BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan akurat sangatlah mutlak, terutama dalam era globalisasi dalam skala luas maupun era otonomi daerah dalam lingkup yang lebih sempit. Dalam era otonomi daerah sekarang ini sangat disyaratkan bagi suatu daerah untuk mampu bersaing dengan daerah yang lain, sehingga perlu bagi suatu daerah untuk memaksimalkan kelebihan yang dimilikinya. Bidang statistika kesehatan, seperti halnya bidang-bidang lainnya membutuhkan tersedianya informasi yang cepat dan akurat, guna melakukan pengambilan keputusan dalam menghadapi era globalisasi yang penuh persaingan. Pengambilan suatu keputusan terkadang membutuhkan ketersediaan informasi yang mendukung, yang mana informasi tersebut berasal dari data yang diperoleh dan telah diolah. Untuk itu perlu dilakukan suatu usaha memperoleh data yang mampu memberikan informasi yang cepat dan akurat. Dalam hal ini diperlukan suatu penelitian, terhadap obyek yang ingin diambil informasinya, dimana populasi mengenai informasi yang diinginkan memang terbatas dan ditentukan batasnya (finite and delimited). Karena apabila permasalahan penggalian informasi yang berhubungan dengan kumpulan besar unit-unit populasi yang ada, maka suatu survei sampel dilakukan terhadap suatu populasi dengan melakukan penarikan sampel unit-unit populasi tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil ketepatan informasi yang diinginkan dengan mengeluarkan biaya yang relatif rendah, karena jika dibandingkan dengan melakukan suatu pencacahan lengkap akan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama. Informasi yang diperoleh dari hasil suatu survei kadang-kadang mempunyai ketepatan yang rendah, sehingga perlu ditentukan tingkat ketepatan yang mencukupi. Dapat 1

2 2 dikatakan suatu survei pada populasi tertentu dilakukan untuk memperoleh infomasi maksimum per unit biaya. Setelah diputuskan untuk melakukan suatu survei maka diperlukan suatu perencanaan survei dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Hansen,1953): 1. Populasi hendaknya digali informasinya. Informasi yang dibutuhkan pada survei ini berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi dalam upaya KB yang mana peserta dari tiap-tiap kecamatan, kelurahan/desa merupakan unit-unit elementer dari populasi. 2. Informasi yang dibutuhkan dari unit-unit populasi. Informasi yang dibutuhkan berupa data yang terdiri dari angka-angka yang merupakan nilai sesungguhnya dari populasi dan biasanya merupakan suatu kumpulan atau rata-rata nilai dari individu-individu anggota populasi. 3. Ketepatan hasil yang diinginkan. Perkiraan atau estimasi dari suatu sampel umumnya akan berbeda dari nilai yang sesungguhnya (nilai dari populasi yang diestimasi) tetapi diharapkan perbedaan yang ditimbulkan cukup kecil sehingga tujuan yang hendak dicapai dari penelitian tersebut terpenuhi. Untuk itu diperlukan suatu metode penarikan sampel (Sampling Method) yang benar-benar sesuai, yang dengan sampel relatif kecil mampu memberikan hasil yang mendekati karakteristik dari suatu populasi yang besar. Yang artinya mampu memberikan ketepatan (precision) yang tinggi terhadap karakteristik suatu populasi, akan tetapi ketepatan hasil yang diperoleh dari suatu survei sampel tidak hanya tergantung pada ukuran dari sampel tetapi juga pada hal-hal lain yang terkait pada rancangan sampel, seperti bagaimana sampel dipilih dan cara bagaimana hasil survei sampel diestimasi. Rancangan sampel yang efisien dalam hal ini adalah yang mampu memanfaatkan sumber-sumber informasi statistik dan pengetahuan lain yang berkenaan dengan populasi secara efektif bersama dengan teori dan metode sampling.

3 3 Pada umumya ada banyak alternatif pilihan rancangan sampel serta teknik penarikan sampel yang dapat diterapkan pada suatu permasalahn survei tertentu. Dengan memahami serta membandingkan efisiensi dari masing-masing alternatif rancangan sampel yang akan didapat pilihan rancangan sampel yang tepat. Dalam memahami dan membandingkan alternatif rancangan yang ada diperlukan kriteria pemilihan sampel yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Kriteria yang digunakan adalah untuk merancang sampel sehingga akan memberikan hasil dengan ketepatan yang diperlukan pada biaya yang minimal atau sebaliknya dengan biaya terbatas diperoleh hasil yang mampu mengestimasi karakteristik populasi yang diinginkan dengan ketepatan maksimal. Oleh karena itu dipilih sebuah metode penarikan sampel yang sesuai dengan kriteria pemilihan rancangan sampel yang tepat, seperti telah disebutkan diatas bahwa perbedaan rancangan sampel beserta metode estimasinya tanpa ada perubahan ukuran sampel dapat memberikan hasil dengan ketepatan yang berbeda. Rancangan atau teknik ini dipilih karena berdasarkan teori memiliki keunggulan dalam meminimumkan biaya, sebab biaya perunit sampel yang dikeluarkan akan berkurang dengan dilakukannya penggelompokkan unit-unit sampel. Akan tetapi penerapan suatu metode sampling tertentu tidak sepenuhnya dapat dilakukan sama persis dengan teori yang ada. Keadaan obyek penelitian akan sangat menentukan pelaksanaan penelitian dilapangan. Metode sampling yang digunakan dapat berubah untuk menyesuaikan keadaan obyek penelitian. Penggunaan teknik klaster dua tahap di DIY ini juga dilakukan penyesuaian dengan keadaan dilapangan, antara lain sub penarikan sampel dimana unit-unitnya bervariansi dalam ukuran. Pengelompokan data populasi ini juga masih dirasa akan sangat menyulitkan dalam pengambilan sampel, sehingga dikembangkan pengambilan sampel kluster hingga dua tahap. Dengan pengambilan sampel klaster dua tahap ini, maka bias yang ada tidak terlalu besar dan sampel yang harus diambil juga tidak besar.

4 4 Dalam hal ini, akan dipaparkan mengenai teknik pengambilan sampel klaster dua tahap dengan pendekatan estimator HH dan HT. Estimator HH dan HT ini bisa digunakan untuk berbagai jumlah tahapan dalam pengambilan sampel klaster. 1.2 Perumusan Batasan Masalah Berdasarkan uraian diatas, kita mengenal berbagai macam metode pengambilan sampel untuk memperoleh data dan informasi yang akuntable. Semua metode yang kita kenal memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Dalam skripsi ini, pembahasan akan dibatasi pada Perbandingan antara Estimator Hansen-Hurwitz dan Horvitz-Thompson pada klaster dua tahap pps dengan pengembalian sampling untuk mengestimasi total dan rata-rata populasi dari pengambilan sampling 1.3 Tujuan Penelitian Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Program Studi Statistika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada. Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Mempelajari konsep metode pengambilan sampel klaster dua tahap sebagai metode survei yang efektif dan efisien untuk karakteristik populasi yang heterogen. 2. Menentukan estimator populasi dalam pengambilan sampel klaster dua tahap menggunakan pendekatan estimator Hurvitz-Thompson dan Hansen-Hurwitz. 3. Mengaplikasikan metode pengambilan sampel klaster dua tahap untuk mengestimasi rata-rata dan jumlah data. 4. Mengaplikasikan metode sampling pada data real.

5 5 1.4 Manfaat Penulisan 1. Menambah keilmuan statistika terutama pada bidang survei sampel. 2. Mempopulerkan salah satu metode survei sampel dalam statistika untuk mengefisienkan proses survei. 1.5 Tinjauan Pustaka Penulisan skripsi ini berangkat dari banyak penulisan skripsi dengan tema pengambilan sampel klaster yang telah dilakukan. Karya tulis tersebut adalah sebagi berikut : 1. Nurvianto (2005) dengan judul Penarikan Sampel Berkelompok Satu Tahap dengan kelompok Berukuran Tidak Sama 2. Adi (2005) dengan judul Penarikan Sampel Klaster Tiga tahap dalam Survei Produktivitas Padi di Kabupaten Bantul Karya tulis ini lebih membahas mengenai metode pengambilan sampel dalam dunia pertanian. Metode tiga tahap yang digunakan pun menggunakan estimator pengambilan sampel sederhana. Perbedaan skripsi ini dengan karya tulis lainnya yang ditemui pada tema pengambilan sampel klaster sebelumnya adalah karya tulis ini membahas pengambilan sampel klaster dua tahap dengan pendekatan Estimator Hansen-Hurwitz dan Hurwitz-Thompson dengan pps sampling pengembalian. Literatur yang digunakan dalam skripsi ini adalah tulisan Mohammad Salehi M (2002) dengan judul Comparison beetween Hansen-Hurwitz and Horvitz-Thompson Estimator for Adaptive Cluster Sampling dan tulisan George A.F.Seber (1997) dengan judul Two Stage Adaptive Cluster Sampling sebagai tinjauan pustaka dalam teknik pengambilan sampel klaster dua tahap.

6 6 1.6 Metode Penulisan Metode Penulisan dalam skripsi ini adalah berdasarkan studi literatur yang didapat dari perpustakaan serta jurnal-jurnal dan buku-buku yang berhubungan dengan tema skripsi ini. Sumber lainnya juga diperoleh melalui situs-situs pendukung yang tersedia di internet. Pengerjaan skripsi ini juga ditunjang dengan beberapa perangkat lunak diantaranya R versi dan Microsoft Office Excel. 1.7 Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini terarah dan sistematis, maka secara garis besar skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Batasan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas mengenai konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan skripsi. Diantaranya adalah konsep dasar tentang metode survei sampel yang berkaitan dengan pembahasan pokok permasalahan. BAB III PEMBAHASAN Bagian ini menguraikan tentang konsep pengambilan sampel klaster dua tahap dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi survei. Di sini juga akan dibahas bagaimana membentuk klaster data populasi sehingga diperoleh klaster yang homogen. Lebih jauh akan dibahas mengenai kelebihan estimator Hansen Hurwitz dan Horvitz-Thompson dengan pps pengembalian.

7 7 BAB IV STUDI KASUS Bab ini menguraikan tentang penerapan metode pengambilan sampel klaster dua tahap pada data BAB V PENUTUP Bab ini berisi beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan juga saran-saran atas permasalahan yang dihadapi.

8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Populasi dan Sampel Gambar 2.1 Populasi dan Sampel Populasi Definisi (Walpole, 1995) Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita. Di waktu lampau, istilah populasi mengandung pengamatan yang diperoleh dari penelitian statistik yang berhubungan dengan orang banyak. Di masa kini, statistikawan menggunakan istilah itu bagi sembarang pengamatan yang menarik perhatian kita, misalnya sekelompok orang, binatang atau benda apa saja dimana sifat-sifat yang ada padanya dapat diukur atau diamati. Banyaknya pengamatan atau anggota suatu populasi disebut ukuran populasi. Populasi yang tidak pernah diketahui dengan pasti jumlahnya disebut populasi tak hingga, sedangkan populasi yang jumlahnya diketahui dengan pasti disebut populasi terhingga. 8

9 9 Dalam inferensi statistika, kita ingin memperoleh kesimpulan mengenai populasi, meskipun kita mungkin atau tidak praktis untuk mengamati keseluruhan individu yang menyusun populasi. Misalnya saja dalam usaha menentukan umur rata-rata suatu mesin jenis tertentu, adalah tidak mungkin untuk menguji semua mesin yang ada kalau kita masih ingin menjualnya. Biaya yang besar lebih sering menjadi faktor penghalang untuk mengamati semua anggota populasi. Oleh karena itu, kita terpaksa menggantungkan pada sebagian anggota populasi untu membantu kita menarik kesimpulan mengenai populasi tersebut Sampel Definisi (Walpole,1995) Sampel adalah suatu himpunan bagian dari populasi. Jika kita menginginkan kesimpulan dari sampel terhadap populasi, maka kita harus mempunyai sampel yang dapat mewakili populasi. Seringkali kita tergoda untuk mengambil anggota populasi yang memudahkan kita. Cara demikian ini dapat membawa pada kesimpulan yang salah mengenai populasi. Prosedur pengambilan sampel yang menghasilkan kesimpulan yang konsisten terlalu tinggi atau terlalu rendah mengenai suatu ciri populasi dikatakan berbias. Untuk menghilangkan bias ini, muncullah berbagai jenis metode pengambilan sampel dari populasi. 2.2 Variabel Random Istilah percobaan statistika telah digunakan untuk menjelaskan sembarang proses/aktivitas yang menghasilkan data/hasil yang dikumpulkan dalam ruang sampel. Seringkali, kita tidak tertarik pada keterangan rinci tentang titik sampel, tetapi hanya pada suati keterangan numerik hasi percobaan, sehingga kita membutuhkan variabel random.

10 Variabel Random Definisi (Bain dan Engelhardt,1992) Variabel Random X adalah fungsi yang didefinisikan pada ruang sampel yang dipetakan ke bilangan riil; ( ), untuk setiap hasil yang mungkin pada S. Huruf kapital X, Y, Z digunakan untuk menotasikan suatu variabel random dan huruf kecilnya x,y,z untuk menyatakan nilai yang mungkin dari setiap hasil observasi pada ruang sampel Variabel Random Diskrit Definisi (Bain dan Engelhardt,1992) Variabel random X disebut variabel random diskrit jika himpunan semua nilai yang mungkin muncul dari X merupakan himpunan terhitung (countable) Fungsi : ( ) dimana (2.1) Disebut fungsi kepadatan probabilitas diskrit (discrete pdf) Fungsi distribusi kumulatif dan variabel random X didefinisikan sebagai : ( ) (2.2) Variabel Random Kontinu Definisi (Bain dan Engelhardt,1992) Variabel random X disebut variabel random kontinu jika terdapat fungsi ( ) yang merupakan fungsi kepadatan probabilitas dari X, dimana fungsi distribusi kumulatifnya dapat ditunjukkan sebagai : ( ) ( ) (2.3)

11 Ekspektasi dan Variansi Ekspektasi Definisi Ekspektasi Jika X adalah variabel random dengan fungsi kepadatan probabilitas ( ) maka nilai ekspektasi dari X didefinisikan sebagai : ( ) ( ) (2.4) ( ) ( ) (2.5) ( ) seringkali ditulis dengan notasi dan Variansi Definisi Variansi Variansi dari variabel random X ditunjukkan oleh : ( ) ( ) ( ) (2.6) Notasi untuk variansi adalah, sehingga didapatkan: ( ) (2.7) 2.4 Distribusi Normal Distribusi normal pertama kali diperkenalkan oleh Abraham de Moivre pada tahun 1733 sebagai pendekatan untuk distribusi dari jumlahan variabel random binomial. Distribusi normal merupakan distribusi terpenting dalam probabilitas dan statistika Definisi 2.9 (Bain dan Engelhardt,1992:118). Suatu variabel random X mengikuti distribusi normal dengan mean dan variansi, dinotasikan ( ), dengan pdf ( ) ( ( ) ) (2.8)

12 Teori Dasar Pengambilan Sampel Kegunaan metode pengambilan sampel Berikut adalah keuntungan dari pengambilan sampel sebagai perbandingan dalam pencacahan lengkap. a. Mengurangi Biaya Jika data yang telah diperoleh berasal dari sebagian kecil populasi, maka pengeluaran atau biaya akan lebih murah daripada melakukan sensus lengkap. Dengan populasi besar, hasil yang cukup akurat dapat diperoleh dari sampel yang didapatkan dengan fraksi yang kecil dari populasi. b. Kecepatan Lebih Besar Data dapat dikumpulkan dan diringkas lebih cepat dengan sebuah sampel daripada dengan perhitungan lengkap. Hal ini merupakan sebuah pertimbangan yang penting bila membutuhkan informasi yang lebih cepat. c. Cakupan Lebih Besar Survei-survei yang bertumpu pada pengembalian sampel haruslah lebih besar cakupannya dan fleksibel mengenai jenis informasi yang dapat diperoleh. d. Tingat Ketelitian Lebih Besar Sebuah sampel mungkin memberikan hasil yang lebih teliti daripada pencacahan lengkap, jika dipakai tenaga-tenaga yang berkualitas baik dan diberi latihan yang intensif, serta pengawasan terhadap pekerjaan lapangan diperketat Tahap-tahap dalam survei sampel Tahap dalam pengambilan sampel merupakan metode dalam memilih sampel dari populasi yang digunakan untuk suatu penelitian atau studi kasus tertentu. Berikut adalah tahap-tahap dalam sebuah survei

13 13 a. Memilih populasi Proses awal adalah menentukan populasi yang menarik untuk dipelajari. Suatu populasi yang baik adalah yang mencakup rancangan eksplisit semua elemen yang terlibat, biasanya meliputi beberapa komponen diantaranya yaitu, elemen, unit sampling, keluasan skop dan waktu. b. Memilih unit-unit sampling Unit-unit sampling adalah unit analisa dari sampel yang diambil atau berasal, karena kompleksitas penelitian dan banyaknya desain sampel, maka pemilihan unit-unit sampling harus dilakukan dengan seksama. c. Memilih Kerangka Sampling Pemilihan kerangka sampling merupakan tahap yang penting karena jika kerangka sampling dipilih secara memadai tidak mewakili populasi, maka generalisasi hasil penelitian meragukan. Kerangka sampling dapat berupa daftar nama populasi seperti buku telepon atau database nama lainnya. d. Memilih Desain Sampel Desain sampel merupakan tipe metode atau pendekatan yang digunakan untuk memilih unit-unit analisa studi. Desain sampel sebaiknya dipilih sesuai dengan tujuan penelitian. e. Memilih Ukuran Sampel Ukuran sampel tergantung beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah : - Homogenitas unit-unit sampel Secara umum semakin mirip unit-unit sampel. Dalam suatu populasi semakin kecil sampel yang dibutuhkan untuk memperkirakan parameter-parameter populasi. - Kepercayaan Kepercayaan mengacu pada suatu tingkat dimana peneliti merasa yakin bahwa yang bersangkutan memperkirakan secara nyata parameter populasi yang benar. Semakin tinggi tingkat kepercayaan yang diinginkan, maka semakin besar ukuran sampel yang diperlukan.

14 14 - Presisi Presisi mengacu pada ukuran kesalahan standar estimasi. Untuk mendapatkan presisi yang besar dibutuhkan ukuran sampel yang besar pula. - Kekuatan Statistik Istilah ini mengacu pada adanya kemampuan mendeteksi perbedaan dalam istilah pengujian hipotesis. Untuk mendapatkan kekuatan yang tinggi, peneliti memerlukan sampel yang besar - Prosedur Analisa Tipe prosedur analisa yang dipilih untuk menganalisa data dapat juga mempengaruhi seleksi ukuran sampel. - Biaya, waktu dan Personil Pemilihan ukuran sampel juga harus mempertimbangkan biaya, waktu dan personil. Sampel besar akan menuntut biaya besar, waktu banyak dan personil besar juga. f. Memilih Rancangan Sampling Rancangan sampling menentukan prosedur operasional dan metode untuk mendapatkan sampel yang diinginkan. Jika dirancang dengan baik, rancangan sampling akan menuntun peneliti dalam memilih sampel yang digunakan dalam studi, sehingga kesalahan yang akan muncul dapat ditekan sekecil mungkin g. Memilih Sampel Tahap akhir dalam proses ini adalah penentuan sampel untuk digunakan pada proses penelitian berikutnya, yaitu koleksi data Bias dan pengaruhnya Dalam teori survei sampel, estimator bias perlu dipertimbangkan untuk dua alasan yaitu : a. Pada beberapa masalah yang sangat umum, khususnya dalam estimasi rasio, estimator yang disenangi dan cocok didapat ternyata menjadi bias.

15 15 b. Dalam estimator yang tak bias dalam pengambilan sampel berpeluang, kesalahan pengukuran dan kesalahan non respons menghasilkan bias yang jumlahnya dapat dihitung dari data. Syarat-syarat estimator yang sebaik-baiknya adalah : 1. Estimator Tak Bias Suatu estimator ( ) dikatakan tidak bias bagi parameternya ( ) apabila nilai estimator tersebut sama dengan nilai yang diduganya (parameternya). Jadi, penduga tersebut secara tepat dapat mengestimasi nilai dari parameternya. 2. Estimator Efisien Suatu estimator dikatakan efisien bagi parameternya ( ) apabila estimator tersebut memiliki variansi yang kecil. Apabila terdapat lebih dari satu estimator, estimator yang efisien adalah estimator yang memiliki variansi terkecil. Dua buah estimator dapat dibandingkan efisiensinya dengan menggunakan efisiensi relatif (relative efficiency) 3. Estimator Konsisten Suatu estimator dikatakan konsisten apabila memenuhi syarat berikut : a. Jika ukuran sampel semakin bertambah maka estimator akan mendekati parameternya. Jika besarnya sampel menjadi tak terhingga maka estimatornya konsisten harus dapat memberi suatu estimator titik yang sempurna terhadap parameternya. b. Jika ukuran sampel bertambah tak terhingga maka distribusi sampling estimator akan mengecil menjadi suatu garis tegak lurus diatas parameter yang sebenarnya dengan probabilitas sama dengan satu. Estimator ( ) adalah suatu estimasi untuk suatu nilai populasi ( ). Misalkan nilai ekspektasi dari adalah, maka bias didefinisikan sebagai. Pengaruh bias terhadap ketelitian suatu estimasi diabaikan jika biasnya kurang dari sepersepuluh simpangan baku

16 16 estimasinya. Jika kita mempunyai metode bias dimana dan B merupakan nilai absolut dari biasnya, ini dapat dinyatakan bahwa bias tidak merugikan metode tersebut. Karena kesulitan dalam menjamin bahwa bias masuk dalam estimasi tanpa diduga, biasanya lebih menyatakan ketepatan (precision) suatu estimasi daripada ketelitiannya (accuracy). Ketelitian menunjukkan besar simpangan dibanding dengan parameter sebenarnya ( ), sedangkan ketepatan menunjukkan besar simpangan dari ekspektasi atau nilai angka harapan yang diperoleh dengan melakukan pengulangan dari prosedur pengambilan sampel Rata-rata kesalahan kuadrat Untuk membandingkan sebuah estimator bias dengan estimator tak bias, atau dua estimator dengan jumlah bias yang berbeda, maka suatu kriteria yang berguna adalah dengan menghitung rata-rata kesalahan kuadrat (Mean Square Error) pada estimator yang diukur dari nilai populasi yang diperkirakan. Secara umum, ( ) ( ) [( ) ( )] ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.9) 2.6 Pengambilan Sampel Acak Sederhana Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) adalah sebuah metode untuk memilih n unit dari N sehingga setiap elemen dari N C n sampel yang berbeda mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih.

17 17 Pada sampel acak sederhana (simple random sampling) N menyatakan ukuran unit populasi dan n menyatakan ukuran unit sampel. Dalam praktek, pengambilan sampel yang berbeda mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Dalam praktek, pengambilan sampel acak sederhana dipilih unit per unit. Unit-unit dalam populasi diberi nomor dari 1 sampai N. Serangkaian bilangan acak antara 1 sampai N kemudian dipilih, dengan cara menggunakan sebuah tabel bilangan acak atau dengan cara menggunakan sebuah program komputer yang menghasilkan tabel bilangan acak. Pada setiap pengambilan proses, proses yang digunakan harus memberikan kesempatan dipilih yang sama untuk setiap bilangan dalam populasi. Unit-unit yang terpilih ini sebanyak n yang merupakan sampel. Untuk membuktikan bahwa seluruh N C n sampel yang berbeda mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih dengan metode berikut. Dengan memperhatikan sampel yang berbeda, yaitu himpunanan unit-unit tertentu. Pada pengambilan pertama, probabilitas bahwa satu dari n unit-unit tertentu akan terpilih adalah. Pada pengambilan kedua, probabilitas bahwa satu dari ( ) unit-unit sisanya yang akan terpilih adalah ( ) ( ), dan seterusnya. Sehingga probabilitas seluruh n unit-unit tertentu yang terpilih dalam n pengambilan adalah : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.10) Karena untuk bilangan yang telah diambil / dipindahkan dari populasinya untuk seluruh pengambilan berikutnya, metode ini disebut metode pengambilan sampel acak tanpa pengembalian (without replacement). Pengambilan sampel acak dengan pengembalian (with replacement) secara keseluruhan dapat dilakukan pada setiap pengambilan, seluruh anggota dari populasi memberikan kesempatan yang sama untuk dipilih, tanpa melihat sudah berapa kali unit-unit telah dipilih.

18 Penarikan Sampel Acak dengan Pengembalian Pendekatan yang sama diterapkan bila penarikan sampel dengan pengembalian. Dalam kejadian ini, unit ke-i dapat muncul 0,1,2,3,..., kali dalam sampel. Misalkan merupakan jumlah unit ke-i muncul dalam sampel. Maka, (2.11) Karena probabilitas bahwa unit ke-i terambil adalah, variansi berdistribusi binomial dengan jumlah sukses dari n percobaan dengan. Karenanya ( ) ( ) ( ) ( ) (2.12) Secara bersamaan, variansi mengikuti distribusi multinomial. Untuk ini, ( ) (2.13) Dengan menggunakana (2.11),(2.12) dan (2.13), untuk penarikan sampel dengan pengembalian, kita peroleh, ( ) [ ( ) ] ( ) (2.14) Akibatnya, ( ) dalam penarikan sampel tanpa pengembalian adalah ( ) ( ) kali nilainya dalam penarikan sampel dengan pengembalian. Jika bukan tetapi rata-rata dari unit-unit yang berbeda dalam sampel yang digunakan sebagai perkiraan, dan seandainya penarikan sampelnya dengan pengembalian, Murthy (1967) menunjukkan bahwa suku yang penting dalam rata-rata varians dari adalah ( ).

19 Sifat-sifat Perkiraan/Estimasi Ketelitian setiap estimasi yang dibuat berdasarkan sebuah sampel tergantung pada metode estimasinya yang dihitung dari data sampel dan rencana pengambilan sampelnya. Sebuah metode estimasi dikatakan tidak bias (unbiased) jika nilai rata-rata estimasinya yang diambil dari seluruh sampel yang mungkin berukuran sama dengan nilai populasi sebenarnya. Bila metode tersebut menjadi tidak bias tanpa adanya syarat tertentu, hasil ini harus berlaku untuk setiap nilai populasi terbatas dan untuk setiap n. Untuk mengetahui apakah tidak bias dalam pengambilan sampel acak sederhana, maka kita menghitung nilai untuk N C n sampel dan menetukan rata-ratanya. Teorema 2.1 Rata rata adalah estimasi yang tidak bias dari. Dibuktikan menurut definisi : ( ) ( ) ( ) [ ] (2.15) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

20 20 Dimana jumlahnya ada sebanyak N C n sampel. Untuk menghitung jumlah ini, kita menentukan berapa banyak nilai-nilai yang muncul dari sampel. Karena ada ( ) unit sampel lainnya yang tersedia untuk sisa sampel, dan di sisi lain ada ( yang berisi adalah: N-1C n-1 ( ) ( ) ( ) Sehingga ) untuk mengisi sampel, jumlah sampel (2.16) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.17) Dari persamaan (2.15) memberikan hasil ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.18) Kesimpulan yang didapat adalah estimasi yang tidak bias dari jumlah populasi Y. Pembuktian dari teorema 2.1 dapat juga diperoleh sebagai berikut. Karena setiap unit muncul dalam jumlah sampel yang sama, maka ( ) merupakan perkalian dari ( ) (2.19) Pengalinya adalah, karena ruas kiri mempunyai suku dan ruas kanan mempunyai N suku Variansi Perkiraan/Estimasi Variansi dalam sebuah populasi terbatas biasanya ditetapkan sebagai ( ) (2.20)

21 21 Dengan adanya sedikit perubahan pada notasi yang memakai teori pengambilan sampel dengan maksud menganalisis variansi, pembagian N diganti menjadi ( ) jika didapatkan variansi tidak diketahui dari suatu populasi. Dan diperoleh ( ) (2.21) Keuntungan yang diperoleh adalah hasilnya di dapat dari bentuk yang lebih sederhana. Sekarang dengan memperhatikan variansi, yang dimaksud adalah ( ) yang diperoleh untuk seluruh N C n sampel. Teorema 2.2 Variansi dari dari sampel acak sederhana adalah ( ) ( ) ( ) ( ) Di mana adalah fraksi pengambilan sampel. Bukti : ( ) ( ) ( ) ( ) (2.22) (2.23) Dengan alasan yang sama digunakan dalam (2.19), maka ( ) ( ) ( ) ( ) (2.24) Dan juga bahwa ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( ) ( ) [( )( ) ( )( ) ( )( ) ] (2.25) Pada (2.25) jumlahnya terdiri dari seluruh pasangan unit-unit dalam sampel dan populasi. Penjumlahan dari kiri terdiri atas ( ) suku, dan dikanan terdiri atas ( ) suku.

22 22 Kemudian dengan mengkuadratkan (2.23) dan rata-ratakan seluruh sampel acak sederhana. Dengan menggunakan rumus (2.24) serta (2.25) maka diperoleh ( ) {( ) ( ) ( ) [ ( )( ) ( )( ) ]} (2.26) Kuadrat selengkapnya atas perkalian silangnya, maka didapatkan ( ) {( ) ( ) ( ) ( ) ( ) } (2.27) Suku kedua dalam tanda kurung akan hilang dikarenakan jumlah dari dengan. Setelah dibagi menjadi sama ( ) ( ) ( ) ( ) (2.28) Kesimpulan 1. Kesalahan baku (standard error) adalah (2.29) Kesimpulan Variansi merupakan estimasi jumlah populasi dengan variansi adalah ( ) ( ) ( ) (2.30)

23 23 Kesimpulan 3. Kesalahan baku (standard error) dari adalah (2.31) Koreksi Populasi terbatas Untuk sebuah sampel yang berukuran n yang diambil secara acak dari populasi tidak terbatas, kita mengetahui bahwa variansi dari rata-ratanya adalah. Hasil ini akan berubah jika populasi terbatas dengan menambahkan faktor ( ). Faktor ( ) untuk variansi dari ( ) untuk kesalahan baku disebut koreksi populasi terbatas (kpt). Untuk estimasi variansi proporsi kpt-nya adalah ( ) ( ). Teorema 2.3 Jika adalah sebuah pasangan yang bervariansi ditetapkan pada unit dalam populasi dan adalah rata-rata dari sampel acak sederhana berukuran n, maka kovariansinya ( )( ) ( )( ) (2.32) Teorema ini dikurangkan ke teorema 2.2 untuk variansinya. Rata-rata populasi dari adalah dan teorema 2.2 memberikan ( ) ( ) (2.33) yaitu ( ) ( ) ( ) ( ) (2.34) Suku-suku yang dikuadratkan dan disederhanakan pada kedua ruas. dengan teorema 2.2 ( ) ( ) (2.35)

24 24 Dengan sebuah hubungan yang sama untuk ( ). Karenanya dua suku saling menghilangkan pada ruas kiri dan kanan dari (2.34). Hasil persamaan (2.32) mengikuti dari hasil sukunya Perkiraan/Estimasi Kesalahan Baku dari Sampel Rumus kesalahan baku dari estimasi rata-rata populasi dan jumlah populasi dipergunakan untuk tujuan : a. Membandingkan ketelitian yang diperoleh dari pengembalian sampel acak sederhana dengan metode pengambilan sampel lainnya. b. Untuk memperkirakan ukuran sampel yang dibutuhkan dalam suatu survei yang telah direncanakan, dan c. Untuk memperkirakan ketelitian sebenarnya yang didapat dalam suatu survei yang dilaksanakan. Rumus-rumusnya mencakup variansi populasi. Dalam praktek hal ini tidak dapat diketahui, tetapi dapat diperkirakan dari data sampel. Hasil yang relevan dapat dinyatakan sebagai teorema berikut. Teorema 2.4 Untuk sebuah sampel acak sederhana ( ) (2.36) adalah sebuah estimasi yang tak bias dari ( ) (2.37) Dibuktikan : ( ) adalah sebuah estimasi yang tak bias dari ( )

25 25 ( ) ( ) [ ( ) ( ) ] [ ( ) ] ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) dapat dituliskan ( ) ( ) [ ( ) ( ) ] (2.38) Sekarang merata-ratakan seluruh sampel acak sederhana berukuran n. Dengan menggunakan alasan yang sama dalam teorema 2.2 [ ( ) ] ( ) ( ) (2.39) Dengan definisi. Selanjutnya, dengan teorema 2.2, ( ), maka

26 26 ( ) ( ) ( ) ( ) (2.40) Kesimpulan estimasi yang tidak bias dari variansi dan adalah ( ) ( ) (2.41) ( ) ( ) ( ) (2.41) Untuk kesalahan bakunya diperoleh, (2.42) dan (2.43) Perkiraan/Estimasi Ukuran Sampel Keputusan dalam menentukan besarnya jumlah sampel sangat penting dalam perencanaan sampel survei. Jika sampel yang diambil terlalu besar, maka merupakan pemborosan sumber-sumber dan jika yang diambil terlalu kecil akan mengurangi manfaat hasilnya. Ukuran sampel n dalam sampel random sederhana dapat ditentukan kaitannya dengan batas-batas kesalahan dalam estimasi. Menentukan besarnya ukuran sampel juga dipertimbangkan besarnya tingkat ketelitian yang diinginkan peneliti. Dalam meperkirakan total populasi atau rata-rata,

27 27 biasanya inigin mengontrol kesalahan relatif r dengan tingkat konfidensi ( ) Dengan acak sederhana didapatkan rata-rata, akan mendapatkan ( ) ( ) (2.44) Penyelesaian untuk n memberikan ( ) [ ( ) ] (2.45) Perlu diperhatikan bahwa karakteristik populasi tempat n tergantung adalah koefisien variansi. Sebagai pendekatan pertama diambil ( ) (2.46) Jika cukup besar maka rumus untuk n seperti (2.47) 2.7 Sampling Klaster Sampling klaster adalah pengambilan sampel dari populasi yang dikelompokkan menjadi sub-sub populasi secara bergerombol (klaster), dari sub populasi selanjutnya dirinci lagi menjadi sub-populasi yang lebih kecil. Anggota dari sub populasi terakhir dipilih secara acak sebagai sampel penelitian.

28 28 Dalam pembentukan klaster seperti ini, maka keadaan didalam klaster relatif heterogen dan antar klaster relatif homogen. Oleh karena itu, dalam pembentukan klaster didasarkan pada area atau daerah administratif. Tujuan penggunaan sampling klaster adalah untuk mengurangi biaya dengan meningkatkan efisensi penarikan sampel. Selain itu sampling klaster memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah paling murah biayanya dibandingkan dengan metode lainnya serta kerangka sampel yang hanya diperlukan untuk klaster-klaster yang dipilih, bukan untuk semua populasi. Suatu klaster dikatakan baik jika mempunyai heterogenitas yang tinggi antar anggota dalam satu klaster (within cluster) dan juga homogenitas yang tinggi antara klaster yang satu dengan klaster yang lainnya (between cluster). Sebelum melakukan studi lebih lanjut ada baiknya memperhatikan segi asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis klaster ini yaitu 1. Data yang representatif, sampel yang diambil benar-benar mewakili populasi yang ada. 2. Multikolinearitas, yaitu kemungkinan adanya korelasi antar objek, sebaiknya tidak ada. Tapi jika ada, besarnya multikolinearitas tersebut tidaklah tinggi. Proses sampling klaster : a. Membuat klaster. Proses ini adalah proses pengelompokkan data yaitu populasi keseluruhan dibagi ke dalam beberapa kelompok atau klaster berdasarkan area atau daerah administratif. b. Setelah klaster terbentuk maka selanjutnya melakukan interpretasi terhadap klaster yang telah terbentuk, yang pada intinya adalah memberi nama spesifik untuk menggambarkan isi klaster. c. Melakukan validasi dan profiling klaster. Klaster yang terbentuk kemudian diuji apakah valid atau tidak, kemudian dilakukan proses profiling untuk menjelaskan karakteristik tiap klaster berdasarkan profil tertentu.

29 BAB III ESTIMASI KLASTER DUA TAHAP DENGAN ESTIMATOR HANSEN-HURWITZ DAN HORVITZ-THOMPSON: PPS SAMPLING DENGAN PENGEMBALIAN 3.1 Deskripsi Pengambilan Sampel Klaster Dua Tahap Pada penarikan acak sederhana hanya didasarkan pada nomor unit dalam populasi. Penarikan acak ini menjadi kurang baik jika unit dalam populasi ukurannya bervariansi. Oleh karena itu digunakan variansi pendukung (auxiliary variable) sebagai pertimbangan di dalam penarikan sampel agar diperoleh estimator yang lebih efisien. Variabel pendukung yang digunakan sebagai dasar penarikan sampel adalah variabel yang memiliki korelasi yang erat dengan variabel yang diteliti. Variabel pendukung yang dipertimbangkan sebagai dasar penarikan sampel selanjutnya disebut ukuran(size). Prosedur penarikan sampel dimana peluang terpilihnya suatu unit sampel sebanding dengan ukuran disebut sebagai sampling berpeluang sebanding dengan ukuran atau sampling with probability proportional to size (pps). Pengambilan sampel klaster adalah pengambilan sampel random sederhana dimana setiap pengambilan sampel unit terdiri dari klaster atau kelompok. Pada metode pengambilan sampling klaster satu tahap ini, populasi dikelompokkan dalam beberapa klaster. Klaster yang ada kemudian dipilih untuk dijadikan sampel klaster. Selanjutnya, semua elemen dalam klaster yang terpilih akan diteliti. Pada metode ini memiliki elemen yang terpilih dalam klaster cukup banyak sehingga kurang efisien karena memakan waktu yang banyak dan membutuhkan biaya yang lebih banyak. Kemudian metode ini dikembangkan dengan pengambilan klaster dua tahap. Dalam metode pengambilan sampling klaster dua tahap ini memiliki dua tahap pengambilan. Tahap pertama memilih sebuah sampel dari unit-unit primer(utama) dan tahap kedua memilih sebuah sampel dari subunit dari setiap 29

30 30 unit primer yang terpilih. Keuntungan dari pengambilan sampling klaster dua tahap ini adalah bahwa cara ini lebih fleksibel daripada pengambilan sampel satu tahap. Dalam pengambilan sampel dua tahap ini, peneliti dihadapkan pada pemilihan klaster yang tepat. Sebagai pedoman, banyaknya klaster dalam sampel usahakan cukup banyak. Hal ini mengingat bahwa biaya pengukuran karakteristik elemen sangat mahal. Elemen dalam suatu kelompok secara fisik sebenarnya mirip dengan antar satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu sebisa mungkin dalam pembentukan klaster harus memperhatikan kehomogenan elemen-elemen yang akan diteliti dalam klaster tersebut. Suatu populasi yang homogen akan menghasilkan sampel dengan tingkat kesalahan sampling yang lebih kecil dibandingkan dengan suatu populasi yang heterogen. Dalam hal ini, ukuran sampel harus ditentukan terlebih dahulu jika jumlah klaster ditingkatkan maka jumlah elemen dalam suatu klaster harus dikurangi begitu pula sebaliknya. Pengambilan sampel klaster dua tahap dan sampel acak berlapis hampir sama. Dalam sampel acak berlapis, klaster diperlakukan sebagai strata, sedangkan perbedaannya klaster harus dipilih dari populasi klaster sebagai sampel klaster. Tidak semua klaster diteliti, tetapi semua klaster dalam sampel acak berlapis diteliti melalui sampel yang dipilih dari strata. Sehingga sampel yang diambil tidak terlalu besar dengan tingkat keakuaratan tinggi. Secara umum pengambilan sampel klaster dua tahap dapat dijelaskan pada gambar sebagai berikut dengan perbandingan pengambilan sampel klaster satu tahap.

31 31 (a) Cluster sampling N=5 (b) Two-Stage sampling N=5 n=3 Gambar 3.1 Ilustrasi Cluster Sampling dan Two-Stage Cluster Sampling Didalam pemilihan sampel klaster maupun elemen yang tepat dilakukan secara acak menggunakan tabel bilangan random. Pembagian populasi dalam klaster juga didasarkan pada kehomogenan antar klaster. Karakteristik antar klaster adalah homogen dan didalam klaster adalah heterogen 3.2 Estimasi Pengambilan Sampel Klaster Dua Tahap Estimator rata-rata populasi dan variansi populasi Pada penarikan sampel klaster dua tahap, rencana penarikan sampelnya pertama memberikan sebuah metode pemilihan n unit. Kemudian untuk setiap unit terpilih, diberikan metode untuk memilih sejumlah tertentu subunitsubunit. Dalam mencari rata-rata dan variansi estimasi, rata-ratanya harus meliputi seluruh sampel yang dapat diturunkan dengan proses dua tahap. Menurut teorema 2.1 dalam sampel random sederhana, rata-rata adalah estimasi tak bias dari sehingga estimator rata-rata dalam populasi dinotasikan dengan bila n unit dan subunit dari masing-masing unit yang telah diambil dan dipilih dengan pengambilan sampel acak sederhana, maka adalah estimator tak bias untuk Untuk memperkirakan rata-rat dan populasi dalam sampel klaster, kebanyakan statistik survei menggunakan bobot sampling dari estimator

32 32 diatas, bobot sampling untuk unit sekunder (subunit) / dan unit primer (utama) i adalah nilai bobot ini bisa kita peroleh dengan menghitung probabilitas inklusi untuk sampel klaster. = P (unit sekunder j terpilih di unit primer i) = P(unit sekunder i terpilih ) P (unit sekunder j terpilih unit primer i) = sehingga (3.1) Jadi estimator untuk dan dapat dihitung dengan Sehingga diestimasi dengan (3.2) Dan diestimasi dengan (3.3) Untuk variansi dari rata-rata populasi pada pengambilan sampel klaster dua tahap dapat dijabarkan sebagai berikut (Cochran, 1991) ( ) [ ( )] [ ( )] Karena ( ), suku pertama pada ruas kanan adalah variansi dari rata-rata per subunit untuk sebuah sampel acak sederhana berukuran n unit. Oleh karena itu, dengan teorema 2.2 [ ( )]

33 33 Selanjutnya, dengan dan pengambilan sampel acak sederhana digunakan pada tahap kedua, ( ) ( ) Seluruh sampel pada tahap pertama juga dirata-ratakan sehingga diperoleh [ ( )] ( ) Kemudian variansi dari rata-rata populasi dinyatakan dalam ( ) ( ) ( ) Oleh karena variansi populasi tidak diketahui dan variansi dari populasi adalah merupakan estimator tak bias untuk variansi populasi karena [ ( ) ]. Estimator variansi dari rata-rata populasi dapat dinyatakan dalam bentuk berikut ( ) ( ) ( ) Estimator Total Populasi Memperkirakan total populasi diperlukan dalam pengambilan klaster dua tahap ini karena kita tidak mengamati setiap unit sekunder dalam sampel unit primer. Dengan mengguakan bobot sampling pada (3.1) total populasi dalam klaster i dapat diestimasi dengan (3.5) Sedangkan variansi dari total populasi adalah

34 34 ( ) ( ) ( ) ( ) (3.6) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Dimana adalah variansi populasi di klaster unit primer dan adalah variansi populasi antar elemen di dalam klaster i. Oleh karena variansi dari total populasi tidak dapat dihitung maka perlu di estimasi menggunakan data sampel. Sehingga variansi dari total populasi dapat dinyatakan dalam ( ) ( ) ( ) (3.7) Dengan standar deviasi dari total populasi sebesar ( ) 3.3 Pendekatan Hansen Hurwitz Hansen-Hurwitz (HH) memperkenalkan notasi ukuran klaster sampling yang tak seimbang/tak sama dengan estimasi probabilitas proporsi (pps) untuk mengestimasi nilai, jumlahan dari Y-variate yang melewati/melampaui populasi tak hingga dari elemen. Akan dijelaskan prosedur atau metode untuk penarikan klaster sampling dengan menggunakan pps dan dengan pengembalian. Pertama, klaster menandai interval yang berurutan dengan panjang yang sama dengan ukuran klaster (jumlah elemen populasi dalam sebuah klaster). Kedua, sasaran sampel dari elemen populasi yang telah diberi nomor berurutan diambil menggunakan pengambilan sampel acak sederhana dengan pengembalian. Ketiga,

35 35 klaster tersebut yang memberikan jarak (range) yang besar, dipilih lagi dengan pengembalian. Dalam bahasan ini penulis akan membatasi pada pembahasan metode pengambilan sampling dengan menggunakan penggembalian serta menghitung estimator Hansen-Hurwitz dan Hurvitz-Thompson dari Metode Pemilihan Hansen-Hurwitz (HH) Metode pemilihan Hansen-Hurwitz (HH) untuk sampling klaster berukuran tak sama dengan pps dan dengan pengembalian pada dasarnya memiliki 3 langkah, yaitu : Langkah pertama : Unit sekunder (elemen) M populasi (j=1,2,...,m) ditandai dengan bilangan bulat secara berurutan dengan jarak yang sama dengan ukuran klaster Langkah Kedua : Ukuran tetap target sampel dari elemen m populasi digambarkan dengan sebuah populasi seragam/sama yang memutar dari bilangan bulat 1 sampai M melalui pengambilan sampel acak sederhana dengan pengembalian Langkah Ketiga : Klaster yang didalamnya memberikan range (jarak) jumlah acak dari target sampel yang hilang/gugur ditarik atau diambilkan dengan pengembalian Estimator Hansen-Hurwitz Berdasarkan pada sampel berukuran n klaster dari unit populasi yang dipilih dengan pps dan pengembalian dari elemen populasi dan klaster yang dikelan luas dengan unbiased HH estimator dari Y, begitu juga dikenal dengan pps estimator yaitu (3.8)

36 36 ( ) Keterangan n = ukuran klaster sampel m = ukuran sampel elemen populasi = pengukuran untuk unit ke i = probabilitas bahwa nilai ke i ada dalam sampel Untuk nilai Jika sebuah sampel berukuran n unit primer dan diambil dengan probabilitas proporsional terhadap pengambilan klaster dua tahap. unit sekunder dengan metode Modifikasi estimator Hansen-Hurwitz untuk total populasi adalah: (3.9) Untuk = { Mean variansi dari estimator Hansen-Hurwitz adalah sebagai berikut : [ ] * + * + [ ] [ ( ) ( ) ( )]

37 37 ( ) Oleh karena itu dapat dibuktikan bahwa adalah estimator tak bias untuk Y pada pengambilan sampel klaster dua tahap. Variansi dari Y untuk estimator Hansen-Hurwitz adalah [ ] [ ] ( ) [ ( )] ( ) ( ) ( ) ( ) Dimana

38 Pendekatan Estimator Horvitz-Thompson Estimator Horvitz-Thompson adalah estimator yang umumnya digunakan untuk menghitung total populasi yang dapat digunakan untuk banyak jenis metode pengambilan sampel. Estimator ini dapat digunakan untuk pengambilan sampel dengan pengembalian maupun tanpa pengembalian. Estimator Horvitz-Thompson untuk total populasi (Cochran, 1991) Dimana adalah pengukuran untuk unit ke- = Probabilitas bahwa unit ke- ada dalam sampel Untuk nilai Sebuah sampel penduga berukuran n unit primer dan unit sekunder diilih tanpa pengembalian dengan metode pengambilan klaster dua tahap. Modifikasi estimator Horvitz-Thompson untuk total populasi adalah Untuk { Berikut ( ) ( ) ( ) ( ) Jika, maka ( ) ( ) [ ( ) ] ( ) Untuk, nilai ( ) ( ) ( ) ( )

39 39 ( ) [ ] [ ] { [ ]} [ ] Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa adalah estimator tak bias untuk pada pengambilan sampel klaster dua tahap. Sedangkan variansi dari estimator tak bias total populasi Horvitz-Thompson adalah ( ) (Unit primer) + (Unit sekunder) [ ( )] [ ( )] [ ] [ ( ) ] ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Dengan estimator variansinya dinyatakan seperti dibawah ini : ( ) ( ) ( )

40 40 Untuk perhitungan estimator rata-rata populasi menggunakan estimator Horvitz-Thompson, maka estimator total populasi di atas cukup dibagi dengan jumlah populasi. Sehingga rata-rata populasi dapat diestimasi dengan. Sedangkan untuk perhitungan variansi, berarti variansi dari total populasi dibagi dengan total populasi dikuadratkan atau ( ) ( ) Perhitungan ini hampir sama dengan perhitungan untuk estimator pada pengambilan klaster dua tahap dengan metode pengambilan sampel random sederhana. Jika unit primer terpilih dengan probabilitas sama, maka ( ) dan ( ) Kemudian kita dapat menerapkan rumus (diatas) dengan ( ) ( ) ( ) [ ( ) ] ( ) ( ) [ ] ( ) ( ) [( ) ] ( ) ( ) [ ]

41 41 ( ) ( ) [ ( ) ] ( ) Menggunakan teori pengambilan sampel sederhana pada (3.6), diperoleh ( ) ( ) Sehingga ( ) ( ) ( ) Jadi, ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Jadi estimator tak bias untuk total populasi menggunkan pengambilan sampel sederhana merupakan kasus khusus dari estimator Horvitz-Thompson dengan probabilitas sama unit primer dan unit sekunder. Oleh karena itu kita akan memperoleh rumus (3.5) jika nilai pada estimator Horvitz-Thompson diganti dengan probabilitas terpilihnya unit primer dan sekunder dalam populasi. Dengan cara yang sama, estimator dari variansi populasi untuk penggambilan sampel klaster

42 42 dua tahap juga dapat diperoleh meggunakan estimator Horvitz-Thompson. Metode Horvitz-Thompson ini dapat digunakan untuk pengambilan sampel klaster dalam banyak tahap bergantung pada probabilitas unit yang terpilih dalam sampel. Beberapa kasus khusus lainnya dengan menggunakan estimator Horvitz-Thompson seperti pada pengambilan sampel random sederhana dengan. Diperoleh Hasil serupa juga akan diperoleh untuk pengambilan berstrata dengan jika unit i ada dalam strata h. Begitu juga untuk semua jenis metode pengambilan sampel lainnya, nilai estimator Horvitz-Thompson untuk total populasi akan bergantung pada probabilitas terpilihnya sampel. 3.5 Fungsi Biaya Dalam menerapkan rancangan pengambilan sampel klaster dua tahap, selain mempertimbangkan faktor-faktor teknis statistik yang meliputi presisi dan tingkat kepercayaan, juga harus mempertimbangkan faktor biaya. Dalam hal ini anggaran terbatas, kita perlu mempertimbangkan biaya dari penelitian yang diusulkan. Menggunakan metode pengambilan sampel tanpa pengembalian, fungsi biaya menurut Cochran (1991) adalah

43 43 Dengan = fungsi biaya, tidak termasuk overhead cost Biaya pendaftaran (listing) per sub unit dalam sebuah unit yang dipilih Biaya per sub unit dan pengawasannya. Fungsi biaya diatas mengabaikan biaya perjalanan antara unit. Istilah dimasukkan karena pengambilan sampel biasanya harus mendaftar elemen-elemen dalam setiap unit terpilih dan memeriksa jumlahnya agar diambil sebuah subsampel.

44 BAB IV STUDI KASUS Penulis memberikan sebuah studi kasus pengambilan sampel klaster dua tahap dengan perbandingan metode estimasi Hansen-Hurwitz dan Horvitz- Thompson dengan populasi pengguna alat kontrasepsi (IUD, MOP, MOW, Kondom, Susuk, Suntik, dan Pil) yang digunakan dalam upaya program Keluarga Berencana di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode pertama yang dilakukan adalah menentukan populasi, kemudian tahapan selanjutnya adalah pengambilan sampel dengan menggelompokkannya berdasarkan klaster yang terbagi berdasarkan wilayah administratif supaya terjaga kehomogenitasannya antar klaster. Dengan studi kasus tersebut, ingin diketahui jumlah pengguna alat kontrasepsi yang mengikuti KB dalam sebuah daerah. Berkaitan dengan tema besar penulisan, penulis ingin mengestimasikan jumlah peserta KB di DIY. Manfaat dari studi kasus ini adalah memperdalam metode pengambilan sampel dengan metode Hansen-Hurwitz dan Hurvitz-Thompson. 4.1 Pengumpulan Data Untuk studi kasus pada skripsi ini, penulis menggunakan data Pengguna Alat Kontrasepsi pada peserta KB tahun 2013 pada kecamatan dan desa terpilih yang bersumber pada Kecamatan dalam Angka tahun 2014 di tiap Kabupaten. Data yang dipergunakan terdiri dari kecamatan, desa (data terlampir). Tabel 4.1 Kecamatan di tiap Kabupaten No Kabupaten No Kecamatan 1 Danurejan 2 Gedong Tengen 1 Yogyakarta 3 Gondokusuman 4 Gondomanan 5 Jetis 44

45 45 2 Bantul 3 Gunungkidul 6 Kotagede 7 Kraton 8 Mantrijeron 9 Mergangsan 10 Ngampilan 11 Pakualaman 12 Tegalrejo 13 Umbulharjo 14 Wirobrajan 1 Dlingo 2 Imogiri 3 Srandakan 4 Bantul 5 Pajangan 6 Jetis 7 Banguntapan 8 Piyungan 9 Pundong 10 Pleret 11 Sedayu 12 Kasihan 13 Pandak 14 Bambanglipuro 15 Sanden 16 Sewon 17 Kretek 1 Wonosari 2 Nglipar 3 Playen 4 Patuk 5 Paliyan 6 Panggang 7 Tepus 8 Semanu 9 Karangmojo 10 Ponjong 11 Rongkop 12 Semin 13 Ngawen

46 46 4 Sleman 5 Kulon Progo 14 Gedangsari 15 Saptosari 16 Girisubo 17 Tanjungsari 18 Purwosari 1 Gamping 2 Godean 3 Moyudan 4 Minggir 5 Seyegan 6 Mlati 7 Depok 8 Berbah 9 Prambanan 10 Kalasan 11 Ngemplak 12 Ngaglik 13 Sleman 14 Tempel 15 Turi 16 Pakem 17 Cangkringan 1 Wates 2 Temon 3 Sentolo 4 Samigaluh 5 Pengasih 6 Panjatan 7 Nanggulan 8 Lendah 9 Kokap 10 Kalibawang 11 Girimulyo 12 Galur

47 Pengambilan Sampel Sampel Unit primer Dalam penelitian survei ini, populasi terbagi ke dalam 78 kecamatan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tiap kecamatan memiliki sejumlah kelurahan atau desa. Dari 78 kecamatan tersebut, kemudan dibentuk menjadi 5 klaster unit primer (N) yang berdasarkan pada daerah administratifnya yaitu kabupaten. Faktor tersebut digunakan untuk menjaga kehomogenan variabel variabel yang terdapat pada antar klaster serta keheterogenan di dalam klaster. Tabel 4.2 Populasi Terkluster Klaster Kabupaten Total Kecamatan 1 Yogyakarta 14 2 Bantul 17 3 Gunungkidul 18 4 Sleman 17 5 Kulonprogo 12 Setelah pembentukan klaster, maka langkah selanjutnya untuk pengambilan klaster dua tahap adalah dengan melakukan pengambilan klaster secara acak atau secara random dengan menggunakan software R versi Selanjutnya 5 unit klaster (N) yang telah terbentuk diambil sampel 3 klaster unit primer untuk diteliti. Kemudian dipilih 3 (n) klaster unit primer secara random dengan kesalahan standar sebesar 95% Sampel Unit Sekunder Untuk pengambilan sampel unit sekunder, juga dilakukan dengan pengambilan sampel menggunakan data jumlah kecamatan yang ada pada setiap klaster unit primer yang terpilih kemudian dilakukan pengambilan acak kecamatan tersebut dan meneliti jumlah kelurahan/desa dari kecamatan yang terpilih pada tiap klaster yang terbentuk.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan akurat sangatlah mutlak, terutama dalam era globalisasi dalam skala luas maupun era otonomi daerah dalam lingkup

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara KONiISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 706 /KpIs/KPU/TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI SETIAP DAEMH PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

Perbandingan K-Means dan K-Medoids Clustering terhadap Kelayakan Puskesmas di DIY Tahun 2015

Perbandingan K-Means dan K-Medoids Clustering terhadap Kelayakan Puskesmas di DIY Tahun 2015 Prosiding SI MaNIs (Seminar Nasional Integrasi Matematika dan Nilai Islami) Vol.1, No.1, Juli 2017, Hal. 116-122 p-issn: 2580-4596; e-issn: 2580-460X Halaman 116 Perbandingan dan Clustering terhadap Kelayakan

Lebih terperinci

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Agustus 2016 dan Prakiraan Oktober, November dan Desember 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juni Agustus 2016) dan Prakiraan Tingkat

Lebih terperinci

Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola

Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola DAFTA UNTUK UP No Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Selatan 5 UPT Pelayanan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan September 2016 dan Prakiraan November, Desember 2016 dan Januari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juli September 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Oktober 2017, Prakiraan Desember 2017, Januari dan Februari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2016 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2017 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Oktober Desember 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan September 2017, Prakiraan November, Desember 2017 dan Januari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Januari 2017, Prakiraan Hujan Maret, April, Mei 2017 dan informasi hasil Analisis Tingkat

Lebih terperinci

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Oktober 2016 dan Prakiraan Desember 2016 dan Januari, Februari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Agustus Oktober 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Maret 2018, Prakiraan Hujan Mei, Juni, dan Juli 2018 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 Analisis Hujan Juli 2016 dan Prakiraan September, Oktober dan November 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Mei

Lebih terperinci

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Juni 2016 dan Prakiraan Agustus, September dan Oktober 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (April Juni 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Februari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Desember 2015 Februari 2016, Prakiraan April, Mei, dan Juni 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan

Lebih terperinci

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013)

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) PROVINSI DI YOGYAKARTA KAB/KOTA RAWAT INAP NON RAWAT INAP JUMLAH 3401 KULON PROGO 5 16 21 3402 BANTUL 16 11 27 3403 GUNUNG KIDUL 14 16 30 3404 SLEMAN

Lebih terperinci

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Januari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode November 2015 Januari 2016, Prakiraan Maret, April dan Mei 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan Tingkat

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan April 2016 dan Prakiraan Juni, Juli, Agustus 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Februari April 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Buletin Bulan Januari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Januari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2015, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Oktober - Desember 2015 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2016 disusun berdasarkan data

Lebih terperinci

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Mei 2016 dan Prakiraan Juli, Agustus, September 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Maret Mei 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Desember 2017, Prakiraan Hujan Februari, Maret, dan April 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

Buletin Bulan April Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan April Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Maret 2016 dan Prakiraan Mei, Juni, Juli 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Januari Maret 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan tiga bulanan

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti berikut : Tipe akuifer pada Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman adalah akuifer bebas, yang meliputi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA -1- SALINAN RAPERDA FINAL PENGUNDANGAN DRAFT AKHIR 15 MARET 2018 JAM 08.41 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR SEKOLAH SMA / MA BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

DAFTAR SEKOLAH SMA / MA BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 UJIAN NASIONAL SMA/MA TAH PELAJARAN 2016/2017 1 01-001 SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA N 197 86.38 82.88 78.19 70.86 79.15 80.75 80.95 1 2 01-015 SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA N 248 86.78 82.39 79.31 70.51 77.36 77.26

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEBARAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PERSEBARAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PERSEBARAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: DPPKA Pemda DIY Gambar 4.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kegunaan Metode Sampling 1.2 Tahap-Tahap dalam Survei Sampel 1. Tujuan survei.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kegunaan Metode Sampling 1.2 Tahap-Tahap dalam Survei Sampel 1. Tujuan survei. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kegunaan Metode Sampling Pengambilan sampel dari suatu survei telah menjadi sesuatu yang besar kegunaannya dalam kehidupan. Sebuah sampel terdiri sejumlah bola lampu dalam satu periode

Lebih terperinci

APLIKASI RAPID SURVEY

APLIKASI RAPID SURVEY Materi Rapid Survey FIKes - UMMU Iswandi, SKM - 1 APLIKASI RAPID SURVEY A. Pengertian Rapid Survai Survai merupakan kegiatan atau usaha pengumpulan informasi dari sebagian populasi yang dianggap dapat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ( RENJA )

RENCANA KERJA ( RENJA ) DRAFT PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Anak Jalanan Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan pada kota-kota besar di Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam. Padahal Anak

Lebih terperinci

BIDANG SARANA DAN PRASARANA LAPORAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN

BIDANG SARANA DAN PRASARANA LAPORAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2013 BIDANG SARANA DAN PRASARANA LAPORAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

DAFTAR SEKOLAH SMP / MTs / SMPT BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2014/2015

DAFTAR SEKOLAH SMP / MTs / SMPT BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2014/2015 UJIAN NASIONAL SMP/MTs TAH PELAJARAN 2014/2015 1 04-106 SMP NEGERI 4 PAKEM N 152 92.53 92.76 96.91 89.13 371.33 1 2 01-007 SMP NEGERI 5 YOGYAKARTA N 291 91.55 91.83 96.35 90.50 370.23 2 3 01-001 SMP NEGERI

Lebih terperinci

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan April 2014)

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan April 2014) RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN (Data Bulan April 2014) KONTRAK KINERJA PROGRAM D.I. YOGYAKARTA 2014 NO INDIKATOR SASARAN APRIL ABSOLUT % 1 Jumlah Peserta KB Aktif MKJP 148.619 155.097 104,36 - IUD

Lebih terperinci

Teknik Sampling. Hipotesis. Populasi: parameter. Inferensial. Sampel:statistik Diolah di analisis

Teknik Sampling. Hipotesis. Populasi: parameter. Inferensial. Sampel:statistik Diolah di analisis Sampling Ali Muhson, M.Pd. (c) 2012 1 Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menerapkan penggunaan teori sampling dalam rancangan penelitian (c) 2012 2 1 Rasional Penelitian tidak mungkin meneliti seluruh anggota

Lebih terperinci

mengsumsikan tidak ada kesalahan pengukuran, validitas dapat dievaluasi dengan mengamati nilai bias dari penduganya. Bias, B ( ) dari populasi

mengsumsikan tidak ada kesalahan pengukuran, validitas dapat dievaluasi dengan mengamati nilai bias dari penduganya. Bias, B ( ) dari populasi TINJAUAN PUSTAKA Teori penarikan contoh mempunyai tujuan untuk membuat penarikan contoh menjadi lebih efisien. Teori penarikan contoh mencoba untuk mengembangkan metode pemilihan contoh dengan biaya yang

Lebih terperinci

PENAKSIRAN RATAAN DAN VARIANSPOPULASI PADA SAMPEL ACAK TERSTRATIFIKA DENGAN AUXILIARY VARIABLE

PENAKSIRAN RATAAN DAN VARIANSPOPULASI PADA SAMPEL ACAK TERSTRATIFIKA DENGAN AUXILIARY VARIABLE Vol. 12, No. 1, 9-18, Juli 2015 PENAKSIRAN RATAAN DAN VARIANSPOPULASI PADA SAMPEL ACAK TERSTRATIFIKA DENGAN AUXILIARY VARIABLE Raupong, M. Saleh AF, Hasruni Satya Taruma Abstrak Penaksiran rataan dan variansi

Lebih terperinci

TEKNIK SAMPLING DALAM PENELITIAN Oleh: Triyono 1

TEKNIK SAMPLING DALAM PENELITIAN Oleh: Triyono 1 TEKNIK SAMPLING DALAM PENELITIAN Oleh: Triyono 1 Abstrak Penerapan rumus-rumus statistik parametrik dalam suatu penelitian menuntut dipenuhinya beberapa persyaratan, akan tetapi hal itu sering tidak dilakukan

Lebih terperinci

PENETAPAN SEKOLAH INKLUSI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENETAPAN SEKOLAH INKLUSI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENETAPAN SEKOLAH INKLUSI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NO SEKOLAH INKLUSI 1 SMA Staladuce 2 Yogyakarta 1 SD N Gejayan Depok, Sleman 2 SD Muh. Banguntapan Jl WSari Km5 Bantul 3 SMK Muh. 3 Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan

Lebih terperinci

DAYA TAMPUNG PESERTA DIDIK BARU SMK NEGERI PERSYARATAN SPESIFIK KOMPETENSI KEAHLIAN

DAYA TAMPUNG PESERTA DIDIK BARU SMK NEGERI PERSYARATAN SPESIFIK KOMPETENSI KEAHLIAN PESERTA DIDIK SMK NEGERI DAN PERSYARATAN SPESIFIK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2017/2018 (JALUR REGULER) No SEKOLAH A KOTA YOGYAKARTA 83 2.656 PERSYARATAN SPESIFIK 1 SMK N 1 Yogyakarta 1

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan, kedokteran, teknik mesin, software komputer, bahkan militer

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan, kedokteran, teknik mesin, software komputer, bahkan militer BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Statistika merupakan salah satu ilmu matematika yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Di dalamnya mencakup berbagai sub pokok-sub pokok materi yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 5.1. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kuantitas atau kualitas tertentu yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Statistika adalah salah satu cabang ilmu matematika yang memperhitungkan probabilitas dari suatu data sampel dengan tujuan mendapatkan kesimpulan mendekati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai peran penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kondisi kesehatan dan gizi yang buruk, khususnya pada ibu dan anak, akan

Lebih terperinci

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Jika Cukup Sesendok Tak Perlu Semangkok Dasar pemikiran Data yang dipergunakan dalam suatu penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari suatu populasi karena beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI POLLING

BAB III METODOLOGI POLLING BAB III METODOLOGI POLLING A. TEKNIK PENARIKAN SAMPEL Karena polling ingin membuat generalisasi agar hasilnya dapat menggambarkan pendapat publik secara keseluruhan, maka sampel yang harus diambil adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

2.3 SDM BUKP PROVINSI DIY WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

2.3 SDM BUKP PROVINSI DIY WILAYAH KOTA YOGYAKARTA 2.3 SDM BUKP PROVINSI DIY WILAYAH KOTA YOGYAKARTA No. Nama Lengkap Pendidikan Jabatan Terakhir Tempat Bekerja di BUKP Provinsi DIY Wilayah Kerja Kecamatan 1 Tupomo SMA Kepala Umbulharjo 2 Bertha Dwi Siwi

Lebih terperinci

Pemilihan Data (Sampel) Penelitian

Pemilihan Data (Sampel) Penelitian Pemilihan Data (Sampel) Penelitian 1. Populasi dan Sampel Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN. Manfaat Sampling :

1. PENGERTIAN. Manfaat Sampling : 1. PENGERTIAN Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang dipilih dengan cara tertentu yang akan diteliti sifat-sifatnya dalam penelitian. Nilai-nilai yang berasal dari data sampel dinamakan dengan

Lebih terperinci

Mengapa Kita Perlu Melakukan Sampling?

Mengapa Kita Perlu Melakukan Sampling? Pengertian Dasar yang Terkait Populasi: sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang ingin diteliti oleh peneliti. Elemen: anggota dari populasi Rerangka populasi: daftar yang memuat semua elemen

Lebih terperinci

ANALISIS PERCEPATAN GETARAN TANAH MAKSIMUM WILAYAH YOGYAKARTA DENGAN METODE ATENUASI PATWARDHAN

ANALISIS PERCEPATAN GETARAN TANAH MAKSIMUM WILAYAH YOGYAKARTA DENGAN METODE ATENUASI PATWARDHAN ANALISIS PERCEPATAN GETARAN TANAH MAKSIMUM WILAYAH YOGYAKARTA DENGAN METODE ATENUASI PATWARDHAN Oleh: Adam Haris 1, Irjan 2 ABSTRAK: Gempabumi merupakan peristiwa alam yang sangat merusak dalam hitunggan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan dalam statistika biasanya dirumuskan melalui variabel random yang menjadi perhatian, tetapi fungsi kepadatan probabilitas atau fungsi massa probabilitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada sub bab ini akan diberikan beberapa definisi dan teori yang mendukung rancangan Sequential Probability Ratio Test (SPRT) yaitu percobaan dan ruang sampel, peubah acak dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Peubah Acak dan Distribusinya.1.1 Peubah Acak Definisi.1: Peubah acak adalah suatu fungsi yang menghubungkan sebuah bilangan real dengan setiap unsur di dalam ruang contoh, (Walpole

Lebih terperinci

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan November 2014)

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan November 2014) RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN (Data Bulan November 2014) KONTRAK KINERJA PROGRAM D.I. YOGYAKARTA 2014 NO INDIKATOR KKP PENC. NOVEMBER ABS % 1 Jumlah Peserta KB Aktif MKJP 148.619 159.268 107,17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam proses penelitian untuk mengkaji karakteristik penduga GMM pada data panel ini, penulis menggunakan definisi, teorema dan konsep dasar yang berkaitan dengan pendugaan parameter,

Lebih terperinci

Mendefinisikan arti dari terminologi-terminologi penting dalam statistika Memahami dan menjelaskan peranan statistik dan penerapannya di bidang

Mendefinisikan arti dari terminologi-terminologi penting dalam statistika Memahami dan menjelaskan peranan statistik dan penerapannya di bidang Tujuan Pembelajaran Mendefinisikan arti dari terminologi-terminologi penting dalam statistika Memahami dan menjelaskan peranan statistik dan penerapannya di bidang teknik Menjelaskan langkah-langkah dasar

Lebih terperinci

STATUS DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN

STATUS DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN 34001 KULON PROGO 1201260 TEMON 34001101 JANGKARAN 0,6806 Berkembang 34001 KULON PROGO 1201260 TEMON 34001102 SINDUTAN 0,5008 Tertinggal 34001 KULON PROGO 1201260 TEMON 34001103 PALIHAN 0,7487 Maju 34001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis statistika pada dasarnya merupakan suatu analisis terhadap sampel yang kemudian hasilnya akan digeneralisasi untuk menggambarkan suatu karakteristik populasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

Teknik Sampling. Hipotesis Tesis. Populasi: parameter. Inferensial. Sampel:statistik Diolah di analisis

Teknik Sampling. Hipotesis Tesis. Populasi: parameter. Inferensial. Sampel:statistik Diolah di analisis Sampling Ali Muhson, M.Pd. (c) 2013 1 Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menerapkan penggunaan teori sampling dalam menjelaskan gejala pendidikan dan ekonomi (c) 2013 2 1 Rasional Penelitian tidak mungkin

Lebih terperinci

Teknik Sampling. Materi ke 4 Statistika I. Kelas 2 EB, EA dan DD Semester PTA 2007/2008

Teknik Sampling. Materi ke 4 Statistika I. Kelas 2 EB, EA dan DD Semester PTA 2007/2008 Teknik Sampling Materi ke 4 Statistika I Kelas 2 EB, EA dan DD Semester PTA 2007/2008 Alasan menggunakan sampel : (a) (b) (c) (d) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah tentang kependudukan merupakan masalah yang tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah tentang kependudukan merupakan masalah yang tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah tentang kependudukan merupakan masalah yang tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Misalnya saja tentang masalah survei penduduk. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini dunia industri berkembang secara pesat, hal ini ditandai dengan munculnya perusahaan perusahaan baru yang berakibat munculnya persaingan antar perusahaan.

Lebih terperinci

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan Februari 2015)

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan Februari 2015) RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN (Data Bulan Februari 2015) KONTRAK KINERJA PROGRAM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2015 NO INDIKATOR KKP PENC. FEBRUARI ABS % 1 Jumlah Peserta KB Aktif 402.544 439.204

Lebih terperinci

FORUM TEMATIK BIDANG SARPRAS

FORUM TEMATIK BIDANG SARPRAS FORUM TEMATIK BIANG SARPRAS Potensi dan Permasalahan (1) K A W A S A N P E R K O T A A N Y O G Y A K A R T A Godean Kasihan Gamping Mlati Jetis Ngaglik KABUPATEN SLEMAN epok Tegalrejo Gondokusuman Gedongtengen

Lebih terperinci

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 www.kumoro.staff.ugm.ac.id 081 328 488 444 1. Kondisi umum DIY 2. Otonomi Daerah Setelah UU No. 13/2012 3.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Normal Salah satu distribusi frekuensi yang paling penting dalam statistika adalah distribusi normal. Distribusi normal berupa kurva berbentuk lonceng setangkup yang

Lebih terperinci

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan Maret 2014)

RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN. (Data Bulan Maret 2014) RAPAT PENGENDALIAN PROGRAM & ANGGARAN (Data Bulan Maret 2014) KONTRAK KINERJA PROGRAM D.I. YOGYAKARTA 2014 NO INDIKATOR SASARAN 1 Jumlah Peserta KB Aktif MKJP 148.619 - IUD 93.891 - MOW 21.130 - Implant

Lebih terperinci

Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan Metode Hierarchical Clustering

Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan Metode Hierarchical Clustering SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan Metode Hierarchical Clustering Viga Apriliana Sari, Nur Insani Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 \ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi-informasi faktual yang diperoleh berdasarkan hasil observasi maupun penelitian sangatlah beragam. Informasi yang dirangkum sedemikian rupa disebut dengan

Lebih terperinci

DAFTAR NAMA PENERIMA, ALAMAT DAN BESARAN ALOKASI HIBAH YANG DITERIMA. Kabupaten/ Alamat (Jalan / RT - RW) Dusun Desa Kecamatan Kota

DAFTAR NAMA PENERIMA, ALAMAT DAN BESARAN ALOKASI HIBAH YANG DITERIMA. Kabupaten/ Alamat (Jalan / RT - RW) Dusun Desa Kecamatan Kota Hal : 1 DAFTAR NAMA PENERIMA, ALAMAT DAN BESARAN ALOKASI HIBAH YANG DITERIMA LAMPIRAN III PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA NOMOR TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENAKSIRAN REGRESI LINIER PADA SAMPLING KELOMPOK

ANALISIS PENAKSIRAN REGRESI LINIER PADA SAMPLING KELOMPOK ANALISIS PENAKSIRAN REGRESI LINIER PADA SAMPLING KELOMPOK ARTIKEL Oleh ISWAHYUDI JOKO S, S.Si, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYANEGERI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

PETUNNJUK PRAKTIKUM PENGELOLAAN DAN ANALISIS DATA (GPW 0114) Oleh: Drs. H.B.S. Eko Prakoso, M.SP.

PETUNNJUK PRAKTIKUM PENGELOLAAN DAN ANALISIS DATA (GPW 0114) Oleh: Drs. H.B.S. Eko Prakoso, M.SP. PETUNNJUK PRAKTIKUM PENGELOLAAN DAN ANALISIS DATA (GPW 0114) Oleh: Drs. H.B.S. Eko Prakoso, M.SP. LABORATORIUM ANALISA DATA WILAYAH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010 BAHAN AJAR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA METODE COMPLETE LINKAGE, METODE AVERAGE LINKAGE, DAN METODE K-MEANS DALAM MENENTUKAN HASIL ANALISIS CLUSTER

PERBANDINGAN KINERJA METODE COMPLETE LINKAGE, METODE AVERAGE LINKAGE, DAN METODE K-MEANS DALAM MENENTUKAN HASIL ANALISIS CLUSTER PERBANDINGAN KINERJA METODE COMPLETE LINKAGE, METODE AVERAGE LINKAGE, DAN METODE K-MEANS DALAM MENENTUKAN HASIL ANALISIS CLUSTER SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas tentang deskripsi karakteristik penyebaran kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman. Gambaran tentang persebaran penyakit

Lebih terperinci

kelemahan: membutuhkan banyak sumber daya (biaya, tenaga, waktu). tidak ada jaminan bahwa semua anggota populasi dapat didata/dilacak di lapangan.

kelemahan: membutuhkan banyak sumber daya (biaya, tenaga, waktu). tidak ada jaminan bahwa semua anggota populasi dapat didata/dilacak di lapangan. populasi populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai jumlah dan karakteristik tertentu jika peneliti melibat seluruh elemen populasi disebut sensus. kelebihan: data

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 129 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA KOORDINATOR WILAYAH KECAMATAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DATA SPASIAL POTENSI PARIWISATA PER KECAMATAN SE-DIY

PENYUSUNAN DATA SPASIAL POTENSI PARIWISATA PER KECAMATAN SE-DIY PENYUSUNAN DATA SPASIAL POTENSI PARIWISATA PER KECAMATAN SE-DIY DINAS PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jalan Malioboro No.56, Yogyakarta Indonesia Telp: +62 274 587486 Fax: +62 274 587486 info@visitingjogja.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya metode yang digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2009-2029

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara demokrasi dimana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka (Wikipedia). Demokrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ( ) ( ) ( )

TINJAUAN PUSTAKA ( ) ( ) ( ) TINJAUAN PUSTAKA Penarikan Contoh Acak Berlapis Penarikan contoh acak berlapis adalah suatu rancangan penarikan contoh acak yang membagi N unit dari populasi ke dalam L strata yang tidak saling tumpang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN

Lebih terperinci

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. MYRNA SUKMARATRI

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. MYRNA SUKMARATRI POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN PENGERTIAN ALASAN MELAKUKAN SAMPLING PENENTUAN JUMLAH SAMPEL PENGAMBILAN DATA SAMPEL POPULASI Suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai karakteristik

Lebih terperinci