BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ROKOK 1. Pengertian Rokok adalah salah satu produk yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan atau di hirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (1) 2. Kandungan Rokok Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahanbahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). (10) Kandungan racun pada rokok antara lain seperti: a. Tar Tar terbentuk selama pemanasan tembakau. Tar merupakan kumpulan berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau sendiri, maupun yang ditambahkan dalam proses pertanian dan industri sigaret. Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar zat yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker. (10) b. Nikotin Nikotin adalah alkolid toksis yang terdapat dalam tembakau. Sebatang rokok umumnya berisi 1-3mg nikotin. Nikotin diserap melalui paruparu dan kecepatan absorbsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara intravena. Nikotin masuk kedalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih 10 detik. Dapat melewati barrier otak dan diedarkan keseluruh bagian otak, kemudian menurun secara cepat, setelah beredar keseluruh bagian tubuh dalam waktu menit pada 6

2 waktu penghisapan terakhir. Efek bifasik dari nikotin pada dosis rendah menyebabkan rangsangan ganglionik yang eksitasi. Tetapi pada dosis tinggi yang menyebabkan blokade gangbionik setelah eksitasi sepintas. (10) c. Karbon Monoksida Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berwarna. Kandungannya didalam asap rokok 2-6%. Karbon monoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat (afinitas) dengan hemoglobin (Hb) sekitar 200 kali lebih kuat dari pada daya ikat oksigen (O2) dengan Hb. Dalam waktu paruh 4-7 jam sebanyak 10% dari Hb dapat terisi oleh karbon monoksida (CO) dalam bentuk COHb (Carboly Haemoglobin), dan akibatnya sel darah merah akan kekurangan oksigen, yang akhirnya sel tubuh akan kekurangan oksigen. Pengurangan oksigen dalam jangka panjang dapat mengakibatkan pembuluh darah akan terganggu karena menyempit dan mengeras. Bila menyerang pembuluh darah jantung, maka akan terjadi serangan jantung. (10) 3. Dampak rokok Melihat dari kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat dalam rokok tersebut, sangat jelas bahwa rokok merupakan bahan yang sangat berbahaya bagi tubuh dan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan pada sistem yang ada dalam tubuh manusia. Bahkan WHO mencatat, zat-zat yang diuraikan diatas hanya merupakan sebagian kecil zat yang terkandung dalam setiap batang rokok, yang sebenarnya mengandung ± 4000 racun kimia berbahaya. (11) Hal ini menjelaskan bahwa rokok benar-benar sangat berbahaya bagi tubuh. Berbagai penyakit mulai dari rusaknya selaput lendir sampai penyakit keganasan seperti kanker dapat ditimbulkan bari perilaku merokok. Beberapa penyakit tersebut antara lain : a. Penyakit paru Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel 7

3 mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. (11) Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) Bahkan kanker paru merupakan jenis penyakit paling banyak yang diderita perokok. Sekitar 90% kematian karena kanker paru terjadi pada perokok. (11) b. Penyakit jantung koroner Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai zat-zat yang terkandung dalam rorok. Pengaruh utama pada penyakit jantung terutama disebakan oleh dua bahan kimia penting yang ada dalam rokok, yakni nikotin dan karbonmonoksida. Dimana nikotin dapat mengganggu irama jantung dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah jantung, sedangkan CO menyebabkan supply oksigen untuk jantung berkurang karena berikatan dengan Hb darah. Hal inilah yang menyebabkan gangguan pada jantung, termasuk timbulnya penyakit jantung koroner. (11) c. Impotensi Tjokronegoro, seorang dokter spesialis andrologi universitas Indonesia mengungkapkan bahwa, nikotin yang beredar melalui darah akan dibawa keseluruh tubuh termasuk organ reproduksi. Zat ini akan menggangu proses spermatogenesis sehingga kualitas sperma menjadi buruk, sedangkan Taher menambahkan, selain merusak kualitas sperma, rokok juga menjadi faktor resiko gangguan fungsi seksual terutama gangguan disfungsi ereksi (DE). Dalam penelitiannya, sekitar seperlima dari penderita DE disebabkan oleh karena kebiasaan merokok. (11) d. Kanker kulit, mulut, bibir dan kerongkongan Tar yang terkandung dalam rokok dapat mengikis selaput lendir dimulut, bibir dan kerongkongan. Ampas tar yang tertimbun merubah 8

4 sifat sel-sel normal menjadi sel ganas yang menyebakan kanker. Selain itu, kanker mulut dan bibir ini juga dapat disebabkan karena panas dari asap. Sedangkan untuk kanker kerongkongan, didapatkan data bahwa pada perokok kemungkinan terjadinya kanker kerongkongan dan usus adalah 5-10 kali lebih banyak daripada bukan perokok. (11) e. Merusak otak dan indera Sama halnya dengan jantung, dampak rokok terhadap otak juga disebabkan karena penyempitan pembuluh darah otak yang diakibatkan karena efek nikotin terhadap pembuluh darah dan supply oksigen yang menurun terhadap organ termasuk otak dan organ tubuh lainnya. Sehingga sebetulnya nikotin ini dapat mengganggu seluruh system tubuh. (11) f. Mengancam kehamilan. Hal ini terutama ditujukan pada wanita perokok. Banyak hasil penelitian yang menggungkapkan bahwa wanita hamil yang merokok meiliki resiko melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah, kecacatan, keguguran bahkan bayi meninggal saat dilahirkan. (11) B. PERILAKU MEROKOK 1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok berarti membakar tembakau dan daun tar, dan menghisap asap yang dihasilkannya. (10) Merokok merupakan istilah yang digunakan untuk aktivitas menghisap rokok atau tembakau dalam berbagai cara. Merokok itu sendiri ditujukan untuk perbuatan menyalakan api pada rokok sigaret atau cerutu, atau tembakau dalam pipa rokok yang kemudian dihisap untuk mendapatkan efek dari zat yang ada dalam rokok tersebut. (12) Menurut Leventhal dan Clearly terdapat 4 tahap seseorang menjadi perokok, (10) diantaranya : a. Tahap Preparation 9

5 Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. b. Tahap Initiation Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok. c. Tahap Becoming a Smoker Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. d. Tahap Maintenance of Smoking Tahap ini perokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. 2. Tipe Perokok Secara umum tipe perokok di bagi menjadi beberapa kategori yakni tipe perokok yang berhubungan dengan udara atau asap yang dihirup, tipe perokok berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi dalam 1 hari, dan tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan diri. (11) Berdasarkan udara atau asap yang dihirup, perokok dikategorikan menjadi: Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok namun terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Perokok aktif, yakni mereka yang menghisap rokok secara langsung. Adapun berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi, tipe perokok dikategorikan menjadi : Perokok sangat berat, adalah jika mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari, Perokok berat yakni mereka yang merokok sekitar batang perhari, Perokok sedang adalah perokok yang menghabiskan rokok batang perhari, dan Perokok ringan yang merokok sekitar 10 batang/hari. (11) C. KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) 1. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 10

6 Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah tempat yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok. Sedangkan tempat khusus untuk merokok adalah ruangan yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yang berada di dalam KTR. (1) Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. (1) 2. Tujuan KTR Tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah : a. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat. b. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal. c. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok. d. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula. e. Mewujudkan generasi muda yang sehat. (1) 3. Sasaran Sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain, (13) Sedangkan sasaran KTR UNIMUS meliputi tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar dan tempat ibadah. (6) 4. Landasan Hukum Beberapa peraturan telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam pengembangan KTR, sebagai berikut (1),(5-6),(13) : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang RumahSakit. b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 sampai dengan 116. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 11

7 d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. i. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan. j. Instruksi Menteri Pedidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang Lingkungan Sekolah Bebas Rokok. k. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok. l. Peraturan Walikota Semarang Nomor 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) kota Semarang. m. Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang Nomor 077/UNIMUS/SK.HK/2012 tentang KTR di Lingkungan Universitas Muhammadiyah Semarang. 5. Penanggung jawab Penanggung jawab KTR di UNIMUS ialah pimpinan unit pada gedung terkait, dan atau pimpinan fakultas. membuat dan memasang tanda/penunjuk/peringatan larangan merokok dan memberikan teguran dan peringatan kepada setiap orang yang melanggar. Dalam pelaksanaannya KTR di koordinasikan oleh koordinator. (6) 6. Larangan 12

8 Setiap orang yang berada pada tempat- tempat yang dinyatakan sebagai KTR dilarang untuk (13) : a. memproduksi atau membuat rokok; b. menjual rokok; c. memasang iklan rokok; d. mempromosikan rokok dan/atau e. merokok. 7. Penandaan / Sosialisasi Tempat yang ditetapkan sebagai KTR wajib dilengkapi dengan penandaan atau petunjuk tentang KTR berupa tulisan larangan merokok, gambar tanda atau simbol yang mudah dibaca, dilihat dan dimengerti. Penempatan penanda atau petunjuk KTR di tempatkan pada tempat yang strategis, bebas pandangan, cukup pencahayaan dan tidak mengganggu mobilitas / aktifitas pengguna fasilitas. (6) 8. Pengawasan Dalam melaksanakan pengawasan internal pemilik / pengelola atau/ penanggung jawab KTR dan KTM menunjuk Petugas/Pengawas yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan. (5) Tugas dari pengawas antara lain : menegur/memperingatkan setiap orang yang melakukan pelanggaran, meminta menunjukkan bukti identitas setiap orang yang melakukan pelanggaran dan mencatatnya dalam catatan pelanggaran, meminta keterangan dan surat pernyataan dari setiap orang yang melakukan pelanggaran. (5) 9. Pelanggaran dan Sanksi Pelanggaran KTR antara lain terbukti secara langsung merokok dan melakukan aktifitas jual beli rokok dan atau mengiklankan rokok pada KTR Sanksi dari pelanggaran tersebut meliputi : teguran/peringatan, perintah untuk meninggalkan lokasi KTR, paksaan untuk meninggalkan lokasi KTR 13

9 dan sanksi dapat ditambah dengan pengenaan sanksi administrasi lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Sanksi yang diterapkan di UNIMUS antara lain : Teguran/ Peringatan yang dilakukan oleh satuan Tugas KTR di ketahui oleh Koordinator. Denda sebesar Rp ,- (lima puluh ribu rupiah) setiap kali terjadi pelanggaran serta diketahui oleh koordinator. Bagi mahasiswa pemberian denda dilakukan pada saat registrasi dengan pembuktian kuitansi pelanggaran KTR, sedangkan untuk staf pemberian denda dilakukan melalui pemotongan gaji pada bulan terkait, yang disertai dengan bukti potongan pelanggaran KTR. (6) D. PENGETAHUAN a. Pengertian Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya. (14) Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui pengindraaan. Penginderaan terjadi melalui panca indera yang meliputi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. (15) Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu (15) : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (comprehension) 14

10 Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetap masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (15) : a) Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima halhal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut. b) Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas. c) Budaya 15

11 Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. d) Pengalaman Pengalaman di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas. e) Sosial ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup utamanya dalam mengakses pengetahuan dan pendidikan. E. SIKAP 1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. (16) Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Sikap itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu : a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan dalam hubungan dengan obyeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah. Oleh karena itu, sikap dapat dipelajari. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. d. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. e. Sikap mempunyai segi motivasi dan perasaan. Sifat ini yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang. (15) 16

12 Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek. c. Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. (16) 2. Tingkatan Sikap Sikap mempunyai 4 tingkat yakni: (a) menerima (receifing), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus (objek) yang diberikan. dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah yang diberikan oleh petugas kesehatan, (b) merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, (c) menghargai (valuing), (d) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. (16) 3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Pembentukan sikap di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. (17) b. Kebudayaan Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dapat membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. (17) 17

13 c. Orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut misalnya orang tua, teman dekat, teman sebaya, guru dsb. (17) d. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. (17) e. Institusi Pendidikan dan Agama Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. (17) f. Faktor emosi dalam diri Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. (17) Faktor-faktor yang menunjang perubahan sikap secara umum meliputi faktor intern dan faktor ekstern (18) : 18

14 a. Faktor intern : Faktor yang berasal dari manusia itu sendiri, seperti selektivitas. Manusia senantiasa memilih jika dihadapkan pada beberapa stimulus yang berada di luar dirinya. Pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif dan kecenderungan yang ada dalam diri yang mengarahkan perhatian kepada objek-objek tertentu. b. Faktor ekstern : Pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor ekstern atau faktor dari luar manusia antara lain: 1) Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap. 2) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut. 3) Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut. 4) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap. 5) Situasi pada saat sikap dibentuk. F. PERILAKU Menurut Skinner, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. (16) Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : a. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belumdapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati ataudilihat oleh orang lain. Selain itu, Skinner juga mengemukakan bahwa perilaku adalah hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Dalam perilaku kesehatan, respon seseorang (organisme) terhadap stimulus akan 19

15 berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, serta lingkungan. (16) Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya, yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik, seperti manusia, sosial ekonomi, dan sebagainya. (16) Green menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni, faktor perilaku dan faktor di luar perilaku, misalnya faktor lingkungan. Perilaku itu ditentukan oleh 3 faktor, yaitu : 1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang berupa pengetahuan, sikap remaja terhadap kesehatan, dan keyakinan. 2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang berupa ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, poliklinik, rumah sakit, dan sebagainya. 3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), yang berupa sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat yang merupakan kelompok teladan dari perilaku masyarakat (mahasiswa), keluarga, tokoh agama. (15) Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam 3 domain (kawasan). Pembagian ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain tersebut dalam cognitive domain, affective domain, dan psycomotoric domain. (16) Determinan perilaku yang diidentifikasi oleh Karr ada 5 yaitu : a) Ada niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan obyek atau stimulus di luar dirinya, misalnya orang mau merokok apabila dia mempunyai niat untuk merokok. 20

16 b) Ada dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support), misalnya apabila perilaku merokok didukung oleh lingkungan sekitarnya (tidak ditentang) maka orang akan melakukan perilaku tersebut. c) Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya informasi-informasi yang terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang. d) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal autonomy) untuk mengambil keputusan. e) Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). (16) G. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 1. Kerangka Teori Faktor Pendahuluan / perangsang (Predisposing factor) a. Pengetahuan b. Sikap c. Paparan informasi/ tontonan tentang rokok Faktor Pemungkin (Enabling factor) a. Ketersedian sarana pelayanan kesehatan b. Keterjangkauan Sarana pelayanan Kesehatan Perilaku merokok mahasiswa Faktor Penguat (Reinforcing factor) a. Sikap dan prilaku petugas kesehatan b. Sikap dan perilaku teman sebaya, toma, toga c. Sikap dan perilaku orangtua d. Peraturan yang berkaitan dengan Rokok Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi L.Green (15-16) 21

17 2. Kerangka Konsep Variabel bebas: Variabel terikat: Pengetahuan mahasiswa tentang KTR Sikap mahasiswa tentang KTR Perilaku merokok mahasiswa H. HIPOTESIS Gambar 2.2 Kerangka Konsep 1. Ada hubungan antara pengetahuan tentang KTR dengan perilaku merokok mahasiswa di Kampus 2 UNIMUS. 2. Ada hubungan antara sikap tentang KTR dengan perilaku merokok mahasiswa di kampus 2 UNIMUS. 3. Ada hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Tentang KTR pada mahasiswa di kampus 2 UNIMUS. 22

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. PERILAKU 1. Teori Lawrence Green Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ROKOK 1. Pengertian Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, sejenis cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU 1. Teori perilaku Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun secara tidak. Perilaku dan gejala perilaku yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK - 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa rokok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paparan Asap Rokok Asap rokok mengandung sekitar 4.000 zat kimia seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), asam sianida (HCN), amonia (NH4OH), acrolein, acetilen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MEROKOK 1. Pengertian Merokok adalah suatu bahaya untuk jantung kita. Asap rokok mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam sel darah merah. Merokok dapat

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Tanpa Rokok 2.1.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan merokok atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. asapnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotinia. nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. asapnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotinia. nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Definisi Rokok Rokok adalah gulungan tembakau (kira kira sebesar jari kelingking) yang dibungkus daun nipah atau kertas (KBBI, 2016). Menurut PP. RI. No. 109, 2012)

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh : DIMAS SONDANG IRAWAN J 110050028

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN ( Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 81 Tahun 1999 tanggal 5 Oktober 1999 ) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN Pertimbangan disusunnya PP No.19 tahun 2003 : a. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merokok 2.1.1. Kandungan rokok Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN PERATURAN DIREKTUR POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI LINGKUNGAN POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANGKA BELITUNG DIREKTUR POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang menyatakan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK - 1 - SALINAN SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara mengkonsumsinya), karena produk ini memberikan kepuasan kepada konsumen melalui asap (hasil pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah perokok terus bertambah, khususnya di negaranegara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia Posted by Kukuh Ibnu Prakoso. Category: Informasi, Kesehatan Setelah sebelumnya kita mengetahui betapa banyaknyamanfaat merokok yang tidak kita

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa rokok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok dan Merokok Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. Merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. (Kamus

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2013 Seri E Nomor 4 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK (KTM) KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Rokok Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 1.500 bahan kimiawi. Unsur-unsur yang penting antara lain : tar, nikotin,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebiasaan merokok sudah meluas di semua kelompok masyarakat di Indonesia. Jumlah perokok cenderung meningkat terutama di kalangan anak dan remaja, yang mungkin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 8 PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN Disampaikan dalam rangka menjadi pembicara pada Diskusi Panel kenaikan cukai dan harga rokok sebagai Instumen pengendalian tembakau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Merokok dan Kondisi Adiksi Perokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Merokok dan Kondisi Adiksi Perokok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Merokok dan Kondisi Adiksi Perokok Merokok adalah kebiasaan yang sering ditemui dalam kehidupan seharihari. Konsumsi rokok dapat kita temui pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2009 Nomor 8 Seri E.4 PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 70 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Menurut Effendy (2003:255-256) teori Stimulus-organismresponses (S-O-R) adalah stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan. Stimulus dalam penelitian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5.A

BERITA DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5.A BERITA DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5.A PERATURAN WALIKOTA PEKALONGAN NOMOR : 5.A TAHUN 2010 T E N T A N G KAWASAN TANPA ROKOK ( KTR ) KOTA PEKALONGAN WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 93 TAHUN 2016 T E N T A N G KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa asap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia menyebabkan masalah rokok menjadi semakin serius. Rokok membunuh lebih dari 5 juta orang setiap tahunnya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 188/MENKES/PB/I/2011 NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang terbuat dari tembakau yang berbahaya untuk kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal (bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 20113 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam upaya preventif

Lebih terperinci

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi rokok merupakan salah satu epidemi terbesar dari berbagai masalah kesehatan masyarakat di dunia yang pernah dihadapi, membunuh sekitar 6 juta orang setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya juga sangat bervariasi.

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Unda

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Unda WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku adalah aktifitas nyata dan bisa dilihat dari setiap orang. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya. Rokok pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2009 NOMOR 12 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK (KTM) KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang dapat merusak kesehatan dan sudah dibuktikan oleh berbagai penelitian mengenai hubungannya dengan berbagai macam penyakit seperti kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan. PENJELASAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN UMUM Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Merokok merupakan kebiasaan buruk yang menjadi masalah seluruh dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Di negara-negara yang maju kebiasaan merokok telah jauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1805/SK/R/UI/2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK UNIVERSITAS INDONESIA (KTR UI)

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1805/SK/R/UI/2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK UNIVERSITAS INDONESIA (KTR UI) PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1805/SK/R/UI/2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK UNIVERSITAS INDONESIA (KTR UI) UNIVERSITAS INDONESIA 2013 BAGIAN I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Volume maksimum oksigen (VO 2 maks) adalah kemampuan pengambilan oksigen dengan kapasitas maksimal untuk digunakan oleh tubuh, jika pengambilan oksigen terganggu

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas 7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Merokok II.1.1 Definisi Merokok Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA PERATURAN DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NOMOR : TAHUN... TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA... Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang layak dan kesejahteraan penduduk merupakan tujuan pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan banyak kerugian baik dari segi sosial ekonomi maupun kesehatan bahkan kematian (Kemenkes RI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Rokok oleh sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT No. Urut: 08, 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan suatu masalah di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan banyak kerugian baik dari segi sosial ekonomi maupun kesehatan bahkan kematian (Kementrian

Lebih terperinci