Koinfeksi Virus pada Pneumonia Komunitas: Studi Potong Lintang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Koinfeksi Virus pada Pneumonia Komunitas: Studi Potong Lintang"

Transkripsi

1 Koinfeksi Virus pada Pneumonia Komunitas: Studi Potong Lintang Meli Yusanti, Oea Khairsyaf, Irvan Medison Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang Abstrak Latar belakang : Virus merupakan salah satu organisme yang dapat menginfeksi pada pneumonia komunitas, tetapi tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikrobiologi konvensional. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi virus pada swab naso-orofaring pada pasien dengan pneumonia komunitas. Metode : Desain penelitian adalah prospektif potong lintang. Semua pasien dengan pneumonia komunitas yang dirawat inap di ruang rawat paru sejak November sampai Mei dimasukan dalam penelitian. Pemeriksaan PCR dari swab naso-orofaring dilakukan untuk identifikasi virus. Dilakukan penilaian korelasi antar gambaran klinis dan hasil PCR virus yang positif. Hasil : Sebanyak 54 pasien memenuhi kriteria mengikuti penelitian ini. Virus positif pada pemeriksaan PCR ditemukan pada pasien (,4%). Koinfeksi dengan bakteri ditemukan pada pasien (8,5%). Asma eksaserbasi merupakan komorbid paling banyak pada pasien (36,4%). Terdapat hubungan antara karakteristik sputum dan koinfeksi virus (p =,46). Tidak ada hubungan antara skor PSI dan lama rawat di rumah sakit dengan koinfeksi virus. (p =,74 dan p =,56 ; respektif ). Kesimpulan : Pemeriksaan PCR dari swab naso-orofaring terlihat sebagai pemeriksaan diagnostik yang sensitif untuk identifikasi virus pada pasien CAP. Karakteristik sputum berhubungan bermakna dengan infeksi virus. (J Respir Indo. 3; 33:-6) Kata kunci : Pneumonia komunitas, polymerase chain reaction. Viral Co-infection in Community Acquired Pneumonia (CAP): A Cross Sectional Study Abstract Background : Viral is one of infectious organism in community acquired pneumonia (CAP), however it can't be detected by conventional microbiological test. Polymerase chain reaction (PCR) test has ability to identify viral on naso-oropharingeal swab in patient with CAP. Methods : It is a prospective cross sectional study. We enrolled all patients with CAP who were hospitalized in pulmonary ward from November to May and performed PCR test on naso-oropharingeal swab to identify viral. We adjusted association between clinical appearance and viral positive in PCR. Results : Fifty four patients were eligible to this study. Viral was positive on PCR test in eleven patients (.4%). Co-infection with bacteria was found in ten patients (8.5%). Exacerbation of asthma was the most common comorbid in our patient (36.4%). There was association between sputum characteristic and viral co-infection (p=.46). There were no association between PSI score and length of stay in hospital with viral co-infection (p=.74 and p=.65; respectively). Conclusion : PCR applied on naso-oropharingeal swab sample appear to be a sensitive diagnostic test to identify viral in patient with CAP. Sputum characteristic had significant association with viral infection. (J Respir Indo. 3; 33:-6) Keywords : Community acquired pneumonia, polymerase chain reaction. PENDAHULUAN Community aquired pneumonia (CAP) / pneumonia komunitas masih menjadi masalah utama dibidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju, sehingga berdampak penting terhadap biaya kesehatan. World Health Organization tahun 8 menyebutkan bahwa infeksi saluran pernapasan bawah adalah penyebab utama kematian di negara miskin dan berkembang, sedangkan di negara maju menempati urutan ketiga. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 7 menunjukkan penyakit infeksi saluran pernapasan menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit infeksi terbanyak pada pasien rawat jalan dan urutan keempat dari sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap. Pneumonia komunitas didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan protozoa, ditandai dengan ditemukannya infiltrat baru pada rontgen toraks, diikuti sedikitnya dua gejala berupa demam, batuk atau perubahan warna sputum, nyeri dada atau sesak 3-5 napas. J Respir Indo Vol. 33, No., April 3

2 Pneumonia komunitas yang disebabkan oleh virus ataupun koinfeksi dengan virus kemungkinan banyak kita temukan, namun selama ini jarang dijumpai karena terbatasnya pemeriksaan pendukung untuk 6-8 mendeteksi virus. Bagaimana gejala klinis penderita dan derajat beratnya penyakit karena infeksi virus ini belum banyak diketahui, ini dikarenakan sarana diagnostik yang masih kurang di masing-masing daerah 7-9 untuk mendeteksi infeksi virus. Beberapa laporan mengatakan kurang lebih 5-34% CAP disebabkan oleh virus dengan penyebab utama adalah virus influensa, dua penelitian di Spanyol mendapatkan virus sebagai penyebab CAP sebanyak 7 5% dan 8%. Sedangkan di Swedia dijumpai 9% dan 9 Canada 39%. Disamping itu beberapa laporan juga mengatakan adanya superinfeksi virus dengan bakteri secara signifikan terjadi pada pasien yang dirawat dengan CAP. Polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi infeksi virus pada saluran pernapasan orang dewasa. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi jumlah asam nukleat virus secara lebih terperinci. Pemeriksaan PCR telah menjawab masalah selama ini, yaitu rendahnya sensitivitas tes terhadap virus bila dilakukan dengan pemeriksaan kultur maupun deteksi, antigen pada orang dewasa. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat koinfeksi virus pada penderita CAP dengan pemeriksaan PCR virus dari sekret naso-orofaring penderita, kemudian dihubungkan dengan jenis virus penyebab, penyakit comorbid, temuan klinis, derajat pneumonia severity index (PSI), lama rawatan di rumah sakit dan koinfeksi dengan patogen lain. METODE Telah dilakukan suatu penelitian prospektif dengan disain potong lintang (cross sectional) yang bersifat analitik terhadap pasien yang telah didiagnosis dengan CAP secara klinis dan radiologi antara 5 November sampai 5 Mei. Penelitian dilaksanakan di bangsal paru rumah sakit Dr. M. Djamil Padang, laboratorium patologi klinik rumah sakit Dr. M. Djamil Padang dan pusat biomedis dan teknologi dasar kesehatan (BDTK) Jakarta. Data dicatat pada formulir penelitian untuk diedit dan dikoding. Kemudian dilakukan validasi, data secara komputerisasi. Untuk data kuantitatif dihitung dengan nilai mean dan standar deviasi, sedangkan data numerik yang berdistribusi normal dihitung berdasarkan uji t tidak berpasangan. Jika tidak berdistribusi normal dilakukan uji Mann Whitney. Hubungan antara dua variabel kategorik dihitung berdasarkan uji chi-square. Dikatakan bermakna bila nilai p<,5 dengan derajat kepercayaan 95%. Penelitian ini sebagai bagian dari penelitian severe acute respiratory infection (SARI) yang diadakan oleh Balitbangkes Departemen Kesehatan RI, yang bertujuan untuk survailens epidemiologi dan etiologi kasus infeksi saluran pernapasan akut di beberapa rumah sakit di Indonesia. Data yang dikumpulkan secara prospektif meliputi karakteristik penderita, penyakit comorbid, temuan klinis, nilai pneumonia severity index (PSI), hasil pemeriksaan swab nasoorofaring, lama perawatan di rumah sakit dan hasil kultur kuman banal. Kriteria inklusi adalah semua penderita yang didiagnosis dengan pneumonia komunitas (CAP) yang dirawat dengan onset penyakit <48 jam di bangsal paru. Telah diambil dan dikirim spesimen swab nasoorofaring dan kultur sputumnya sebelum mendapatkan terapi antibiotik. Kriteria eksklusi adalah penderita CAP yang sudah dirawat sebelumnya di sarana kesehatan lain dalam waktu kurang dari bulan dan penderita yang tidak ditemukan hasil pemeriksaan virusnya. Definisi operasional Penderita CAP adalah penderita pneumonia yang didiagnosis bila ditemukan gejala klinis berupa demam, sesak napas dan batuk, dijumpai ronkhi pada pemeriksaan fisik, peningkatan leukosit dari nilai normal dan terdapat infiltrat pada rontgen toraks. Polymerase chain reaction (PCR) adalah pemeriksaan untuk mendeteksi virus pada saluran pernapasan dengan pengambilan sekret nasoorofaring dengan melakukan swab (hapusan) pada daerah naso-orofaring. Sampel diambil pada hari J Respir Indo Vol. 33, No., April 3

3 63 CAP PCR virus dari swab nasofaring Dikeluarkan dari penelitian,% 4,% 54 sampel ada hasil 9 tidak ada hasil,% kultur kuman banal sputum PCR virus positif 43 PCR virus positif,% 3 tumbuh jamur 45 tumbuh bakteri Gambar. Skema penelitian 6 tak tumbuh bakteri Gambar. Bakteri yang mengalami koinfeksi dengan virus pada penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS. Dr. M. Djamil Padang periode 5 November -5 Mei pertama rawatan sebelum pasien mendapatkan antibiotik, spesimen diambil dengan lidi steril, setelah dilakukan usapan kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril berbentuk tabung, ditutup rapi kemudian dikirim ke laboratorium patologi klinik untuk dibungkus dan dikirim ke badan BDTK Jakarta. Kultur sputum dilakukan pada hari pertama rawatan, sputum diambil pada pagi hari setelah penderita gosok gigi atau berkumur-kumur. Sputum ditampung dalam wadah steril bermulut lebar yang tidak bocor dan kemudian dikirim ke laboratorium patologi klinik. Derajat beratnya penyakit dinilai dengan menggunakan skor pneumonia patient outcome research team (PORT), berdasarkan total skor PORT pasien dibagi atas 5 kelas risiko PSI yaitu I-V. HASIL Dari tanggal 5 November sampai 5 Mei didapatkan 63 penderita CAP yang dirawat di RS Dr. M. Djamil Padang dan belum mendapat antibiotik sebelum dikirim sampel pemeriksaan PCR virus dan kultur kuman banal, namun sebanyak 9 penderita dikeluarkan dari penelitian karena tidak ditemui hasil pemeriksaan PCR-nya. Dengan demikian hanya 54 orang penderita yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini (gambar ). Dari 54 penderita CAP, 34 (63,%) orang adalah laki-laki dan orang (37,%) adalah perempuan. Usia pasien termuda adalah 7 tahun dan yang tertua adalah 85 tahun, dengan umur rata-rata 48,74±6,87 tahun. Berdasarkan pemeriksaan PCR untuk mengidentifikasi virus, penderita (,4%) dijumpai virus dari swab naso-orofaringnya dan 43 penderita (79,6%) tidak dijumpai. Sebanyak 8,5% dari penderita PCR virus positif dijumpai pertumbuhan kuman dari pemeriksaan kultur sputumnya, hanya,9% penderita tanpa pertumbuhan kuman dari kultur sputumnya. Karakteristik dasar pasien pada penelitian ini adalah sama. Perbedaan umur rata-rata pada kedua kelompok dan perbedaan jenis kelamin juga tidak berbeda signifikan. Dalam hal penyakit komorbid penderita CAP dengan PCR virus positif sebanyak 36,4% adalah asma sedangkan pada virus negatif terbanyak adalah TB paru yaitu 7,8% namun tidak berbeda signifikan dimana nilai p=,59 (tabel ). Penderita CAP dengan PCR virus positif % keluar dari rumah sakit dengan perbaikan secara klinis sedangkan penderita dengan PCR virus negatif (,3%) orang meninggal dunia selama perawatan, namun secara statistik tidak berbeda signifikan. Dalam hal infeksi dengan patogen lain yaitu bakteri ataupun jamur tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan jenis virus yang ditemukan dari swab naso-orofaring penderita CAP, maka terbanyak adalah rhinovirus 36,4%, kemudian virus influensa tipe A dan B masing-masing 8,%, diikuti oleh citrus vein enation virus (CVEV), metapneumovirus dan human J Respir Indo Vol. 33, No., April 3

4 Tabel. Karakteristik dasar penderita CAP yang dirawat inap di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 5 November - 5 Mei Karakteristik Umur rerata ± SD Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Penyakit penyerta Tidak ada penyakit Ada penyakit penyerta Asma Tuberkulosis paru Penyakit paru obstruktif kronik Karsinoma Bronkiektasis Abses paru Diabetes melitus Keadaan pulang Perbaikan Meninggal Pemeriksaan kultur kuman banal Bakteri tunggal Bakteri ganda Tidak tumbuh Jamur virus positif n= 47,8±9,3 7 (63,6%) 3 (7,3%) (8,%) (%) 6 (54,5%) (,9%) (8,%) 48,97±6,5 3 (69,8%) 3 (3,%) 6 (4,%) 8 (,9%) (7,9%) 8 (,9%) (9,3%) (9,3%) 3 (7,%) 4 (97,7%) (,3%) 3 (7,%) 6 (4,%) 5 (,6%) (,3%) 48,74±6,87 34 (63,%) (37,%) (3,%) (,%) 5 (7,8%) 6 (,%) 8 (4,8%) (3,7%) (,85%) 3 (5,6%) 53 (98,%) (,9%) 37 (68,5%) 8 (4,8%) 6 (,%) 3 ( 5,6%),84,77,59,, Tabel. Distribusi jenis virus hasil swab naso-orofaring penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 5 November -5 Mei Virus n= % Rhinovirus Influensa A Influensa B Citrus vein enation virus (CVEV) Human metapneumo virus Parainfluensa tipe 3 (PIV3) 4 36,4% 8,% 8,% 9,% 9,% 9,% Tabel 3. Distribusi bakteri yang ditemukan pada sputum penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 5 November -5 Mei Jenis bakteri n=45 % Steptococcus α hemolitikus Klebsiella pneumonia Strep α hemoliticus dan kleb. pneumonia Pseudomonas aeruginosa Proteus vulgaris Staphylococcus aureus Staphy. aureus/ kleb. pneumonia 6 44,4% 6,7% 3,3% 4,4% 4,4%,% 4,4% para influensa virus tipe 3 (PIV3) masing-masing 9,% (tabel ). Disamping ditemukan virus dari swab nasoorofaring penderita CAP juga ditemukan pertumbuhan bakteri dan jamur dari pemeriksaan kultur kuman banal sputum. Dilihat dari hasil kultur kuman banal sputum dijumpai pertumbuhan kuman pada 45 orang (83,3%), jamur 3 orang (5,6%) dan tidak tumbuh kuman 6 orang (,%). Hasil pemeriksaan kultur dijumpai pertumbuhan bakteri yang lebih dari satu jenis pada 8 penderita 7,8% dari 45 penderita, yaitu streptococcus a hemoliticus dan klebsiella pneumonia pada 6 penderita, staphylococcus aureus dan klebsiella pneumonia pada penderita, sedangkan pertumbuhan jamur semuanya candida spp (tabel 3). Kuman terbanyak yang mengalami koinfeksi dengan virus adalah klebsiella pneumonia 4,%, diikuti oleh streptococcus a hemoliticus, sedangkan pertumbuhan ganda antara klebsiella pneumonia dan streptococcus a hemoliticus serta candida spp masingmasing % (gambar ). Bila dilihat dari gambaran klinis penderita CAP pada kedua kelompok sama yaitu datang dengan keluhan utama sesak napas, batuk dan nyeri dada. Gejala utama pada kelompok virus positif adalah sesak napas 9,9% dan batuk 9,%. Sedangkan kelompok virus negatif datang dengan keluhan sesak napas 65,% dan batuk 35,6%, disamping itu juga nyeri dada,3%, namun secara statistik tidak berbeda signifikan antara dua kelompok. Kelompok virus positif mengeluhkan dahak tidak purulen sebanyak 54,5%, purulen 36,4%, sedangkan J Respir Indo Vol. 33, No., April 3 3

5 Tabel 4. Gambaran klinis penderita CAP yang dirawat inap di bangsal paru RS. Dr. M. Djamil Padang periode 5 November - 5 Mei Gejala klinis virus positif n= Keluhan utama Sesak napas Batuk Nyeri dada Dahak Tidak purulen Purulen Kemerahan Tidak ada dahak 3 Jumlah leukosit rerata (x ) (9,9%) 6 (54,5%) 6,55±5,4 8 (65,%) 4 (35,6%) (,3%) 7 (6,3%) 7 (6,7%) 6 (4,%) 3 (7,%) 4,4±5,6 38 (7,4%) 5 (7,8%) (,8%) 3 (4,%) 3 (57,4%) 6 (,%) 4 (7,4%) 6,87±5,6,44,6 Tabel 5. Hubungan nilai PSI dengan hasil PCR virus penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 5 November -5 Mei Derajat/risiko CAP virus positif n= Rendah I II III Sedang IV Berat V (8,%) 7 (63,6%) 8 (4,9%) 8 (8,6%) 9 (,9%) 8 (8,6%) (37,%) 9 (6,7%) 6 (9,6%) 9 (6,7%),794 Tabel 6. Hubungan lama rawatan penderita CAP dengan koinfeksi virus di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 5 November -5 Mei Lama perawatan (hari) virus positif n= -7 hari 8-5 hari > 5 hari 6 (54,5%) 7 (39,5%) (5,%) 4 (9,3%) 3 (4,3%) 6 (48,%) 5 (9,%),65 kelompok virus negatif banyak penderitanya mengeluhkan dahak purulen 6,7%, tidak purulen 6,3%. Secara statistik perbedaannya signifikan dengan p=,46. Dilihat dari rata-rata leukosit kelompok virus positif lebih tinggi dari kelompok virus negatif yaitu 6,55 ± 5,4 dengan 4,4 ± 5,6 namun tidak berbeda signifikan (tabel 4). Ditinjau dari hubungan beratnya CAP dengan nilai PSI, kelompok yang mengalami koinfeksi virus berada pada risiko atau derajat sedang (IV) 63,6%, derajat rendah 7,3% dan berat 9,%. Sedangkan kelompok tanpa koinfeksi virus terbanyak berada pada derajat II kelas resiko rendah, namun tidak berbeda signifikan (tabel 5). Bila dilihat dari lamanya hari rawatan di rumah sakit pada kedua kelompok, penderita CAP dengan PCR virus positif rata-rata dirawat dalam rentang -7 hari dan PCR virus negatif adalah 8-5 hari namun tidak berbeda signifikan dengan p=,65 (tabel 6). PEMBAHASAN Sebanyak (,4%) dari 54 penderita 8 ditemukan adanya infeksi virus. Sementara Johnstone di Canada mengidentifikasi 39% virus pada saluran 3 napas penderita CAP sedangkan dan Jeannings di New Zealand mendapatkan 9%. Dari orang yang terinfeksi virus (8,5%) juga terinfeksi oleh bakteri atau jamur. Beberapa laporan juga menunjukkan terdapatnya infeksi gabungan antara virus dan bakteri pada penderita CAP yang dirawat di rumah sakit. Ditemukan infeksi virus pada saluran napas penderita 4 J Respir Indo Vol. 33, No., April 3

6 CAP harus mendapat perhatian, karena virus dapat menyerang dan bereplikasi pada mukosa saluran 8 napas bawah manusia. Infeksi virus pada penelitian ini umumnya adalah rhinovirus 4,% diikuti virus influensa A dan B. Hal ini 9 berbeda dengan Johnstone yang menemukan virus influensa dan parainfluensa sebagai penyebab 4 terbanyak. Oosterheert di Belanda juga mendapatkan virus influensa sebagai virus terbanyak yang ditemukan dari pemeriksaan virus patogen saluran pernapasan dewasa. Ini dikarenakan mereka melakukan penelitian di musim influensa. Namun dari penelitian epidemiologi terbaru dan 3 Jeanning dengan teknik pemeriksaan PCR swab naso-orofaring menemukan rhinovirus jenis terbanyak dengan frekuensi 8-% pada dewasa dan 4-45% pada anak-anak. Hal ini disebabkan rhinovirus dapat bereplikasi pada saluran pernapasan bawah manusia, menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi dan 3 kemokin. Disamping itu rhinovirus juga dapat merusak respons imun makrofag oleh karena itu sering dijumpai 5 bersamaan dengan infeksi bakteri. Penyakit komorbid yang umum dijumpai pada penderita CAP dengan koinfeksi virus adalah asma yaitu 36,4%, Talbot dan Wierick mendapatkan penyakit kardiopulmoner kronik. Infeksi yang berkepanjangan pada saluran pernapasan penderita tersebut meningkatkan kemampuan virus untuk berkembang di 5 sana. Mahony tahun 8 menemukan infeksi rhinovirus sering berhubungan dengan asma eksa- serbasi. Hal ini dihubungkan dengan pemakaian steroid pada penderita asma. Gejala utama CAP dengan koinfeksi virus tidak berbeda dengan penyebab lainnya berupa sesak napas dan nyeri dada, namun dalam hal perubahan warna sputum lebih banyak kita jumpai pada CAP karena bakteri dengan nilai p=,46. Sputum penderita CAP dengan koinfeksi virus tidak purulen dibandingkan tanpa infeksi virus. Pada penelitian yang dilakukan 4 Oosterheert penderita CAP dengan PCR virus positif juga kurang memiliki sputum yang purulen bila dibandingkan dengan penderita PCR negatif. Sebanyak 63,6% penderita virus yang dirawat di rumah sakit memiliki skor PSI derajat IV, sedangkan tanpa infeksi virus datang dengan skor PSI derajat II. Dapat dikatakan bahwa CAP yang disertai infeksi virus memiliki skor PSI lebih berat bila dibandingkan dengan tanpa infeksi virus. Namun tidak 3 berbeda signifikan. Berbeda dengan Jeannings yang menemukan infeksi virus pada pneumonia berhubungan dengan beratnya penyakit. Ini mungkin disebabkan perbandingan penderita dengan skor PSI derajat berat (V) pada kedua kelompok penelitian jumlahnya sangat jauh berbeda atau ada penyebab lain yang butuh penelitian lebih lanjut. Dalam hal lamanya rawatan di rumah sakit kelompok PCR virus positif tidak berbeda dengan kelompok virus negatif, begitu juga dari penelitian 9 Johnstone. Pada penelitian ini, walaupun ditemukan sebanyak,4% infeksi virus pada CAP namun tidak memperpanjang lamanya rawatan rumah sakit. Kelemahan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang sedikit sehingga banyak hasil analisis yang kurang memberikan hasil bermakna. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :. Terdapatnya infeksi virus pada penderita CAP tidak memberikan gejala klinis yang khas, kecuali dalam hal warna sputum yang berwarna putih bila dibandingkan tanpa infeksi virus.. Ditemukannya virus pada sekret naso-orofaring penderita CAP dengan pemeriksaan PCR, tidak menambah lamanya rawatan dan tidak memperberat derajat penyakit. DAFTAR PUSTAKA. World Health Organization. World Health Statistic. In: WHO World Health Report. Geneva: WHO Press; 8.. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Riskesdas Indonesia 8. Jakarta Phua J, Ngerng WJ, Lim TK. The impact of a delay in intensive care unit admission for communityacquired pneumonia. Eur Respir J. ;36:86- J Respir Indo Vol. 33, No., April 3 5

7 Woodhead M, Blasi F, Ewig S. Guidelines for the management of adult lower respiratory tract infections - summary. Clin Microbiol Infect. ;7: Mandell LA, Wunderink RG, Anzuetoi A, Bartlett JG, Campbell D, Dean NC, et all. Infectious diseases society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management of Community-Acquired Pneumonia in adults. Clin Infect Dis. 7;44: Talbot HK, Falsey AR. The diagnosis of viral respiratory disease in older adults. Clin Infect Dis. ;5: Johansson N, Kalin M, Tiveljung-Lindell A, Hedlund J. Etiology of Community-Acquired Pneumonia increased microbiological yield with new diagnostic methods. Clin Infect Dis. ;5: Matsuoka M, Enelow RI. Viral peumonia. PCCSU. ;4:4. 9. Johnstone J, Majumdar SR, Fox JD, Marrie TJ. Viral infection in adults hospitalized with Community- Acquired Pneumonia prevalence, pathogens, and presentation. Chest. 8;34:4-8.. Mahony JB. Detection of respiratory viruses by molecular methods. Clin Microbiol Rev. 8;: Brittain-Long R, Westin J, Olofsson S, Lindh M, Andersson L-M. Access to a polymerase chain reaction assay method targeting 3 respiratory viruses can reduce antibiotics: A randomized, controlled trial. BMC Med. ;9:-.. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pelaksanaan surveilans severe acute respiratory infection (SARI) di rumah sakit. Jakarta: Depkes RI;. 3. Jeannings LC, Anderson TP, Beynon KA, Chua A, Laing RTR, Werno AM, et al. Incidence and characteristics of viral Community-Acquired Pneumonia in adults. Thorax. 8;63: Oosterheert JJ, Loon AMv, Schuurman R. Impact of rapid detection of viral and atypical bacterial pathogens by real-time polymerase chain reaction for patients with lower respiratory tract infection. Clin Infect Dis. 5;4: Peltola V, Waris M, Österbackb R, Susib P, Hyypiäb T, Ruuskanena O. Clinical effects of rhinovirus infections. J Clin Virol. 8;43: J Respir Indo Vol. 33, No., April 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Dalam... i Pernyataan Orisinalitas... ii Persetujuan Skripsi... iii Halaman Pengesahan Tim Penguji Skripsi... iv Motto dan Dedikasi... v Kata Pengantar... vi Abstract...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

POLA KLINIS PNEUMONIA KOMUNITAS DEWASA DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

POLA KLINIS PNEUMONIA KOMUNITAS DEWASA DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH i POLA KLINIS PNEUMONIA KOMUNITAS DEWASA DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia merupakan suatu peradangan pada paru yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Sedangkan peradangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2016 di bagian

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2016 di bagian BAB V HASIL PENELITIAN Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2016 di bagian Rekam Medik RSUP DR. M. Djamil Padang. Populasi penelitian adalah pasien pneumonia komunitas yang dirawat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK Yumeina Gagarani 1,M S Anam 2,Nahwa Arkhaesi 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang menyerang jaringan paru. Pneumonia dapat diagnosis secara pasti dengan x-photo thoraks dengan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di sub bagian Pulmologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian ini adalah Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3 INTISARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DAN PNEUMONIA SERTA TB PARU STUDI DESKRIPTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Lisa Ariani 1 ; Erna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,

Lebih terperinci

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum POLA DERAJAT KEPARAHAN PNEUMONIA DAN TERAPI ANTIBIOTIK EMPIRIK PADA PASIEN COMMUNITY- ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) YANG DIRAWAT DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG Anita Mayasari 1, Setyoko 2, Andra Novitasari 3 1 Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

Hubungan antara Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut dengan Hasil Kultur Sputum Bakteri pada Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta

Hubungan antara Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut dengan Hasil Kultur Sputum Bakteri pada Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Hubungan antara Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut dengan Hasil Kultur Sputum Bakteri pada Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Suradi, Yusup Subagio Sutanto, Reviono, Harsini, Dwi Marhendra

Lebih terperinci

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Inayati* Bagian Mikrobiologi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007 ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007 Fransisca Maya Angela, 2010; Pembimbing I Pembimbing II : J. Teguh Widjaja, dr., Sp P : Evi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran nafas akut yang sering ditemukan dalam masyarakat, mencangkup common cold sampai dengan pneumonia

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada pasien HIV. Adanya hubungan yang kompleks antara HIV dan TB dapat meningkatkan mortalitas maupun morbiditas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. J Respir Indo Vol. 33, No. 1, Januari ,3

PENDAHULUAN. J Respir Indo Vol. 33, No. 1, Januari ,3 Perbandingan Tiga Metode Prediksi secara Retrospektif dalam Menilai Derajat Pneumonia Komunitas pada Pasien Lanjut Usia di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Eddy Surjanto, Yusup Subagio Sutanto, Reviono,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO Dian Wahyu Laily*, Dina V. Rombot +, Benedictus S. Lampus + Abstrak Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, yang menimbulkan konsolidasi paru

Lebih terperinci

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 Nita Kristiani, 2010; Pembimbing I : Penny Setyawati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae Klebsiella pneumoniae Kingdom: Phylum: Class: Order: Family: Genus: Species: Bacteria Proteobacteria Gamma Proteobacteria Enterobacteriales Enterobacteriaceae Klebsiella K. pneumoniae Binomial name Klebsiella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung ABSTRAK Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung Ananda D. Putri, 2010 ; Pembimbing I : H. Edwin S., dr, Sp.PD-KKV FINASIM

Lebih terperinci

Hubungan Konsentrasi Prokalsitonin dengan Etiologi Pneumonia pada Penderita Pneumonia Komunitas

Hubungan Konsentrasi Prokalsitonin dengan Etiologi Pneumonia pada Penderita Pneumonia Komunitas Hubungan Konsentrasi Prokalsitonin dengan Etiologi Pneumonia pada Penderita Pneumonia Komunitas Desi Susyanti 1, Taufik 2, Oea Khairsyaf 2, Irvan Medison 2 1 PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas

Lebih terperinci

Demam neutropenia adalah apabila suhu

Demam neutropenia adalah apabila suhu Artikel Asli Etiologi Demam Neutropenia pada Anak dengan Rondinelli Adrieanta, Endang Windiastuti, Setyo Handryastuti Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Ubiversitas Indonesia/Rumah Sakit

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak yang bercampur darah dan di batukkan dari saluran

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013 Melianti Mairi, 2014. Pembimbing 1 : dr. Dani, M.Kes Pembimbing 2 : dr. Budi Widyarto, M.H Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 1 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru Setyoko 1, Andra Novitasari 1, Anita Mayasari 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab

Lebih terperinci

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh : POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER 2014 Oleh : DASTA SENORITA GINTING 120100251 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain : BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : April 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31 Maret

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan Ringkasan Berdasarkan laporan sampai dengan tanggal 31

Lebih terperinci

Hubungan Pemeriksaan Faal Paru dan Keluhan Respiratorik pada Jemaah Haji Kota Padang Tahun 2008

Hubungan Pemeriksaan Faal Paru dan Keluhan Respiratorik pada Jemaah Haji Kota Padang Tahun 2008 Hubungan Pemeriksaan Faal Paru dan Keluhan Respiratorik pada Jemaah Haji Kota Padang Tahun 28 Taufiq Hidayat, Zailirin Yuliana Zainoeddin,Yusrizal Chan,Taufik Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bagian Ilmu Penyakit Dalam, sub

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bagian Ilmu Penyakit Dalam, sub BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bagian Ilmu Penyakit Dalam, sub bagian Penyakit Tropik Infeksi di RSUP Dokter Kariadi Semarang 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian anak usia di bawah 5 tahun di negara berkembang pada tahun 2011 (Izadnegahdar dkk, 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007 ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007 Yanuarita Dwi Puspasari, 2009. Pembimbing I : July Ivone, dr., MS Pembimbing II : Caroline Tan Sardjono,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan untuk memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai macam masalah penyakit pernafasan yang sering ditemui adalah ISPA, tuberculosis, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, dan pnemonia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas

Lebih terperinci

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR 2014 Pedoman Surveilans

Lebih terperinci

The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013

The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013 The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013 Angka Kejadian Konjungtivitis di RS Pedesaan dibandingkan dengan RS Perkotaan 1 Januari -31 Desember

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN Yuyun Wigati 1 ; Noor Aisyah 2 ; Hj. Rahmi Annissa 3 Infeksi

Lebih terperinci

The Relations of Knowledge and The Adherence to Use PPE in Medical Service Employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

The Relations of Knowledge and The Adherence to Use PPE in Medical Service Employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. The Relations of Knowledge and The Adherence to Use PPE in Medical Service Employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada

Lebih terperinci

DETEKSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DENGAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DAN TEKNIK PCR PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS DARUL IMARAH

DETEKSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DENGAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DAN TEKNIK PCR PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS DARUL IMARAH Deteksi Mycobacterium Tuberculosis Dengan Pemeriksaan (Raisuli Ramadhan, Eka Fitria, Rosdiana) DETEKSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS DENGAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DAN TEKNIK PCR PADA PENDERITA TUBERKULOSIS

Lebih terperinci