LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak
|
|
- Yenny Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN AWAL KEBUTUHAN TEKNOLOGI SATELIT PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG PROGRAM REDD DI INDONESIA Oleh : Dony Kushardono dan Ayom Widipaminto LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak menyampaikan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan pemanfaatan atau pengembangan model pemanfaatan data satelit penginderaan jauh kepada pengguna dan masyarakat luas untuk keperluan berbagai sektor pembangunan nasional. Sepuluh tahun kemudian pemanfaatan data penginderaan jauh satelit mulai banyak dipergunakan untuk berbagai kepentingan antara lain inventarisasi dan pemantauan perubahan penutup lahan, inventarisasi sumber daya lahan hutan, perkebunan, pertanian dan pesisir, tata ruang, dan pemantauan lingkungan untuk mendukung mitigasi bencana serta pemetaan. Pada program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) pemerintah menetapkan target angka penurunan emisi karbon pada 2020 sebesar 26%, dimana dinyatakan alih fungsi hutan LAND USE, LAND-USE CHANGE AND FORESTRY (LULUCF) yang menyumbang 54% total tingkat emisi karbon, akan dapat menurunkan tingkat emisi karbon sebanyak 75%. Dikarenakan hutan adalah faktor utama untuk penurunan emisi karbon, maka pemerintah merasa perlu melakukan pemantauan dan inventarisasi hutan di Indonesia. Teknologi satelit penginderaan jauh dimungkinkan untuk dipergunakan memproduksi informasi spasial kondisi hutan. Sementara itu hingga saat ini pemanfaatan data penginderaan jauh di Indonesia lebih dari 90% masih mempergunakan data satelit optik seperti Landsat, Spot, Ikonos dan satelit lingkungan seperti NOAA atau MODIS. Data satelit radar atau SAR (Sinthetyc Aperture Radar) walaupun dalam pemantauan bumi memiliki kelebihan dapat menembus awan yang merupakan problem utama di Indonesia, pemanfaatan datanya masih sangat minim, hal ini disebabkan karena pada awalnya bidang penginderaan jauh teknologi sensor radar kurang berkembang dibanding optik sehingga dalam interpretasi citra radar dirasa lebih sulit dan kurang populer. Pada tahun sembilan puluhan Stasiun Bumi LAPAN pernah menerima data SAR polarisasi tunggal dari JERS-1 dan ERS-1, 2, akan tetapi pemanfaatan datanya hampir tidak ada sehubungan dengan sulitnya interpretasi, minimnya fasilitas dan metode pengolahan datanya serta akurasi informasinya lebih rendah dibanding data optik seperti Landsat TM. Pada era tahun dua ribuan teknologi penginderaan jauh SAR mulai berkembang pesat dengan telah diorbitkannya Satelit radar multi polarisasi ENVISAT-1 C band SAR pada tahun 2002, disusul L band ALOS PALSAR pada tahun 2006 dan 2007 radar X band TerraSAR-X dan Cosmo-SkyMed serta Radarsat-2. Dengan data satelit radar multi polarisasi yaitu HH, HV, VV dan VH dimungkinkan membuat kombinasi RGB mirip komposit warna pada citra satelit optik sehingga lebih memudahkan dalam melakukan interpretasi. Selain itu dengan makin berkembangnya teknologi sensor radar yang mampu 47
2 Gambar 1. Perbandingan citra Landsat TM dan JERS SAR. menghasilkan resolusi spasial menjadi 1 m, diharapkan identifikasi objek menjadi lebih detail dan akurat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh radar satelit ini diharapkan dapat mengatasi kebutuhan informasi spasial terkait Program Nasional perhitungan karbon sebagaimana saran dari beberapa literatur terkait daerah tropis yang memiliki tingkat liputan awan hingga 80%. Selain itu juga diharapkan dapat dipergunakan untuk pemetaan hingga skala rinci serta pemantauan objek bergerak dan pemantaun lingkungan untuk mendukung mitigasi bencana di Indonesia. Akan tetapi sehubungan dengan masih minimnya pengalaman Indonesia dalam pemanfaatan data radar serta kurangnya fasilitas pengolahan data untuk tujuan operasional, maka diperlukan pengkajian lebih mendalam khususnya metodologi pemanfaatan dan akurasi informasinya. Selain itu terkait dengan alasan agar mendapatkan jumlah lintasan yang lebih banyak, pengoperasian pada orbit near equatorial adalah pengalaman pertama di dunia bagi satelit penginderaan jauh radar, sehingga perlu dilakukan kajian khususnya terkait koreksi dan pemanfaatan datanya. Untuk mendukung program satelit penginderaan jauh nasional, kajian yang komprehensif perlu dilakukan untuk Gambar 2. Citra komposit warna dari data radar multipolarisasi serta resolusi spasial tinggi yang memungkinkan mengidentifikasi objek lebih detail. 48
3 membahas kebutuhan misi satelit, permasalahan teknis dan solusinya, kebutuhan sistem ruas bumi serta sistem satelitnya. KEBUTUHAN Misi Satelit Penginderaan Jauh RADAR Menyimpulkan sementara dari beberapa hasil rapat antar instansi serta pengalaman LAPAN, misi satelit radar yang dibutuhkan di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Pemantauan berkala kondisi hutan untuk perhitungan karbon/ mendukung REDD, b. Pemantauan untuk keamanan dan pertahanan, c. Pemantauan lingkungan skala rinci untuk mendukung mitigasi bencana alam, d. Pemantauan pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian, e. Pemetaan penggunaan lahan skala 1:5.000 dan pembuatan DEM. Pemantauan berkala kondisi hutan untuk perhitungan karbon/ mendukung REDD, ditujukan untuk inventarisasi jenis tanaman hutan dan pemantauan perkembangan tajuk, sedangkan pemantauan untuk keamanan dan pertahanan ditujukan untuk monitoring pulau-pulau terluar, lalu lintas kapal laut, aktifitas pembalakan hutan. Adapun pemantauan lingkungan skala rinci untuk mendukung mitigasi bencana alam ditujukan untuk mendeteksi deformasi lahan, banjir, longsor, kebakaran hutan. Pemantauan pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian adalah misi pemantauan untuk memperkirakan produksi pertanian dan aktifitas pertanian, sedang pemetaan penggunaan lahan skala 1:5.000 dan pembuatan DEM ditujukan untuk penyediaan informasi spasial mendukung JDSN dan tataruang daerah. Permasalah DAN TINDAKAN PENYELESAIAN Sebagaimana yang sudah dikemukakan di pendahuluan, minimnya pengalaman Indonesia dalam pemanfaatan data satelit radar untuk pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan dibutuhkan pelatihan khusus dalam pengoperasian peralatan sistem stasiun bumi pengendali dan penerima serta metodologi pemanfaatan datanya untuk mencapai misi seperti diuraikan di atas. Pemantauan dan inventarisasi kondisi lahan mempergunakan data satelit optik seperti Landsat TM atau Ikonos sudah banyak dilakukan di Indonesia dan metodologi pemanfaataanya sudah mulai dibangun, akan tetapi ketersediaan data yang bebas awan untuk daerah tropis adalah suatu kendala. Dari berbagai referensi pemantauan dan inventarisasi, mempergunakan data satelit optik lebih akurat dibanding data satelit radar. Salah satu solusi masalah liputan awan dalam pemantauan dan iventarisasi adalah penggunaan data satelit optik yang dikombinasi dengan penggunaan data radar. Sementara itu sebagaimana ditunjukan pada program DMC (Disaster Monitoring Constellation), satelit seperti Beijing-1 yang memiliki karakeristik spektral mirip Landsat TM kanal hijau, merah dan inframerah dekat dengan resolusi spasial 30 meteran memiliki lebar cakupan data 600 Km serta berkonstalasi dengan 4 satelit serupa yaitu BilSat-1, AlSat-1, NigeriaSat-1 dan UK-DMC, merupakan solusi untuk mengeliminasi pengaruh liputan awan dalam pemantauan bumi mempergunakan satelit optik. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, permasalahan interpretasi data satelit penginderaan jauh radar yang terdahulu adalah data polarisasi tunggal yang citranya hitam putih satu kanal dengan informasi berupa tekstur. Hal ini dirasakan lebih sulit pemanfaatannya dibanding dengan data satelit optik seperti Landsat TM, untuk memudahkan interprestasi dan meninggikan akurasi informasinya diperlukan teknologi sensor radar multi polarisasi. Untuk misi pemantauan diperlukan objek yang bergerak, membutuhkan satelit penginderaan jauh dengan resolusi temporal yang tinggi. Untuk itu satelit dengan orbit satelit near equatorial secara teoritis lebih tepat, akan tetapi sehubungan dengan masih jarangnya satelit penginderaan jauh pada orbit tersebut maka masih perlu kajian lebih lanjut. Kendala utama pemantauan bumi di Indonesia adalah masalah cuaca yaitu liputan awan dan hujan, pemilihan penggunaan teknologi sensor radar pada satelit penginderaan jauh memang memungkinkan, akan tetapi untuk mendapatkan data penginderaan jauh yang benarbenar bebas gangguan cuaca khususnya hujan, maka perlu dilakukan pemilihan frekuensi yang tepat untuk sensor radarnya. SPESIFIKASI TEKNIS SISTEM SATELIT DAN STASIUN BUMI Mendasarkan kebutuhan dan permasalahan sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka diharapkan Satelit Penginderaan Jauh Radar yang diinginkan memiliki spesifikasi seperti berikut di bawah. 49
4 Gambar 3. Contoh citra satelit radar sebelum dan sesudah dikoreksi AGC. Spesifikasi teknis satelit rada A. Muatan SAR Muatan SAR yang terdiri dari antena dan sensor elektronik terkait yang diperlukan untuk pencitraan, secara umum diharapkan memiliki fitur-fitur seperti resolusi spasial yang beragam dan pilihan polarisasi untuk fleksibilitas penuh sehingga dapat menjalankan misi sebagaimana tersebut diatas. - Kanal Polarisasi HH, VV, HV, VH (fully polarimetric), berdasarkan referensi penggunaan gabungan data multi polarisasi tersebut memudahkan interpretasi visual maupun klasifikasi digital penutup penggunaan lahan. - Band Frekuensi adalah C-band atau L-band sebagaimana disarankan untuk perhitungan biomas dari Kyoto Protokol, akan tetapi dari berbagai referensi C-band Gambar 4. Contoh teknik akuisisi sensor radar pada satelit untuk mendapatkan lebar cakupan dan resolusi spasial yang diinginkan. 50
5 adalah yang paling baik bebas dari pengaruh cuaca atau hujan dibanding L-band atau X-band. - Memiliki Automatic Gain Control (AGC) untuk mendapatkan data citra yang memiliki radiometrik yang lebih baik (lihat Gambar 3 di bawah untuk citra sebelum dan setelah dikoreksi AGC). - Resolusi 2m, 6m dan 16m dengan lebar cakupan data berturut-turut sekitar 10Km, 30Km dan 100Km, dimana dengan teknologi satelit radar yang ada sekarang seperti pada Radarsat-2, Alos PALSAR maupun TerraSAR-X adalah memungkinkan dan ini diperlukan untuk menjalankan misi pemanfaatan mulai pemetaan, pemantauan hingga identifikasi objek sebagaimana ditulis pada misi di atas. B. Bus Satelit Modul Bus berisi semua sistem dan antarmuka yang diperlukan untuk mengoperasikan dan memelihara satelit serta mendukung Muatan SAR, untuk itu diperlukan adanya : - Payload Data Handling and Transmisi Data, fungsinya untuk mengirimkan citra SAR bersama dengan data tambahan (misalnya, GPS), disimpan onboard dan dikirim ke stasiun bumi penerima melalui komunikasi X-Band down-link. Diharapkan data akan dienkripsi dengan menggunakan Data Encryption Standard (DES). - Sub-sistem pengatur sikap satelit, fungsinya untuk mengatur agar telapak sensor SAR dapat selalu mengadap ke sudut tertentu kearah permukaan bumi, dimana umumnya dilakukan dengan mempergunakan propulsi pendorong dan roda momentum untuk mengaturnya serta sensor gyroscope dan sensor bintang yang data posisi dan kedudukannya direkam dan diolah oleh OBDH (on-board data handling and storage) untuk mengendalikan sikap tersebut. Penentuan sikap dan Pengendalian ini dibutuhkan untuk mempertahankan orientasi satelit dan memastikan bahwa satelit memenuhi persyaratan untuk kinerjanya antena SAR. - Pembangkitan Listrik dan Penyimpanannya yang mengatur tenaga listrik untuk satelit dengan power dihasilkan dari sayap array tenaga surya perlu dirancang untuk memenuhi tenaga selama beroperasi, mengingat pada orbit equatorial terdapat sisi gelap yang tidak memungkinkan sayap array tenaga surya mendapat sinar matahari. - Penerima onboard Global Positioning System (GPS) dan perangkat lunak Precision Penentuan Orbit untuk penentuan orbit dan kontrol. - TT&C subsistem yang merupakan komunikasi antarmuka antara satelit dan stasiun bumi, diperlukan untuk memberikan perintah, seperti melakukan operasi pencitraan, memperoleh data telemetri - informasi mengenai status atau kesehatan berbagai sub-sistem pada satelit yang dicatat sepanjang lintasan masingmasing. Untuk itu umumnya dua omni-directional antena S-Band, ditempatkan pada sudut yang berlawanan dari satelit untuk komunikasi dengan stasiun bumi untuk berbagai orientasi satelit, dan data perintah Up-link akan dienkripsi. - Propulsion Sub-sistem untuk menjaga orbit satelit dan menjaga trek dalam batas toleransinya kemungkinan diperlukan semacam yang juga diperlukan untuk mengoreksi dispersi peluncuran. - Subsistem Thermal diperlukan sebagai pengendali panas untuk memantulkan atau menghilangkan panas matahari di tubuh satelit dan antena SAR, serta untuk mengusir panas yang dihasilkan secara internal oleh elektronik satelit. C. Spesifikasi teknis orbit near equatorial - Orbit Low Earth Orbit (LEO) near equatorial bagi satelit penginderaan jauh radar adalah paling potensial untuk mendapatkan jumlah lintasan satelit di Indonesia yang banyak, dengan jangka waktu satu orbit satelit sekitar 100 menit, satelit dapat melintasi wilayah Indonesia 12 kali lebih yang cocok untuk keperluan pemantauan objek yang dinamis bergerak seperti kapal dll. - Sudut inklinasi orbit satelit near ekuatorial, agar mencakup seluruh wilayah zona ekonomi ekskulsif Indonesia yang berada disekitar 8LU hingga 13LS, maka seperti pada Gambar 6, sudut inklinasi sekitar 9 derajat adalah sudah cukup memadai. Akan tetapi jika diinginkan lebih banyak lagi negara lain yang akan memanfaatkan datanya, maka sudut inklinasi perlu sedikit dinaikan misal 16 derajat, maka negara tropis yang bisa dipantau akan lebih luas lagi diantara sekitar 20LU hingga 20LS, tetapi jumlah lintasan di Indonesia akan merurun sekitar 7 kali sehari. 51
6 Gambar 5. Lintasan satelit orbit near ekuatorial yang akan melewati negara tropis selain Indonesia yaitu di Afrika dan Amerika Latin (dari simulasi satelit LAPAN-A3). - Sistem stasiun bumi TT&C Stasiun bumi TT&C diperlukan selain untuk komunikasi dengan satelit dalam memberikan perintah, seperti melakukan operasi pencitraan, juga untuk memperoleh data telemetri dan informasi mengenai status atau kesehatan berbagai sub-sistem pada satelit yang dicatat sepanjang lintasan masing-masing. Stasiun bumi ini berkomunikasi dengan satelit melalui antena S-Band untuk Up-link data perintah dan down-link data-data telemetri. Gambar 6. hubungan jumlah lintasan dengan sudut inklinasi satelit orbit polar dan ekuatorial. D. Spesifikasi teknis sistem stasiun bumi - Sistem stasiun bumi penerima data satelit Dari pengalaman Stasiun Bumi Satelit Penginderan Jauh di Parepare yang tidak mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia (hanya 93%), maka diperlukan 2 (dua) stasiun bumi penerima data satelit. Disarankan kalau salah satu stasiun buminya diletakan di Parepare, maka perlu di buat satu stasiun bumi penerima lagi disekitar Jawa Barat atau Banten. E. Spesifikasi Teknis Satelit Optik Jika satelit penginderaan jauh optik dijadikan pilihan yang lain, maka jenis satelit optik untuk sumberdaya alam mirip Landsat-7 dengan lebar sapuan yang lebar seperti Satelit Beijing-1 yang mencapai 600 Km adalah merupakan alternatif yang lain. Karena dengan lebar sapuan seperti itu mampu mengeliminir masalah liputan awan dan akan lebih efektif lagi jika dilakukan kontalasi dengan negara lain untuk jenis satelit yang sama seperti pada Program DMC. Sebagai contoh dengan lebar cakupan data 600km x 600km tersebut memungkinkan menggantikan 12 cakupan data Landsat TM seperti Gambar 8 di bawah. 52
7 Gambar 7. Cakupan Antena Stasiun Bumi Penerima LAPAN di Parepare. Gambar 8. Contoh perbandingan lebar cakupan data Beijing-1 dengan Landsat TM. Kanal spektral yang dimungkinkan untuk menjalankan misi tersebut diatas adalah pada spektrum cahaya tampak dan inframerah dekat dilengkapi kanal pankromatik dengan resolusi spasial 2 meteran. Untuk pemantauan bumi dengan mempergunakan satelit penginderaan jauh optik, orbit LEO polar Sun- Synchronous sekitar pukul 8.30 pagi adalah lebih tepat karena masih belum banyak pembentukan awan dan sinar matahari sudah cukup. Sementara itu jika orbit satelit LEO ekuatorial akan terkaji perbedaan iluminasi radiasi matahari yang cukup beragam sehingga menyulitkan koreksi radiometrik dan pemanfaatan datanya. PENUTUP Kajian ini secara umum menggambarkan kebutuhan misi satelit penginderaan jauh untuk pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan di Indonesia khususnya untuk mendukung program REDD dalam program pemerintah untuk penurunan emisi karbon melalui pemantauan dan inventarisasi hutan. Pada kajian spesifikasi teknis telah dijabarkan secara umum perihal satelit penginderaan jauh radar near ekuatorial dan sedikit tentang satelit penginderaan jauh optik. Hasil kajian ini bersifat awal dan sementara untuk mendukung pembuatan rencana tindak lanjut dalam penyediaan sistem satelit penginderaan jauh radar untuk perhitungan karbon. Kajian lebih lanjut yang mendalam diperlukan untuk mendapatkan spesifikasi teknis dari satelit hingga sistem stasiun buminya yang lebih optimal. Untuk melaksanakan misi yang diinginkan yakni Pemantauan berkala kondisi hutan untuk perhitungan karbon Nasional, keperluan Hankam, pemetaan skala rinci untuk mendukung mitigasi bencana alam, pertanian dan pembuatan DEM, teknologi satelit penginderaan jauh radar yang disarankan adalah multipolarisasi dan multiresolusi dengan orbit satelit yang banyak melintas di Indonesia. Tetapi jika satelit penginderaan jauh optik yang dipergunakan, disarankan selain multispektral dengan resolusi spasial yang mampu mendeteksi objek yang menjadi target misi, juga perlu memiliki cakupan yang luas dan berkonstalasi untuk mengeliminasi masalah liputan awan. 53
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.
Lebih terperinciDukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya
Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Kepala LAPAN Manfaat data satelit penginderaan jauh Perolehan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol
Lebih terperinciSENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD
SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,
Lebih terperinciLEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal sebagai teknologi yang memiliki manfaat yang luas. Pemanfaatan yang tepat dari teknologi ini berpotensi meningkatkan
Lebih terperinciDedi Irawadi Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh. KLHK, Jakarta, 25 April 2016
Dedi Irawadi Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh KLHK, Jakarta, 25 April 2016 Dukungan teknologi satelit penginderaan jauh terhadap REDD+ di Indonesia Pemanfaatan penginderaan jauh sektor
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian
Lebih terperinciKEBUTUHAN PENGGUNA DATA PENGINDERAAN JAUH DI INDONESIA: STUDI AWAL UNTUK CONCEPTUAL DESIGN REVIEW SATELIT SAR EKUATORIAL INDONESIA INARSSAT-1
KEBUTUHAN PENGGUNA DATA PENGINDERAAN JAUH DI INDONESIA: STUDI AWAL UNTUK CONCEPTUAL DESIGN REVIEW SATELIT SAR EKUATORIAL INDONESIA INARSSAT-1 Dony Kushardono 1, Ratih Dewanti 2, Katmoko Ari Sambodo 2,
Lebih terperinciKOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data
PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal sebagai teknologi yang memiliki manfaat yang luas. Pemanfaatan yang tepat dari teknologi ini berpotensi meningkatkan
Lebih terperinciSatelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital
Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi
Lebih terperinciq Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :
MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan berbagai macam teknologi sekarang ini tidak terlepas dari berkembangnya teknologi satelit. Mulai dari teknologi informasi dan komunikasi, teknologi penginderaan
Lebih terperinciPERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA
PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun
Lebih terperinci11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I
Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM
BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik
Lebih terperinciLegenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang
17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar
Lebih terperinciPERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA
PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA Oleh : Amelia Oktaviani dan Yarjohan Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu *E-mail : ameliaoktaviani049@gmail.com
Lebih terperincipenginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).
Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya
Lebih terperinciPhased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)
LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor
Lebih terperinciKARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1
KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi
Lebih terperinciPERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA
PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang
Lebih terperinciPENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG
PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG Oleh : Yofri Furqani Hakim, ST. Ir. Edwin Hendrayana Kardiman, SE. Budi Santoso Bidang Pemetaan Dasar Kedirgantaraan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal
Lebih terperinciMENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI
Arif Supendi, M.Si MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI STANDAR KOMPETENSI Memahami pemanfaatan citra penginderaan jauh ( PJ ) dan Sistem Informasi Geografi KOMPETENSI DASAR Menjelaskan
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya
Lebih terperinciGambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat
Lebih terperinciPEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH
2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Danau Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH LI1020010101 PEDOMAN
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan
Lebih terperinciKOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN
KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman
Lebih terperinciK13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi
K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi 01. Suatu ilmu atau teknik untuk mengetahui suatu benda, gejala, dan area dan jarak jauh dengan menggunakan alat pengindraan berupa sensor buatan disebut... (A) citra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi
Lebih terperinciULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH
ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung
Lebih terperinciANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16
ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Lebih terperinciKEMAJUAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SERTA APLIKASINYA DIBIDANG BENCANA ALAM. Oleh: Lili Somantri*)
KEMAJUAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SERTA APLIKASINYA DIBIDANG BENCANA ALAM Oleh: Lili Somantri*) Abstrak Indonesia merupakan negara yang besar dengan luas wilayah hampir 2 juta km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan
15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,
Lebih terperinciGambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang
Lebih terperinciPokok Bahasan 7. Satelit
Pokok Bahasan 7 Satelit Pokok Bahasan 7 Pokok Bahasan Sistem komunikasi satelit Sub Pokok Bahasan Jenis-jenis satelit Link budget Segmen bumi Segmen angkasa Kompetensi Setelah mengikuti kuliah ini mahsiswa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia seringkali terjadi bencana alam yang sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Fenomena bencana alam dapat terjadi akibat ulah manusia maupun oleh
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan
Lebih terperinciPengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014
Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014 *Yenni Vetrita, Parwati Sofan, Any Zubaidah, Suwarsono, M. Rokhis
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan
Lebih terperinciOPERASI STASIUN BUMI SATELIT MIKRO PENGINDERAAN ]AUH
OPERASI STASIUN BUMI SATELIT MIKRO PENGINDERAAN ]AUH Toto Marnanto Kadri Peneliti Bidang Informasi LAPAN ABSTRACT The ease on development of micro-satellites using relatively simplified facilities and
Lebih terperinciPENGINDERAAN JAUH. --- anna s file
PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja
Lebih terperinciPENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
Lebih terperinciISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung
ISSN 0216-8138 73 SIMULASI FUSI CITRA IKONOS-2 PANKROMATIK DENGAN LANDSAT-7 MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN METODE PAN-SHARPEN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS CITRA DALAM UPAYA PEMANTAUAN KAWASAN HIJAU (Studi Kasus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil
4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini
Lebih terperinciISTILAH DI NEGARA LAIN
Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek
Lebih terperinciREMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING
REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING Jarot Mulyo Semedi disampaikan pada: Workshop Continuing Professional Development (CPD) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Jakarta, 7 Oktober 2016 Isi Presentasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;
Lebih terperinci5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik
5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya
Lebih terperinciJurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 12-24
KLASIFIKASI SPASIAL PENUTUP LAHAN DENGAN DATA SAR DUAL- POLARISASI MENGGUNAKAN NORMALIZED DIFFERENCE POLARIZATION INDEX DAN FITUR KERUANGAN DARI MATRIK KOOKURENSI (SPATIAL LAND COVER CLASSIFICATION USING
Lebih terperinciPERKEMBANGAN TEKNOLOGI GEOINFORMASI DI INDONESIA: GLOBAL POSITIONING SISTEM (GPS), REMOTE SENSING (RS) DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI GEOINFORMASI DI INDONESIA: GLOBAL POSITIONING SISTEM (GPS), REMOTE SENSING (RS) DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Perkembangan Teknologi GeoInformasi di Indonesia: Global Positioning
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku Mega isu pertanian pangan dan energi, mencakup: (1) perbaikan estimasi produksi padi, dari list frame menuju area frame, (2) pemetaan lahan baku sawah terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik
Lebih terperinciKAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 3 September 2008:132-137 KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR Muchlisin Arief, Kustiyo, Surlan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,
Lebih terperinciPEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
Lebih terperinciBIMBINGAN TEKNIS OPERASI SATELIT AMATIR
BIMBINGAN TEKNIS OPERASI SATELIT AMATIR PENGANTAR TEKNOLOGI GROUND STATION Rizki Permala Pusat Teknologi Satelit September 2017 Ground Station...? stasiun yang didesain untuk dapat berkomunikasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
Lebih terperinciBAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik
83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana
Lebih terperinciGambar 1. Satelit Landsat
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara
Lebih terperinciPENENTUAN SIKAP SATELIT BERDASARKAN DISTRIBUSI ARUS LISTRIK PADA PANEL SURYA SATELIT LAPAN-TUBSAT
Penentuan Sikap Satelit Berdasarkan... (Abdul Rahman et al.) PENENTUAN SIKAP SATELIT BERDASARKAN DISTRIBUSI ARUS LISTRIK PADA PANEL SURYA SATELIT LAPAN-TUBSAT Abdul Rahman, M. Mukhayadi Peneliti Bidang
Lebih terperinciLampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997
LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun
Lebih terperinciPERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA
PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012
LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat
Lebih terperinciIr. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan
Lebih terperinciAPLIKASI FOTO UDARA UNTUK MEMPREDIKSI POTENSI SAWAH KOTA SOLOK DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT TANPA AWAK ABSTRAK
APLIKASI FOTO UDARA UNTUK MEMPREDIKSI POTENSI SAWAH KOTA SOLOK DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT TANPA AWAK Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat 25163, Indonesia E-mail: fadliirsyad_ua@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Deformasi diambil dari kata deformation yang artinya perubahan bentuk, yaitu merupakan suatu fenomena dimana objek- objek alamiah maupun buatan manusia terjadi perubahan
Lebih terperinciPENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH PESISIR PERAIRAN KABUPATEN KENDAL)
54 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 hal. 54-60 PENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,
Lebih terperinciLampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.
LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. Pada tanggal 18 Desember 1999, NASA (National Aeronautica and Space Administration) meluncurkan Earth Observing System (EOS) Terra satellite untuk mengamati,
Lebih terperinciPUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R
KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 68 /Dik-1/2010 T e n t a n g
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya pemanfaatan dan penggunaan data citra penginderaan jauh di berbagai segi kehidupan menyebabkan kebutuhan akan data siap pakai menjadi semakin tinggi. Beberapa
Lebih terperinciOleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk Mendukung Quick Response dan Rapid Mapping Bencana (Studi Kasus: Deteksi Banjir Karawang, Jawa Barat) Oleh: Fajar Yulianto, Junita
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)
xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :
LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi Usahatani merupakan organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi lapangan pertanian (Hernanto, 1995). Organisasi
Lebih terperinci