PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)"

Transkripsi

1 PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) OLEH: RIA DERITA DIBATA RADJA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN RIA DERITA DIBATA RADJA. Pengaruh Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). (Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB pada bulan Februari hingga Juni Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang digunakan yaitu dosis pupuk fosfor yang terdiri atas lima taraf meliputi 0 g SP- 18/polibag, 10 g SP-18/polibag, 20 g SP-18/polibag, 30 g SP-18/polibag, dan 40 g SP-18/polibag. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Bahan tanam yang digunakan ialah benih rosela merah. Benih ditanam pada media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 5:1 pada polibag berukuran 10 kg sebanyak ¾ volume polibag. Jarak tanam yang digunakan ialah 1 m x 1,5 m. Dosis fosfor yang digunakan sesuai perlakuan, sedangkan dosis N dan K masing-masing sebanyak 30 g urea/polibag dan 15 g KCl/polibag. Aplikasi pupuk P dan K pada 4 MST, sedangkan pupuk N diaplikasikan pada 4 dan 10 MST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh peubah vegetatif yang terdiri atas tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar serta rata-rata luas per daun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada lima taraf pupuk fosfor. Begitu juga peubah generatif yang meliputi jumlah kaliks, bobot basah dan kering kaliks, bobot basah dan kering buah, bobot basah dan kering per kaliks, bobot basah dan kering per buah, serta kandungan antosianin menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa penambahan pupuk fosfor pada media tanam dengan status fosfor sangat tinggi (283 ppm) tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela.

3 PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor OLEH: RIA DERITA DIBATA RADJA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Nama NRP : PENGARUH PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) : Ria Derita Dibata Radja : A Menyetujui, Dosen Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc.) NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB (Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.) NIP: Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 17 Maret Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Luhut Simamora dan Ibu Sumiyati. Tahun 1999 penulis lulus dari SD Krandegan 2 Banjarnegara, kemudian melanjutkan studi di SLTPN 1 Banjarnegara hingga tahun Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Banjarnegara pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa mayor minor IPB angkatan pertama pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Agronomi tahun ajaran 2008/2009 dan Dasar-Dasar Hortikultura tahun ajaran 2008/2009. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang liburan di Balai Penelitian Tanaman Hias pada tahun Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan acara mahasiswa tingkat Departemen maupun Fakultas.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada : 1. Kedua orang tua dan kedua kakak tercinta yang telah memberikan doa dan dorongan yang tulus baik secara moril maupun materiil. 2. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian serta penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. dan Ani Kurniawati, SP. MSi. selaku dosen penguji 4. Dr. Ir Faiza C. Suwarno, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan kesabaran yang telah diberikan selama masa kuliah penulis. 5. Ir. Arifah Rahayu, MSi. atas bimbingan, pengarahan dan masukan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. 6. Staf kebun percobaan Cikabayan, staf lab. umum, lab hortikultura, dan RGCI yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 7. Yunus Yuniarko atas doa, perhatian, bantuan, serta dorongan yang diberikan. 8. Sahabat seperjuangan Titistyas Gusti Aji atas semangat, bantuan serta masukan. 9. D Cumi: Yusnita Sari, Whisnu Wardhana, Uli Khusna, Ari Purwanti, Much. Rofiq, Edi W., Lina N., Haryo P. Siti Maryati, atas kasih sayang dan persahabatan yang kalian berikan. 10. Hafith Furqoni, Rifqi Fauzi, Arie Eka, Riski Dwima, Vica, M. Suwarno, Istiana Nur, Rahman A., Adi Daryanto dan teman-teman AGH 42 lainya serta pihakpihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala bantuaanya. Semoga penelitian ini memberi manfaat bagi penulis maupun yang membutuhkan. Bogor, Februari 2010 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Rosela... 4 Budidaya Rosela... 5 Khasiat Kaliks Rosela... 6 Pupuk Fosfor... 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

8 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar Tanaman Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Rata-Rata Luas Per Daun Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Jumlah Kaliks Rosela yang Dipanen pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Bobot Basah dan Kering Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Bobot Basah dan Bobot Kering Buah Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Bobot Basah dan Kering per Kaliks serta Bobot Basah dan Kering per Buah pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Kandungan Antosianin Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Lampiran 1. Data Klimatologi Bulan Februari Juni Data Analisis Media Tanam Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Data Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Data Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Data Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela pada Umur 5-17 MST... 36

9 7. Data Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Sidik Ragam Tinggi Tanaman Rosela Umur 3-17 MST Sidik Ragam Diameter Tajuk Rosela Umur 3-17 MST Sidik Ragam Jumlah Cabang Primer Rosela Umur 3-17 MST Sidik Ragam Jumlah Cabang Sekunder Rosela Umur 5-17 MST Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Rosela Umur 3-17 MST Sidik Ragam Bobot Basah dan Kering Tajuk serta Akar Tanaman Rosela Sidik Ragam Rata-rata Luas Per Daun Tanaman Rosela Sidik Ragam Panen Rosela Sidik Ragam Bobot Basah dan Kering per Kaliks serta Bobot Basah dan Kering per Buah Rosela Sidik Ragam Total Panen Rosela Sidik Ragam Kandungan Antosianin Kaliks Rosela... 51

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin Hama yang Menyerang Tanaman Rosela: a) Daun keriting akibat kutu daun; b) Ulat; c) Belalang Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela pada Umur 5-17 MST Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Lampiran 1. Keragaan Rosela pada Lima Taraf Perlakuan saat Umur 7 MST Keragaan Rosela pada Lima Taraf Perlakuan saat Umur 12 MST... 53

11 PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan sebelum mengenal pengobatan modern. Pengunaan tanaman obat saat ini meningkat pesat dengan adanya kesadaran masyarakat dalam menerapkan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibandingkan obat sintetik (Departemen Kesehatan, 2007). Peningkatan ini terlihat dari naiknya nilai perdagangan obar herbal, suplemen makanan, nutraceutical dan sebagainya di dunia pada tahun 2000 sebesar US$ 40 miliar menjadi US$ 60 miliyar tahun Pada tahun 2050 diperkirakan menjadi US$ 5 trilyun dengan peningkatan 15% per tahun, lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan perdagangan obat konvensional modern yang hanya 3% per tahun. Di Indonesia pasar obat herbal pada tahun 2005 sebesar Rp 2.9 trilyun meningkat menjadi Rp 5.2 trilyun pada tahun 2009 dan tahun 2010 diperkirakan meningkat 38% mencapai Rp 7.2 trilyun (Departemen Pertanian, 2007). Salah satu tanaman obat yang mulai dikenal masyarakat ialah rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Rosela memiliki berbagai khasiat. Menurut Morton (1987), kaliks rosela berkhasiat sebagai diuretic (peluruh air seni), cholerectic (merangsang keluarnya empedu), febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah), menurunkan kekentalan darah dan merangsang gerak peristaltik usus. Kaliks rosela juga berkhasiat melancarkan peredaran darah, menghentikan batuk dan memperlancar buang air besar (laxative) (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007). Mardiah et al. (2009) menambahkan rosela berkhasiat sebagai antikanker, antihipertensi dan antidiabetes. Kandungan bahan aktif terbesar pada kaliks ialah antosianin yang menyebabkan kaliks berwarna merah. Selain kandungan antosianin, kandungan vitamin C kaliks rosela cukup tinggi berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Produktivitas rosela sebesar 2-3 ton/ha kaliks segar tanpa biji (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007). Mardiah et al. (2009) menambahkan di Senegal, produktivitas kaliks rosela mencapai 4.6 ton/ha, sedangkan rosela yang ditanam di Jawa mampu menghasilkan kaliks kg/tanaman. Di tempat lain seperti

12 2 California, Puerto Rico, dan Florida Selatan produktivitas kaliks rosela masingmasing mencapai 1.3 kg/tanaman, 1.8 kg/tanaman, dan 7.25 kg/tanaman (Morton, 1987). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas rosela Indonesia masih kurang dibandingkan dengan negara lain. Meningkatnya pedagangan obat herbal terutama rosela perlu diimbangi dengan peningkatan produktivitas untuk menghasilkan produk dengan jumlah yang memadai dan berkualitas. Peningkatan produktivitas tanaman memerlukan penelitian teknik budidaya yang tepat, salah satunya ialah pemupukan fosfor. Keseimbangan fosfor dalam tanah dan ketersediaannya bagi tanaman perlu dipertahankan dengan pemberian pupuk fosfor dalam dosis dan waktu yang tepat (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Tanaman yang telah memasuki fase generatif harus mendapatkan unsur fosfor yang cukup karena fosfor berperan dalam pembentukan sel-sel, lemak dan albumin, memperbaiki pembungaan, pembuahan dan pembentukan benih, mempercepat pemasakan buah, memperbaiki perkembangan perakaran khususnya akar-akar lateral dan sekunder, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap penyakit serta memperbaiki kualitas, khususnya tanaman rumput dan sayuran (Soepardi, 1983). Marsono dan Sigit (2001) menambahkan, fosfor berfungsi sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menegaskan bahwa fosfor berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah serta biji, berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi baik penyimpanan maupun peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP.

13 3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Hipotesis Aplikasi dosis pupuk fosfor tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.).

14 TINJAUAN PUSTAKA Rosela Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika tropik dan mulai menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika Tengah dan India Barat. Berikut ialah klasifikasi tanaman rosela: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus Spesies : Hibiscus sabdariffa L. var. sabdariffa Rosela merupakan tanaman setahun, tegak dengan tinggi mencapai 4.5 m. Batang membulat berwarna keseluruhan hijau, hijau dengan bercak merah atau seluruhnya merah. Kedudukan daun berseling dan terbagi dalam tiga atau lima lobi dengan tepi daun bergerigi. Daun yang panjang dan lebar biasanya terdapat pada rosela batang hijau atau hijau dengan bercak merah, sedangkan daun berukuran lebih kecil pada rosela batang merah. Tangkai daun berbulu serta berduri atau berduri saja dan terdapat kelenjar madu pada pangkal tulang daun (Loebis, 1970). Morton (1987) menambahkan daun berwarna hijau dengan panjang cm dan urat daun kemerahan dengan tangkai daun yang panjang atau pendek. a) b) c) Buah Kaliks Gambar 1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah

15 5 Menurut Morton (1987) bunga muncul dari ketiak daun dengan diameter mencapai 12.5 cm, berwarna kuning atau kekuningan dan berubah menjadi merah muda saat sore hari. Kaliks rosela berwarna merah, berdaging renyah namun mengandung banyak air dengan panjang cm. Sastrahidayat dan Soemarno (1991) menambahkan bunga rosela merupakan bunga hermaprodit. Bentuk bunga soliter, aksiler, bercuping 5, berwarna hijau, merah atau keputihan. Mahkota berbentuk lonceng, berdaging, ujung membulat, gundul hingga berambut, berwarna kuning hingga kuning kemerahan pada bagian tengah dalam. Buah rosela beruang lima, tiap ruang terdapat dua barisan biji. Buah muda diselaputi kulit tipis berwarna hijau serta berbulu halus. Buah berbentuk kapsul atau bulat telur, tiap buah berisi biji. Bentuk biji mengginjal dengan panjang mm. Biji berwarna hitam kelabu dengan banyak titik-titik kecil coklat kekuningan (Loebis, 1970) Budidaya Rosela Rosela paling baik dibudidayakan pada daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian mencapai 900 mdpl dengan curah hujan sekitar 182 mm selama musim tanam (Morton, 1987). Menurut Ahmad dan Vossen (2003) rosela dapat dibudidayakan pada 7 LS (Jawa, Indonesia) dan 23 LU (Bangladesh). Rosela tumbuh pada berbagai tipe tanah namun mempunyai tekstur dan drainase yang baik. Tanaman ini toleran pada tanah dengan keasaman tinggi dan kadar garam yang cukup, tetapi tidak toleran terhadap hilangnya air. Selama pertumbuhan rosela membutuhkan rata-rata temperatur bulanan C, curah hujan mm/bulan dan kelembaban udara lebih dari 70%. Meskipun tanaman ini membutuhkan curah hujan melimpah selama periode vegetatif untuk hasil panen yang maksimum, rosela juga tumbuh pada area dengan curah hujan bulanan rendah. Dinas Pertanian Jawa Timur (2007) menambahkan rosela dapat tumbuh baik dengan ph antara Rosela umumnya diperbanyak dari biji namun dapat ditumbuhkan dari stek batang (Morton, 1987; Sastrahidayat dan Soemarno, 1991; Ahmad dan Vossen, 2003). Perbanyakan dengan stek batang menghasilkan tanaman yang

16 6 lebih pendek. Petani di India menggunakan metode ini untuk penanaman di antara tanaman budidaya lain (interplanting) namun kaliks yang dihasilkan rendah. Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1991), jarak tanam untuk produksi kaliks rosela ialah 120 cm x 90 cm. Ahmad dan Vossen (2003) menegaskan bahwa jarak tanam untuk produksi daun maupun kaliks rosela ialah 60 cm x 100 cm dan 120 cm x 90 cm. Pemupukan dengan pupuk kandang dilakukan sebelum tanam, sedangkan pupuk buatan yang diberikan masing-masing sebanyak 300 kg urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan 150 KCl kg/ha. Pupuk urea diaplikasikan dua kali pada 3 MST dan 7 8 MST sebanyak g/tanaman. Kemudian dilakukan pemanenan sejak umur tiga minggu setelah berbunga dan dapat dipanen terus menerus dalam jangka waktu 3 bulan sebelum akhirnya diganti bibit baru. Pemanenan dilakukan dengan gunting pangkas untuk memotong tangkai bunga kemudian buah dipisahkan dari kaliks kemudian kaliks dikeringkan (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007). Khasiat Kaliks Rosela Mardiah et al. (2009) mengemukakan bahwa kandungan penting yang terdapat pada kaliks rosela ialah pigmen antosianin. Antosianin pada rosela terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3- sambubioside. Antosianin merupakan salah satu bagian dari flavonoid. Sebagian besar antosianin berada dalam bentuk glikosida yang terdiri dari pelargonidin, sianidin, peonidin, delphinidin, petunidin dan malvidin (Vickery dan Vickery, 1981). Menurut Harborne (1987), antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi maupun glikosilasi. Robinson (1995) menambahkan bahwa antosianin

17 7 ialah pigmen daun bunga merah sampai biru yang banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Pada kaliks rosela terkandung 51% antosianin dan 24% antioksidan (Tsai et al., 2002). Kandungan bahan aktif tersebut memiliki khasiat sebagai diuretic (peluruh air seni), cholerectic (merangsang keluarnya empedu), febrifugal (menurunkan demam), hypotensive (menurunkan tekanan darah) dengan cara menurunkan derajat kekentalan darah sehingga kerja jantung memompa darah semakin ringan dan merangsang gerak peristaltik usus. Dalam 100 g kaliks rosela terkandung 1.14 g protein, 12 g serat, 8.98 zat besi, sedangkan pada 100 g ekstrak rosela terkandung vitamin A dan vitamin C masing-masing sebanyak mg mg dimana vitamin C berkhasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia terhadap serangan penyakit (Morton, 1987). Hasil penelitian Khosravi et al. (2009) menegaskankan bahwa mengkonsumsi teh rosela berkhasiat menurunkan tekanan darah pada penderita diabetes dengan hipertensi ringan. Zhang dalam Mualim (2009) menambahkan, antosianin mampu menghambat sel kanker diantaranya sel kanker perut, kanker usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru. Vickery dan Vickery (1981) menyatakan bahwa biosintesis antosianin disebabkan oleh cahaya. Meskipun total kandungan antosianin umumnya meningkat, namun respon tanaman terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang kompleks. Salisbury dan Ross (1995) menegaskan, terbentuknya pigmen antosianin sering terpacu oleh cahaya. Cahaya memacu sintesis pigmen tersebut pada organ yang sedikit atau sama sekali tidak melakukan fotosintesis, yakni di daun pada musim gugur, daun mahkota bunga dan kecambah teretiolasi.

18 8 Pupuk Fosfor Menurut Sutedjo (1994) pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan yang baik. Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyatakan pupuk ialah bahan yang diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Pemberian pupuk dalam dosis yang tepat dan waktu yang tepat untuk mempertahankan keseimbangan unsur hara dalam tanah dan ketersediaan bagi tanaman disebut pemupukan. Fosfor diserap oleh tanaman sebagai orto fosfat primer (H 2 PO - 4 ) atau sekunder (HPO 2-4 ). Pada umumnya bentuk H 2 PO - 4 lebih tersedia bagi tanaman daripada bentuk HPO 2-4 (Soepardi, 1983). Partohardjono dan Syarifuddin (1991) - menambahkan kemasaman tanah sangat menentukan rasio serapan H 2 PO 4 dan HPO 2-4. Pada sebagian besar tanah ketersediaan fosfor maksimum saat ph Dalam tanah sangat masam kepekatan ion besi dan aluminium jauh melebihi ion - H 2 PO 4 membentuk lebih banyak senyawa fosfor yang tidak larut sehingga hanya sejumlah kecil H 2 PO - 4 tersisa dan tersedia bagi tanaman. Apabila kondisi tanah alkalin terjadi pengendapan fosfor oleh senyawa kalsium yang akan menurunkan ketersediaan bagi tanaman. Tanaman yang telah memasuki fase generatif harus mendapatkan unsur fosfor untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji, berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi baik penyimpanan maupun peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk fosfor umumnya tidak mobile dan tidak bergerak jauh dari tempat semula sehingga sering menyebabkan defisiensi. Defisiensi terhadap unsur hara ini mengakibatkan tanaman berenergi rendah sehingga sel tidak dapat membelah. Oleh karena itu, tanaman menjadi kerdil, panen terlambat, biji tumbuh tidak sempurna, dan menurunkan mutu hasil (Partohardjono dan Syamsuddin, 1991).

19 9 Soepardi (1983) menyatakan manfaat pemupukan fosfor yaitu untuk pembentukan sel-sel, lemak dan albumin, memperbaiki pembungaan, pembuahan dan pembentukan benih, mempercepat pemasakan buah, memperbaiki perkembangan perakaran, khususnya akar-akar lateral dan sekunder, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap penyakit serta memperbaiki kualitas, khususnya tanaman rumput dan sayuran. Marsono dan Sigit (2001) menambahkan fosfor sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Defisiensi terhadap fosfor menyebabkan daun berubah warna menjadi tua atau tampak mengilap kemerahan, tepi daun, cabang dan batang berwarna merah ungu lalu berubah menjadi kuning, selain itu buah yang dihasilkan kecil, jelek dan lekas matang. Tanaman yang kekurangan fosfor waktu pertumbuhan awal dapat tumbuh baik dan menghasilkan panen cukup baik hanya agak lambat masak. Hasil penelitian Jeppsson (2000) menunjukan bahwa penambahan pupuk NPK dapat menurunkan kandungan antosianin chokebery (Aronia melanocarpa), namun kombinasi pupuk 50 kg N/ha, 44 kg P/ha dan 100 kg K/ha mampu menghasilkan produksi antosianin per tanaman tertinggi. Tripatmasari (2008) menyatakan kandungan antosianin daun dewa menurun dengan penambahan pupuk kotoran sapi dan atau NPK (100 kg SP-36 kg/ha) serta Mg, namun produksi total antosianin meningkat dengan penambahan pupuk kotoran sapi (20 ton/ha). Mualim (2009) menyatakan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianin daun kolesom, namun pemupukan PK (100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha) menyebabkan produksi antosianin daun kolesom tertinggi.

20 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni Bahan dan Alat Bahan yang akan dipergunakan dalam penelitian adalah benih rosela merah, polibag, tanah, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk SP-18, pupuk KCl, Decis, dan Dithane 45. Alat yang digunakan adalah cangkul, kored, ember, gembor, gunting pangkas, penggaris, hand tally counter, timbangan, spektrofotometer serta alat tulis. Metode Penelitian ini dilakukan menggunakan faktor tunggal dengan susunan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan yaitu dosis pupuk fosfor yang terdiri atas lima taraf yaitu 0 g SP-18/polibag (0 kg SP-18/ha), 10 g SP-18/polibag (66 kg SP-18/ha), 20 g SP-18/polibag (133 kg SP-18/ha), 30 g SP- 18/polibag (198 kg SP-18/ha), dan 40 g SP-18/polibag (266 kg SP-18/ha) atau setara dengan 0 kg P 2 O 5 /ha, 12 kg P 2 O 5 /ha, 24 kg P 2 O 5 /ha, 36 kg P 2 O 5 /ha, dan 48 kg P 2 O 5 /ha. Lima perlakuan tersebut diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Data yang diperoleh akan diuji dengan uji F, bila berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Model linier percobaan ini adalah: Yij = µ + αi + εij (i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1, 2, 3) Keterangan : Yij = respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum αi = pengaruh perlakuan ke- i εij = pengaruh galat perlakuan ke-i, ulangan ke-j

21 11 Pelaksanaan Kegiatan penelitian dimulai dengan persiapan alat dan bahan. Sebelum benih ditanam, terlebih dahulu dilakukan persiapan media tanam. Persiapan media tanam dimulai dengan mencampur tanah dan pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan perbandingan 5:1 lalu memasukkan media tanam tersebut pada polibag ukuran 10 kg. Polibag diisi media tanam sebanyak ¾ bagian dari volume polibag dengan jarak tanam yang digunakan ialah 1 m x 1,5 m. Benih yang akan ditanam direndam terlebih dahulu selama 24 jam kemudian dipilih benih yang tenggelam dengan butiran yang baik. Benih rosela kemudian ditanam pada media tanam yang telah disediakan. Setiap polibag diisi 5 benih rosela. Pada 3 MST dilakukan penjarangan terhadap bibit rosela sehingga setiap polibag hanya disisakan 1 bibit rosela dengan pertumbuhan terbaik dan seragam. Pemupukan P dan K dilakukan satu kali pada 4 MST, sedangkan pupuk N diaplikasikan dua kali saat tanaman berusia 4 MST dan 10 MST dengan cara dibenamkan disekeliling tanaman yaitu 10 cm dari tanaman. Dosis P yang digunakan sesuai perlakuan yaitu 0 g SP-18/polibag, 10 g SP-18/polibag, 20 g SP- 18/polibag, 30 g SP-18/polibag dan 40 g SP-18/polibag. Untuk dosis N dan K masing-masing sebanyak 30 g urea/polibag dan 15 g KCl/polibag. Pemeliharaan tanaman dilakukan secara teratur hingga panen. Penyiraman dilakukan 1 kali sehari atau sesuai kondisi cuaca di lapang. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma disekitar tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan pestisida. Pengajiran dilakukan pada 12 MST. Pemanenan dilakukan 4 minggu setelah mekarnya bunga menggunakan gunting pangkas. Panen dilakukan secara berkala setiap 10 hari selama empat kali berturut-turut. Hasil panen dipisahkan antara kaliks dan buah kemudian masingmasing ditimbang berat basah dan berat keringnya. Selain itu, diamati pula kadar antosianin yang terkandung dalam kaliks rosela dengan bantuan spektrofotometer.

22 12 Pengamatan Pengamatan dilakukan saat fase vegetatif dan fase generatif. Pertumbuhan tanaman fase vegetatif diamati setiap minggu mulai dari 3 MST. Peubah pertumbuhan yang diamati yaitu: 1. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang utama yang menyentuh permukaan tanah sampai titik tumbuh batang utama tanaman. 2. Diameter tajuk. Diameter tajuk diukur dari diameter tajuk terlebar pada setiap tanaman dari setiap perlakuan. 3. Jumlah daun. Jumlah daun yang telah membuka sempurna dari keseluruhan daun pada tiap tanaman dari setiap perlakuan. Jumlah daun dihitung menggunakan hand tally counter. 4. Jumlah cabang primer. Jumlah cabang primer dihitung dari cabang yang muncul dari batang utama. 5. Jumlah cabang sekunder. Jumlah cabang sekunder dihitung dari cabang yang muncul dari cabang primer. 6. Bobot basah dan bobot kering tajuk serta akar. Bobot basah dan bobot kering tajuk serta akar dihitung setiap tanaman setelah panen terakhir. Bobot kering diukur setelah tajuk maupun akar tanaman dikeringkan menggunakan oven bersuhu 105 C selama 2 hari. 7. Rata-rata luas per daun. Rata-rata luas per daun ditentukan dengan metode gravimetri. Perhitungan dilakukan di akhir penelitian dengan merata-ratakan luas tiga daun pada setiap tanaman. Peubah pertumbuhan generatif tanaman yang diamati yaitu: 1. Minggu saat tanaman mulai berbunga 75%. 2. Jumlah kaliks

23 13 Jumlah kaliks dihitung dari keseluruhan kaliks yang dapat dipanen tiap tanaman pada saat panen. 3. Bobot basah dan bobot kering kaliks. Bobot basah dan bobot kering kaliks dihitung dari keseluruhan kaliks tiap tanaman pada saat panen. Bobot kering kaliks diukur setelah kaliks di oven pada suhu 50ºC selama 4 hari. 4. Bobot basah dan bobot kering buah. Bobot basah dan bobot kering buah dihitung dari keseluruhan buah tiap tanaman pada saat panen. Bobot kering kaliks diukur setelah buah di oven pada suhu 50ºC selama 4 hari. 5. Bobot basah dan bobot kering per kaliks Bobot basah dan bobot kering per kaliks dihitung dari total bobot basah kaliks dan total bobot kering kaliks dibagi jumlah total kaliks. 6. Bobot basah dan bobot kering per buah Bobot basah dan bobot kering per buah dihitung dari total bobot basah buah dan total bobot kering buah dibagi jumlah total buah. 7. Kandungan antosianin. Kadar antosianin yang terkandung pada kaliks diukur dengan spektrofotometer. Perhitungan dilakukan terhadap kaliks basah hasil panen terakhir, yaitu diambil masing-masing satu kaliks terbaik dari setiap tanaman sebagai sampel. Pengukuran kandungan antosianin manggunakan metode Sims dan Gamon terdapat pada Gambar 2.

24 14 Sampel kaliks 0.5 g Sampel digerus +2 ml acetris Masukkan ke microtube 2 ml Sentrifuge rpm 10 menit Pipet 1 ml supernatan ke dalam tabung reaksi Tambahkan 2 ml acetris Spektrofotometer (λ537 nm, λ647 nm, dan λ 663 nm) Gambar 2. Bagan Pengukuran Kandungan Antosianin Perhitungan kandungan antosianin = [( x λ537)-( x λ647)-( x λ663)] x fp x vol. tera bobot sample Keterangan : fp = faktor pembagi

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah pada bulan April yaitu mm dan tertinggi mencapai mm pada bulan Mei. Temperatur berkisar antara 25.1ºC ºC dengan kelembaban udara rata-rata 84 %. Media tanam yang digunakan masam karena mempunyai ph sebesar 5.2 dengan kandungan fosfor dalam media tanam tergolong sangat tinggi (Tabel Lampiran 2). Menurut Ahmad dan Vossen (2003) selama pertumbuhan rosela membutuhkan rata-rata temperatur bulanan C, curah hujan mm/bulan dan kelembaban udara lebih dari 70%. Curah hujan selama penelitian yang lebih tinggi tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan rosela. Pertumbuhan rosela pada awal penanaman hingga 17 MST cukup baik ditandai dengan peningkatan pertumbuhan vegatatif. Pertumbuhan rosela saat umur 7 MST serta 12 MST dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 dan 2. Tanaman rosela memperoleh cahaya matahari secara langsung karena kanopi tanaman tidak saling bersinggungan sehingga seluruh tanaman memperoleh cahaya yang cukup. Perkembangan generatif ditandai dengan munculnya kuncup bunga pada 6 MST. Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 12 MST atau kurang lebih enam minggu setelah munculnya kuncup bunga. Kriteria kaliks yang bisa dipanen ialah kaliks berwarna merah dan telah mencapai ukuran maksimum dengan diameter cm, bentuk kaliks merekah dengan buah yang mulai terlihat kecoklatan. Hama yang menyerang diantaranya kutu pengisap daun (Empoasca sp.), belalang dan ulat (Gambar 3). Menurut Team IPB dan Direktorat Djendral Perkebunan Rakjat (1968) hama yang banyak terdapat pada rosela ialah Empoasca sp. tetapi tidak membahayakan produksi serat. Loebis (1970) menambahkan hama pada rosela salah satunya Empoasca sp. yang mengisap bagian bawah daun. Daun-daun yang diserang akan berkerut dan keriting pada pinggirannya. Belalang dan ulat memakan daun muda namun tidak menimbulkan

26 16 kerusakan yang berarti. Pengendalian hama ini dilakukan dengan penyemprotan pestisida setiap minggu pada 6 MST hingga 10 MST agar serangan tidak meluas. a) b) c) Gambar 3. Hama yang Menyerang Tanaman Rosela: a) Daun keriting akibat kutu daun; b) Ulat; c) Belalang Hasil Hasil analisis ragam terhadap peubah pertumbuhan vegatatif yang meliputi tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar serta ratarata luas per daun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada lima taraf pupuk fosfor. Hal yang sama terjadi pada peubah pertumbuhan generatif yang meliputi jumlah kaliks, bobot basah dan kering kaliks, bobot basah dan kering buah, bobot basah dan kering per kaliks, bobot basah dan kering per buah, serta kandungan antosianin. Rekapitulasi sidik ragam peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela Peubah MST Tinggi Tanaman Diameter Tanaman Jumlah Cabang Primer Jumlah Cabang Sekunder Jumlah Daun 3 tn tn tn - tn 4 tn tn tn - tn 5 tn tn tn tn tn 6 tn tn tn tn tn 7 tn tn tn tn tn 8 tn tn tn tn tn 9 tn tn tn tn tn 10 tn tn tn tn tn 11 tn tn tn tn tn 12 tn tn tn tn tn 13 tn tn tn tn tn

27 17 Tabel 1. (Lanjutan) Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela Peubah MST Tinggi Tanaman Diameter Tanaman Jumlah Cabang Primer Jumlah Cabang Sekunder Jumlah Daun 14 tn tn tn tn tn 15 tn tn tn tn tn 16 tn tn tn tn tn 17 tn tn tn tn tn Bobot Basah Tajuk Bobot Kering Tajuk Bobot Basah Akar Bobot Kering Akar Luas Daun tn tn tn tn tn Jumlah Kalik Bobot Basah Kalik Bobot Kering Kalik Bobot Basah Buah Bobot Kering Buah Panen 1 tn tn tn tn tn Panen 2 tn tn tn tn tn Panen 3 tn tn tn tn tn Panen 4 tn tn tn tn tn Total tn tn tn tn tn Bobot Basah per Kalik Bobot Kering per Kalik Bobot Basah per Buah Bobot Kering per Buah Kadar Antosianin tn tn tn tn tn Keterangan : tn : tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Tinggi Tanaman Perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman rosela pada semua umur tanaman seperti terlihat pada Gambar 4.. Peningkatan tinggi tanaman rosela terjadi secara cepat saat tanaman berumur 3 MST hingga memasuki umur 11 MST. Pada akhir pengamatan tinggi tanaman rosela berkisar antara cm. Tinggi (cm) MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

28 18 Diameter Tajuk Perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tajuk tanaman rosela. Diameter tajuk rosela saat tanaman berumur 17 MST berkisar antara cm, dimana perlakuan dengan dosis pupuk fosfor tertinggi menghasilkan diameter tajuk terlebar yaitu cm meskipun tidak berbeda nyata secara statistik (Gambar 5) Diameter (cm) MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag Gambar 5. Pertumbuhan Diameter Tajuk Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST Jumlah Cabang Primer Gambar 6. memperlihatkan bahwa jumlah cabang primer meningkat setiap minggu. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan cabang primer rosela. Saat tanaman berumur 17 MST cabang primer berjumlah antara 30 sampai 34 cabang. Jumlah cabang MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag Gambar 6. Pertumbuhan Jumlah Cabang Primer Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

29 19 Jumlah Cabang Sekunder Cabang sekunder tanaman rosela muncul mulai 5 MST. Penambahan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah cabang sekunder rosela. Jumlah cabang sekunder berkisar antara cabang (Gambar 7). Jumlah cabang MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag Gambar 7. Pertumbuhan Jumlah Cabang Sekunder Tanaman Rosela pada Umur 5-17 MST Jumlah Daun Peubah jumlah daun dihitung berdasarkan keseluruhan daun yang ada pada satu tanaman. Peubah jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis menunjukkan penambahan pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun rosela. Jumlah daun berkisar antara 9 helai saat tanaman berumur 3 MST hingga 1180 helai saat tanaman berumur 17 MST. Semakin bertambahnya umur maka semakin bertambah pula jumlah daun, namun memasuki 12 MST terjadi penurunan laju peningkatan jumlah daun kemudian pada 16 MST laju pertambahan jumlah daun mengalami peningkatan kembali Jumlah daun MST 0 g SP-18/polybag 10 g SP-18/polybag 20 g SP-18/polybag 30 g SP-18/polybag 40 g SP-18/polybag Gambar 8. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Rosela pada Umur 3-17 MST

30 20 Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar Perlakuan pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah dan bobot kering tajuk maupun akar rosela. Bobot basah tajuk berkisar antara g dengan bobot kering tajuk seberat g atau terjadi penurunan kadar air sebesar 76-79% dari bobot basah tajuk. Bobot kering akar berkisar antara 25.0%-30.1% dari bobot basah akar 83.3 g g (Tabel 2). Tabel 2. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk serta Akar Tanaman Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Peubah Dosis SP-18 (g/polibag) Bobot Basah Bobot Kering Bobot Basah Bobot Tajuk Tajuk Akar Kering Akar.... g Rata-Rata Luas Per Daun Rata-rata luas per daun pada berbagai taraf dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 3. Rata-rata luas per daun yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rata-rata luas per daun berada antara cm 2. Tabel 3. Rata-rata Luas Per Daun Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Luas daun cm Jumlah Kaliks Jumlah kaliks rosela panen ke-1 hingga panen ke-4 maupun jumlah kaliks total tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap taraf dosis pupuk fosfor.

31 21 Jumlah kaliks rosela mengalami peningkatan dari panen ke-1 hingga panen ke-3 kemudian mengalami penurunan pada panen ke-4. Total kaliks rosela yang dipanen selama empat kali panen berkisar antara kaliks (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Kaliks Rosela yang Dipanen pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Panen Total Bobot Basah dan Bobot Kering Kaliks Penambahan pupuk fosfor kepada tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah maupun bobot kering kaliks rosela pada empat kali pemanenan maupun pada total panen. Peningkatan bobot basah maupun bobot kering kaliks rosela terjadi mulai panen ke-1 hingga panen ke-3. Saat memasuki panen ke-4 bobot basah kaliks turun hingga 22.5% dari bobot basah kaliks panen ketiga sedangkan bobot kering kaliks panen ke-4 turun hingga 23,2% dari bobot kering panen ke-3 (Tabel 5). Tabel 5. Bobot Basah dan Kering Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Panen Total Bobot Basah Kaliks... g Bobot Kering Kaliks

32 22 Bobot Basah dan Bobot Kering Buah Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan lima taraf pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah dan bobot kering buah dari empat kali panen maupun total panen. Total bobot basah buah berada antara g sampai g dengan total bobot kering buah berkisar antara g sampai g (Tabel 6). Tabel 6. Bobot Basah dan Bobot Kering Buah Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Panen Total Bobot Basah Buah... g Bobot Kering Buah Bobot Basah dan Bobot Kering Per Kaliks serta Per Buah Perlakuan lima taraf pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah dan bobot kering per kaliks maupun bobot basah dan bobot kering per buah. Bobot kering per kaliks berkisar antara 7.9% sampai 8.4% dari bobot basah per kaliks sebesar 3.7 g hingga 4.1 g. Bobot kering per buah menyusut hingga 29.5% sampai 33.3% dari bobot basah buah 2.7 g sampai 3.0 g (Tabel 7).

33 23 Tabel 7. Bobot Basah dan Kering per Kaliks serta Bobot Basah dan Kering per Buah pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Peubah Dosis SP-18 (g/polibag) Bobot Basah Bobot Kering Bobot Basah Bobot Kering per Kaliks per Kaliks per Buah per Buah.. g Kandungan Antosianin Kandungan antosianin merupakan hasil analisis kaliks rosela segar pada panen keempat. Dari hasil analisis diketahui pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan antosianin rosela. Pada penelitian ini kandungan antosianin rosela berkisar antara mmol/g bobot basah kaliks (Tabel 8). Kandungan antosianin terbesar terdapat pada perlakuan 20 g SP- 18/polibag meskipun tidak berbeda nyata. Tabel 8. Kandungan Antosianin Kaliks Rosela pada Lima Taraf Pupuk Fosfor Dosis SP-18 (g/polibag) Kandungan antosianin mmol/g bobot basah kaliks

34 24 Pembahasan Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu tanaman. Kedua proses ini dikendalikan oleh genotipe dan lingkungan, tingkat pengaruhnya tergantung pada karakteristik tanaman tersebut. Pertumbuhan ialah proses pembesaran dan pembelahan sel akibat adanya interaksi antara faktor genetik dengan unsur-unsur iklim, tanah dan biologis dari lingkungan (Gardner et al., 1991). Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan pertumbuhan merupakan proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan tanaman terdiri dari dua fase yang berbeda yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan batang, sedangkan fase generatif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah dan biji (Harjadi, 1996). Pada penelitian ini perlakuan pupuk fosfor pada taraf 0, 10, 20, 30, dan 40 g SP-18/polibag atau setara 0, 24, 36, dan 48 kg P 2 O 5 /ha dengan kandungan fosfor di media tanam sangat tinggi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman rosela. Hasil penelitian Machfud et al.(1998) menunjukkan bahwa penambahan pupuk fosfor hingga kg P 2 O 5 /ha pada lahan yang beresidu fosfor tinggi sampai sangat tinggi tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan, komponen hasil dan hasil kapas tumpangsari kedelai akibat residu fosfor tanah masih dapat diserap tanaman. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Rosela Pertambahan tinggi tanaman merupakan pertumbuhan ujung pucuk tumbuhan yang berhubungan dengan aktivitas maristematik di ujung batang dimana sel-sel baru untuk pertumbuhan apikal terbentuk dalam jaringan tersebut akibatnya pertumbuhan dapat cepat dan tinggi batang dapat bertambah beberapa sentimeter selama musim tumbuh (Tjitrosomo, 1984). Gardner et al. (1991) menambahkan pemanjangan ruas akibat meningkatnya jumlah sel dan meluasnya sel menyebabkan meningkatnya pertumbuhan tinggi batang. Pada penelitian ini

35 25 pertumbuhan tinggi tanaman tidak dipengaruhi secara nyata oleh lima taraf dosis pupuk fosfor. Hasil penelitian Komariah (2007) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor pada dosis 0 dan 75 kg P 2 O 5 /ha tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung semi. Pertambahan lebar diameter tajuk rosela lebih berhubungan dengan pertumbuhan cabang primer dan sekunder. Pertumbuhan diameter tajuk tanaman rosela meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah cabang primer maupun sekunder. Cabang primer yang muncul dari ketiak daun membentuk cabangcabang sekunder sehingga terbentuk tajuk yang lebar. Pengamatan terhadap jumlah cabang primer maupun sekunder menunjukkan pertambahan setiap minggu, namun hasil analisis secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara lima taraf pupuk fosfor. Hasil penelitian Atmoko (2006) menunjukkan bahwa penambahan pupuk fosfor hingga 160 kg P 2 O 5 /ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang ubi jalar. Peningkatan jumlah cabang primer rosela setiap minggu diduga akibat meningkatnya tinggi batang tanaman. Semakin tinggi tanaman maka jumlah mata tunas yang membentuk cabang primer juga akan bertambah. Demikian pula jumlah cabang sekunder yang meningkat akibat perpanjangan cabang primer. Seperti pada peubah pertumbuhan vegetatif yang lain yaitu tinggi tanaman, diameter tajuk dan jumlah cabang, pertumbuhan jumlah daun rosela saat berumur 3-11 MST mengalami peningkatan jumlah daun kemudian terjadi penurunan laju pertumbuhan ketika memasuki umur 12 MST. Menurut Gardner et al. (1991) setelah pembungaan pertumbuhan generatif berubah menjadi sangat kuat, yang membatasi pembagian hasil asimilasi untuk pertumbuhan daun, batang dan akar tambahan. Pertumbuhan buah menuntut nutrisi yang banyak menyebabkan terjadinya mobilisasi dan transport dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan buah dan biji. Fosfor merupakan salah satu nutrisi yang mobile dalam jaringan tanaman, bila nutrisi ini dalam persediaan terbatas maka nutrisi ini ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda atau buah yang sedang berkembang walaupun sumber dari tanah terganggu. Oleh karena itu, saat tanaman memasuki pertumbuhan buah terjadi penurunan aktivitas vegetatif diantaranya penurunan jumlah daun.

36 26 Daun ialah organ utama fotosíntesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Permukaan luar daun yang luas memungkinkannya menangkap cahaya semaksimal mungkin sehingga proses fotosíntesis berlangsung optimal. Fotosintesis ialah proses perombakan karbondioksida dan air dibawah pengaruh cahaya menjadi persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi (Harjadi, 1996). Perluasan daun yang cepat dapat memaksimalkan penyerapan cahaya dan asimilasi sehingga total produksi bahan kering meningkat (Gardner et al., 1991). Humphries dan Wheeler dalam Gardner et al. (1991) melaporkan, lebar daun dan luas daun dipengaruhi secara nyata oleh pemupukan nitrogen. Peubah bobot basah maupun bobot kering tanaman berguna untuk mengukur kemampuan tanaman sebagai penghasil fotosintat karena sedikitnya 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Sugito (1994) menyatakan semakin meningkatnya sumber karbohidrat yang dihasilkan daun mengakibatkan sistem perakaran terbentuk lebih luas dan struktur vegetatif yang lebih besar sehingga pertumbuhan tajuk biasanya sebanding dengan pertumbuhan akar. Pada penelitian ini bobot basah dan bobot kering tajuk maupun akar meningkat seiring dengan penambahan pupuk fosfor, namun tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini berarti penambahan pupuk fosfor hingga dosis 40 g SP-18/polibag belum mampu menghasilkan fotosintat baru yang lebih efisien dan memindahkan lebih banyak fotosintat ke akar untuk mempertahankan laju penyerapan hara. Meningkatnya pertumbuhan tinggi tanaman, diameter tajuk, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun, maupun bobot tajuk akar yang termasuk peubahpeubah vegetatif tanaman rosela ialah hasil dari aktivitas pembelahan sel dan pemanjangan sel yang merupakan pertumbuhan diatas tanah. Menurut Soepardi (1983) pertumbuhan diatas tanah sebagian besar dirangsang oleh ketersediaan nitrogen. Ketersediaan nitrogen pada media tanam cukup (0.28%). Foth (1988) menyatakan bahwa amonium dan nitrat (bentuk tersedia nitrogen) relatif tetap tersedia untuk digunakan tanaman, sedangkan fosfor lebih lambat tersedia bagi tanaman. Menurut Harjadi (1996) pada ph 5-7 fosfor berada pada keadaan paling tersedia. Ketersediaan fosfor menurun sejalan dengan menurunnya ph tanah,

37 27 dimana pada tanah masam umumnya ketersediaan unsur Al, Fe dan Mn larut lebih besar sehingga cenderung mengikat H 2 PO - 4. Reaksi antara Al, Fe dan Mn dengan H 2 PO - 4 menyebabkan fosfor tidak larut dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983). Masamnya media tanam (ph 5,2) diduga menghambat serapan pupuk fosfor sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan tanaman, sisanya terfiksasi meskipun lambat laun dapat dimanfaatkan tanaman berikutnya. Pertumbuhan Generatif Tanaman Rosela Pada pengamatan peubah generatif, penambahan pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kaliks rosela. Jumlah kaliks rosela mengalami peningkatan mulai dari panen ke-1 hingga panen ke-3, namun memasuki panen ke-4 terjadi penurunan jumlah kaliks yang hampir sebanding dengan pertambahannya. Penurunan jumlah kaliks ini diakibatkan sebagian kaliks mengalami kerontokan akibat adanya persaingan internal sehingga hanya beberapa kaliks saja yang mampu berkembang. Goswami dan Dayal dalam Goldsworty dan Fisher (1992) menyatakan hanya % kuncup bunga kapas membentuk buah dan kira-kira setengah dari buah yang terbentuk rontok. Perontokan yang berat dimulai bila kebutuhanya melebihi penyediaan karbohidrat. Ketersediaan karbohidrat yang menurun sejalan menuanya tanaman rosela diduga mengakibatkan pada panen ke-4 jumlah kaliks yang dipanen menurun. Buah dan kaliks rosela yang berdaging ialah hasil dari pertumbuhan generatif dimana pada fase ini tanaman menyimpan sebagian karbohidrat yang dibentuknya. Tidak semua karbohidrat hasil fotosintesis digunakan untuk perkembangan batang dan daun, sebagian disisakan untuk perkembangan bunga dan buah (Harjadi, 1996). Penimbunan karbohidrat tersebut menyebabkan bobot kaliks dan buah rosela bertambah. Pada penelitian ini bobot kaliks dan buah rosela dipengaruhi oleh jumlah kaliks yang dipanen. Peningkatan bobot kaliks dan buah meningkat seiring peningkatan jumlah kaliks maupun sebaliknya. Pengukuran kandungan antosianin rosela tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada lima taraf pupuk fosfor. Kandungan antosianin rosela meningkat hingga perlakuan 20 g SP-18/polibag lalu menurun seiring penambahan pupuk fosfor, meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. a) b) Gambar 1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah

TINJAUAN PUSTAKA. a) b) Gambar 1. Rosela : a). Tanaman Rosela, b). Bunga, c). Kaliks dan Buah TINJAUAN PUSTAKA Rosela Menurut Morton (1987) rosela merupakan tanaman asli Afrika tropik dan mulai menyebar secara luas ke negara-negara tropik dan subtropik seperti Amerika Tengah dan India Barat. Berikut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Cucurbitales, Famili: Cucurbitaceae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; divisi : Spermatophyta ; subdivisi : Angiospermae ; kelas : Monocotyledoneae ; ordo : Graminales ;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Oktober 212 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A34101039 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium Benih dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci