PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2003

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2003"

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG IZIN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan kota, sesuai dengan lajunya pembangunan yang beraneka ragam memerlukan penataan kota (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang kota) secara terpadu, menyeluruh, efektif dan efesien; b. bahwa dalam rangka penataan kota yang serasi dan seimbang untuk terwujudnya Kota Dumai yang bersih, sejahtera dan damai, perlu memanfaatkan ruang kota secara optimal melalui proses perizinan bangunan yang tertib, sederhana, dan dilaksanakan dalam waktu yang singkat; c. bahwa Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 20 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Bangunan, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Kota sehingga dipandang perlu untuk dirubah dan ditinjau kembali dengan menetapkan Peraturan Daerah yang baru tentang Izin Bangunan; d. Bahwa sehubungan dengan maksud pada huruf a, b, dan c di atas dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Bangunan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3829); - 1

2 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848); 8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 9. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 134 Tahun 2002); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134); 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70); 12. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 11 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Nomor 24 Seri D); 13. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 12 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 25 Seri D). 14. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 26 Seri D). - 2

3 DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TENTANG IZIN BANGUNAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kota Dumai; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Dumai; c. Walikota adalah Walikota Dumai; d. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Dumai; e. Perencana Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam bidang arsitektur yang memiliki izin bekerja; f. Perencana Struktur adalah seorang ahli atau sekelompok ahli dalam bidang struktur/konstruksi bangunan yang memiliki izin bekerja; g. Perencana Instalasi dan Kelengkapan Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam bidang instalasi dan kelengkapan bangunan yang memiliki izin bekerja; h. Perencana Tata Ruang adalah seorang atau sekelompok ahli dalam bidang Tata Ruang yang memiliki izin bekerja; i. Direksi Pengawas adalah seorang atau sekelompok orang yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan membangun yang ditunjuk oleh Kepala Dinas; j. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disingkat GSJ adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana kota; k. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam rencana kota; l. Garis Sempadan Belakang Bangunan yang selanjutnya disingkat GSBB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah batas persil bagian belakang; m. Garis Sempadan Samping Bangunan yang selanjutnya disingkat GSSB adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah batas persil bagian samping; n. Garis Sempadan Pagar Bangunan yang selanjutnya disingkat GSPB adalah garis yang mengatur batas pagar bangunan dengan batas pinggir jalan (patok daerah milik jalan); o. Jalan adalah semua jalan yang terbuka untuk lalu lintas umum, gang, jalan orang dan jalan kendaraan, lapangan dan pertamanan, termasuk pula pinggir-pinggir jalan, lereng-lereng, trotoar, saluran dan peralatan-peralatan semacam itu diukur antara garis-garis sempadan pagar, selanjutnya tiap-tiap jalur tanah yang menurut rencana perluasan kota diperuntukkan buat jalan dengan membuat sesuatu jalan dimaksudkan pula memperlebar sesuatu jalan, baik yang dibuat Pemerintah maupun Swasta; p. Bangunan adalah sesuatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia; q. Bangun-bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang tidak digunakan untuk kegiatan manusia; - 3

4 r. Bangunan-bangunan adalah bangunan penyerta/ pelengkap bangunan utama yang berada di luar bangunan utama; s. Koofisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka perbandingan jumlah luas lantai dasar terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana kota; t. Koofisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai terhadap luas tanah perpetakan yang sesuai dengan rencana kota; u. Pagar Proyek adalah pagar yang didirikan pada lahan proyek untuk batas pengamanan proyek selama masa pelaksanaan; v. Perancah (bekesting) adalah struktur pembantu sementara di dalam pelaksanaan suatu bangunan untuk menunjang pekerjaan struktur bangunan; w. Alat Pemadam Api Ringan adalah pemadam api yang mudah dipakai oleh satu orang, digunakan untuk memadam api pada awal terjadinya kebakaran; x. Hidrant Kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan air bertekanan dalam upaya penyelamatan, pencegahan dan perlindungan terhadap bahaya kebakaran; y. Spinkler adalah suatu sistem pemancar air yang bekerja secara otomatis apabila suhu ruang mencapai suhu tertentu; z. Pipa Peningkat Air (riser) adalah pipa vertikal yang berfungsi mengalirkan air ke jaringan pipa di tiap lantai dan mengalirkan air ke pipa-pipa cabang dalam bangunan; aa. Alarm Kebakaran adalah suatu alat pengindera yang dipasang pada bangunan gedung yang dapat memberi peringatan atau tanda pada saat terjadinya kebakaran; aa. Tangga Kebakaran adalah tangga yang dirancang/ dibuat khusus untuk menyelamatkan jiwa manusia pada waktu terjadi kebakaran; ab. Pintu Kebakaran adalah pintu yang langsung menuju ke tangga kebakaran atau jalan keluar dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran; ac. Instalasi dan Perlengkapan Bangunan adalah instalasi dan perlengkapan pada bangunan, bangun-bangunan dan atau pekarangan yang digunakan untuk menunjang unsur kenyamanan, keselamatan, komunikasi dan mobilitas dalam bangunan; ad. Mendirikan Bangunan adalah usaha/pekerjaan untuk membuat atau mendirikan bangunan; ae. Mengubah Bangunan adalah usaha/pekerjaan untuk merubah bentuk, dasar dan sifat bangunan semula baik bangunan induk maupun bangunan turunannya termasuk menambah bangunan tersebut; af. Memperbaiki Bangunan adalah usaha/pekerjaan memperbaiki bangunan yang telah ada dengan tidak merubah bangunan atau bentuk dasar bangunan; ag. Membongkar Bangunan adalah usaha/pekerjaan untuk membongkar atau menghilangkan/meniadakan bangunan; ah. Retribusi Perizinan adalah sejumlah pembayaran sebagai biaya untuk bimbingan, pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan izin yang bersangkutan; ai. aj. ak. Surat Izin Bekerja Perencana Bangunan selanjutnya disingkat SIBPB adalah surat izin yang diterbitkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk yang diberikan kepada perencana/seorang yang bertugas mengerjakan perencana bangunan di bidang konstruksi dan atau instalasi di Wilayah Kota Dumai; Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah selanjutnya disingkat SIPPT adalah surat yang diterbitkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tentang persetujuan penggunaan sebidang tanah sesuai dengan rencana kota; Pelayanan Pengukuran adalah pelayanan yang diberikan oleh Dinas Tata Kota dan Pertamanan kepada pemohon untuk mendapatkan Peta Situasi Terukur selanjutnya disingkat PST yang akan digunakan sebagai dasar penggambaran rencana kota; - 4

5 al. Izin Mendirikan Bangunan selanjutnya disingkat IMB adalah persetujuan resmi dari Walikota untuk memulai/ mengakhiri pekerjaan mendirikan, memperbaiki/ mengubah bangunan; am. Izin Penggunaan Bangunan selanjutnya disingkat IPB adalah izin untuk memanfaatkan/menggunakan bangunan dengan persetujuan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk; an. Badan adalah Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Koperasi, Yayasan, Lembaga, dan bentuk usaha tetap lainnya; ao. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut Peraturan Perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. BAB II KETENTUAN ADMINISTRASI Bagian Pertama Kewenangan Pasal 2 Walikota berwenang untuk : a. Menerbitkan izin sepanjang persyaratan teknis dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. Memberikan izin atau menentukan lain dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini, dengan mempertimbangkan ketertiban umum, keserasian lingkungan, keamanan jiwa manusia serta mempertimbangkan pendapat para ahli; c. Menetapkan sifat atau tingkat nilai izin yang diterbitkan; d. Menerbitkan surat izin bekerja para pelaku teknis pembangunan; e. Mengatur lebih lanjut hal-hal khusus dalam suatu perencanaan dan atau pelaksanaan pembangunan suatu lingkungan; f. Menghentikan atau menutup kegiatan di dalam suatu bangunan yang dinilai belum dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sampai yang bertanggung jawab atas bangunan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan; g. Memerintahkan pemilik pekarangan untuk meninggikan atau merendahkan pekarangan sehingga serasi dengan sarana dan prasarana lingkungan yang ada; h. Memerintahkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap bagian bangunan, bangun-bangunan dan pekarangan ataupun suatu lingkungan untuk pencegahan terhadap gangguan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia; i. Memerintahkan, menyetujui atau menolak dilakukannya pembangunan, perbaikan, atau pembongkaran sarana atau prasarana lingkungan oleh pemilik bangunan atau pemilik tanah; j. Menetapkan pembatalan terhadap keputusan peruntukan sebidang tanah yang nyata dalam batas waktu 5 tahun keputusan peruntukan tersebut belum dapat dilaksanakan; k. Menetapkan kebijaksanaan terhadap lingkungan khusus atau lingkungan yang dikhususkan dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan keserasian lingkungan dan atau keamanan Negara; l. Menetapkan bangunan tertentu untuk menampilkan arsitektur berkultur Melayu Riau; m. Secara langsung atau petugas yang ditunjuk menjalankan tugasnya memasuki halaman, pekarangan dan atau bangunan. - 5

6 Bagian Kedua Perizinan Pasal 3 (1) Setiap kegiatan mendirikan, mengubah dan menggunakan bangunan dalam wilayah Kota Dumai harus memiliki izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Tata cara permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota. (3) Proses pembuatan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. Pasal 4 (1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditangguhkan penyelesaiannya, jika pemohon tidak melengkapi dan atau memenuhi persyaratan. (2) Apabila terjadi sengketa yang ada hubungannya dengan persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaian permohonan izin dimaksud dapat ditangguhkan sampai ada penyelesaian sengketa. (3) Penangguhan penyelesaian izin sebagaimana dimaksud ayat (2), diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan disertai alasan. (4) Permohonan izin yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah lewat waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penangguhan dapat ditolak dengan surat pemberitahuan disertai alasan. (5) Permohonan izin yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diajukan kembali setelah pemohon melengkapi semua persyaratan. Pasal 5 Walikota atas pertimbangan Kepala Dinas dapat menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1), apabila : a. Berdasarkan ketentuan yang berlaku berdirinya bangunan dan atau kegiatan menggunakan akan melanggar ketertiban umum atau merugikan kepentingan umum atau keserasian lingkungan; b. Pemohon belum atau tidak melaksanakan petunjuk tertulis yang diberikan sebagai salah satu syarat diprosesnya permohonan. Pasal 6 (1) IMB batal apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal penetapan izin pelaksanaan belum dimulai pembangunannya, atau pekerjaan yang telah dilaksanakan tidak diteruskan dan dianggap hanya berupa pekerjaan persiapan, kecuali ada pemberitahuan tertulis dari pemegang izin. (2) IPB batal apabila pemegang izin tidak mematuhi ketentuan yang tercantum dalam perizinan. (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. - 6

7 Pasal 7 Kepala Dinas dapat memberikan izin khusus untuk bangunan sementara/darurat, dengan syarat bangunan tersebut dibongkar kembali setelah masa izinnya berakhir. Bagian Ketiga Tertib Pembangunan dan Bangunan Pasal 8 Setiap bangunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam IMB dan atau dinyatakan tidak layak untuk dihuni harus dibongkar atau dilakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 9 (1) GSB yang telah ditetapkan dalam rencana kota harus ditaati dalam mendirikan atau memperbaharui sebagian atau seluruh bangunan. (2) GSB yang disyaratkan dalam izin membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipatok di lapangan oleh Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 10 Bangunan tertentu berdasarkan letak, bentuk, ketinggian dan penggunaannya harus dilengkapi dengan peralatan yang berfungsi sebagai pengamanan terhadap lalu lintas darat, udara atau lalu lintas sungai. Bagian Keempat Pengendalian Pembangunan dan Bangunan Pasal 11 (1) Setiap perencanaan tata ruang, perancangan dan perencanaan bangunan harus memenuhi ketentuan teknis yang berlaku, serta mempertimbangkan segi keamanan dan keselamatan, kesehatan, keserasian bangunan dan lingkungan yang diterapkan dalam segi arsitektur, konstruksi instalasi dan perlengkapan bangunan termasuk keamanan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh para ahli yang memiliki surat izin bekerja sesuai bidangnya masing-masing, yang terdiri dari : a. Perencana tata ruang; b. Perencana bangunan; c. Perencana struktur bangunan; d. Perencana instalasi dan perlengkapan bangunan. (3) Surat izin bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Walikota. - 7

8 Pasal 12 (1) Dalam setiap perancangan dan perencanaan bangunan, pemilik bangunan wajib menunjuk ahli kecuali untuk bangunan tertentu ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Pemilik bangunan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas, apabila terjadi penggantian perancang dan atau perencana bangunan. Pasal 13 (1) Gambar serta rencana bangunan terdiri dari : a. Gambar tata letak bangunan (site plan); b. Gambar rancangan arsitektur; c. Gambar dan perhitungan struktur; d. Gambar instalasi dan perlengkapan bangunan; dan atau e. Gambar dan perhitungan lain yang ditetapkan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan gambar rancangan arsitektur. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam gambar yang jelas dengan dilengkapi ukuran, penjelasan penggunaan ruang, bahan serta menyatakan letak garis sempadan dan sejenisnya. (4) Gambar-gambar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya menurut skala 1:100 (satu banding seratus) dan gambar-gambar detail dengan skala 1:10 (satu banding sepuluh) atau 1:20 (satu banding duapuluh). (5) Penyajian rancangan dan rencana bangunan untuk pembaharuan, perluasan atau perubahan, harus digambar dengan jelas, baik keadaan yang ada, maupun pembaharuan, perluasan atau perubahan dimaksud. Pasal 14 (1) Rancangan arsitektur suatu bangunan atau kompleks bangunan, harus serasi dengan keseluruhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya. (2) Dokumen lama yang ada dan masih memenuhi persyaratan dapat digunakan sebagai dasar perancangan dan perencanaan bangunan dan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan izin baru. Pasal 15 (1) Walikota berwenang mengatur bagian-bagian kota, bangunan dan atau kelompok bangunan sepanjang jalan tertentu mengenai ketinggian, besar sudut dan besar jalur-jalur atap (dak atau overstek) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Walikota menetapkan ketentuan teknis lebih lanjut tentang peletakan bangunan serta teknis perubahan dan penambahan bangunan, dengan tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan serta kaidah perencanaan kota. - 8

9 Pasal 16 Pelaksanaan kegiatan membangun harus sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin membangun. Pasal 17 (1) Pelaksanaan kegiatan membangun dapat dilakukan oleh pemborong atau perorangan dan diawasi oleh Direksi Pengawas yang bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan kegiatan tersebut. (2) Dalam pelaksanaan kegiatan membangun, pemborong atau perorangan harus menjaga keamanan, keselamatan bangunan dan lingkungan serta tidak boleh mengganggu ketentraman dan keselamatan masyarakat di sekitarnya. (3) Ketentuan tentang pemborong dan Direksi Pengawas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Dinas. (4) Apabila terjadi penyimpangan dalam kegiatan membangun dan atau terjadi akibat negatif lainnya, Direksi Pengawas harus menghentikan pelaksanaan kegiatan membangun dan melaporkan kepada Kepala Dinas. Pasal 18 Segala kerugian pihak lain yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan membangun, menjadi beban dan tanggung jawab pemborong dan atau pemilik bangunan. Pasal 19 (1) Setiap bangunan yang telah berdiri harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) serta memudahkan pengamatan dan pemeliharaan bangunan. (2) Setiap bangunan kecuali rumah tempat tinggal yang telah selesai dibangun sebelum digunakan atau dihuni harus mempunyai Izin Penggunaan Bangunan. (3) Izin Penggunaan Bangunan diberikan apabila ketentuan dalam izin membangun telah dipenuhi dengan mempertimbangkan segi administrasi dan laporan pelaksana yang dibuat oleh Direksi Pengawas, serta hasil pengkajian oleh pengkaji teknis bangunan yang dituangkan dalam rekomendasi Kepala Dinas atas kelayakan menggunakan bangunan. (4) Walikota dapat memerintahkan menutup atau melarang penggunaan suatu bangunan apabila menurut pertimbangannya dapat menimbulkan gangguan bagi keamanan dan ketertiban umum, sampai yang bertanggung jawab atas bangunan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pasal 20 (1) Kepala Dinas dapat memerintahkan kepada pemilik atau penghuni bangunan untuk memperbaiki bangunannya baik sebagian atau keseluruhan, jika menurut pendapat Walikota keadaan tersebut tidak memenuhi syarat kelayakan untuk dihuni. - 9

10 (2) Kepala Dinas dapat menetapkan suatu bangunan baik sebagian atau seluruhnya tidak layak dihuni atau digunakan jika ditinjau dari struktur bangunan dapat membahayakan penghuni dan atau lingkungan. (3) Walikota atau Kepala Dinas dapat memerintahkan penghuni untuk segera mengosongkan dan menutup bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu tertentu serta mengumumkan status bangunan tersebut berada di bawah pengawasan. (4) Apabila bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah dikosongkan, pembongkaran dilakukan oleh pemilik atau penghuni dalam jangka waktu tertentu. (5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan oleh penghuni atau pemilik, pelaksanaan pengosongan dan atau pembongkaran dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas biaya pemilik bangunan. (6) Persyaratan dan tata cara penetapan bangunan tidak layak dihuni atau digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Walikota. Pasal 21 (1) Bangunan, bangun-bangunan, atau bagian bangunan dan pekarangan harus dalam keadaan terpelihara sehingga dapat digunakan sesuai dengan fungsi dan persyaratan dalam izin serta tidak mengganggu kesehatan dan kebersihan. (2) Dalam hal pemeliharaan bangunan, pekarangan dan bangun-bangunan yang memerlukan keahlian, harus dilaksanakan oleh pelaku teknis bangunan sesuai dengan bidangnya. (3) Pemilik bangunan atau pekarangan wajib melaksanakan atau mengizinkan dilakukannya pekerjaan-pekerjaan yang menurut Walikota atau Kepala Dinas dianggap perlu berdasarkan pemberitahuan secara tertulis. (4) Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang tercantum dalam pemberitahuan. Pasal 22 (1) Walikota dapat menetapkan daerah-daerah bangunan dan atau bangun-bangunan yang memiliki nilai sejarah atau kepurbakalaan, budaya dan arsitektur yang tinggi, sebagai daerah pemugaran yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya. (2) Kriteria bangunan dan atau bangun-bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota. (3) Walikota dapat memberikan pengecualian terhadap bangunan dan atau bangunbangunan yang perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya yang terkena ketentuan peremajaan lingkungan. - 10

11 BAB III KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN Bagian Pertama Ketentuan Tata Ruang Pasal 23 Setiap bangunan harus sesuai dengan peruntukan yang diatur dalam rencana kota. Pasal 24 Dalam perencanaan suatu bangunan dan atau lingkungan bangunan, harus dibuat perencanaan menyeluruh yang mencakup rencana sirkulasi kendaraan, orang dan barang, pola parkir, pola penghijauan, ruang terbuka, sarana dan prasarana lingkungan, dengan memperhatikan keserasian terhadap lingkungan dan sesuai dengan standar lingkungan yang ditetapkan. Pasal 25 (1) Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). (2) Suatu bangunan dapat terdiri dari beberapa ruangan dengan jenis penggunaan yang berbeda, sepanjang tidak menyimpang dari persyaratan teknis menurut ketentuan yang berlaku. (3) Setiap bangunan harus memiliki ruang-ruang fungsi utama dan ruang pelengkap, instalasi dan perlengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan. (4) Lantai, dinding, langit-langit dan atap yang membentuk suatu ruangan baik secara sendiri-sendiri maupun menjadi satu kesatuan, harus dapat memenuhi kebutuhan fungsi ruang dan memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan dan keamanan bangunan. Pasal 26 (1) Setiap bangunan, kecuali rumah tempat tinggal wajib menyediakan tempat parkir kendaraan sesuai dengan jumlah kebutuhan. (2) Penyediaan tempat parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan. Pasal 27 (1) Tata letak bangunan dalam suatu bagian lingkungan harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). (2) Pada lokasi-lokasi tertentu Walikota dapat menetapkan pengarahan rencana tata letak bangunan dalam suatu bagian lingkungan. - 11

12 Pasal 28 Penempatan bangun-bangunan, tidak boleh mengganggu ketertiban umum, lalu lintas prasarana kota dan pekarangan, bentuk arsitektur bangunan dan lingkungan, serta harus memenuhi kekuatan struktur dengan memperhatikan keserasian, keselamatan, dan keamanan lingkungan. Pasal 29 Pada lingkungan bangunan tertentu Walikota dapat menentukan ketentuan penggunaan setiap lantai dasar atau lantai lainnya pada bangunan, untuk kepentingan umum. Pasal 30 (1) Setiap bangunan yang menimbulkan dampak penting atau mengganggu lingkungan, harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. (2) Setiap bangunan yang menghasilkan limbah atau buangan lainnya yang dapat menimbulkan pencemaraan harus dilengkapi dengan sarana pengolahan limbah sebelum dibuang ke saluran umum. Pasal 31 (1) Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan, yang diatur dalam rencana kota. (2) Apabila perpetakan tidak dipenuhi atau tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan berdasarkan luas tanah di belakang GSJ yang dimiliki. (3) Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB dan KLB tidak dilampaui, dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan, keserasian dan keamanan lingkungan serta memenuhi persyaratan teknis yang telah ditetapkan. Pasal 32 Tanah yang belum atau tidak memenuhi persyaratan luas minimum perpetakan, Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan lain dengan memperhatikan keserasian arsitektur dan lingkungan. Pasal 33 Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak merusak keserasian lingkungan atau merugikan pihak lain. Pasal 34 (1) Pada daerah hantaran listrik (transmisi) tegangan tinggi, letak bangunan minimal 10 (sepuluh) meter dari as jalur tegangan tinggi terluar tidak boleh melampaui garis sudut 45 0 (empat puluh lima derajat), yang diukur dari as jalur tegangan tinggi terluar. (2) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan lain dengan pertimbangan para ahli. - 12

13 Bagian Kedua Perihal Membuat dan Memelihara Jalan dan Bangunan Pasal 35 (1) Setiap orang atau Badan yang membuat jalan dan bangunan harus mengajukan izin secara tertulis kepada Walikota. (2) Jalan yang akan dibuat harus sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah baik mengenai ukuran, maupun letak dan fungsi jalan tersebut. (3) Jalan yang dibuat oleh pihak swasta penggunaannya diprioritaskan selama 5 (ima) tahun sejak izin diberikan, dan selanjutnya jalan tersebut menjadi milik Pemerintah daerah, yang digunakan untuk kepentingan umum. (4) Pada permohonan izin membuat jalan, harus dilampirkan dalam rangkap 3 (tiga) gambar situasi jalan yang akan dibuat, serta jalan-jalan yang berdampingan dengan rencana perluasan. Pasal 36 Pembuat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) peraturan daerah ini diwajibkan : a. Memelihara jalan tersebut serta bangun-bangunan yang berada pada jalan, seperti jembatan, selokan/parit, gorong-gorong (dueker) dan sebagainya agar selalu dalam keadaan baik. b. Mengusahakan dan menjaga jalan menurut mutu yang telah atau yang ditetapkan oleh Walikota. c. Membersihkan jalan tersebut dari sampah-sampah dan kotoran. d. Menerangi jalan tersebut sejak matahari terbenam hingga matahari terbit dengan fasilitas penerangan sekurang-kurangnya sama dengan fasilitas penerangan jalanjalan milik Pemerintah Daerah. Pasal 37 (1) Mendirikan atau mengganti bangunan pada kiri kanan jalan harus disesuaikan dengan bangunan yang ada pada kiri kanan jalan milik Pemerintah Daerah. (2) Mendirikan atau mengganti bangunan pada kiri kanan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga pada jarak sejauh-jauhnya 30 (tiga puluh) meter dari jalan. (3) Walikota berhak mengadakan syarat-syarat lain dari pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah ini mengenai pemberian izin untuk mengganti, memperbesar atau merubah bangunan pada kiri kanan jalan tersebut. Pasal 38 (1) Pada jalan-jalan tertentu yang ditunjuk Kepala Dinas atas nama Walikota, dilarang untuk : a. Membuat pagar-pagar pekarangan tanah yang dihitung dari garis sempadan (rooi) ke arah jalan, bangunan pagar yang tingginya melebihi 1,25 (satu dua puluh lima perseratus) meter dari permukaan jalan yang bersangkutan. - 13

14 b. Mengadakan tanaman-tanaman, dinding tembok atau tanda batas pekarangan yang dapat menghambat atau menutup pandangan pada sudut tikungan jalan. (2) Pagar-pagar batas pekarangan yang sudah ada dan menyimpang dari ketentuan ayat (1) tetap berlaku selama belum dicabut oleh Walikota berdasarkan Peraturan Daerah ini. (3) Walikota dapat mempertimbangkan lain dari ketentuan ayat (1), apabila dipandang perlu atau ditinjau dari keamanan fasilitas negara yang vital berdasarkan pertimbangan teknis dari instansi terkait. Bagian Ketiga Perihal Usaha-usaha dan Kegiatan-kegiatan di atas atau di pinggir Jalan Pasal 39 (1) Dilarang menggali tanah, menanam kayu-kayuan, menegakkan pancang di tengah atau melintasi jalan serta membuat pintu gapura yang ditembok, membuat trotoar dan tangga atau batas pekarangan yang melampaui garis sempadan (rooi) tanpa izin tertulis lebih dahulu dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2) Izin yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap berlaku sepanjang belum dicabut oleh Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk oleh Walikota berdasarkan peraturan yang berlaku. (3) Dilarang menempatkan benda-benda runcing pada bangunan-bangunan, batu-batu pekarangan yang letaknya dipinggir jalan jika tingginya kurang dari 2 (dua) meter di atas permukaan tanah. Pasal 40 (1) Dilarang membuat atau mempunyai lipat (kerabel-beranda, markis atau benda lain yang termasuk pintu-pintu dan jendela-jendela yang terbuka di atas pinggir jalan) jika tidak mendapat izin tertulis dari Kepala Dinas. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi pintu-pintu dan jendela-jendela yang letaknya 5 (lima) meter di atas jalan, demikian juga terhadap lipat (kerabel) dan markis yang letaknya sekurang-kurangnya 75 (tujuh puluh lima) sentimeter menjulur keluar dari garis muka rumah tersebut tidak lebih lebar lobang pintu yang dilindunginya. (3) Pintu-pintu dan jendela-jendela yang terbuka ke arah jalan tidak boleh lebih dari 25 (dua puluh lima) sentimeter menjulur keluar dari muka rumah. Pasal 41 (1) Curahan air hujan dari atap atau pipa takungan bangunan tidak boleh jatuh ke sempadan atau ke atas jalan kecuali dengan polongan yang harus dihubungkan dengan saluran/got yang telah tersedia pada jalan. (2) Tinggi ujung polongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setinggi-tingginya 30 (tiga puluh) sentimeter di atas muka jalan. - 14

15 (3) Apabila polongan tersebut akan diganti sebagian atau seluruhnya, maka polongan itu harus dihubungkan dengan selokan yang telah ada. Pasal 42 (1) Atap bangunan dalam lingkungan bangunan yang letaknya berdekatan dengan bandar udara tidak diperkenankan dibuat dari bahan yang menyilaukan. (2) Ketinggian bangunan di lingkungan Bandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperkenankan mengganggu lalu lintas udara. Persyaratan arsitektur bangunan meliputi : a. Tata bentuk; b. Tata ruang; c. Garis sempadan bangunan; d. Pagar-pagar bangunan; e. Koofisien dasar; f. Lantai bangunan; dan g. Ketinggian bangunan. Bagian Keempat Persyaratan Arsitektur Bangunan Pasal 43 Pasal 44 Apabila tidak ditentukan lain dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kota (Rencana Umum Tata Ruang Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kota, atau bentuk rencana tata ruang kota lainnya) tentang garis sempadan bangunan dan pagar-pagar bangunan, koofisien dasar dan lantai bangunan, serta ketinggian banguanan maka diberlakukan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Bagian Kelima Garis Sempadan dan Pagar-pagar Bangunan Pasal 45 (1) Garis sempadan bangunan dan pagar-pagar bangunan harus ditetapkan untuk : a. Memperoleh keteraturan dalam tata letak bangunan terhadap jalan dan atau antar bangunan: b. Menjaga kemungkinan terjadinya pelebaran jalan dikemudian hari; c. Mengurangi resiko kebakaran; d. Pengaturan sirkulasi udara dan sinar matahari; dan e. Kebebasan ruang gerak halaman. (2) Besarnya garis sempadan dan pagar-pagar bangunan harus memperhatikan fungsi jalan maupun desain geometrisnya dan jenis penggunaan ruang atau bangunan yang ada. - 15

16 Pasal 46 (1) Tempat kegiatan membangun, memperbaiki atau mengganti sesuatu bangunan yang letaknya tidak jauh dari jalan, harus dipisahkan dengan pagar dari tepi jalan. (2) Pagar tempat kegiatan membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), boleh didirikan di tepi jalan seluas yang diperlukan. (3) Pagar yang dibuat dari kayu atau besi (plat) tingginya tidak boleh melebihi 2 (dua) meter dan tidak boleh memakai pintu yang terbuka keluar jalan. (4) Kepala Dinas menentukan perancah, para, susunan dan konstruksi pagar tersebut. (5) Perancah, para dan pagar yang dimaksud pada ayat (4), harus dibuka kembali setelah bangunan selesai dan pemegang izin memperbaiki jalan dan lingkungan sehingga seperti keadaan semula. (6) Setelah 8 (delapan) hari dinyatakan bangunan tersebut selesai oleh Kepala Dinas, para dan pagar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum dibongkar, maka pembongkaran akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan biaya pembongkaran serta perbaikan jalan tersebut dibebankan kepada pemegang IMB. Pasal 47 (1) Garis Sempadan Samping Bangunan Perumahan adalah : a. Garis sempadan samping bangunan untuk peruntukan perumahan ialah minimal 1 (satu) meter dihitung dari batas kavling; b. Bila rumah tempat tinggal tersebut dibuat berangkai maka panjangnya tidak boleh melebihi 80 (delapan puluh) meter garis sempadan samping dihitung pada kedua ujung bangunan tersebut, c. Apabila melebihi 80 (delapan puluh) meter diwajibkan membagi dari jumlah panjang bangunan tersebut; d. Penetapan Garis Sempadan Samping Bangunan yang berbatasan dengan jalan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1). (2) Garis Sempadan Sungai : a. Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar 5 (lima) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai. b. Garis sempadan sungai tidak bertanggul : 1. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter ditetapkan 10 (sepuluh) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai pada waktu ditetapkan. 2. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter ditetapkan 15 (lima belas) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai pada waktu ditetapkan. 3. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter ditetapkan 30 (tiga puluh) meter, dihitung dari tepi lajur pengaman sungai pada waktu ditetapkan. c. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. d. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan 100 (seratus) meter dari tepi lajur pengaman sungai dan berfungsi sebagai lajur hijau. e. Garis sempadan sungai dapat dipakai dengan petunjuk Instansi yang terkait. - 16

17 (3) Dilarang mendirikan bangunan atau mengulangi mendirikan bangunan, jika menurut garis sempadan bangunan (rooi) sungai, danau dan waduk tidak menurut apa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. Bagian Keenam Koefisien Dasar dan Lantai Bangunan, serta Ketinggian Bangunan Pasal 48 (1) Penentuan Koofisien Dasar Bangunan (KDB) dan koofisien Lantai Bangunan (KLB) serta ketinggian bangunan (jumlah lantai) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Jenis Bangunan KDB Jumlah Lantai maksimal KLB Perumahan a. Kavling 300 M 2 ke atas ,5 b. Kavling M ,8 c. Kavling 150 M 2 ke bawah Lantai 2,25 Perkantoran di pusat Kota Lantai 6,4 Perkantoran di Sub Pusat Kota Lantai 1,6 Perdagangan dan jasa di Pusat Kota Lantai 6,4 Perdagangan dan jasa di Sub Pusat Kota Lantai 2,8 Industri dan Gudang Lantai 0,9 Pelayanan Sosial Lantai 1,8 (2) Walikota atas pertimbangan Kepala Dinas dapat memberikan dispensasi atas kelebihan KDB dan KLB serta ketinggian bangunan. Bagian Ketujuh Ruang Luar Bangunan Pasal 49 Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan sebagai unsur penghijauan dan atau daerah peresapan air hujan serta kepentingan umumnya. Pasal 50 Detail atau unsur bangunan yang dapat diletakkan di depan GSB adalah : a. Detail atau unsur bangunan akibat keragaman rancangan arsitektur dan tidak digunakan sebagai ruang kegiatan. b. Detail atau unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan atau instalasi bangunan. c. Unsur bangunan yang diperlukan sebagai sarana sirkulasi. - 17

18 Bagian Kedelapan Ruang Dalam Bangunan Pasal 51 (1) Bangunan tempat tinggal minimal memiliki ruang-ruang fungsi umum yang terdiri dari ruang penggunaan pribadi, ruang bersama dan ruang pelayanan. (2) Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan kegiatan penghuni sepanjang tidak menyimpang dari penggunaan utama hunian. Pasal 52 (1) Perubahan fungsi dan penggunaan ruangan suatu bangunan atau bagian bangunan dapat diizinkan apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan serta penghuninya. (2) Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan perbaikan, perluasan dan penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya fungsi dan atau penggunaan utama karakter arsitektur bangunan dan bagian-bagian bangunan serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu fungsi sarana jalan keluar. Pasal 53 (1) Lantai dan dinding yang memisahkan ruang dengan penggunaan yang berbeda dalam suatu bangunan, harus memenuhi persyaratan tahan api menurut standar pada ketentuan yang berlaku. (2) Ruang yang penggunaannya menimbulkan kebisingan, maka lantai dan dinding pemisah harus kedap suara. (3) Ruang pada daerah-daerah basah, harus dipisahkan dengan dinding kedap air dan dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan. Pasal 54 Tiap bangunan bertingkat harus mempunyai sistem dan atau peralatan bagi pemeliharaan dan perawatan bangunan yang tidak mengganggu dan membahayakan lingkungan serta aman untuk keselamatan pekerja. Bagian Kesepuluh Ketentuan Struktur Bangunan Pasal 55 (1) Perencanaan dan perhitungan struktur bangunan mencakup : a. Konsep dasar; b. Penentuan data pokok; c. Analisis struktur terhadap beban vertikal; d. Analisis struktur terhadap beban gempa, angin dan beban khusus; e. Analisis bagian-bagian struktur pokok dan pelengkap; f. Pendimensian bagian-bagian yang berlaku pokok dan pelengkap. - 18

19 (2) Perencanaan struktur tahan gempa harus mengikuti peraturan perencanaan tahan gempa untuk bangunan yang berlaku di Indonesia. (3) Walikota dapat menetapkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk rumah tinggal, bangunan umum dan bangunan lain yang strukturnya bersifat sederhana. Bagian Kesebelas Keamanan Bangunan Terhadap Bahaya Kebakaran Pasal 56 (1) Setiap bangunan harus dilengkapi peralatan pencegahan terhadap bahaya kebakaran serta penyelamatan jiwa manusia dan lingkungan, sesuai dengan jenis dan penggunaan bangunannya. (2) Setiap fungsi ruang dan atau penggunaan bangunan yang mempunyai resiko bahaya kebakaran tinggi harus diatur penempatannya sehingga apabila terjadi kebakaran dapat dilokalisasi. Pasal 57 (1) Dilarang menggunakan tangga melingkar (spiral) sebagai tangga kebakaran. (2) Tangga kebakaran dan bordes harus memiliki lebar minimal 1,20 (satu duapuluh perseratus) meter dan boleh menyempit ke arah bawah. (3) Tangga Kebakaran harus dilengkapi pegangan (hand rail) yang kuat setinggi 3 (tiga) meter dan mempunyai lebar injakan anak tangga minimal 28 (duapuluhdelapan) sentimeter dan tinggi maksimal anak tangga 20 (duapuluh) sentimeter. (4) Tangga kebakaran terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak minimal 1 (satu) meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga kebakaran tersebut. (5) Jarak pencapaian ke tangga kebakaran dari setiap titik dalam ruang efektif, maksimal 25 (duapuluhlima) meter kecuali dilengkapi dengan spinkler. Pasal 58 (1) Setiap bangunan sedang dan tinggi harus dilindungi oleh suatu sistem hidrant sesuai dengan persyaratan : a. Pemasangan hidrant harus memenuhi ketentuan dan dipasang sedemikian rupa sehingga panjang selang dan pancaran air dapat mencapai dan melindungi seluruh permukaan lantai bangunan; b. Setiap pemasangan hidrant halaman harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Setiap bangunan harus dilengkapi alat pemadam api ringan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. - 19

20 Bagian Keduabelas Instalasi Bangunan Pasal 59 Bangunan atau bagian bangunan yang berdasarkan letak, bentuk dan penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir, harus diberi instalasi penangkal petir. Pasal 60 Sistem instalasi listrik arus kuat penempatannya harus mudah diamati dan dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan merugikan lingkungan, tidak mengganggu bagian bangunan dan instalasi lain serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku. Pasal 61 Sistem Plambing dan air buangan penempatannya harus mudah diamati dan dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan merugikan lingkungan, tidak mengganggu bagian bangunan dan instalasi lain serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku. Pasal 62 Sistem instalasi gas penempatannya harus mudah diamati dan dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu dan merugikan lingkungan, tidak mengganggu bagian bangunan dan instalasi lain serta diperhitungkan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku. Pasal 63 Instalasi lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan memenuhi segala aspek keamanan, keselamatan terhadap instalasi itu sendiri, bangunan dan lingkungannya. Bagian ketigabelas Perihal Tanah Tempat Bangunan Pasal 64 (1) Tanah tempat didirikannya bangunan harus bersih dari segala humus-humus dan sumur-sumur. (2) Lobang-lobang saluran harus dikeringkan dan lobang-lobang bekas galian sumur yang tidak dipakai ditimbun padat dengan batu atau tanah. Pasal 65 (1) Apabila pada sebidang tanah yang akan didirikan bangunan lebih tinggi atau lebih rendah dari pekarangan yang ada, supaya dilampirkan gambar-gambar keadaaan serta profil melintang pada permohonan bangunan tersebut guna menentukan tingginya tanah yang harus ditimbun atau digali. - 20

21 (2) Dilarang mendirikan bangunan di atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum tanah tersebut diratakan terlebih dahulu. Pasal 66 Lantai bangunan yang bagian bawahnya terbuat dari batu dipasang menurut ketinggian yang ditetapkan oleh Kepala Dinas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 67 (1) Air hujan dan air bekas keperluan rumah tangga harus dialirkan ke dalam selokan atau saluran yang telah disediakan, sehingga jalannya air tidak terganggu. (2) Untuk tanah atau daerah yang belum tersedia selokan atau saluran, maka pemilik bangunan harus membuat tempat peresapan air bekas keperluan rumah tangga. (3) Pada setiap pekarangan bangunan harus disediakan lobang kakus atau tempat pembuangan najis yang letaknya sekurang-kurangnya 2 (dua) meter dari dinding rumah atau 8 (delapan) meter dari sumur dan harus kedap air. (4) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) diatur oleh Kepala Dinas setelah mendapat pertimbangan Direksi Pengawas. Pasal 68 (1) Pemilik lapangan yang tandus diwajibkan menjaga tanah lapangan agar selalu dalam keadaan bersih dengan mengadakan pengaliran air pada lapangan tersebut untuk menjaga kesehatan. (2) Penghuni rumah diwajibkan menjaga pekarangan dari genangan air untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. (3) Pada tempat-tempat yang perlu diadakan atau diperbaikinya saluran dan selokan yang telah ada, maka pemilik pekarangan yang bersangkutan harus membuat atau memperbaiki saluran atau selokan yang dimaksud dalam tempo yang ditetapkan berdasarkan petunjuk Kepala Dinas. (4) Pada tempat-tempat yang telah disediakan saluran atau selokan umum, pemilik bangunan harus mengalirkan air pekarangannya pada selokan dan saluran umum tersebut. (5) Apabila perubahan tersebut memerlukan tanah pekarangan yang bersangkutan, maka yang berhak atas tanah tersebut mengizinkannya melalui musyawarah dengan tidak dikenakan ganti rugi. (6) Segala biaya, guna memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3), ditanggung oleh pemilik bangunan dan pemerintah. (7) Pemilik pekarangan diwajibkan menjaga dan mengawasi: a. Agar saluran dan selokan yang ada di dalam atau di luar dekat pekarangannya yang dipakai untuk pembuangan air hujan dan air pelimbahan dari pekarangannya; b. Agar saluran dan selokan tersebut ditutup dengan papan atau besi (plaat/grill). - 21

22 Bagian Keempat Belas Perihal Bangun-Bangunan Pasal 69 (1) Pada pekarangan yang sudah ada kandang-kandang, supaya disediakan bak-bak batu yang dapat dimasuki dan ditutup dengan rapi tempat pengumpulan kotoran kandang dimaksud. (2) Kandang harus didirikan jauh dari pekarangan yang didiami orang dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Kepala Dinas berhak melarang pemakaian kandang-kandang dan kakus-kakus karena menyebarkan bau busuk atau mendatangkan bahaya atas tanah, air sungai, pipa air, air sumur bagi penduduk persil disekitarnya. Pasal 70 (1) Bangunan dapat dipergunakan atau ditempati setelah Kepala Dinas menyatakan bahwa bangunan itu telah memenuhi syarat untuk dipergunakan atau ditempati. (2) Selesainya bangunan sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, dinyatakan oleh Kepala Dinas dengan surat keterangan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. (3) Bangunan atau bagian-bagian yang karena pengerjaan atau pembuatannya, pembagian atau letaknya tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan atau ditempati, walaupun sudah diperbaiki maka Walikota dapat menyatakan bahwa bangunan tersebut dilarang untuk dipergunakan atau ditempati. (4) Larangan tersebut pada ayat (3) dinyatakan dalam suatu Surat Keputusan Walikota yang disampaikan kepada yang bersangkutan. (5) Dalam tempo 14 (empat belas) hari sesudah tanggal Surat Keputusan dimaksud ayat (4) dikeluarkan, maka Pemerintah membubuhkan pada rumah tersebut pemberitahuan sebagai berikut : DILARANG MENGHUNI BANGUNAN INI, KECUALI PENGHUNI SEMENTARA Pasal 71 (1) Apabila pada suatu bangunan, tembok atau pasangan batu bagian kayunya runtuh, maka si pemilik bangunan diwajibkan segera memperbaiki atau mengganti atau merombak bagian yang runtuh tersebut sesuai dengan petunjuk Walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu. (2) Bagian reruntuhan dari bangunan tersebut pada ayat (1), yang terletak pada atau dekat jalan, harus segera disingkirkan dipisahkan dengan pagar jalan sesuai dengan perintah Walikota. (3) Dalam keadaan yang mendesak Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dapat mengambil tindakan perombakan atas bangunan tersebut atas biaya pemilik bangunan. - 22

23 (4) Jika pemilik bangunan berdomisili/berada di daerah/ kota lain, maka penghuni rumah tersebut harus menyampaikan Perintah Walikota yang isinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemegang izin. (5) Apabila dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari sejak surat perintah dikeluarkan, pemegang izin tidak mengindahkan atau tidak menerima sesuatu keterangan daripadanya, maka Walikota atau Pejabat yang ditunjuknya mengambil tindakan pembongkaran bangunan tersebut atas biaya pemegang izin yang bersangkutan. Pasal 72 Jika mengadakan perubahan bangunan untuk sebagian atau seluruh atau mengadakan pembaharuan atau perubahan bangunan yang telah ada harus memperhatikan konstruksi dan arsitektur bangunan. Bagian Kelima Belas Pelaksanaan Membangun Pasal 73 Setiap kegiatan membangun termasuk pekerjaan instalasi dan perlengkapan bangunan harus memperhatikan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang : a. Keselamatan dan keamanan; b. Kebersihan dan keserasian lingkungan; c. Kesehatan terhadap lingkungan disekitarnya; d. Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. Pasal 74 (1) Sebelum kegiatan membangun dilaksanakan, pemilik bangunan wajib memasang papan IMB dan batas pekarangan harus dipagar setinggi minimal 2 (dua) meter, dengan memperhatikan keamanan dan keserasian sekelilingnya serta tidak melampaui GSJ. (2) Untuk kegiatan membangun yang pelaksanaannya dapat menganggu keamanan pejalan kaki, maka pada pagar proyek yang berbatasan dengan trotoar harus dibuat konstruksi pengaman yang melindungi pejalan kaki. BAB IV PERIHAL RETRIBUSI Bagian Pertama Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 75 Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB), Retribusi Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP), Pengukuran Situasi Bangunan, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin dimaksud. - 23

24 Pasal 76 Objek retribusi yang dikenakan atas pelayanan pemberian izin adalah : a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); b. Izin Penggunaan Bangunan (IPB); c. Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP); d. Pengukuran Situasi Bangunan; e. Balik Nama dan Pemecahan Izin. Pasal 77 Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa pelayanan. Bagian Kedua Golongan Retribusi Pasal 78 Retribusi izin bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu. Bagian Ketiga Struktur dan Besarnya Tarif Paragraf Pertama Izin Mendirikan Bangunan Pasal 79 (1) Struktur dan besarnya tarif izin mendirikan bangunan dihitung berdasarkan luas bangunan dikalikan dengan indeks lokasi dan harga satuan permeter persegi. (2) Besarnya indeks lokasi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : No Lokasi/Wilayah Indeks 1 Pemukiman perkotaan 1,25 2 Kawasan transisi 1 3 Pinggir kota 0,75 (3) Penetapan kawasan indeks lokasi ditetapkan dengan Keputusan Walikota. (4) Besarnya harga satuan permeter persegi sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan sebagai berikut : - 24

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang a. bahwa sejalan dengan lajunya

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a.bahwa sejalan dengan lajunya

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang Rumah Susun LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 37 TAHUN : 2003 SERI : C TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2007 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM, DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG

Lebih terperinci

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG 1 SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN DI KABUPATEN BALANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA Perihal : Permohonan Surat Izin Mendirikan Bangunan Pangkajene Sidenreng,.................... Kepada Yth. Bupati Sidenreng Rappang Cq, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Yang bertandatangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 525 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keadaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN DAN RETRIBUSI PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN DAN RETRIBUSI PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN DAN RETRIBUSI PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA W A L I K O T A P A L E M B A N G Menimbang : a. bahwa dengan laju

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 51 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DAN GARIS SEMPADAN SUNGAI/SALURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa demi terpeliharanya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG IJIN PEMBUATAN BANGUNAN DI DAERAH JARINGAN IRIGASI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan berkembangnya pembangunan di Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG MENDIRIKAN, MEMPERBAIKI DAN MEMBONGKAR BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG MENDIRIKAN, MEMPERBAIKI DAN MEMBONGKAR BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG MENDIRIKAN, MEMPERBAIKI DAN MEMBONGKAR BANGUNAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, a. bahwa sejalan dengan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan

Lebih terperinci

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN, IZIN PENGGUNAAN BANGUNAN

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU. Nomor : 14 Tahun 2000 IZIN BANGUNAN DALAM DAERAH KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU. Nomor : 14 Tahun 2000 IZIN BANGUNAN DALAM DAERAH KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 4 Tahun 2000 IZIN BANGUNAN DALAM DAERAH KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU. Nomor : 14 Tahun 2000 IZIN BANGUNAN DALAM DAERAH KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU. Nomor : 14 Tahun 2000 IZIN BANGUNAN DALAM DAERAH KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 4 Tahun 2000 IZIN BANGUNAN DALAM DAERAH KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG IJIN MENDIRIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 196 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2014 Nomor : 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib pembangunan fisik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 548 TAHUN : 2001 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG B A N G U N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 37 TAHUN : 2003 SERI : C TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI Menimbang : a. bahwa dalam rangka antisipasi percepatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

1 of 9 02/09/09 11:58

1 of 9 02/09/09 11:58 Home Galeri Foto Galeri Video klip Peraturan Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG MENDIRIKAN, MEMPERBAIKI DAN MEMBONGKAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG BANGUNAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG BANGUNAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG BANGUNAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DI KABUPATEN BANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

Lebih terperinci

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 16 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk mengendalikan

Lebih terperinci

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2007 No. 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 10 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTATARAKAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa ketertiban

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA GAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENEBANGAN POHON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN, GARIS SEMPADAN PAGAR, GARIS SEMPADAN SUNGAI, GARIS SEMPADAN PANTAI.

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN, GARIS SEMPADAN PAGAR, GARIS SEMPADAN SUNGAI, GARIS SEMPADAN PANTAI. PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN, GARIS SEMPADAN PAGAR, GARIS SEMPADAN SUNGAI, GARIS SEMPADAN PANTAI. BUPATI BERAU Menimbang : a. bahwa dalam upaya tertatanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2016 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 1 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 1 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 1 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 4 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 4 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 4 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2003 T E N T A N G PEMINDAHAN KENDARAAN BERMOTOR, KERETA TEMPELAN DAN KERETA GANDENGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa perkembangan perekonomian telah memacu timbulnya keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa keselamatan, kenyamanan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN T E N T A N G RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dengan semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN SURAT IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM WILAYAH KABUPATEN BANGKA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA SERANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA SERANG PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa guna memberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2016 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEPADAN DENGAN RAKHAT TUHAN YANG AHA ESA WALIKOTA BANJAR, enimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 51 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.533, 2015 KEMEN-PUPR. Garis Sempadan. Jaringan Irigasi. Penetapan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG BANGUNAN DI WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG BANGUNAN DI WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 7 NOMOR : 7 TAHUN : 1999 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG BANGUNAN DI WILAYAH KOTAMADYA

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BANGUNAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BANGUNAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BANGUNAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang : a. bahwa perkembangan pembangunan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam mengantisipasi pembangunan prasarana dan sarana yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008 T E N T A N G BATAS GARIS SEMPADAN BANGUNAN (GSB) PADA MASING MASING JALAN, SUNGAI DAN PANTAI DALAM WILAYAH KOTA PALOPO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 17 2011 PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, SERI : E Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, KOTA BONTANG BESSAI BERINTA PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci