BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reaktor Nuklir Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara besar-besaran adalah dalam bentuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Energi nuklir di sini digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti berantai terkendali, baik pembelahan inti (fisi) atau penggabungan inti (fusi). Fungsi reaktor fisi dibedakan menjadi dua, yaitu reaktor riset dan reaktor daya. Pada reaktor riset, yang diutamakan adalah pemanfaatan netron hasil pembelahan untuk berbagai penelitian dan iradiasi serta produksi radioisotop. Panas yang ditimbulkan dirancang sekecil mungkin sehingga panas tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor riset dilakukan dengan sistem pendingin,yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor diangkut oleh air di sekitar teras reaktor (sistem pendingin primer) dan dipompa oleh pompa primer menuju alat penukar panas. Selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui menara pendingin (alat penukar panas pada sistem pendingin sekunder). Perlu diketahui bahwa antara alat penukar panas, sistem pendingin primer atau sekunder tidak terjadi kontak langsung. Pada reator daya, panas yang dihasilkan dari pembelahan yang dimanfaatkan untuk menghasilkan uap yang bersuhu dan bertekanan tinggi untuk memutar turbin. (Hidayanto,2009) 2.2 Uranium Uranium merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan bahan bakar nuklir, baik untuk bahan bakar reaktor riset maupun reaktor daya. Spesifikasi uranium sebagai bahan bakar sangat ditentukan oleh jenis reaktor penggunanya 24

2 dan kemampuan proses fabrikasinya. Uranium adalah logam padat, berwarna putih keperak-perakkan dan mempunyai tiga bentuk kristal dengan sifat yang berbeda-beda yaitu fasa α temperatur medium rendah bersifat semiductile, fasa β temperatur medium bersifat brittle dan fasa γ temperatur tinggi bersifat ductile, dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Fasa, densitas, dan sistem kristal logam uranium Temperatur Fasa ( o C) Densitas (gram/cm 3 ) Sistem kristal Sifat 25 α 19,070 Orthorhombic Semi Ductile 662 α 18,369 Orthorhombic Semi Ductile 662 β 18,170 Tetragonal Brittle 772 β 18,070 Tetragonal Brittle 772 γ 17,940 Cubic ductile 1100 γ 17,560 Cubic ductile o Titik lebur dan titik uap uranium murni masing-masing adalah 1132 dan 3527 C sedangkan titik lebur semakin menurun seiring dengan bertambahnya impuritas di dalamnya. Logam uranium sangat reaktif dengan semua unsur non logam yang membentuk senyawa intermetalik. (Kadarjono,2010) Logam uranium murni merupakan bahan bakar yang memiliki berat jenis tinggi, tetapi isotropic fasa γu selama iradiasi hanya stabil pada temperatur tinggi. Sementara pada temperatur rendah struktur fasa αu berpotensi swelling. Perubahan fasa γ ke α tidak dapat ditahan dengan quenching fasa γu murni pada temperatur tinggi, tetapi pada rentang temperatur tertentu fasa α, β dan γ menjadi stabil sehingga sebagai alternatifnya memerlukan penambahan bahan pemadu. (Suparjo,2011) 25

3 2.3 Zirkonium Zirkonium memiliki tampang lintang serapan netron termal yang rendah yaitu 0,180 barn, titik lebur tinggi pada suhu 1850 o C, kekuatan mekanik tinggi pada temperatur tinggi, daya korosi terhadap air dan uap air serta keberadaan dan kelimpahan di alam cukup besar. Hal ini dapat memberikan peluang bagi zirkonium untuk digunakan sebagai kelongsong elemen bahan bakar dan bahan struktur pada reaktor air ringan atau air berat. Biasanya zirkonium yang digunakan dipadu dengan unsur lain sehingga membentuk paduan zirkonium yang mempunyai sifat-sifat yang lebih baik seperti yang diinginkan. (Suparjo,2011) 2.4 Niobium Niobium adalah suatu logam yang berwarna abu-abu dengan nomor atom 41 dan massa atom 92,91 g/mol. Unsur Nb dapat ditambahkan ke dalam paduan berbasis zirkonium bertujuan untuk meningkatkan kekuatan paduan dan ketahanan korosi paduan dalam air dan uap lewat jenuh. Hal ini disebabkan unsur niobium dapat berfungsi memperhalus ukuran butir, sehingga memberikan peningkatan kekuatan mekanik paduan berbasis zirkonium. Niobium juga memfasilitasi pembentukan lapisan oksida yang tebal dan padat di permukaan paduan. Lapisan oksida tersebut berfungsi sebagai penghalang penetrasi ion oksigen ke permukaan logam, sehingga meningkatkan ketahanan korosi paduan berbasis zirkonium. Disamping itu, niobium mempunyai tampang lintang serapan neutron termal yang rendah (σa = 1,15 barn) sehingga penambahan unsur Nb akan meningkatkan ekonomi neutron termal paduan berbasis zirkonium. (Sungkono,2006) 2.5 Paduan U-Zr-Nb Logam uranium mempunyai sifat-sifat yang terbatas, sehingga perlu ditambah dengan unsur atau logam pemadu. Beberapa unsur di dalam sistem berkala dapat dipadukan dengan logam uranium. Penambahan unsur pemadu ke dalam logam murni dengan tujuan antara lain sebagai berikut: 26

4 a. Mendapatkan ukuran butir yang halus b. Menaikkan sifat mekanik c. Sifat logam murninya mudah difabrikasi dengan logam lain d. Dapat menaikkan ketahanan terhadap bahaya radiasi e. Mempertahankan fasa beta atau gamma U pada temperatur kamar f. Melarutkan U yang diperkaya g. Menahan lapisan difusi U dengan material kelongsong h. Membuat elemen bakar tipe dispersi secara teknik langsung atau dengan teknik metalurgi serbuk. i. Dapat menaikkan kemampuan cor (castability) bahan bakar hasil cor. (Masrukan,2010) Unsur-unsur yang biasa ditambahkan ke dalam logam U dengan tujuan mempertahankan fasa βu pada temperatur kamar adalah V, Nb, Cr, Mo, Mn, Ir, Pt, Al, Si, sedangkan unsur-unsur Nb, Mo, Zr dapat ditambahkan ke dalam logam U untuk mempertahankan fasa γ. Dalam pembentukan UZrNb, sistem akan membentuk keseimbangan tiga unsur (ternary system) U, Zr dan Nb yang terdiri dari keseimbangan eutectoid tiga fasa. Diagram fasa ternary U,Zr dan Nb dapat dilihat pada Gambar 2.1. (Ivanov,1983) Gambar 2.1 Diagram Fasa Ternary U,Zr dan Nb pada Paduan UZrNb 27

5 Keunggulan utama zirkonium sebagai bahan struktur reaktor termal adalah mempunyai sifat nuklir spesifik yaitu serapan netron rendah. Untuk memenuhi penyediaan tersebut, ada batasan unsur pemadu yaitu : 1. koefisien serapan netron termal dari unsur pemadu harus rendah dan mempunyai umur paro radiasi pendek setelah iradiasi. 2. Pemadu harus menjadikan paduan tahan korosi dengan tangkapan hidrogen yang rendah 3. Pemadu harus memberikan sifat mekanik paduan 4. Pemadu harus menjamin sifat dan dimensi yang stabil pada berkas elemen bakar selama operasi. Ketahanan korosi pada zirkonium dapat ditingkatkan juga dengan penambahan sedikit logam Nb 0,05% - 0,2 % dapat mengurangi pertambahan berat. Sementara penambahan Nb lebih lebih besar dari 0,2 % dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi. (Sugondo,2011) 2.6 Tungku Busur Listrik Tungku busur listrik merupakan peralatan peleburan yang digunakan untuk proses lebur dan pemaduan logam. Proses pemaduan logam hingga mencapai homogen dan sempurna sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor parameter. Parameter tersebut antara lain, suhu dan waktu proses peleburan, tingkat kevakuman dan jumlah proses pengulangan peleburan untuk mendapatkan homogenitas paduan agar masing-masing unsur logam terbagi merata ke seluruh bagian logam hasil leburan. Tungku busur listrik dalam industri nuklir digunakan antara lain untuk penelitian pembuatan kelongsong bahan bakar nuklir dan bahan struktur reaktor. Material kelongsong bahan bakar dan bahan struktur menggunakan unsur paduan logam yang diperoleh melalui beberapa proses antara lain dengan cara teknik peleburan.sebelum proses peleburan pada pada ruang lebur (chamber) divakum dan dialiri gas argon. 28

6 Proses peleburan dilakukan dengan menggunakan tungku busur listrik dalam kondisi teraliri oleh gas argon. Paduan logam yang dilebur mengalami pencairan dan pembekuan dan kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Proses peleburan tersebut dilakukan berulang sehingga diperoleh paduan yang homogen. Dalam proses peleburan, parameter arus dan waktu lebur sangat menentukan untuk mendapatkan paduan logam yang sempurna. (Susanto,2006) 2.7 Diagram Fasa Sebagai Dasar Metalografi Struktur dan sifat logam murni sangat berubah jika dipadu dengan unsur lain. Perlakuan bahan seperti ini dapat dilihat juga pada bahan cair dan gas, tetapi yang sangat menyolok terdapat pada bahan padat. Jika bahan (komponen A) menjadi sistem dua komponen dengan menambahkan komponen B, fasa baru tidak terbentuk apabila B larut dalam keadaan padat dalam A. Tetapi apabila B dipadukan melebihi kelarutan maksimumnya maka terjadi campuran larutan padat jenuh dan berlebihan fasa B. Kadang-kadang A dan B bereaksi satu sama lain membentuk fasa lain. Dalam sistem tiga komponen atau sistem berkomponen banyak maka sistem itu menjadi berfasa banyak yang rumit. Sifat bahan berubah yang disebabkan oleh perbandingan campuran dan kondisi campuran fasa yang ada. Hubungan antara jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi dapat dilihat dari diagram fasa yang dapat memberikan informasi mengenai sifat bahan tersebut. a. Diagram Fasa Sistem Satu Komponen Keadaan sistem komponen dapat ditentukan dalam tekanan P dan temperatur T tertentu. Persamaan fasa gas PV = RT mempunyai hubungan tertentu antara P,T dan V, jadi apabila P dan T tertentu, volume V atau massa jenisnya juga tertentu. Hal ini berlaku terhadap fasa cair dan padat. 29

7 Hal ini dinyatakan dalam Gambar 2.2 menunjukkan daerah keadaan gas, cair dan padat dengan berbagai kombinasi P dan T, sebagai contohnya air. Pada tekanan tetap misalnya 1 atm, temperatur diubah, maka terjadi fasa padat (es) di bawah titik cair 0 o C, fasa cair (air) dalam daerah temperatur antara titik cair dan titik didih (100 o C) dan fasa gas (uap) di atas titik didih. Ada dua fasa cair dan gas pada titik didih. Gambar 2.2 Diagram Fasa Air b. Diagram Fasa Sistem Dua Komponen Dalam sistem dua komponen variabel dari keadaan adalah temperatur, tekanan dan komponen. Jadi diperlukan tiga sumbu untuk menyatakan keadaan pada satu titik dalam ruang. Akan tetapi bagi bahan yang dipakai di industri yang umumnya berfasa padat dan tekanan uapnya sangat rendah, jadi keadaan gasnya dapat diabaikan. Contoh diagram fasa dengan sistem dua komponen pada Gambar 2.3 yaitu diagram paduan timah dan timbal. Sumbu mendatar digunakan sebagai sumbu komponen 100% timbal dan 0% timah pada di satu ujung, 100% timah dan 0% timbal di ujung lain. Dengan cara ini setiap komposisi dari komponen dapat 30

8 dinyatakan oleh satu titik pada sumbu ini. Sebagai contoh paduan 75% timbal adalah titik x dalam gambar tersebut. Titik 1 menyatakan keadaan paduan 70% timbal dan 30% timah pada suhu 300 o C yang merupakan fasa cair. Titik 2 menyatakan keadaan paduan yang sama pada suhu 200 o C yang terdiri dari kira-kira 55% fasa cair dan larutan padat α pada larutan timbal. Titik 3 menyatakan bahwa keadaan paduan yang sama pada suhu 100 o C yang menunjukkan dua larutan padat α dan larutan padat β. Pada larutan padat β sedikit timbal larut dalam timah. Paduan 10% timah dan 90% timbal pada suhu 200 o C dititik 4 mempunyai fasa tunggal larutan padat α. Dan paduan 20% timah dengan 80% timbal pada titik 5 terdiri dari dua fasa yaitu larutan padat α dan cairan. Dan paduan 60% timah dengan 40% timbal pada titik 6 hanya mempunyai satu fasa yaitu cair. Diatas garis aeb hanya terdiri dari fasa cair, garis ini dinamakan garis cair. Di bawah garis acedb hanya terdapat fasa padat, garis ini disebut garis padat. Daerah cfdg terdiri dari fasa padat. Garis fcdg menunjukkan batas larutan padat yang disebut garis larutan. Gambar 2.3 Diagram Fasa Sistem Timbal -Timah Putih 31

9 c. Diagram Fasa Sistem Tiga Komponen Tidak selalu bahan terdiri dari sistem dua komponen, ada yang terdiri dari sistem tiga komponen atau lebih, contohnya suatu paduan yang tahan panas dengan mempunyai 10 komponen. Untuk sistem komponen banyak tersebut maka diagram fasanya menjadi sangat rumit dan bentuk nyata yang sukar diperoleh. Namun dalam hal ini, sistem tiga komponen masih dianggap sederhana. Gambar 2.4 Diagram Fasa Terner Semua komposisi dari sistem biner dinyatakan dengan titik pada garis alas antara titik 100% A - 0% B di satu ujung dan titik 0% A-100% B di ujung lainnya, tetapi untuk sistem tiga komponen dapat dijelaskan pada Gambar 2.4. Semua komposisi dari sistem ini dinyatakan oleh titik dalam segitiga sama sisi yang titik sudutnya merupakan 100% komponen. Jumlah panjang garis a, b dan c yang ditarik dari titik x masing-masing sejajar dengan sisi segitiga itu, sama dengan panjang satu sisi yang dapat menyatakan 100%. Oleh karena itu panjang a, b dan c 32

10 masing-masing dapat menyatakan prosentase komponen A, B dan C. Hal ini serupa dengan hubungan tuas pada sistem biner, karena x sebagai tumpuan tuas a, b dan c dengan masing-masing komponen A, B dan C yang menyeimbangkan. Dari penjelasan ini, komposisi sistem 40% A, 20% B dan 40% C (Surdia,2005) 2.8 XRD (X-Ray Diffraction) Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen seorang berkebangsaan Jerman pada tahun Penemuanya diilhami dari hasil percobaan percobaan sebelumnya antara lain dari J.J Thomson mengenai tabung katoda dan Heinrich Hertz tentang foto listrik. Kedua percobaan tersebut mengamati gerak elektron yang keluar dari katoda menuju ke anoda yang berada dalam tabung kaca yang hampa udara. Pembangkit sinar-x berupa tabung hampa udara yang di dalamnya terdapat filamen yang juga sebagai katoda dan terdapat komponen anoda. Jika filamen dipanaskan maka akan keluar elektron dan apabila antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi, elektron akan dipercepat menuju ke anoda. Dengan percepatan elektron tersebut maka akan terjadi tumbukan tak sempurna antara elektron dengan anoda, akibatnya terjadi pancaran radiasi sinar-x. (Suyatno,2008) Teori tentang difraksi sinar-x pertama kali dikemukakan oleh Van Laue. Laue menyatakan bahwa seandainya suatu kristal dari atom-atom yang tersusun teratur dan periodik dalam ruang dan jarak antar atom hampir sama dengan panjang gelombang sinar-x, maka kristal-kristal tersebut dapat berfungsi sebagai kisi-kisi yang dapat menghamburkan cahaya. Sinar-X mempunyai panjang gelombang yang mendekati jarak antar atom, maka difraksi dapat terjadi jika kristal dikenai oleh sinar-x. Hukum Bragg menyatakan apabila suatu material dikenai sinar-x, maka intensitas sinar yang direfleksikan oleh kisi kristal lebih rendah dari sinar yang datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. 33

11 Berkas sinar x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada pula yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-x yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Gambar 2.5 Difraksi Sinar-X melalui Kisi Kristal Pada Gambar 2.5, garis mendatar merupakan lapisan dalam kristal yang terpisah sejarak d. Bidang ABC tegak lurus terhadap berkas yang masuk dari sinar-x monokromatik dan bidang LMN tegak lurus terhadap berkas yang direfleksi. Bila sudut masuk θ berubah, maka refleksi diperoleh dengan gelombang sefasa pada bidang LMN, artinya perbedaan jarak antara bidang ABC dan LMN diukur sepanjang sinar yang direfleksi dari berbagai bidang yang merupakan bilangan bulat dari panjang gelombangnya. Maka persamaan hukum Bragg adalah; 34

12 2d sin θ = n. λ (2.1) Dimana, λ = Panjang gelombang Sinar X (Ǻ) d = Jarak antar kisi kristal (Ǻ) θ = Sudut datangnya sinar n = Orde difraksi (n = 1,2,3 dst) (Masrukan,2008) 2.9 Densitas Sejati (True Density) Banyak alat atau metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga densitas sejati (True density). Prinsipnya didasarkan pada penetrasi fluida ke dalam seluruh ruang kosong (pori-pori) pada butiran serbuk. Piknometer Quantacrome 1200e adalah alat untuk menentukan densitas sejati untuk sampel padat berdasarkan penurunan tekanan gas yang dihasilkan sebanding dengan volume. Prinsip kerjanya berdasarkan hukum gas ideal P.V = nrt yaitu volume sampel ditentukan dengan pengukuran variasi tekanan gas yang dihasilkan dari setiap operasi penetrasi gas yang bertekanan awal sama yang dikerjakan pada suhu tetap. Volume sampel dapat dilakukan dengan mengukur variasi tekanan gas yang dihasilkan pada saat operasi wadah kosong dan tekanan gas yang dihasilkan pada saat operasi sampel. Densitas diperoleh dengan cara membandingkan besaran berat sampel terhadap data volume sampel yang diperoleh pada analisis. 35

13 Gambar 2.6 Blok Diagram Alat Piknometer Quantacrome 1200e Prinsip kerja dan teknik pengukuran sampel dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan penjabaran rumus hukum gas ideal adalah sebagai berikut: Kondisi awal wadah sampel ketika valve dibuka pada kondisi linggkungan setelah pembersihan dengan gas helium adalah P a V c = n R T a (2.2) Kondisi wadah sampel bila sejumlah sampel dengan volume sebesar V dimasukkan maka, p Pa (V c - V p ) = n 1 R T a (2.3) Saat tekanan diposisikan di atas tekanan lingkungan dengan membuka valve gas helium, maka P 2 (V c -V p ) = n 2 R T a (2.4) 36

14 Kondisi ketika valve penghubung wadah sampel dan volume added dibuka, maka tekanan akan turun menjadi P 3 P3 (V c -V p + V a ) = n 2 R T a + n a R T a (2.5) Selanjutnya P a V a dapat digunakan untuk menggantikan n a RT a sehingga P3 (V c - V p + V A ) = n 2 R T a + P a V A (2.6) Substitusi Persamaan (2.5) ke persamaan (2.7) maka P 3 (V c - V p + V A ) = P 2 (V c - V p ) + P a V A (2.7) Sehingga rumus yang berlaku untuk Ultrapycnometer 1200e adalah VA Vp = Vc + 1 ( p2 / p3) (2.8) (Aminhar,2009) 2.10 Kekerasan Kekerasan merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tekan. Deformasi yang terjadi dapat berupa deformasi plastis. Pada permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi deformasi plastis. Deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih keras. Efek deformasi tergantung pada kekerasan permukaan material. Berdasarkan sifat pengujinya, pengujian kekerasan dibagi atas 3 yaitu 1. Metode Goresan Pengujian kekerasan dengan metode goresan dilakukan dengan cara mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji kepada spesimen. Skala uji yang digunakan adalah skala Mohs, yang terdiri dari 10 nilai 37

15 material standar sesuai dengan kemampuannya untuk menggores material. Berikut ini skala dari 1 yang paling lunak sampai dengan 10 paling keras; 1. Talk / gips 2. Gypsum 3. Calcite 4. Fluorite 5. Apatite 6. Orthoclase 7. Quartz 8. Topas 9. Corundum 10. Diamond Namun kelemahan dari skala Mohs adalah jarak antar intervalnya kurang spesifik yaitu nilai kekerasan tiap benda kurang akurat. 2. Metode Dinamik Pengujian kekerasan dengan metode dinamik (kekerasan pantul) dilakukan dengan cara menghitung energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Shore Scleroscope. Prissip alat pengujian ini yaitu Indentor dijatuhkan pada permukaan material, kemudian diamati tinggi pantulan indentor yang terjadi. Perbedaan ketinggian saat dijatuhkan dan pantulannya menunjukkan besarnya energi yang diserap material. Pada metode dinamik, indentor yang digunakan berupa bola. 38

16 3. Metode Indentasi Pengujian kekerasan dengan metode indentasi (metode penekanan) adalah dengan cara mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya yang diberikan oleh identor dengan memperhatikan besar beban yang diberikan dan besar indentasi. Uji kekerasan ini yang paling sering digunakan dalam material teknik. Adapun jenis uji kekerasan dengan metode indentasi yaitu; a. Uji Kekerasan Brinell Uji kekerasan ini paling pertama diterima secara meluas dan standar, ditemukan oleh J.A Brinell pada tahun Mengujinya dengan cara melakukan indentasi pada permukaan spesimen, indentor berupa bola baja yang memiliki beban bervariasi dari 500 kg hingga 3000 kg dengan diameter 10 mm. Untuk soft material digunakan beban sebesar 500 kg, untuk intermediate hardness digunakan beban sebesar 1500 kg, dan untuk hard material digunakan beban sebesar 3000 kg. Prinsip dari pengujian kekerasan ini adalah dengan menekan identor selama 30 detik, lalu diameter hasil indentasi diukur dengan menggunakan mikroskop. Diameter harus dihitung dua kali pada sudut tegak lurus yang berbeda, kemudian dirata-ratakan. Kekerasan brinell adalah besar beban indentor per luas permukaan indentasi. Dapat dirumuskan sebagai berikut nilai kekerasan Brinell (BHN): BHN = πd( D 2P D 2 d 2 ) P = πdt (2.9) Keterangan; P = besar beban indentor (kg) D = diameter indentor (mm) d = diameter indentasi (mm) t = kedalaman indentasi (mm) 39

17 Kelemahan dari uji kekerasan Brinell adalah uji kekerasan ini tidak dapat digunakan pada benda yang tipis dan kecil. Selain itu juga tidak berlaku untuk material yang sangat lunak maupun material yang sangat keras. Kelebihan dari uji kekerasan Brinell adalah uji kekerasan ini tidak dipengaruhi oleh permukaan material yang kasar dan bekas penekan yang cukup besar, sehingga bekas penekan mudah diamati. b. Uji Kekerasan Meyer Uji kekerasan ini merupakan perbaikan dari uji kekerasan Brinell, Meyer berpendapat bahwa tekanan rata-rata pada permukaan indentasi harus diperhitungkan dalam nilai kekerasan, hal ini tidak terdapat pada uji kekerasan Brinell. Nilai rata-rata tersebut dapat dirumuskan; 4P MHN = 2 πd (2.10) Keterangan; P = besar beban indentor (kg) d = diameter indentasi (mm) Kelemahan dari uji kekerasan Meyer adalah kurang sensitif terhadap beban indentor daripada uji kekerasan Brinell, serta pengukuran kurang akurat karena deformasi material di sekitar penekanan tidak sepenuhnya plastis. Kelebihan dari uji kekerasan Meyer yaitu harga kekerasan tidak bergantung pada besar beban. 40

18 c. Uji Kekerasan Vickers Uji kekerasan ini meggunakan indentor yang berbentuk piramida intan. Besar beban indentor yang digunakan bervariasi antara 1 kg kg yang disesuaikan dengan tingkat kekasaran material spesimen. Prinsip dari uji kekerasan Vickers adalah besar beban dibagi dengan luas daerah indentasi atau dapat dirumuskan sebagai berikut: VHN = 2PSin φ 2 l ( / 2) (2.11) Keterangan; P = besar beban indentor (kg) l = panjang rata-rata diagonal (mm) Kelemahan dari uji kekerasan Vickers adalah waktu yang cukup lama untuk menentukan nilai kekerasan. Kelebihan dari uji kekerasan Vickers adalah berat indentor tidak perlu diubah karena nilai kekerasan tidak bergantung terhadap berat indentor. Selain itu, pada uji kekerasan Vickers dapat dilakukan pada benda-benda dengan ketebalan yang tipis. d. Uji Kekerasan Rockwell Uji kekerasan Rockwell memperhitungkan kedalaman indentasi dalam keadaan beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum dilakukan pengukuran, spesimen diberi beban minor sebesar 10 kg untuk mengurangi kecenderungan ridging dan sinking akibat beban indentor. Sesudah beban minor diberikan, spesimen langsung dikenakan beban mayor. 41

19 Kedalaman indentasi yang terkonversi dalam skala langsung dapat diketahui nilainya dengan membaca dial gage pada alat. Disesuaikan dial sehingga nilai kekerasan yang tinggi berkorelasi dengan kecilnya pentrasi. Berdasarkan kombinasi jenis indentor yang digunakan dengan beban yang diberikan, kekerasan Rockwell dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: a. Rockwell A Indentor berupa kerucut intan dengan beban 60 kg. Umumnya digunakan pada jenis logam yang sangat keras. b. Rockwell B Indentor berupa bola baja dengan diameter 1,6 mm dengan beban 100 kg. Umumnya digunakan pada material yang lunak. c. Rockwell C Indentor berupa kerucut intan dengan beban 150 kg. Umumnya digunakan untuk logam-logam yang diperkeras dengan pemanasan. e. Uji Kekerasan Microhardness Metalurgi jaman sekarang yang berkembang membutuhkan penentuan kekerasan pada permukaan yang sangat kecil. Untuk pengujian spesimen ini, metode yang paling tepat digunakan adalah indentor knoop. Metode ini merupakan pengembangan dari uji Vickers namun pada uji ini digunakan beban yang lebih kecil. Indentor knoop adalah piramida intan yang membentuk indentasi berbentuk layang-layang dengan perbandingan diagonal 7:1 yang menyebabkan kondisi regangan pada daerah terdeformasi. Nilai kekerasan knoop (KHN) dapat didefenisikan besar beban dibagi dengan luas daerah proyeksi indentasi tersebut sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: 42

20 KHN = P (2.12) 2 L C Keterangan; P = L = C = besar beban indentor (kg) panjang rata-rata diagonal (mm) konstanta indentor Kelebihan dari indentor knoop adalah kedalaman dan luas daerah indentasi knoop hanya sekitar 15% dari luas daerah Vickers. Oleh karena itu, metode ini cocok untuk spesimen yang tipis dan kecil. (Dieter,1987) 2.11 Mikrostruktur Tampilan gambar kontras yang diamati melalui mikroskop akan sangat membantu interpretasi kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan keberhasilan dalam penganalisaan bahan. Sampel yang akan diamati dengan Optical Microscopy, lalu dilakukan pemotretan. Pengamatan pada foto mikrostruktur secara umum memperlihatkan adanya grain size (ukuran butir) dan grain boundary (batas butir) yang merupakan identitas dari sifat mekanis suatu bahan. Keadaan mikrostruktur dalam hal ini, ukuran butir (grain size) sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis logam. Namun pada saat dilakukan pengamatan struktur mikro pada suatu spesimen maka perlu dilakukan penyiapan spesimen yang meliputi: pemilihan sampel, penggerindaan, pemolesan dan pengetsaan yaitu dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan etsa. Pada pengamatan struktur mikro, umumnya yang diamati adalah ukuran butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk. Semakin halus dan kecil bentuk butiran, maka kekuatan mekanis akan bertambah baik. Larutan padat yang tersebar merata, maka kekuatan tariknya akan bertambah baik. (Bailin,2011) 43

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelongsong bahan bakar, seperti sedikit mengabsorpsi neutron, kekerasan

I. PENDAHULUAN. kelongsong bahan bakar, seperti sedikit mengabsorpsi neutron, kekerasan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zircaloy atau paduan logam zirkonium merupakan material yang banyak digunakan dalam komponen struktur pendukung instalasi nuklir, terutama pada bagian struktur kelongsong

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER No. 02/ Tahun I. Oktober 2008 ISSN 19792409 PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN UZr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER Yanlinastuti, Sutri Indaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE), Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN)-

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada kondisi struktur mikro dan sifat kekerasan pada paduan Fe-Ni-Al dengan beberapa variasi komposisi, dilakukan serangkaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN BAB PENGUJIAN KEKERASAN Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil melakukan pengujian kekerasan. Sub Kompetensi : Menguasai prosedur pengujian kekerasan Brinell, Vickers dan Rockwell B DASAR TEORI Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR Masrukan (1), Tri Yulianto (1) dan Sungkono (1) 1. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN)-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Perancangan Tugas Akhir ini direncanakan di bagi dalam beberapa tahapan proses, dituliskan seperti diagram alir berikut ini : Mulai Studi literatur

Lebih terperinci

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK Slamet P dan Yatno D.A.S. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN INGOT Zr-Nb-Si

PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN INGOT Zr-Nb-Si ISSN 1907 2635 Pengaruh Kandungan Si terhadap Mikrostruktur dan Kekerasan Ingot Zr-Nb-Si (Heri Hardiyanti, Futichah, Djoko Kisworo, Slamet P.) PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL 2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO

4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAB IV PEMBAHASAN Percobaan perlakuan panas dan uji kekerasan paduan Fe-Ni-10%Al, Fe-Ni- 20%Al, Fe-Ni-30%Al dilakukan pada temperatur 900 o C dan 1000 o C dengan lama waktu pemanasan 24 jam dan 48 jam.

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi 3.1 Konfigurasi Teras Reaktor Spesifikasi utama dari HTTR diberikan pada tabel 3.1 di bawah ini. Reaktor terdiri

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 36 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan pengujian ini antara lain: 1. Tabung Nitridasi Tabung nitridasi merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES Zircaloy-4 adalah logam tahan api Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pelat kuningan 70/30 (2 x 2) cm Tebal 3,1 mm Al : 0,00685% 0,03% Pelat kuningan 70/30 (2 x 2) cm Tebal 3,1 mm Al : 0,16112% > 0,03% Uji komp. kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pengujian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan penting, meliputi: menentukan tujuan pengujian, mengumpulkan landasan teori untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik pengerasan permukaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan sifat kekerasan serta kinerja dari suatu komponen atau material. Kerusakan suatu material biasanya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN PKMI-3-2-1 UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550 O C) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr SEBAGAI KANDIDAT KELONGSONG (CLADDING) BAHAN BAKAR NUKLIR Beni Hermawan, Incik Budi Permana,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Studi Literatur Pembuatan Master Alloy Peleburan ingot AlSi 12% + Mn Pemotongan Sampel H13 Pengampelasan sampel Grit 100 s/d 1500 Sampel H13 siap

Lebih terperinci

MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN

MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN DISUSUN OLEH : FEBRI IRAWAN 05091002006 KELOMPOK 5 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL Novi Tri Nugraheni 1,Kiranti Nala Kusuma 1, Ratna Yulia Sari 2, Agung Sugiharto 3, Hanif Roikhatul Janah 4, Khoirotun Nisa 6, Ahmad Zusmi Humam 7. Abstrak

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr ISSN 1907 2635 Pengaruh Kandungan Niobium terhadap Mikrostruktur, Komposisi Kimia dan Kekerasan Paduan Zr-Nb-Fe-Cr (Sungkono) PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0.03% Nb digunakan sebagai benda uji. Proses pemanasan dilakukan pada benda uji tersebut dengan temperatur 1200 0 C, yang didapat dari persamaan 2.1.

Lebih terperinci

Pengujian Material. Disusun Oleh : MOH JUFRI

Pengujian Material. Disusun Oleh : MOH JUFRI Pengujian Material Disusun Oleh : MOH JUFRI Jenis Pengujian Material 1. Kekerasan 2. Tarik, tekan, tekuk, bending, geser dll 3. Impact 4. Fatik 5. Creep 6. Mikroskopy ( logam, SEM, TEM) 7. Komposisi (

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alur Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori untuk penelitian,

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1995

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1995 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1995 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Sebuah pita diukur, ternyata lebarnya 12,3 mm

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6 Pengantar Bahan listrik dalam sistem tanaga listrik merupakan salah satu elemen penting yang akan menentukan kualitas penyaluran energi listrik itu sendiri. Bahan listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan Sampel Pemotongan Sampel Sampel 1 (tanpa perlakuan panas) Perlakuan panas (Pre heat 600 o C tiap sampel) Sampel 2 Temperatur 900 o C

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut.

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut. 1 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut. Panjang Lebar (menggunakan mistar) (menggunakan jangka sorong) Luas plat logam di atas

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL BAB V WUJUD ZAT A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Metodologi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir seperti Gambar 3.1. PEMOTONGAN SAMPEL UJI KEKERASAN POLARISASI DICELUPKAN DALAM LARUTAN DARAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI 140310110018 JURUSAN FISIKA OUTLINES : Sinar X Difraksi sinar X pada suatu material Karakteristik Sinar-X Prinsip

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DIFRAKSI SINAR X PADA PENAMBAHAN UNSUR Zr TERHADAP PEMBENTUKAN FASA PADUAN U-Zr

ANALISIS KUALITATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DIFRAKSI SINAR X PADA PENAMBAHAN UNSUR Zr TERHADAP PEMBENTUKAN FASA PADUAN U-Zr ISSN 0852-4777 Analisis Kualitatif dengan Menggunakan Teknik Difraksi Sinar-X pada Penambahan Unsur Zr tehadap Pembentukan Fasa Paduan U-Zr (Masrukan) ANALISIS KUALITATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DIFRAKSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini ada beberapa langkah yang dilakukan. Langkah langkah dalam proses pengerjaan las friction stir welding dapat dilihat pada

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Carburizing Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan cara memanaskan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu pada temperatur austenit

Lebih terperinci

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar! Pilihlah Jawaban yang Paling Tepat! Pilihlah jawaban yang benar!. Sebuah pelat logam diukur menggunakan mikrometer sekrup. Hasilnya ditampilkan pada gambar berikut. Tebal pelat logam... mm. 0,08 0.,0 C.,8

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL Mahasiswa Febrino Ferdiansyah Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus 4 untuk pengukuran perpanjangan putus. Kemudian sampel ditarik sampai putus dengan kecepatan 1 mm/menit sehingga dapat diketahui besarnya gaya maksimum dan panjang sampel saat putus. Pengukuran dilakukan

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS M. Husna Al Hasa ISSN 0216-3128 37 FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS M. Husna Al Hasa Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir ABSTRAK FORMASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, banyak kalangan dunia industri yang menggunakan logam sebagai bahan utama operasional atau sebagai bahan baku produksinya.

Lebih terperinci

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 )

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 ) No FISIKA 2015 TIPE C SOAL 1 Sebuah benda titik dipengaruhi empat vektor gaya yang setitik tangkap seperti pada gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. Besar resultan gayanya adalah. A. 60 N

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Spesifikasi bearing Metode pengujian Persiapan Pengujian: Pengambilan bahan pengujian bearing baru, bearing bekas pakai dan bearing

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

MICRO HARDNESS TESTER

MICRO HARDNESS TESTER MICRO HARDNESS TESTER I. PENDAHULUAN Ada beberapa cara pengukuran kekerasan yang cukup dikenal dalam litbang material di antaranya adalah uji kekerasan gores, uji kekerasan pantul (dinamis) dan uji kekerasan

Lebih terperinci