BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal"

Transkripsi

1 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI 2.1. Perjanjian Pengertian Perjanjian Dalam ilmu hukum yang kita pelajari menjelaskan bahwa suatu perjanjian dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal yang lebih bersifat abstrak, yang mana lebih menunjuk dalam hubungan hukum pada suatu harta kekayaan antara dua orang ataupun dua pihak atau lebih. Perikatan lebih luas dari perjanjian, yang mana tiap-tiap perjanjian adalah perikatan, tetapi perikatan belum tentu seuatu perjanjian. Dengan demikian berarti suatu perjanjian ini juga akan melahirkan suatu hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. 1 Pada umumnya didalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, suatu perikatan itu lahir dari suatu bentuk perjanjian yang di buat antara mereka yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut, dan tak dapat dipungkiri pula bahwa suatu perjanjian memiliki peran penting dalam berkegiatan didalam 1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Perikatan yang lahir Dari Perjanjian, Ed. I, Cet.II, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, h.2

2 17 masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik sekalipun. Eksistensi sebuah perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat ditemukan landasannya pada Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat dengan KUH Perdata) yang menjelaskan bahwa: Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Selain ketentuan diatas, juga terdapat Pasal lain yang menjelaskan terkait hal diatas seperti pada Pasal 1313 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Kemudian terdapat pula pengertian perjanjian menurut para sarjana, menurut Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 2 Selain dari pengertian dari Subekti tadi, terdapat pengertian dari seorang R.Setiawan yang menyatakan bahwa Persetujuan adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja, dan sangat luas karena dengan dipergunakan perkataan perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. 3 Melalui beberapa pengertian terkait perjanjian tadi maka jelaslah bahwa memang suatu perikatan lahir dari sebuah perjanjian atau persetujuan. Namun dari I), h.15 2 Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, cet.21, Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti 3 R.Setiawan, 1977, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h.49

3 18 pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata diatas masih terdapat ketidakjelasan didalamnya, hal ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin. Menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untu menimbulkan akibat hukum. Definisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban). Menurut Teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus melihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. 4 Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori baru, yaitu : a. Tahap Pra-Contractual, yaitu tahap terjadinya penawaran dan penerimaan. b. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak, c. Tahap Post-Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian. Kemudian muncul kembali pendapat dari para sarjana terkait pengertian perjanjian yaitu menurut Charless L.Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan yaitu, 4 Salim HS, 2014, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia (buku kesatu), Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS I ) h

4 19 contract is an agreement between two or more persons- not merely a shared belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them (Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, 1993: 2). Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. 5 Sesungguhnya banyak sekali pendapat dan sumber yang memberi pengertian tentang perjanjian itu sendiri, seperti dalam Black s Law Dictionary, yang diartikan dengan contract is an agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing. Artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang mana kontrak itu menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian (Black s Law Dictionary, 1979: 291). Melalui beberapa penjelasan diatas menjelaskan beberapa pengertian tentang perjanjian serta terkait perjanjian yang merupakan salah satu sumber dari perikatan menegaskan kembali bahwa perjanjian melahirkan sebuah perikatan, sehingga menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, 5 Ibid.

5 20 memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. 6 Jika ditelaah secara baik-baik pada Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan bahwa suatu perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya pada orang lain, hal ini berarti dari sebuah perjanjian dapat menimbulkan suatu kewajiban atas suatu prestasi dari satu atau lebih pihak kepada salah satu atau lebih pihak lainnya yang memiliki hak atas prestasi tersebut. Dengan demikian dimungkinkan suatu perjanjian melahirkan lebih dari satu perikatan, dengan kewajiban berprestasi yang saling bertimbal balik. Debitor disatu sisi menjadi kreditor pada sisi yang lain juga pada saat yang bersamaan, dan ini merupakan suatu karakteristik khusus dari perikatan yang lahir dari suatu perjanjian Asas-asas Dalam Perjanjian Dalam membuat ataupun melaksanakan suatu perjanjian tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, namun dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian patutnya kita mengetahui asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian, adapun asas-asas umum hukum dalam perjanjian tersebut antara lain: a. Asas Kebebasan Berkontrak, asas ini memiliki landasan hukumnya pada Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan semua 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h. 91

6 21 persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya yang juga menjelaskan bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian yang isisnya apa saja yang ia kehendaki. b. Asas Konsensualitas, asas ini memiliki landasan hukumnya pada Pasal 1320 angka 1 yang dalam bunyi Pasalnya menyatakan salah satu sahnya suatu perjanjian jika adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri, hal ini dapat di artikan bahwa kata sepakat berarti telah terjadi konsensus secara tulus tidak ada kekilapan, paksaan atau penipuan (Pasal 1321 KUH Perdata). c. Asas Kepercayaan, ketika seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, para pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. 7 d. Asas Kedudukan yang Sama atau Seimbang, asas ini dapat dikatakan memiliki dasar hukumnya pada Pasal 1320 ayat 2 KUH Perdata yaitu Kecakapan untuk membuat perjanjian. Hal ini dijabarkan kembali dalam Pasal 1330 KUH Perdata yaitu tentang cakap dalam membuat 7 Mariam Darus Badrulzaman,dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, cet.i, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.87.

7 22 suatu perjanjian oleh orang yang sudah dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata dan tidak berada dibawah pengampuan seperti pada Pasal 433 KUH Perdata. Karena apabila seseorang yang normal membuat perjanjian dengan orang yang tidak normal dalam hal fisik maupun psikologis, berarti terjadi akan ketidakseimbangan dimana kondisi orang yang secara fisik dan psikologis kuat berhadapan dengan orang yang secara fisik dan psikologis lemah, jadi suatu perjanjian dapat dibuat apabila terdapat suatu kedudukan yang seimbang diantara mereka yang akan mengikatkan diri dalam perjnjian tersebut. e. Asas Itikad Baik, asas ini dapat dilihat dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi : Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik ini menyatakan bahwa sesungguhnya para pihak antara pihak kreditur dan pihak debitur haruslah melaksanakan suatu perjanjian dengan dilandasi itikad baik didalamnya. f. Asas Kepastian Hukum, bahwa pada Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan dalam suatu perjanjian sebagai produk hukum haruslah memiliki suatu kepastian hukum, yang mana kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya bahwa suatu perjanjian yaitu memiliki kekuatan mengikat sebagai undang-undang. g. Asas perjanjian mengikat para pihak, asas ini memiliki landasan hukum pada Pasal 1338 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian berlaku (mengikat) sebagai undang-undang, dan pada Pasal 1339 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian mengikat juga

8 23 untuk segala sesuatu karena sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan. Secara umumnya suatu perjanjian akan bersifat mengikat para pihak yang ikut dalam perjanjian tersebut untuk saling melaksanakan kewajibannya masing-masing sesuai yang disepakati dalam perjanjian tersebut. 8 Pada dasarnya asas-asas umum dalam hukum perjanjian tersebut udah sepatutnya digunakan dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Selain dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian dengan melihat beberapa asas-asas umum dalam hukum perjanjian, juga suatu hal yang wajib di penuhi dalam melaksanakan suatu perjanjian yaitu memperhatikan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam ilmu hukum kontrak (Law Of Contract) di Amerika ditentukan adanya empat syarat sahnya perjanjian, yaitu : (a).adanya penawaran (offer) serta penerimaan (acceptance), (b). Adanya penyesuaian kehendak (meeting of minds), (c). Adanya prestasi (konsiderasi), dan (d). Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal parties) dan pokok persoalan yang sah (legal subject 8 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan- Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h.49

9 24 matter). 9 Sedangkan dalam hukum eropa kontinental seperti kita, syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan terkait empat syarat sahnya suatu perjanjian antara lain : a. Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya, maksud dari kesepakatan itu adalah terjadinya suatu persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. b. Adanya kecakapan untuk membuat perikatan, maksud dari kecakapan disini adalah kecakapan dalam bertindak yaitu kecakapan atau kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum, perbuatan hukum itu sendiri adalah suatu perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Jadi orang yang akan mengadakan suatu perjanjian adalah harus orang yang sudah cakap dan wenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana ditegaskan dan ditentukan pada KUH Perdata, disana dijelaskan bahwa orang cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Untuk ukuran kedewasaan seseorang itu sendiri juga dijelaskan yaitu berusia 21 tahun dan atau sudah kawin (dijelaskan dalam Pasal 330 KUH Perdata). Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum yaitu : (1). Anak dibawah umur, (2). Orang yang masih dibawah pengampuan, (3). Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada uumnya semua orang yang oleh undang- 9 Salim HS, 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika Offset, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS II ), h.161

10 25 undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu (dijelaskan dalam Pasal 1330 KUH Perdata). c. Adanya suatu persoalan atau obyek tertentu, maksudnya adalah dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian haruslah ditentukan suatu obyek atau persoalan yang jelas yang akan diperjanjiakan di dalam perjanjian itu nantinya, obyek ataupun persoalan tersebut biasanya berupa prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. 10 Misalnya, X membeli televisi dari Y dengan harga Rp , ini berarti bahwa obyeknya itu adalah televisi dan bukanlah benda lain, sedangkan hal yang harus dipenuhi yaitu prestasi yang harus dilakukan oleh X adalah dengan membayar sejumlah Rp kepada Y. d. Adanya suatu sebab yang tidak terlarang atau sebab yang halal, memang tidaklah terdapat penjelasan terkait suatu sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Namun Hoge Raad pada tahun 1927 memberi pengertian suatu sebab yang halal (orzaak) sebagai suatu yang menjadi tujuan para pihak. Kemudian pengertian lebih lanjut terkait suatu sebab yang halal dijelaskan pada Pasal 1335 hingga 1337 KUH Perdata, yang mana Pasal 1335 menjelaskan bahwa : Suatu h Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty,

11 26 persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau terlarang tidaklah mempunyai kekuatan hukum. 11 Untuk sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi keempat syarat tersebut. Jika salah satu syarat atau beberapa syarat bahkan semua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu tidak sah. Jadi, syarat sahnya suatu perjanjian berlaku secara komulatif, dan bukan limitatif. 12 Sedangkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata pun disebutkan hal yang dilarang, Maksudnya suatu sebab yang terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum Subyek Dalam Perjanjian Suatu perjanjian didalamnya terdiri atas subyek dan obyek perjanjian. Dalam hal ini akan lebih membahas terkait subyek dari perjanjian itu sendiri, pada dasarnya subyek dari perjanjian itu ialah seseorang atau pihak yang melaksanakan perjanjian tersebut. Yang mana didalam suatu perjanjian pasti terjadi suatu hubungan hukum diantara para pihak dalam perjanjian tersebut yaitu ada yang sebagai kreditur dan ada yang sebagai debitur. Seorang kreditur ialah seseorang atau pihak yang berhak atas sesuatu (prestasi), sedangkan debitur ialah seseorang atau pihak yang berkewajiban untuk memenuhi sesuatu (prestasi) yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Suatu perjanjian tidak dapat dilakukan 11 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit, h.51

12 27 dengan hanya satu subyek, melainkan perjanjian dapat dilakukan dengan adanya dua subyek atau lebih, karena jika hanya suatu pernyataan sepihak saja tidak akan bisa menimbulkan suatu perjanjian. Berperan sebagai subyek dalam suatu perjanjian, kreditur dan debitur pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama-sama harus dilaksanakan, dan sesungguhnya posisi kreditur dan debitur dapat berubah dengan tergantung dari sisi mana kita melihatnya, misalnya; dalam suatu kegiatan jual beli laptop antara R sebagai penjual dan T sebagai pembelinya, jika kita melihat dari sisi pembayaran maka T adalah sebagai debitur yaitu berkewajiban untuk melakukan pembayaran atas laptop yang dibeli dan R adalah sebagai kreditur yang berhak menerima pembayaran atas laptop yang ia jual, akan tetapi jika kita melihat dari sisi pengadaan barang, maka R adalah sebagai debitur yang berkewajiban untuk melaksanakan pengadaan barang yaitu laptop yang harus diserahkan kepada T sebagai pembeli, dan T dalam hal ini adalah sebagai Kreditur yang berhak menerima pemenuhan prestasi yaitu berupa laptop tersebut Obyek Dalam Perjanjian Sesuai dengan yang telah dibahas sebelumnya bahwa dalam perjanjian terdapat subyek dan obyek perjanjian, kini akan dibahas lebih dalam terkait obyek perjanjian itu sendiri, bahwa sesungguhnya jika subyek dalam perjanjian itu ialah orang atau pihak yang melaksnakan perjanjian, maka obyek dari perjanjian itu sendiri ialah hal yang diperjanjikan didalam suatu perjanjian atau yang biasa dikenal dengan istilah prestasi. Yang mana dalam hal ini seorang debitur

13 28 berkewajiban memenuhi suatu prestasi dan seorang kreditur berhak atas prestasi tersebut. Suatu prestasi dalam suatu perjanjian adalah dapat berupa barang dan jasa, maksud dari jasa sebagai obyek perjanjian adalah dengan orang dapat menjual jasa mereka sebagai sesuatu yang di perdagangkan, bukan hanya itu namun suatu sikap atau tindakan juga dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian. Namun dalam KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa sikap pasif dapat menjadi obyek perjanjian, yang prestasinya dapat berbentuk untuk tidak berbuat sesuatu, begitu juga kebalikan dari sikap pasif yaitu aktif sama halnya dapat menjadi obyek perjanjian. 13 Menurut salah seorang sarjana, Patrik Purwahid, untuk suatu sahnya perjanjian diperlukannya syarat-syarat tertentu terkait obyek perjanjian itu antara lain: a. Obyeknya haruslah tertentu atau ditentukan, adalah dalam Pasal 1320 sub 3 dijelaskan bahwa obyeknya tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian. b. Obyeknya haruslah memungkinkan untuk dilaksanakan atau dipenuhi, suatu obyek yang diperjanjikan haruslah suatu hal yang memungkinkan untuk dilaksanakan atau dipenuhi, karena jika suatu obyek perjanjian itu ialah suatu hal yang tidak mungkin atau mustahil untuk dilakukan atau 13 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit, h.33

14 29 dipenuhi dalam kondisi yang ditentukan maka obyek tersebut tidaklah dapat dijadikan suatu obyek perjanjian. c. Obyeknya tidaklah suatu yang dilarang (diperbolehkan), sesuai dengan Pasal 1335 Jo KUH Perdata yaitu bahwa suatu perjanjian tidak memiliki kekuatan mengikat jika obyeknya tidak asli atau palsu ataupun suatu hal terlarang. Dikatakan terlarang jika obyek tersebut dilarang oleh undang-undang,ataupun bertentangan dengan kesusilaan ataupun ketertiban umum. d. Obyeknya dapat dinilai dengan uang, maksudnya ialah sesuai dengan definisi yang ditentukan untuk suatu perikatan ialah sesuatu yang berhubungan hukum yang lingkupnya dalam harta kekayaan Perjanjian Konsinyasi Pengertian Perjanjian Konsinyasi Dalam dunia perdagangan memang terdapat bermacam-macam kendala dan cara untuk memperdagangkan sesuatu, pada kesehariannya jumlah calon pelanggan maupun pelanggan pada suatu wilayah adalah berbeda dan terbatas adanya, banyak cara dalam meningkatkan penjualannya, salah satunya dengan memperluas daerah pemasarannya,selain itu ada juga dengan cara meningkatkan volume penjualan dengan sistem penjualan cicilan, konsinyasi, hingga agen ataupun cabang. Pada kali ini akan membahas lebih kepada sistem konsinyasi khususnya pada perjanjian konsinyasi. 14 Patrik Purwahid, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, h.3-4

15 30 Perjanjian konsinyasi adalah suatu bentuk perjanjian dimana salah satu pihak yang memiliki sejumlah barang menyerahkan barang tersebut kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur dalam suatu perjanjian. Dalam hal ini pihak atau orang yang menyerahkan barang (pemilik barang) disebut sebagai konsinyor, sementara pihak atau orang yang menerima barang serahan dari pemilik tadi ialah disebut sebagai konsinyi. Dalam proses ini barang yang dititipkan oleh konsinyor kepada konsinyi disebut barang konsinyasi. Dalam kepustakaan hukum perjanjian, terdapat banyak pendapat yang membagi perjanjian kedalam perjanjian bernama (Nominaat) dan perjanjian tidak bernama (Innominaat). Yang dinamakan dengan perjanjian bernama adalah perjanjian khusus yang diatur dalam KUH Perdata, mulai dari Bab V tentang Jual Beli sampai dengan Bab XVIII tentang Perdamaian, sedangkan yang disebut dengan perjanjian tidak bernama adalah perjanian yang tidak diatur dalam KUH Perdata. Dalam praktek dunia usaha dewasa ini dikenal adanya berbagai macam perjanjian yang tidak dapat kita temukan dalam KUH Perdata, misalnya perjanjian mengenai sewa guna usaha, hak opsi leasing, perjanjian titip jual (konsinyasi), bangun-pakai-serah, dan masih banyak lagi. Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, bahwa pembagian perjanjian kedalam perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernaman tidak banyak memberikan banyak arti, oleh karena pembedaan tersebut pada

16 31 hakekatnya tidak menyentuh pada konsep maupun suatu konsepsi tertentu yang dapat dipergunakan secara konsisten. 15 Dalam hal ini, suatu perjanjian konsinyasi termasuk dalam suatu perjanjian tidak bernama, hal ini dikarenakan perjanjian konsinyasi ini muncul, tumbuh serta berkembang dalam masyarakat itu sendiri dan juga belum dikenal didalam KUH Perdata, dan perjanjian konsinyasi ini memiliki dasar berlakunya yaitu asas kebebasan berkontrak. 16 Perjanjian konsinyasi ialah termasuk dalam jenis perjanjian innominaat (tidak bernama) dan jenis perjanjian innominaat ini memiliki pengaturan di dalam Buku III KUH Perdata. Di dalam buku III KUH Perdata, hanya ada satu Pasal yang mengatur tentang kontrak innominaat ini, yaitu pada Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi: Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam Bab ini dan Bab yang lalu. 17 Dalam penjelasan ini tegas menjelaskan bahwa suatu perjanjian innominaat walaupun tidak dikenal atau tak bernama tetaplah harus tunduk akan peraturan umum perjanjian dalam KUH Perdata. 15 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h Salim HS, 2009, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, cet.6, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS III ), h Salim HS I, op.cit, h.5

17 32 Pada dasarnya perjanjian titip jual yang dikenal dengan istilah perjanjian konsinyasi ini memiliki dasar berlaku dalam KUH Perdata secara terpisah, yang mana perjanjian konsinyasi ini memiliki unsur jual beli yang mengambil dasar pada Pasal KUH Perdata, dan juga disertai dengan suatu bentuk perjanjian penitipan yang menggunakan dasar hukum pada Pasal KUH Perdata, dengan demikian suatu perjanjian konsinyasi juga memiliki unsur essensialia yaitu pada perjanjian jual beli yang merupakan suatu persetujuan dimana penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan kepada pembeli suatu barang sebagai milik dan menjaminnya pembeli mengikatkan diri untuk membayar sesuai harga yang diperjanjikan sebelumnnya Pihak-pihak Dalam Perjanjian Konsinyasi Seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa suatu perjanjian memiliki subyek dan obyek perjanjian, maka dalam hal ini perjanjian konsinyasi juga memiliki pihak-pihak dalam perjanjian konsinyasi itu sendiri, yang mana pada umumnya subyek perjanjian itu ialah dapat berupa manusia dan atau badan hukum, terdapat pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian adalah satu pihak yang berhak atas suatu prestasi dan satu pihak lainnya adalah yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Didalam perjanjian konsinyasi dalam penjualan buku terbitan Udayana University Press ini terdapat beberapa pihak-pihak yang menjadi subyek hukum dalam perjanjian yang terdiri dari : 1) Toko Buku (Book Store), yaitu perusahaan yang berkegiatan dalam pendistribusian dan penjualan barang atau produk.

18 33 2) Supplier yaitu perusahaan yang berkegiatan dalam hal pengadaan atau penyediaan barang dan juga sebagai pemasok barang atau produk untuk toko buku. Dengan demikian maka para pihak-pihak dalam perjanjian diataslah yang akan melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam suatu perjanjian yang dibuat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DAN PERJANJIAN KONSINYASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DAN PERJANJIAN KONSINYASI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DAN PERJANJIAN KONSINYASI 2.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk.

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313 KUHPerdata menentukan,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian di lapangan, berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian konsinyasi dalam penjualan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA A. Pengertian Perjanjian Sewa-Menyewa Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris,

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha khususnya yang semakin meningkat, menyebabkan kegiatan ekonomi yang juga semakin berkembang.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Unsur-Unsur Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan yang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI Oleh Fery Bernando Sebayang I Nyoman Wita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sales Returns

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

Hukum Kontrak Elektronik

Hukum Kontrak Elektronik Kontrak Elektronik (E-Contract) Hukum Kontrak Elektronik Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai:

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

HUKUM KONTRAK M. YUSRIZAL ADI S,SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016

HUKUM KONTRAK M. YUSRIZAL ADI S,SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016 HUKUM KONTRAK M. YUSRIZAL ADI S,SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016 ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM KONTRAK Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan, sebagian kalangan ahli hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM 2.1 Pengertian Perjanjian Sebelum memberikan pengertian tentang perjanjian standar, sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian

Lebih terperinci

BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA

BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA A. Rumusan Perjanjian dalam Peraturan dan Ahli Hukum Perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN 32 BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel 1. Perjanjian Kerjasama Perjanjian merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR Oleh : I Komang Riandika Febi Pranatha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

KONTRAK BISNIS ANTARA PEMILIK KLUB DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA

KONTRAK BISNIS ANTARA PEMILIK KLUB DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA KONTRAK BISNIS ANTARA PEMILIK KLUB DENGAN PEMAIN SEPAK BOLA Oleh: Arya Adhitya Kusumaatmaja Ida Bagus Surya Darmajaya Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan karya ilmiah

Lebih terperinci

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA Oleh: I Made Adi Dwi Pranatha Putu Purwanti A.A. Gede Agung Dharmakusuma Bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian, 17 BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG 2.1 Pengertian Perjanjian Pada Umumnya Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian, namun ada banyak pengertian perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHP

BAB II GAMBARAN UMUM PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHP perjanjian jual beli tanah dikarenakan penipuan data di hadapan notaris. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: I Made Bayu Wiguna I Dewa Made Suartha Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI DALAM PENJUALAN ANJING RAS DI PET GALLERY SAGAN YOGYAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI DALAM PENJUALAN ANJING RAS DI PET GALLERY SAGAN YOGYAKARTA JURNAL PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI DALAM PENJUALAN ANJING RAS DI PET GALLERY SAGAN YOGYAKARTA Disusun oleh : PIUS RULLIK DARSONO Dosen Pembimbing : E. IMMA INDRA DEWI W Program Studi Fakultas : Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut terlihat dengan jelas dalam Pejanjian No. 2 dan addendumnya dibawah ini. Meskipun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya meliputi kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Papan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SUATU PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM SUATU PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM SUATU PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perjanjian kerjasama maka perlu dipahami terlebih dahulu mengenai perngertian dari suatu perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang. Hal ini menyebabkan para pengusaha untuk mendorong

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang. Hal ini menyebabkan para pengusaha untuk mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di eraglobalisasi saat ini, kebutuhan manusia dan pengusaha pada umumnya semakin meningkat, hingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakin berkembang. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada prinsipnya manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang hidup bermasyarakat, sebagai mahluk sosial, manusia selalu mempunyai naluri untuk hidup bersama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING 2.1 Memorandum Of Understanding 2.1.1 Pengertian Memorandum Of Understanding Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu memorandum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia 16 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah 2.1.1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Manusia adalah makhluk sosial yang kodratnya harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA BANGUNAN TOKO DALAM BENTUK TIDAK TERTULIS. Oleh :

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA BANGUNAN TOKO DALAM BENTUK TIDAK TERTULIS. Oleh : 197 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA BANGUNAN TOKO DALAM BENTUK TIDAK TERTULIS Oleh : Siti Chomsyah, S.H. Panitra Pengganti Pengadilan Negeri Denpasar Abstract Shop building lease agreements may

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN PERJANJIAN LISENSI DAN KETENTUAN ROYALTI DITINJAU KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN

BAB II PENGIKATAN PERJANJIAN LISENSI DAN KETENTUAN ROYALTI DITINJAU KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN BAB II PENGIKATAN PERJANJIAN LISENSI DAN KETENTUAN ROYALTI DITINJAU KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian pada Umumnya Perbuatan hukum yang mengikat antara para pihak yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI A. Pengertian Konsinyasi Penjualan konsinyasi dalam pengertian sehari-hari dikenal dengan sebutan penjualan dengan cara penitipan. Konsinyasi merupakan penyerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia ialah negara yang saat ini memiliki perkembangan perekonomian yang pesat, hampir setiap bidang kehidupan di Indonesia selalu mengalami perkembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi di Indonesia merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan yang ada tidak menjalankan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017 PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN DAN DARI UNDANG-UNDANG 1. FITRI KHAIRUNNISA (05) 2. JULI ERLINA PRIMA SARI (06) 3. ABDILBARR ISNAINI WIJAYA (14) 4. SHIRLY CLAUDIA PERMATA (18) 5. NADYA FRIESKYTHASARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan) TESIS PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL) DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci