RESPONS TERHADAP MODERNISASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPONS TERHADAP MODERNISASI"

Transkripsi

1 RESPONS TERHADAP MODERNISASI Karakteristik Adopter Karakteristik responden penelitian ini meliputi umur, pengalaman usaha, pendapatan, lama pendidikan, dan status sosial. Secara ringkas responden tersebut dibagi lagi ke dalam tiga katagori adopter yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Karakteristik Responden Penelitian Pada Saat Adopsi Teknologi Katagori Adopter Karakteristik Pengadopsi Pengadopsi Pengadopsi Cepat Sedang lambat (PC) (PS) (PL) 1. Umur Pengalaman Usaha (th) Pendapatan (liter beras) Lama Pendidikan Status Sosial Bangsawan Bangsawan Bangsawan & bukan Ket: Setiap karakteristik berdasarkan rata-rata dari jumlah adopter Dari karakteristik tersebut ternyata responden dengan umur yang lebih muda lebih cepat mengadopsi dibanding yang lebih tua. Sebaliknya pengalaman usaha yang lebih lama lebih cepat mengadopsi teknologi. Sedangkan responden dengan pendapatan lebih besar ternyata lebih cepat mengadopsi, begitu pula dengan lama pendidikan. Nampak ada kecenderungan bahwa nelayan yang berumur lebih muda, pengalaman lebih lama, serta lebih lama mengenyam pendidikan lebih cepat mengadopsi teknologi yang ada. Modernisasi berupa alih teknologi kapal dan alat tangkap (kapal mini pursein 5-10 GT dan pukat cincin) atau dalam bahasa lokal gae diperkenalkan di desa Lagasa tahun oleh beberapa nelayan yang pernah bekerja pada armada gae di tempat lain. Pada tahun 1981 nelayan dalam hal ini ponggawa mulai mengadopsi teknologi tersebut. Pengadopsi Cepat (PC) terdiri dari 15 (33.3%) responden, Pengadopsi Sedang (PS) terdapat 14 responden (31.1%) dan Pengadopsi Lambat (PL) sebanyak 16 responden (35.6%). Dari keseluruhan jumlah tersebut terlihat bahwa adanya kecenderungan adopter semakin banyak untuk Pengadopsi Lambat (PL) dibanding jumlah katagori adopter sebelumnya. Jumlah tersebut adalah responden ponggawa dengan katagori adopter seperti dijelaskan

2 pada karakteristik responden sebelumnya sebagai otoritas yang memutuskan adopsi yang terdiri 45 orang ponggawa dengan perbandingan dapat dilihat pada diagram berikut Jumlah Adopter Katagori Adopter EA MA LA Ket: Pengadopsi Cepat (PC) 15 (33.3%) Pengadopsi Sedang (PS) (31.1%) Pengadopsi Lambat (PL) (35.6%) Gambar 6. Diagram Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Adopter Makna Laut dan Makna Pekerjaan Nelayan Makna laut dan makna pekerjaan nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa dibedakan menjadi beberapa aspek yakni makna ekonomis, makna sosiologis, makna teologis, makna psikologis serta makna budaya. Makna Laut Adapun jumlah dan persentase responden berdasarkan aspek makna laut adalah sebagai berikut: Tabel 7. Sebaran Responden Ponggawa Setiap Katagori Makna Laut Makna Laut PC (n=15) PS (n=14) PL (n= 16) Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Ekonomis Sosiologis Teologis Psikologis Budaya

3 Pada Tabel 7 memperlihatkan makna ekonomis, makna psikologis dan makna budaya cenderung lebih banyak untuk penilaian positif pada setiap katagori adopter. Sedangkan persentase responden makna sosiologis dan makna teologis lebih kecil. Untuk makna ekonomis, pada PC penilaian positif paling banyak dibanding makna lainnya. Akan tetapi kecenderungan yang terjadi adalah penilaian positif makna ekonomis semakin menurun jumlahnya pada tingkatan adopter lebih lambat. Walaupun demikian, penilaian positif makna ekonomis untuk setiap katagori adopter cukup tinggi. Hal tersebut dapat dimengerti, mengingat sumber utama pencahaian responden adalah sebagai nelayan yang tidak dapat dipisahkan dengan nilai ekonomi laut itu sendiri. Penilaian positif tersebut juga didasarkan oleh letak geografis desa yang didominasi oleh laut, sehingga interaksi untuk menunjang kegiatan ekonomis telah dilakukan secara turun temurun. Selanjutnya walaupun berbeda persentase, kecenderungan mayoritas responden pada penilaian positif tinggi terdapat pada makna budaya. Pada PC, penilaian positif makna budaya masih lebih rendah dibanding makna ekonomis. Akan tetapi pada PS terdapat persentase responden yang sama antara penilaian positif makna budaya dengan makna ekonomis. Bahkan pada PL responden lebih banyak untuk makna budaya. Persentase responden yang menilai positif makna budaya cukup tinggi. Terlihat pada setiap katagori adopter, jumlah responden mencapai lebih dari 80%. Hal ini berkaitan dengan masih kuatnya nilai-nilai budaya Bajo yang melekat dalam diri responden. Banyaknya responden yang menilai positif makna budaya menunjukan bahwa nilai-nilai budaya masih kuat dipegang teguh oleh ponggawa sebagai otoritas pemberi keputusan adopsi teknologi. Bagi mereka (Suku Bajo), laut dimaknai lebih dari sekedar aspek pemenuhan kebutuhan hidup dalam hal ini tempat mencari nafkah. Di mata orang Bajo, laut adalah segalanya. 26 Hal tersebut sesuai pula dengan hasil kajian Siregar (2001) yang melihat kecenderungan Suku Bajo menyatu dengan laut menjadi salah satu kendala pemerintah dalam program relokasi Suku Bajo selain di wilayah pantai dan pesisir. Mereka memandang laut sebagai satu-satunya sumber penghidupan. 26 Orang Bajo sangat sulit dipisahkan dengan laut. Pada awal relokasi, penduduk desa bertahan tidak pindah karena lokasi baru tidak full laut.

4 Sejak ratusan tahun lampau, orang Bajo memandang laut sebagai lahan mencari nafkah, tempat tinggal, serta beranak-pinak 27. Sedangkan penilaian positif makna psikologis menunjukan dekatnya hubungan emosional antara nelayan dengan laut. Pernyataan sebagai konsepsi makna psikologis ditanggapi dengan sikap setuju oleh beberapa responden. Makna psikologis juga dinilai positif dalam persentase responden yang cukup signifikan. Hal tersebut diakibatkan secara psikologis, kecenderungan nelayan Bajo untuk bertempat tinggal dan menyatu dengan laut sehingga sukar untuk menetap jauh dari laut. Oleh karena itu hampir tidak ditemukan Suku Bajo menetap di desa tetangga maupun di ibukota kabupaten yang jaraknya cukup dekat dengan desa penelitian. Walaupun di ibukota kabupaten tersedia sarana dan prasarana yang cukup lengkap, ataupun terdapat lapangan pekerjaan yang memadai, jarang ditemui Suku Bajo yang bekerja di sektor-sektor lain misalnya perdagangan, pertanian bahkan pegawai negeri. Pada makna teologis, bagi PC walaupun lebih kecil terdapat persentase responden yang menilai positif sebanyak 67%. Kepercayaan terhadap ajaran agama Islam yang mewajibkan memanfaatkan sumber alam, serta dampak merugikan orang lain jika merusak laut mendasari penilaian positif makna teologis tersebut. Makna teologis laut dinilai negatif oleh karena beberapa responden belum memahami secara langsung perintah agama untuk mengelola laut (pernyataan 2). Mereka paham bahwa agama memerintahkan untuk memanfaatkan sumber alam, tetapi tidak menyebutkan obyek. Untuk penilaian negatif, responden mayoritas terdapat pada makna sosiologis dan teologis bagi semua katagori adopter, bahkan pada PL responden pada makna sosiologis mencapai 50%. Beberapa pernyataan sebagai konsepsi makna sosiologis ditanggapi dengan sikap tidak setuju. Menurut responden, selain laut, bahasa Bajo dapat pula menjadi pemersatu mereka. Disamping itu, banyak generasi muda Bajo cenderung meninggalkan pekerjaan nelayan sehingga pendapat bahwa laut sebagai simbol Suku Bajo tidak sepenuhnya disetujui. Kecenderungan persentase responden pada penilaian negatif untuk makna teologis semakin meningkat pada adopter lambat. Terlihat bahwa pada PC terdapat 33 % responden, PS 36% dan PL sebanyak 31%. Meningkatnya ferkuensi kegiatan keagamaan serta peran juru dakwah serta penyuluh agama masih kurang dibanding tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut mendorong penduduk untuk lebih paham dan com

5 mengerti secara detil perintah-perintah agama, termasuk penjelasan bahwa perintah memanfaatkan laut adalah salah satu perintah memanfaatkan sumber alam. Pada awal penerapan teknologi, perintah agama belum dipahami secara utuh atau hanya berdasarkan ajaran dilakukan secara turun temurun. Makna Laut dan Tingkat Adopsi Untuk setiap tingkatan adopter, persentase responden penilaian positif makna ekonomis cenderung lebih sedikit pada adopter lambat sedangkan penilaian negatif cenderung lebih banyak. Penilaian positif makna sosiologis,teologis dan psikologi lebih kecil, sedangkan penilaian negatif cenderung lebih banyak. Persentase responden untuk setiap tingkatan adopter lebih banyak untuk adopter lambat terdapat pada penilaian positif makna budaya dan lebih sedikit untuk penilaian negatif. Pada katagori PC, beberapa responden memiliki pengalaman yang cukup lama sebagai nelayan (29-41 tahun). Pengalaman tersebut menambah pengetahuan tentang cara penangkapan, wilayah tangkapan juga dimiliki oleh responden tersebut. Oleh karena itu kecenderungan untuk menilai positif makna ekonomis laut tinggi. Hal tersebut mendukung pula bahwa ada kecenderungan pemaknaan laut dan pekerjaan nelayan berubah sejalan dengan adanya intervensi dalam hal ini modernisasi perikanan. Banyaknya responden dengan penilaian positif makna ekonomis untuk adopter lebih awal menunjukan bahwa adopsi inovasi modernisasi perikanan berhubungan dengan pemaknaan akan kepentingan ekonomi laut tersebut. Nelayan yang menilai positif makna ekonomis laut cenderung lebih cepat menerima inovasi terbaru yang berhubungan dengan pemanfaatan hasil laut tersebut. Sedangkan nelayan yang menilai negatif makna ekonomis akan cenderung menolak atau menerima dalam jangka waktu yang lambat. Menurut responden, terdapatnya sumberdaya hayati dan non hayati yang benilai ekonomi tinggi (ikan, rumput laut, kerang, pasir) menjadi dasar penilaian positif makna ekonomis tersebut. Penilaian negatif terhadap makna ekonomis menjadi salah satu faktor penghambat nelayan untuk mengadopsi inovasi tersebut sehingga menciptakan adopsi yang terlambat di kalangan nelayan. Pada tabel 5 terlihat kecenderungan persentase responden lebih banyak pada penilaian negatif makna ekonomis untuk tingkatan adopter lebih lambat. Menurut Rogers dan Shoemaker, salah satu ciri sosial ekonomi adopter yang lebih inovatif dibanding adopter lambat

6 adalah lebih berorientasi pada ekonomi komersil. Artinya adopter lebih lambat orientasi ekonomi yang dimiliki masih lebih kecil dibandingkan orientasi lainnya. Dalam kasus nelayan responden, orientasi budaya masih lebih tinggi untuk katagori adopter lambat. Persentase responden tinggi yang memberi penilaian positif makna budaya pada adopter lebih lambat, menunjukan bahwa bahwa nelayan masih menempatkan laut untuk kepentingan budaya yang lebih kuat dibanding aspek lain utamanya aspek ekonomi. Kecenderungan tersebut menyebabkan nelayan belum terdorong untuk mengadopsi (adopsi terlambat) terhadap teknologi penangkapan tersebut. Menurut Rogers dan Shoemaker dibanding adopter yang lebih lambat, adopter lebih awal memiliki ciri pribadi antara lain kurang dogmatis. Dengan teknologi yang tergolong sederhana, sebenarnya, kemampuan mereka untuk mendapatkan ikan hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Kaitan dengan hal tersebut, Sudjatmoko et.al (2005) mengungkapkan bahwa selama berabad-abad, teknologi menangkap ikan yang dimiliki orang Bajo sama sekali tak mengalami perubahan. Hubungan emosional tersebut menimbulkan keinginan nelayan untuk menerima hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan laut serta hasilnya. Pada konsepsi pemaknan psikologis tidak merasa nyaman tinggal jauh dari laut serta pindah tempat tinggal menjadi pilihan terakhir ditanggapi sikap setuju menjadikan suatu keharusan bagi nelayan untuk selalu memanfaatkan hasil laut. Makna Pekerjaan Nelayan Jumlah dan persentase responden berdasarkan aspek makna laut adalah: Tabel 8. Sebaran Responden Ponggawa Setiap Katagori Makna Nelayan Makna Laut PC (n=15) PS (n=14) PL (n=16) Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Ekonomis Sosiologis Teologis Psikologis Budaya Pada Tabel 8 tersebut terlihat bahwa pada setiap katagori adopter, penilaian positif untuk makna ekonomis paling banyak dibanding aspek makna

7 lainnya, bahkan untuk PC dan PS mencapai seluruh responden (100%). Pekerjaan nelayan yang telah digeluti bertahun-tahun dan mampu menghidupi keluarga, mampu membiayai anak untuk sekolah, menguntungkan serta pengalaman maupun anggapan mampu menunaikan ibadah haji menjadi dasar penilaian positif makna ekonomis tersebut. Sedangkan kurangnya persentase responden yang menilai positif makna ekonomis pada PL karena beberapa responden beranggapan pekerjaan nelayan kurang menguntungkan, kurang memungkinkan ke Tanah Suci maupun memiliki pekerjaan lain. 28 Dari 45 responden, 5 orang (11.1%) memiliki kios sembako, 2 orang (4.4%) menjual BBM serta 6 orang (13.3) sebagai pedagang ikan (pappalele) dalam hal ini dijalankan isteri ponggawa. Penilaian positif yang sangat menonjol juga terdapat pada makna budaya. Seperti halnya pemaknaan laut, pekerjaan nelayan juga masih dinilai bermakna secara budaya oleh Suku Bajo. Berbagai literatur serta kajian menunjukan bahwa kebudayaan bahari (laut dan nelayan) sangat kuat melekat dalam diri mereka (Hafid et.al, 1996; Peribadi, 2000 dan Sudjatmoko et.al, 2005). Kecenderungan tersebut ditunjukan pula oleh berbagai budaya Bajo yang selalu dihubungkan dengan aktivitas nelayan, misalnya prosesi kelahiran (bantang). Seorang ibu bersama bayi utamanya bayi laki-laki dilakukan upacara dimandikan air laut bagi ibu dan diberi sentuhan air laut bagi bayi. Proses memandikan ibu dan bayi tersebut menurut responden (ponggawa Gs, Pn, Dd) karena keberadaan bayi sebagai bagian dari Suku Bajo kelak bekerja sebagai nelayan yang mengharuskan untuk selalu dekat dengan laut. Pada makna sosiologis juga terdapat responden yang menilai positif dalam persentase yang tinggi. Pengalaman bekerjasama antara berbagai pihak, misalnya ponggawa-sawi, kerjasama pemasaran dengan pappalele serta pengelola TPI menjadi alasan penilaian positif tersebut. Disamping itu anggapan nelayan sebagai simbol Suku Bajo serta pemenuhan kebutuhan ikan untuk orang lain oleh nelayan juga menjadi alasan penilaian positif tersebut. Makna sosiologis dihubungkan pula dengan pendapat serta anggapan nelayan dapat menciptakan hubungan kerjasama dan keharmonisan sesama warga desa. Dalam kegiatannya, nelayan juga diharuskan untuk menjalin kerjasama baik antar anggota kelompok penangkapan, maupun pihak-pihak lain seperti 28 Pekerjaan lain dilakukan baik nelayan itu sendiri maupun anggota keluarga lain misalnya isteri nelayan.

8 pedagang ikan (pappalele). Kerjasama dan keharmonisan dilakukan melalui pembagian maupun giliran kerja pada armada penangkapan sehingga memperkokoh persaudaraan dan persatuan warga desa. Proses sosial tersebut menurut Soekanto (1990) telah menuju bentuk yang konkrit, suatu hubungan terpola sesuai dengan nilai sosial dan budaya masyarakat. Proses tersebut mulai dari perekrutan sawi, sistem bagi hasil yang telah disepakati menjadi suatu pranata sosial komunitas nelayan, serta mode of production yang ada. Hasil penelitian Peribadi (2000) bahwa orang Bajo menyadari sepenuhnya seseorang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Sedangkan Informan mantan Kepala Desa mengemukakan bahwa: Dalam budaya Bajo, setiap aspek kehidupan terdapat 2 hal yang tidak bisa dipisahkan yakni laki-laki-perempuan, langit-bumi dan lainnya. Dua hal itu ada untuk dipersatukan agar saling melindungi dan saling melengkapi. Salah seorang informan mantan ponggawa mengatakan bahwa pada setiap musim terang masing-masing anggota kelompok armada penangkapan bekerja memperbaiki pukat atau melakukan pengecatan kapal. Akan tetapi tidak jarang anggota kelompok lain membantu pada kelompok armada yang lain. Dalam kehidupan sosial sehari - hari menurut Kepala Desa Lagasa setiap warga dengan spontanitas tanpa diundang membantu warga lainnya yang mengadakan hajatan ataupun ditimpa musibah. Menurut responden, membantu orang lain sama dengan membantu diri sendiri. Indikasi keeratan hubungan kekeluargaan ditemukan pula oleh Peribadi (2000) pada komunitas Bajo di Kendari dalam menyelengarakan serta melangsungkan kehidupan sosialnya. Disamping itu penilaian positif dengan pesentase tinggi juga terlihat pada makna psikologis dan teologis. Beberapa pernyataan negatif pada konsepsi makna psikologis ditanggapi dengan sikap sebaliknya oleh mayoritas responden. Sedangkan pernyataan positif cenderung disetujui oleh mayoritas responden pula. Pernyataan bahwa pekerjaan nelayan membosankan dan hidup nelayan serba sulit ditanggapi tidak setuju artinya pekerjaan nelayan tidak membosankan serta hidup sebagai nelayan tidak mengalami kesulitan. Sementara itu, pentingya pemaknaan teologis bagi ponggawa terlihat pula pada ritual-ritual yang dilakukan sebelum melaut pada awal musim gelap berupa ritual tolak balaa. Upacara dilakukan dengan meminum serta memercikkan air yang telah diberi doa oleh modin (modji atau imang). Air dipercikkan pada badan perahu/kapal, mesin, pukat serta baju yang dikenakan nelayan. Hal tersebut menurut responden HL (60) dimaksudkan agar selama musim gelap

9 mereka mendapatkan keberkahan serta keselamatan jiwa dalam lindungan Allah SWT selama melaut. Menghidupi keluarga bagi Suku Bajo adalah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kepala keluarga (Hafid et.al, 1996). Menurut responden salah satu cara memenuhi kebutuhan keluarga adalah dengan bekerja sebagai nelayan, sehingga pekerjaan nelayan dapat dianggap sebagai ibadah. Kehidupan beragama Suku Bajo cukup menonjol di desa penelitian. Pengamatan selama penelitian pada waktu shalat Jumat hampir tidak ada aktivitas oleh kaum laki-laki. Kepercayaan terhadap ajaran agama bagi Suku Bajo masih dipengaruhi oleh kepercayaan leluhur yakni adanya roh-roh yang dapat mendatangkan kebaikan maupun malapetaka. Hasil wawancara dengan responden HL, HA dan Lm menjelaskan bilamana Suku Bajo tidak menjalankan salah satu prosesi berbagai upacara apalagi lalai untuk tidak melaksanakan sesuai dengan aturan, maka akan membawa malapetaka bagi penduduk desa. Dalam konteks nelayan secara umum, Satria (2002) menjelaskan bahwa secara teologis, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semkin terjamin. Makna Pekerjaan Nelayan dan Tingkat Adopsi Pada tingkatan adopter yang lebih lambat, penilaian positif makna ekonomis persentase responden lebih sedikit, sedangkan penilaian negatif cenderung lebih banyak pada adopeter yang lebih lambat. Demikian pula makna sosiologis, teologis dan psikologis. Sebaliknya penilaian positif makna budaya cenderung lebih banyan dan penilaian negatif cenderung lebih kecil. Kecenderungan tersebut utamanya pada makna ekonomis menunjukan bahwa pandangan maupun penilaian terhadap kepentingan ekonomis pekerjaan nelayan menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan kecepatan adopsi modernisasi perikanan. Modernisasi perikanan yang diadopsi nelayan dianggap mendukung kepentingan ekonomi pekerjaan nelayan tersebut. Oleh karena itu respons mereka terhadap modernisasi tersebut relatif cepat dibanding penilaian negatif terhadap makna ekonomis tersebut. Sebaliknya nelayan yang menilai makna negatif ekonomis tersebut akan cenderung terlambat mengadopsi atau tidak mengadopsi (menolak).

10 Sedangkan banyaknya responden dengan penilaian positif makna budaya pad adopter lebih lambat menunjukan bahwa salah satu faktor keterlambatan tersebut karena tingginya budaya yang masih dimiliki responden walaupun makna ekonomis yang dimiliki cenderung tinggi. Pekerjaan nelayan masih banyak dimaknai sebagai bagian dari budaya Suku Bajo, dan bukan sekedar pemenuhan kebutuhan hidup. Pekerjaan nelayan juga hanya dimaknai sebagai pekerjaan warisan, sehingga adopsi terhadap teknologi penangkapan bagi adopter lambat belum terlalu penting. Sikap tersebut menunjukan pula bahwa motivasi meningkatkan taraf hidup bagi adopter yang lambat melalui adopsi teknologi masih lebih kecil dibanding motivasi penerapan nilai budaya. Sebaliknya, menurut Rogers dan Shoemakrers (1971) adopter yang lebih cepat memiliki motivasi tinggi dalam meningkatkan taraf hidup, lebih berkenan terhadap perubahan serta memiliki sifat rasionalitas lebih besar. Penilaian positif juga cenderung tinggi pada makna sosiologis dan makna teologis pada setiap tingkatan adopter. Hal tersebut menunjukan pula bahwa terdapat hubungan antara kepentingan sosiologis maupun teologis pekerjaan nelayan dengan kecepatan adopsi inovasi sarana tangkap tersebut. Responden yang menilai pekerjaan nelayan secara positif makna sosiologis cenderung lebih cepat mengadopsi dibanding penilaian negatif. Fungsi sosial dari pekerjaan nelayan sebagai penguat ikatan kekerabatan dirasakan oleh sebagian besar responden, yaitu 80% nelayan. Bahkan beberapa responden menyatakan bahwa salah satu dorongan untuk memiliki kapal serta alat tangkap gae sendiri adalah agar dapat membantu nelayan lain yang dapat bekerja pada sarana tangkap yang dimilikinya. Gejala lain menunjukkan adanya hubungan sosial yang lebih daripada hubungan ponggawa-sawi yang dihasilkan secara bersama antara lain kegiatan saling mengunjungi atau saling membantu apabila salah satu pihak menghadapi kesulitan. Ikatan kekerabatan yang masih cukup terlihat di desa penelitian dicirikan oleh adanya kegiatan bersama dan adanya kenyataan bahwa antara sesama warga di desa tersebut saling mengenal. Selain itu, menurut pengakuan beberapa responden, hampir seluruh warga masyarakat di desa penelitian memiliki ikatan keluarga, walaupun hanya merupakan saudara jauh. Responden yang menilai pekerjaan nelayan mendukung kepentingan sosiologis menjadi salah satu faktor pendorong adopsi. Kepentingan tersebut adalah kerjasama dengan berbagai pihak, memperstukan Suku Bajo melalui simbol nelayan,

11 serta membantu pemenuhan gizi melalui produksi ikan. Sedangkan penilaian terhadap kepentingan teologis terhadap pekerjaan nelayan juga menjadi salah satu faktor pendorong adopsi teknologi. Pandangan bahwa pekerjan nelayan sebagai bagian dari ibadah karena mencakup pelaksanaan tanggung jawab menafkahi keluarga menjadi bahan pertimbangan adopsi tersebut. Sehingga nelayan dengan penilaian positif lebih banyak terdapat pada katagori adopter lebih cepat. Demikian pula penilaian positif pada makna teologis lebih cepat mengadopsi dibanding penilaian negatif. Pernyataan pekerjaan nelayan yang lebih jelas daripada mengelola laut (pada pemaknaan laut) menurut responden, membuat mereka lebih mengerti bahwa pekerjaan nelayan adalah bagian dari ibadah serta perintah agama. Keinginan untuk menjalankan perintah agama menyebabkan nelayan termotivasi untuk mengadopsi teknologi penangkapan tersebut. Kecenderungan tersebut terlihat bahwa responden yang menilai positif makna teologis lebih banyak pada adopter awal dimana katagori PC terdapat 80% nelayan, PS sebanyak 78% dan PL sebnyak 75% nelayan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semakin tinggi penilaian positif makna teologis semakin cepat adopsi teknologi (modernisasi) bagi nelayan. Ikhtisar Modernisasi berupa alih teknologi kapal dan alat tangkap masuk di desa Lagasa tahun Berdasarkan jumlah adopter, sebaran responden pada tahun 1981 nelayan mulai mengadopsi teknologi. Pengadopsi Cepat (PC) terdiri dari 15 (33.3%) responden, Pengadopsi Sedang (PS)terdapat 14 (31.1%) dan Pengadopsi Lambat (PL) sebanyak 16 (35.6%). Dari jumlah tersebut terlihat bahwa kecenderungan adopter semakin banyak untuk Pengadopsi Lambat (PL) dibanding jumlah adopter sebelumnya. Dari berbagai karakteristik ternyata responden dengan umur yang lebih muda lebih cepat mengadopsi dibanding yang lebih tua. Sebaliknya pengalaman usaha yang lebih lama lebih cepat mengadopsi teknologi. Sedangkan responden dengan pendapatan lebih besar ternyata lebih cepat mengadopsi, begitu pula dengan lama pendidikan. Penilaian positif pada makna laut untuk nelayan dengan status ponggawa lebih banyak pada makna ekonomis dan makna budaya. Tingginya persentase penilaian positif makna budaya menunjukan bahwa nelayan masih menempatkan

12 laut dalam kerangka kepentingan nilai-nilai budaya yang sama pentingnya dengan kepentingan ekonomis. Kecenderungan terjadi bahwa Pengadopsi Cepat (PC) memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan adopter yang lebih lambat. PC memiliki umur lebih muda, pengalaman lebih banyak pendapatan lebih tinggi serta pendidikan lebih lama dibanding katagori adopter lainnya. Pada pemaknaan laut, kebanyakan responden memberi makna ekonomi, psikologi dan budaya yang positif. Sedangkan pada makna pekerjaan nelayan kebanyakan responden memberi makna ekonomi, sosiologis, teologis dan budaya yang cenderung positif. Sementara untuk makna psikologis, sosiologis dan budaya memperlihatkan tidak ada perbedaan antara ketiga adopter dengan perkataan lain baik pengadopsi cepat, pengadopsi sedang maupun pengadopsi lambat memaknai laut dan pekerjaan nelayan positif baik aspek sosiologis, psikologis dan budaya. Selain itu nampaknya terdapat hubungan antara pemaknaan dengan kecepatan adopsi. Hubungan tersebut adalah semakin positif makna ekonomis maka adopsi inovasi semakin cepat. Sebaliknya semakin positif makna budaya kecenderungan adopsi cenderung semakin lambat.

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kesenjangan sosial pada kehidupan nelayan menjadi salah satu perhatian utama bagi kebijakan sektor perikanan. Menurut pemerintah bahwa kemiskinan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. Halaman i ii iii iv v vi DAFTAR ISI RINGKASAN... DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI... PRAKATA... PENDAHULUAN Latar Belakang... Pertanyaan dan Masalah penelitian... Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada rumah di kawasan permukiman tepi laut akibat reklamasi pantai. Kawasan permukiman ini dihuni oleh masyarakat pesisir

Lebih terperinci

RESPONS KOMUNITAS NELAYAN TERHADAP MODERNISASI PERIKANAN (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

RESPONS KOMUNITAS NELAYAN TERHADAP MODERNISASI PERIKANAN (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara) RESPONS KOMUNITAS NELAYAN TERHADAP MODERNISASI PERIKANAN (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara) AWALUDDIN HAMZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK MODERNISASI PERIKANAN

DAMPAK MODERNISASI PERIKANAN DAMPAK MODERNISASI PERIKANAN Perkembangan sarana penangkapan nelayan adalah hal penting untuk menganalisa dampak modernisasi perikanan terhadap pola kerja, struktur sosial dan kesejahteraan nelayan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

RESPONS KOMUNITAS NELAYAN TERHADAP MODERNISASI PERIKANAN: STUDI KASUS NELAYAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

RESPONS KOMUNITAS NELAYAN TERHADAP MODERNISASI PERIKANAN: STUDI KASUS NELAYAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA RESPONS KOMUNITAS NELAYAN TERHADAP MODERNISASI PERIKANAN: STUDI KASUS NELAYAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA (Fishery Communities Response To Fishery Modernization:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa laut. Dengan perairan laut seluas total 5,8 juta Km2, Indonesia menyimpan

BAB I PENDAHULUAN. berupa laut. Dengan perairan laut seluas total 5,8 juta Km2, Indonesia menyimpan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan 81.000 Km garis pantai, dimana sekitar 70 % wilayah teritorialnya berupa laut.

Lebih terperinci

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN 65 TRANSFORMASI MODA PRODUKSI (Mode of Production) MASYARAKAT PESISIR (Studi Kasus Nelayan Bajo di Desa Latawe Kabupaten Muna) Oleh: Awaluddin Hamzah 1 ABSTRACT The purpose of this study was to investigate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Sejarah dan Kedaan Alam Desa Lagasa Desa Lagasa didirikan tahun 1977, hasil relokasi penduduk sebanyak 130 kk oleh pemerintah setempat dari Kelurahan Wamponiki, 8 km sebelah

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

Oleh Maria Chatarina Adharti Sri Susriyamtini ; Suci Paresti ; Maria Listiyanti ; Sapto Aji Wirantho ; Budi Santosa

Oleh Maria Chatarina Adharti Sri Susriyamtini ; Suci Paresti ; Maria Listiyanti ; Sapto Aji Wirantho ; Budi Santosa PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KEBUTUHAN LAPANGAN PADA PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR BERBASIS EKONOMI PRODUKTIF Oleh Maria Chatarina Adharti Sri Susriyamtini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian secara purposive di kecamatan Medan Labuhan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data sekunder daerah tersebut merupakan salah satu

Lebih terperinci

Respon Komunitas Nelayan terhadap Modernisasi Perikanan (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara) 1

Respon Komunitas Nelayan terhadap Modernisasi Perikanan (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara) 1 ISSN : 1978-4333, Vol. 02, No. 02 3 Respon Komunitas Nelayan terhadap Modernisasi Perikanan (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara) 1 Awaluddin Hamzah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 39 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pembagian peran/aktivitas yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK 12 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DESA OLAK KECAMATAN SUNGAI MANDAU KABUPATEN SIAK A. Kondisi Geografis Desa Olak merupakan salah satu daerah integral yang terletak di Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Terdapat dua faktor yang mempengaruhi anak untuk bersekolah, yaitu faktor internal (dalam diri) dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR Bab 9 Kesimpulan Kehidupan rumah tangga nelayan tradisional di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Penyebab kemiskinan berasal dari dalam diri nelayan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak penduduk dengan berbagai macam ragam mata pencaharian. Dimana mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk dapat memperoleh taraf hidup

Lebih terperinci

BAB IV DISKUSI TEORITIK

BAB IV DISKUSI TEORITIK BAB IV DISKUSI TEORITIK Teori yang digunakan dalam analisa ini bermaksud untuk memahami apakah yang menjadi alasan para buruh petani garam luar Kecamatan Pakalmelakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Kota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-148 Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran Dira Arumsani dan Adjie Pamungkas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas Laut 3,1 juta km2. Konvensi

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR A. Letak Dan Sejarah Geografis Pada tahun 1923 Jepang masuk yang diberi kekuasaan oleh Raja Siak untuk membuka lahan perkebunan karet dan sawit yang

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila pendapatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG A. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian Pasar Ikan di Kec. Ketapang ini merupakan salah satu pasar yang berada di wilayah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat nelayan identik dengan kemiskinan, banyak hal yang menyebabkan yaitu kurangnya modal yang dimiliki para nelayan, teknologi yang dimiliki, rendahnya akses

Lebih terperinci

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Permasalahan Sosial Budaya dalam Implementasi Peraturan tentang Perlindungan Spesies Hiu di Tanjung Luar, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari lima pulau besar dan belasan ribu pulau kecil. Letak antara satu pulau dengan pulau lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas wilayah dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km² terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut territorial 0,3 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian khususnya sub sektor peternakan terus digalakan melalui usaha intensifikasi, ektensifikasi dan diversifikasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 62 BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 8.1 Hubungan Partisipasi dengan Sikap Petani terhadap Sistem Pertanian Organik Sikap seringkali mempengaruhi tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi

BAB I PENDAHULUAN. kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, perhatian kepada kelompok usaha kecil dan menengah semakin meningkat karena berbagai studi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN. Oleh: Syahriani Lewa

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN. Oleh: Syahriani Lewa - P ". -3 --- s --.- ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN (Studi Kasns di Kabopaten Bone Sulawesi Sefatan) Oleh: Syahriani Lewa JURUSAN ILNIU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro 46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian. A. Kesimpulan Umum Masyarakat Desa Cisaat Kecamatan Ciater Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa. 31 IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN 2.1 Deskripsi Umum Wilayah 2.1.1 Sejarah Desa Lalang Menurut sejarah yang dapat dikutip dari cerita para orang tua sebagai putra daerah di Desa Lalang, bahwa Desa Lalang

Lebih terperinci