dapat digunakan untuk mengukur variabel Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) Analisis Reliabilitas Alat Ukur Hasil pengujian reliabilitas alat ukur penelitian ini diperoleh sebagai berikut: Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas pada Variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X), dan Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) Variabel Korelasi Antar Belahan Koefisien Reliabilitas X 0,878 0,94 Y 0,922 0,96 Sumber : Hasil Pengolahan Data Kuesioner Kriteria Reliabilitas Guilford (0,80-1,00) Reliabilitas Sangat Tinggi (0,80-1,00) Reliabilitas Sangat Tinggi Dengan melihat tabel kriteria penentuan reliabilitas dan korelasi pada Bab III, maka berdasarkan Tabel 4.12 terlihat bahwa alat ukur untuk variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) dan Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) dapat dikatakan reliabel (dapat dipercaya atau dapat diandalkan) Perhitungan Methode of Successive Interval

88 Metoda transformasi data ordinal menjadi interval yang digunakan adalah Methode of Successive Interval (MSI). Berikut adalah perhitungan MSI untuk item nomor 7 pada variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X): 1. Nilai ordinal yang muncul adalah 1, 2, 3, 4 dan 5, selanjutnya disimpan pada kolom kategori. 2. Hitung frekuensi muncul masing-masing kategori Frek (1) = 2 Frek (2) = 6 Frek (3) = 5 Frek (4) = 9 Frek (5) = 3 3. Hitung proporsi tiap frekuensi. Prop (1) = 2/25 = 0,08 Prop (2) = 6/25 = 0,24 Prop (3) = 5/25 = 0,20 Prop (4) = 9/25 = 0,36 Prop (5) = 3/25 = 0,12 4. Hitung proporsi kumulatif. Untuk kategori (1) = 0,08 Untuk kategori (2) = 0,08 + 0,24 = 0,32 Untuk kategori (3) = 0,32 + 0,20 = 0,52 Untuk kategori (4) = 0,52 + 0,36 = 0,88 Untuk kategori (5) = 0,88 + 0,12 = 1,00

89 5. Menentukan nilai Z. Dicari dari tabel distribusi nonnal standar dengan nilai peluang pada kolom proporsi kumulatif. Nilai Z untuk p = 0,08 Z = -1,40507 Nilai Z untuk p = 0,32 Z = -0,46770 Nilai Z untuk p = 0,53 Z = 0,05015 Nilai Z untuk p = 0,88 Z = 1, Menghitung nilai fungsi densitas untuk masing-masing nilai Z f ( z) 1 2 e Z 2 untuk Z = -1,40507 untuk Z = -0, f ( z) e 2 1,40507 = 0, f ( z) e 2 0,46770 = 0, untuk Z = 0,05015 untuk Z = 1,17499 f ( z) f ( z) e e 2 0, ,17499 = 0, = 0, Menghitung nilai Nilai Skala (NS) untuk tiap kategori (Densitas kelas sebelumnya) - (Densitas kelas) NS (Peluang kumulatif kelas) - (Peluang kumulatif kelas sebelumnya) NS (1) (0) - (0,148666) (0,08) - (0) -1,85833 NS (2) (0,148666) (0,32) - (0,357611) - (0,08) - 0,87060 NS (3) (0,357611) (0,52) - (0,398441) - (0,32) - 0,20415

90 NS (4) (0,398441) (0,88) - (0,200040) - (0,52) 0,55111 NS (5) (0,200040) - (0) (1 ) - (0,88) 1, Menghitung nilai transformasi interval dengan rumus: Y = NS + [1+ NS min ] NS min = - 1,85833 NS min = 1,85833 Y (1) = - 1, [ 1 + 1,85833] = 1,00000 Y (2) = - 0, [ 1 + 1,85833] = 1,98772 Y (3) = - 0, [ 1 + 1,85833] = 2,65418 Y (4) = 0, [ 1 + 1,85833] = 3,40944 Y (5) = 1, [ 1 + 1,85833] = 4,5253 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan MSI No. Item 7 Kategori frek Prop prop-kum nilai-z PDF-Z SV SCL 1 2 0,08 0,08-1, , , ,24 0,32-0, , , , ,20 0,52 0, , , , ,36 0,88 1, , , , ,12 1 1, ,52533 Dengan cara yang sama, maka diperoleh hasil perhitungan MSI untuk semua item pada variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) dan variabel Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) seperti pada lampiran.

91 4.1.6 Model Regresi Sederhana Berdasarkan hasil pengolahan data Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) diperoleh hasil koefisien regresi sebagai berikut. Tabel 4.14 Hasil SPSS Koefisien Regresi Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) Model Unstandardized Coefficients B 1 (Constant) Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) Sumber : Hasil Uji Data SPSS Berdasarkan hasil pengolahan data seperti diuraikan pada tabel di atas, maka dapat diketahui persamaan regresi variabel Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) sebagai berikut. Y = 3, ,951 X Pada persamaan regresi di atas, dapat dilihat koefisien regresi dari variabel independen X bertanda positif yang searah. Dengan kata lain, semakin baik pimpinan melakukan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X), maka akan semakin baik pula Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) atau semakin buruk pimpinan melakukan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X), maka akan semakin buruk pula Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y), sehingga berdasarkan persamaan regresi di atas, setiap terjadi peningkatan X sebesar 0,951 akan diikuti pula oleh peningkatan Y sebesar 0,951. T Sig.

92 4.1.7 Pengujian Asumsi Regresi Linier Klasik pada Regresi Sederhana Persamaan regresi linier sederhana memerlukan pemenuhan asumsi regresi linier klasik untuk mendapatkan BLUE (best linear unbias estimation/estimasi linier terbaik yang tidak bias). Pengujian asumsi regresi linier klasik diperlukan sebelum melakukan pengujian terhadap keberartian koefisien regresi. A. Uji Asumsi Normalitas Hasil perhitungan dan pengujian sebagai berikut: Tabel 4.15 Hasil SPSS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual Kolmogorov-Smirnov Z.605 Asymp. Sig. (2-tailed).858 Pada tabel di atas diperoleh nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,605 dengan nilai probabilitas (signifikansi) dari uji Kolmogorov- Smirnov sebesar 0,858. Oleh karena nilai probabilitas pada uji Kolmogorov- Smirnov masih lebih besar dari tingkat kekeliruan 5% (0,05), maka disimpulkan bahwa model regresi berdistribusi normal. Selain itu, pemenuhan asumsi normalitas dapat dilihat dari histogram dan normal probability plot sebagai berikut:

93 Gambar 4.1 Histogram Berdasarkan gambar histogram di atas terlihat bahwa data distribusi nilai residu (error) menunjukkan distribusi normal. Dengan demikian, model regresi memenuhi asumsi normalitas atau residu dari model dapat dianggap berdistribusi normal. Gambar 4.2 Normal Probability Plot

94 Berdasarkan gambar normal probability plot di atas terlihat bahwa sebaran error (berupa dot) masih berada di sekitar garis lurus. Dengan demikian, model regresi memenuhi asumsi normalitas atau residu dari model dapat dianggap berdistribusi normal. B. Uji Asumsi Heteroskedastisitas Heterokedastisitas ini dapat diuji dengan menggunakan program SPSS pada fasilitas Scatterplot. Dengan hasil sebagai berikut: Gambar 4.3 Scatterplot Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas sebab tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan uji heteroskedastisitas terpenuhi. Berdasarkan hasil pengujian di atas, ada asumsi regresi klasik terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi model regresi Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (X) terhadap Kinerja Program Peningkatan Disiplin Aparatur Instansi Pemerintah Daerah (Y) memenuhi syarat BLUE (best linear

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan cukup penting karena dengan anggaran manajemen dapat merencanakan, mengatur dan mengevaluasi jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian tertentu dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. pengertian tertentu dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma atau pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

MAKSI Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi

MAKSI Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi PENGARUH IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) (Studi Kasus Pada Kecamatan Lelela Kabupaten Indramayu) Oleh : RIZAL SUKMA ALIYUDIN *) e-mail : rizalsuk22@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran 2.1.1.1 Definisi Anggaran Anggaran berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette (Perancis) yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mengatur dan mengevaluasi jalannya suatu kegiatan. Menurut M. Nafarin

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mengatur dan mengevaluasi jalannya suatu kegiatan. Menurut M. Nafarin BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anggaran Berbasis Kinerja 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan cukup penting

Lebih terperinci

JURNAL PENGARUH ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR INSTANSI PEMERINTAH DAERAH. Venni Avionita 0109U035

JURNAL PENGARUH ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR INSTANSI PEMERINTAH DAERAH. Venni Avionita 0109U035 JURNAL PENGARUH ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR INSTANSI PEMERINTAH DAERAH Venni Avionita 0109U035 Universitas Widyatama Bandung Abstract Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma/pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu di dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa dihindarkan. Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa dihindarkan. Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia menunjukkan kemajuan yang pesat. Sejalan dengan perkembangan tersebut, permasalahan seputar akuntansi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) SKPD Menurut SK LAN No. 239/IX/6/8/2003 tahun 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya merupakan pelayan masyarakat dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para PNS tentunya tak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan,

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN DATA ELEKTRONIK PENJUALAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PENJUALAN SKRIPSI

PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN DATA ELEKTRONIK PENJUALAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PENJUALAN SKRIPSI PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN DATA ELEKTRONIK PENJUALAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PENJUALAN (Studi kasus pada PT. Galamedia Bandung Perkasa) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan tata kelola pemerintahan dalam penganggaran sektor publik, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran sektor publik merupakan alat (instrument) akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Bastian (2006:191),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Bastian (2006:191), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Anggaran berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstrak, dan Variabel 2.1.1 Konsep Anggaran Sektor Publik Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa sangat di pengaruhi oleh peran dan kinerja sektor publik. Sektor publik juga di perlukan sebagai pelaksana birokrasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan ekonomi daerah sangat penting sekali untuk ditingkatkan guna menunjang peningkatan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, peran kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Akuntansi sektor publik merupakan salah satu kajian disiplin ilmu akuntansi yang terus berkembang. Pada dasarnya dunia praktik memerlukan teori dan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Menurut Mardiasmo ( 2002:61) : Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan salah satu komponen dalam melaksanakan suatu program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada perencanaan yang matang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Berbasis Kinerja Menurut Sony Yuwono, dkk (2005 :34) mendefinisikan Anggaran Kinerja sebagai berikut: Anggaran Kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya era reformasi, pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar bertanggungjawab penuh dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

PERAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

PERAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PERAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Survai Pada Bagian Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat) Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya. Solawat beserta salam senantiasa tercurah limpahkan pada

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya. Solawat beserta salam senantiasa tercurah limpahkan pada KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, ridho dan karunia-nya. Solawat beserta salam senantiasa tercurah limpahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi birokrasi dengan tekad mewujudkan pemerintah yang transparan dan akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN DAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA DINAS KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TUBAN

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN DAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA DINAS KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TUBAN PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN DAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA DINAS KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TUBAN SKRIPSI Diajukan Oleh : WIGATI SULISTYORINI 0613010147/FE/EA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Semangat reformasi membuat masyarakat menuntut pemerintah agar memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menciptakan pemerintahan yang bersih (good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan asas densentralisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Landasan Teori 2.1.1 Performance Based Budgeting (PBB) Pertama kali, penganggaran di pemerintahan Indonesia menggunakan metode pendekatan Line Item Budgeting atau yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal. Pemberitahuan otonomi daerah berakibat pada terlanjurnya

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal. Pemberitahuan otonomi daerah berakibat pada terlanjurnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

MANFAAT METODE HARGA POKOK PESANAN DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI SKRIPSI

MANFAAT METODE HARGA POKOK PESANAN DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI SKRIPSI MANFAAT METODE HARGA POKOK PESANAN DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI (Studi Kasus Pada CV. Gratia Arena Pilar Bandung) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik, anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik,

BAB I PENDAHULUAN. publik, anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi, berbeda dengan sektor swasta di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Menurut National on Governmental Accounting (NCGA) yang saat ini telah menjadi Governmental Accounting Standards Board (GASB), a budget is a plan of financial operation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek penting dalam reformasi birokrasi adalah penataan manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut dinilai penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya era reformasi, terdapat tuntutan untuk meningkatkan kinerja organisasi sektor publik agar lebih berorientasi pada terwujudnya good public

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perwujudan good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganggaran merupakan suatu proses pada organisasi sector publik, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait dalam penentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan di Indonesia saat ini sangat cepat dikarenakan Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya pemerintah dilakukan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut : BAB. I PENDAHULUAN Penelitian ini akan menjelaskan implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi sektor publik melalui latar belakang dan berusaha mempelajarinya melalui perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian 2.1.1. Pengertian Anggaran Sektor Publik Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang diawali dengan keluarnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah membawa banyak perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan pemerintah mengacu pada clean governance, transparan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan pemerintah mengacu pada clean governance, transparan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Reformasi bidang keuangan merupakan tuntutan publik agar pengelolaan keuangan pemerintah mengacu pada clean governance,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 bangsa Indonesia telah maju selangkah lagi menuju era keterbukaan, hal ini terlihat dari semakin tingginya kesadaran

Lebih terperinci

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (L A K I P) TAHUN 2016 DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH D I S U S U N O L E H : BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan

Lebih terperinci

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007 ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA DISPENDA KABUPATEN CIAMIS DRAFT SKRIPSI

HUBUNGAN KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA DISPENDA KABUPATEN CIAMIS DRAFT SKRIPSI HUBUNGAN KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA DISPENDA KABUPATEN CIAMIS DRAFT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam Menempuh Ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen pada

Lebih terperinci

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh pemerintah, diperlukan suatu sistem tata kelola pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukan alokasi sumber daya manusia, material, dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGGARAN BERDASARKAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

PERENCANAAN ANGGARAN BERDASARKAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN PERENCANAAN ANGGARAN BERDASARKAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN RESUME OLEH : YARYAR HIARUHU NPM.110140059 PROGRAM PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

PENGARUH ANGGARAN PARTISIPATIF DAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. FAST FOOD INDONESIA, TBK, DI SURABAYA SKRIPSI

PENGARUH ANGGARAN PARTISIPATIF DAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. FAST FOOD INDONESIA, TBK, DI SURABAYA SKRIPSI PENGARUH ANGGARAN PARTISIPATIF DAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. FAST FOOD INDONESIA, TBK, DI SURABAYA SKRIPSI Oleh : HARIS HARIYANTO 0513010093/FE/EA FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akhir-akhir ini kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Rakyat mulai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perubahan sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi yang dibawa oleh arus informasi telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menyelesaikan skripsi ini dengan judul PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI MANAJEMEN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP

KATA PENGANTAR. menyelesaikan skripsi ini dengan judul PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI MANAJEMEN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, karunia serta anugerah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Lebih terperinci

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di :  Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : http://agusw77.wordpress.com Program Studi Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi & Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Menurut National Committee

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Di sejumlah negara yang sedang berkembang pendidikan telah mengambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik,

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori-teori 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah gambaran dari kebijaksanaan pemerintah yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif menjadi tuntutan di era globalisasi yang sangat erat kaitannya dengan persaingan dan keterbatasan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah secara langsung maupun tidak langsung telah membawa pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional maupun lokal. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diakhir abad ke 20 bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan pelaksanaan akuntansi sektor publik di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi daerah. Kedua undang-undang ini mengatur tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah, sehingga

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Penganggaran

Prinsip-Prinsip Penganggaran S A I F U L R A H M A N Y U N I A R T O, S. S O S, M A B Prinsip-Prinsip Penganggaran 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran 2. Disiplin Anggaran 3. Keadilan Anggaran 4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, KOMITMEN ORGANISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. KUSUMA DIPA NUGRAHA

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, KOMITMEN ORGANISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. KUSUMA DIPA NUGRAHA PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, KOMITMEN ORGANISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. KUSUMA DIPA NUGRAHA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena, atas rahmat dan karunia-nya.

KATA PENGANTAR. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena, atas rahmat dan karunia-nya. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Puji syukur kehadirat Allah SWT karena, atas rahmat dan karunia-nya. Salawat beserta salam senantiasa tercurah limpahkan pada junjungan Nabi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah anggaran atau penganggaran (budgeting) sangat dipahami dalam setiap organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Sebagai organisasi, aparat pemerintahan

Lebih terperinci