KAJIAN PUSTAKA. mengakibatkan perubahan yang kumulatif, dimana terjadi proses penurunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PUSTAKA. mengakibatkan perubahan yang kumulatif, dimana terjadi proses penurunan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Lansia Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, dimana terjadi proses penurunan daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan baik dari dalam maupun luar tubuh yang berakhir dengan kematian. Batasan umur lansia dari waktu ke waktu berbeda. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun (1998), lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut World Health Organization (WHO) lansia dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu: 1) middle age usia tahun, 2) elderly usia tahun, 3) old usia tahun dan 4) very old usia lebih dari 90 tahun (Sutikno. 2011). Beberapa ahli menyimpulkan bahwa yang disebut lansia adalah orang yang berumur 60 tahun keatas. 1.2 Fisiologi Tidur Normal Rata-rata orang dewasa membutuhkan waktu 8 jam untuk tidur setiap hari, walaupun ada beberapa orang yang membutuhkan tidur lebih atau kurang. Kebutuhan fisiologis tidur dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, kuantitas tidur dan siklus sirkadian bangun-tidur. Kebutuhan tidur dan polanya berubah seiring dengan waktu meskipun demikian, gangguan tidur pada lansia bukan merupakan bagian dari proses penuaan normal. Masih menjadi bahan perdebatan apakah lansia memerlukan tidur lebih singkat atau lebih lama untuk dapat memenuhi kebutuhan tidur mereka. Standar baku

2 untuk menilai kecukupan tidur juga belum ada, sehingga lebih bergantung kepada persepsi lansia dan pengaruhnya terhadap status fungsional (Montgomery, 2002). Tidur merupakan proses aktif, repetitif, dan reversibel yang dibutuhkan oleh berbagai fungsi seperti misalnya untuk perbaikan dan pertumbuhan, konsolidasi memori, dan proses restoratif. Proses tingkah laku (behavioral), fisiologi, dan neurokognitif terlibat dalam tidur (Curcio & Ferrera., 2006). Pada saat tidur terdapat pergeseran antara keseimbangan sintesis dan degradasi protein, yang lebih bergeser ke arah proses sintesis. Protein otak, asam nukleat, dan Adenosin Triphosphate (ATP) mencapai proses sintesis yang lebih tinggi pada saat tidur. Mitosis sel aktif, termasuk ginjal, usus, dan kulit terjadi secara aktif saat tidur. Hormon anabolik (hormon pertumbuhan, kortikosteroid, gonadotropin) lebih banyak dijumpai saat tidur (Lumbantobing, 2008). Fisiologi tidur dapat dilihat melalui gambaran elektrofisiologi sel-sel otak selama tidur. Polisomnografi merupakan alat yang dapat mendeteksi aktivitas otak selama tidur. Pemeriksaan polisomnografi sering dilakukan saat tidur malam hari. Alat tersebut dapat mencatat aktivitas elektroensefalografi (EEG), elektrookulografi (EOG), dan elektromiografi (EMG). Untuk menilai gerakan abnormal saat tidur memerlukan EMG perifer. Stadium tidur - diukur dengan polisomnografi - terdiri dari tidur Rapid Eye Movement (REM) dan tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM) (Lumbantobing, 2008; Chokroverty, 2010). Tidur REM disebut juga tidur paradoks karena EEG tampak aktif selama fase ini, sedangkan tidur NREM disebut juga tidur ortodoks atau tidur gelombang lambat.

3 Kedua stadium ini bergantian dalam satu siklus yang berlangsung antara menit. Secara umum ada 4-6 siklus NREM-REM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM I berlangsung antara 5-10 menit. Makin larut malam, periode REM makin panjang (Printz & Vittelo 2013). Pada orang dewasa sepertiga bagian awal tidur didominasi oleh tidur gelombang lambat atau Slow Wave Sleep (SWS) sedangkan sepertiga bagian akhir tidur didominasi oleh tidur REM. Waktu tidur NREM berlangsung sekitar 75%-80% dari setiap waktu tidur pada orang dewasa sedangkan waktu tidur REM berkisar antara 20%-25%. Petanda spesifik tidur REM adalah adanya gerakan mata cepat ke segala arah dan ketiadaan aktivitas otot yang dapat direkam oleh EMG (Chokroverty, 2010). Pada tabel 2.2 berikut ini menunjukkan kriteria spesifik tingkah laku dan fisiologi yang terjadi sepanjang fase bangun, tidur NREM, dan tidur REM. Tabel 2.2 Kriteria tingkah laku dan fisiologi fase bangun tidur (Chokroverty, 2010) Kriteria Fase bangun Tidur NREM Tidur REM Postur Berdiri, duduk Berbaring Berbaring Mobilitas Normal Postural shift, immobile Immobile, myoclonic jerks Respon terhadap stimulasi Normal Menurun Menurun, bahkan tidak berespon Tingkat kewaspadaan Waspada Tidak sadar tapi reversibel Tidak sadar tapi reversibel Kelopak mata Terbuka Tertutup Tertutup Gerakan mata Waking eye movement Slow rolling eye movement Rapid eye movement EEG Gelombang alfa, desinkronisasi Sinkronisasi Thetha, saw tooth wave EMG (tonus otot) Normal Sedikit menurun Desinkronisasi EOG Waking eye movement Slow rolling eye movement Menurun bahkan tidak ada

4 Tidur NREM dibagi menjadi 4 stadium, yaitu stadium 1-4 menurut kriteria manual skoring tradisional Rechtschaffen dan Kales (R-K). Sedangkan berdasarkan rekaman EEG, stadium tidur dibagi menjadi 3, yaitu N1, N2 dan N3. (Chokroverty, 2010) Kronobiologi dan irama sirkadian Setiap makhluk hidup, termasuk manusia, memiliki mekanisme jam biologis. Irama biologis tidak hanya meliputi waktu istirahat dan waktu beraktifitas makhluk hidup tersebut, namun kehidupan itu sendiri merupakan proses fisiologis dan ritme biologis memainkan peranan penting dalam proses tersebut (Bohm, 2012). Kronobiologi menjelaskan mengenai ritme biologis yang meliputi irama atau siklus tahunan, siklus lunar (29,5 hari), siklus harian, ataupun siklus berulang di bawah 24 jam. Tubuh manusia memiliki kemampuan internal mengukur waktu dalam tubuh. Sistem sirkadian ini terorganisasi secara pola hirarki dan pacemaker sentral yang mensinkronisasi osilator sirkadian seluler pada badan-badan sel paling perifer. Jam biologis ini meliputi pengaturan irama fungsi-fungsi tubuh seperti tekanan darah, kadar hormonal, temperatur tubuh, dan siklus bangun tidur (Bohm, 2012). Osilator sirkadian terdiri dari kurang lebih neuron-neuron jam biologis/clock neurons yang terletak di suprachiasmatic nucleus (SCN) daerah ventrolateral. Nukleus ini merupakan master clock dalam tubuh manusia yang berlokasi secara bilateral di bagian anterior hipotalamus, di atas kiasma optikum. Bila terjadi kerusakan pada SCN maka irama sirkadian bangun tidur menjadi tidak teratur lagi (Mahdi, dkk., 2011; Bohm, 2012).

5 Gangguan kronobiologi pada manusia dibagi menjadi dua, yaitu: gangguan eksternal misalnya gaya hidup misalnya pekerja shift, sindroma jet lag dan gangguan internal misalnya depresi, kelelahan kronik, fibromialgia dan migren (Peres, 2005). Fungsi sistem waktu sirkadian adalah untuk mengkoordinasikan mekanisme humoral, fisiologis, dan siklus tidur-bangun. Regulasi ini dimodulasi oleh 2 faktor yang saling bertolak belakang, yaitu: faktor drive homeostatik yang meningkatkan kecenderungan untuk mengantuk dan faktor irama sirkadian yang meningkatkan status terjaga (wakefulness). Pada pagi hari setelah bangun tidur, drive homeostatik menjadi sangat rendah bahkan nol. Drive homeostatik secara gradual meningkat sepanjang hari dan peningkatannya dihambat oleh meningkatnya output SCN. Saat pagi, drive homeostatik yang mulai menurun dibatasi oleh pengaruh circadian arousal yang menyebabkan kita terbangun. Terdapat dua periode yang sangat rentan untuk mengantuk yaitu jam 2 hingga jam 6 pagi dan jam 14 hingga jam 18 sore hari. Periode yang pertama jauh lebih kuat daripada yang kedua (Chokroverty, 2010) Arsitektur tidur pada lansia Arsitektur tidur adalah proses tidur yang dialami seseorang sepanjang malam, yang ditampilkan dalam bentuk histogram atau hipnogram tidur (Feinsilver, 2003). Arsitektur tidur dibagi 2 fase yaitu tidur ringan (stadium 1 dan 2) dan tidur dalam (stadium 3 dan 4) yang dikelompokkan menjadi tidur NREM, serta tidur REM. Sebagian tidur NREM terjadi pada separuh awal malam dan tidur REM pada separuh malam menjelang pagi. Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologis dan fisiologis. Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-mimpi, sedangkan tidur NREM

6 dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada tidur REM tetapi lambat atau menetap pada tidur NREM. Jadi tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4. Kemudian kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke periode REM 1, bisaanya berlangsung menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM bisaanya berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi (Printz & Vittelo 2013). Arsitektur tidur pada lansia berubah secara signifikan. Inisiasi tidur menjadi lebih sulit, waktu tidur total dan efisiensi tidur berkurang, gelombang delta menurun, dan fragmentasi tidur meningkat. Perubahan fisiologis alami pada siklus sirkadian menyebabkan kebanyakan orang tua tidur lebih awal dan bangun lebih pagi. Hal ini dapat memperburuk kualitas dan kuantitas tidur. Dengan penuaan, durasi tidur REM menetap sedangkan latensi tidur menurun secara signifikan, sehingga lansia lebih cenderung mengantuk (Suzanne & Steven, 2009). Gambaran tidur pada berbagai usia dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1 Gambaran tidur anak, dewasa muda & lansia (Suzanne & Steven, 2009)

7 1.3 Gangguan Tidur pada Lansia Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada lansia. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat dan paling sering ditemukan pada lansia. Established Populations for Epidemiologic Studies of the Elderly (EPESE) mendapatkan dari 9000 responden, sekitar 29% responden berusia di atas 65 tahun mengalami keluhan gangguan tidur (Marcel dkk, 2009). Masalah tidur yang sering dikeluhkan oleh lansia adalah sering terjaga pada malam hari, terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan perasaan yang amat lelah pada siang hari (Davison, dkk., 2006). Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, hipertensi serta penyakit kronis lainya sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan kuantitas tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat (Marcel, dkk., 2009) Prevalensi dan insedensi gangguan tidur pada lansia Prevalensi gangguan tidur pada lansia setiap tahun cenderung meningkat, hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya usia disertai dengan berbagai penyebab lain yang mendasarinya. Kurang lebih 40-50% dari populasi lansia menderita gangguan tidur dan sebanyak 10-15% gangguan tidur kronik disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Tingkat penghasilan dan pendidikan yang rendah juga meningkatkan risiko lansia mengalami gangguan tidur. Pada layanan kesehatan primer, hanya satu dari delapan kasus gangguan tidur yang berhasil didiagnosis oleh

8 dokter, hal ini terkait dengan pendapat bahwa gangguan tidur pada lansia merupakan bagian normal dari proses penuaan (Sadock & Sadock, 2015). Menurut Prayitno (2002) gangguan pola tidur pada kelompok lansia cukup tinggi. Lansia yang berusia 65 tahun yang tinggal di rumah, setengahnya diperkirakan mengalami gangguan tidur dan dua pertiga dari lansia yang tinggal di tempat perawatan lansia juga mengalami gangguan pola tidur. Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang paling sering dikeluhkan di dunia praktik kedokteran. Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun terlalu pagi, serta mengantuk di siang hari. Gangguan tidur dapat mengenai semua golongan usia. Beberapa artikel mengatakan bahwa angka kejadian insomnia akan meningkat seiring bertambahnya usia. Dengan kata lain, gejala insomnia sering terjadi pada lansia bahkan hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkan mengalami kesulitan memulai tidur dan mempertahankan tidurnya. Insomnia dan gangguan tidur lainnya dapat dianggap sebagai bentuk paling ringan dari gangguan mental (Lumbantobing, 2008) Pengaruh gangguan tidur terhadap lansia Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya pengobatan secara keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya terjadi gangguan perhatian dan memori, perasaan sedih, sering terjatuh, penggunaan obat hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Pada penderita sakit jantung dan kanker dijumpai peningkatan angka kematian pada orang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam

9 atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan orang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari (Marcel, dkk., 2009). Gejala gangguan tidur pada lansia adalah kesulitan memulai dan mempertahankan tidur, terbangun lebih awal, dan tidur siang yang berlebihan. Penderita gangguan tidur dapat merasa letih, cemas dan mudah tersinggung. Mendekati waktu tidur, penderita gangguan tidur akan semakin tegang, cemas, dan khawatir terhadap masalah kesehatan, pekerjaan, hal yang bersifat pribadi, bahkan takut akan kematian (Sadock & Sadock, 2015). Gangguan tidur akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan karena meningkatkan risiko kecelakaan dan kelelahan kronis. Penurunan kualitas tidur berkaitan dengan penurunan daya ingat dan konsentrasi, serta penurunan kemampuan psikomotor (Kamel & Gammack, 2006). Penelitian menunjukkan bahwa tidur yang kurang akan meningkatkan kadar leptin dan ghrelin dalam darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Ogawa dkk., 2003) dan konsentrasi C-reactive protein dalam darah (Meier-Ewert, dkk., 2004) yang merupakan prediktor mortalitas pada penyakit kardiovaskular. Waktu tidur yang kurang juga berkaitan dengan peningkatan prevalensi diabetes dan penurunan toleransi glukosa (Gottlieb, dkk., 2005). 1.4 Depresi pada Lansia Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering dijumpai pada lansia sebagai akibat proses penuaan. Gangguan depresi pada lansia memiliki gejala klinis dan pengaruh yang khusus dibanding gangguan depresi pada populasi pasien yang lebih muda. Diperkirakan dimasa mendatang (2020) pola penyakit negara-negara

10 berkembang akan berubah, dimana gangguan depresi akan menggantikan penyakitpenyakit saluran pernafasan sebagai urutan teratas (Amir, 2005). Kriteria diagnostik DSM-V untuk depresi mayor adalah sama untuk semua kelompok usia. Kecenderungan lansia dengan depresi untuk melaporkan lebih banyak gejala somatik dan kognitif dibanding gejala afektif telah lama membuat kebingungan klinisi dalam mendiagnosis depresi pada lansia. Banyak lansia menjadi mudah marah dan menarik diri secara sosial tanpa keluhan subjektif, sebenarnya sedang mengalami depresi. Mengenali variasi gejala klinis depresi pada lansia sangat penting, karena keluhan perasaan tidak berdaya, kesedihan yang tidak begitu jelas, berhubungan kuat dengan ide bunuh diri (Cohen-Zion & Ancoli-Israel, 2009). Kriteria diagnosis gangguan depresi menurut DSM-V dapat kita lihat pada table 2.2 dibawah ini. A B C D Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Mayor menurut DSM-V (APA, 2013) Terdapat 5 (atau lebih) gejala dibawah ini dalam waktu 2 minggu. 1. Mood depresi. 2. Menurunnya minat atau rasa senang terhadap semua hal. 3. Berat badan meningkat atau menurun. 4. Insomnia atau hypersomnia. 5. Agitasi atau retardasi psikomotor. 6. Letih atau tidak adanya tenaga. 7. Perasaa tak berharga. 8. Kemampuan berpikir atau konsentrasi menurun, ragu-ragu. 9. Pikiran berulang tentang kematian atau ide bunuh diri. Gejala-gejala meyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna. Tidak disebabkan oleh efek fisiologi zat atau kondisi medik lain. Tidak memenuhi kriteria gangguan skizoafektif, skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, spektrum skizofrenia tidak spesifik atau spesifik lainnya dan gangguan psikotik lain.

11 Depresi dapat menyebabkan hendaya pada semua usia. Hal lain yang perlu diperhatikan pada lansia mengalami gejala depresi adalah masalah perawatan diri, mengelola rumah tangga, pemahaman komunikasi, partisipasi di masyarakat, dan pergaulan dengan orang lain. Perubahan pada status fungsional dan tanda-tanda gangguan fungsional lannya dapat menjadi indikator penting lansia sedang mengalami depresi. Ketika depresi dan gangguan fungsi sehari-hari terjadi bersamaan, sering sulit untuk mengetahui komponen mana dari hendaya yang disebabkan oleh gangguan mood dan yang disebabkan oleh gangguan kognitif, kelemahan umum, dan penyakit medis (Cohen-Zion & Ancoli-Israel, 2009). Depresi pada lansia disamping menimbulkan beban yang besar bagi individu dan keluarga juga memiliki konsekuensi medis, sosial, dan ekonomis yang luas misalnya: meningkatnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan, defisit fungsional, hilangnya kualitas hidup serta dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian baik akibat bunuh diri maupun penyakit medis (Cohen-Zion & Ancoli-Israel, 2009) Faktor resiko terjadinya depresi Penyebab depresi pada lansia adalah multifaktoral dan belum sepenuhnya dimengerti. Amir (2015), dalam kuliahnya tanggal 20 Januari 2015 di RSUP Sanglah Denpasar menyebutkan beberapa faktor sebagai penyebab depresi adalah: stres kehidupan, genetik-lingkungan, Hypothalamus-Pituitary-Adrenal Axis (HPA-Axis), defisiensi monoamine, neuroplastisitas dan gangguan ritmik sirkadian (gangguan siklus tidur bangun). Disamping itu, faktor resiko yang lain seperti: jenis kelamin,

12 usia, status perkawinan, demografi, kepribadian, dukungan sosial dan status pekerjaan, juga mempengaruhi depresi pada lansia. Depresi lebih sering terjadi pada wanita, hal ini disebabkan wanita lebih sering terpapar dengan stresor lingkungan dan ambang terhadap stresor yang lebih rendah dibandingkan pria. Ketidakseimbangan hormon pada wanita juga menambah tingginya prevalensi depresi. Dukungan keluarga juga sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya depresi selain dukungan sosial. Pada kepribadian pencemas, hipersensitif, dan dependen pada orang lain lebih rentan mengalami depresi (Amir, 2005). Status kesehatan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terjadinya depresi pada lansia. Penyakit kronis, kerusakan fungsi kognitif, penurunan fungsi sensoris dan kerusakan fungsi tubuh lainnya dapat memicu terjadinya depresi. Kondisi penyakit kronis seperti: sakit jantung, stroke, fraktur, gangguan penglihatan, kencing manis, penyakit otot dan sendi juga pada keadaan kehilangan salah satu anggota tubuh (amputasi) merupakan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya depresi pada lansia (Duckworth, 2009). Pada proses menua, baik yang alami maupun yang tidak, lansia senantiasa akan mengalami penurunan kemampuan Activity Daily Living (ADL). Aktivitas harian merupakan aktivitas rutin yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas yang digolongkan dalam ADL adalah mandi, berpakaian, buang air besar, pindah, buang air kecil, dan makan. Australia Heart Foundation menyebutkan bahwa keterbatasan dalam melakukan aktivitas harian merupakan faktor yang dapat mengakibatkan depresi (Shelkey & Wallace, 2012).

13 1.4.2 Prevalensi depresi pada lansia Berdasarkan data yang diperoleh di Canada, lansia yang hidup dalam komunitas sebanyak 5-10% mengalami depresi, sedangkan yang hidup dalam lingkungan institusi 30-40% mengalami depresi. Menurut hasil survei WHO, setiap tahunnya terdapat sekitar 100 juta kasus depresi (Fernandez, dkk., 2006). Penelitian mengenai depresi pada lansia dilaporkan Wulandari (2011), yang membandingkan kejadian dan tingkat depresi pada lansia, antara kelompok Panti Wreda yaitu lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang dengan kelompok komunitas yaitu lansia yang tinggal di Kelurahan Bandarharjo, Semarang, menyimpulkan proporsi depresi pada lansia di komunitas 60%, lebih besar daripada proporsi depresi pada lansia di panti wreda 38,5%. Sedangkan penelitian Suardana (2011), tentang tingkat depresi pada lansia di Puskesmas Karangasem I, melaporkan dari 163 orang sampel yang diteliti sebanyak 41,7% lansia menderita depresi dan terdapat hubungan antara depresi pada lansia dengan riwayat depresi sebelumnya, penyakit kronis, dukungan sosial dan tingkat pendidikan Prevalensi gangguan tidur pada lansia dengan depresi Gangguan tidur begitu sering dikaitkan dengan keluhan depresi, apabila tidak adanya keluhan tidur, diagnosis depresi harus ditegakkan dengan hati-hati. Insomnia, khususnya, dapat terjadi pada 60%-80% dari pasien depresi. Gejala depresi merupakan faktor risiko penting untuk insomnia dan depresi dianggap komorbiditas pada pasien dengan insomnia kronis oleh karena sebab apapun. Selain itu, beberapa obat yang biasa diresepkan untuk pengobatan depresi dapat memperburuk insomnia dan

14 mengganggu pemulihan dari penyakit. Luca, dkk. (2013), menyampaikan laporan kasus seorang wanita Kaukasia 65 tahun menderita insomnia terkait dengan depresi yang berhasil diobati dengan manipulasi ritme tidur-bangun. Penelitian tentang hubungan antara depresi dan insomnia juga pernah dilakukan di Indonesia. Beberapa penelitian tersebut melaporkan terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya. Tarbiyati, dkk. (2004), meneliti 61 orang lansia di Kecamatan Mergangsan mendapatkan 36,1% lansia mengalami depresi dan 44,26% lansia mengalami insomnia. Penelitian ini menyimpulkan terdapat pengaruh terjadinya depresi pada lansia dengan insomnia, disamping jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Penelitian non eksperimen dengan rancangan cross sectional. Data primer diambil melalui wawancara langsung dengan responden. Instrument penelitian berupa kuesioner data pribadi, Geriatric Depression Scale (GDS) dan Insomnia Rating Scale yang dikembangkan Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta (KSPBJ) untuk menilai skor insomnia. Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Indriati, dkk. (2012), meneliti tentang hubungan antara depresi dengan kejadian insomnia yang berada di Panti Wredha Harapan Ibu Semarang, mendapatkan hasil bahwa lansia yang mengalami depresi dengan kategori ringan sampai sedang sebanyak 51,5%, kategori berat sebanyak 18,2%. Kejadian insomnia didapatkan sebanyak 57,6% dengan kategori akut dan 21,2% dengan kategori kronis. Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan antara depresi dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Wreda Harapan Ibu Semarang.

15 1.4.4 Dampak depresi pada lansia Depresi yang terjadi pada lansia baik yang berdiri sendiri maupun yang komorbid dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan serius karena bila tidak ditangani secara baik dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis. Depresi yang tidak tertangani dapat berlangsung lama dan mengakibatkan kualitas hidup yang buruk, kesulitan dalam fungsi sosial serta fisik, ketidakpatuhan terhadap terapi, meningkatnya angka kesakitan dan meningkatnya angka kematian akibat bunuh diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan peningkatan rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit (Blazer, 2005). Lansia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari depresi dan kambuh kembali yang lebih cepat dari pada orang yang lebih muda sehingga penanganan depresi pada lansia harus dilakukan sebaik mungkin (Martono, 2009). 1.5 Hubungan Gangguan Tidur dengan Depresi Gangguan tidur dan depresi telah lama mendapatkan perhatian. Hubungan keduanya telah menjadi perhatian para dokter selama bertahun-tahun. Gangguan tidur dan depresi saling berhubungan secara resiprokal. Gangguan tidur dapat terjadi karena seseorang menderita depresi sedangkan depresi dapat timbul karena pola tidur seseorang yang tidak sehat. Sebelumnya diperkirakan bahwa gangguan tidur merupakan gejala depresi, namun beberapa penelitian menjelaskan bahwa gangguan tidur tidak hanya merupakan bagian dari gejala depresi tetapi dapat pula menjadi faktor risiko untuk memulai episode depresi atau menyebabkan terjadinya episode depresi berulang. Seseorang yang sebelumnya menderita gangguan tidur tanpa

16 gangguan depresi selanjutnya dapat berkembang menjadi gangguan depresi di kemudian hari (Manber, dkk., 2009). Lansia dengan insomnia yang menetap memiliki resiko terbesar untuk berkembang menjadi depresi (Perlis, dkk., 2006) Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis bagi manusia. Tidur yang tidak cukup dan berkualitas buruk dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis. Dampak fisiologis dan psikologis yang muncul akibat buruknya kualitas tidur meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, kelelahan, respon motorik terganggu, penurunan daya tahan tubuh, stres, depresi dan cemas (Moldolfsky, 2001). Depresi yang sebelumnya didahului oleh gangguan tidur sering kali terjadi pada masyarakat maju. Keadaan ini terkait dengan gaya hidup yang dilakukan saat seseorang berusia dewasa muda yang dengan sengaja membatasi waktu yang tersedia untuk tidur. Ganguan tidur yang berlangsung lama pada akhirnya dapat menimbulkan perasaan depresi dikemudian hari. Jadi gangguan tidur tidak hanya merupakan faktor resiko untuk terjadinya depresi, tetapi pada akhirnya dapat pula menjadi gangguan dalam jangka panjang. Pasien yang mengalami gangguan tidur dan tidak diobati secara dini dapat berkembang menjadi ganguan depresi pada saat lansia (Pigeon, dkk., 2008). Beberapa peneliti melaporkan bahwa meskipun insomnia dan depresi dapat terjadi secara bersamaan, sangat penting untuk memahami alasan keadaan ini. Sampai saat ini depresi dianggap sebagai penyebab insomnia namun, penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus dimana pasien mengalami depresi dan insomnia ketika

17 hanya diberi terapi farmakologi untuk gangguan depresinya, gejala depresi dapat membaik tetapi gejala insomnianya tidak mengalami perbaikan (Melville, 2005) Peranan SCN dan melatonin pada patofisiologi depresi Konvergensi antara gangguan tidur dan depresi secara umum memiliki dasar struktur neuroanatomi dan mekanisme neurofisiologi yang sama, meliputi hipotalamus, serotonin dan melatonin. Aktivasi Ascending Reticular Activating system (ARAS) di batang otak menyebabkan kita terjaga. Pengaruh neurotransmiter kortikal seperti epinefrin, dopamin, asetilkolin mempertahankan kewaspadaan selama terjaga. Tidur fase NREM dikontrol oleh neuron-neuron Gama Amino Buteric Acid (GABA) di basal otak depan. Generator fase REM terletak di daerah tegmentum pontin dorsolateral. Fase REM diawali oleh pelepasan asetilkolin yang diaktivasi oleh neuron pontin tersebut. Serotonin yang berasal dari nukleus di daerah rafe dorsalis telah diketahui memegang peranan pada depresi (Alberti, 2006). Faktor sirkadian diduga berperan penting dalam etiologi depresi. Gangguan irama sirkadian yang disebabkan kondisi pencahayaan dan gaya hidup merupakan predisposisi terjadinya berbagai gangguan mood, termasuk impulsif, mania dan depresi. Pada saat depresi, terjadi penurunan irama sirkadian dari fungsi endokrin dan metabolisme. Hubungan antara jam biologi dan depresi begitu dekat namun, hubungan yang kompleks antara keduanya perlu pemahaman yang lebih jauh. Efisiensi waktu perawatan berdasarkan chronotherapy (misalnya, pengobatan yang ringan, mengurangi waktu tidur, dan pemberian obat yang terjadwal) pada pasien

18 depresi menunjukkan bahwa sistem sirkadian merupakan target dalam terapi (Salgado- Delgado, dkk., 2011). SCN berfungsi sebagai pengatur fungsi fisiologis dan berperanan penting dalam mensinkronisasi tubuh dengan waktu eksternal dengan memberikan respon terhadap zeitgeber utama, yaitu matahari. Setiap manusia memiliki waktu tersendiri dimana waktu sirkadian endogen mengalami sinkronisasi dengan waktu harian selama 24 jam. Hal ini disebut sebagai kronotipe dan keadaan ini dipengaruhi oleh faktor genetik serta keadaan karakteristik individu, misalnya usia dan jenis kelamin. Penting untuk diketahui bahwa kronotipe masing-masing individu menentukan durasi tidur seseorang, sehingga sering didapati orang dengan waktu tidur lama ataupun sebaliknya. Siklus gelap terang, irama biologis tubuh, dan lingkungan sangat juga berpengaruh terhadap kronotipe seseorang (Bohm, 2012). Cahaya mempengaruhi tubuh untuk memproduksi berbagai substansi yang erat kaitannya dengan pola sirkadian tubuh seperti: misalnya kortisol, serotonin, dan terutama melatonin. Kortisol adalah hormon penanda stres yang produksinya mengikuti irama sirkadian. Perubahan fungsi HPA aksis juga berpengaruh terhadap produksi kortisol. Kortisol meningkat saat pagi hari dan menurun di malam hari. Kadar kortisol mengalami perubahan saat terjadi sleep deprivation (SD) (Mahdi, dkk., 2011). Melatonin adalah molekul yang bertanggung jawab terhadap sinkronisasi internal tubuh dengan lingkungan. Melatonin berperanan dalam terjadinya Cortical Spreading Depression (CSD) yang akan mempengaruhi sistem oksida nitrit, GABA,

19 dan glutamatergik. Begitu juga keterlibatan melatonin dalam gangguan psikiatri melalui sistem serotonergik dan dopaminergik (Peres, 2005). Produksi melatonin bisaanya terjadi di malam hari. Produksi melatonin mengaktivasi hipotalamus yang menyebabkan penurunan histamin dan oreksin, dua substansi yang meningkatkan kewaspadaan. Melatonin merupakan mediator antara stimulus cahaya eksternal dengan adaptasi fisilogis tubuh sepanjang siang dan malam, memfasilitasi kecenderungan untuk tidur yang meningkat saat malam dan menurun di siang hari (Mahdi, dkk., 2011). Perubahan relatif metabolisme glukosa pada daerah otak dari terjaga ke tidur NREM berbeda antara individu yang sehat dengan yang sedang mengalami depresi. Secara khusus, transisi dari terjaga ke tidur NREM ditandai dengan aktivitas metabolik yang tinggi di daerah frontoparietal dan thalamus pada pasien depresi dibandingkan dengan individu yang sehat. Temuan ini menunjukkan bahwa fungsi abnormal dari talamokortikal mendasari gangguan tidur dan keluhan tidur pada pasien depresi (Germain, dkk., 2004).

20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang untuk mengembalikan stamina tubuh dalam kondisi yang optimal. Tidur dapat diartikan sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Meningkatnya usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migren Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. 11 Nyeri kepala merupakan penyebab tersering anak-anak dirujuk ke ahli neurologi anak.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih cepat kelompok usia lainnya. Antara tahun 1970 dan 2025 pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG

RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG Penelitian sosiologis pada tahun 2002 mengungkapkan bahwa sebagian besar lansia mengaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat pada suatu negara. Angka harapan hidup penduduk Indonesia naik dari 70,45

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Media Sosial a. Pengertian Media Sosial Media sosial adalah sebuah sarana yang dibuat untuk memudahkan interaksi sosial dan komunikasi dua arah. Dengan semua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan

Lebih terperinci

Tidur dan Ritme Sirkadian

Tidur dan Ritme Sirkadian Modul ke: Tidur dan Ritme Sirkadian Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Pengertian Tidur : Tidur berasal dari bahasa latin somnus yang berarti alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

commit to user BAB V PEMBAHASAN

commit to user BAB V PEMBAHASAN 48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai perbedaan kualitas tidur antara pasien asma dengan pasien PPOK dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, baik secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak kebutuhan fisiologis manusia, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Hurlock, 1999). Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menua 2.1.1 Definisi Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pola Tidur Tidur diartikan sebagai suatu keadaan berubahnya kesadaran, dimana dengan adanya berbagai derajad stimulus dapat menimbulkan suatu keadaan yang benar-benar

Lebih terperinci

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan ISTIRAHAT & TIDUR By: Ns. Febi Ratnasari, S.Kep Pengertian Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan gelisah Tidur adalah status perubahan kesadaran

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori belajar dan prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian tidur dan fisiologi tidur serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Populasi warga lanjut usia (lansia) di Indonesia semakin bertambah setiap tahun, hal tersebut karena keberhasilan pembangunan di berbagai bidang terutama bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization (WHO) secara global lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (Wahit dan Nurul, 2007). Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah telah mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum antara lain dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran. Meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (lansia) ini, berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran. Meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (lansia) ini, berkaitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan populasi (population aging) atau peningkatan proporsi penduduk usia tua dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Perubahan struktur demografi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perkumpulan lansia Kartasura pada bulan November 2016 didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menangani pasien dengan berbagai macam tingkat. kegawatdaruratan (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dalam menangani pasien dengan berbagai macam tingkat. kegawatdaruratan (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan akses utama dalam memperoleh perawatan di rumah sakit, mempunyai peranan sangat penting dalam menangani pasien dengan

Lebih terperinci

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ Gangguan tidur P E N Y A J I LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA P E M B I M B I N G DR. SUZY YUSNA D, SPKJ pendahuluan Tidur adalah suatu aktivitas khusus dari otak, yang di kelola oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang di sebut dengan proses menua (Hurlock, 1999 dalam Kurniawan,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang di sebut dengan proses menua (Hurlock, 1999 dalam Kurniawan, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang dimana telah terjadi kemuduran fisik dan psikologis secara bertahap atau yang di sebut dengan proses

Lebih terperinci

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya Definisi : Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya Koma = keadaan bawah sadar dimana orang tsb tidak dapat dibangunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana terjadi penurunan kemampuan reproduksi. Andropause atau PADAM (Partial Androgen Deficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.1 Hasil Penelitian.1.1. Karakteristik Umum Subyek Penelitian Pada penelitian ini diperoleh 0 subyek penelitian yang dirawat di bangsal B1 Saraf RS Dr. Kariadi Semarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Gagal Jantung adalah ketidakmampuan Jantung untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa Jantung ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosial ekonomi berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, sejumalah faktor psikososial seperti stress, depresi, kelas sosial, dan kepribadian tipe A dimasukkan dalam faktor risiko klasik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal bagi tubuh, sehingga tubuh tidak mampu untuk mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal.istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu tempat pelayanan yang beroperasi 24 jam di mana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker berada pada urutan kelima penyebab kematian di Indonesia. Lebih dari 40% keganasan pada perempuan merupakan kanker ginekologi. Kanker ginekologi yang paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan dapat menyebabkan sulit tidur (Potter dan Perry, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan dapat menyebabkan sulit tidur (Potter dan Perry, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang dialami oleh seseorang yang dapat dibangkitkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Priharjo, 1993). Tidur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istirahat atau tidur yang cukup merupakan kebutuhan setiap orang agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Maslow mengatakan kebutuhan fisiologis dasar manusia terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan pada berbagai bidang terutama dibidang. (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan pada berbagai bidang terutama dibidang. (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia Harapan Hidup (UHH) menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan terutama dibidang kesehatan. Bangsa yang sehat ditandai dengan semakin panjangnya

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI Overview of Sleep Quality and Sleep Disorders In Elderly at Social Home Tresna Werdha Budi Luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi lingkungan merupakan salah satu bentuk upaya kuratif yang dapat dilakukan untuk membantu proses penyembuhan penyakit karena lingkungan berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN Mahdalena 1 Muhlis 2 M. Fadli 3 1 Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember 2015. Dari 150 mahasiswa ini kemudian dinilai lama penggunaan telepon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan besar dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderitanya semakin meningkat setiap tahun, tidak hanya menyerang usia tua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang

Lebih terperinci

Gangguan Mood/Suasana Perasaan

Gangguan Mood/Suasana Perasaan Gangguan Mood/Suasana Perasaan Definisi: Merupakan kelompok gangguan yang melibatkan gangguan berat dan berlangsung lama dalam emosionalitas, yang berkisar dari kegirangan sampai depresi berat Major depressive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Populasi lanjut usia (lansia) di dunia akan bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat terlihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat terlihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan di bidang kesehatan merupakan cita cita suatu bangsa, hal tersebut dapat terlihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan Angka Harapan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Lansia adalah seseorang

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks, tidak stress, menganggur,.. Namun tidak berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam daur kehidupan yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa, terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang mengalami masa peralihan, dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan suatu proses penting dalam kehidupan manusia. Kualitas tidur yang baik berperan penting terhadap fungsi kognitif. Manusia menghabiskan sekitar sepertiga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa usia lanjut. Keberhasilan pemerintah

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci