BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia komuniti (PK) adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. 19

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia komuniti (PK) adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. 19"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PNEUMONIA KOMUNITI Pneumonia komuniti (PK) adalah pneumonia yang didapat di masyarakat Epidemiologi PK merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia. 20 Di Amerika Serikat, sekitar 80% dari 4 juta kasus PK diobati sebagai pasien rawat jalan dan sekitar 20% kasus di rawat di rumah sakit. Dari pasien PK yang di rawat di rumah sakit, rata-rata selama 64 juta hari mereka terbatas aktivitasnya dan sebanyak pasien akhirnya meninggal dunia. Dana tahunan yang dikeluarkan berhubungan dengan PK diperkirakan sebesar US$9-10 milyar. Di Amerika Serikat tercatat 12 kasus PK per 1000 penduduk, dimana kasus per 1000 penduduk adalah anak usia <4 tahun dan 20 kasus per 1000 penduduk usia >60 tahun. 21 Di Indonesia, pneumonia komunitas termasuk pada sepuluh besar rawatan rumah sakit dimana penderita laki-laki sebanyak 53,95% kasus dan perempuan 46,05%, crude fatality rate (CFR) 7,6% yang merupakan tertinggi dibandingkan penyakit lain. Pada tahun 2012 tercatat jumlah penderita pneumonia komunitas yang dirawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan sebanyak 256 pasien, di RSUP dr.m.djamil Padang sebanyak 94 pasien, RSUP Persahabatan Jakarta sebanyak 117 pasien, RSUD dr.moewardi Surakarta sebanyak 225 pasien, RSUD dr.saiful Anwar Malang sebanyak 514 pasien dan RSUD dr.soetomo Surabaya sebanyak 477 pasien

2 2.1.2 Etiologi Berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan pneumonia. Menurut ATS/IDSA 2007 PK banyak disebabkan oleh bakteri gram positif dan dapat pula bakteri atipikal. Data yang diperoleh dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2012 memperlihatkan penyebab PK terbanyak di ruang rawat inap yang didapat dari pemeriksaan dahak adalah kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Acinetobacter baumanii dan Pseudomonas aeruginosa, sementara kuman gram positif hanya sedikit dijumpai seperti Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Data ini menunjukkan bahwa di Indonesia telah terjadi perubahan pola kuman pada PK. 20,22 Angka kematian akibat PK akan meningkat apabila antibiotik terlambat diberikan. 2,11 Oleh karena itu sangat penting untuk memberikan terapi antibiotik sedini mungkin setelah diagnosa PK ditegakkan. Saat ini belum diketahui berapa lama pemberian terapi antibiotik yang optimal dn efektif untuk pasien PK, pemberian antibiotik untuk PK saat ini adalah 7 sampai 21 hari, tergantung dari tingkat keparahan penyakit dan jenis patogen. Pada pasien lanjut usia terutama dengan komorbid dan juga pasien PK berat akan diberikan terapi antibiotik dengan jangka waktu yang lebih lama berpedoman pada gejala klinis. 2 Telah diketahui patogen yang cenderung dijumpai pada faktor resiko tertentu, misalnya Haemophylus influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada pasien lanjut usia, gram negatif pada pasien dari rumah jompo dengan PPOK dan penyakit penyerta kardiopulmonal dan/atau pasca terapi antibiotik spektrum luas. Pseudomonas aeruginosa dijumpai pada pasien dengan 31

3 bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan imunosupresi dengan disertai leukopenia. 22 Pada pasien PK rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan adanya Streptococcus pneumoniae pada 9-20% kasus, Mycoplasma pneumoniae pada 13-37% kasus dan Chlamydia pneumoniae pada 17% kasus. 14 Patogen pada PK rawat inap di luar ICU, sekitar 20-70% kasus tidak diketahui penyebabnya. Streptococcus pneumoniae dijumpai pada 20-60% kasus, Haemophylus influenzae pada 3-10% kasus. Staphylococcus aureus, gram negatif enterik, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella, dan virus terjadi pada 10% kasus. Kejadian infeksi kuman atipikal sebanyak 40-60%. Infeksi patogen gram negatif dapat mencapai 10%. Pseudomonas aeruginosa dilaporkan sebesar 4%. 14 Sebanyak 10% dari pasien PK mendapat perawatan di ICU dan sebanyak 50-60% tidak diketahui penyebabnya. Sebanyak 33% disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Disamping patogen yang didapatkan pada pasien rawat inap non ICU, didapatkan juga peningkatan infeksi patogen Gram negatif. Enterobacteriacae dijumpai pada 20% kasus, dimana 10-20% diantaranya oleh Pseudomonas aeruginosa terutama pasien dengan bronkiektasis. 14 Pada rumah jompo lebih sering dijumpai Staphylococcus aureus yang resisten methisillin (Methycilline resistant staphylococcus aureus / MRSA), bakteri Gram negatif dan virus tertentu (adenovirus, cyncytial virus/rsv dan influenza). 14 Berbagai mikroorganisme juga mempunyai karakteristik, yakni mikoplasma dapat menyebabkan inflamasi trakeobronkial, virus dapat 32

4 menyebabkan terjadinya infeksi interstitial, streptokokus lebih banyak menimbulkan pleuritis dan efusi pleura, sedangkan sedangkan pneumokokus lebih banyak menimbulkan kelainan pada parenkim paru. Stafilokokus dan gram negatif dapat membentuk abses sehingga terbentuk kaverna. Terganggunya fungsi paru tergantung dari lokasi infeksi. Pada virus dan mikoplasma, infeksi terjadi pada trakeobronkial, akan tetapi pada PPOK, faal paru marginal mengalami bronkopneumonia sehingga mudah terjadi kegagalan pernapasan dengan perburukan faal perfusi ventilasi. Edema yang disebabkan Pneumonia juga dapat menimbulkan gangguan obstruksi pada paru dan matching diantara ventilasi dan perfusi yang dapat menyebabkan terjadinya hipoksia. Ketidakseimbangan V/Q dapat disebabkan juga oleh karena nyeri. Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus atau mikoplasma dapat menyebabkan terjadinya penurunan dari faal paru, compliance dan gangguan obstruksi paru Patofisiologi Saluran napas bagian bawah di desain untuk melindungi diri secara efektif dari invasi patogen. Infeksi akan terjadi apabila mekanisme proteksi terganggu. Cara yang tersering menyebabkan infeksi saluran napas bawah adalah pada saat mikroorganisme turut teraspirasi bersama sekret orofaring. Kadang dapat juga terjadi infeksi secara hematogen dan akibat inhalasi dari droplet yang mengandung kuman. Ketika alveoli terganggu oleh kuman yang mencapai parenkim paru, terjadi respon inflamasi lokal. Sel inflamasi (sel darah putih, limfosit, monosit) dan cairan memasuki alveoli, yang menyebabkan konsolidasi pada paru. Terjadi peningkatan jumlah mediator inflamasi yang masuk ke 33

5 sirkulasi darah sebagai respon sistemik yang dapat dijadikan sebagai gejala dan tanda dari pneumonia. 24 Bakteri menyebabkan 60-80% kasus PK, dimana 15% kasus disebabkan oleh virus. Pada kasus PK yang memerlukan perawatan di rumah sakit sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Diantara pasien PK yang dirawat di rumah sakit, beberapa penelitian menyimpulkan Streptococcus pneumoniae bertanggung jawab untuk terjadinya 9-50% kasus PK, penyebab terbanyak kedua adalah Mycoplasma pneumoniae yang menyebabkan 15% dari semua kasus PK. 24 Untuk pneumonia atipikal penularan dapat terjadi antar manusia melalui terhirupnya droplet dengan karakteristik onset yang bertahap dan gejalanya adalah sakit kepala, lelah, nyeri otot, sakit tenggorokan dan batuk kering. Mycoplasma pneumoniae sering sembuh sendiri dengan angka kematian yang rendah dan jarang menyebabkan perawatan dirumah sakit. Chlamydia pneumoniae dan Legionella pneumophila juga termasuk kuman yang berhubungan dengan pneumonia atipikal. Chlamydia pneumoniae sering pada usia lanjut dengan komorbid. Kebanyakan kasus yang disebabkan oleh Chlamydia pneumoniae sembuh sendiri tetapi dapat juga menjadi parah dan memerlukan perawatan di rumah sakit dengan angka kematian 9%. Legionella pneumophila ditularkan dengan paparan kuman di lingkungan tempat tinggal. Legionella pneumophila hidup di air bersih, sistem pemanas dan pendingin serta tanah yang lembab. Legionella pneumophila lebih sering terjadi pada individu dengan penurunan sistem imun, gagal ginjal, disfungsi hati, keganasan dan diabetes. Legionella pneumophila merupakan patogen atipikal yang meyebabkan keadaan klinis terburuk dengan angka kematian tertinggi yaitu 14%

6 Virus juga merupakan penyebab dari pneumonia komuniti yang harus mendapat perawatan di rumah sakit. Virus influenza adalah penyebab tersering pneumonia yang diakibatkan oleh virus dan sering menjadi penyebab pneumonia bakteri sekunder akibat penurunan daya tahan tubuh dan bisa juga disebabkan penurunan fungsi silia dalam pembersihan saluran napas dari kuman. Respiratory syncytial virus adalah kuman yang biasa menyebabkan infeksi pada populasi anak dan frekuensinya meningkat pada saat dewasa, terutama pada pasien yang mendapat perawatan di rumah Diagnosis PK didiagnosis dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis, diagnosis fisik, foto toraks dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti untuk PK jika pada gambaran foto toraks tampak infiltrat baru ataupun infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala berikut ini : Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 38 0 C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisik : adanya tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki Leukosit atau < ,20 35

7 2.1.5 Penilaian derajat keparahan penyakit Pada PK, menilai tingkat keparahan penyakit dengan menggunakan sistem skoring yang telah banyak digunakan saat ini seperti PSI (pneumonia severity index) yang juga dikenal dengan nama PORT (Patient Outcome Research Team) skor, CURB-65 (Confusion, Urea, Respiratory rate, Blood pressure, Age >65 years), IDSA / ATS (The Infectious Disease Society of America / American Thoracic Society) kriteria mayor dan minor, CURXO-80, SMART-COP dan CAP-PIRO dan lain-lain. 5,9 Skor PSI terdiri atas beberapa variabel klinik yang membagi pasien menjadi 5 tingkatan berdasarkan risiko kematian dalam 30 hari (kelas I= 0,1 0,4%; kelas II= 0,6-0,7%; kelas III= 0,9 2,8%; kelas IV= 4 10%; kelas V: 27%). Skor PSI direkomendasikan pemakaiannya oleh American Thoracic Society (ATS) dan Infectious Disease Society of America (IDSA) dengan kemampuan prediksi yang baik dengan AUC: 0,74-0,83 25,26 Adapun sistem skoring PSI ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Sistem skoring PSI untuk menilai tingkat keparahan pasien PK. 9,24,27 Karakteristik penderita Jumlah poin Faktor demografi - Usia : Laki-laki Perempuan - Perawatan di rumah Umur (tahun) Umur (tahun) Penyakit penyerta - Keganasan - Penyakit hati

8 - Gagal jantung kongestif - Penyakit cerebrovaskular - Penyakit Ginjal Pemeriksaan fisik - Perubahan status mental - Pernapasan 30 kali permenit - Tekanan darah sistolik 90mmHg - Suhu tubuh < 35 C atau 40 C - Nadi 125 kali permenit Hasil laboratorium / Radiologik - Analisis Gas Darah arteri : PH 7,35 - BUN > 30 mg/dl - Natrium < 130 meq/liter - Glukosa > 250 mg/dl - Hematokrit < 30% - PO 2 60 mmhg - Efusi pleura Poin total Resiko Kelas Persentase mortaliti (jumlah pasien) Tidak ada Rendah I 0,1 (3,034) Rekomendasi perawatan Rawat jalan <70 Rendah II 0,6 (5,778) Rawat Jalan Rendah III 2,8 (6,790) Rawat inap Sedang IV 8,2 (13.104) Rawat inap >130 Tinggi V 29,2 (9.333) Rawat inap 37

9 Berdasarkan kesepakatan PDPI 2003, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah : 1. Skor PORT > Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. Frekuensi napas > 30/menit PaO 2 / FiO 2 < 250 mmhg Gambaran foto toraks menunjukkan kelainan bilateral Gambaran foto toraks melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmhg Tekanan diastolik < 60 mmhg 3. Pneumonia pada pengguna NAPZA 19,20 Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) / American Thoracic Society (ATS) Consensus Guidelines on the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults 2007, kriteria pneumonia berat adalah apabila dijumpai salah satu atau lebih kriteria di bawah ini: Kriteria minor: Frekuensi napas 30/menit PaO 2 / FiO mmhg Foto toraks menunjukkan gambaran infiltrat multilobar Uremia (BUN 20 mg/dl) Leukopenia ( 4000 sel/mm 3 ) Hipotermi (< 36 C) Hipotensi yang membutuhkan resusitasi cairan yang agresif 38

10 Kriteria mayor adalah sebagai berikut : Membutuhkan ventilasi mekanik Septik syok yang membutuhkan vasopresor. 3, Kriteria perawatan intensif Kriteria untuk pasien PK yang membutuhkan rawat inap di Ruang Rawat Intensif adalah yang mempunyai minimal 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi mekanik dan membutuhkan vasopresor > 4 jam / syok septik) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (PaO 2 /FiO 2 < 250 mmhg, gambaran foto toraks menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmhg). Adapun kriteria minor dan mayor lainnya bukan indikasi untuk rawat inap di Ruang Rawat Intensif. 19, Pneumonia Atipikal Selain bakteri penyebab PK yang tipikal sering pula dijumpai bakteri/kuman atipikal. 20 Bakteri atipikal tidak ditemukan dengan pewarnaan gram. 23,24 Pneumonia akibat bakteri atipikal disebut pneumonia atipikal yang sering disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lainnya adalah Chlamydia psittasi, Coxiela burnetti, Virus influenza tipe A dan B, Adenovirus dan Respiratory syncitial virus. 24 Diagnosis pneumonia atipikal dapat ditegakkan dengan : Gejalanya seperti demam, batuk non produktif, nyeri kepala dan mialgia. Pada pemeriksaan fisik dijumpai ronki basah difus, jarang terjadi konsolidasi. Gambaran foto toraks menunjukkan infiltrat interstisial. 39

11 Laboratorium : leukositosis ringan. Dengan pewarnaan gram, kultur dahak atau darah tidak ditemukan bakteri. Pemeriksaan laboratorium untuk menemukan bakteri atipikal - Isolasi biakan sensitivitasnya sangat rendah. - Deteksi Enzyme Immunoassay Antigen (EIA). - Polymerase Chain Reaction (PCR). - Uji serologi : o Cold Agglutinin o Uji fiksasi komplemen yang merupakan standar diagnosis M.pneumoniae o Micro Immunofluorescence (MIF), standar serologi untuk Chlamydia pneumoniae o Antigen dari urine untuk Legionella. 19,20 Gambaran klinis pneumonia atipikal tidak sama dengan pneumonia tipikal. Tabel 2.2 menujukkan perbedaan klinis pneumonia atipikal dan tipikal. 19,20 Tabel2.2.Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipikal dan pneumonia tipikal. 19,20 Tanda dan Gejala Onset Suhu Batuk Dahak Gejala lain Gejala diluar paru Pneumonia Bakterial (tipikal) Akut Tinggi, menggigil Produktif Purulen Jarang Lebih jarang Pneumonia Atipikal Gradual Kurang tinggi Non produktif Mukoid Nyeri kepala, mialgia, Sakit tenggorokan Sering 40

12 Pewarnaan gram Radiologik Laboratorium Gangguan fungsi hati Kokus gram (+) atau (-) Konsolidasi lobar Lebih tinggi Jarang Sering flora normal atau spesifik Patchy atau normal Lekosit normal kadang rendah Sering meningkat Penatalaksanaan Menurut ATS/IDSA 2007, untuk penatalaksanaan PK penting di perhatikan pasien tanpa adanya riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya dan pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. Adapun pemilihan antibiotik secara empirik didasari atas beberapa faktor: - Kemungkinan jenis kuman penyebab berdasarkan pola kuman. - Obat telah terbukti efektif pada penelitian sebelumnya. - Faktor resiko resisten terhadap antibiotik. - Ada atau tidaknya faktor komorbid juga perlu diperhatikan, faktor komorbid dapat mempengaruhi kecenderungan terhadap jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan. Berikut ini adalah termasuk faktor komorbid yaitu : a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin - Usia > 65 tahun - Memakai obat golongan β-laktam dalam 3 bulan terakhir - Pecandu alkohol - Penyakit gangguan kekebalan - Penyakit penyerta yang multipel 41

13 4. Kuman enterik gram negatif - Penghuni rumah jompo - Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung dan paru - Mempunyai kelainan penyakit yang multipel - Riwayat pengobatan antibiotik 5. Pseudomonas aeruginosa - Bronkiektasis - Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari - Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir - Gizi kurang 19,20 Penatalaksanaan PK dibagi menjadi: 1. Penderita Rawat jalan Pengobatan suportif/simptomatik - Istirahat di tempat tidur (bed rest). - Minum yang cukup agar tidak dehidrasi. - Kompres bila demam tinggi atau beri obat penurun panas. - Kalau perlu berikan mukolitik atau ekspektoran. Pemberian antibiotik sesegera mungkin. 19,20 2. Penderita rawat inap di ruang biasa Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pasang infus untuk rehidrasi, koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik seperti antipiretik dan mukolitik 42

14 Pemberian antibiotik sesegera mungkin 19,20 3. Penderita rawat inap di ruang intensif / Intensive Care Unit (ICU) Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pasang infus untuk rehidrasi, koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik seperti antipiretik dan mukolitik Pemberian antibiotik sesegera mungkin. Bila ada indikasi di pasang Ventilator Mekanik. 19,20 Berbagai petunjuk terapi empirik PK dibuat untuk memudahkan pemberian antibiotik sebagai terapi awal. Tabel 3. Menunjukkan terapi empirik antibiotik untuk PK menurut PDPI Tabel 2.3. Terapi empirik antibiotik untuk PK menurut PDPI Rawat jalan o Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. - golongan β-laktam atau golongan β-laktam + anti β- laktamase ATAU - makrolid baru (klaritromisin, azitromisin) o Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. - Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin) ATAU - golongan β-laktam + anti β-laktamase ATAU - golongan β-laktam + makrolid 43

15 Rawat inap non ICU o o Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin) ATAU golongan β-laktam + makrolid Ruang rawat intensif Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas: o β-laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) + makrolid baru atau flurokuinolon respirasi iv Pertimbangan khusus o o o o o Ada faktor resiko infeksi pseudomonas: Antipneumokokal, antipseudomonas β-laktam (piperasilintazobaktam, sefepime, imipenem atau meropenem) + levofloksasin 750 mg ATAU β-laktam (piperasilin-tazobaktam, sefepime, imipenem atau meropenem) + aminoglikosida dan azitromisin ATAU β-laktam (piperasilin-tazobaktam, sefepime, imipenem atau meropenem) + aminoglikosida dan antipneumokokal fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β-laktam diganti dengan aztreonam) Bila curiga disertai infeksi MRSA Tambahkan vankomisin atau linezolid Prognosis pada PK Prognosis PK tergantung dari usia pasien, komorbid dan pengobatan yang tepat dan adekuat. Pada penderita usia muda tanpa komorbid akan sembuh dalam 2 minggu. Pada pasien usia tua dan pasien dengan komorbid akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh

16 2.2. PROCALCITONIN (PCT) Procalcitonin (PCT) adalah suatu peptida yang merupakan prekursor dari calcitonin dan terdiri dari 116 molekul asam amino dengan berat molekul 13 kda. 14,26,28,29 Secara enzimatis procalcitonin akan dipecah oleh sel-sel neuroendokrin yang terdapat pada kelenjar tiroid, paru dan pankreas sehingga menghasilkan 3 jenis molekul yaitu calcitonin, katacalcin dan aminoprocalcitonin. 14 Sintesis procalcitonin berasal dari gen Calcitonin-1 (Calc-1) yang terletak pada kromosom ,-30 Kadar PCT dalam darah pada individu sehat sangat rendah yaitu < 0,1 ng/ml. Lipopolisakarida (LPS) yang merupakan bagian dari endotoksin dapat merangsang sekresi PCT sehingga kadarnya meningkat pada sirkulasi sistemik tetapi tidak diikuti dengan peningkatan kadar calcitonin. Kadar PCT meningkat dalam 3-4 jam kemudian mencapai puncak setelah 6 jam dan menetap selama jam, lalu turun ke nilai normal setelah 48 jam jika pengobatan berhasil, hal ini menunjukkan prognosis yang baik tetapi bila kadar PCT tetap tinggi atau bahkan terus meningkat menunjukkan kegagalan terapi. 11 Waktu paruh PCT jam. 14 Pada penderita gangguan fungsi ginjal, waktu paruh PCT dapat memanjang mencapai 35 jam

17 Gambar 2.1. Skema asam amino dari procalcitonin 31 Kadar PCT akan meningkat pada infeksi bakteri sedangkan pada infeksi virus maupun reaksi inflamasi yang bersifat non infeksi kadarnya tidak meningkat. 13 Rangsangan produk bakteri (endotoksin / LPS) dan mediator proinflamasi (TNF-α dan IL-1β) akan menyebabkan terjadinya induksi CT mrna yang menyeluruh pada jaringan sehingga menyebabkan terjadinya sekresi yang masif dari dari beberapa prekursor calcitonin kedalam darah (termasuk PCT). Kadar PCT mengalami peningkatan yang lebih tinggi pada infeksi bakteri dibandingkan infeksi yang disebabkan oleh parasit ataupun jamur. Pada infeksi yang disebabkan virus, kadar PCT tidak meningkat diakibatkan oleh rangsangan virus terhadap makrofag akan menghasilkan interferon gamma (IFN-γ) yang akan menghambat mrna sehingga mengurangi peningkatan sekresi PCT. 11,13 Tetapi keadaan seperti trauma, pembedahan, syok kardiogenik, luka bakar, sindroma distress pernapasan, infeksi, nekrosis setelah pankreatitis akut dan reaksi penolakan jaringan pada transplantasi dapat meningkatkan kadar PCT. 4,29-32 Rendahnya kadar PCT tidak selalu meniadakan infeksi bakteri. Keadaan false 46

18 negative ini dapat disebabkan oleh, antara lain: tahap awal infeksi, infeksi terlokalisir, endokarditis infeksi subakut, infeksi oleh kuman atipikal (terutama kuman intraseluler). 11 Studi oleh Ingram dkk mendapatkan hanya sedikit peningkatan kadar PCT pada pasien yang terinfeksi virus H1N1. 33 Pada sepsis sel-sel parenkim paru, hati, otak, otot dan jaringan lemak merupakan sumber utama PCT sehingga kadarnya dapat meningkat sampai lebih dari kali dari kadar normal. 13 Bakteri dengan ukuran 1 mm memasuki saluran napas hingga mencapai permukaan alveoli dan kemudian akan berinteraksi dengan komponen yang terlarut dalam cairan alveoli (misalnya Imunoglobulin G / IgG, komplemen, surfaktan) dan dengan makrofag alveoli. Dalam keadaan normal leukosit yang mengisi rongga alveoli sebagian besar terdiri dari makrofag (hampir 95%) sedangkan sisanya terdiri dari limfosit (1-4%) dan neutrofil (1%). Karena itu makrofag alveoli merupakan sel fagosit utama pada innate immunity di saluran napas dan paru. Selain fungsi fagositosis makrofag juga berperan sebagai antigen presenting cell (APC) dan sebagai sel yang dapat memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi. Makrofag alveoli dapat memproduksi beberapa sitokin yang penting dalam proses inflamasi yaitu TNF-α yang berfungsi sebagai mediator inflamasi dan IL-1 yang berfungsi sebagai pirogen endogen dan berperan dalam aktivasi sel T helper. Endotoksin, IL-1, IL-6, dan TNF-α dapat merangsang produksi PCT oleh hati dan sel-sel makrofag di berbagai organ sebelum timbulnya gejala-gejala pneumonia

19 Philippe Linscheid meneliti ekspresi gen Calc-1 secara in vitro dan in vivo pada sel-sel parenkim jaringan lemak dan memperlihatkan bahwa terdapat ekspresi CT mrna dan pelepasan PCT pada jaringan lemak setelah penyuntikan LPS. 13 Baik secara in vivo atau ex vivo kadar PCT sangat stabil meskipun pada suhu ruangan. Pembekuan dan pencairan juga tidak berpengaruh secara signifikan pada konsentrasi PCT. Pada sampel arteri dan vena konsentrasi PCT juga tidak berbeda. Konsentrasi PCT dalam sampel serum dan plasma dengan anti koagulan yang berbeda juga tidak menunjukkan perbedaan, hanya pada plasma lithiumheparin terdapat perbedaan konsentrasi PCT. Tetapi perbedaan ini sangat rendah dengan rata-rata perbedaan < 8%. Disamping itu, kehilangan konsentrasi PCT sehubungan dengan penyimpanan pada suhu 25 C juga rendah. Meskipun setelah penyimpanan 24 jam dengan suhu ruangan tenyata sekitar 12,4% (mean) dari konsentrasi sebenarnya yang hilang sedangkan pada suhu 4 C sebanyak 6,3% (mean) yang hilang. 14 Gambar 2.2. Diagram ekspresi Calc-1 pada jaringan adiposa dan kelenjar tiroid

20 Terdapat beragam jenis pemeriksaan PCT, seperti ILMA (immunoluminometric assay/ LIA, BRAHMS PCT-Q, VIDAS BRAHMS PCT, BRAHMS PCT KRYPTOR dan Elecsys BRAHMS PCT 11,30, Saat ini, BRAHMS PCT KRYPTOR dan Elecsys BRAHMS PCT merupakan alat untuk memeriksa kadar PCT yang paling sensitif dan akurat dibandingkan alat-alat yang lainnya. 11, Peran PCT sebagai pedoman penggunaan antibiotik pada PK Pada tahun 2004, Christ-Crain dkk melaporkan hasil penelitian tentang penggunaan PCT sebagai pedoman untuk penggunaan antibiotik untuk penyakit infeksi saluran napas bawah dengan menggunakan alat yang sangat sensitif (Kryptor,BRAHMS, Aktiengesellschaft, Hennigsdorf, Germany) dengan jumlah sampel sebanyak 243 pasien yang secara acak dibagi menjadi 2 grup, dimana grup kontrol diberi antibiotik sesuai prosedur standar sedangkan pada pasien grup PCT diberi antibiotik sesuai dengan algoritma standar PCT : < 0.1 ng/ ml: antibiotik sangat tidak dianjurkan < 0.25 ng/ ml: antibiotik tidak dianjurkan > 0.25 ng/ml: antibiotik dianjurkan > 0.5 ng/ ml: antibiotik sangat dianjurkan Ternyata pada grup PCT secara signifikan berkurang penggunaan antibiotik dan biaya pengobatan sebesar 50%. 2 Kemudian pada tahun 2006, Christ-Crain dkk kembali melakukan penelitian pada, 302 pasien PK. Grup kontrol diberi antibiotik berdasarkan. gejala klinis. Grup PCT diberi antibiotik sesuai algoritma diatas. Hasilnya durasi penggunaan berkurang dari 13 hari menjadi 5 hari

21 Bukhart dkk membagi kadar PCT sebagai pedoman untuk penggunaan antibiotik, seperti yang terlihat pada gambar Gambar 2.3. Pedoman penggunaan antibiotik berdasarkan kadar PCT Peran procalcitonin dalam menentukan tingkat keparahan PK Pada penelitian oleh Huang dkk yang dilakukan sejak november 2001 sampai november 2003 dengan sampel sebanyak 1651 pasien PK. Hasilnya, pada kadar PCT< 0,1 ng/ml memiliki angka kematian hari ke-30 dan ke-90 akibat PK yang rendah walau skor PSI berada pada grup IV atau V dan skor CURB Hasil tersebut menunjukkan bahwa PCT lebih akurat dibandingkan skor PSI dan CURB-65 dalam memprediksi tingkat keparahan PK. 1 Schuetz dkk melaporkan hasil penelitiannya antara bulan oktober 2006 sampai maret 2008, dimana sebanyak 925 pasien PK dilibatkan. Hasilnya menunjukkan bahwa PCT mempunyai akurasi yang tinggi untuk prognosis perburukan pada PK. 16 Jean dkk melibatkan 589 pasien PK dalam penelitiannya yang menghubungkan antara kadar PCT dengan skor PSI dan disimpulkan bahwa PCT ternyata dapat memprediksi kuman penyebab pada pasien PK dengan skor PSI kelas I-II dimana kadar PCT meningkat pada infeksi bakteri dibanding non- 50

22 bakteri, sedangkan pada skor PSI yang tinggi (PSI kelas IV-V) PCT menjadi petunjuk tingkat keparahan yang baik pada PK. 6,11 Masia dkk pada 15 oktober 1999 sampai 14 oktober 2001 meneliti dan melibatkan sebanyak 240 pasien PK, mendapatkan bahwa PCT dapat memprediksi kuman penyebab pada skor PSI yang rendah, sedangkan pada skor PSI yang tinggi, PCT lebih bermanfaat untuk menentukan prognostik. 11,18 Penelitian Muller dkk pada rentang waktu desember 2002 sampai april 2003 dan November 2003 sampai Februari 2005 yang melibatkan 545 pasien, didapatkan hasil bahwa PCT lebih akurat dalam mendiagnosis dan menentukan tingkat keparahan PK dibanding CRP dan jumlah lekosit total, dan kadar PCT akan meningkat sejalan dengan peningkatan skor PSI pada pasien PK yang berat. 6,7 51

23 2.2.3 Kerangka Konsep Pneumonia Pembagian secara klinis dan epidemiologis Pneumonia Komuniti Pneumonia Nasokomial Pneumonia Aspirasi Pneumonia yang berhubungan dengan Immunocompromised Skor Pneumonia Severity Indeks (PSI) Procalcitonin Tingkat Keparahan Gambar 2.4. Kerangka Konsep 52

Diagnosis Community Aquired Pneumonia (CAP) dan Tatalaksana Terkini

Diagnosis Community Aquired Pneumonia (CAP) dan Tatalaksana Terkini 8 Diagnosis Community Aquired Pneumonia (CAP) dan Tatalaksana Terkini Yunita Arlini Bagian Pulmunologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Pendahuluan Pneumonia secara

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kesehatan yang utama adalah penyakit saluran nafas bawah, walaupun telah terjadi kemajuan yang pesat dalam kemampuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Definisi Pneumonia adalah infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, atau parasit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Infeksi ini merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PNEUMONIA KOMUNITI

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PNEUMONIA KOMUNITI DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PNEUMONIA KOMUNITI DR. dr.erlina Burhan MSc. Sp.P(K) Bagian Pulmonologi & Ilmu kedokteran Respirasi FKUI RS.Persahabatan, Jakarta Pendahuluan Definisi pneumonia: suatu peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Pneumonia Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit). Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Pneumonia Pneumonia, salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA), adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PK. (14) Hingga saat ini, biomarker belum memiliki definisi yang universal. Akan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intensive Care Unit (ICU) 2.1.1 Definisi ICU Intensive Care Unit ( ICU ) adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis adalah penyakit sistemik disebabkan penyebaran mikroba atau toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental. 61 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang menyerang jaringan paru. Pneumonia dapat diagnosis secara pasti dengan x-photo thoraks dengan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda ( infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms Levi Aulia Rachman 1410.2210.27.115 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular utama yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul Dalam... i Pernyataan Orisinalitas... ii Persetujuan Skripsi... iii Halaman Pengesahan Tim Penguji Skripsi... iv Motto dan Dedikasi... v Kata Pengantar... vi Abstract...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus merupakan bentuk infeksi akut di parenkim paru yang serius (Dahlan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jamur, virus, dan parasit (Dorland, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jamur, virus, dan parasit (Dorland, 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pneumonia a. Definisi Pneumonia adalah radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Pendahuluan Sejarah; Thn 1984 ISPA Ringan ISPA Sedang ISPA Berat Thn 1990 Titik berat PNEUMONIA BALITA Pneumonia Pneumonia Berat Bukan Pneumonia Di Indonesia Kematian bayi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius. Pneumonia ditandai dengan konsolidasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia merupakan suatu peradangan pada paru yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, maupun parasit. Sedangkan peradangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pneumonia 2.1.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Community-Acquired Pneumonia (CAP) perawatan dalam kurun waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Community-Acquired Pneumonia (CAP) perawatan dalam kurun waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Community-Acquired Pneumonia (CAP) Definisi CAP berdasarkan IDSA adalah infeksi akut dari parenkim paru dengan gejala-gejala infeksi akut, ditambah dengan adanya infiltrat

Lebih terperinci

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Nama : Margareta Krisantini P.A NIM : 07 8114 025 STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Streptococcus pneumoniae adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi. menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi. menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi menular pada saluran napas bawah, tepatnya menginfeksi parenkim paru (Mandell Wunderink, 2012). Prevalensi pneumonia

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae Klebsiella pneumoniae Kingdom: Phylum: Class: Order: Family: Genus: Species: Bacteria Proteobacteria Gamma Proteobacteria Enterobacteriales Enterobacteriaceae Klebsiella K. pneumoniae Binomial name Klebsiella

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak nafas) dan tanda (infiltrat paru) yang berasal dari sistem pernapasan namun dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat menyerang saluran pernafasan bagian atas maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit inflamasi yang mengenai parenkim paru. 1 Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh suatu mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di sub bagian Pulmologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 50 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain quasi experimental studies dengan pendekatan pre test dan post test control group design pada kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

Penyebab Pneumonia. Bakteri merupakan penyebab umum, diantaranya: Streptococcus pneumoniae : Pneumonia Pneumokokus

Penyebab Pneumonia. Bakteri merupakan penyebab umum, diantaranya: Streptococcus pneumoniae : Pneumonia Pneumokokus PNEUMONIA Pnemonia adalah infeksi akut pada paru-paru, ketika paru-paru terisi oleh cairan sehingga terjadi ganguan pernapasan, akibat kemampuan paruparu menyerap oksigen berkurang. ETIOLOGI Penyebab Pneumonia

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang berkenaan atau berasal dari rumah sakit, digunakan untuk infeksi yang tidak ada atau mengalami masa inkubasi sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

IV. Mekanisme pembersihan di respiratory

IV. Mekanisme pembersihan di respiratory PNEUMONIA Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran USU PENDAHULUAN Infeksi saluran nafas bawah masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan baik dinegara yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis yang invasif di Instalasi Perawatan Intensif merupakan salah satu faktor penting yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat terpenting untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia Komunitas. Pneumonia secara umum adalah radang dari parenkim paru, dengan karakteristik adanya konsolidasi dari bagian yang terkena dan alveolar terisi oleh eksudat,

Lebih terperinci