BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya anemia. Defisiensi mikronutrien (besi, folat, vitamin B12 dan vitamin
|
|
- Ari Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat terjadi pada seluruh tahap kehidupan, mulai dari bayi, balita, remaja putri, wanita usia subur dan ibu hamil. Ibu hamil dan balita adalah kelompok dengan risiko tinggi terjadinya anemia. Defisiensi mikronutrien (besi, folat, vitamin B12 dan vitamin A), infeksi dan infestasi (tbc, malaria, kecacingan) serta penyakit kelainan darah (thalassemia) adalah beberapa penyebab anemia yang sering ditemukan. Anemia membawa akibat berupa meningkatnya risiko kesakitan dan kematian, gangguan perkembangan kognitif dan fisik pada anak-anak serta penurunan produktivitas kerja pada orang dewasa (WHO, 2008; Umbreit, 2005). Anemia adalah indikator buruknya status kesehatan terutama yang berkaitan dengan gizi. World Health Organization (WHO, 2001) telah menetapkan bila angka prevalensi anemia masih lebih dari 40% maka anemia masih merupakan masalah kesehatan di masyarakat tersebut. Prevalensi anemia secara global adalah 24,8%, anak-anak usia pra sekolah prevalensinya tertinggi yaitu 47,4%. Angka prevalensinya pada ibu hamil 41,8%, yang tidak jauh berbeda dengan angka prevalensi di Asia yang mencapai 41,6%. Prevalensi anemia ibu hamil di Asia Tenggara sendiri mencapai 48,2% (WHO, 2008). Defisiensi besi adalah kontributor terbesar penyebab anemia. Defisiensi besi ditandai dengan tidak terpenuhinya besi dalam memenuhi kebutuhan jaringan 1
2 2 (darah, otak dan otot) untuk menjalankan fungsinya (WHO, 2007). Faktor risiko anemia defisiensi besi antara lain intake besi yang kurang, penurunan absorbsi besi dari diit serta peningkatan kebutuhan besi yang berkaitan dengan pertumbuhan atau perdarahan. Sebagian besar penderita defisiensi besi akan berkembang menjadi anemia. Defisiensi besi berat dan berlangsung lama akan menyebabkan penurunan simpanan besi yang berakibat produksi hemoglobin yang inadekuat serta anemia (WHO, 2008; USPSTF, 2006; Umbreit, 2005). Defisiensi besi pada anak-anak akan berakibat terhambatnya pertumbuhan fisik dan mental, sedangkan pada dewasa kondisi defisiensi besi akan berakibat menurunnya kemampuan fisik dan produktivitas kerja. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah defisiensi besi dan anemia defisiensi besi namun kondisi di lapangan masih belum nampak adanya perubahan (WHO, 2007). Wanita usia subur membutuhkan lebih banyak besi dibanding laki-laki. Perdarahan menstruasi yang banyak ( 80 ml/bulan) serta kehamilan menyebabkan tingginya kebutuhan besi (USPSTF, 2006). Peningkatan volume plasma, peningkatan massa eritrosit, pertumbuhan janin dan penambahan jaringan maternal menyebabkan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan mencapai tiga kali lipat (Umbreit, 2005). Sebagian besar ibu hamil berisiko mengalami defisiensi besi seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Berbagai pengaruh buruk akibat defisiensi besi pada kehamilan menyebabkan penting untuk menilai status besi selama kehamilan. Ibu hamil dengan anemia berisiko tinggi mengalami berbagai komplikasi yang berakibat pada ibunya maupun janinnya. Angka kesakitan dan
3 3 kematian akan meningkat seiring dengan tingkat keparahan anemia. Anemia defisiensi besi (ADB) yang terjadi pada trimester pertama berkaitan dengan risiko kelahiran preterm dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan ADB yang terjadi pada trimester kedua atau ketiga (USPSTF, 2006). Parameter hematologi dan biokimiawi telah diterapkan dalam diagnosis, monitoring maupun prediksi pada pasien defisiensi besi. Feritin telah ditetapkan oleh WHO sebagai indikator terbaik pada kondisi deplesi simpanan besi (WHO, 2007). Kadar feritin yang rendah menggambarkan turunnya simpanan besi yang menunjukkan suatu kondisi yang mengarah pada defisiensi besi (WHO, 2001). Feritin juga merupakan protein fase akut yang berarti konsentrasinya akan meningkat pada saat inflamasi, sehingga penggunaannya memerlukan pertimbangan (WHO, 2007). Pengukuran kadar C reactive protein secara bersamaan dengan pemeriksaan feritin disarankan untuk mengeksklusi adanya inflamasi (Baker dan Greer, 2010). Kadar feritin <15 µg/l diinterpretasikan sebagai defisiensi besi pada wanita dewasa (WHO, 2001). Kadar feritin telah digunakan sebagai dasar dalam pemberian suplemen besi pada ibu hamil (Milman, 2011). Hepcidin adalah hormon peptida dengan berat molekul yang kecil dan berperan sebagai regulator utama homeostasis besi sistemik dan mediator pertahanan host pada infeksi dan inflamasi. Homeostasis besi dalam tubuh dipengaruhi oleh penggunaan besi, absorbsi, dan simpanan besi seluler maupun sistemik (Tussing-Humphreys et al., 2012).
4 4 Hepcidin mengatur absorbsi besi dari diit di usus, makrofag dan hepatosit serta sinsitiotrofoblas melalui interaksinya dengan feroportin (Nemeth et al., 2006). Feroportin adalah eksporter besi seluler. Ikatan antara hepcidin dengan feroportin mengakibatkan internalisasi dan degradasi feroportin sehingga besi tidak dapat dibawa dari sel ke dalam sirkulasi (De Domenico et al., 2007) (Gambar 1). Hepcidin diinhibisi oleh kondisi hipoksia, anemia defisiensi besi dan peningkatan eritropoesis, sedangkan aktivasinya dipengaruhi oleh adanya inflamasi dan overload besi (Camaschella et al., 2008). Hepcidin dapat ditemukan dalam urin, plasma dan serum (Tussing-Humphreys et al., 2012). Pemberian terapi besi pada defisiensi besi dapat menyebabkan meningkatnya kadar hepcidin seiring dengan meningkatnya simpanan besi (Kroot, 2011). Gambar 1. Interaksi hepcidin dengan feritin Sumber: Fleming & Bacon, 2005
5 5 Bukti terhadap peran penting hepcidin diperoleh dari model tikus dan manusia. Inaktivasi pada gen yang mengkode hepcidin akan akan berakibat overload besi berat pada tikus), sementara tikus dengan ekspresi gen hepcidin berlebihan mengalami anemia defisiensi besi berat (Nicolas et al., 2002). Pada pasien dengan juvenile hemochromatosis terjadi inaktivasi gen hepcidin, sedangkan bila ekspresi gen hepcidin berlebihan akan berakibat anemia yang menggambarkan adanya hambatan eritropoesis (Roetto et al., 2003). Iron refractory iron deficiency anemia (IRIDA) suatu anemia yang diturunkan akibat mutasi gen trans-membrane serin protease 6 (TMSRSS6) ditandai tidak menurunnya sintesis hepcidin pada kondisi defisiensi besi. Pemberian terapi preparat besi pasien ini tidak menyebabkan terkoreksinya anemia sehingga harus menerima terapi besi parenteral (De Falco et al., 2013). Penelitian Young et al tahun 2009 mendapatkan angka keberhasilan yang tinggi terhadap terapi besi per oral pada pasien dengan defisiensi besi yang disertai rendahnya kadar hepcidin serum. Pada pasien dengan hemokromatosis herediter terjadi kelebihan besi yang tidak diikuti dengan meningkatnya sintesis hepcidin. Penumpukan besi di organ merupakan akibat kelebihan besi yang tidak tertangani dapat berlanjut menjadi kegagalan fungsi organ. Mutasi gen regulator positif seperti HFE, TRF-2 dan HAMP merupakan penyebab terjadinya kondisi tersebut (Van Dijk et al. 2009). Penelitian mengenai hepcidin dan hubungannya dengan feritin pada berbagai populasi dengan defisiensi besi masih memberikan hasil yang bervariasi pada besarnya nilai korelasi maupun kemaknaannya secara statistik. Diperlukan
6 6 penelitian untuk mengetahui hubungan antara hepcidin dengan feritin pada populasi ibu hamil yang berisiko tinggi terjadi defisiensi besi. Diharapkan hepcidin dapat digunakan untuk pertimbangan klinisi dalam penatalaksanaan defisiensi besi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Anemia akibat defisiensi besi masih menjadi masalah dunia. Ibu hamil merupakan kelompok dengan prevalensi anemia yang tinggi. 2. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami anemia defisiensi besi karena meningkatnya volume plasma, meningkatnya massa eritrosit, memenuhi kebutuhan besi untuk pertumbuhan janin dan penambahan jaringan maternal. 3. Feritin telah menjadi penanda defisiensi besi pada populasi yang ekspresinya juga dipengaruhi oleh kondisi selain defisiensi besi. 4. Hepcidin adalah hormon regulator homeostasis besi dan penelitian yang berkaitan dengan aplikasi klinisnya telah dilakukan, namun penelitian hubungan hepcidin dengan feritin pada populasi ibu hamil di Indonesia khususnya di Yogyakarta hingga saat ini masih belum ada, sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan hubungan hepcidin dengan feritin pada populasi ibu hamil.
7 7 C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi kadar hepcidin serum dengan kadar feritin serum pada populasi ibu hamil? D. Keaslian Penelitian Dallalio et al. (2003) di Amerika Serikat melakukan penelitian kadar hepcidin serum menggunakan metode Western blot pada 55 sampel yang masuk dalam penelitian feritin dan 37 sampel pasien anemia yang menjalani pemeriksaan sumsum tulang kemudian menganalisis korelasinya dengan feritin. Pada kelompok penelitian feritin didapatkan korelasi positif yang signifikan antara kadar hepcidin serum dan feritin dengan r = 0,53, p < 0,01. Pada kelompok penelitian anemia juga didapatkan korelasi positif yang signifikan antara hepcidin serum dan feritin (r = 0,52, p < 0,01). Schulze et al. (2008) melakukan penelitian kadar hepcidin urin dan feritin pada 190 orang ibu hamil di Bangladesh. Hepcidin urin diperiksa menggunakan surface-enhanced laser desorption/ionization time-of-flight mass spectrometry (SELDI TOF-MS). Korelasi yang signifikan antara log hepcidin urin dengan log feritin (r = 0,33, p < 0,001). Tussing-Humphreys et al. (2009) di Amerika Serikat melakukan penelitian hepcidin serum pada wanita premenopause dengan obese. Masing-masing 20 wanita obese dan non obese yang dimatching berdasar hemoglobin. Hepcidin serum diperiksa menggunakan metode ELISA. Kadar hepcidin pada kelompok obese lebih tinggi signifikan dibanding kelompok non obese. Hepcidin serum berkorelasi positif dengan feritin (r = 0,82, p < 0,0001) pada kelompok obese,
8 8 sedangkan ada kelompok non obese kadar hepcidin serum berkorelasi dengan feritin dengan r = 0,81 dan p < 0,0001. Lasocki et al. (2010) di Perancis melakukan penelitian untuk menentukan kadar hepcidin serum yang optimal dalam identifikasi defisiensi besi dan menilai akurasi diagnostiknya. Empat puluh delapan pasien kritis dengan anemia yang dirawat di ICU menjadi subyek dalam penelitian ini. Pemeriksaan kadar hepcidin serum menggunakan metode ELISA. Hasil yang didapat adalah 86% subyek dikategorikan inflamasi, 4% defisiensi besi, 4% normal, 6% defisiensi besi/inflamasi. Pada kelompok dengan defisiensi besi, hampir semua kadar hepcidin serumnya tidak terdeteksi, sedangkan pada kelompok defisiensi besi/inflamasi kadar hepcidin serumnya rendah. Analisis AUC-ROC pada cut off 129,5 µg/l sensitivitasnya 50% dan spesifitasnya 85% (Lasocki et al., 2010). Galesloot et al. (2011) di Belanda meneliti kadar hepcidin serum pada populasi sehat. Sampel diperoleh dari 2998 partisipan meliputi 48% adalah lakilaki dengan rentang tahun, sedangkan sisanya partisipan wanita rentang umurnya tahun. Metode pemeriksaan hepcidin serum yang digunakan adalah ELISA. Kadar hepcidin serum pada laki-laki relatif konstan, namun pada wanita cenderung meningkat seiring peningkatan umur. Kadar hepcidin serum berhubungan dengan kadar feritin baik pada laki-laki (r = 0,806) maupun pada wanita (r = 0,853). Van Santen et al. (2011) meneliti penggunaan hepcidin untuk memberi nilai tambah dalam diagnosis anemia defisiensi besi pada pasien rheumatoid arthritis
9 9 (RA) dengan anemia dan inflamasi di Belanda. Sampel diperoleh dari 106 pasien rawat jalan dengan RA yang terdiri dari 40 pasien mengalami anemia dan 66 pasien tidak anemia. Empat puluh pasien anemia terdiri dari 10 dengan anemia defisiensi besi (ADB), 9 anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronis (ADB/APK), 8 anemia penyakit kronis (APK) dan 13 anemia penyakit lain. Hepcidin serum dan urin diukur dengan kombinasi metode weak cation exchange chromatography dan time of flight mass spectrometry. Perbedaan median kadar hepcidin serum yang signifikan pada kelompok ADB dengan APK (p = 0,001), begitu pula pada kelompok ADB/APK dengan APK (p = 0,009). Perbedaan yang signifikan kadar hepcidin pada kelompok tidak anemia dengan kelompok ADB (p < 0,001) maupun ADB/APK (p = 0,001). Kadar hepcidin serum kelompok APK tidak berbeda dengan kelompok tidak anemia (p = 0,2). Perbedaan yang signifikan pada kadar hepcidin urin hanya diperoleh pada kelompok ADB dengan APK (p = 0,008). Korelasi positif kuat didapatkan antara kadar hepcidin serum dengan kadar hepcidin urin (r = 0,84, p < 0,001). Korelasi positif didapatkan pada kadar hepcidin serum dengan kadar feritin (r = 0,79) begitu juga pada feritin dengan kadar hepcidin urin (r = 0,71) (Van Santen et al., 2011). Area under curve (AUC) hepcidin serum pada kelompok ADB/APK dan kelompok APK adalah 0,88 (p = 0,009, SE = 0,12) pada cut off optimal 2,4 nmol/l. Kadar hepcidin serum yang lebih rendah dari nilai cut off tersebut dapat membedakan kelompok ADB/APK dengan APK dengan sensitivitas 89% dan
10 10 spesifisitas 88%. Pada saat digunakan dalam deteksi defisiensi besi maka AUC hepcidin serum adalah 0,92 (p < 0,001, SE = 0,05) (Van Santen et al., 2011). Parischa et al. (2011) di Australia meneliti hepcidin serum sebagai marker diagnosis defisiensi besi dengan menggunakan 261 sampel donor wanita. Metode pemeriksaan hepcidin serum menggunakan ELISA. Didapatkan 22,6% donor mengalami defisiensi besi berdasar kadar ferritin < 15 ng/ml. Pada kelompok defisiensi besi rerata kadar hepcidin serum lebih rendah dibanding yang tidak defisiensi besi. Hasil regresi linier didapatkan korelasi log hepcidin dengan log feritin dengan r = 0,66, p < 0,001. Area under curve (AUC) hepcidin 0,86 bila menggunakan kadar feritin serum < 15 ng/ml dan CRP < 5 mg/l. Bila menggunakan baku emas kadar feritin serum < 10 ng/ml didapatkan AUC 0,86 dan cut off dengan Youden index optimal (0,68) adalah 17,9 ng/ml, sensitivitas 86,7% serta spesifisitas 80,5%. Pada cut off hepcidin 8 ng/ml maka diperoleh sensitivitas 46,7% dan spesifisitas 94,4%. Apabila baku emas yang digunakan adalah kadar feritin < 30 ng/ml maka AUC hepcidin serum mencapai 0,82 dengan cut off pada Youden index optimal (0,53) adalah 28,8 ng/ml dan sensitivitas 72,1% serta spesifisitas 78,4%, namun bila cut off hepcidin serum yang digunakan < 8 ng/ml maka sensitivitasnya menjadi 22,1% dan spesifisitasnya 100% (Parischa et al., 2011). Albendary et al. (2011) di Saudi Arabia membandingkan kadar hepcidin serum dan feritin serum pada 50 ibu hamil anemia terdiagnosis gestational DM (GDM), 30 ibu hamil dengan anemia, 20 ibu hamil sehat yang disesuaikan umur kehamilannya minggu dan 30 wanita sehat yang tidak hamil tanpa DM
11 11 maupun kelainan hormonal lainnya sebagai kontrol. Hepcidin serum diukur menggunakan metode ELISA. Rerata kadar hepcidin serum ibu hamil lebih tinggi dibandingkan wanita sehat yang tidak hamil, begitupula rerata kadar hepcidin serum ibu hamil anemia dengan GDM dibanding ibu hamil anemia saja. Pada kelompok ibu hamil anemia dengan GDM didapatkan hasil korelasi hepcidin serum dengan feritin (r = 0,481, p = 0,001). Choi et al. (2012) di Korea Selatan mengevaluasi penggunaan kadar hepcidin serum dalam diagnosis defisiensi besi pada anak-anak. Lima puluh sembilan anak dengan rentang umur 5 bulan sampai 17 tahun menjadi subyek dalam penelitian ini. Pasien dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan kadar Hb dan feritin, yaitu grup 1 (anemia defisiensi besi, n = 17), grup 2 (defisiensi besi tanpa anemia, n = 18), dan grup 3 (kontrol dengan status besi normal, n = 24). Hepcidin serum diukur menggunakan metode ELISA. Hasilnya didapatkan perbedaan rerata kadar hepcidin serum yang signifikan pada ketiga kelompok (p < 0,0001) dan kadar hepcidin serum kelompok 1 dan 2 lebih rendah signifikan dibanding kelompok 3. Area under curve hepcidin serum pada kelompok 1 adalah 0,908, sedang untuk kelompok 2 adalah 0,852. Pada cut off hepcidin serum 6,895 ng/ml diperoleh sensitivitas 79,2% dan spesifisitas 82,8% untuk kelompok 2. Pada kelompok 1 bila digunakan cut off hepcidin serum 2,735 ng/ml maka didapatkan sensitivitas 88,1% dan spesifisitas 88,2%. Korelasi positif didapatkan antara log hepcidin dengan log feritin, r = 0,666, p < (Choi et al., 2012)
12 12 Sedlackova et al. (2013) meneliti hubungan kadar hepcidin serum dengan kadar feritin serum di Cekoslowakia pada populasi pasien hemodialisa. Seratus enam puluh empat pasien dan 40 orang kontrol sehat dilibatkan dalam penelitian ini. Hepcidin serum diukur menggunakan metode ELISA. Kadar feritin dan hepcidin serum pada kelompok pasien lebih tinggi dan bermakna signifikan secara statistik dibandingkan kelompok kontrol (p < 0,0001 dan p = 0,0003). Korelasi positif didapatkan antara hepcidin serum dengan feritin (r = 0,13, p = 0,02). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena mengambil populasi ibu hamil sehat yang berdomisili di Yogyakarta. Sampel yang digunakan adalah serum dengan metode pemeriksaan ELISA. E. Tujuan Penelitian Menentukan korelasi antara kadar hepcidin serum dengan feritin pada ibu hamil. F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat menentukan hubungan antara kadar hepcidin serum dengan kadar feritin pada populasi ibu hamil dalam kaitannya dengan kejadian gangguan homeostasis besi yang berisiko menjadi defisiensi besi bahkan sampai anemia defisiensi besi. Manfaat bagi klinisi adalah memberikan tambahan informasi dalam pengelolaan defisiensi besi pada populasi ibu hamil sehingga dapat menekan mortalitas dan morbiditas ibu hamil yang disebabkan oleh defisiensi besi. Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pengetahuan pentingnya hepcidin dan parameter laboratoris lainnya yang merupakan penanda dini
13 13 terjadinya gangguan homeostasis besi dan risiko yang ditimbulkan pada ibu hamil. Manfaat bagi peneliti dapat memberikan bukti ilmiah mengenai peran hepcidin pada terjadinya gangguan homeostasis besi pada ibu hamil.
BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hepcidin merupakan hormon regulator kadar zat besi dalam tubuh,
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepcidin 2.1.1. Definisi Hepcidin merupakan hormon regulator kadar zat besi dalam tubuh, yang tersusun atas 25 asam amino peptida. Pertama kali ditemukan tahun 2000 sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan
Lebih terperinciABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya
ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus untuk meningkatkan taraf hidup. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World Health Organization (WHO) AKB di dunia terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari
Lebih terperincimembutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami
PENDAHULUAN Latar belakang Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan berpengaruh pada ketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dan defisiensi besi memberi dampak buruk terhadap kesehatan anak. Obesitas adalah kelebihan gizi, sedangkan defisiensi besi merupakan kekurangan gizi mikro.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya keras mewujudkan target Milenium Development Goals (MDG) terutama tujuan keempat dan kelima terkait kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga masuk dalam daftar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan penyakit, tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan ibu terhadap zat besi mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang sedang tumbuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membandingkan keberhasilan pembangunan SDM antarnegara. perkembangan biasanya dimulai dari sejak bayi. Kesehatan bayi yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gizi yang baik merupakan landasan kesehatan manusia karena mempengaruhi kekebalan tubuh, kerentanan penyakit, serta pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik dan mental yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan berkaitan erat dengan mewujudkan kesehatan anak sejak dini, sejak masih dalam kandungan. Untuk itulah upaya kesehatan ibu sebaiknya dipersiapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)
anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normal kelompok yang bersangkutan (WHO, 2001). Anemia merupakan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa depan bangsa yang akan menggantikan generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia anak menjadi usia dewasa. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan kurang lebih 2,15 milyar orang di dunia menderita anemia dengan prevalensi kejadian anemia dengan prosentase bayi dan anak < 2 tahun (48%), anak sekolah
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
44 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik untuk membandingkan sensitivitas dan spesifisitas antara serum NGAL dan serum cystatin C dalam mendiagnosa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat kekurangan zat gizi maupun akibat kelebihan zat gizi. Masalah gizi akibat kekurangan zat gizi diantaranya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah peristiwa kodrati bagi perempuan, seorang perempuan akan mengalami perubahan dalam dirinya baik fisik maupun psikologi. Status gizi merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia paling umum ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah Anemia Defisiensi Besi (ADB). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat ini. Menurut World Health Organization (WHO) (2011) anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1.Perumusan masalah Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada perawatan pasien di rumah sakit. Banyak orang mendonorkan darahnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb atau kadar eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia merupakan kondisi terjadinya penurunan Haemoglobin (hb), hematokrit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan suatu masalah gizi yang tersebar di seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju. Penderita anemia di seluruh dunia diperkirakan mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (
Lebih terperinciB A B PENDAHULUAN. terutama di daerah tropik dan subtropik. Insiden infeksi VD yang meliputi
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi Virus Dengeu (VD) hingga kini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah tropik dan subtropik. Insiden infeksi VD yang meliputi Demam Dengue
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan
Lebih terperinci