A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3"

Transkripsi

1 15

2 16 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BANDUNG A. Geografis B. Demografis C. Ekonomi D. Potensi Ekonomi BAB III KUANTITAS PENDUDUK A. Persebaran / Distribusi Penduduk Jumlah dan Persebaran Penduduk Kepadatan Penduduk Pertumbuhan Penduduk B. Komposisi Penduduk Menurut Karakteristik Demografis Jumlah dan Proporsi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratio)... 21

3 17 3. Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio) C. Komposisi Penduduk menurut Karakteristik Sosial Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk berdasarkan Agama Jumlah Penduduk Penyandang Kecacatan Tubuh Jumlah Penduduk berdasarkan Status Perkawinan Rata-rata Umur Kawin Pertama (Singulate Mean Age at Marriage) Keluarga Kelahiran BAB IV KUALITAS PENDUDUK A. Indikator Kesehatan B. Indikator Kelahiran C. Indikator Kematian D. Indikator Pendidikan Angka Melek Huruf Angka Partisipasi Kasar Angka Partisipasi Murni Angka Penduduk Putus Sekolah E. Indikator Ekonomi Proporsi dan Jumlah Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja Angka Partisipasi Angkatan Kerja Jumlah dan Proporsi Penduduk yang Bekerja menurut Jenis Pekerjaan BAB V MOBILITAS PENDUDUK BAB VI KEPEMILIKAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN A. Kartu Tanda Penduduk B. Akta Kelahiran... 75

4 18 C. Akta Perkawinan D. Akta Kematian BAB VII PENUTUP DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR Puji dan Syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung dapat menyelesaikan penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun 2013 ini berisi gambaran secara umum tentang kuantitas, kualitas, mobilitas penduduk dan kepemilikan dokumen kependudukan di Kabupaten Bandung berdasarkan database yang ada di Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung dan data dari lintas sektor lain yang terkait. Penyusunan profil kependudukan ini ditujukan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi perkembangan penduduk di Kabupaten Bandung sebagai dasar dalam melakukan analisis dan evaluasi terhadap situasi kependudukan pada tingkat kecamatan dan kelurahan untuk dipergunakan sebagai penetapan kebijakan dan program, dan sebagai basis dalam memberikan saran dan rekomendasi dalam rangka upaya peningkatan kesadaran, pengetahuan dan komitmen para perancana dan pelaku pembangunan tentang isu dan persoalan kependudukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya dalam upaya penyusunan Profil Kependudukan ini. Kami mohon maaf apabila di dalam penyajian profil ini terdapat kekurangan sehingga Kami

5 19 berharap mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak terkait demi penyempurnaan ke depannya. Soreang, Desember 2013 Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Drs. H. Salimin, M.Si. NIP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan senantiasa memperhatikan aspek-aspek kependudukan dan lingkungan hidup sering dikenal sebagai kebijakan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan berkelanjutan. Untuk itu perencanaan kependudukan perlu terus mengupayakan agar jumlah penduduk terkendali, kualitas penduduk memadai serta persebaran penduduk sesuai terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan

6 20 demikian pembangunan yang dilaksanakan tidak lagi dapat mengabaikan peranan penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan. Dinamika kependudukan merupakan isu yang sangat staregis dan bersifat lintas sektoral. Oleh karena itu, keterkaitan antara perkembangan kependudukan dengan berbagai kebijakan pembangunan menjadi prioritas penting bagi keseimbangan antara kuantitas dan kualitas penduduk, persebaran serta mobilitas penduduk yang dapat terkendali. Selain itu, hal tersebut dapat menjadi acuan bagi perlindungan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penduduk serta peningkatan pemahaman dan pengetahuan mengenai wawasan kependudukan. Untuk menunjang tercapainya good governance serta pembuatan dan implementasi kebijakan, perencanaan pembangunan, pemerintah maupun sektor usaha lain, data perkembangan kependudukan merupakan hal yang sangat penting yang dapat digunakan sebagai evaluasi keberhasilan dari program-program kependudukan. Pengembangan yang mengarah kepada sistem informasi yang menyajikan data secara akurat dan terpercaya serta dapat dipertanggung jawabkan mudah diakses dan digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan menjadi sangat diperlukan. Sehingga, semakin lengkap dan akurat data kependudukan tersebut, maka perencanaan maupun implementasi kebijakan pembangunan semakin mudah dan tepat sasaran. Untuk memenuhi kebutuhan informasi mengenai data kependudukan, maka perlu adanya pembuatan profil perkembangan kependudukan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

7 21 Nomor 65 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan profil perkembangan kependudukan. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah harus didasarkan kepada data dan informasi yang lengkap dan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, baik yang menyangkut masalah kependudukan, potensi sumber daya daerah, maupun informasi tentang kewilayahan lainnya. Data dan informasi kependudukan diperoleh dari data teregistrasi dan data yang tidak teregistrasi melaui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang meliputi data yang berhubungan dengan variabel kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. B. Tujuan Menyajikan profil kependudukan yang berada di wilayah Pemerintahan Kabupaten Bandung Tahun 2013 sebagai acuan informasi bagi perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan daerah. C. Ruang Lingkup 1. Kuantitas penduduk, meliputi Jumlah Penduduk, komposisi dan persebaran penduduk; 2. Kualitas penduduk meliputi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial;

8 22 3. Mobilitas penduduk meliputi mobilitas permanen, mobilitas nonpermanen dan urbanisasi yang dapat mempengaruhi persebaran penduduk 4. Kepemilikan dokumen kependudukan. D. Pengertian Umum 1. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang termasuk secara sah serta bertempat tinggal di Wilayah Indonesia sesuai dengan peraturan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 2. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hal lainnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006); 3. Data Kependudukan adalah data perorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006); 4. Kuantitas Penduduk adalah jumlah penduduk akibat dari perbedaan antara jumlah penduduk yang lahir, mati dan pindah tempat tinggal (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992) 5. Kualitas Penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan non fisik serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan

9 23 dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang berbudaya, berkepribadian dan layak (Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1992); 6. Profil Perkembangan Penduduk adalah kumpulan data dan informasi tentang perkembangan kependudukan dalam bentuk tertulis, yang mencakup segala kegiatan yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas yang mempunyai pengaruh terhadap pembangunan dan lingkungan hidup; 7. Persebaran Penduduk adalah kondisi sebaran penduduk secara keruangan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 8. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006); 9. Kematian atau mortalitas menurut WHO adalah suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang biasa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (Biro Pusat Statistik); 10. Rasio Jenis Kelamin adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan jenis kelamin antara banyaknya penduduk laki-laki dan penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu; 11. Perkembangan Kependudukan adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas yang mempunyai pengaruh terhadap

10 24 pembangunan dan lingkungan hidup (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 12. Mobilitas Penduduk adalah gerak keruangan penduduk dengan melewati batas administrasi Daerah Tingkat II (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 13. Mobilitas penduduk permanen (migrasi) adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional); 14. Mobilitas penduduk non permanen (circucaltion/sirkuler) adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk tidak menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif. Mobilitas penduduk non permanen dibagi menjadi dua yaitu ulang-alik nglaju (commuting) dan menginap/mondok. 15. Penduduk musiman merupakan salah satu jenis mobilitas penduduk non permanen yang bekerja tidak pada daerah domisilinya dan menetap dalam kurun waktu lebih dari satu hari tetapi kurang dari satu tahun dan dilakukan secara berulang; 16. Mobilitas penduduk ulang-alik atau nglaju (commuting) adalah gerak penduduk dari daerah asal ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari yang sama;

11 Migrasi kembali (return migration) adalah banyaknya penduduk yang pada waktu diadakan pendataan bertempat tinggal di daerah yang sama dengan tempat lahir dan pernah bertempat tinggal di daerah yang berbeda; 18. Migrasi semasa hidup (life time migration) adalah bentuk migrasi dimana pada waktu diadakan pendataan tempat tinggal sekarang berbeda dengan tempat kelahirannya; 19. Migrasi risen (rencent migration) adalah bentuk migrasi melewati batas wilayah administrasi (desa/kec/kab/provinsi) yang pada waktu diadakan pendataan bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan tempat tinggal lima tahun yang lalu. 20. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi. 21. Urbanisasi adalah suatu proses bertambahnya konsentrasi penduduk di perkotaan dan atau proses perubahan suatu daerah perdesaan menjadi perkiraan, baik secara fisik maupun ukuran-ukuran spasial dan/atau bertambahnya fasilitas perkotaan, serta lembaga-lembaga sosial, maupun perilaku masyarakatnya. 22. Penduduk Usia Kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun. 23. Angka Partisipasi Angkatan Kerja adalah proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

12 Pengangguran adalah Orang yang termasuk angkatan kerja, namun pada saat pendataan / survei atau sensus tidak berkerja dan sedang mencari kerja. 25. Angka Pengangguran adalah proporsi jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja. 26. Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk usia 15 tahun kebawah dan penduduk berusia 64 tahun keatas. 27. Lahir hidup adalah suatu kelahiran bayi tanpa memperhitungkan lamanya didalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan, misalnya ada nafas, ada denyut jantung atau denyut tali pusar atau gerakan otot 28. Jumlah anak yang pernah dilahirkan (Paritas) adalah Banyaknya kelahiran hidup dari sekelompok atau beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya (Biro Pusat Statistik); 29. Lahir mati adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan. 30. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR) adalah rata-rata banyaknya anak yang akan dimiliki oleh seorang wanita pada masa reproduksinya jika ia mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung, 31. Angka Kematian Bayi Baru Lahir adalah banyaknya kematian baru lahir, usia kurang dari satu bulan (0-28) hari pada suatu periode per kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama.

13 Angka Kematian Bayi Lepas Baru Lahir adalah Banyaknya kematian bayi lepas baru lahir (usia 1-11 bulan) pada suatu periode per kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama. 33. Angka Kematian Bayi/IMR adalah banyaknya kematian bayi usia kurang dari satu tahun (9-11 bulan) pada suatu periode per kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama. 34. Angka Kematian Ibu/MMR adalah banyaknya kematian ibu pada waktu hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan per kelahiran hidup, tanpa memandang lama dan tempat kelahiran yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya. 35. Angka Kematian Kasar adalah banyaknya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk. 36. Pengeluaran untuk makanan adalah proporsi pengeluaran yang dipergunakan untuk mengkonsumsi makanan dibandingkan dengan total pengeluaran (makanan dan bukan makanan). 37. Penduduk Melek Huruf adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang telah bebas dari tiga buta, yaitu buta aksara, buta Latin, dan buta angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengalaman dasar. 38. Buta Huruf adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang belum bebas dari tiga buta, yaitu buta aksara, Latin dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengamatan dasar. 39. Angka. Partisipasi Total adalah proporsi penduduk bersekolah menurut golongan umur sekolah yaitu umur 7-12,13-15,16-18, dan tahun.

14 Angka Partisipasi Murni/APM adalah persentase jumlah peserta didik SD usia 7-12 tahun, jumlah peserta didik SLTP usia tahun, jumlah peserta didik SLTA usia tahun dan jumlah peserta didik PTN/PTS usia tahun dibagi jumah penduduk kelompok usia dari masingmasing jenjang pendidikan. 41. Angka Partisipasi Kasar / APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BANDUNG A. GEOGRAFIS Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki wilayah yang cukup luas. Secara geografis Kabupaten Bandung berada pada 6 0,41 sampai dengan 7 0,19 Lintang Selatan dan diantara 107 0,22 sampai dengan 108 0,5 Bujur Timur dengan luas wilayah keseluruhan sebesar 1.762,39 Km2. Ibukota Kabupaten Bandung berada di Kecamatan Soreang yang berjarak kurang lebih 17 Km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat. Secara morfologis, bentuk dataran wilayah Kabupaten Bandung memiliki mayoritas wilayah pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng cukup beragam, bahkan pada beberapa wilayah cukup banyak terdapat kemiringan yang mencapai 45 0.

15 29 Iklim di Kabupaten Bandung merupakan iklim tropis yang memiliki curah hujan antara 1500 sampai dengan 4000 milimeter pertahun, kondisi iklim ini mendukung bagi wilayah Kabupaten Bandung yang memiliki wilayah agraris cukup luas. Potensi sumber daya air tersedia cukup melimpah, baik air bawah tanah maupun air permukaan. Air permukaan terdiri dari : 4 danau alam, 3 danau buatan serta 172 buah sungai dan anak-anak sungai. Sumber air permukaan pada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, industri dan sosial lainnya sedangkan air tanah dalam (kedalaman meter) pada umumnya dipergunakan untuk keperluan industri, nonindustri dan sebagian kecil untuk rumah tangga. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan air tanah bebas (sumur gali) dan air tanah dangkal (kedalaman 24 sampai 60 meter) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta sebagian kecil menggunakan fasilitas dari PDAM. Secara administrasi Kabupaten Bandung berbatasan dengan beberapa kabupaten lainnya yaitu: 1. bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang; 2. bagian tengah berbatasan dengan Kota Cimahi dan Kota Bandung; 3. bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut; 4. bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur; dan 5. bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung terdiri dari 31 Kecamatan dengan jumlah desa 270 desa dan 10 Kelurahan. Sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki wilayah sangat luas, faktor jarak antara kecamatan di Kabupaten Bandung terutama jarak dengan ibukota Kabupaten yang cukup jauh jaraknya bagi

16 30 beberapa kecamatan. Sebagian kecamatan memiliki jarak ke ibukota kabupaten di Soreang hingga lebih dari 20 Km, dan yang terjauh Kecamatan Nagreg yang mencapai lebih dari 50 Km. Akan tetapi jauhnya jarak ini dimudahkan dengan akses jalan raya yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bandung dengan Ibukota Kabupaten dan Ibukota Propinsi, maupun antar kecamatan dengan kualitas jalan yang relatif baik. B. DEMOGRAFIS Jumlah penduduk Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah penduduk yang cukup besar di Jawa Barat. Berdasarkan data Kabupaten Bandung Dalam Angka tahun 2012, Jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2011 mencapai orang, penduduk laki-laki berjumlah orang sedangkan perempuan orang. Rata rata kepadatan per Km nya mencapai jiwa, dimana Kecamatan Margahayu memiliki kepadatan yang paling tinggi yaitu sebesar jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Rancabali merupakan kepadatan yang terendah yaitu sebesar 327 jiwa/km2. Berdasarkan sumber data yang sama, diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Bandung 67% ( Jiwa) berusia produktif antara tahun. Hal ini menjadi potensi besar bagi Kabupatan Bandung sebagai potensi pembangunan daerah. C. EKONOMI Pada tahun 2011 nilai PDRB Kabupaten Bandung baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan menunjukkan peningkatan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tahun 2011 di semakin membaik dibandingkan dengan tahun Berdasarkan

17 31 perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tahun 2011 mencapai 5,94 persen meningkat dari pencapain tahun sebelumnya sebesar 5.88 persen. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bandung tahun 2011 atas dasar harga berlaku mencapai ,64 juta rupiah, sementara itu di sisi konstan yang tidak dipengaruhi oleh faktor inflasi mencapai ,14 juta rupiah. Pendapatan per kapita meningkat cenderung menyesuaikan dengan tingkat inflasi sebagai gambaran tahun 2010 mencapai ,00/tahun dan di tahun 2011 mencapai ,00/tahun. (Kabupaten Bandung Dalam Angka 2012, 2012:289). D. POTENSI EKONOMI Potensi-potensi ekonomi yang banyak tersebar di Kabupaten Bandung didominasi oleh pertanian, peternakan, Industri dan pariwisata. Dari sisi pertanian Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasuk hasil pertanian dataran tinggi maupun dataran rendah bagi kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta serta Tangerang, Bekasi dan Bogor. Produksi perkebunan teh baik milik perkebunan negara maupun masyarakat merupakan salah satu produk unggulan yang sebagian besar diekspor. Sementara dari sektor peternakan potensi ekonomi Kabupaten Bandung antara lain berasal dari peternakan sapi potong dan susu perah, unggas dan perikanan, potensi peternakan masih dapat terus dikembangkan mengingat masih besarnya pangsa pasar dan kebutuhan dalam negeri yang belum terpenuhi. Pada sektor industri, Kabupaten Bandung merupakan wilayah investasi yang cukup baik hal ini antara lain karena lokasi wilayah Kabupaten Bandung cukup strategis bagi pengembangan industri baik kelompok industri lokal seperti kerajinan rumah tangga yang dikerjakan oleh anggota rumah tangga sebagai aktivitas sambilan atau musiman dengan berpangkal tolak pada kultur tani. Kegiatan ini lebih merupakan manifestasi dari

18 32 tradisi setempat dan membantu kegiatan utama yaitu kegiatan pertanian. Jenis yang diusahakan antara lain: anyaman bambu, anyaman mendong, kripik singkong, kripik pisang, gula aren dan lain-lain. Sektor Industri sentra terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu seperti konveksi di Kecamatan Soreang dan Kecamatan Kutawaringin, alat rumah tangga di Kecamatan Cileunyi, kerajinan bambu di Kecamatan Pacet, kerajinan topi di Kecamatan Margaasih, boneka di Kecamatan Margahayu, stroberi di Kecamatan Ciwidey dan Rancabali dan sebagainya. Industri-industri ini menyerap investasi dan tenaga kerja yang cukup besar, sehingga dapat menjadi pemacu bagi pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Bandung. Pada sektor pariwisata Kabupaten Bandung memiliki potensi pariwisata yang baik, terutama pariwisata yang terkait dengan keindahan alam dan lingkungan hidup, seperti Situ Patengan, Situ Cileunca, Kawah Putih, Pemandian air panas Ciwalini, Cibolang, dan sebagainya. Tempat-tempat obyek wisata tersebut menyediakan fasilitas pendukung seperti wisma, motel dan hotel serta restoran/rumah makan.

19 33 BAB III KUANTITAS PENDUDUK A. Persebaran / Distribusi Penduduk 1. Jumlah dan Persebaran Penduduk Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah ,67 ha yang didiami oleh penduduk dengan jumlah Jiwa. Penduduk ini tersebar di 31 Kecamatan (270 Desa, 10 Kelurahan).Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Baleendah yaitu jiwa (6,99%), sedangkan wilayah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Rancabali dengan jiwa (1,39%). Distribusi penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin di Kabupaten Bandung dapat terlihat pada Tabel 3.1. Jika diperhatikan menurut jenis kelamin, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki (52,82%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk

20 34 perempuan (47,18%). Gambaran ini terlihat di seluruh kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk di daerah perkotaan atau daerah penyangga seperti Cileunyi, Margahayu, Dayeuhkolot, Rancaekek terlihat konsentrasi persebaran penduduk. Secara umum dapat disimpulkan penduduk Kabupaten Bandung banyak yang tinggal di daerah perkotaan. Tabel 3.1 Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Kabupaten Bandung Tahun 2012 NO NAMA KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH 1 CILEUNYI CIMENYAN CILENGKRANG BOJONGSOANG MARGAHAYU MARGAASIH KATAPANG DAYEUHKOLOT BANJARAN PAMEUNGPEUK PANGALENGAN ARJASARI CIMAUNG CICALENGKA NAGREG CIKANCUNG RANCAEKEK CIPARAY PACET KERTASARI

21 35 21 BALEENDAH MAJALAYA SOLOKAN JERUK PASEH IBUN SOREANG PASIRJAMBU CIWIDEY RANCABALI CANGKUANG KUTAWARINGIN JUMLAH Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung memiliki potensi wilayah yang luas mencapai ,67 ha, sehingga rata-rata kepadatan penduduknya pada tahun 2012 adalah 17,388 jiwa/ha. Hal yang menarik bahwa jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kepadatan penduduk justru menurun sekitar 3,453 jiwa/ha karena kepadatan penduduk tahun ,841 jiwa/ha. Bahkan jika dibandingkan dengan tahun 2010 pun tetap menurun karena kepadatan penduduk 2010 mencapai 18,245 jiwa/ha. 3. Pertumbuhan Penduduk Dalam Laporan Keterangan Pertanggung jawaban Akhir Tahun Anggaran 2011 bidang kependudukan diuraikan bahwa berdasarkan data Suseda Kabupaten Bandung jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2010 sebesar 3,215 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,47%. Pada tahun 2011 jumlah penduduk kabupaten Bandung mengalami kenaikan menjadi 3,299 juta jiwa.

22 36 Pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat ini selain dapat menjadi potensi sumber daya pembangunan juga dapat menimbulkan berbagai permasalahan baru di masa yang akan datang apabila tidak diantisipasi dengan baik. Jika dilihat data kependudukan 2012 yang menunjukkan adanya penurunan jumlah penduduk yaitu menjadi jiwa maka hal ini menunjukkan ada penurunan jumlah penduduk di Kabupaten Bandung. Tahun Tabel 3.2. Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah Penduduk LPP % pertahun jiwa jiwa jiwa Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 dan LPKPJ 2011 B. Komposisi Penduduk menurut Karakteristik Demografi 1. Jumlah dan Proporsi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Karakteristik penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat diperlukan dalam penyusunan perencanaan pemenuhan kebutuhan dasar bagi penduduk sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelompok umur.secara umum semua kelompok umur membutuhkan pangan, sandang dan papan dan kesehatan.

23 37 Pada kelompok usia tertentu ada yang membutuhkan pendidikan dan kelompok yang usia lainnya membutuhkan pekerjaan. Dengan demikian setiap kelompok umur memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, misalnya kelompok bayi dan balita, mereka lebih membutuhkan asupan gizi yang baik dan perawatan kesehatan. Sedangkan kelompok penduduk usia lanjut juga membutuhkan pelayanan berkaitan dengan kesehatan dan lain-lain. Tabel 3.3. Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Tahun 2012 Menurut Umur dan Jenis Kelamin Kelompok Jenis Kelamin Umur Laki-Laki % Perempuan % Jumlah % ,336 4% 53,998 4% 112,334 4% ,167 8% 117,746 8% 246,913 8% ,373 11% 164,679 11% 342,052 11% ,993 10% 147,326 10% 304,319 10% ,169 9% 139,371 10% 281,540 9% ,613 9% 134,835 9% 277,448 9% ,483 10% 148,027 10% 308,510 10% ,201 9% 125,487 9% 265,688 9% ,453 8% 105,641 7% 230,094 8% ,189 6% 80,874 6% 180,063 6% ,787 5% 62,739 4% 143,526 5% ,102 4% 47,314 3% 110,416 4% ,200 3% 35,416 2% 83,616 3% ,744 2% 25,806 2% 56,550 2% ,925 2% 21,588 1% 49,513 2% ,998 2% 34,786 2% 71,784 2% JUMLAH 1,618, % 1,445, % 3,064, % Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012

24 38 Dari tabel di atas secara umum penduduk Kabupaten Bandung paling banyak berada di rentang tahun dengan demikian proporsi penduduk masih berada di rentang usia produktif. Tabel di atas menunjukan bahwa penduduk sebagian besar merupakan usia produktif yaitu pada kelompok umur antara tahun, (71,31%) dengan komposisi terbesar pada penduduk berusia tahun. Demikian pula dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, nampak bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan yang terbesar berada pada kelompok usia tahun. Kondisi ini cukup menarik, di satu sisi sangat menguntungkan karena sebagian besar (di atas 50%) merupakan penduduk usia kerja (usia produktif), dan sisanya sebanyak merupakan penduduk usia muda (berusia dibawah 15 tahun) dan merupakan Penduduk lanjut usia (65 tahun keatas). Namun di sisi lain, banyaknya jumlah anak usia 0-14 memerlukan perencanaan yang baik untuk mengantisipasi ketersediaan sarana pendidikan dari semua jenjang. Besarnya jumlah anak usia 0-14, harus menjadi perhatian karena 5-10 tahun mendatang kelompok secara bertahap akan menjadi angkatan kerja baru yang memerlukan kemampuan dan kualitas SDM yang memadai baik keterampilan maupun etos kerja dan kepribadian. Untuk memperoleh hal tersebut, diperlukan asupan gizi yang cukup, pendidikan yang memadai, serta pembentukan karakter dan etos kerja yang baik. Grafik 3.1. Piramida Penduduk Kabupaten Bandung 2012

25 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Perempuan Laki-Laki Tahun Tahun 0-4 Tahun 200, , , ,000 Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Piramida penduduk Kabupaten Bandung menunjukkan struktur penduduk muda/expansive, dengan struktur penduduk muda lebih besar dibandingkan kelompok usia diatasnya. Pada piramida ini terlihat bahwa jumlah penduduk kelompok umur 0-4 tahun yang terletak pada dasar piramida mulai mengecil. Ini berarti angka kelahiran mulai menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, walaupun dari segi jumlah absolut tidak kecil. Demikian juga dengan jumlah penduduk 5-9 tahun masih terlihat lebar, berarti lima tahun kedepan dibutuhkan fasilitas pendidikan dasar dan menengah yang cukup untuk menampung penduduk kelompok ini. Demikian pula jumlah penduduk pada kelompok tahun menunjukkan jumlah yang cukup besar. Hal ini akan berpengaruh pada proporsi usia lansia di tahun-tahun mendatang. Penduduk lansia (65 tahun keatas), menunjukan proporsi yang masih kecil, namun dimasa depan proporsi penduduk lansia akan terus merambat naik, karena pergeseran umur penduduk serta usia

26 40 harapan hidup yang semakin meningkat. Pertambahan jumlah penduduk lansia ini harus mulai diantisipasi dari sekarang, karena kelompok lansia akan terus membesar di masa depan, sehingga diperlukan kebijakan seperti ketenagakerjaan, kesehatan, pelayanan lansia serta kebutuhan sosial dasar lainnya. 2. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) Rasio Jenis Kelamin (RJK) menggambarkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap setiap 100 orang penduduk perempuan. Rasio Jenis kelamin berguna untuk melihat proporsi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan untuk berbagai perencanaan kegiatan seperti penyediaan Rumah Sakit Bersalin, penyediaan ragam pendidikan dan lain sebagainya. Rasio jenis kelamin Kabupaten Bandung sekitar 112 yang berarti bahwa lebih banyak penduduk berjenis kelamin laki-laki. Hal ini merupakan kondisi umum di Provinsi Jawa Barat, namun berbeda dengan gambaran rasio jenis kelamin secara nasional dimana lebih banyak penduduk perempuan dibanding laki-laki. Rasio jenis kelamin penduduk pada kelompok umur 0-4 tahun sebesar 108 yang artinya terdapat sekitar 108 balita berjenis kelamin laki-laki dari 100 balita perempuan. Secara biologis jumlah kelahiran bayi laki-laki pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan kelahiran bayi perempuan, namun bayi laki-laki rentan terhadap kematian dibandingkan bayi perempuan. Pada tabel Rasio Jenis Kelamin terlihat bahwa di Kabupaten Bandung bayi laki-laki lebih banyak. Kondisi tersebut berbeda dengan Jawa Barat secara umum yang menunjukkan

27 41 kecenderungan jumlah kelahiran bayi laki-laki lebih kecil dari jumlah bayi perempuan. Selain dari faktor kelahiran, faktor migrasi penduduk laki-laki yang masuk ke Kabupaten Bandung lebih besar terutama pada usia-usia produktif. Tabel 3.4. Rasio Jenis Kelamin Menurut Kelompok Umur Rentang Usia Laki-Laki Perempuan Rasio L/P Jumlah Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012

28 42 Tabel 3.5. Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan No Nama Kecamatan Laki-Laki Perempuan Rasio L/P 1 CILEUNYI CIMENYAN CILENGKRANG BOJONGSOANG MARGAHAYU MARGAASIH KATAPANG DAYEUHKOLOT BANJARAN PAMEUNGPEUK PANGALENGAN ARJASARI CIMAUNG CICALENGKA NAGREG CIKANCUNG RANCAEKEK CIPARAY PACET

29 43 20 KERTASARI BALEENDAH MAJALAYA SOLOKAN JERUK PASEH IBUN SOREANG PASIRJAMBU CIWIDEY RANCABALI CANGKUANG KUTAWARINGIN JUMLAH Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio) Rasio Beban Tanggungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukan keadaan ekonomi suatu Negara apakah tergolong Negara maju atau Negara yang sedang berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting, semakin tinggi dependency ratio menunjukan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif (usia tahun) untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif (usia 0-14 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun keatas). Sedangkan dependency ratio yang semakin rendah menunjukan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Tabel 3.6. Rasio Beban Tanggungan (RBT) Kabupaten Bandung Rentang Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah Jumlah RBT Jumlah RBT Jumlah RBT

30 , , ,299 >65 95,667 82, , ,158,190 1,027,030 2,185,220 Jumlah 1,618,733 1,445,633 3,064,366 Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomi masih tergantung pada orang tua ataupun orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia 65 tahun keatas juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Berdasarkan hal-hal tersebut maka harus diperhitungkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja. Rasio ketergantungan Kabupaten Bandung secara umum sebesar 40 artinya setiap 100 penduduk usia Produktif Jawa Barat menanggung 40 orang usia non produktif baik anak-anak maupun lanjut usia. Angka ini terbilang cukup rendah karena masih di bawah 50. C. Komposisi Penduduk menurut Karakteristik Sosial 1. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Taraf pendidikan yang dicapai merupakan salah satu dari indikator kualitas penduduk yang sangat penting. Jika diperhatikan menurut pendidikan yang diikuti, mayoritas penduduk Kabupaten Bandung masih berpendidikan rendah.provinsi Jawa Barat dapat dikatakan masih berpendidikan rendah, yaitu

31 45 hanya tamat SMP kebawah 74,58%, pendidikan SMA 20,30%, dan sisanya berpendidikan tinggi 5,12% (Diploma ke atas). Tabel 3.7 Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Berdasarkan Jenjang Pendidikan Yang Ditamatkan (Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki) di Kabupaten Bandung Tahun N Jenjang o Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah % Jenis Kelamin Jumlah % L P L P 1. Tdk/blm , ,52 punya Ijazah 2. SD / setara , ,16 SD 3. SLTP / , ,90 setara SLTP 4. SLTA / , ,30 setara SLTP 5. Perguruan , ,12 Tinggi Jumlah Sumber: LKPJ Kabupaten Bandung 2011 Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang besar kalau tidak disertai dengan pengembangan

32 46 kualitasnya. Terlebih era globalisasi tidak mungkin dihindari. Ketatnya persaingan untuk memperoleh kesempatan kerja semakin terasa. Peningkatan taraf pendidikan perlu dilakukan untuk menghasilkan SDM yang siap bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang sebagian besarnya adalah peluang kerja membutuhkan tenaga terdidik yang memiliki keterampilan khusus. Kalau dikelompokkan lagi berdasarkan jenis kelamin, ternyata di Kabupaten Bandung lulusan perguruan tinggi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Kalau dilihat dari tingkat pendidikan dihubungkan dengan usia produktif, kita lihat bahwa 70,13% penduduk usia produktif Jawa Barat berpendidikan SLTP ke bawah, hanya 23,07 % berpendidikan SLTA dan 6,80% berpendidikan tinggi (Diploma ke atas). Dapat disimpulkan bahwa pendidikan penduduk usia produktif Jawa Barat sangatlah rendah. Bahkan untuk jumlah terbesar dipegang oleh penduduk berpendidikan SD 42,15%. Untuk itu diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan jenjang pendidikan penduduk usia produktif di Kabupaten Bandung, agar besarnya SDM yang dimiliki menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, bukanlah menjadi beban yang menyebabkan pengangguran, kemiskinan dan lain sebagainya 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Informasi tentang jumlah penduduk berdasarkan agama diperlukan untuk merencanakan penyediaan sarana dan prasarana peribadatan serta merencanakan program atau kegiatan yang berkaitan dengan kerukunan antar umat beragama. Di Kabupaten Bandung mayoritas penduduk memeluk agama Islam yang tersebar di

33 47 seluruh kecamatan. Kristen tersebar di 30 kecamatan. Katolik tersebar di 27 kecamatan. Hindu tersebar di 22 Kecamatan. Pemeluk Budha hanya ada di 12 kecamatan. Konghuchu hanya terdapat di 2 kecamatan.pemeluk Kepercayaan hanya tercatat di Kecamatan Rancaekek.

34 29 Tabel 3. 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Perkecamatan ISLAM KRISTEN KATOLIK HINDU BUDHA KONGHUCU KEPERCAYAAN NO NAMA KECAMATAN Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 CILEUNYI , , , , , ,000 0,000 2 CIMENYAN , , , , , , ,000 3 CILENGKRANG , , , , , , ,000 4 BOJONGSOANG , , , , , , ,000 5 MARGAHAYU , , , , , , ,000 6 MARGAASIH , , , , , , ,000 7 KATAPANG , , , , , , ,000 8 DAYEUHKOLOT , , , , , , ,000 9 BANJARAN , , , , , , , PAMEUNGPEUK , , , , , , , PANGALENGAN , , , , , , , ARJASARI , , , , , , , CIMAUNG , , , , , , , CICALENGKA , , , , , , , NAGREG , , , , , , , CIKANCUNG , , , , , , , RANCAEKEK , , , , , , , CIPARAY , , , , , , , PACET , , , , , , , KERTASARI , , , , , , , BALEENDAH , , , , , , , MAJALAYA , , , , , , , SOLOKAN JERUK , , , , , , , PASEH , , , , , , , IBUN , , , , , , , SOREANG , , , , , , , PASIRJAMBU , , , , , , , CIWIDEY , , , , , , , RANCABALI , , , , , , , CANGKUANG , , , , , , , KUTAWARINGIN , , , , , , ,000 JUMLAH , , , , , , ,003

35 3. Jumlah Penduduk Penyandang Kecacatan Tubuh Informasi tentang banyaknya penduduk penyandang cacat dan jenis kecacatannya sangat diperlukan dalam memberikan program pelayanan publik yang ramah penyandang cacat. Selama ini kelompok penyandang cacat kerap merasa didiskriminasi, karena di berbagai tempat umum tidak tersedia jalan khusus untuk pengguna kursi roda, toilet khusus untuk mereka dan lain sebagainya. Di samping itu penting diperhatikan bahwa dengan keterbatasannya seringkali terhambat aksesnya terhadap hak-hak sipil mereka, misalnha seperti pada saat pemilihan umum, ketersediaan surat suara untuk tuna netra kadang diabaikan. Hak terhadap pendidikan seringkali juga terhambat karena tidak tersedianya cukup institusi pendidikan yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk kelompok ini, padahal potensi mereka seringkali tidak kalah besarnya dengan penduduk yang tidak menyandang cacat. Grafik 3.2 Jumlah Penyandang Cacat di Kabupaten Bandung Cacat Netra, 57 Cacat Fisik, 520 Cacat Ganda, 100 Tuna Tuna Daksa, Wicara/Rungu, Tuna Grahita, 241 Penyandang Cacat Lainnya, 3705 Sumber: Diolah dari data Dinas Sosial Kabupaten Bandung

36 38 4. Jumlah penduduk berdasarkan Status Perkawinan Tabel 3.9 Kepemilikan Akta Nikah TAHUN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Rata-rata Umur Kawin Pertama (Singulate Mean Age at Marriage) Rata-rata umur kawin pertama atau Singulate Mean Age at Marriage (SMAM) adalah rata-rata umur kawin pertama berdasarkan jumlah penduduk yang tetap lajang (belum kawin). Tersedianya indikator ini akan memudahkan para penentu kebijakan dan perencana pembangunan untuk mengembangkan program pemberdayaan terutama terhadap penduduk kelompok umur muda untuk menunda perkawinan dan agar dapat menyelesaikan pendidikan minimal pendidikan 9 tahun. Selain itu, umur kawin pertama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas. Umur kawin pertama mempunyai korelasi negatif dengan tingkat fertilitas seorang perempuan, artinya semakin tua umur kawin pertama perempuan, maka semakin sedikit pula jumlah anak yang akan dilahirkannya. Hal ini terjadi karena semakin tinggi umur kawin pertama seorang perempuan, maka semakin pendek pula masa usia suburnya dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat fertilitas perempuan tersebut. Perkawinan di usia muda cenderung memiliki banyak kendala, seperti dilihat dari sisi pendidikan, yaitu tingkat pendidikan yang ditamatkan cenderung

37 39 akan semakin rendah yang berdampak pada kurangnya pengetahuan ibu dalam hal merawat anak dan mengatur keluarga. Apabila dilihat dari sudut kesehatan reproduksi, maka perempuan yang kawin di usia muda, proses reproduksi belum benar-benar matang atau belum siap sehingga lebih rentan kesehatannya jika mempunyai anak. Pada akhirnya kedua hal tersebut akan menyebabkan semakin tingginya resiko ibu meningal saat melahirkan atau tingginya resiko kematian anak. Untuk memperoleh rata-rata usia kawin pertama yang lebih cermat, para demografer mengembangkan rata-rata usia kawin dari data tentang proporsi penduduk yang masih lajang menurut umur. Estimasi rata-rata usia kawin dengan cara ini disebut Singulate Mean Age at Marriage (SMAM). Kegunaan tersedianya indikator rata-rata umur kawin pertama dengan metode SMAM akan memudahkan para penentu kebijakan dan perencana pembangunan untuk mengembangkan program pemberdayaan orang muda agar meneruskan sekolah, dan bagi yang terpaksa putus sekolah diberikan pendidikan keterampilan agar tidak segera memasuki jenjang perkawinan. Program untuk pendewasaan usia perkawinan bagi perempuan juga dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.

38 40 6. Keluarga a. Jumlah Keluarga dan Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga dibentuk dari sekelompok orang yang terikat dan mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Unit keluarga menjadi hal penting untuk berbagai intervensi seperti penanganan kemiskinan, keluarga berencana dan sebagainya. Keluarga terbagi menjadi dua yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Besarnya jumlah anggota keluarga biasanya digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan keluarga, dimana semakin kecil jumlah anggota keluarga diasumsikan akan semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. Data mengenai rasio anggota keluarga juga dapat menjadi dasar perencanaan pengembangan perumahan dan fasilitas-fasilitas umum yang harus mengakomodir aktivitas keluarga. Di Kabupaten Bandung rata-rata jumlah anggota keluarga menurut Kepala Keluarga adalah 3,54 orang/kk. Data tersebut menunjukkan terdapat 3-4 orang anggota keluarga termasuk kepala keluarga, rasio ini cukup baik. Namun demikian di beberapa kecamatan terdapat kecenderungan rasio yang menunjuk kepada keluarga besar terutama di Kecamatan Cimaung sebanyak 6,74 orang/kk yang mengindikasikan adanya 6-7 orang di setiap keluarga

39 41 Tabel 3.10 Jumlah Kepala Keluarga dan Rasio Anggota Keluarga menurut Kecamatan NO NAMA KECAMATAN JUMLAH KEPALA KELUARGA JUMLAH PENDUDUK RATA-RATA JUMLAH ANGGOTA KELUARGA (orang/kk) 1 CILEUNYI ,90 2 CIMENYAN ,50 3 CILENGKRANG ,62 4 BOJONGSOANG ,77 5 MARGAHAYU ,70 6 MARGAASIH ,55 7 KATAPANG ,74 8 DAYEUHKOLOT ,36 9 BANJARAN ,34 10 PAMEUNGPEUK ,59 11 PANGALENGAN ,43 12 ARJASARI ,54 13 CIMAUNG ,74 14 CICALENGKA ,73 15 NAGREG ,55 16 CIKANCUNG ,83 17 RANCAEKEK ,61 18 CIPARAY ,50 19 PACET ,92 20 KERTASARI ,01 21 BALEENDAH ,76 22 MAJALAYA ,35 23 SOLOKAN JERUK ,92 24 PASEH ,74 25 IBUN ,03 26 SOREANG ,59 27 PASIRJAMBU ,48 28 CIWIDEY ,30 29 RANCABALI ,21 30 CANGKUANG ,49 31 KUTAWARINGIN ,60 JUMLAH ,54 Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Infomasi tentang karakteristik kepala keluarga merupakan informasi yang penting terutama dalam program pengentasan kemiskinan, pendidikan, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Data mengenai Kepala Keluarga dan status pekerjaan dapat dilihat di tabel 3.12 dan 3.13.

40 42 7. Kelahiran Kelahiran atau fertilitas merupakan satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Jumlah kelahiran membawa konsekuensi pada penyediaan pemenuhan kebutuhan bagi anak yang dilahirkan seperti gizi dan kecukupan kalori, perawatan kesehatan, kebutuhan sandang dan kebutuhan lainnya. Di masa depan bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang membutuhkan pendidikan, dan kemudian pada gilirannya akan masuk angkatan kerja dan membutuhkan pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja perempuan dan perempuan usia subur yang akan menikah dan melahirkan bayi. a. Angka Kematian Bayi AKB Kabupaten Bandung pada tahun 2011 mencapai 34,17 jiwa, artinya rata-rata dari setiap 1000 kelahiran hidup terdapat bayi meninggal. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2010, di mana pada tahun 2010 AKB Kabupaten Bandung mencapai 34,75 jiwa. Kematian bayi tersebut akibat faktor penanganan pada saat persalinan, pengaruh usia perkawinan pertama, kualitas gizi serta pemberian imunisasi. Berikut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung 2012: Tabel 3.11 Jumlah Kematian Bayi NO TAHUN JUMLAH Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung 2012

41 43 Tabel 3.12 Jumlah Bayi Lahir Mati NO TAHUN JUMLAH Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung 2012 Adapun Jumlah kelahiran hidup di Kabupaten Bandung Menurut data Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007 s.d terlihat kecenderungannya menurun terutama menurun drastis pada tahun 2011 sebanyak Jiwa, padahal pada 2010 masih tercatat jumlah kelahiran hidup Jiwa. Kemungkinan hal ini disebabkan masih banyaknya bayi lahir yang belum dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga (KK)/pembuatan Akta lahir yang menyebabkan bayi-bayi tersebut belum masuk database dan tidak muncul di jumlah kelahiran pada tahun Hal ini dimaklumi bahwa untuk dapat teregistrasi di database masyarakat harus menambahkan anggota keluarganya yang baru lahir tersebut ke Kartu Keluarga atau pembuatan Akta Kelahiran. Dalam hal ini terdapat suatu kebiasaan masyarakat membuat Akta kelahiran/memperbaharui KK mereka apabila ada kepentingan saja seperti untuk mengajukan perpanjangan KTP (diolah dari Profil Kependudukan Provinsi Jawa Barat, 2012)

42 44 BAB IV KUALITAS PENDUDUK Keberhasilan pembangunan kabupaten atau kota antara lain terlihat dari semakin meningkatnya kualitas penduduknya. Hal ini antara lain terlihat dari indeks pembangunan manusia daerah tersebut. berikut: Dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai 1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; 2. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata; 3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upayaupaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal; 4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;

43 45 5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Pembangunan manusia lebih luas aspeknya dari sekedar pembangunan ekonomi semata, karena yang menjadi fokus dari pembangunan adalah aspek manusia yang meliputi tiga dimensi utama: Tingkat harapan hidup (Indikator kesehatan yang diukur dengan angka kematian bayi dan angka harapan hidup lahir), Pencapaian pendidikan (Indikator Pendidikan yang diukur melalui angka melek huruf dan lama pendidikan) serta akses terhadap kehidupan layak (Indikator Kesejahteraan yang diukur dari kemampuan untuk mendapatkan penghasilan perkapita). A. Indikator Kesehatan Indikator kesehatan yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang mendukung kualitas penduduk adalah: angka harapan hidup saat dilahirkan, yang berbanding terbalik dengan angka kematian (bayi lahir mati, kematian bayi di bawah 1 tahun, kematian anak di bawah 5 tahun dan kematian ibu). Semakin tinggi kualitas kesehatan, terlihat dengan semakin rendahnya angka kematian sehingga meningkatnya harapan untuk hidup penduduk. B. Indikator Kelahiran Salah satu indikator kesehatan yang mempengaruhi proses demografi adalah indikator kelahiran atau fertilitas. Fertilitas merupakan indikator kelahiran yang dihitung berdasarkan rata-rata jumlah kelahiran hidup seorang wanita dalam usia subur, angka

44 46 kelahiran adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya. Perhitungan mengasumsikan bahwa tidak ada kematian. Indikator kelahiran ini penting dalam penentuan kebijakan dan perencanaan program pembangunan sosial terutama terkait dengan permasalahan kesejahteraan ibu dan anak a. Rasio Perbandingan Anak dan Perempuan Rasio perbandingan antara Anak dibawah lima tahun (0-4 tahun) dan Perempuan dalam usia produktif (15-49 tahun) atau Child Women Ratio (CWR) dapat digunakan untuk melihat angka kelahiran dalam lima tahun yang lalu. Pada tahun 2012 Jumlah anak usia 0-4 tahun di Kabupaten Bandung adalah sebesar , sementara jumlah perempuan usia produktif (15-49 tahun) adalah sebanyak sehingga didapatkan data bahwa dalam setiap 100 perempuan usia produktif (15-49 tahun) terdapat sebanyak 13 balita, dengan demikian CWR Kabupaten Bandung pada tahun 2012 adalah 13.

45 47 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Usia Reproduksi Kelompok Umur Perempuan Jumlah Produksi Jumlah Penduduk Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Grafik 4.1. Jumlah Perempuan Usia Tahun dan Balita 0-4 Tahun

46 48 112,334 Jumlah Perempuan Usia Jumlah Balita Usia ,561 Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 C. Indikator Kematian a. Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah kematian bayi dibawah usia satu tahun pada setiap kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi menjadi Indikator yang sangat sensitif terhadap ketersediaan, kualitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan kematian perinatal, disamping itu Angka Kematian Bayi dipengaruhi pula oleh pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan gizi keluarga. Sehingga Angka Kematian Bayi juga dapat dipakai sebagai tolak ukur pembangunan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

47 49 AKB di Kabupaten Bandung pada tahun 2011 adalah 34,17/1000 KH.Dan Tahun ,05/1000 KH. Penurunan Angka Kematian Bayi dari tahun ke tahun, baik di Kabupaten Bandung maupun di Jawa Barat, seperti ditunjukkan grafik berikut ini: Grafik 4.2 Angka Kematian Bayi di Kabupaten Bandung Angka Kematian Bayi Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung b. Kematian Neonatal Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian neonatal di suatu daerah, sehingga dengan mengetahui angka kematian neonatal dan sebab-sebab terjadinya kematian neonatal dapat menjadi masukan yang baik bagi penentuan kebijakan terutama terkait dengan peningkatan gizi keluarga, gizi ibu hamil, kehamilan dengan resiko tinggi dan sebagainya. Di Kabupaten Bandung jumlah kematian neonatal berdasarkan laporan tahun 2012 terjadi sebanyak 276 kasus dengan penyebab terbanyak BBLR 92 (33,3%), Asfiksia

48 50 64 (23,1%), Prematur 57 (20,6%), Tetanus neonatorum 2 (0,7%), Kecacatan 23 (8,3%), Sepsis 14 (5%), Ikterus 5 (1,8%), Trauma Lahir 5 (1,8 %), Masalah Laktasi 3 (1%), Hypotermia 3 (1%), Sebab lain 9 (3,2 %) dengan umur kematian 0 6 hari sebanyak 268 kasus (97,1%) dan umur 7-28 hari sebanyak kasus 8 (2,8%), umur 1 tahun sebanyak 21 kasus dan umur 1-5 tahun sebanyak 4 kasus. Tabel 4.2 Jumlah Kematian Neonatal dan penyebabnya Tahun 2012 Penyebab Kematian Kasus Kematian Asfiksia 64 BBLR 92 TN 2 Infeksi 14 Masalah Laktasi 3 Prematur 57 Kel. Konginetal 23 Penyebab Kematian Kasus Kematian Trauma Lahir 5 Ikterus 5 Hypothermi 3 Sebab lain 9 Total 276 Lahir Mati 129 Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa penyebab utama kematian Neonatal pada tahun 2012 disebabkan oleh BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) yaitu sebesar 33% dari total kasus kematian Neonatal.

49 51 Sementara apabila dilihat dari jumlah kasus kematian Neonatal yang tercatat dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir terlihat peningkatan jumlah kematian neonatal di Kabupaten Bandung seperti yang tergambarkan pada grafik 4.3 berikut ini: Grafik 4.3 Jumlah Kematian Neonatal Tahun Jumlah Kematian Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung c. Kematian Ibu Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya. Angka kematian Ibu dihitung sebagai rasio kematian ibu dan dinyatakan per kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per kelahiran. Angka rasio kematian ibu belum dapat dihitung dikarenakan angkanya sangat kecil dan tidak semua kematian ibu bersalin baik yang ditolong oleh tenaga kesehatan

50 52 atau tenaga lainnya dilaporkan.sedangkan jumlah kematian Ibu dalam 5 (lima) tahun terakhir terlihat pada grafik 4.4 berikut ini: Grafik 4.4 Jumlah Kematian Ibu Tahun Kasus Kematian Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

51 53 D. Indikator Pendidikan 1. Angka Melek Huruf Dalam indikator pendidikan, tingkat melek huruf suatu daerah menentukan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut sehingga, peningkatan kemampuan membaca menjadi salah satu indikator penyumbang tingginya indeks pembangunan manusia. Angka Melek Huruf menggambarkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang diukur dari aspek pendidikan. Indikator AMH diambil dari penduduk dewasa (umur 15 tahun keatas) yang dapat membaca dan menulis minimal kata-kata/kalimat sederhana aksara tertentu, baik huruf latin atau lainnya. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) yang melek huruf di Kabupaten Bandung pada tahun 2010 mencapai 98,41 %, angka ini naik 0,07 point pada tahun 2011 menjadi 98,48 point. Sementara rata-rata lama sekolah (RLS) pada tahun 2011 mencapai 8,62 tahun, ini artinya bahwa penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2011 rata-rata telah menamatkan pendidikan sampai jenjang SLTP (wajar dikdas 9 tahun). Angka ini menurun 0,40 tahun dibandingkan tahun 2010, dimana pada tahun 2010 RLS mencapai 9,02 tahun. Kedua indikator pendidikan ini turut menyumbang tingginya IPM Kabupaten Bandung yang berada di atas rata-rata IPM Propinsi Jawa Barat. 2. Angka Partisipasi Kasar

52 54 Umumnya, terdapat dua ukuran partisipasi sekolah yang utama, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Keduanya mengukur penyerapan penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan diantara keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa berapapun umurnya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok umur sekolah yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK ini menunjukan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan, dan merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk umur sekolah dimasing-masing jenjang pendidikan. Oleh karena itu APK bisa lebih dari 100% bergantung berapa banyak murid yang berada pada jenjang pendidikan tersebut. Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Bandung sebagi mana terlihat pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar pada tingkat Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Menengah Atas masih cukup rendah. Sedangkan pada tingkat SD dan SMP telah menunjukkan tingkat partisipasi yang cukup tinggi, walaupun dari gambaran data terlihat bahwa kemungkinan tidak semua lulusan SD menlanjutkan ke jenjang SMP. Tabel 4.3 Angka Partisipasi Kasar Jenjang pendidikan Laki-Laki Jenis Kelamin perempuan Jumlah Jumlah Penduduk APK TK 8,036 7,974 16, , SD 201, , , , SLTP 62,559 64, , ,

53 55 SLTA 37,237 35,504 72, , Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012 Grafik 4.5 Angka Partisipasi Kasar TK SD SLTP SLTA Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Angka Partisipasi Murni Sebagai mana Indikator APK, indikator Angka Partisipas Murni (APM) juga dipakai untuk melihat seberapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap penduduk usia sekolah. Nilai lain yang sering dipergunakan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). Secara umum indikator-indikator ini menunjukkan seberapa besar program-program yang dicanangkan oleh pemerintah telah berhasil seperti wajib belajar 9 tahun.

54 56 APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Angka Partisipasi Murni menggunakan kelompok usia standar pada jenjang pendidikan, sehingga tidak memperhitungkan mereka yang masuk sekolah lebih cepat dari usia seharusnya, maupun mereka yang terlambat. Gambaran tentang angka partisipasi murni Kabupaten Bandung terlihat pada tabel 4.4 berikut ini: Tabel 4.4 Angka Partisipasi Murni Jenjang pendidikan Laki-Laki Jenis Kelamin perempuan Jumlah Jumlah penduduk APK TK 5,882 5,634 11, , SD 182, , , , SLTP 55,166 57, , , SLTA 26,252 25,067 51, , Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012

55 57 Grafik 4.6 Angka Partisipasi Murni TK SD SLTP SLTA Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012 Grafik di atas menyajikan angka partisipasi murni jenjang pendidikan TK sampai SLTA di Kabupaten Bandung. Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa APM

56 58 sebagaimana APK di Kabupaten Bandung berfluktuasi dari rendah di jenjang pendidikan TK, meningkat di tingkat pendidikan SD, dan kemudian menurun di tingkat pendidikan SLTP dan SLTA. Angka partisipasi pada jenjang pendidikan TK terlihat masih rendah (8,89%). Hal ini mencerminkan pandangan orang tua yang belum melihat arti penting pendidikan prasekolah, walaupun pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan prasekolah seperti PAUD dan TK. 4. Angka Penduduk Putus Sekolah Berdasarkan angka partisipasi terlihat fluktuasi baik APK maupun APM terutama dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan menurun pada Jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hal ini antara lain mengindikasikan bahwa tidak seluruh lulusan SD melanjutkan pada jenjang SLTP. Selain itu permasalahan dalam indikator pendidikan adalah terkait dengan angka putus sekolah. Beberapa faktor menjadi penyebab terjadinya putus sekolah di masyarakat yang utama biasanya terkait dengan permasalahan kesejahteraan atau kemampuan ekonomi. Pemerintah Kabupaten Bandung terus berupaya mengurangi angka putus sekolah melalu beragam program, seperti beasiswa bagi keluarga miskin, penyaluran dana bantuan pendidikan baik secara berkelompok (program keluarga harapan) maupun yang sifatnya menyeluruh seperti Bantuan Operasional Sekolah.

57 59 Tabel. 4.5 Persentase Jumlah Putus Sekolah Tahun 2012 Jenjang pendidikan Jumlah Murid Murid Putus Sekolah Persentase TK % SD % SLTP % SLTA/SMK % Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012 Grafik 4.7 Persentasi Jumlah Siswa Putus Sekolah Tahun % 0.50% 0.40% 0.30% 0.20% 0.10% 0.00% 0.53% 0.31% 0.00% 0.04% TK SD SLTP SLTA/SMK Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012

58 60 Berdasarkan gambaran data di atas jumlah siswa putus sekolah di Kabupaten Bandung dapat dikatakan sangat kecil, tidak mencapai 1% dari siswa yang menempuh pendidikan. Jumlah siswa putus sekolah lebih banyak terjadi di jenjang pendidikan SLTA/SMK. Dari gambaran pada grafik 4.7 terlihat bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi pula persentase siswa putus sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa menyelesaikan jenjang pendidikan selama 12 tahun, bagi sebagian keluarga merupakan permasalahan baik secara ekonomi maupun terkait pandangan yang menganggap pendidikan dasar 9 tahun telah mencukupi. Hal ini membutuhkan perhatian dalam penerapan kebijakan pendidikan yang dapat mendorong kepada pendidikan lebih tinggi. E. Indikator Ekonomi Pencapaian pembangunan sebuah daerah tercerminkan pula pada tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kesejahteraan suatu daerah dipengaruhi oleh ketersediaan Sumber Daya Alam dan Potensi Sumber Daya Manusia. Tidak semua daerah memiliki SDA yang melimpah dan dapat digunakan dalam pembangunan, sehingga kemampuan pemerintah meningkatkan potensi SDM menjadi sangat penting, seperti melalui peningkatan pendidikan. Kualitas SDM yang baik akan mampu mengerakkan roda perekonomian suatu daerah dengan lebih baik. Kemampuan SDM dalam mengelola perekonomian daerah

59 61 terkait dengan ketenagakerjaan yaitu antara lain dengan jumlah tenaga kerja dan angkatan kerja yang terserap dalam lapangan pekerjaan yang ada. Pembahasan mengenai ketenagakerjaan ini menarik karena beberapa alasan. Pertama, kita dapat melihat berapa besar jumlah penduduk yang bekerja. Kedua, kita dapat mengetahui jumlah pengangguran dan pencari kerja. Ketiga, apabila dilihat dari segi pendidikan maka hal ini akan mencerminkan kualitas tenaga kerja. Keempat, dilihat dari statusnya dapat terlihat berapa jumlah penduduk, yang bekerja di sektor formal yang jaminan sosialnya baik, dan berapa yang bekerja di sektor informal. Kelima, pengetahuan tentang karakteristik dan kualitas tenaga kerja akan berguna sebagai dasar pengembangan kebijakan ketenagakerjaan, terutama pengembangan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas SDM yang akan dapat meminimalkan jumlah pengangguran di suatu daerah Proporsi dan Jumlah Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja a. Jumlah Proporsi Tenaga Kerja Tenaga Kerja atau man power merupakan seluruh penduduk suatu daerah yang telah berusia antara tahun atau dalam usia kerja yang berpotensi untuk berproduksi barang atau jasa. Indikator ini bermanfaat sebagai wacana bagi pengambil kebijakan di tingkat nasional maupun daerah dalam pembuatan rencana ketenagakerjaan di wilayahnya. Disamping itu, indikator ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak tenaga kerja 1 Itemid=800

60 62 atau penduduk usia kerja potensial yang dapat memproduksi barang dan jasa. Namun indikator ini hanya menghasilkan jumlah penduduk yang bisa bekerja sehingga kurang tepat untuk digunakan sebagai dasar perencanaan 2. sebagai berikut: Jumlah dan proporsi tenaga kerja di Kabupaten Bandung pada tahun 2012 adalah Tabel 4.6 Jumlah dan Proporsi Tenaga Kerja kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-Laki % Perempuan % Jumlah ,993 14% 147,326 14% 304, ,169 12% 139,371 14% 281, ,613 12% 134,835 13% 277, ,483 14% 148,027 14% 308, ,201 12% 125,487 12% 265, ,453 11% 105,641 10% 230, ,189 9% 80,874 8% 180,

61 ,787 7% 62,739 6% 143, ,102 5% 47,314 5% 110, ,200 4% 35,416 3% 83,616 JUMLAH 1,158, % 1,027, % 2,185,221 JUMLAH PENDUDUK 3,064,366 Proporsi Tenaga Kerja 71.31% Sumber: Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012 Grafik 4.8 Piramida Tenaga Kerja Tahun 48,200 35, Tahun 63,102 47, Tahun 80,787 62, Tahun 99,189 80, Tahun Tahun Tahun 124, , , , , ,027 Laki-Laki Perempuan Tahun 142, , Tahun 142, , Tahun 156, , , , , ,000 Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012 Berdasarkan tabel jumlah tenaga kerja di atas terlihat bahwa jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung sebesar jiwa berbanding dengan jumlah penduduk sebesar sehingga didapatkan proporsi tenaga kerja sebesar 71,31%.

62 64 Berdasarkan proporsi tenaga kerja terlihat bahwa jumlah terbesar tenaga kerja didominasi kelompok umur tahun. Baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan kelompok umur tahun dan tahun sebagai kelompok umur terbesar jumlah tenaga kerja. Berdasarkan presentase jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung menunjukkan jumlah yang sangat signifikan dimana jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung mencapai lebih dari 70% dari penduduknya, dengan demikian jumlah tenaga kerja yang besar ini menjadi modal penting bagi pembangunan di Kabupaten Bandung. Akan tetapi bila potensi tenaga kerja ini tidak dikelola dengan baik maka justru akan menjadi potensi beban pembangunan dikarenakan jumlah tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan kerja akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan ini akan menjadi beban pembangunan di Kabupaten Bandung. b. Proporsi Angkatan Kerja Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk usia tahun (tenaga kerja/manpower) yang aktif secara ekonomi (terkecuali ibu rumah tangga dan pelajar/mahasiswa). Angkatan kerja dibagi menjadi 2 (dua) yaitu penduduk bekerja (employed) dan mencari pekerjaan/menganggur (unemployed). Tabel berikut memperlihatkan penduduk Kabupaten Bandung berdasarkan angkatan kerja. Tabel 4.7 Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&province=12&regency=178&period= #gotoperiod

63 65 Golongan Umur Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah ,128 58, , ,704 80, , ,059 74, , ,190 79, , ,140 70, , ,590 51, , ,164 42, , ,591 24,172 91, ,828 22,754 61, ,908 10,351 40, ,795 12,224 39,019 Jumlah 970, ,644 1,496,741 Jumlah Penduduk 3,064,366 Sumber: Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012

64 66 Tabel 4.8 Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Pendidikan Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah Persentase SD 402, , ,167 40% SMTP 265, , ,665 29% SMTA Umum 167,420 99, ,923 18% SMTA Kejuruan 88,764 26, ,429 8% Diploma I/II/III/Akademi 10,126 13,208 23,334 2% Universitas 35,915 22,308 58,223 4% Jumlah 970, ,644 1,496, % Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2012 diolah Pusdatinaker Grafik 4.9 Angkatan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir di Kabupaten Bandung Tahun 2012

65 67 450,000 Jenis 400, , , , , , ,000 50,000 - Kelamin Laki-Laki Jenis Kelamin Perempua n Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012 Dengan demikian jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bandung adalah sejumlah atau 48.84% dari penduduk Kabupaten Bandung. Angkatan kerja di Kabupaten Bandung masih didominasi oleh Laki-laki (64.81%) dibandingkan perempuan yang hanya 35.19% dari angkatan kerja.terlihat bahwa akses terhadap lapangan kerja masih didominasi laki-laki, sementara perempuan masih banyak bekerja sebagai ibu rumah tangga. Apabila dilihat dari komposisi jenjang pendidikan terakhir, terlihat bahwa mayoritas angkatan kerja di Kabupaten Bandung berpendidikan rendah yaitu setingkat SD, Tidak tamat SD atau tidak sekolah, yaitu sekitar 40% dari angkatan kerja di Kabupaten Bandung. Sementara 55% berpendidikan menengah (SLTP/SMA/SMK). Selain itu bila dikaitkan dengan jenis kelamin, angkatan kerja Laki-laki lebih banyak dari angkatan kerja wanita pada semua jenjang pendidikan, kecuali pada jenjang Diploma (I/II/III/Akademi). Hal ini menunjukkan kecenderungan perempuan untuk mengambil jalur pendidikan vokasional yang siap kerja.

66 68 Tabel 4.9 Penduduk Yang Bekerja di Kabupaten Bandung Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Golongan Umur Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah ,912 39,202 70, ,008 69, , ,843 62, , ,502 75, , ,442 68, , ,152 50, , ,900 42, ,376

67 ,447 20,644 84, ,801 22,754 58, ,661 10,351 39, ,795 12,224 39,019 Jumlah 849, ,703 1,323,166 Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012 Tabel 4.10 Penganggur Terbuka di Kabupaten Bandung Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Kelompok Umur Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah

68 ,216 18,850 46, ,696 11,510 40, ,216 11,954 36, ,688 3,298 16, ,698 2,534 7, ,438 1,267 8, ,264-6, ,144 3,528 7, ,027-3, ,247-1, Jumlah 120,634 52, ,575 Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Angka Partisipasi Angkatan Kerja Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) adalah bagian dari penduduk usia kerja, 15 tahun keatas yang mempunyai pekerjaan selama seminggu yang lalu, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti menunggu panenan atau cuti. Disamping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja. Sementara itu, penduduk yang bekerja atau mempunyai pekerjaan adalah mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja untuk

69 71 memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. 4 Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu. Tabel 4.11 Angka Partisipasi Angkatan Kerja di Kabupaten Bandung Tenaga Kerja (Manpower) Angkatan Kerja Angka Partisipasi Angkatan Kerja kelompok Umur Jenis Kelamin Laki- Laki Jumlah Jenis Kelamin Perempuan Lakilaki Perempuan Jumlah Laki-laki APAK Perem puan Jumlah , , ,319 58,128 58, , , , , ,704 80, , , , , ,059 74, , * , , , ,190 79, , , , , ,140 70, , , , , ,590 51, , * ,189 80, ,063 95,164 42, , ,787 62, ,526 67,591 24,172 91, ,102 47, ,416 38,828 22,754 61, ,200 35,416 83,616 29,908 10,351 40, JML 1,158,190 1,027,030 2,185, , ,420 1,457, Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung

70 72 *Catatan: Jumlah angkatan kerja yang terdata pada Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung, lebih besar dari jumlah penduduk yang terdata. Grafik 4.10 Angka Partisipasi Angkatan Kerja Laki-laki Perempua n Jumlah Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012 Berdasarkan gambaran di atas, tampak bahwa 66,71 persen angkatan kerja di Kabupaten Bandung telah berpartisipasi pada lapangan kerja.tampak pula bahwa tingkat partisipasi tenaga kerja laki-laki lebih tinggi yaitu 81,45% dibandingkan angka partisipasi perempuan yang hanya 50,09%. Akan tetapi terlihat bahwa angka partisipasi angkatan kerja perempuan terlihat lebih konstan pada setiap kelompok umur dan mulai mengalami penurunan angka partisipasi pada kelompok umur Tahun, sementara pada angkatan

71 73 kerja laki-laki terlihat lebih mendekati U terbalik dengan penurunan partisipasi di kelompok Tahun.

72 74 3. Jumlah dan Proporsi Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Tabel 4.12 Penduduk Yang Bekerja di Kabupaten Bandung Menurut Golongan Umur dan Jenis Pekerjaan/Jabatan Kelompok Umur Tenaga Profesional, teknisi dan Sejenis Tenaga Kepemimpinan dan ketatalaksanaan Tenaga Tata usaha dan sejenis Tenaga Usaha Penjualan Tenaga Usaha Jasa Tenaga Usaha Pertanian/ kehutanan/ Perikanan dan Sejenis Tenaga Produksi, Operator alat angkutan, dan pekerja kasar Lainnya Jumlah ,296 16,176 1,468 8,382 40,792-70, ,700-8,174 23,754 1,402 12, , , ,168 3,422 3,497 35,736 7,600 21, , , ,491 1,711 6,129 27,867 15,699 20, ,698 1, , ,840 2,160 8,079 32,101 8,203 25,548 94, , ,926 3,680 3,427 29,126 9,346 19,989 87,342 3, , ,268-2,325 22,590 6,943 24,633 64,115 1, ,376

73 ,136 1,313 5,441 18, ,973 27,743 1,313 84, ,189 1,247 2,436 12,344 2,494 17,820 21,025-58, ,967 2,774 15,592 9,679-39, ,906 1,511 14,600 8,002-39,019 Jumlah 64,718 13,533 42, ,233 57, , ,468 8,206 1,323,166 Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012

74 76 Dari gambaran pemetaan proporsi penduduk yang bekerja menurut golongan umur dan jenis pekerjaan, terlihat bahwa mayoritas (51,88%) angkatan kerja di Kabupaten Bandung bekerja sebagai Tenaga Produksi, Operator alat angkutan, dan pekerja kasar, yang didominasi oleh angkatan kerja pada kelompok tahun. Salah satu yang menunjang tinggi jenis pekerjaan ini adalah banyaknya kantong-kantong industri di Kabupaten Bandung, hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Bandung agar dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerja pada jenis pekerjaan yang lebih baik.

75 77 BAB V MOBILITAS PENDUDUK Perpindahan penduduk (migrasi atau mobilitas) merupakan salah satu dari tiga komponen utama pertumbuhan penduduk yang dapat menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Komponen ini bersama dengan kelahiran dan kematian mempengaruhi dinamika penduduk di suatu wilayah seperti jumlah, komposisi, dan distribusi keruangan. Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan terutama terkait dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi penduduk untuk melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar wilayah, dan pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan desentralisasi pembangunan. Analisis dan perkiraan besaran dan arus perpindahan penduduk (migrasi atau mobilitas) merupakan hal yang penting bagi terlaksananya pembangunan manusia seutuhnya, terutama di era otonomi daerah. Apalagi jika analisis mobilitas tersebut dilakukan pada suatu wilayah administrasi yang lebih rendah daripada tingkat propinsi. Tingkat mobilitas penduduk baik permanen maupun nonpermanen justru akan lebih nyata terlihat pada unit administrasi yang lebih kecil seperti kabupaten, kecamatan, dan kelurahan/desa. Pada hakekatnya migrasi penduduk merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan daerah lain. Penduduk dari daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah akan berpindah menuju daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Dari kacamata ekonomi, berbagai teori telah dikembangkan dalam menganalisis fenomena migrasi. Teori yang berorientasikan pada ekonomi neoklasik (neoclassical economics) misalnya, baik secara makro maupun mikro, lebih menitikberatkan pada perbedaan upah dan kondisi kerja

76 78 antardaerah atau antarnegara, serta biaya, dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Menurut aliran ini, perpindahan penduduk merupakan keputusan pribadi yang didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan yang maksimum. Namun pada sisi lain, aliran ekonomi baru migrasi (new economics of migration) beranggapan bahwa perpindahan penduduk terjadi bukan saja berkaitan dengan pasar kerja, namun juga karena adanya faktor-faktor lain. Keputusan untuk melakukan migrasi tidak semata-mata merupakan keputusan individu, namun terkait dengan lingkungan sekitar, utamanya lingkungan keluarga dan kondisi daerah yang ditinggali maupun yang dituju. Lingkungan sekitar ini termasuk juga kondisi politik, agama, dan bencana alam. Dari kedua teori di atas jelas, bahwa migrasi disebabkan oleh faktor pendorong (push factor) suatu wilayah dan faktor penarik (pull factor) wilayah lainnya. Faktor pendorong suatu wilayah menyebabkan orang pindah ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumber daya yang memadai untuk memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Perpindahan penduduk ini juga terkait dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di suatu wilayah. Sedangkan faktor penarik suatu wilayah adalah jika wilayah tersebut mampu atau dianggap mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain. Penduduk wilayah sekitarnya dan daerahdaerah lain yang merasa tertarik dengan daerah tersebut kemudian berpindah dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Jenis migrasi adalah pengelompokan migrasi berdasarkan dua dimensi penting dalam analisis migrasi, yaitu dimensi ruang/daerah (spasial) dan dimensi waktu.

77 79 Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi internasional merupakan jenis migrasi yang memuat dimensi ruang. Migrasi internal adalah perpindahan penduduk yang terjadi dalam satu negara, misalnya antarpropinsi, antarkota/kabupaten, migrasi dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan atau satuan administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat kabupaten/kota, seperti kecamatan dan kelurahan/desa. Migrasi internal merupakan jenis migrasi yang memuat dimensi ruang. Migran menurut dimensi waktu adalah orang yang berpindah ke tempat lain dengan tujuan untuk menetap dalam waktu enam bulan atau lebih. Migran sirkuler (migrasi musiman) adalah orang yang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan. Migran sirkuler biasanya adalah orang yang masih mempunyai keluarga atau ikatan dengan tempat asalnya seperti tukang becak, kuli bangunan, dan pengusaha warung tegal, yang sehari-harinya mencari nafkah di kota dan pulang ke kampungnya setiap bulan atau beberapa bulan sekali. Migran ulang-alik (commuter) adalah orang yang pergi meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur, (misal setiap hari atau setiap minggu), pergi ke tempat lain untuk bekerja, berdagang, sekolah, atau untuk kegiatan-kegiatan lainnya, dan pulang ke tempat asalnya secara teratur pula (misalnya pada sore atau malam hari atau pada akhir minggu). Migran ulang-alik biasanya menyebabkan jumlah penduduk di tempat tujuan lebih banyak pada waktu tertentu, misalnya pada siang hari Ada tiga kriteria migran: seumur hidup, risen, dan total. 1. Migran seumur hidup (life time migrant) adalah orang yang tempat tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempa tinggalnya pada waktu lahir. 2. Migran risen (recent migrant) adalah orang tempat tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lima tahun sebelumnya.

78 80 3. Migran total (total migrant) adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu pengumpulan data. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang memiliki daya tarik bagi terjadinya perpindahan penduduk, beberapa alasan yang menjadi daya tarik terjadinya migrasi masuk ke Kabupaten Bandung antara lain dikarenakan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup para pendatang, terutama untuk mendapatkan lapangan kerja. Hal ini antara lain disebabkan adanya perkembangan industri dan pabrik-pabrik di Kabupaten Bandung yang membuka penyerapan tenaga kerja. Selain terjadinya migrasi masuk, sebagian masyarakat Kabupaten Bandung juga melakukan migrasi keluar, beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi hal ini selain faktor ekonomi mungkin juga disebabkan faktor bencana alam Tabel 5.1 Migrasi Masuk Tahun Data Migrasi Masuk (Pindah Dari Propinsi Lain) Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Jumlah Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012

79 81 Tabel 5.2 Migrasi Keluar Kabupaten Bandung Tahun Migrasi keluar (Pindah Ke Kabupaten/kota) lain Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Jumlah Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Grafik 5.1 Perbandingan Antara Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar di Kabupaten Bandung 25,000 20,000 15,000 10,000 Migrasi Masuk Migrasi Keluar 5,

80 82 Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Gambaran data migrasi masuk dan migrasi keluar masyarakat Kabupaten Bandung menunjukkan ilustrasi yang cukup menarik, dimana pada tahun 2010 kesenjangan antara jumlah migrasi masuk dan keluar relatif jauh, dimana grafik migrasi masuk terlihat mendekati garis mendatar yang menunjukkan jumlah yang relatif hampir sama terjadi setiap tahunnya. Akan tetapi grafik migrasi masuk dalam tiga tahun ( ) menunjukkan peningkatan yang sangat tajam.hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung memiliki daya tarik yang tinggi bagi masuknya para pendatang ke Kabupaten Bandung. BAB VI

81 83 KEPEMILIKAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN Dokumen kependudukan merupakan bagian yang seharusnya tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari Indonesia. Dokumen tersebut selain menunjukan status legal seseorang, juga berfungsi sebagai alat untuk memperoleh pelayanan publik seperti perbankan, pertanahan, intervensi kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Bagi pemerintah dokumen kependudukan merupakan kewajiban Negara untuk memberikan status legal bagi warganya, sekaligus sebagai sumber data kependudukan. Namun demikian, karena pemberian dokumen ini menganut stelsel aktif dimana penduduk harus melaporkan dan mengurus sendiri dokumen kependudukan mereka, maka kesadaran penduduk, akses ke tempat pelayanan, kualitas pelayanan serta kualitas informasi menjadi satu hal penting untuk meningkatkan cakupan kepemilikan dokumen melalui pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Selain itu meskipun stelsel aktif, pemerintah seharusnya mencari upaya untuk mempermudah pelayanan bagi penduduk. Mendekatkan tempat-tempat pelayanan menjadi salah satu strategi untuk peningkatan cakupan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. A. Kartu Tanda Penduduk Kartu tanda penduduk merupakan dokumen identitas utama bagi warga negara Indonesia, dimana kepemilikan terhadap dokumen ini bersifat wajib bagi mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah. KTP merupakan bagian dari dokumen kependudukan yang diperlukan dalam kepentingan tertib Administrasi Kependudukan sebagai rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil,

82 84 pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Sampai dengan tahun 2012, terdata di Kabupaten Bandung sebanyak orang yang telah memiliki KTP artinya lebih dari 19% dari jumlah penduduk yang telah wajib memiliki KTP di Kabupaten Bandung telah terdata. Data yang lebih banyak dari jumlah masyarakat yg harus memiliki KTP menunjukkan terdapat beberapa masyarakat yang secara usia belum wajib memiliki KTP akan tetapi akibat faktor lain, seperti pernikahan dapat menjadi memiliki KTP. Selain itu kemungkinan kepemilikan KTP ganda mungkin dapat terjadi, ketika penduduk memiliki dua atau lebih tempat bermukim/rumah di Kabupaten Bandung. Hal tersebut menyebabkan terdata dalam dua atau lebih administrasi kependudukan yang berbasis kecamatan. Dengan adanya program e-ktp, semakin memudahkan pendataan kependudukan dengan menghindari adanya kemungkinan identitas ganda dari masyarakat. Grafik 6.1 Jumlah Penduduk Memiliki KTP 3,000,000 2,500,000 2,000,000 2,269,054 2,281,484 2,806,228 1,500,000 1,000,000 Penduduk Memiliki KTP 500, Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 Kepemilikan KTP di Kabupaten Bandung menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat hal ini antara lain juga disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk memiliki KTP sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, maka keadaan yang demikian itu menuntut Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan. Undang Undang

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Singaraja, Oktober Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng

KATA PENGANTAR. Singaraja, Oktober Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng KATA PENGANTAR Puja Angayu bagia kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas waranugraha-nya maka penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang B A B I P E N D A H U L U A N Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 17 menyebutkan bahwa perkembangan kependudukan dilakukan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji dan Syukur kita Panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga buku Profil Perkembangan Kependudukan Kota Serang Tahun 2017 ini

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN penyajian data dan informasi perkembangan kependudukan terutama untuk perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN SEKADAU 2014

PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN SEKADAU 2014 PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN SEKADAU 2014 Drs. YOHANES JHON, MM SEKRETARIS DAERAH Bupati Sekadau Simon Petrus, S.Sos, M.Si, Wakil Bupati Sekadau Rupinus, SH, M.Si, Kepala Biro Dukcapil Drs. Sopiandi

Lebih terperinci

SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011

SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 ISBN : 979 486 6199 Nomor Publikasi : 3204.1136 Nomor Katalog : 4716.3204 Ukuran Buku Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : 172 + ix Naskah Gambar kulit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER www.bimbinganalumniui.com 1. Pada umumnya bahan-bahan yang dikumpulkan dari sensus bersifat demografis, ekonomis, dan sosial. Bahanbahan yang bersifat demografis (1) Kewarganegaraan (2) Umur (3) Pendidikan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

Rupinus, SH, M.Si Rupinus, SH, M.Si Aloysius, SH, M.Si Ignasius Boni, SH, MH

Rupinus, SH, M.Si Rupinus, SH, M.Si Aloysius, SH, M.Si Ignasius Boni, SH, MH Bupati Sekadau Rupinus, SH, M.Si saat pembukaan Sosialisasi Kebijakan Kependudukan Penuntasan Perekaman Biometrik KTP-EL, Akta Kelahiran 0-18 Tahun dan Pemberian Kartu Identitas Anak (KIA) Bupati Sekadau

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2014

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2014 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 I.I. Latar Belakang... 1 I.2. Dasar Hukum Penyusunan... 3 I.3. Hubungan Antar Dokumen... 4 I.4. Sistematika Dokumen RKPD... 6 I.5. Maksud dan Tujuan... 7 BAB II. EVALUASI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN SEKADAU 2015 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2015

PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN SEKADAU 2015 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2015 PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN SEKADAU 2015 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2015 Drs. YOHANES JHON, MM SEKRETARIS DAERAH Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Arti dan Tujuan Demografi Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau penduduk dan Grafein adalah menulis. Demografi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERWUJUDAN VISI...SINERGI PEMBANGUNAN PERDESAAN... DALAM SIKLUS PERENCANAAN TAHUNAN UU 25/2004; PP 8/2008 & PMDN 54/2010 Penetapan

Lebih terperinci

Katalog BPS: TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG

Katalog BPS: TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG Katalog BPS: 4716.3204 SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi. Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

Data Sosial Ekonomi. Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Data Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung Data Sosial

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

Profil Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun

Profil Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun Profil Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun 2013 1 LAPORAN AKHIR PROFIL KEPENDUDUKAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2014 LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS PASUNDAN Profil Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun 2013

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia di kategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencangkup lima masalah

Lebih terperinci

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Laporan Akhir Profil Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun

DAFTAR ISI. Laporan Akhir Profil Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 5 1.3 Ruang Lingkup... 5 1.4 Pengertian Umum Terhadap Istilah... 5 BAB II GAMBARAN UMUM

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

Identifikasi dan Pengukuran Variabel Sosial Ekonomi

Identifikasi dan Pengukuran Variabel Sosial Ekonomi Identifikasi dan Pengukuran Variabel Sosial Ekonomi Agus Joko Pitoyo, S.Si., M.A. Fakultas Geografi, UGM 1 Data Sosial Ekonomi a) Kondisi Fisik Wilayah b) Kondisi Kependudukan c) Kondisi Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 2035 Dr. Sukamdi Agus Joko Pitoyo, M.A. Eddy Kiswanto, M.Si M. Arif Fahrudin Alfana PENDAHULUAN Proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung Tabel 2.17. Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam No Jenis Bencana Alam Kecamatan 1 Potensi Tanah Longsor Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Jumo, Bansari, Kledung, Kaloran, Kranggan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI MODUL ONLINE 20.11 INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI FERANI MULIANINGSIH PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 i A. PENDAHULUAN Materi-materi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Untuk dapat bersaing di era globalisasi saat ini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dimana bahwa perkembangan dan kemajuan suatu Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB III PROFIL SOSIAL BUDAYA

BAB III PROFIL SOSIAL BUDAYA BAB III PROFIL SOSIAL BUDAYA 3.1. Demografi Penduduk Kabupaten Sumba Barat pada Tahun 2014 berjumlah 119.907 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 21.883. Jumlah penduduk tersebut jika diklasifikasikan

Lebih terperinci

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya PENDAHULUAN Studi demografi menekankan tiga fenomena perubahan penduduk, yakni: 1. Dinamika Penduduk (Population

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN

PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN KOTA TASIKMALAYA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA TASIKMALAYA SAMBUTAN 2 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012

DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012 Urusan Pemerintah: 1. 13. Urusan Wajib Sosial Organisasi : 1. 13. 01. Dinas Sosial Program Kode Kegiatan DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Bab III. Capaian Pembangunan Manusia

Bab III. Capaian Pembangunan Manusia Bab III. Capaian Pembangunan Manusia Pembangunan suatu wilayah secara kasat mata lebih mudah dilihat dari pertumbuhan fisik atau perekonomiannya. Sehingga sering pembangunan fisik atau ekonomi dijadikan

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 SAMPAI TAHUN 2036 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ITB Central Library, penduduk (population) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ITB Central Library, penduduk (population) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk dapat diartikan sebagai suatu kesatuan organisme yang terdiri dari individu, individu yang sejenis yang mendiami suatu daerah dengan batasbatas tertentu.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pantai utara Pulau Jawa, dalam hal ini kabupaten yang termasuk dalam wilayah tersebut yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Kabupaten Ngawi 1. Tinjauan Grafis a. Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. LKIP Kabupaten Bandung 2016

KATA PENGANTAR. LKIP Kabupaten Bandung 2016 KATA PENGANTAR P uji dan Syukur kami panjatkan ke-khadirat Allah SWT, karena atas Ridho dan perkenan-nya kami dapat menyelesaikan Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 Nomor Publikasi : 3204 0810 Nomor Katalog : 4716 3204 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 18,21 cm x 25,7 cm : 50 + vi Naskah Gambar kulit dan seting Diterbitkan : Seksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, hanya karena Ijin dan RahmatNya, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Lombok Utara Tahun 2015 ini dapat diselesaikan. RKPD Tahun 2015 ini disusun

Lebih terperinci